BAB I
PENDAHULUAN
I.1 LATAR BELAKANG
Jantung dilengkapi dengan suatu sistem khusus (1) untuk membangkitkan impuls-impuls
ritmis yang menyebabkan timbulnya kontraksi ritmis otot jantung, dan (2) untuk
mengkonduksikan impuls ini dengan cepat ke seluruh jantung. Bila sistem konduksi
berfungsi normal, atrium akan berkontraksi kira-kira seperenam detik lebih awal dari
kontrkasi ventrikel, sehingga memungkinkan pengisian tambahan pada ventrikel sebelum
ventrikel memompa darah ke sirkulasi paru-paru dan perifer. Makna penting lain dari sistem
tersebut adalah bahwa sistem ini memungkinkan semua bagian ventrikel berkontraksi hampir
secara bersamaan, dimana hal ini penting untuk menimbulkan tekanan efektif dalam ruang
ventrikel. Namun sistem ritmis dan konduksi dalam jantung ini sangat rentan terhadap
kerusakan akibat penyakit jantung, terutama akibat iskemia jaringan jantung karena
kurangnya aliran darah koroner. Akibatnya sering berupa irama jantung yang sangat ganjil,
atau serentetan kontraksi yang abnormal dari ruang-ruang jantung, dan efektivitas daya
pompa jantung sering sangat terpengaruh, bahkan dapat menyebabkan kematian.2
Impuls listrik dimulai di sebuah daerah yang disebut sinus node, yang terletak di bagian atas
atrium kanan. Ketika sinus node kebakaran, dorongan dari aktivitas listrik menyebar melalui
atrium kiri dan kanan, menyebabkan berkontraksi, memaksa darah ke ventrikel. Kemudian
perjalanan impuls listrik secara tertib ke daerah lain yang disebut atrioventrikular (AV) node
dan jaringan HIS-Purkinje. Nodus AV adalah jembatan listrik yang memungkinkan dorongan
untuk pergi dari atrium ke ventrikel. HIS-jaringan Purkinje membawa dorongan seluruh
ventrikel. Impuls kemudian bergerak melalui dinding ventrikel, menyebabkan mereka
kontrak. Hal ini akan memaksa darah keluar dari jantung ke paru-paru dan tubuh. Kosong
vena paru-paru darah yang mengandung oksigen dari paru-paru ke atrium kiri. Jantung
normal berdetak dalam irama yang konstan - sekitar 60 sampai 100 kali per menit saat
istirahat. 2
Atrial fibrilasi ( AF ) merupakan aritmia yang paling sering dijumpai dalam praktek sehari-
hari dan paling sering menjadi penyebab seorang harus menjalani perawatan di rumah sakit.
Walaupun bukan merupakan keadaan yang mengancam jiwa secara langsung, tetapi AF
berhubungan dengan peningkatan angka morbiditas dan mortalitas.1
Secara klinis fibrilasi atrial praktis tidak dapat dideteksi. Fibrilasi atrium diketahui dari
gambaran elektrokardiogram ( EKG ). Pemeriksaan EKG dapat dilakukan pada saat
menjalani general check-up maupun pada saat sakit tertentu yang prosedur pemeriksaannya
memerlukan pemeriksaan EKG. Pada setiap penderita fibrilasi atrial perlu diberitahukan
tentang kondisi jantungnya sekaligus program pengobatan dan tujuan program tadi.2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 DEFINISI
Adanya irregularitas kompleks QRS dan gambaran gelombang “f” dengan frekuensi antara
350-650 permenit.3, 4, 5, 6, 7
Fibrilasi atrium dapat timbul dari fokus ektopik ganda atau daerah reentri multiple. Aktivitas
atrium sangat cepat, namun setiap rangsangan listrik itu hanya mampu mendepolarisasi
sangat sedikit miokardium atrium, sehingga sebenarnya tidak ada kontraksi atrium secara
menyeluruh. Karena tidak ada depolarisasi uniform, tidak terbentuk gambaran gelombang P,
melainkan defleksi yang disebut gelombang “f” yang bentuk dan iramanya sangat tidak
teratur. Hantaran melalui nodus AV berlangsung sangat acak dan sebagian tidak dapat
melalui nodus AV sehingga irama QRS tidak teratur. 5, 6
II.2 PREVALENSI
Prevalensi AF semakin meningkat bersamaan dengan peningkatan populasi usia lanjut dan
insiden penyakit kardiovaskular. Saat ini AF mengenai 2,2 juta individu di Amerika Serikat,
setiap tahun ditemukan 160.000 kasus baru dan diperkirakan akan meningkat 2,5 kali pada
tahun 2050. Jumlah tersebut dibawah angka sesungguhnya karena banyak kasus yang
asimptomatik . Pada umur dibawah 50 tahun prevalensi AF kurang dari 1% dan meningkat
lebih dari 9% pada usia 80 tahun. Lebih banyak dijumpai pada laki-laki dibandingkan wanita.
1
Di Inggris lebih dari 46 ribu kasus baru didiagnosa setiap tahunnya. Terjadinya 5 kali
peningkatan kejadian tromboemboli, gagal jantung, penurunan kualitas hidup , penurunan
produktivitas kerja, hospitalisasi dan tingginya biaya perawatan kesehatan 2,4. Berkisar 36%
dari seluruh penderita stroke usia 80-89 tahun disebabkan oleh AF . 9
AF merupakan faktor resiko independen yang kuat terhadap kejadian stroke emboli. Kejadian
stroke iskemik pada pasien AF non valvular ditemukan sebanyak 5% per tahun, 2-7 kali lebih
banyak dibanding pasien tanpa AF. Pada studi Framingham resiko terjadinya stroke emboli
5,6 kali lebih banyak pada AF non valvular dan 17,6 kali lebih banyak pada AF valvular
dibandingkan dengan kontrol. 1
II. 2. 2 USIA
AF sangat tergantung pada usia, kejadiannya 4% pada individu usia > 70 tahun dan 8% pada
usia > 80 tahun. Angka kejadian stroke iskemik pada pasien lanjut usia yang tidak diterapi
dengan walfarin rata-rata 5% per tahun. 9
II.4 KLASIFIKASI
Berdasarkan ada tidaknya penyakit jantung yang mendasari 3 :
• Primer : Bila tidak ditemukan kelainan struktur jantung dan kelainan sistemik yang dapat
menimbulkan aritmia
• Sekunder : Bila tidak ditemukan kelainan struktur jantung tetapi ada kelainan sitemik yang
dapat menimbulkan aritmia
II.5 PATOFISIOLOGI
Aktivasi fokal fokus diawali biasanya dari daerah vena pulmonalis
timbulnya gelombang yang menetap dariMultiple wavelet reentry depolarisasi atrial atau
wavelets yang dipicu oleh depolarisasi atrial premature atau aktivitas aritmogenik dari fokus
yang tercetus secara cepat. 1, 4
II.6 DIAGNOSIS
AF dapat simptomatik dapat pula asimptomatik. Gejala-gejala AF sangat bervariasi
tergantung dari kecepatan laju irama ventrikel, lamanya AF, penyakti yang mendasarinya.
Sebagian mengeluh berdebar-debar, sakit dada terutama saat beraktivitas, sesak npas, cepat
lelah, sinkop atau gejala tromboemboli. AF dapat mencetuskan gejala iskemik pada AF
dengan dasar penyakit jantung koroner. Fungsi kontraksi atrial yang sangat berkurangpada
AF akan menurunkan curah jantung dan dapat menyebabkan terjadi gagal jantung kongestif
pada pasien dengan disfungsi ventrikel kiri. 1, 4 , 7, 8
• Pemeriksaan Fisik :1
Tanda vital : denyut nadi berupa kecepatan dengan regularitasnya, tekanan darah
Tekanan vena jugularis
Ronki pada paru menunjukkan kemungkinan terdapat gagal jantung kongestif
Irama gallop S3 pada auskultasi jantung menunjukan kemungkinan terdapat gagal jantung
kongestif, terdapat bising pada auskultasi kemungkinan adanya penyakit katup jantung
Hepatomegali : kemungkinan terdapat gagal jantung kanan
Edema perifer : kemungkinan terdapat gagal jantung kongestif
• Ekokardiografi untuk melihat antara lain kelainan katup, ukuran dari atrium dan ventrikel,
hipertrofi ventrikel kiri, fungsi ventrikel kiri, obstruksi outflow dan TEE ( Trans Esophago
Echocardiography ) untuk melihat trombus di atrium kiri. 1
• Pemeriksaan Fungsi Tiroid. Tirotoksikosis. Pada AF episode pertama bila laju irama
ventrikel sulit dikontrol. 1
• Uji latih : identifikasi iskemia jantung, menentukan adekuasi dari kontrol laju irama
jantung. 1
• Pemeriksaan lain yang mungkin diperlukan adalah holter monitoring studi elektrofisiolagi.
1
II.7 PENATALAKSAAN
Tujuan yang ingin dicapai dalam penatalaksanaan AF adalah mengembalikan ke irama sinus,
mengontrol laju irama ventrikel dan pencegahan komplikasi tromboemboli. Dalam
penatalaksanaan AF perlu diperhatikan apakah pada pasien tersebut dapat dilakukan konversi
ke irama sinus atau cukup dengan pengontrolan laju irama ventrikel. Pada pasien yang masih
dapat dikembalikan ke irama sinus perlu segera dilakukan konversi, sedangkan pada AF
permanen sedikit sekali kemungkinan atau tidak mungkin dikembalikan ke irama sinus,
alternatif pengobatan dengan menurunkan laju irama ventrikel harus dipertimbangkan. 1
II.7.1 Kardioversi
Pengembalian ke irama sinus pada AF akan mengurangi gejala, memperbaiki hemodinamik,
menigkatkan kemampuan latihan, mencegah remodeling elektroanatomi dan memperbaiki
fungsi atrium. Kardioversi dapat dilakukan secara elektrik atau farmakologis. Kardioversi
farmakologis kurang efektif dibandingkan dengan kardioversi elektrik. Resiko tromboemboli
atau stroke emboli tidak berbeda antar kardioversi elektrik dan farmakologi sehingga
rekomendasi pemberian antikoagulan sama pada keduanya. 1, 13
Kardioversi farmakologis
Kardioversi farmakologis paling efektif bila dilakukan dalam 7 hari setelah terjadinya AF.
Klasifikasi obat aritmia dan obat-obatan yang dianjurkan :
Tabel 4. Klasifikasi Vaughan Williams Kerja Obat Aritmia 1
Tipe IA Disopiramid, Prokainamid, Kuinidin
Tipe IB Lidokain, Meksiletin
Tipe IC Flekainid, Moricizin, Propafenon
Tipe II Penyekat beta ( contoh : Propanolol )
Tipe III Amiodaron, Bretilium, Dofetilid, Ibutilid, Sotalol
Tipe IV Antagonis kalsium ( contoh : Verapamil dan Diltiazem )
Sumber : Buku Ajar Penyakit Dalam. 2006
Dalam pemberian obat anti aritmia efek samping obat-obat tersebut harus diperhatikan. Salah
satu efek samping obat anti aritmia adalah pro aritmia. Untuk mengurangi timbulnya pro
aritmia maka dalam memilih obat perlu diperhatikan keadaan pasien. 1,12, 13
Tabel 5. Dosis Obat yang Direkomendasikan Efektif untuk Kardioversi Farmakologis pada
FA1
Obat Cara Pemeberian Dosis Efek Samping
Amiodaron • Oral
• Rawat Inap : 1,2-1,8 g/hr dalam dosis terbagi sampai 10 g,IV kemudian 200-400 mg/hr
sebagai dosis pemeliharaan atau 30 mg/kg sebagai dosis tunggal
Rawat Jalan : 600-800 mg/hr dalam dosis terbagi sampai 10 g, kemudian 200-400 mg/hr
sebagai dosis pemeliharaan Hipotensi, bradikardia, pemanjangan interval QT, torsade de
pontes (jarang), ggn sal cerna, konstipasi, flebitis (IV)
Dofetilide • Oral CCT (ml/mn) Dosis (ug BID)
>60 500
40-60 250
20-40 125
<20> 65 tahun
Hipertensi
Penyakit Jantung Reumatik
Riwayat stroke sebelumnya atau TIA ( Transient Ischemic Attack )
Diabetes melitus
Gagal Jantung Kongestif
Karakteristik gambaran TEE :
Terdapat gambaran kontras echo spontan di atrium kiri
Left atrial appendage vilowcity < 20 cm/dt
Atheroma aortic kompleks
II.10 PROGNOSIS
Penelitian epidemiologi telah menunjukan bahwa pasien dengan irama sinus hidup lebih lama
dibandingkan dengan seseorang kelainan atrium. Penelitian juga menunjukkan penggunaan
antikoagulan dan pengontrolan secara rutin bertuuan untuk asimtomatik pada pasien usia
lanjut. Hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa terapi medis yang ditujukan untuk
mengendalikan irama jantung tidak menghasilkan keuntungan keberhasilan dibandingkan
dengan terapi kontrol rate dan antikoagulan.9
Terapi AF secara keseluruhan memberikan prognosis yang lebih baik pada kejadian
tromboemboli terutama stroke. AF dapat mencetuskan takikardi cardiomiopati bila tidak
terkontrol dengan baik. Terbentuknya AF dapat menyebabkan gagal jantung pada individu
yang bergantung pada komponen atrium dari cardiac output dimana pasien dengan penyakit
jantung hipertensi dan pada pasien dengan penyakit katup jantung termasuk dalam resiko
tingi akan terjadinya gagal jantung saat terjadi AF. 9
BAB III
KESIMPULAN
Fibrilasi atrial ( AF ) merupakan aritmia yang paling sering dijumpai dalam praktek sehari-
hari dan paling sering menjadi penyebab seorang harus menjalani perawatan di rumah sakit.
Walaupun bukan merupakan keadaan yang mengancam jiwa secara langsung, tetapi AF
berhubungan dengan peningkatan angka morbiditas dan mortalitas.
Secara klinis fibrilasi atrial praktis tidak dapat dideteksi. Fibrilasi atrium diketahui dari
gambaran elektrokardiogram ( EKG ). Pemeriksaan EKG dapat dilakukan pada saat
menjalani general check-up maupun pada saat sakit tertentu yang prosedur pemeriksaannya
memerlukan pemeriksaan EKG. Pada setiap penderita fibrilasi atrial perlu diberitahukan
tentang kondisi jantungnya sekaligus program pengobatan dan tujuan program tadi.
Penyakit Jantung yang Berhubungan dengan AF :
Penyakit Jantung Koroner
Kardiomiopati Dilatasi
Kardiomiopati Hipertrofik
Penyakit Katup Jantung
Aritmia jantung
Perikarditis
Penyakit di luar Jantung yang Berhubungan dengan AF :
• Hipertensi sistemik
• Diabetes melitus
• Hipertiroidisme
• Penyakit paru
• Neurogenik
PENATALAKSAAN
Setiap usaha dan cara harus dilakukan untuk mencapai efektifitas terapi, terutama pada
pasien-pasien yang mengalami gejala yang berhubungan dengan fibrilasi atrium. Pemantauan
holter selama 24 jam atau tes treatmil dapat menyokong evaluasi variabilitas jantung. Terapi
terkontrol dapat dilihat dari hate rate 60-80 beat/menit pada saat istirahat dan 90-150
beat/menit pada latuhan sedang. Untuk cara mencapai ini dapat dilakukan upaya medikasi
bloking AV node pada pasien-pasien dengan riwayat fibrilasi atrium. Beta blocker oral,
kalsium channel blocker non dihiropiridin dan digoksin biasanya efektif. Digoksin efektif
pada pasien terutama dengan gagal jantung namun dibutuhkan monitoring ketat dari kadar
obat dan fungsi ginjal. Pada keberadaan kardiomiopati takikardi atau rate ventricular yang
tidak adekuat selain obat, dapat dipertimbangkan pemasangan implant AV node dan
pacemaker. Kombinasi dari pengobatan, contohnya beta blocker dan digoksin lebih baik
dibandingkan dengan pengobatan obat tunggal pada beberapa pasien. Amilodaron dapat
mengontrol rate ventrikel tapi disatu sisi obat antiaritmia dapat mencetuskan fibrilasi atrium
dalam bentuk flutter atrial lambat yang dapat tercetus 1:1 dari atrium ke ventrikel. Terapi
dengan obat kelas IC dapat menjaga ke efektifan kontrol AV node sangat penting pada
banyak pasien. 9
DAFTAR PUSTAKA
1. Sudoyo Aru W, Setiyohadi B, Alwi I, et al . 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid
III. Edisi IV. FKUI. Jakarta, Hal 1537-42
2. Guyton, Arthur C and Hall JE. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. EGC.
Jakarta, Hal 151-202
3. Rani A. 2007. Panduan Pelayanan Medik Departemen Penyakit Dalam. RSUP DR Cipto
Mangunkusumo. Jakarta, Hal 64-5
5. Ismudiati, Lily R. 1996. Buku Ajar Kardiologi. FKUI. Jakarta. Hal 277-9
7. Alpert, Joseph S. 1981. Manual Of Coronary Care. Second editions. HAL. USA. Hal 51-3
8. Mansjoer A. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid I. Edisi ketiga. FKUI. Jakarta. Hal
459-71
11. Sovari Ali A, Kocheril Abraham G. Fibrilasi Atrium, Diagnosis dan Penatalaksanaan.
Tersedia di http://www.prematuredoctor.com. Diakses tanggal 15 November 2009.
12. Syafei Hendarmin. Kardiovarsi Fibrilasi Atrium Pasca Bedah Katup Mitral dan
Valvuloplasti Balon Mitral. Tersedia di http://www.perki.com. Diakses tanggal 15 November
2009.
16. Nattel Stanley. Diagram Of Electrical Activity During Atrial Fibrillation. Tersedia di
http://www.nature.com. Diakses tanggal 15 November 2009.
Vvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvvv
Explore
BAB IPENDAHULUANA.
Latar Belakang
Atrial fibrilasi (AF) merupakan suatu aritmia jantung paling umum yangmelibatkan peran
dari bagian-bagian jantung, terutama atrium
fibrillating
atau bergetarnya otot-otot jantung atrium, jadi bukanmerupakan suatu kontraksi yang
terkoordinasi. Hal ini sering diidentifikasidengan peningkatan denyut jantung dan
ketidakteraturan irama jantung.Sedangkan untuk indicator untuk mementukan ada tidaknya
AF adalah tidak adanya gelombang P pada elektrokardiogram (EKG), yang secara normal ada
saatkontraksi atrium yang terkoordinasi
.Atrial fibrilasi merupakan aritmia yang paling umum ditemukan dalam praktek klinis
. Hal itu juga sesuai dengan pernyataan bahwatingkat penerimaan untuk AF telah meningkat
dalam beberapa tahun terakhir
.Sedangkan untuk presentase stroke yang berasal dari AF berkisar 6-24% darisemua stroke
iskemik, sedangkan 3-11% dari mereka yang secara strukturalterdiagnosis AF, memiliki
jantung yang normal
. Dari sekitar 2,2 juta orang diAmerika Serikat, ditemukan kurang lebih 160.000 kasus baru
setiap tahun. Pada prevalensi umum AF, terdapat peningkatan seiring dengan
bertambahnya usia,yaitu sekitar 1-2%. Pada usia kurang dari 50 tahun (<50 tahun),
prevalensi AFkurang lebih berkisar pada nilai presentase 1 % dan kemudian meningkat
menjadi9 % pada usia 80 tahun. AF lebih banyak dijumpai pada laki-laki
dibandingkandengan wanita, walaupun sebenarnya tidak ada kepustakaan yang
mengatakanadanya perbedaan yang relevan antara jenis kelamin pria dengan wanita
yangmempengaruhi prevalensi AF
.Pada dasarnya, jantung bisa melakukan kontraksi karena adanya systemkonduksi sinyal
elektrik yang berasal dari nodus sino-atrial (SA). Pada AF, nodusSA tidak mampu melakukan
fungsinya secara normal, hal ini menyebabkan tidak
teraturnya konduksi sinyal elektrik dari atrium ke ventrikel. Akibat dari haltersebut, detak
jantung menjadi tidak teratur dan terjadi peningkatan denyut jantung. Keadaan ini dapat
terjadi dan berlangsung dari menit ke minggu ataudapat terjadi sepanjang waktu selama
bertahun-tahun. Kecenderungan alami dariAF sendiri adalah kecenderungan untuk menjadi
kondisi kronis dan menyebabkanadanya komplikasi lain
.AF seringkali tanpa disertai adanya gejala, tapi terkadang AF dapatmenyebabkan palpitasi,
penurunan kesadaran, nyeri dada dan gagal jantungkongestif. Orang dengan AF biasanya
memiliki peningkatan signifikan risikostroke (hingga >7 kali populasi umum). Pada AF, risiko
stroke meningkat tinggi,hal ini dikarenakan adanya pembentukan gumpalan di atrium
sehinggamenurunkan kemampuan kontraksi jantung, khususnya pada atrium kiri
jantung
9
.Disamping itu, tingkat peningkatan risiko stroke tergantung juga pada jumlahfaktor risiko
tambahan. Tetapi, banyak orang dengan AF memang memiliki faktor risiko tambahan dan
AF juga merupakan penyebab utama dari stroke
10
.AF dapat diobati dengan pengobatan yang baik dengan memperlambatdenyut jantung atau
mengembalikan irama jantung kembali normal. Elektrik kardioversi juga dapat digunakan
untuk mengkonversi irama jantung AF kembalike irama jantung yang normal. Disamping hal
tersebut, bedah dan terapi berbasiskateter juga dapat digunakan untuk mencegah
terulangnya AF dalam individu-individu tertentu.
B.
Tujuan
Untuk mengetahui definisi, tanda serta gejala, patofisiologi dan tatalaksana atrial fibrilasi.
anfaat