Anda di halaman 1dari 2

E.

Proses Berdirinya Muhammadiyah

Setelah mencermati empat realitas seperti yang dipaparkan di atas, Ahmad Dahlan
mempersiapkan berbagai hal untuk mendeklarasikan Muhammadiyah. Sebagai tahapan yang perlu
dipersiapkan, Ahmad Dahlan melakukan kontak dengan Budi Utomo. Kontak pertama dengan Budi
Utomo melalui Djojosumarto, seseorang yang sudah dikenal baik oleh Ahmad Dahlan karena sama-
sama dari Kauman. Setelah bertemu dan melakukan dialog, akhirnya Ahmad Dahlan diterima dan
bisa bergabung dengan Budi Utomo sekaligus Ahmad Dahlan dijadikan sebagai penasihat untuk
masalah-masalah agama.

Adapun sasarannya kedua, adalah melakukan sosialisasi ajaran Islam. Sasaran ini
memperoleh ruang gerak yang luas, setidaknya pada dua unsur yang mempengaruhi perubahan
masyarakat dan negara, yang tercermin dalam kepengurusan Budi Utomo yang kebanyakan pegawai
pemerintah Hindia Belanda dan guru-guru sekolah yang dalam jangka panjang akan mewarnai
kedewasaan dan kecerdasan masyarakat yang kelak akan mewarnai jalannya pemerintahan.
Sosialisasi ajaran Islam ini diterima para cendekiawan Budi Utomo yang sebelumnya takut dengan
Islam.

Pada tahun 1911, Ahmad Dahlan mendirikan sekolah rakyat, yang diberi nama Madrasah
Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah, yang menggabungkan dua sistem pendidikan, yaitu sistem pesantren
dan sistem pendidikan Barat. Model sekolah yang baru didirikan Ahmad Dahlan ini mendapat reaksi
minor dari masyarakat sekitar karena dianggap menyimpang dari pakem, bahkan menyimpang dari
ajaran Islam yang selama ini berkembang di kalangan kaum Muslim.

Setiap Ahad pagi, setelah memberikan pengajian umum, Ahmad Dahlan didatangi para siswa
Kweekschool Jetis yang dididiknya setiap Sabtu sore. Suatu kali, dalam salah satu pengajian Ahad
pagi, Ahmad Dahlan ditanya oleh salah seorang peserta pengajian tentang tiga hal. Pertama, apakah
tempat pengajian ini sekolahan? Ahmad Dahlan menjawab: "0, nak ini Madrasah Ibtidaiyah Diniyah
Islamiyah untuk member! pelajaran agama Islam dan pengetahuan umum bagi anak-anak
Kauman".Kedua, siapa yang memegang sekaligus guru yang mengajar di sini? Dahlan menjawab: ya,
saya sendiri. Ketiga, apakah tidak lebih baik sekolahan ini tidak dipegang Kyai sendiri? Sebab, setiap
tahun akan ada penerimaan siswa dan kenaikan kelas, sehingga siswa akan bertambah, ini akan
menyulitkan Kyai sendiri. Bahkan, jika Kyai wafat, dan keluarga Kyai tidak mampu melanjutkan,
sekolah ini akan bubar. Untuk mengatasi kondisi objektif ini, Ahmad Dahlan melakukan lima langkah
sebagai persiapan untuk mewujudkan organisasi yang dikemudian hari organisasi ini diberi nama
Muhammadiyah.

1. Langkah pertama, Ahmad Dahlan menemui dan berdiskuai dengan Budihardjo dan R.
Dwijosewojo, guru Kweekschool di Guperment Jetis. Hasil perbincangan dengan kedua
guru dan tokoh Budi Utomo itu meliputi enam hal: (1) Siswa Kweekschool tidak boleh
duduk dalam pengurus perkumpulan karena dilarang oleh inspektur kepala sekolah; (2)
Calon pengurus diambil dari orangorang yang sudah dewasa; (3) Apa nama perkumpulan
tersebut belum ada, dan sepertinya Ahmad Dahlan sedang menyiapkannya; (4)
Tujuannyajuga belum ada; (5) Tempat perkumpulan adalah Yogyakarta; (6) Untuk
merealisasikan sampai tuntas, Budi Utomo membantunya dengan syarat harus
diusulkan/dimintakan setidaknya oleh tujuh orang anggota baru Budi Utomo.
2. Langkah kedua, Ahmad Dahlan mengadakan pertemuan dengan orang-orang dekat, dan
memikirkan bakal berdirinya organisasi tersebut. Untuk nama perkumpulan, Ahmad
Dahlan memberi nama "Muhammadiyah". Nama ini diambil dari nama Nabiyullah,
Muhammad SAW dengan mendapat tambahan "ya* nisbah".Tujuan orang yang bersedia
menjadi anggota Budi Utomo, untuk mengusahakan berdirinya Muhammadiyah kepada
STUDI KEMUHAMMADIYAHAN 61 pemerintah Hindia-Belanda, adatah H. Sarkowi, H. Abdul
Ghani, HM. Sjoedja', HM. Hisyam, HM. Fachruddin, HM. Tammimy, dan KH. Ahmad Dahlan.
Tidak lama setelah ketujuh orang ini mengusulkan diri menjadi anggota Budi Utomo,
Hoofdbestuur menerimanya dengan memberi kartu anggota.
3. Langkah ketiga, Ahmad Dahlan dan keenam anggota baru Budi Utomo itu mengajukan
permohonan kepada Hoofdbestuur Budi Utomo supaya mengusulkan berdirinya
Muhammadiyah kepada pemerintah Hindia-Belanda. Pada 18 November 1912 bertepatan
dengan tanggal 8 Dzulhijjah 1330 Hijriyah permohonan dikabulkan.
Susunan pengurus Muhammadiyah yang pertama sebagaimana tercantum dalam surat izin
itu, sebagai berikut (Majlis Pustaka,1993: 29):
Presiden/ketua : K.H.Ahmad Dahlan
Sekretaris : H. Abdullah Siradj
Anggota : H. Ahmad
: H. Abdur Rahman
: H. Muhammad
: RH. Djailani
: H. Anies
: H. Muhammad Fakih
4. Langkah keempat, Ahmad Dahlan mengadakan rapat pengurus pertama kali guna
mempersiapkan proklamasi berdirinya Muhammadiyah. Adapun tempat proklamasinya
diputuskan di gedung pertemuan Loodge Gebuw yang terletak di jantung kota Yogyakarta,
Malioboro, pada malam Minggu terakhir bulan Desember 1912
5. Langkah kelima, memproklamirkan berdirinya Muhammadiyah yang dihadiri masyarakat
umum, Sri Sultan Hamengkubuwono VII serta pejabat lainnya yang diundang.

Anda mungkin juga menyukai