Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN KASUS


SINDROME GERIATRI DI RUANG MAWAR SELATAN PSTW
(PELAYANAN SOSIAL TRESNA WERDHA) JEMBER

Nama : Muhammad Yusuf, S.,kep.


NIM : 2021040148

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES BHAKTI AL-QODIRI
2021/2022
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN


KASUS SINDROME GERIATRI DI RUANG MAWAR SELATAN PSTW
(PELAYANAN SOSIAL TRESNA WERDHA) JEMBER

Tanggal/Bulan/Tahun : 01 Februari 2022

Nama : Muhammad Yusuf, S. Kep


NIM : 2021040148

Mengetahui,
Pembimbing Lahan Pembimbing Akademik
CI Ruangan Dosen

NIP. NIDN.

Kepala Ruangan

NIP.
SINDROME GERIATRI (GANGGUAN ISTIRAHAT TIDUR)
A. Definisi
Tidur adalah keadaan perilaku ritmik dan siklik yang terjadi dalam
lima tahap menurut (Stanley, M., & Patricia, 2015). Tidur adalah keadaan
saat terjadinya proses pemulihan bagi tubuh dan otak serta sangat penting
terhadap pencapaian kesehatan yang optimal (Mass, 2018).
Menurut (Asmadi, 2008), tahapan tidur dapat diklasifikasikan dalam
dua kategori yaitu tidur dengan gerakan bola mata yang lambat Non-Rapid
Eye Movement (NREM), dan tidur dengan gerakan bola mata yang cepat
Rapid Eye Movement (REM).
1) Tidur Non-REM
Tidur NREM merupakan tidur yang nyaman dan dalam. Pada tidur
NREM gelombang otak lebih lambat dibandingkan pada orang yang sadar
atau tidak tidur.
a) Tahap I Tahap I merupakan tahap transisi dimana seseorang
beralih dari sadar menjadi tidur. Pada tahap I ini ditandai dengan sesorang
merasa rileks, seluruh otot menjadi lemas, kelopak mata menutup mata,
kedua bola mata bergerak ke kiri ke kanan, kecepatan jantung dan
pernapasan menurun secara jelas. Seseorang yang tidur pada tahap I ini
dapat dibangunkan dengan mudah.
b) Tahap II Merupakan tahap tidur ringan dan proses tubuh terus
menurun. Tahap II ini ditandai dengan kedua bola mata berhenti bergerak,
suhu tubuh menurun, tonus otot perlahan-lahan berkurang, serta kecepatan
jantung dan pernapasan turun dengan jelas. Tahap II ini berlangsung
sekitar 10-15 menit.
c) Tahap III Pada tahap ini, keadaan fisik lemah karena kekuatan
tonus otot lenyap secara menyeluruh. Kecepatan jantung, pernapasan, dan
proses tubuh pun ikut mengalami penurunan akibat dominasi sistim saraf
parasimpatis. Sesorang yang tidur pada tahap III ini sulit untuk
dibangunkan.
d) Tahap IV Tahap IV merupakan tahap tidur dimana seseorang
berada dalam keadaan rileks, jarang bergerak karena keadaan fisik yang

1
sudah lemah lunglai, dan sulit dibangunkan. Denyut jantung dan
pernapasan menurun sekitar 20-30%, pada tahap ini dapat terjadi mimpi,
selain itu tahap IV ini juga dapat memulihkan keadaan tubuh
2) Tidur REM
Tidur REM merupakan tidur dalam kondisi aktif atau tidur
paradoksal. Hal tersebut berarti tidur REM ini sifatnya nyenyak sekali,
tidur REM ditandai dengan mimpi, otot-otot kendor, tekanan darah
bertambah, gerakan mata cepat (mata cenderung bergerak bolak-balik),
sekresi lambung meningkat, gerakan otot tidak teratur, kecepatan jantung
dan pernafasan teratur sering lebih cepat, serta suhu dan metabolisme
meningkat.
Apabila seorang mengalami kehilangan tidur REM, maka akan
menunjukan gejala-gejala sebagai berikut:
a) Cenderung hiperaktif.
b) Kurang dapat mengendalikan diri dan emosi (emosinya
labil).
c) Nafsu makan bertambah.
d) Bingung dan curiga.
Sedangkan apabila seseorang kehilangan tidur keduanya, maka akan
menunjukan manifestasi sebagai berikut:
a) Kemampuan memberikan keputusan atau pertimbangan
menurun. b) Tidak mampu untuk konsentrasi (kurang
perhatian).
b) Terlihat tanda-tanda keletihan seperti penglihatan kabur,
mual, dan pusing.
c) Sulit melakukan aktifitas sehari-hari.
d) Daya ingat berkurang, bingung, timbul halusinasi, dan ilusi
penglihatan atau pendengaran.

2
B. Etiologi
Menurut (Potter dan Perry, 2017) pola tidur dipengaruhi beberapa
faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi pola tidur antara lain :
1. Penyakit
Sakit yang menyebabkan nyeri dapat menimbulkan masalah tidur.
Seseorang yang sedang sakit membutuhkan waktu tidur lebih lama dari
pada keadaan normal. Seringkali pada orang sakit pola tidurnya juga
akan terganggu karena penyakitnya seperti rasa nyeri yang ditimbulkan
oleh luka, tumor atau kanker pada stadium lanjut.
2. Stres Emosional
Kecemasan tentang masalah pribadi dapat mempengaruhi situasi
tidur. Stres menyebabkan seseorang mencoba untuk tidur, namun
selama siklus tidurnya klien sering terbangun atau terlalu banyak tidur.
Stres yang berlanjut dapat mempengaruhi kebiasaan tidur yang buruk.
3. Obat-obatan
Obat tidur seringkali membawa efek samping. Dewasa muda dan
dewasa tengah dapat mengalami ketergantungan obat tidur untuk
mengatasi stresor gaya hidup. Obat tidur juga seringkali digunakan
untuk mengontrol atau mengatasi sakit kroniknya. Obat-obatan yang
mengandung diuretik menyebabkan insomnia, anti depresan akan
mensupresi REM.
4. Lingkungan
Lingkungan tempat seseorang tidur berpengaruh pada kemampuan
untuk tertidur. Ventilasi yang baik memberikan kenyamanan untuk
tidur tenang. Ukuran, kekerasan dan posisi tempat tidur mempengaruhi
kualitas tidur. Tingkat cahaya, suhu dan suara dapat mempengaruhi
kemampuan untuk tidur. Klien ada yang menyukai tidur dengan lampu
dimatikan, remang-remang atau tetap menyala. Suhu yang panas atau
dingin menyebabkan klien mengalami kegelisahan. Beberapa orang
menyukai kondisi tenang untuk tidur dan ada yang menyukai suara
untuk membantu tidurnya seperti dengan musik lembut dan televisi.

3
5. Kebiasaan
Kebiaaan sebelum tidur dapat mempengaruhi tidur seseorang.
Seseorang akan mudah tertidur jika kebiasaan sebelum tidurnya sudah
terpenuhi. Kebiasaan sebelum tidur yang sering dilakukan, seperti doa,
menyikat gigi, minum susu dan lain-lain. Pola gaya hidup dapat
mempengaruhi jadwal tidur-bangun seseorang seperti pekerjaan dan
aktivitas lainnya. Waktu tidur dan bangun yang teratur merupakan hal
yang sangat efektif untuk meningkatkan kualitas tidur dan
mensinkronisasikan irama sikardian.

C. Fisiologi
Fisiologi tidur merupakan pengaturan kegiatan tidur oleh adanya
hubungan mekanisme screablea yang secara bergantian mengaktifkan
pusat otak agar dapat tidur dan bangun.
Tidur merupakan aktifitas yang melibatkan susunan saraf pusat, saraf
perifer endokrin. kardio vaskular, respirasi muskuloskeletal. Tiap kejadian
tersebut dapat diidentifikasi atau direkam dengan Electroencephalogram
(EEG), untuk aktifitas listrik otak electromiogram (EMG), untuk
pengukuran tonus otot dan electroculogram (EOG) untuk mengukur
pergerakan mata.
Pengaturan dan kontrol tidur tergantung dari hubungan antara dua
mekanisme cerebral yang secara bergantian mengaktifkan dan menekan
pusat otak untuk tidur dan bangun. Recticular activating system (RAS)
dibagian batang otak atas mempunyai sel-sel khusus dalam
mempertahankan kesadaran RAS memberikan stimulus visual, auditori,
nyeri, dan sensori raba. Juga menerima stimulus dari korteks serebri yaitu
emosi, proses, pikir.

4
patwhay
Proses menua

stres Pemakaian obat lingkungan

Gangguan Mempengaruhi proses Lingkungan yang


frekuensi tidur tidur tidak nyaman

Frekuensi tidur Frekuensi tidur


menurun Hilangnya
menurun ketenangan

Menurunnya Insomnia (gangguan


pola istirahat tidur) Ketidak puasan
konsentrasi tidur

Risiko cedera Perasaan tidak


nyaman Gangguan pola tidur

Gangguan rasa nyaman

5
D. Manifestasi klinis
Pada orang normal, gangguan tidur yang berkepanjangan akan
menimbulkan gejala seperti adanya perubahan-perubahan pada siklus tidur
biologiknya, daya tahan tubuh menurun serta menurunkan prestasi kerja,
mudah tersinggung, depresi, kurang konsentrasi, kelelahan, yang pada
akhirnya dapat mempengaruhi keselamatan diri sendiri atau orang lain.
Gejala tidur REM adalah sebagai berikut :
1. Biasanya disertai dengan mimpi aktif
2. Lebih sulit dibangunkan dari pada selama tidur nyenyak NREM
3. Tonus otot selama tidur nyenyak sangat tertekan yang menunjukkan
inhibisi kuat pengaktivasi retikularis
4. Frekuensi jantung dan pernafasan menjadi tidak teratur
5. Pada otot perifer terjadi beberapa gerakan otot yang tidak teratur
6. Mata cepat tertutup dan terbuka.

E. Komplikasi
1. Efek psikologis
Dapat berupa gangguan memori, gangguan berkonsentrasi,
irritable, kehilangan motivasi, depresi, dan sebagainya.
2. Efek fisik/somatik
Dapat berupa kelelahan, nyeri otot, hipertensi, dan sebagainya.
3. Efek sosial
Dapat berupa kualitas hidup yang terganggu, seperti susah
mendapat promosi pada lingkungan kerjanya, kurang bisa menikmati
hubungan sosial dan keluarga.
4. Kematian
Orang yang tidur kurang dari 5 jam semalam memiliki angka
harapan hidup lebih sedikit dari orang yang tidur 7-8 jam semalam.
Hal ini mungkin disebabkan karena penyakit yang menginduksi
insomnia yang memperpendek angka harapan hidup.

6
F. Penatalaksanaan
1. Pencegahan primer
a. Tidur seperlunya, tetapi tidak berlebihan, agar merasa segar dan
sehat di hari berikutnya. Pembatasan waktu tidur dapat
memperkuat tidur; berlebihnya waktu yang dihabiskan di tempat
tidur tampaknya berkaitan dengan tidur yang terputus-putus dan
dangkal.
b. Waktu bangun yang teratur dipagi hari memperkuat siklus
sirkadian dan menyebabkan awitan tidur yang teratur.
c. Jumlah latihan yang stabil setiap harinya dapat memperdalam
tidur; namun, latihan yang hanya dilakukan kadang-kadang tidak
dapat memperbaiki tidur pada malam berikutnya
d. Bunyi bising yang bersifat kadang-kadang (mis. bunyi pesawat
terbang melintas) dapat mengganggu tidur sekalipun orang tersebut
tidak terbangun oleh bunyinya dan tidak dapat mengingatnya di
pagi hari. Kamar tidur kedap suara dapat membantu bagi orang-
orang yang harus tidur di dekat kebisingan.
e. Meskipun ruangan yang terlalu hangat dapat mengganggu tidur,
namun tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa kamar yang
terlalu dingin dapat membantu tidur.
f. Rasa lapar mengganggu tidur; kudapan ringan dapat membantu
tidur
g. Pil tidur yang hanya kadang-kadang saja digunakan dapat bersifat
menguntungkan, namun penggunaannya yang kronis tidak efektif
pada kebanyakan penderita insomnia.
h. Kafein di malam hari dapat mengganggu tidur, meskipun pada
orang-orang yang tidak berpikir demikian.
i. Alkohol membantu orang-orang yang tegang untuk tertidur lebih
mudah, tetapi tidur tersebut kemudian akan terputus-putus.
j. Orang-orang yang merasa marah dan frustasi karena tidak dapat
tidur tidak boleh berusaha terlalu keras untuk tertidur tetapi harus
menyalakan lampu dan melakukan hal lain yang berbeda

7
k. Penggunaan tembakau secara kronis dapat mengganggu tidur.

Tindakan pencegahan primer lainnya antara lain adalah:


a. Kasur yang baik memungkinkan kesejajaran tubuh yang tepat
b. Suhu kamar harus cukup dingin (kurang dari 24˚C) sehingga cukup
nyaman
c. Asupan kalori harus minimal pada saat menjelang tidur.
d. Latihan sedang di siang hari atau sore hari merupakan hal yang
dianjurkan.
2. Pencegahan sekunder
a. Catatan harian tentang tidur merupakan cara pengkajian yang
sangat bagus bagi lansia di rumahnya sendiri. Catatan tersebut
harus mencakup faktor-faktor berikut ini:
b. Seberapa sering bantuan diperlukan untuk memberikan obat nyeri,
tidak dapat tidur, atau menggunakan kamar mandi.
c. Kapan orang tersebut turun dari tempat tidur
d. cerapa hari orang tersebut terbangun atau tertidur pada saat
diobservasi oleh perawat atau pemberi perawatan.
e. Terjadinya konfusi dan disorientasi
f. Penggunaan obat tidur
g. Perkiraan orang tersebut bangun di pagi hari
3. Pencegahan tersier
a. Jika terdapat gangguan tidur seperti apnea tidur yang mengancam
kehidupan, kondisi pasien memerlukan rehabilitas melalui
tindakan-tindakan seperti pengangkatan jaringan yang menyumbat
di mulut dan mempengaruhi jalan napas. Data-data tersebut
membantu menentukan pengobatan yang terbaik untuk mengatasi
kesulitan dan merehabilitasi lansia sehingga ia dapat menikmati
tidur yang berkualitas baik sampai akhir hidup.

8
G. Pengkajian Data Fokus
Pengkajian pola tidur pasien tidak cukup jika hanya bertanya
“apakah kamu tidur nyenyak tadi malam?” seorang perawat haruslah
bertanya jika pasien merasa kesulitan untuk tertidur, mengalami bangun
lebih awal dan susah untuk kembali tidur, dan merasa istirahat/tidurnya
cukup di pagi hari. Selanjutnya, perawat haruslah bertanya jika pasien
merasa lelah dan mengantuk sepanjang hari. Pertanyaan untuk perawat
tanyakan yaitu (Noreen & Lawrence, 2001) :
1. Berapa lama waktu untuk tertidur pada malam hari?
2. Apakah kamu sering terbangun? Jika iya, berapa kali dalam
semalam?
3. Jika kamu terbangun pada malam hari, bisakah kamu kembali tidur?
4. Apakah kamu merasa tidur/istirahat mu cukup di pagi hari?
5. Apakah kamu mempunyai cukup energi untuk melaksanakan tugas
mu sepanjang hari?
6. Apakah kamu temukan dirimu mengantuk atau tidur selama dikelas
atau pertemuan,, atau ketika kamu menonton tv atau film?
Evaluasi klien apakah disana ada banyak perubahan lingkungan
berhubungan dengan kamar tidur dan rumah tangga yang bisa menjadi
pengaruh perubahan di dalam siklus tidur. Pertanyaan untuk perawat
tanyakan yaitu (Noreen & Lawrence, 2001) :
1. Sudahkah kamu mengubah dimana kamu tidur ?
2. Adakah perubahan didalam rumah tangga yang bisa mempengaruhi
tidur?
3. Adakah perubahan di lingkungan mu (tetangga, lalu lintas) yang bisa
mempengaruhi tidur?
Menentukan apakah ada banyak stressor emosional yang bisa
menjadi pendukung kemampuan untuk tidur. Sebuah pertanyaan untuk
perawat tanyakan yaitu (Noreen & Lawrence, 2001) :
1. Apakah kamu menemukan dirimu terjaga pada malam hari karena
cemas akan suatu masalah atau suatu aktivitas yang akan datang?
Pengkajian asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan

9
tidur menurut Tarwoto & Wartonah (2010) yaitu :
1. Riwayat keperawatan
a. Kebiasaan pola tidur bangun, apakah ada perubahan pada waktu
tidur, jumlah jam tidur, kualitas tidur, apakah mengalami
kesulitan tidur, sering terbangun pada saat tidur, apakah
mengalami mimpi yang mengancam.
b. Dampak pola tidur terhadap fungsi sehari-hari : apakah merasa
segar saat bangun, apa yang terjadi jika kurang tidur.
c. Adakah alat bantu tidur : apa yang anda lakukan sebelum tidur,
apakah menggunakan obat-obatan untuk membantu tidur
d. Gangguan tidur atau faktor-faktor kontribusi : jenis gangguan
tidur, kapan masalah itu terjadi.
2. Pemeriksaan fisik
a. Observasi penampilan wajah, perilaku, dan tingkat energi pasien
b. Adanya lingkaran hitam disekitar mata, mata sayu, dan
konjungtiva merah.
c. Perilaku : iritabel, kurang perhatian, pergerakan lambat, bicara
lambat, postur tubuh tidak stabil, tangan tremor, sering menguap,
mata tampak lengket, menarik diri, bingung, dan kurang
koordinasi.
3. Pemeriksaan diagnostik
a. Elektroencefalogram (EEG)
b. Elektromiogram (EMG)
c. Elektrookulogram (EOG)
d.
H. Prioritas Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri (D.0078)
2. Gangguan Pola Tidur (0055)
3. Risiko Jatuh (D.0143)

10
A. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Gangguan Pola Tidur (D.005)


Definisi: Gangguan kualitas dan kuantitas waktu idur akibat taktor eksternal.

RENCANA INTERVENSI RASIONAL


Dukungan tidur
1. identifikasi pola aktivitas 1. untuk megetahui pola
tidur aktifitas tidur
2. untuk mengetahui
2. identifikasi faktor penganggu tidur
penganggu tidur (mis. fisik 3. tidur dapat membuat rasa
dan/psikologis) sakit berkurang
3. jelaskan pentingna tidur 4. supaya tidur teratur
selama sakit

4. ajarkan kebiasaan
menempati waktu tidur

2. Gangguan Rasa Nyaman D.0074


Definisi:Perasaan kurang senang. Lega dán Sermpurna dalan dmensi
psikospiritual, lingkungan dan sosial

RENCANA INTERVENSI RASIONAL


Manajemen Nyeri (I.08238)
Observasi 2. Dapat mengethui nyeri dilokasi
1. Identifikasi lokasi, karakteristik, mana, karakteristik, durasi,
durasi, frekuensi, kualitas, frekuensi, kualitas, skala dan
intensitas nyeri penyebab nyeri
3. Dapat mengetahui lokasi nyeri
2. Identifikasi skala nyeri
yang di rasakan klien
3. Identifikasi respon non verbal 4. Nyeri yang dirasakan klien
dapat diidentifikasi melalui non
4. Identifikasi faktor yang verbal
memperberat dan memperingan 5. Mengetahui faktor yang dapat
nyeri memperberat atau meringankan
nyeri yang dirasakan
Terapeutik
1. Berikan teknik 6. Teknik non farmakologis dapat
nonfarmakologis untuk dilakukan untuk mengurangi
mengurangi rasa nyeri (missal nyeri
hypnosis, akupresur, terapi 7. Ligkungan yang nyaman dan

11
musick, biofeedback, terapi aman dapat mengontrol nyeri
pijat, aromaterapi, teknik yang dirasakan
imajinasi termbimbing, 8. Istirahat yang teratur dapat
kompres hangat/dingin, terapi mengurangi nyeri
bermain) 9. Meningkatkan informasi terkait
penyebab yang dapat
2. Kontrol lingkungan yang menimbulkan nyeri
memperberat rasa nyeri (missal 10. Strategi redakan nyeri dapat di
suhu ruangan, pencahayaan, lakukan dengan teknik non
kebisingan. farmakologis dan farmakologis
3. Fasilitasi istirahat dan tidur

Edukasi
1. Jelaskan penyebab dan pemicu
nyeri

2. Jelaskan strategi meredakan


nyeri

Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu

3. Ansietas (D.0080)
Definisi : Kondisi emosi dan pengalaman subyektif individu terhadap objek
yang tidak jelas dan spesifik akibat antisipasi yang memungkinkan
individu melakukan tindakan untuk menghadapi ancaman.
RENCANA INTERVENSI RASIONAL
Reduksi Ansietas 1. Tingkat ansietas dapat berubah dengan
Observasi kondisi, waktu dan stresor.
1. Identifikasi saat tingkat ansietas 2. Meringankan ansietas yang dialami
berubah (mis. Kondisi, waktu, stresor) klien
Terapeutik 3. pendekatan yang tenang dan
1. Temani pasien untuk mengurangi meyakinkan dapat merelaksasikan
kecemasan, jika memungkinkan klien
2. Gunakan pendekatan yang tenang dan 4. Keluarga merupakan pendukung
meyakinkan utama klien
Edukasi 5. Untuk mengurangi ansietas yang
1. Anjurkan keluarga untuk tetap dialami klien
bersama pasien, jika perlu
2. Latih teknik relaksasi

12
DAFTAR PUSTAKA

Blackwell Morhead, Sue, Johnson, Marion, Maas, Meriden L., et al 2006.


Nursing Outcomes Classification (NOC) Fourth Edition. Missouri:
Mosby
Mass, L. & M. (2018). Asuhan Keperawatan Geriatrik: Diagnosis
NANDA, Kriteria Hasil NOC, & Intervensi NIC. Jakarta: EGC. 2,
245–250.
Nurarif, Amin Huda dan Kusuma, Hardhi, 2015. Aplikasi Asuhan
Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda NIC-NOC
Edisi Revisi Jilid 3. Jogjakarta: Mediaction
Potter, Patricia A. dan Perry, A. G. (2017). Fundamental Keperawatan
Edisi 7. Jakarta: Salemba Medika. JCES (Journal of Character
Education Society), 3(1), 196–201.
Suyono, S. 2008. Ilmu penyakit dalam Jilid 2, Edisi ketiga. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI
Stanley, M., & Patricia, G. . (2015). Buku Ajar Keperawatan Gerontik.
Buku Kedokteran EGC, p. 123. Retrieved
Tarwoto, dan Wartorah. 2006. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses
Keperawatan. Jakarta: Salemba Indika.

13

Anda mungkin juga menyukai