Anda di halaman 1dari 10

Politik Pangan (Beras)

di Indonesia

Beras Sebagai Komuditi Unik, Diperlakukan


Sebagai Wage Goods & Political Goods
Beras merupakan komuditi unik, tidak saja untuk Indonesia,
akan tetapi juga untuk sebagian besar negara-negara Asia,
karena:

• Sekitar 90% produkksi dan konsumsi beras ada di Asia


(berbeda dengan gandum dan jagung).

• Beras yang diperdagangkan di pasar dunia ‘tipis’ (thin


market), yaitu antara 4% s/d 5% dari total produksi (beda
dengan gandum dan jagung, dimana gandum sekitar 20%,
jagung sekitar 15%, kedelai sekitar 30%).

• Harga beras amat di pasar dunia relatif tidak stabil


apabila dibandingkan dengan komoditas pangan lainnya.
• Sekitar 80% perdagangan beras dunia dikuasai oleh 6
(enam) negara, yaitu: Thailand, USA, Vietnam, Pakistan,
dan Cina (oleh karena itu pasar beras dunia adalah ‘pasar
tidak sempurna’, dimana harga beras dunia ditentukan
oleh kekuatan oligopoli).

• Indonesia merupakan negara net importir beras terbesar


(big country), sehingga sangat menentukan tingkat harga
besar dunia.

• Hampir disemua negara Asia, memperlakukan beras


sebagai wage good dan political good.
Tsujii (1998) menyatakan tegas bahwa, karena karakteristik
tersebut maka penerapan perdagangan bebas untuk
komoditas beras adalah ‘tidak tepat’, sebab sejumlah
asusmsi teori perdagangan bebas (free trade theory) tidak
cocok dalam dunia nyata.

• Apabila perdagangan bebas untuk beras tetap akan


dipaksakan untuk dilaksanakan, maka akan merugikan
petani kecil yang pada umumnya miskin, dan akan
memperburuk distribusi pendapatan, serta memiliki
pengaruh negatif kepada lingkungan hidup serta bio-
diversity.
Bagi Indonesia, beras menjadi komuditas unik tidak saja
dilihat dari sisi produsen, konsumen, dan pemerintah, akan
tetapi juga pemanfaatan investasi yang dikeluarkan oleh
pemerintah.

• Dari sisi produsen; beras/padi dihasilkan oleh sekitar 18


juta rumah tangga pangan, dan 49% diantaranya adalah
petani kecil yang menguasai lahan sempit (kurang dari
0,24 Ha/keluarga). Dimana di Pulau Jawa pada
khususnya, usahatani padi menyumbang pendapatan
keluarga antara 40 s/d 60%.

• Dari sisi konsumen; pentingnya beras tidak dapat


dipungkiri, yaitu sebagai makanan pokok, dengan tingkat
partisipasi konsumsi beras mencapai sekitar 95%.

• Dari sisi pemerintah; amat berkepentingan dengan


komoditas ini tidak saja sebagai komoditas upah (wage
goods), tetepi juga komuditas politik (political goods).
Berabagai kebijakan telah dilakukan untuk melindungi
petani padi/beras dan sebagian lainnya ditinggalkan karena
berbagai alasan. Akan tetapi intrumen kebijakan tersebut
dapat digolongkan dalam 3 (tiga) tingkatan, yaitu:
(a) Tingkat usahatani
(b) Tingkat pasar
(c) Tingkat nasional

• Tingkat usahatani, antara lain: subsidi harga output


(jaminan harga dasar---masih tetap dipertahankan, akan
tetepi sekarang tidak efektif), subsidi harga input (telah
dihapuskan, terkecuali kredit modal kerja KUT), dan
investasi publik untuk irigasi dan pencetakan sawah baru
(khusus irigasi tidak ditangani secara serius 10 tahun
terakhir, dan khusus pencetakan sawah baru terus
mengalami kemeosotan sejak 15 tahun terakhir).
• Di tingkat pasar, peran ‘state trading enterprise’ (STE)
BULOG telah dihapuskan sejak September 1998, berganti
dengan itervensi pemeritah pada harga pasar dengan
‘oeparasi pasar murni’ (OPM) telah dikurangi dengan
drastis, kemudian pemerintah menggantikan dengan
kebijakan ‘operasi beras khusus’ (OPK)---yaitu mensubsidi
beras kepada kelompok sasaran.

• Di tingkat nasional; kebijakan tarif impor beras, serta


investasi publik dalam bidang penyuluhan research and
developmen (R&D).
Klasifikasi Berbagai Tingkatan Instrumen Kebijakan Terpilih
untuk Komuditas Padi/Beras

Tingkat Usahatani Tingkat Pasar Tingkat Nasional


Subsidi harga output BULOG/STE dapat Tarif impor/pajak impor
beras/gabah (masih bertindak untuk belum pernah dilakukan
dipertahankan harga meningkatkan/ selama monopoli impor
dasar gabah, tetepi tidak menurunkan harga beras oleh BULOG (tarif
efektiv). beras (sejak Sept. 1998 impor 0%).
telah dihapus, dan harga
beras diserahkan
sepenuhnya pada
mekanisme pasar).
Subsidi harga input: Intervensi pemerintah Non-tarif barriers (NTB)
benih, pupuk, pestisida, ke pasar dan stok publik khususnya dalam bidang
dll (semua sudah untuk pangan (general kesehatan (belum
dihapuskan pemerintah) food subsidy) telah diberlakukan di
dikurangi secara drastis, komoditas besar).
peran OPM semakin
kecil.
Subdisi kredit untuk padi Subsidi beras OPK buat Kuota impor (telah
(kredit modal kerja atau kelompok sasaran (target dihapuskan seiring dengan
KUT sebesar Rp 2 juta/Ha, group); perannya semakin pencabutan monopoli
dengan bunga besar dibandingkan dengan BULOG).
10,5%/tahun). OPM.
Land reform/agrarian Infrastruktur pemasaran Investasi publik:
reform (belum (umumnya terpusat di penyuluhan, R & D (amat
dilaksanakan walaupun Jawa, seperti: gudang, rendah, terabaikan selama
sudah disyahkan UU jalan, alat transport, dll. 15 tahun terakhir, atau
Agraria dan UU Bagi Hasil, kecil hanya 0,04% dari GDP
semakin kuat komitmen pertanian).
partai politik baru untuk
mengimple-mentasikanya)

Investasi infrastruktur Terabaikan penanganan


(irigasi & percetakan sawah pasca panen, sehingga
baru terabaikan selama 15 kehilangan hasil relatif
tahun terakhir, demikian besar dan merosotnya
juga penyuluhan pertanian rendeman GKG ke beras.
semakin terabaikan).
Perluasan sawah di lahan
gambut 1 juta Ha tidak
berlanjut.
Terimakasih

Agus Supriono & Ebban Bagus Kuntadi


Program Studi Agribisnis
Fakultas Pertanian
Universitas Jember

Anda mungkin juga menyukai