Anda di halaman 1dari 15

Referat Atrial Fibrilasi

BAB I
PENDAHULUAN
I.1 LATAR BELAKANG
Jantung dilengkapi dengan suatu sistem khusus (1) untuk membangkitkan impuls-impuls
ritmis yang menyebabkan timbulnya kontraksi ritmis otot jantung, dan (2) untuk
mengkonduksikan impuls ini dengan cepat ke seluruh jantung. Bila sistem konduksi
berfungsi normal, atrium akan berkontraksi kira-kira seperenam detik lebih awal dari
kontrkasi ventrikel, sehingga memungkinkan pengisian tambahan pada ventrikel sebelum
ventrikel memompa darah ke sirkulasi paru-paru dan perifer. Makna penting lain dari sistem
tersebut adalah bahwa sistem ini memungkinkan semua bagian ventrikel berkontraksi hampir
secara bersamaan, dimana hal ini penting untuk menimbulkan tekanan efektif dalam ruang
ventrikel. Namun sistem ritmis dan konduksi dalam jantung ini sangat rentan terhadap
kerusakan akibat penyakit jantung, terutama akibat iskemia jaringan jantung karena
kurangnya aliran darah koroner. Akibatnya sering berupa irama jantung yang sangat ganjil,
atau serentetan kontraksi yang abnormal dari ruang-ruang jantung, dan efektivitas daya
pompa jantung sering sangat terpengaruh, bahkan dapat menyebabkan kematian.2
Impuls listrik dimulai di sebuah daerah yang disebut sinus node, yang terletak di bagian atas
atrium kanan. Ketika sinus node kebakaran, dorongan dari aktivitas listrik menyebar melalui
atrium kiri dan kanan, menyebabkan berkontraksi, memaksa darah ke ventrikel. Kemudian
perjalanan impuls listrik secara tertib ke daerah lain yang disebut atrioventrikular (AV) node
dan jaringan HIS-Purkinje. Nodus AV adalah jembatan listrik yang memungkinkan dorongan
untuk pergi dari atrium ke ventrikel. HIS-jaringan Purkinje membawa dorongan seluruh
ventrikel. Impuls kemudian bergerak melalui dinding ventrikel, menyebabkan mereka
kontrak. Hal ini akan memaksa darah keluar dari jantung ke paru-paru dan tubuh. Kosong
vena paru-paru darah yang mengandung oksigen dari paru-paru ke atrium kiri. Jantung
normal berdetak dalam irama yang konstan - sekitar 60 sampai 100 kali per menit saat
istirahat. 2
Atrial fibrilasi ( AF ) merupakan aritmia yang paling sering dijumpai dalam praktek sehari-
hari dan paling sering menjadi penyebab seorang harus menjalani perawatan di rumah sakit.
Walaupun bukan merupakan keadaan yang mengancam jiwa secara langsung, tetapi AF
berhubungan dengan peningkatan angka morbiditas dan mortalitas.1
Secara klinis fibrilasi atrial praktis tidak dapat dideteksi. Fibrilasi atrium diketahui dari
gambaran elektrokardiogram ( EKG ). Pemeriksaan EKG dapat dilakukan pada saat
menjalani general check-up maupun pada saat sakit tertentu yang prosedur pemeriksaannya
memerlukan pemeriksaan EKG. Pada setiap penderita fibrilasi atrial perlu diberitahukan
tentang kondisi jantungnya sekaligus program pengobatan dan tujuan program tadi.2

Gambar 1. Sumber : http://www.nature.com. 2009


I.2 TUJUAN
1. Mengetahui definisi, etiologi, gejala klinis dan penatalaksanaan dari atrium fibrilasi
2. Memahami aspek pencegahan terjadinya komplikasi dari atrium fibrilasi

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 DEFINISI
Adanya irregularitas kompleks QRS dan gambaran gelombang “f” dengan frekuensi antara
350-650 permenit.3, 4, 5, 6, 7
Fibrilasi atrium dapat timbul dari fokus ektopik ganda atau daerah reentri multiple. Aktivitas
atrium sangat cepat, namun setiap rangsangan listrik itu hanya mampu mendepolarisasi
sangat sedikit miokardium atrium, sehingga sebenarnya tidak ada kontraksi atrium secara
menyeluruh. Karena tidak ada depolarisasi uniform, tidak terbentuk gambaran gelombang P,
melainkan defleksi yang disebut gelombang “f” yang bentuk dan iramanya sangat tidak
teratur. Hantaran melalui nodus AV berlangsung sangat acak dan sebagian tidak dapat
melalui nodus AV sehingga irama QRS tidak teratur. 5, 6

II.2 PREVALENSI
Prevalensi AF semakin meningkat bersamaan dengan peningkatan populasi usia lanjut dan
insiden penyakit kardiovaskular. Saat ini AF mengenai 2,2 juta individu di Amerika Serikat,
setiap tahun ditemukan 160.000 kasus baru dan diperkirakan akan meningkat 2,5 kali pada
tahun 2050. Jumlah tersebut dibawah angka sesungguhnya karena banyak kasus yang
asimptomatik . Pada umur dibawah 50 tahun prevalensi AF kurang dari 1% dan meningkat
lebih dari 9% pada usia 80 tahun. Lebih banyak dijumpai pada laki-laki dibandingkan wanita.
1
Di Inggris lebih dari 46 ribu kasus baru didiagnosa setiap tahunnya. Terjadinya 5 kali
peningkatan kejadian tromboemboli, gagal jantung, penurunan kualitas hidup , penurunan
produktivitas kerja, hospitalisasi dan tingginya biaya perawatan kesehatan 2,4. Berkisar 36%
dari seluruh penderita stroke usia 80-89 tahun disebabkan oleh AF . 9
AF merupakan faktor resiko independen yang kuat terhadap kejadian stroke emboli. Kejadian
stroke iskemik pada pasien AF non valvular ditemukan sebanyak 5% per tahun, 2-7 kali lebih
banyak dibanding pasien tanpa AF. Pada studi Framingham resiko terjadinya stroke emboli
5,6 kali lebih banyak pada AF non valvular dan 17,6 kali lebih banyak pada AF valvular
dibandingkan dengan kontrol. 1

II. 2. 1 Mortalitas dan morbiditas


AF berhubungan dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas. Penyakit tromboemboli pada
AF berhubungan dengan faktor-faktor resikonya. Kerusakan pada fungsi elektromekanik
atrium yang normal pada kasus AF menyebabkan kelainan darah yang dapat menyebabkan
terbentuknya trombus biasanya terjadi di atrium kiri. Lepasnya trombus tersebut dapat
menyebabkan fenomena emboli termasuk stroke. Salah satu tujuan penatalaksanaan AF dan
flutter atrium adalah mempertimbangan resiko stroke dan terapi antikoagulan yang tepat pada
pasien dengan resiko rendah, sedang dan tinggi. Tiap antikoagulan harus dipertimbangkan
keuntungan dalam menurunkan resiko stroke dibandingkan dengan resiko terjadinya
perdarahan serius. Banyak dokter yang setuju bahwa rasio antara keuntungan dan kerugian
penggunaan warfarin pada pasien dengan resiko rendah AF adalah kurang baik. Terapi
warfarin telah menunjukan keuntungan pada pasien-pasien dengan faktor resiko yang tinggi.
Target INR ( International Normalized Ratio ) sebesar 2-3 pada penelitian Cohort itu
digunakan sebagai ambang batas pada resiko perdarahan saat menyediakan perlidungan pada
pembetukan trombus. Terapi yang cukup pada pasien dengan resiko AF sedang masih
kontroversial. Pada populasi ini para peneliti harus mempertimbangkan faktor resiko
tromboemboli dengan resiko terjadinya perdarahan juga dengan resiko terjatuh atau trauma.
Walfarin merupakan terapi yang lebih dipilih atau kombinasi antara klopidogrel dana aspirin
pada pencegahan terjadinya emboli pada pasien-pasien resiko tinggi. Golongan baru dari
trombin inhibitor masih dalam penelitian keefektifan dan keamanannya seperti warfarin pada
pasien dengan resiko tinggi AF non valvular. 9
Beberapa faktor resiko telah dikembangkan untuk membantu para dokter dalam mengambil
keputusan penggunaan antikoagulan pada kasus AF. Indeks CHADS2 (gagal jantung,
diabetes, stroke atau S2 = TIA ) adalah yang paling sering digunakan. Indeks CHADS2
menggunakan sistem point untuk menentukan resiko tahunan kejadian tromboemboli. 2 point
bila terdapat riwayat stroke atau TIA. 1 point untuk seseorang berusia > 75 atau mempunyai
riwayat hipertensi, diabetes atau gagal jantung. Prediksi scoring system tersebut dilakuakn
pada 1733 pasien dengan nonvalvular AF berusia antara 65-95 yang tidak diberikan warfarin
dalam pengobatan di rumah sakit. Tidak hanya yang mendapatkan skor tinggi diyakini
meningkatkan resiko stroke, juga berlaku pada beberapa pasien yang medapat skor lebih
rendah 5-0. 9
Tabel 1. Resiko stroke pada pasien AF non valvular yang tidak diterapi dengan antikoagulan.
9
CHADS2 Score Adjusted Stroke Rate (%/y)
0
1
2
3
4
5
6 1.9
2.8
4.0
5.9
8.5
12.5
18.2

Sumber : http://emedicine.medscape.com. 2009


Rekomendasi penggunaan antikoagulan pada pasien AF nonvalvular berdasarkan
ACC/AHA/ESC tahun 2006 tentang petunjuk managemen pasien dengan AF. 9
Tabel 2. Rekomendasi terapi antitrombotik pada pasien AF nonvalvular. 9
Risk Category Recommended Therapy
No risk factors
One moderate risk factor
Any high risk facor or more than 1 moderate risk factor Aspirin 81-325 mg daily
Aspirin 81-325 mg daily or warfarin (INR 2-3)
Warfarin (INR 2-3)

Sumber : http://emedicine.medscape.com. 2009


Faktor resiko tinggi termasuk riwayat stroke, TIA, dan tromboemboli sistemik. Faktor resiko
sedang termasuk didalamnya usia >75 tahun, hipertensi, gagal jantung, fungsi ventrikel kiri
kurang dari 35 % dan DM. Faktor resiko lainnya itu adalah termasuk wanita, usia 65-74
tahun, penyakit arteri koronener dan tirotoksikosis. 9

II. 2. 2 USIA
AF sangat tergantung pada usia, kejadiannya 4% pada individu usia > 70 tahun dan 8% pada
usia > 80 tahun. Angka kejadian stroke iskemik pada pasien lanjut usia yang tidak diterapi
dengan walfarin rata-rata 5% per tahun. 9

Tabel 3. Sumber : Buku Ajar IlmuPenyakit Dalam. Tahun 2006


II.3 ETIOLOGI
AF mempunyai hubungan yang bermakna dengan kelainan struktural akibat penyakit jantung.
Diketahui bahwa sekitar 25% pasien AF juga menderita penyakit jantung koroner. Walaupun
hanya ±10% dari seluruh kejadian infark miokard akut yang mengalami AF, tetapi kejadian
tersebut akan meningkatkan angka mortalitas sampai 40%. Pada pasien yang menjalani
operasi pintas koroner, sepertiganya mengalami episode AF terutama pada tiga hari pasca
operasi. Walaupun sering menghilang secara spontan, AF pasca operatif tersebut akan
memperpanjang lama tinggal di rumah sakit. 1,4
Sedangkan hubungan AF dengan penyakit kelainan katup sudah lama diketahui. Penyakit
katup reumatik meningkatkan kemungkinan terjadinya AF dan mempunyai resiko empat kali
lipat untuk terjadinya komplikasi tromboemboli. Pada pasien dengan disfungsi ventrikel kiri,
kejadian AF ditemukan pada satu diantara lima pasien. AF juga dapat merupakan tampilan
awal dari perikarditis akut dan jarang pada tumor jantung seperti miksoma atrial. Aritmia
jantung lain seperti sindroma Wolff Parkinson White dapat berhubungan dengan AF. Hal
yang menguntungkan adalah apabila dilakukan tindakan ablasi pada jalur aksesori
ekstranodal yang menjadi penyebab pada sindroma ini, akan mengeliminasi AF pada 90%
kasus. Aritmia lain yang berhubungan dengan AF misalnya takikardia atrial, AVNRT ( Atrio
Ventricular Nodal Reentrant Tachycardia ) dan bradiaritmia seperti sick sinus syndrome dan
gangguan fungsi sinus node lainnya. 1,4
AF juga dapat timbut sehubungan dengan penyakit sistemik nonkardiak. Misalnya pada
hipertensi sistemik nonkardiak pada hipertensi sistemik ditemukan 45% dan diabetes melitus
10% dari pasien AF. Demikian pula pada beberapa keadaan lain seperti penyakit paru
obstruksif kronik dan emboli paru akut. Tetapi pada sekitar 3% pasien AF tidak dapat
ditemukan penyebabnya, atau disebut dengan lone AF. Lone AF ini dikatakan tidak
berhubungan dengan resiko tromboemboli yang tinggi pada kelompok usia muda, tetapi bila
terjadi pada kelompok usia lanjut resiko ini tetap akan meningkat. 1,4
Untuk mengetahui kondisi yang kemungkinan berhubungan dengan kejadian AF tersebut
harus dicari kondisi yang berhubungan dengan kelainan jantung maupun kelainan diluar
jantung. Kondisi-kondisi yang berhubungan dengan kejadian AF dibagi bersadarkan : 1,4
II.3.1 Penyakit Jantung yang Berhubungan dengan AF :
Penyakit Jantung Koroner
Kardiomiopati Dilatasi
Kardiomiopati Hipertrofik
Penyakit Katup Jantung : reumatik maupun non-reumatik
Aritmia jantung : takikardia atrial, fluter atrial, AVNRT, sindrom WPW, sick sinus
syndrome
Perikarditis

II.3.2 Penyakit di luar Jantung yang Berhubungan dengan AF :


• Hipertensi sistemik
• Diabetes melitus
• Hipertiroidisme
• Penyakit paru : penyakit paru obstruktif kronik, hipertensi pulmonal primer, emboli paru
akut
• Neurogenik : sistem saraf autonom dapat mencetuskan AF pada pasien yang sensitive
melalui peniggian tonus vagal atau adrenergik.

II.4 KLASIFIKASI
Berdasarkan ada tidaknya penyakit jantung yang mendasari 3 :
• Primer : Bila tidak ditemukan kelainan struktur jantung dan kelainan sistemik yang dapat
menimbulkan aritmia
• Sekunder : Bila tidak ditemukan kelainan struktur jantung tetapi ada kelainan sitemik yang
dapat menimbulkan aritmia

Berdasarkan waktu timbulnya AF serta kemungkinan keberhasilan usaha konversi ke irama


sinus 3 :
• Paroksismal :
Bila AF berlangsung kurang dari 7 hari, berhenti dengan sendirinya tanpa intervensi
pengobatan atau tindakan apapun
• Persisten :
Bila AF menetap lebih dari 48 jam, hanya dapat berhenti dengan intervensi pengobatan atau
tindakan
• Permanen :
Bila AF berlangsung lebih dari 7 hari, dengan intervensi pengobatan AF tetap tidak berubah

Dapat pula dibagi sebagai 3 :


bila timbul kurang dari 48 jam• Akut
bila timbul lebih dari 48 jam• Kronik

II.5 PATOFISIOLOGI
 Aktivasi fokal  fokus diawali biasanya dari daerah vena pulmonalis
 timbulnya gelombang yang menetap dariMultiple wavelet reentry depolarisasi atrial atau
wavelets yang dipicu oleh depolarisasi atrial premature atau aktivitas aritmogenik dari fokus
yang tercetus secara cepat. 1, 4

Gambar 2. Sumber : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Tahun 2006


Mekanisme fibrilasi atrium identik dengan mekanisme fibrilasi ventrikel kecuali bila
prosesnya ternyata hanya di massa otot atrium dan bukan di massa otot ventrikel. Penyebab
yang sering menimbulkan fibrilasi atrium adalah pembesaran atrium akibat lesi katup jantung
yang mencegah atrium mengosongkan isinya secara adekuat ke dalam ventrikel, atau akibat
kegagalan ventrikel dengan pembendungan darah yang banyak di dalam atrium. Dinding
atrium yang berdilatasi akan menyediakan kondisi yang tepat untuk sebuah jalur konduksi
yang panjang demikian juga konduksi lambat, yang keduanya merupakan faktor predisposisi
bagi fibrilasi atrium.2

II.5.1 Karakteristik Pemompaan Atrium Selama Fibrilasi Atrium


Atrium tidak akan memompa darah selama AF berlangsung. Oleh karena itu atrium tidak
berguna sebagai pompa primer bagi ventrikel. Walaupun demikian, darah akan mengalir
secara pasif melalui atrium ke dalam ventrikel, dan efisiensi pompa ventrikel akan menurun
hanya sebanyak 20 – 30 %. Oleh karena itu, dibanding dengan sifat yang mematikan dari
fibrilasi ventrikel, orang dapat hidup selama beberapa bulan bahkan bertahun-tahun dengan
fibrilasi atrium, walaupun timbul penurunan efisiensi dari seluruh daya pompa jantung. 2

II.5.2 Patofisiologi Pembentukan Trombus pada AF


Pada AF aktivitas sitolik pada atrium kiri tidak teratur, terjadi penurunan atrial flow velocities
yang menyebabkan statis pada atrium kiri dan memudahkan terbentuknya trombus. Pada
pemeriksaan TEE, trombus pada atrium kiri lebih banyak dijumpai pada pasien AF dengan
stroke emboli dibandingkan dengan AF tanpa stroke emboli. 2/3 sampai ¾ stroke iskemik
yang terjadi pada pasien dengan AF non valvular karena stroke emboli. Beberapa penelitian
menghubungkan AF dengan gangguan hemostasis dan thrombosis. Kelainan tersebut
mungkin akibat dari statis atrial tetapi mungkin juga sebgai kofaktor terjadinya tromboemboli
pada AF. Kelainan-kelainan tersebut adalah peningkatan faktor von Willebrand ( faktor VII ),
fibrinogen, D-dimer, dan fragmen protrombin 1,2. Sohaya melaporkan AF akan
meningkatkan agregasi trombosit, koagulasi dan hal ini dipengaruhi oleh lamanya AF.1

II.6 DIAGNOSIS
AF dapat simptomatik dapat pula asimptomatik. Gejala-gejala AF sangat bervariasi
tergantung dari kecepatan laju irama ventrikel, lamanya AF, penyakti yang mendasarinya.
Sebagian mengeluh berdebar-debar, sakit dada terutama saat beraktivitas, sesak npas, cepat
lelah, sinkop atau gejala tromboemboli. AF dapat mencetuskan gejala iskemik pada AF
dengan dasar penyakit jantung koroner. Fungsi kontraksi atrial yang sangat berkurangpada
AF akan menurunkan curah jantung dan dapat menyebabkan terjadi gagal jantung kongestif
pada pasien dengan disfungsi ventrikel kiri. 1, 4 , 7, 8

Evaluasi klinik pada pasien AF meliputi :


• Anamnesis :1
Dapat diketahui tipe AF dengan mengetahui lamanyatimbulnya ( episode pertama,
paroksismal, persisten, permanen )
 Menentukan beratnya gejala yang menyertai : berdebar-debar, lemah, sesak nafas terutama
saat beraktivitas, pusing, gejala yang menunjukkan adanya iskemia atau gagal jantung
kongestif
Penyakit jantung yang mendasari, penyebab lain dari AF misalnya hipertiroid.

• Pemeriksaan Fisik :1
Tanda vital : denyut nadi berupa kecepatan dengan regularitasnya, tekanan darah
Tekanan vena jugularis
Ronki pada paru menunjukkan kemungkinan terdapat gagal jantung kongestif
 Irama gallop S3 pada auskultasi jantung menunjukan kemungkinan terdapat gagal jantung
kongestif, terdapat bising pada auskultasi kemungkinan adanya penyakit katup jantung
Hepatomegali : kemungkinan terdapat gagal jantung kanan
Edema perifer : kemungkinan terdapat gagal jantung kongestif

• Laboratorium : hematokrit ( anemia ), TSH ( penyakit gondok ), enzim jantung bila


dicurigai terdapat iskemia jantung. 1
• Pemeriksaan EKG : dapat diketahui antara lain irama ( verifikasi AF ), hipertrofi ventrikel
kiri. Pre-eksitasi ventrikel kiri, sindroma pre-eksitasi ( sindroma WPW ), identifikasi adanya
iskemia. 1
• Foto Rontgen Toraks : Gambaran emboli paru, pneumonia, PPOK, kor pulmonal. 1

• Ekokardiografi untuk melihat antara lain kelainan katup, ukuran dari atrium dan ventrikel,
hipertrofi ventrikel kiri, fungsi ventrikel kiri, obstruksi outflow dan TEE ( Trans Esophago
Echocardiography ) untuk melihat trombus di atrium kiri. 1

• Pemeriksaan Fungsi Tiroid. Tirotoksikosis. Pada AF episode pertama bila laju irama
ventrikel sulit dikontrol. 1

• Uji latih : identifikasi iskemia jantung, menentukan adekuasi dari kontrol laju irama
jantung. 1

• Pemeriksaan lain yang mungkin diperlukan adalah holter monitoring studi elektrofisiolagi.
1

Gambar 3. Sumber : www.withrop.com. Tahun 2009

Gambar 4. Sumber : http://www.cardiology.ucsf.edu/ep/debris/ecg.htm.

Gambar 5. Sumber : http://www.cardiology.ucsf.edu/ep/debris/ecg.htm.

II.7 PENATALAKSAAN
Tujuan yang ingin dicapai dalam penatalaksanaan AF adalah mengembalikan ke irama sinus,
mengontrol laju irama ventrikel dan pencegahan komplikasi tromboemboli. Dalam
penatalaksanaan AF perlu diperhatikan apakah pada pasien tersebut dapat dilakukan konversi
ke irama sinus atau cukup dengan pengontrolan laju irama ventrikel. Pada pasien yang masih
dapat dikembalikan ke irama sinus perlu segera dilakukan konversi, sedangkan pada AF
permanen sedikit sekali kemungkinan atau tidak mungkin dikembalikan ke irama sinus,
alternatif pengobatan dengan menurunkan laju irama ventrikel harus dipertimbangkan. 1

II.7.1 Kardioversi
Pengembalian ke irama sinus pada AF akan mengurangi gejala, memperbaiki hemodinamik,
menigkatkan kemampuan latihan, mencegah remodeling elektroanatomi dan memperbaiki
fungsi atrium. Kardioversi dapat dilakukan secara elektrik atau farmakologis. Kardioversi
farmakologis kurang efektif dibandingkan dengan kardioversi elektrik. Resiko tromboemboli
atau stroke emboli tidak berbeda antar kardioversi elektrik dan farmakologi sehingga
rekomendasi pemberian antikoagulan sama pada keduanya. 1, 13
Kardioversi farmakologis
Kardioversi farmakologis paling efektif bila dilakukan dalam 7 hari setelah terjadinya AF.
Klasifikasi obat aritmia dan obat-obatan yang dianjurkan :
Tabel 4. Klasifikasi Vaughan Williams Kerja Obat Aritmia 1
Tipe IA Disopiramid, Prokainamid, Kuinidin
Tipe IB Lidokain, Meksiletin
Tipe IC Flekainid, Moricizin, Propafenon
Tipe II Penyekat beta ( contoh : Propanolol )
Tipe III Amiodaron, Bretilium, Dofetilid, Ibutilid, Sotalol
Tipe IV Antagonis kalsium ( contoh : Verapamil dan Diltiazem )
Sumber : Buku Ajar Penyakit Dalam. 2006
Dalam pemberian obat anti aritmia efek samping obat-obat tersebut harus diperhatikan. Salah
satu efek samping obat anti aritmia adalah pro aritmia. Untuk mengurangi timbulnya pro
aritmia maka dalam memilih obat perlu diperhatikan keadaan pasien. 1,12, 13
Tabel 5. Dosis Obat yang Direkomendasikan Efektif untuk Kardioversi Farmakologis pada
FA1
Obat Cara Pemeberian Dosis Efek Samping
Amiodaron • Oral

• Rawat Inap : 1,2-1,8 g/hr dalam dosis terbagi sampai 10 g,IV kemudian 200-400 mg/hr
sebagai dosis pemeliharaan atau 30 mg/kg sebagai dosis tunggal
Rawat Jalan : 600-800 mg/hr dalam dosis terbagi sampai 10 g, kemudian 200-400 mg/hr
sebagai dosis pemeliharaan Hipotensi, bradikardia, pemanjangan interval QT, torsade de
pontes (jarang), ggn sal cerna, konstipasi, flebitis (IV)
Dofetilide • Oral CCT (ml/mn) Dosis (ug BID)
>60 500
40-60 250
20-40 125
<20> 65 tahun
Hipertensi
Penyakit Jantung Reumatik
Riwayat stroke sebelumnya atau TIA ( Transient Ischemic Attack )
Diabetes melitus
Gagal Jantung Kongestif
Karakteristik gambaran TEE :
Terdapat gambaran kontras echo spontan di atrium kiri
Left atrial appendage vilowcity < 20 cm/dt
Atheroma aortic kompleks

Pengobatan Antitrombotik Untuk Mencegah Komplikasi Stroke Emboli


Banyak laporan mengenai efektivitas anti trombik dalam pencegahan komplikasi pada AF.
Pada Atrial Fibrillation Investigator ( AFI ), didapatkan bahwa warfarin secara bermakna
menurunkan resiko stroke dari 4,5% per tahun menjadi 1,4%. Terdapat penurunan resiko
besar 68%. Warfarin menurunkan resiko stroke pada wanita 89% dan laki-laki 68%. Pada
studi AFASAK pemberian aspirin 75 mg akan menurunkan resiko 18 ( 95% CI 60-58% )
sedangkan pada SPAF pemberian aspirin 325mg menurunkan resiko 44% ( 95% CI 7-66% ).
Kombinasi dari kedua studi tersebut menurunkan resiko 36 % ( 95% CI 48-72% ) penurunan
resiko absolut 2,7% per tahun pada pencegahan primer dan 8,4% per tahun pada pencagahan
sekunder. Warfarin lebih baik dari pada aspirin dengan penurunan resiko relative 36 % ( CI
14-52 % ). Warfarin dan aspirin menurunkan menurunkan kejadian stroke pada pasien
dengan AF dan warfarin jauh lebih baik dibanding aspirin. Dosis optimal yang efektif dan
aman untuk pencegahan komplikasi tromboemboli pada AF adalah INR 2,5 dengan rentang
anatar 2-3. Pada pasien dengan usia lebih dari 75 tahun target INR 2 dengan rentan antara
1,6-2. 1
Kardioversi dan Tromboemboli
Tromboemboli merupakan komplikasi yang dapat terjadi setalah kardioversi baik kardioversi
elektrik, farmakologis, maupun kardioversi spontan. Kejadian tromboemboli setelah
kardioversi pada pasien AF tanpa pemberian antikoagulan anatar 1,5-3%. Byerkeland dan
Orning melaporkan insiden tromboemboli pasca kardioversi tanpa pemberian antikoagulan
5,3 % sedangkan yang mendapat antikoagulan 0,8%. 1
Setelah kardioversi kontraksi mekanik atrium kiri masih belum pulih ( atrial stunning )
sampai 2-4 minggu setalah kardioversi sehingga ada kemungkinan terbentuknya trombus
baru yang dapat lepas pada periode pasca kardioversi. Oleh karena itu antikoagulan diberikan
sampai 4 minggu pasca kardioversi untuk mencegah pembentukan trombus baru selama
periode atrial stunning dan mencegah pembentukan trombus apabila setelah kardioversi, AF
timbul kembali. Trombus yang terbentuk di atrium kiri memerlukan waktu kurang lebih 2
minggu untuk mengalami organisasi dan melekat erat pada dinding atrium sehingga tidak
mudah lepas bila atrium berkontraksi setelah kembali ke irama sinus. Pemberian warfarin
akan mempercepat proses organisasi trombus, penempelan pada dinding atrium dan resolusi
trombus. 1
Pada pasien AF yang timbul lebih dari 48 jam atau tidak diketahui lamanya dianjurkan
pemberian warfarin dengan target INR 2-3 diberikan 3 minggu sebelum kardioversi dan
dilanjtkan 4 minggu pasca kardioversi. Pasien diberikan heparin bila tidak ditemukan
trombus, dilakukan kardioversi dan diberikan antikoagulan sampai 4 minggu pasca
kardioversi. Pada studi multisenter Assesment of Cardioversion Using Transesophageal
Echocardiography ( ACUTE ) kejadian tromboemboli 0,8 % pada stategi dengan
pemeriksaan TEE, sedangkan oada strategi konvensional 0,5% tidak ada perubahan
bermakna. Waktu yang diperlukan untuk kardioversi lebih pendek dengan pemeriksaan TEE.
Pada AF yang berlangsung kurang dari 48 jam kemungkinan terjadinya tromboemboli pasca
kardioversi sangat rendah ( 0,8% ). Pada beberapa kasus pembentukan trombus dapat terjadi
pada AF yang kurang dari 48 jam diajurkan pemberian antikoagulan selama periode peri
kardioversi. 1

II.10 PROGNOSIS
Penelitian epidemiologi telah menunjukan bahwa pasien dengan irama sinus hidup lebih lama
dibandingkan dengan seseorang kelainan atrium. Penelitian juga menunjukkan penggunaan
antikoagulan dan pengontrolan secara rutin bertuuan untuk asimtomatik pada pasien usia
lanjut. Hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa terapi medis yang ditujukan untuk
mengendalikan irama jantung tidak menghasilkan keuntungan keberhasilan dibandingkan
dengan terapi kontrol rate dan antikoagulan.9
Terapi AF secara keseluruhan memberikan prognosis yang lebih baik pada kejadian
tromboemboli terutama stroke. AF dapat mencetuskan takikardi cardiomiopati bila tidak
terkontrol dengan baik. Terbentuknya AF dapat menyebabkan gagal jantung pada individu
yang bergantung pada komponen atrium dari cardiac output dimana pasien dengan penyakit
jantung hipertensi dan pada pasien dengan penyakit katup jantung termasuk dalam resiko
tingi akan terjadinya gagal jantung saat terjadi AF. 9

BAB III
KESIMPULAN

Fibrilasi atrial ( AF ) merupakan aritmia yang paling sering dijumpai dalam praktek sehari-
hari dan paling sering menjadi penyebab seorang harus menjalani perawatan di rumah sakit.
Walaupun bukan merupakan keadaan yang mengancam jiwa secara langsung, tetapi AF
berhubungan dengan peningkatan angka morbiditas dan mortalitas.
Secara klinis fibrilasi atrial praktis tidak dapat dideteksi. Fibrilasi atrium diketahui dari
gambaran elektrokardiogram ( EKG ). Pemeriksaan EKG dapat dilakukan pada saat
menjalani general check-up maupun pada saat sakit tertentu yang prosedur pemeriksaannya
memerlukan pemeriksaan EKG. Pada setiap penderita fibrilasi atrial perlu diberitahukan
tentang kondisi jantungnya sekaligus program pengobatan dan tujuan program tadi.
Penyakit Jantung yang Berhubungan dengan AF :
Penyakit Jantung Koroner
Kardiomiopati Dilatasi
Kardiomiopati Hipertrofik
Penyakit Katup Jantung
Aritmia jantung
Perikarditis
Penyakit di luar Jantung yang Berhubungan dengan AF :
• Hipertensi sistemik
• Diabetes melitus
• Hipertiroidisme
• Penyakit paru
• Neurogenik

Evaluasi klinik pada pasien AF meliputi :


• Anamnesis
• Pemeriksaan Fisik
• Laboratorium
• Pemeriksaan EKG : dapat diketahui antara lain irama ( verifikasi AF ), hipertrofi ventrikel
kiri. Pre-eksitasi ventrikel kiri, sindroma pre-eksitasi ( sindroma WPW ), identifikasi adanya
iskemia
• Foto Rontgen Toraks Ekokardiografi
• Pemeriksaan Fungsi Tiroid
• Uji latih

PENATALAKSAAN
Setiap usaha dan cara harus dilakukan untuk mencapai efektifitas terapi, terutama pada
pasien-pasien yang mengalami gejala yang berhubungan dengan fibrilasi atrium. Pemantauan
holter selama 24 jam atau tes treatmil dapat menyokong evaluasi variabilitas jantung. Terapi
terkontrol dapat dilihat dari hate rate 60-80 beat/menit pada saat istirahat dan 90-150
beat/menit pada latuhan sedang. Untuk cara mencapai ini dapat dilakukan upaya medikasi
bloking AV node pada pasien-pasien dengan riwayat fibrilasi atrium. Beta blocker oral,
kalsium channel blocker non dihiropiridin dan digoksin biasanya efektif. Digoksin efektif
pada pasien terutama dengan gagal jantung namun dibutuhkan monitoring ketat dari kadar
obat dan fungsi ginjal. Pada keberadaan kardiomiopati takikardi atau rate ventricular yang
tidak adekuat selain obat, dapat dipertimbangkan pemasangan implant AV node dan
pacemaker. Kombinasi dari pengobatan, contohnya beta blocker dan digoksin lebih baik
dibandingkan dengan pengobatan obat tunggal pada beberapa pasien. Amilodaron dapat
mengontrol rate ventrikel tapi disatu sisi obat antiaritmia dapat mencetuskan fibrilasi atrium
dalam bentuk flutter atrial lambat yang dapat tercetus 1:1 dari atrium ke ventrikel. Terapi
dengan obat kelas IC dapat menjaga ke efektifan kontrol AV node sangat penting pada
banyak pasien. 9

DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyo Aru W, Setiyohadi B, Alwi I, et al . 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid
III. Edisi IV. FKUI. Jakarta, Hal 1537-42

2. Guyton, Arthur C and Hall JE. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. EGC.
Jakarta, Hal 151-202

3. Rani A. 2007. Panduan Pelayanan Medik Departemen Penyakit Dalam. RSUP DR Cipto
Mangunkusumo. Jakarta, Hal 64-5

4. Davey Patrick. 2005. At A Glance Medicine. Erlangga. Jakarta. Hal 162-4

5. Ismudiati, Lily R. 1996. Buku Ajar Kardiologi. FKUI. Jakarta. Hal 277-9

6. Gray H. 2005. Lecture Notes Kardiologi. Erlangga. Jakarta. Hal 169-171

7. Alpert, Joseph S. 1981. Manual Of Coronary Care. Second editions. HAL. USA. Hal 51-3
8. Mansjoer A. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid I. Edisi ketiga. FKUI. Jakarta. Hal
459-71

9. Rosenthal, Lawrence, Mcmanus David D. Atrial fibrillation. Tersedia di


http://emedicine.medscape.com. Diakses tanggal 12 Desember 2009.

10. Stein David W, Shuman Tracy C. Atrial Fibrillation. Tersedia di


http://www.emedicine.medscape.com. Diakses tanggal 1 Desember 2009

11. Sovari Ali A, Kocheril Abraham G. Fibrilasi Atrium, Diagnosis dan Penatalaksanaan.
Tersedia di http://www.prematuredoctor.com. Diakses tanggal 15 November 2009.

12. Syafei Hendarmin. Kardiovarsi Fibrilasi Atrium Pasca Bedah Katup Mitral dan
Valvuloplasti Balon Mitral. Tersedia di http://www.perki.com. Diakses tanggal 15 November
2009.

13. Gilang LYH. Amiodaron Harapan Penderita Fibrilasi Atrium. Tersedia di


http://www.pdpersi.co.id. Diakses tanggal 15 November 2009.

14. Anonim. Atrial Fibrillation. Tersedia di http://www.winthrop.org. Diakses tanggal 15


November 2009.

15. Anonim. Cardiac Electrophysiology. Tersedia di http://www.cardiology.htm. Diakses


tanggal 15 November 2009.

16. Nattel Stanley. Diagram Of Electrical Activity During Atrial Fibrillation. Tersedia di
http://www.nature.com. Diakses tanggal 15 November 2009.
Vvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvv
Explore

BAB IPENDAHULUANA.

Latar Belakang

Atrial fibrilasi (AF) merupakan suatu aritmia jantung paling umum yangmelibatkan peran
dari bagian-bagian jantung, terutama atrium

. Pengertian kataAF berasal dari

 fibrillating 

atau bergetarnya otot-otot jantung atrium, jadi bukanmerupakan suatu kontraksi yang
terkoordinasi. Hal ini sering diidentifikasidengan peningkatan denyut jantung dan
ketidakteraturan irama jantung.Sedangkan untuk indicator untuk mementukan ada tidaknya
AF adalah tidak adanya gelombang P pada elektrokardiogram (EKG), yang secara normal ada
saatkontraksi atrium yang terkoordinasi

.Atrial fibrilasi merupakan aritmia yang paling umum ditemukan dalam praktek klinis

. Hal ini juga menyumbang

dari penerimaan pasien rumah sakituntuk gangguan irama jantung


4

. Hal itu juga sesuai dengan pernyataan bahwatingkat penerimaan untuk AF telah meningkat
dalam beberapa tahun terakhir 

.Sedangkan untuk presentase stroke yang berasal dari AF berkisar 6-24% darisemua stroke
iskemik, sedangkan 3-11% dari mereka yang secara strukturalterdiagnosis AF, memiliki
jantung yang normal

. Dari sekitar 2,2 juta orang diAmerika Serikat, ditemukan kurang lebih 160.000 kasus baru
setiap tahun. Pada prevalensi umum AF, terdapat peningkatan seiring dengan
bertambahnya usia,yaitu sekitar 1-2%. Pada usia kurang dari 50 tahun (<50 tahun),
prevalensi AFkurang lebih berkisar pada nilai presentase 1 % dan kemudian meningkat
menjadi9 % pada usia 80 tahun. AF lebih banyak dijumpai pada laki-laki
dibandingkandengan wanita, walaupun sebenarnya tidak ada kepustakaan yang
mengatakanadanya perbedaan yang relevan antara jenis kelamin pria dengan wanita
yangmempengaruhi prevalensi AF

.Pada dasarnya, jantung bisa melakukan kontraksi karena adanya systemkonduksi sinyal
elektrik yang berasal dari nodus sino-atrial (SA). Pada AF, nodusSA tidak mampu melakukan
fungsinya secara normal, hal ini menyebabkan tidak 

teraturnya konduksi sinyal elektrik dari atrium ke ventrikel. Akibat dari haltersebut, detak
jantung menjadi tidak teratur dan terjadi peningkatan denyut jantung. Keadaan ini dapat
terjadi dan berlangsung dari menit ke minggu ataudapat terjadi sepanjang waktu selama
bertahun-tahun. Kecenderungan alami dariAF sendiri adalah kecenderungan untuk menjadi
kondisi kronis dan menyebabkanadanya komplikasi lain

.AF seringkali tanpa disertai adanya gejala, tapi terkadang AF dapatmenyebabkan palpitasi,
penurunan kesadaran, nyeri dada dan gagal jantungkongestif. Orang dengan AF biasanya
memiliki peningkatan signifikan risikostroke (hingga >7 kali populasi umum). Pada AF, risiko
stroke meningkat tinggi,hal ini dikarenakan adanya pembentukan gumpalan di atrium
sehinggamenurunkan kemampuan kontraksi jantung, khususnya pada atrium kiri

jantung

9
.Disamping itu, tingkat peningkatan risiko stroke tergantung juga pada jumlahfaktor risiko
tambahan. Tetapi, banyak orang dengan AF memang memiliki faktor risiko tambahan dan
AF juga merupakan penyebab utama dari stroke

10

.AF dapat diobati dengan pengobatan yang baik dengan memperlambatdenyut jantung atau
mengembalikan irama jantung kembali normal. Elektrik kardioversi juga dapat digunakan
untuk mengkonversi irama jantung AF kembalike irama jantung yang normal. Disamping hal
tersebut, bedah dan terapi berbasiskateter juga dapat digunakan untuk mencegah
terulangnya AF dalam individu-individu tertentu.

B.

Tujuan

 Untuk mengetahui definisi, tanda serta gejala, patofisiologi dan tatalaksana atrial fibrilasi.

anfaat

Referat ini diharapkan dapat menambah wawasan ilmu pengetahuankhususnya tentang


penyakit jantung atrial fibrilasi.

Anda mungkin juga menyukai