Anda di halaman 1dari 4

NAMA UPACARA ADAT

“Tradisi Seren Taun”


GAMBAR UPACARA ADAT

A. DAERAH TEMPAT UPACARA ADAT TERSEBUT BERASAL

Upacara-upacara di Kerajaan Pajajaran ada yang bersifat tahunan dan delapan


tahunan. Upacara yang bersifat tahunan disebut Seren Taun Guru Bumi yang
dilaksanakan di Pakuan Pajajaran dan di tiap wilayah.

Upacara delapan tahunan atau sewindu disebut upacara Seren Taun Tutug
Galur atau lazim disebut upacara Kuwera Bakti yang dilaksanakan khusus di Pakuan.

Dahulu perayaan Seren Taun sempat terhenti bersamaan dengan runtuhnya


Kerajaan Pajajaran. Namun sekitar empat windu kemudian upacara tersebut di
lestarikan kembali di Sindang Barang, Kuta Batu dan Cipakancilan. Itulah yang
terakhir sebelum benar-benar berhenti selama 36 tahun sejak 1970an.

Sebagai upaya membangkitkan kembali jati diri kebudayaan masyarakat


Sunda, Seren Taun Guru Bumi kembali digelar di tahun 2006. Tepatnya di Desa Adat
Sindang Barang, Pasir Eurih, Kecamatan taman Sari, Kabupaten Bogor.
B. TUJUAN DARI UPACARA ADAT

Tradisi Seren Taun adalah salah satu upacara adat masyarakat Sunda yang
dilaksanakan sebagai ungkapan rasa syukur setelah panen padi.

Tradisi ini dilaksanakan tiap tahun setiap tanggal 22 Bulan Rayagung, bulan
terakhir dalam perhitungan kalender Sunda. Biasanya berlangsung dengan sangat
khidmat dan semarak diberbagai Desa Adat Sunda.

Secara Etimologi Seren Taun berasal dari Bahasa Sunda yakni Seren yang
berarti menyerahkan dan Taun yang berarti Tahun. Dengan begitu Ritual Tradisi
Seren Taun bisa dimaknai sebagai serah terima hasil yang di peroleh di tahun yang
lalu.

C. Pernikahan

Berdasarkan hasil wawancara awal pada dua orang informan yaitu


pasangan suami istri yang beretnis Jawa dan Aceh, didapatkan data sebagai
berikut
Informan 1 :

“Oh itu, penyesuaiannya sih biasa-biasa aja, yang pertama dilihat


agamanya, tingkat pendidikan, keharmonisan keluarga pasangan, dan
lain- lain. Terus nantinya akan berlanjut saat tinggal dirumah sendiri,
eee.. kelihatanlah apa yang disukai dan tidak disukai pasangan kita.
Kalau hidup mandiri kayak gitu malah kelihatan semuanya. Mmmm
sebenarnya melakukan penyesuaian gampang-gampang aja tergantung
masing-masing individunya. Yang penting saling memahami kekurangan
dan kelebihan masing-masing”.
Informan 2 :

“Pas awal nikah yang pertama kali disesuaikan itu makanan, saya
kan dari Aceh udah biasa makan yang pedas-pedas, suami saya orang
Jawa sukanya makan yang manis. Kalau masak harus ada yang pedas
dan manis. Terus kesulitan di bahasa, kadang-kadang eee itu kalau
ngomong enggak nyambung. Tapi lama-lama bisa nyambung juga
soalnya terbiasa pakai bahasa Indonesia enggak bahasa daerah lagi.
Yaaa pokoknya menyesuaikan kebiasaan masing-masing dan saling
memahami aja. Menurut saya sih menyesuaikannya agak-agak susah
apalagi di awal pernikahan, sampai sekarang juga masih sering beda
pendapat Saya berusaha terus memahami suami saya biar enggak terjadi
cek cok”.
Hasil wawancara tersebut menunjukkan dalam perkawinan diperlukan
saling pengertian, dan saling menerima pasangan masing-masing dengan latar
belakang keluarga dan kebiasaan yang berbeda. Hal ini berarti mereka harus
bersedia menerima dan memasuki lingkungan sosial budaya pasangannya,
sehingga diperlukan keterbukaan dan toleransi yang sangat tinggi. Orang menikah
bukan hanya mempersatukan diri, tetapi juga seluruh keluarga besarnya.
Selanjutnya, proses pengenalan antar pasangan itu berlangsung hingga salah satu
pasangan mati, dan dalam perkawinan terjadi proses pengembangan yang didasari
oleh LOVE yaitu Listen, Observe, Value dan Emphaty (Anjani dan Suryanto,
2006).
Penyesuaian diri merupakan suatu proses dan bukanlah keadaan yang
statis, sehingga efektifitas penyesuaian diri itu sendiri ditandai dengan seberapa
mampu individu dalam menghadapi situasi serta kondisi yang selalu berubah.
Pada dasarnya penyesuaian diri dalam perkawinan berlangsung dan patut
diusahakan secara terus-menerus sepanjang usia perkawinan. Oleh karena itu,
setiap pasangan dituntut untuk dapat menyesuaikan diri dengan pasangannya
(Wijayanti, 2007).
Menurut Burges dan Cottrell (Klein, 2000) penyesuaian perkawinan
merupakan proses akomodasi, yaitu dalam penyesuaian perkawinan masing-
masing pasangan mengubah diri dengan pasangannya, dan proses asimilasi
berarti mengubah pasangannya agar sesuai dengan dirinya. Penyesuaian dalam
perkawinan berarti adanya saling pengertian antara suami istri dalam
menyatukan perbedaan- perbedaan yang ada, dengan melakukan hal-hal yang
dapat menambah kepuasan pernikahan agar tercipta keluarga yang harmonis
(Wijayanti, 2007).

D. Kelahiran

Sepasaran – Jawa

Upacara kelahiran ini dilakukan setelah bayi berusia lima hari. Dalam


melaksanakannya, pihak keluarga akan mengundang keluarga besar dan tetangga
sekitar untuk ikut mendoakan si bayi. Biasanya acara Sepasaran dilakukan secara
sederhana dengan kendur

E. Kematian

Tradisi Brobosan biasa dilakukan ketika upacara kematian. Brobosan berarti


menerobos, yaitu jalan bergantian sebanyak tiga kali di bawah keranda atau
peti jenazah yang sedang diangkat tinggi-tinggi. Dimulai dari sebelah kanan, ke
sebelah kiri, ke depan, hingga kembali ke sebelah kanan.

Para kerabat dan tetangga akan membantu menyiapkan ubo rampe, makanan


dalam sesaji atau sajen. Setelah ubo rampe selesai disiapkan, akan ada pidato
dari perwakilan pihak keluarga.
Pidato berisi ucapan maaf mewakili seseorang yang meninggal, bila semasa
hidupnya pernah memiliki salah. Kemudian, pidato diakhiri dengan doa dan
brobosan.

Brobosan bertujuan agar keluarga yang ditinggalkan dapat melupakan


kesedihan yang mendalam. Semua keluarga akan berkumpul dan melakukan
ritual ini sebagai perpisahan terakhir sebelum jenazah dimakamkan. Dengan
harapan, semua keluarga bisa benar-benar merelakan kepergian.

Ritual ini juga sebagai bentuk penghormatan terakhir kepada jenazah untuk
melepasnya ke alam keabadian. Tak hanya penghormatan untuk jenazah,
tetapi juga untuk leluhur yang sudah meninggal lebih dulu.

Anda mungkin juga menyukai