Anda di halaman 1dari 28

TUGAS

KONSEP PERENCANAAN JEMBATAN

Mata Kuliah : Perencanaan Jembatan


Tugas Ke : 1 (Satu)
Kelompok : 2 (Dua)
Disusun oleh :
 Nuke Puspa Dewi : 2021210170
 Adilla Dwi Syafitri : 2021210171
 Hafitzah Khairunnisa : 2021210172
 Anisa Ramadhani : 2021210173
 Septiana Dwi Astika : 2021210174
Kelas/Grup : TS-SEM-MITRA (Jumat 16.00)
Dosen : Mulyati

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL S1


FAKULTAS TEKNIK
INSTITUT TEKNOLOGI PADANG
2022
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-
Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan Tugas Makalah Perencanaan Jembatan tetang
Konsep Perencanaan Jembatan.
Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu tugas mata pelajaran
Perencanaan Jembatan di Jurusan S1 Teknik Sipil Kelas Mitra Institut Teknologi Padang.
Manfaat dari makalah ini adalah untuk mengenal dan mengerti konsep perencanaan jembatan
yang baik sesuai kaidah yang berlaku.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Makalah ini masih terjadi kesalahan dan
kekurangan. Dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan masukan dan saran-saran
yang bersifat membangun dari semua pihak guna memperbaikinya. Semoga Makalah ini
dapat berguna bagi penulis pada khususnya, dan pembaca pada umumnya.

Padang, 2022
Penulis

Nuke Puspa Dewi,dkk


DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................................4
1.1 LATAR BELAKANG.............................................................................................4
1.2 RUMUSAN MASALAH.........................................................................................4
1.3 TUJUAN PENULISAN...........................................................................................5
BAB 2 PEMBAHASAN.......................................................................................................6
2.1 PERENCANAAN JEMBATAN.............................................................................6
2.2 ACUAN DASAR PERENCANAAN......................................................................6
2.3 TAHAP PERENCANAAN JEMBATAN...............................................................9
2.4 BAGIAN – BAGIAN BANGUNAN JEMBATAN..............................................16
2.5 PEMBEBANAN PADA JEMBATAN..................................................................18
2.6 KOMBINASI BEBAN..........................................................................................25
BAB III PENUTUP.............................................................................................................27
3.1 KESIMPULAN......................................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................28
BAB I
PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG
Jembatan merupakan salah satu konstruksi yang menghubungkan suatu jalan yang terputus
oleh rintangan seperti sungai/saluran air, lembah atau menyilang jalan lainnya yang tidak sama
tinggi permukaanya. Di Indonesia perkembangan transportasi kiat pesat sehingga pembangunan
infrastruktur pendukung lainnya seperti jalan dan jembatan harus diperhatikan, dengan banyaknya
rintangan tersebut diperlukannya jembatan untuk memperlancar arus transportasi masyarakat
sehingga dapat lebih efisien dalam penggunaan waktu dalam beraktifitas. Dalam membangun
sebuah jembatan perlu dirancang dan direncanakan dengan sebaik mungkin agar pembangunan
jembatan tersebut dapat dilaksanakan dan tidak menimbulkan permasalahan baru lainnya.
Perencanaan ini berguna untuk menentukan fungsi struktur secara tepat, efisien dan bentuknya
sesuai dengan lingkungan dan mempunyai nilai estetika yang sesuai dengan keinginan pemilik
proyek. Dalam perencanaan dan perancangan jembatan harus mempertimbangkan fungsi
kebutuhan transportasi, persyaratan teknis yang ada dan estetika yang meliputi aspek lalu lintas,
aspek teknis, dan aspek estetika (Supriyadi dan Muntohar, 2007).
Untuk mengetahui konsep perencanaan sebuah jembatan perlunya dasar – dasarnya
yakni analisis pembebanan, analisis kekuatan,serta perencanaan yang mendukung bentuk
jembatan yang diinginkan. Sehingga diharapkan akan mendapatkan gambaran yang jelas
dan dapat memahami garis besar dari suatu perencanaan jembatan itu sendiri.

RUMUSAN MASALAH
1) Memahami apa yang dimaksud dengan konsep perencanaan jembatan.
2) Mengetahui bagaimana konsep dasar dalam perencanaan jembatan.
3) Mengetahui bagaimana langkah – langkah perencanaan jemabatan.
4) Mengetahui dan memahami hal – hal yang harus di perhatikan dalam merancang
sebuah jembatan.
TUJUAN PENULISAN

1) Dapat memahami apa itu konsep perencanaan jembatan.


2) Dapat mengetahui konsep dasar dalam perencanaan jembatan.
3) Dapat mengetahui tentang bagaimana langkah – langkah perencanaan jemabatan.
4) Dapat mengetahui memahami hal – hal yang harus di perhatikan saat merancanng
sebuah jembatan.
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 PERENCANAAN JEMBATAN


Jembatan merupakan salah satu konstruksi yang menghubungkan suatu jalan yang
terputus oleh rintangan seperti sungai/saluran air, lembah atau menyilang jalan lainnya yang
tidak sama tinggi permukaanya. Di Indonesia perkembangan transportasi kian pesat sehingga
pembangunan infrastruktur pendukung lainnya seperti jalan dan jembatan harus diperhatikan,
dengan banyaknya rintangan tersebut diperlukannya jembatan untuk memperlancar arus
transportasi masyarakat sehingga dapat lebih efisien dalam penggunaan waktu dalam
beraktifitas.
Dalam membangun sebuah jembatan perlu dirancang dan direncanakan dengan sebaik
mungkin agar pembangunan jembatan tersebut dapat dilaksanakan dan tidak menimbulkan
permasalahan baru lainnya. Perencanaan ini berguna untuk menentukan fungsi struktur secara
tepat, efisien dan bentuknya sesuai dengan lingkungan dan mempunyai nilai estetika yang
sesuai dengan keinginan pemilik proyek. Dalam perencanaan dan perancangan jembatan
harus mempertimbangkan fungsi kebutuhan transportasi, persyaratan teknis yang ada dan
estetika yang meliputi aspek lalu lintas, aspek teknis, dan aspek estetika (Supriyadi dan
Muntohar, 2007). Pada tahap perencanaan seringkali terdapat perbedaan akibat presepsi
pandang yang berbeda-beda namun jika kita mampu menjelaskan dan mencari relevansi
antara parameter-parameter yang berbeda tersebut dan membatasi permasalahan agar
mendapatkansusunan batas integritas Batasan yang sesuai maka akan segera menemukan titik
temu dari permasalahan yang ada.
Pokok – pokok perencanaan tersebut terdiri dari : kekuatan dan stabilitas struktur,
keawetan dan kelayakan jangka panjang, kemudahan pemeriksaan dan pemeliharaan,
kenyamanan bagi pengguna jembatan, ekonomis, kemudahan pelaksanaan, estetika dan
dampak lingkungan minimal yang dapat terjadi. Kriteria perencanaan harus memperhatikan
peraturan yang digunakan, material/bahan yang digunakan, metode dan asumsi dalam
perhitungan, penentuan tipe bangunan atas, bangunan bawah dan pondasi, pengumpulan data
lapangan, program koputer yang digunakan serta metode pengujian pondasinya.

2.2 ACUAN DASAR PERENCANAAN


Di dalam perencanaan struktur bangunan jembatan terdapat tiga metode
perencanaan yang sering digunakan secara bertahap di dalam sejarahnya
(Bowles,1979) yaitu :
a. Perencanaan Tegangan Kerja/ Allowable Stress Design (ASD).
Di dalam metode ini, elemen struktur pada bangunan
(pelat/balok/kolom/pondasi) harus direncanakan sedemikian rupa sehingga
tegangan yang timbul akibat beban kerja/layan tidak melampaui tegangan ijin
yang telah ditetapkan.
σmaks ≤ σijin (Persamaan 1)
Tegangan ijin ini ditentukan oleh peraturan bangunan atau spesifikasi (seperti
American Institute of Steel Construction (AISC) Spesification 1978) untuk
mendapatkan faktor keamanan terhadap tercapainya tegangan batas, seperti
tegangan leleh minimum atau tegangan tekuk (buckling). Tegangan yang dihitung
akibat beban kerja/layan harus berada dalam batas elastis, yaitu tegangan
sebanding dengan regangan. Pada kondisi beban kerja, tegangan yang terjadi
dihitung dengan menganggap struktur bersifat elastis, dengan memenuhi syarat
keamanan (kekuatan yang memadai) untuk struktur. Pada dasarnya, tegangan ijin
pada baja sesuai kualitasnya yang diberikan dalam spesifikasi AISC ditentukan
berdasarkan kekuatan yang bisa dicapai bila struktur dibebani lebih dari
semestinya (faktor beban tambahan jagaan). Bila penampang bersifat daktail dan
tekuk (buckling) tidak terjadi, regangan yang lebih besar daripada regangan saat
leleh dapat diterima oleh penampang tersebut. Pada metode tegangan kerja (ASD)
ini, tegangan ijin disesuaikan ke atas bila kekuatan plastis merupakan keadaan
batas yang sesungguhnya. Jika keadaan batas yang sesungguhnya adalah ketidak-
stabilan tekuk (buckling) atau kelakuan lain yang mencegah pencapaian regangan
leleh awal, maka tegangan ijin harus diturunkan. Syarat – syarat daya layan
lainnya seperti lendutan biasanya diperiksa pada kondisi beban kerja.
b. Perencanaan Faktor Daya Tahan dan Beban (LRFD)
Pendekatan umum berdasarkan faktor daya tahan dan beban, atau disebut
dengan Load Resistance Design Factor (LRFD) ini adalah hasil penelitian dari
Advisory Task Force yang dipimpin oleh T. V. Galambos. Pada metode ini
diperhitungkan mengenai kekuatan nominal Mn penampang struktur yang
dikalikan oleh faktor pengurangan kapasitas (under-capacity) ϕ, yaitu bilangan
yang lebih kecil dar 1,0 untuk memperhitungkan ketidak-pastian dalam besarnya
daya tahan (resistance uncertainties). Selain itu diperhitungkan juga faktor gaya
dalam ultimit Mu dengan kelebihan beban (overload) γ (bilangan yang lebih besar
dari 1,0) untuk menghitung ketidak-pastian dalam analisa struktur dalam
menahan beban mati (dead load), beban hidup (live load), angin (wind), dan
gempa (earthquake).
Mu ≤ Ø Mn (Persamaan 2)

Struktur dan batang struktural harus selalu direncanakan memikul beban yag
lebih besar daripada yang diperkirakan dalam pemakaian normal. Kapasitas
cadangan ini disediakan terutama untuk memperhitungkan kemungkinan beban
yang berlebihan. Selain itu, kapasitas cadangan juga ditujukan untuk
memperhitungkan kemungkinan pengurangan kekuatan penampang struktur.
Penyimpangan pada dimensi penampang walaupun masih dalam batas toleransi
bisa mengurangi kekuatan. Terkadang penampang baja mempunyai kekuatan
leleh sedikit di bawah harga minimum yang ditetapkan, sehingga juga
mengurangi kekuatan.
Kelebihan beban dapat diakibatkan oleh perubahan pemakaian dari yang
direncanakan untuk struktur, penaksiran pengaruh beban yang terlalu rendah
dengan pnyederhanaan perhitungan yang berlebihan, dan variasi dalam prosedur
pemasangan. Biasanya perubahan pemakaian yang drastis tidak ditinjau secara
eksplisit atau tidak dicakup oleh faktor keamanan, namun prosedur pemasangan
yang diketahui menimbulkan kondisi tegangan tertentu harus diperhitungkan
secara eksplisit.
c. Perencanaan Plastis
Perencanaan plastis merupakan kasus khusus perencanaan keadaan batas yang
tercantum pada bagian 2 dari spesifikasi AISC. Kelakuan inelastis (tak elastis)
yang daktail bisa meningkatkan beban yang mampu dipikul bila dibanding
dengan beban yang bisa ditahan jika struktur tetap berada dalam keadaan elastis.
Batas atas dari kekuatan momen yang disebut kekuatan plastis diperoleh saat
seluruh tinggi penampang meleleh. Di sini, keadaan batas untuk kekuatan harus
berupa pencapaian kekuatan plastis, dan keadaan batas berdasarkan ketidak-
stabilan tekuk (buckling), kelelahan (fatigue), atau patah getas (brittle fracture)
dikesampingkan. Pada perencanaan plastis, sifat daktail pada baja dimanfaatkan
dalam perencanaan struktur statis tak tentu, seperti balok menerus dan portal
kaku. Pencapaian kekuatan plastis di satu lokasi pada struktur statis tak tentu
bukan berarti tercapainya kekuatan maksimum untuk struktur. Setelah salah satu
lokasi mencapai kekuatan plastis, beban tambahan dipikul dengan proporsi yang
berlainan di setiap bagian struktur hingga lokasi kekuatan plastis kedua tercapai.
Pada saat struktur tidak mempunyai kemampuan lebih lanjut untuk memikul
beban tambahan, struktur dikatakan telah mencapai “mekanisme keruntuhan”.
Setelah syarat kekuatan dipenuhi dengan perencanaan plastis, syarat daya layan
seperti lendutan pada kondisi beban kerja harus diperiksa.

2.3 TAHAP PERENCANAAN JEMBATAN


Tahapan perencanaan dimaksudkan agar adanya cara kerja yang terarah sehingga
dapat menentukan fungsi struktur secara tepat, efisien, dan bentuk yang sesuai dengan
lingkungan atau mempunyai nilai estetika atau bentuk sesuai keinginan pemilik
proyek. Perencanaan merupakan proses uji coba atau berulang, yang berarti bahwa
mungkin perlu untuk kembali ke tahap pertama dan memperbaiki desain awal dan
kemudian menghitung kembali tahap-tahap berikutnya.
Dalam proses perencanaan jembatan sendiri diperlukan pemahaman terlebih
dahulu sebelum melakukan penghitungan dan pemilihan bentuk struktur sehingga
perencanaan yang dihasilkan dapat sesuai dengan tujuan, sehingga perlu untuk
mempelajari /melaksanakan proses perencanaan jembatan dengan mengunakan
standarisasi sesuai spesifikasi serencanaan teknik jembatan. Adapun tahapan
perencanaan jembatan dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Gambar 2. 1 Tahapan Perencanaan Jembatan


Adapun proses praperencanaan hingga menjadi perencanaan akhir yaitu :

Gambar 2. 2 Tahapan Perencanaan Jembatan

a. Data pendahuluan ( Prelimanary Data )


Disampping sebagai pelengkap pada pengumpulan akhir data (Final Data),
data pendahuluan diperlukan pula untuk mengestimasi perencanaan ( design )
dan cost.
Pada umumnya data pendahuluan ini terdiri dari data – data terdahulu dan
data – data visual, meliputi :
1) Kondisi Banjir

2) Gejala erosi dan perpindahan aliran sungai

3) Saran relokasi jembatan

4) Kondisi Trafik

5) Kemampuan pengadaan material

6) Kemampuan teknis dan pelaksanaan


7) Kondisi jembatan yang ada

8) Seketsa penampang kali ( sungai) atau jembatan

9) Data – data teknis lainnya yang perlu

b. Perencanaan pendahuluan (Prelimanary design)


Bila data pendahuluan sudah terkumpul, maka dapat dilakukan
pembahasan perencanaan ( design Inxestigation ) pembahasan berupa
ketentuan – ketentuan secara pendekatan terhadap :
1) Lokasi Jembatan

2) Statiska konstruksi dan dimensi pendahuluan

3) Material yang digunakan


4) Lokasi bangunan bawah

5) Macam dan bentuk pondasi

6) Taksiran biaya

c. Data akhir ( Final Data)


Data akhir diperlukan untuk melengkapi perencanaan menjadi akhir
perencanaan untuk pelaksanaan dan akhir, dasar penyeledikan yang diambil,
diperoleh dari perencanaan pendahuluan misalnya pada perencanaan
pendahuluan direncanakan sistem pondasi penyelidikan tanah ( soil
Investigation ) dilakukan pada temoat pondasi tersebut.
Pada umumnya data akhir terdiri dari hal – hal sebagai berikut
1) Pengukuran topografi : situasi, penampang, garis ketinggian dan lain –
lain.

2) Penyelidikan geoteknik : sondir dan lain – lain

3) Penyelidikan air : Hidrolika, hidrologis dan lain – lain

4) Penyelidikan batuan : penentuan daerah stabil penentuan arah retak dari


batuan dan lain – lain

5) Foto udara : hanya diperlukan umumnya lokasi proyek cukup besar.

d. Perencanaan akhir ( Final Design )


Perencanaan akhir dihasilkan dari perencanaan pendahuliuan dan data
akhir, serta mencakup seluruh bagian perencanaan sampai kepada detail –
detailnya Bagian – bagian utama yang harus dicakup yaitu pada :
1. Bangunan Atas

2. Landasan

3. Bangunan Bawah
4. Pondasi

5. Bangunan Pengaman

6. Jalan Penghubung / Oprit


Secara umum perencanaan jembatan dibagi dalam enam tahap, yang menunjukkan
tentang suatu proses tahapan perencanaan yang perlu dilaksanakan, antara lain:
1. Tahap Pengumpulan Data (Survey Data)
Hal-hal pokok yang harus dilakukan dalam pelaksanaan survei ini adalah :
a) Pemilihan Lokasi
Yaitu menetapkan lokasi di mana jembatan baru akan dibangun dengan
pertimbangan-pertimbangan ekonomi sosial, estetika yang mencakup aligement
jalan, kecepatan rencana dan konstruksinya sehingga lokasi jembatan baru
sedapat mungkin terletak pada lokasi ideal.

b) Menentukan Bentang, Lebar dan Tipe Jembatan


Yaitu menetapkan panjang bentang, lebar, kelas dan tipe jembatan baru. Untuk
lebar jembatan dan jumlah jalur, peraturan jembatan menuntut bahwa lebar lalu-
lintas jembatan tidak boleh kurang dari lebar jalur pada jalan pendekat untuk
tipe dan kelas jalan raya relevan. Untuk perencanaan oprit jembatan yang
terletak pada daerah rawa- rawa, diatas tanah lembek dan kompresibel akan
menimbulkan persoalan stabilitas dan penurunan, maka diantaranya dapat
disarankan penambahan Panjang bentang jembatan, perbaikan tanah atau
kemungkinan lain. Sedangkan untuk lebar trotoar, bila diperlukan trotoar oleh
yang berwenang, maksimum harus mempunyai jarak bersih yang didasarkan
pada standar Indonesia yaitu sebesar:
- 1,5 m minimum antara pagar atau sandaran
- 1,0 m minimum bila tidak ada pagar antara trotoar dan jalan kendaraan.

c) Survey Hidrolika dan Hidrologi


Penyelidikan hidrologi adalah untuk memperoleh data karakterstik sungai dan
cuaca / iklim yang meliputi :
1) Mangamati muka air banjir yang pernah terjadi, muka air normal dan
kecepatan air.
2) Mengamati sifat aliran dan benda hanyut yang terbawah air
3) Mengamati kondisi lereng dan stabilisasinya termasuk vegetasi yang
ada pada lereng.
Tujuan analisa hidrologi adalah :
 Menghitung debit banjir rencana selama periode 50 tahun
 Menghitung tinggi muka air banjir dan dibandingkan dengan data
banjir lapangan
 Menghitung scouring/penggerusan akibat kecepatan air
 Untuk menentukan elevasi perletakan jembatan dan rencana bentang

d) Penyelidikan Tanah
Cara pengujian dan pelaporan hasil penyelidikan tanah yang diperlukan
mencakup:
a. Sifat, urutan dan kedalam strata.
b. Kondisi air tanah.
c. Besaran fisik dan mekanik dari strata tanah dan batuan yang terletak di bawah
lokasi.
d. Potensi untuk liquifaksi yaitu proses kenaikan air pori pada tanah oleh beban
yang sifatnya berulang sehingga pada kondisi batas dapat menyebabkan
keambiasan pada tanah.

e) Survey Lalu Lintas


Survey lalu lintas bertujuan untuk mengetahui jumlah satuan motor penumpang
(SMP) dari lalu lintas harian rata-rata (LHR) yang melintas pada ruas jalan
lokasi rencana jembatan di bangun. Selain itu data lalu lintas dapat dijadikan
sebagai dasar untuk melakukan estimasi atau prediksi jenis kendaraan yang
sesuai dalam penentuan klas jembatan dan pembebanan
jembatan.

f) Data Jembatan Lama


Jika yang akan direncanakan peningkatan atau penggantian jembatan, maka data
dan kondisi jembatan lama perlu dicatat dalam form pemeriksaan detil jembatan
guna menetapkan urutan prioritas penggantian jembatan, dan jika jembatan
tersebut akan diganti, harus diperkirakan kekuatan jembatan lama yang mungkin
akan dipergunakan sebagai jembatan darurat bila diperlukan.
f) Material
Untuk merencanakan anggaran biayanya, data harga-harga material setempat
perlu dipertimbangkan untuk menghindari biaya tinggi, maka diperlukan adanya
data/tempat pengambilan material (quarry) yang mempunyai nilai ekonomis dan
sesuai persyaratan konstruksi. Dalam hal ini perlu ditentukan /dicarikan lokasi
pengambilan material dengan perkiraanmutu/ kwalitasnya yang sedapat
mungkin sesuai dengan kwalitas yang disyaratkan. Biasanya peta quarry dapat
diperoleh di DPUD setempat.

g) Tenaga Kerja
Untuk mendapatkan hasil pelaksanaan konstruksi yang baik dan ekonomis
diperlukan adanya data-data tentang tenaga kerja, baik tenaga kasar maupun
profesional yang berpengalaman dalam perencanaan teknis jembatan maupun
pelaksanaan pekerjaan konstruksi.

h) Survey Topografi
Survey ini meliputi ;
1) Pengukuran poligon
2) Pengukuran situasi jembatan
3) Potongan melintang dan memanjang jalan atau rencana as jembatan
4) Potongan melintang dan memanjang sungai
5) Pemasangan patok ukur /CP (Control Point) dan patok titik tetap utama/BM
(Bench Mark)

2. Tahap Evaluasi Data


Tahap ini dimaksudkan untuk mengkompilasi data yang ada sebagai bahan
masukan untuk membuat draft perencanaan. Data yang dimaksud adalah meliputi ,
Data Topografi, Hidrologi, Data tanah (analisa Uji Lapangan dan Lab) dan data lalu
lintas.

3. Tahap Perencanaan Pendahuluan ( Prelimanary design )


Perencanaan Pendahuluan ( Prelimanary design ) dilakukan bila data
pendahuluan sudah terkumpul, sehingga dapat dilakukan pembahasan perencanaan (
design Inxestigation ) pembahasan berupa ketentuan – ketentuan secara pendekatan
terhadap :
1) Lokasi Jembatan
2) Statiska konstruksi dan dimensi pendahuluan
3) Material yang digunakan
4) Lokasi bangunan bawah
5) Macam dan bentuk pondasi
6) Taksiran biaya

4. Tahap akhir/ DED (Detail Engineering Design)


Setelah semua data yang diperlukan untuk kegiatan perencanaan telah lengkap,
maka dilanjutkan ke tahapan penyusunan Draft Desain yang nantinya akan menjadi
data perencanan /Detail Engineering Design (DED) dalam hal ini, penentuan jenis
dan tipe jembatan, kelas jembatan, panjang bentang jembatan, lebar jembatan,
penentuan dimensi abutment dan pilar jembatan, jenis pondasi jembatan, dan
perhitungan struktur jembatan berdasarkan data-data lapangan yang ada. Setelah
berdasarkan hasil perhitungan memenuhi syarat-syarat keamanan dan standar yang
berlaku, maka dilakukan penggambaran detail struktur jembatan baik bangunan atas,
bangunan bawah, pondasi, dan bangunan pelengkap jembatan. Setelah
penggambaran selesai dilakukan proses perhitungan kuantitas atau volume pekerjaan
untuk disusun menjadi rencana anggaran biaya berdasarkan standar analisa
pekerjaan dan dengan menggunakan harga satuan berdasarkan Harga Satuan
Patokan Setempat yang sesuai dengan lokasi rencana jembatan direncanakan.
Pada proses desain akhir, untuk pelaksanaan membutuhkan final data yang
diambil dari desain awal. Pada umumnya final data terdiri dari hal-hal sebagai
berikut ;
a) Pengukuran topografi, berupa situasi, penampang, garis ketinggian dan lain-lain.
b) Penyelidikan geoteknik, berupa sondir, boring dan uji laboratorium untuk
mengetahui parameter tanah.
c) Penyelidikan air, berupa hidrologi, penggerusan (scouring), dll
d) Penyelidikan batuan jika diperlukan untuk penentuan daerah stabil,
penentuan arah retakan dari batuan, kekerasan batuan dll.
e) Foto udara, hanya diperlukan bila lokasi proyek cukup besar.
5. Tahap Perencanaan Akhir ( Final Design )
Desain akhir di hasilkan dari perencanaan pendahuluan dan data akhir, serta
mencakup seluruh aspek perencanaan sampai detail-detailnya yaitu pada :
1) Bangunan Atas : Lapisan aus, lantai kendaraan, sandaran, balok memanjang &
melintang, pengaku atau diafragma, balok utama, ikatan angin atas dan bawah,
portal ujung, ikatan rem, kabel utama, kabel angin, shear connector, exspansion
join.
2) Landasan : Landasan sendi, rol atau elastomer
3) Bangunan bawah : Kepala jembatan (abutment), Pilar.
4) Pondasi : Pondasi langsung, sumuran, tiang pancang.
5) Bangunan pengaman : Bangunan pengaman superstructure, substructure, oprit,
dan pondasi.
6) Penentuan : Lebar jembatan, kelas jembatan, material jembatan, penampang dan
detail lengkap.

2.4 BAGIAN – BAGIAN BANGUNAN JEMBATAN


Secara umum struktur jembatan dibagi atas dua bagian, yaitu bangunan atas dan
bangunan bawah, serta ditambahkan dengan bangunan pelengkap. Untuk lebih
jelasnya bagian-bagian bangunan jembatan dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.3 Bagian-Bagian Bangunan Jembatan


1. Bangunan atas (super structure)
Bangunan ini terletak di bagian atas dari pada jembatan yang langsung memikul
beban lalu lintas yang lewat di atasnya. Bagian-bagian utama bangunan atas
jembatan terdiri dari:
a. Tiang sandaran, berfungsi sebagai pengaman bagi orang atau kendaraan yang
melewati jembatan tersebut.
b. Lantai kendaraan, merupakan konstruksi paling atas yang langsung menerima
beban kendaraan.
c. Gelagar memanjang, merupakan konstruksi utama yang menerima beban lantai
kendaran di atasnya.
d. Gelagar melintang, berfungsi untuk mencegah puntir pada gelagar memanjang
dan juga berfungsi sebagai pengaku gelagar memanjang.
e. Landasan atau perletakan, merupakan tempat penempatan gelagar memanjang
di atas abutment yang akan meneruskan beban bangunan atas ke bangunan
bawah jembatan.

2. Bangunan bawah (sub structure)


Bangunan ini terletak di bawah konstruksi bangunan atas yang kemudian
meneruskan semua beban yang bekerja pada jembatan ke tanah. Bagian-bagian
utama bangunan bawah jembatan terdiri dari:
a. Abutment, merupakan bangunan yang terletak di kedua pangkal jembatan,
berfungsi memikul beban bangunan atas dari gelagar memanjang dan juga
berfungsi sebagai tembok penahan tanah.
b. Pilar, bangunan ini hanya untuk jembatan yang mempunyai lebih dari satu
bentang, berfungsi memikul beban bangunan atas jembatan diantara kedua
pangkal jembatan.
c. Pondasi, merupakan konstruksi yang paling bawah terletak di bawah abutment
maupun pilar, berfungsi memikul semua beban jembatan dengan daya dukung
tanah setempat. Pondasi dapat berupa pondasi langsung, pondasi sumuran, dan
pondasi tiang pancang, disesuaikan dengan keadaan tanah yang akan
memikulnya. Selain itu juga terdapat bangunan pelengkap pada jembatan, antara
lain:
a. Pelat sayap atau “Wing Wall, bangunan ini terletak pada bagian belakang
abutment yang berfungsi sebagai penahan tanah dipangkal jembatan supaya
tidak runtuh.
b. Pelat injak, bangunan ini terletak pada bagian atas di belakang abutment,
berfungsi menerima beban kendaran yang akan masuk ke jembatan.
c. Tembok sedada atau Loneng, merupakan bangunan yang terletak pada bagian
atas di kedua pangkal jembatan, berfungsi sebagai tanda petunjuk memasuki
jembatan.
d. Oprit, merupakan jalan pendekat ke jembatan yang menghubungkan antara
jalur lalu lintas dengan jembatan.

2.5 PEMBEBANAN PADA JEMBATAN


Dalam perencanaan suatu struktur, hal yang paling menentukan adalah
pembebanan yang akan diterima oleh struktur tersebut. Begitu pula halnya dengan
perencanaan struktur jembatan, dimana pembebanan perencanaan jembatan jalan raya
merupakan dasar dalam menentukan bebanbeban dan gaya-gaya untuk
memperhitungkan tegangan-tegangan yang terjadi pada setiap bagian jembatan jalan
raya. Pembebanan untuk perencanaan jembatan jalan raya yang terdapat pada SNI
1725-2016, perumusan dan kriteria berdasarkan AASHTO LRFD Bridge Deign
Specification 2012, RSNI 2005 Standar Pembebanan Untuk Jembatan, Peraturan
Muatan Untuk Jembatan Jalan Raya No.12/1970, Guide Specification and
Commentary for Vessel Collison Design of Highway Bridges 1991, Sistem
Manajemen Jembatan – BMS – Peraturan Perencanaan Jembatan 1992.
1. Beban Tetap
Adalah berat dari masing-masing bagian struktural dan elemen-elemen
nonstruktural. Masing-masing berat elemen ini harus dianggap sebagai aksi yang tidak
dipisahkan dan tidak boleh menjadi bagian-bagian pada waktu menerapkan faktor
beban biasa dan yang terkurangi. Beban tetap terdiri dari: berat sendiri struktur, beban
mati tambahan, pengaruh susut dan rangkak, pengaruh prategang (jika memakai
prestress), tekanan tanah, pengaruh tetap dan pelaksnaan.
a. Berat Sendiri
Beban mati merupakan berat bahan dan bagian jembatan yang merupakan
elemen struktural, ditambah dengan elemen non struktural yang dianggap tetap.
b. Beban Mati Tambahan
Adalah berat seluruh bahan yang membentuk suatu beban pada jembatan yang
merupakan elemen non struktural, dan mungkin umurnya berubah selama umur
jembatan.
c. Pengaruh Penyusutan dan Rangkak
Pengaruh ini harus diperhitungkan dalam perencanaan jembatan-jembatan
beton. Apabila penyusutan dan rangkak bisa mengurangi pengaruh muatan lainnya,
maka harga dari rangkak dan penyusutan tersebut harus diambil minimum
(misalnya pada waktu transfer dari beton prategang).
d. Pengaruh Prategang (Jika Memakai Prestress)
Prategang harus diperhitungkan sebelum (selama pelaksanaan) dan sesudah
kehilangan dalam kombinasinya dengan beban lain.
e. Tekanan Tanah
Bagian bangunan jembatan yang menahan tanah harus direncanakan dapat
menahan tekanan tanah sesuai dengan rumus-rumus yang ada.
f. Pengaruh Tetap Pelaksanaan
Pengaruh tetap pelaksanaan disebabkan oleh metoda dan urut-urutan
pelaksanaan jembatan, biasanya mempunyai kaitan dengan aksi-aksi lainnya
seperti prapenegangan dan berat sendiri, dan dalam hal ini pengaruh tetap harus
dikombinasikan dengan aksi-aksi tersebut dengan faktor beban yang sesuai.
2. Beban Hidup
Beban hidup yaitu semua beban yang berasal dari berat kendaran bergerak/lalu
lintas, dan atau berat pejalan kaki yang melewati jembatan. Beban hidup pada
jembatan ditinjau dalam dua macam, yaitu beban “T” yang merupakan beban terpusat
untuk lantai kendaraan dan beban “D” yang merupakan beban jalur untuk gelagar.
a. Beban Lajur “D”
Beban terbagi rata = UDL/Uniformly Distribute Load mempunyai intensitas q
kPa, dimana besarnya q tergantung pada panjang total yang dibebani L seperti
berikut:

q = 8,0 kPa ........................................ untuk L ≤ 30 m


q = 8,0 . (0,5+ 15 / L ) kPa ………….untuk L > 30 m
dimana :
L = panjang (meter), ditentukan oleh tipe konstruksi jembatan
kPa = kilo paskal per jalur
Panjang yang dibebani L adalah panjang total UDL yang bekerja pada
jembatan. UDL mungkin harus dipecah menjadi panjang-panjang tertentu untuk
mendapatkan pengaruh maksimum pada jembatan menerus atau bangunan khusus.
Beban garis = KEL / Knife Edge Load dengan intensitas p kN/m harus ditempatkan
tegak lurus dari arah lalu lintas pada jembatan. Besarnya intensitas p adalah 49,0
kN/m.

Ketentuan penggunaan beban “D” dalam arah melintang jembatan adalah


sebagai berikut:
 Untuk jembatan dengan lebar lantai kendaraan sama atau lebih kecil
dari 5,50 meter, beban “D” sepenuhnya (100%) harus dibebankan pada seluruh
lebar jembatan.
 Untuk jembatan dengan lebar lantai kendaraan lebih besar 5,50 meter,
beban “D” sepebuhnya (100%) dibebankan pada lebar jalur 5,50 meter sedang
lebar selebihnya dibebani hanya separuh beban “D” (50%).

b. Beban Truk “T”


Pembebanan truk “T” terdiri dari kendaraan truk semi trailer yang mempunyai
susunan dan berat as seperti terlihat pada gambar. Berat masing-masing as
disebarkan menjadi 2 beban merata sama besar yang merupakan bidang kontak
antara dengan permukaan lantai. Jarak antara 2 as tersebut diubah antara 4,0 m
sampai 9,0 m untuk mendapatkan pengaruh terbesar pada arah memanjang
jembatan.
c. Pembebanan Lalu Lintas Yang Dikurangi
Dalam keadaan khusus dengan persetujuan instansi yang berwenang,
pembebanan “D” setelah dikurangi 70 % bisa digunakan. Faktor pengurangan 70
% tidak boleh digunakan untuk pembebanan truk “T”.
d. Faktor Beban Dinamis
Faktor Beban Dinamis (DLA/Dinamic Load Allowance) merupakan interaksi
antara kendaraan yang bergerak dengan jembatan. Besarnya DLA tergantung pada
frekuensi dasar dari suspensi kendaraan (biasanya antara 2 sampai 5 Hz untuk
kendaraan berat) dan frekuensi dari getaran lentur jembatan.
e. Gaya Rem
Pengaruh percepatan dan pengereman dari lalu lintas harus diperhitungkan
sebagai gaya dalam arah memanjang, dan dianggap bekerja pada lantai kendaraan.
Untuk hubungan besarnya gaya rem dan bentang jembatan bisa dilihat pada
Gambar.

f. Gaya Sentrifugal
Untuk jembatan yang mempunyai lengkung horizontal harus diperhitungkan
adanya gaya sentrifugal akibat pengaruh pembebanan lalu lintas seluruh bagian
bangunan.
g. Pejalan Kaki
Semua elemen dari trotoar atau jembatan penyebrangan yang langsung
memikul pejalan kaki untuk beban nominal 5 kPa. Jembatan pejalan kaki dan
trotoar pada jembatan jalan raya harus direncanakan untuk memikul beban per m2
dari luas yang dibebani.
1. Aksi Lingkungan
Aksi lingkungan adalah beban-beban akibat pengaruh temperatur, angin,
banjir, gempa, dan penyebab-penyebab alamiah lainnya. Besarnya beban rencana
yang diberikan dalam tata cara ini didasarkan pada analisa statistic dari kejadian-
kejadian umum yang tercatat tanpa memperhitungkan hal khusus yang mungkin
akan memperbesar pengaruh setempat.
a. Penurunan
Jembatan harus direncanakan untuk bisa menahan terjadinya penurunan yang
diperkirakan, termasuk perbedaan penurunan, sebagai aksi daya layan. Pengaruh
penurunan mungkin bisa dikurangi dengan adanya rangkak dan interaksi pada
struktur tanah.
b. Beban angin
Gaya nominal ultimate dan daya layan jembatan akibat angina tergantung
kecepatan angin rencana sebagai berikut :
TEW = 0,0006 CW (Vw)2 Ab .. kN
Dimana :
Vw = kecepatan angin rata-rata (m/dt) untuk keadaan batas yang ditinjau
CW = koefesien seret
Ab = luas koefisien bagian samping jembatan (m2).
Angin harus dianggap secara merata pada seluruh bangunan atas. Apabila
suatu kendaraan sedang berada di atas jembatan, beban garis merata tambahan arah
horisontal harus diterapkan pada permukaan lantai seperti diberikan dengan rumus:
TEW = 0,0012 CW (Vw)2 ....... kN
Dimana :
CW = 1,2
c. Pengaruh Gempa
Pengaruh gempa rencana hanya ditinjau pada keadaan batas ultimate.
V = Wt. C. I. K. Z
Dimana :
V = Gaya akibat pengaruh gempa
Wt = berat total jembatan yang dipengaruhi oleh percepatan gempa
C = koefisien geser dasar gempa, ditentukan berdasarkan gambar
T = waktu getar struktur (detik)
g = percepatan gravitasi = 9,81 m/s2
K = kekakuan pilar jembatan, untuk 1 pilar K = 3 EI / L3
E = modulus elastistas pilar
I = tinggi abutment (meter)
Z = faktor wilayah gempa

2. Aksi – Aksi Lainya


Aksi yang ditimbulkan pada jembatan yang telah berdiri seperti gesekan dan
getaran.
a. Gesekan Pada Perletakan
Gaya akibat gesekan pada perletakan dihitung dengan menggunakan beban
tetap dan harga rata-rata dari koefisien gesekan (atau kekakuan geser apabila
menggunakan perletakan elastomer).
b. Pengaruh Getaran
• Umum
Getaran yang diakibatkan oleh adanya kendaraan yang lewat diatas jembatan
dan akibat pejalan kaki merupakan keadaan batas daya layan apabila tingkat
getaran menimbulkan bahaya dan ketidaknyamanan, Getaran yang diakibatkan
oleh gempa. Gaya akibat gempa bumi merupakan perkalian antara koefisien gempa
dengan berat
konstruksi. Koefisien gempa tergantung pada jenis tanah dan zona gempa,
besar gaya gempa
K=ExG
Dimana K adalah Gaya Horizontal, E adalah koefisien gempa, dan G adalah
berat jembatan
• Jembatan
Satu lajur lalu lintas rencana dengan pembebanan “beban lajur D“, dengan
faktor beban 1,0 harus ditempatkan sepanjang bentang agar diperoleh lendutan
statis maksimum pada trotoar. Walaupun diijinkan terjadi lendutan statis yang
relatif besar akibat beban hidup, perencanaan harus menjamin bahwa syarat-syarat
untuk kelelahan bahan dipenuhi.

2.6 KOMBINASI BEBAN


Struktur jembatan beserta bagian-bagian harus ditinjau terhadap kombinasi
pembebanan dan gaya yang mungkin bekerja. Sesuai dengan sifat-sifat serta
kemungkinan-kemungkinan pada setiap beban, tegangan yang digunakan dalam
pemeriksaan kekuatan struktur dinaikkan terhadap tegangan yang diijinkan sesuai
keadaan elastis.

a. Umum
Aksi rencana ditentukan dari aksi nominal yaitu mengalikan aksi nominal dengan
faktor beban yang memadai. Seluruh pengaruh aksi rencana harus mengambil faktor
beban yang sama, apakah itu biasa atau terkurangi. Di sini keadaan paling berbahaya
harus diambil.
b. Pengaruh Umur Rencana
Faktor beban untuk keadaan batas ultimate didasarkan kepada umur rencana
jembatan 50 tahun. Untuk jembatan dengan umur rencana berbeda, faktor beban
ultimate harus diubah dengan menggunakan faktor pengali.
c. Kombinasi untuk Aksi Tetap
Seluruh aksi tetap untuk jembatan tertentu diharapkan bekerja bersama-sama.
Akan tetapi apabila aksi tetap bekerja mengurangi pengaruh total, kombinasi beban
harus diperhitungkan dengan memperhitungkan adanya pemindahan aksi tersebut,
apabila pemindahan tersebut bisa diterima.
d. Perubahan Aksi Tetap terhadap Waktu
Beberapa aksi tetap seperti beban mati tambahan, penyusutan dan rangkak,
pengaruh tegangan, dan pengaruh penurunan bisa berubah perlahan-lahan berdasarkan
pada waktu.
e. Kombinasi pada Keadaan Batas Daya Layan
Terdiri dari jumlah pengaruh aksi tetap dan satu aksi transient. Pada keadaan
batas daya layan, lebih dari satu aksi transient bisa terjadi secara bersamaan.
f. Kombinasi Pada Keadaan Batas Ultimate
Terdiri dari jumlah pengaruh aksi tetap dan satu aksi transient. Pada keadaan
batas ultimate, tidak diadakan aksi transient lain untuk kombinasi dengan aksi gempa.
Hanya satu aksi pada tingkat daya layan yang dimasukkan pada kombinasi
pembebanan.

Keterangan :
x = untuk kombinasi tertentu adalah memasukkan faktor daya layan dan beban
ultimate
secara penuh
o = memasukkan harga yang sudah diturunkan.

BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Tahapan perencanaan dimaksudkan agar adanya cara kerja yang terarah sehingga
dapat menentukan fungsi struktur secara tepat, efisien, dan bentuk yang sesuai dengan
lingkungan atau mempunyai nilai estetika atau bentuk sesuai keinginan pemilik
proyek. Perencanaan merupakan proses uji coba atau berulang, yang berarti bahwa
mungkin perlu untuk kembali ke tahap pertama dan memperbaiki desain awal dan
kemudian menghitung kembali tahap-tahap berikutnya.
Dalam proses perencanaan jembatan sendiri diperlukan pemahaman terlebih
dahulu sebelum melakukan penghitungan dan pemilihan bentuk struktur sehingga
perencanaan yang dihasilkan dapat sesuai dengan tujuan, sehingga perlu untuk
mempelajari /melaksanakan proses perencanaan jembatan dengan mengunakan
standarisasi sesuai spesifikasi serencanaan teknik jembatan.
Secara umum perencanaan jembatan dibagi dalam enam tahap, yang
menunjukkan tentang suatu proses tahapan perencanaan yang perlu dilaksanakan,
antara lain:
1. Tahap Pengumpulan Data (Survey Data)
2. Tahap Evaluasi Data
3. Tahap Perencanaan Pendahuluan ( Prelimanary design )
4. Tahap akhir/ DED (Detail Engineering Design)
5. Tahap Perencanaan Akhir ( Final Design )
DAFTAR PUSTAKA
Konsep perencanaan jembatan , Politeknik Negeri Jakarta ; 2015
Perancangan Jembatan, Politeknik Negeri Samarinda, Nugroho ; 2016
Konsep dasar perencanaan jembatan, Dikerektorat Jendral Binamarga ; 2012
https://www.ilmutekniksipilindonesia.com/2016/08/dasar-dasar-perencanaan-jembatan.html
https://bpsdm.pu.go.id/center/pelatihan/uploads/edok/
2018/01/42b00_1._kriteria_dan_pembebanan_jembatan.pdf

Anda mungkin juga menyukai