TUGAS AKHIR
OLEH :
SUTRYANI
NIM. P00331016056
2019
i
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan
panjang dalam penyusunan yang tentunya tidak lepas dari bantuan moril dan
material pihak lain. Karena itu sudah sepatutnya penulis dengan segala
Kemenkes Kendari
3. Ibu Euis Nurlela, S.Gz, M, Kes selaku Ketua Prodi D-III Gizi Politeknik
4. Ibu Dr. Suriana Koro, SP, M, Kes selaku pembimbing utama yang
Kemenkes Kendari
iii
6. Rekan-rekan mahasiswi Alih Jenjang Poltekes Jurusan Gizi angkatan 2016
yang tidak dapat penulis sebutkan namanya satu persatu yang telah banyak
pada poltekes Jurusan Gizi Kendari. Tak lupa pula untuk Suami Tercinta
pengabdian terbaikku.
ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran
proposal ini. Atas kritik dan saran, penulis ucapkan terima kasih.
Penulis
iv
GAMBARAN KEJADIAN STUNTING PADA ANAK BADUTA
( 6 – 23 Bulan) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS ABELI
KECAMATAN ABELI KOTA KENDARI
RINGKASAN
Sutryani
di bawah bimbingan Suriana koro dan sri Yunanci
Latar belakang: Stunting atau pendek merupakan salah satu indikator status gizi
kronis yang menggambarkan terhambatnya pertumbuhan karena malnutrisi jangka
panjang. Stunting merupakan salah satu masalah terbesar di Indonesia yang belum
teratasi sepenuhnya. Di provinsi Sulawesi Tenggara, dari 100 Balita, terdapat 12
Balita kurus, 30 Balita stunting (kerdil) dan 5 Balita yang mengalami kegemukan.
Penelitian ini bertujuan utntuk mengetahui gambaran kejadian stunting pada anak
baduta ( 6 – 23 bulan) di wilayah kerja puskesmas abeli kecamatan abeli kota
kendari.
Metode: Metode yang digunakan dalam survey penelitian ini adalah metode
penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif dan dilaksanakan pada bulan
Juni 2019 di Kecamatan Abeli Kota Kendari. Sampel yang digunakan sebanyak
65 orang anak baduta. Tehnik pengambilan sampel yang digunakan adalah
purposive sampling.
Hasil : kejadian stunting pada anak Baduta (6-23 bulan) di wilayah kerja
Puskesmas Abeli sebanyak 16 orang anak (24,6%), berat badan lahir rendah
(BBLR) dengan kejadian stunting sebanyak 6 anak (9,2%), tinggi badan ibu
dengan kejadian stunting sebanyak 25 ibu yang kategori pendek ( 38,5% ) dan
penyakit infeksi dengan kejadian stunting sebanyak 14 anak (21,5%) yang
menderta ISPA dan 18 anak (27,7%) yang menderita Diare
Kata kunci : stunting, BBLR, Tinggi badan ibu, ISPA, Diare, Baduta
v
DESCRIPTION OF INCIDENCE STUNTING IN CHILDREN UNDER
TWO YEARS (6 - 23 Months) IN WORKING AREA OF
PUBLIC HEALTH CENTER ABELI DISTRICT ABELI
KENDARI CITY
ABSTRACT
Sutriani
supervised by Suriana Koro and Sri Yunanci V.G
Back ground: Stunting or short is one indicator of chronic nutritional status that
illustrates stunted growth due to long-term malnutrition. Stunting is one of the
biggest problems in Indonesia that has not been completely resolved. In Southeast
Sulawesi province, out of 100 under five years, there are 12 underweight, 30
stunted and 5 overweight. This study aims to determine the description of the
incidence of stunting in children under two years (6 - 23 months) in the work area
of Abeli Public Health Center, Abeli District, Kendari City.
Result: the incidence of stunting in children under two years (6-23 months) in the
working area of Abeli Public Health Center as many as 16 children (24.6%), low
birth weight (LBW) with stunting as many as 6 children (9.2%), maternal height
with stunting as many as 25 mothers in the short category (38.5%) and infectious
diseases with stunting as many as 14 children (21.5%) ISPA and 18 children
(27.7%) diarrhea.
This research recommended the need for an integrated and multisectoral program
to tackle the incidence of stunting in under two years and the need for education to
the community especially mothers related to the type of good food for growing
children.
Keywordd: Stunting, low birth weight, maternal height, ISPA, diarrhea, under
two years
vi
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................... 6
C. Tujuan Penelitian ............................................................................ 6
D. Manfaat Penelitian .......................................................................... 7
vii
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil ................................................................................................. 25
B. Pembahasan ..................................................................................... 33
viii
DAFTAR TABEL
ix
DAFTAR GAMBAR
x
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Stunting atau pendek merupakan salah satu indikator status gizi kronis
panjang. Stunting di negara berkembang terjadi pada masa anak dibawah lima
tahun, faktor penyebab stunting pada anak disebabkan tiga hal yaitu asupan zat
gizi, penyakit infeksi serta interaksi ibu dan anak yang ketiganya sangat
ditentukan oleh keadaan sosial ekonomi dan tingkat pendidikan dalam keluarga.
Disebutkan juga bahwa beberapa penyebab stunting pada masa balita, pada
Ada dua faktor yang mempengaruhi kejadian stunting pada anak balita
yaitu faktor langsung dan tidak langsung. Kejadian stunting secara langsung
dipengaruhi oleh pola makan dan adanya penyakit infeksi, sedangkan penyebab
tidak langsungnya adalah ketersediaan pangan, status gizi ibu saat hamil,
pemberian ASI eksklusif, status imunisasi, pendidikan orang tua, pekerjaan ibu
1
Masalah gizi terutama stunting pada balita dapat menghambat
risiko melahirkan bayi dengan berat lahir rendah (UNICEF, 2012; dan WHO,
2010).
risiko melahirkan bayi dengan berat lahir rendah (UNICEF, 2012; dan WHO,
2010).
Data WHO 2017, untuk dunia anak balita yang menderita status gizi
buruk dengan prevalensi stunting sebanyak 151 juta anak atau 22%. sedangkan .
balita. Sementara, di Indonesia tercatat 7,8 juta dari 23 juta balita adalah
2
penderita stunting atau sekitar 35,6 persen. Sebanyak 18,5 persen kategori
sangat pendek dan 17,1 persen kategori pendek. Ini juga yang mengakibatkan
menemukan ada 1416 anak yang stunting dengan prevalensi stunting (total)
36,4%.
kegemukan. Hasil PSG tahun 2016 diperoleh prevalensi balita menurut indeks
masih cukup tinggi yaitu sebesar 27,5%, dan meningkat pada tahun 2017
sebanyak 29,6%. . Hal ini menunjukkan bahwa jumlah balita pendek dan sangat
pendek lebih dari sepertiga jumlah total balita di Indonesia. Sementara batas Non
Public Health Problem yang ditolerir oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO 2017)
untuk kejadian stunting hanya 20 persen atau seperlima dari jumlah total balita
3
di suatu Negara. Oleh karena itu perlu dilakukan penangan yang serius terkait
masalah ini.
angka nasional yaitu 36,4%., dimana prevalensi balita (usia 24-59 bulan)
stunting sebesar 36,4%. Angka ini lebih tinggi dari pada prevalensi nasional
Sulawesi Tenggara adalah 25%. Angka ini juga lebih tinggi dibandingkan angka
Anak yang memiliki status gizi pendek atau sangat pendek (stunting)
berdasarkan pengukuran tinggi badan terhadap umur (TB/U) yang sangat rendah
4
hubungan yang signifikan dengan tinggi badan ibu (Cameron et al 2005,victoria
lain rendahnya pengetahuan dan perilaku ibu tentang pemberian makan anak
seperti MP ASI.
risiko stunting di Maluku menyatakan bahwa faktor risiko stunting pada anak
adalah usia anak, jenis kelamin dan rendahnya status sosial ekonomi. Sementara
menurut Koro, S (2015) jenis kelamin, tinggi badan ibu, paritas, jarak kelahiran
antara lain sebagian besar karena anak mengalami penyakit infeksi, anak
memiliki panjang badan yang rendah ketika lahir, pemberian makanan tambahan
yang tidak sesuai menurut usia disertai dengan konsistensi makanannya dan
anak yang mengalami berat lahir yang rendah pada saat dilahirkan.
Masa baduta disebut sebagai ‘masa kritis’. Salah satu indikator masa kritis
adalah ketika anak lahir dengan BBLR. Prevalensi BBLR nasional sebesar
5
risiko. Hasil penelitan Ernawati et al, menemukan 9,5% bayi dengan berat badan
lahir rendah dan 22% di antaranya mengalami stunting. Menurut Soekirman dan
United Nations Children’s Emergency Fund (UNICEF), status gizi rendah secara
langsung dapat dipengaruhi oleh asupan zat gizi yang rendah maupun keganasan
penyakit infeksi. Jika tidak ditanggulangi, kondisi ini akan berlanjut hingga anak
tentang kejadian stunting pada anak usia baduta (6 – 23 bulan) di wilayah kerja
B. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang masalah tersebut, maka yang menjadi rumusan
masalah adalah Bagaimana gambaran kejadian stunting pada anak Baduta (6-23
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum :
2. Tujuan Khusus
6
b. Mengetahui gambaran berat badan lahir rendah (BBLR) dengan
Puskesmas Abeli.
D. Manfaat Penelitian
berkaitan dengan upaya pencegahan dan perbaikan status gizi pada anak
b. Sebagai salah satu referensi untuk studi lebih lanjut bagi para peneliti
anak baduta.
2. Manfaat Aplikasi
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Telaah Pusaka
1. Tinjauan tentang Stunting
dan mortalitas dan juga masalah perkembangan anak. Selain itu dampak
jangka panjang yang dapat terjadi pada saat dewasa adalah meningkatnya
dipengaruhi dari kondisi ibu/calon ibu, masa janin, dan masa bayi/balita,
termasuk penyakit yang diderita selama masa balita. Seperti masalah gizi
(Infodatin, 2016)
8
Anak usia batita memerlukan perhatian khusus dalam konsumsi
rendah dibanding masa sebelumnya. Anak mulai dapat memilih antara suka
badan menurut umur.2 telah diketahui bahwa semua masalah anak pendek,
bermula pada proses tumbuh kembang janin dalam kandungan sampai usia
2 tahun. Apabila dihitung dari sejak hari pertama kehamilan, kelahiran bayi
sampai anak usia 2 tahun merupakan periode 1000 hari pertama kehidupan
Stunting atau pendek merupakan salah satu indikator status gizi kronis
Status Gizi Anak, pendek dan sangat pendek adalah status gizi yang
didasarkan pada indeks panjang badan menurut umur (PB/U) atau tinggi
9
(pendek) dan severely stunted (sangat pendek). Z-score untuk kategori
pendek adalah -3 SD sampai dengan <-2 SD dan sangat pendek adalah <-3
Riwayat berat badan lahir rendah (BBLR) juga dapat menjadi faktor
bahwa BBLR merupakan salah satu faktor risiko dari kejadian stunting.
Selain itu, penelitian yang dilakukan di Indonesia pada anak usia 1-2 tahun
10
Faktor yang mempengaruhi kejadian stunting antara lain berat badan
lahir, panjang badan lahir, usia kehamilan dan pola asuh ibu. Defisiensi
(Koro,S.2015)
Salin, P Ashorn. 2002). Pertumbuhan linier bayi berat lahir rendah dengan
usia kehamilan ≥37 minggu (disebut bayi IUGR) lebih lambat daripada bayi
daripada bayi IUGR, jika berat lahir bayi sesuai dengan usia kehamilan.(
lahir prematur memiliki risiko 2 kali lebih besar dibanding bayi yang lahir
normal untuk menjadi stunting pada usia 6-12 bulan. (Rahayu LS,
badan lahir rendah mempengaruhi kejadian stunting pada anak usia 1-2
badan lahir terhadap kejadian stunting terjadi pada usia 6 bulan awal,
11
kemudian menurun hingga usia 24 bulan. Jika pada 6 bulan awal balita
Besar risiko bayi yang lahir dengan berat badan lahir rendah untuk
menjadi stunting pada usia 6-12 bulan adalah 3,6 kali dibanding bayi yang
lahir dengan berat badan lahir normal. Bayi dengan riwayat berat badan
berat badan lahir rendah bukan merupakan faktor risiko stunting, tetapi bayi
yang lahir dengan berat badan lahir rendah cukup mempengaruhi kejadian
stunting (OR=3,28). Oleh karena itu, orang tua yang memiliki anak dengan
berat badan lahir rendah harus lebih sadar akan kejadian stunting.
berisiko 2 kali pada usia 6-12 bulan untuk mengalami stunting. Hasil
12
Bayi yang lahir cukup bulan apabila asupan gizinya kurang juga akan
mengalami growth faltering. Hal ini akan bertambah berat jika ditambah
Bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari normal (<2500gram)
Stunting baru akan terjadi beberapa bulan kemudian, walaupun hal ini
sering tidak disadari oleh orang tua. Orang tua baru mengetahui anaknya
terlihat anak lebih pendek dibandingkan temannya. Oleh karena itu anak
yang lahir dengan berat badan kurang dibawah normal harus diwaspadai
maka akan semakin kecil resiko menjadi stunting ( Kiely JL,Yu S, Rowley
DL,2013).
Bagi perempuan yang lahir dengan berat rendah, memiliki risiko besar
untuk menjadi ibu yang stunted akan cenderung melahirkan bayi dengan
berat lahir rendah sepeti dirinya. Bayi yang dilahirkan oleh ibu stunted
13
tersebut akan menjadi perempuan dewasa yang stunted juga, dan akan
DL,2013).
bulan, dengan risiko terbesar pada kelompok anak IUGR (Intra Uterine
Growth Retardation) dan risiko terkecil pada kelompok anak normal. Pada
disebabkan oleh tingkat ekonomi rendah, penyakit dan defisiensi zat gizi.
Hal tersebut menunjukan bahwa, ibu dengan gizi kurang sejak awal sampai
Peneliti lain menyatakan berat badan lahir dengan status gizi rendah di
bahwa bayi dengan berat badan lahir rendah mempunyai risiko KEP 10,2
kali dibandingkan dengan berat bayi lahir normal. Dalam penelitian lain,
analisis multivariant tunggal variabel berat lahir rendah dapat bertahan, hal
ini menunjukan bahwa berat lahir rendah memiliki efek yang besar terhadap
stunting. Seperti yang telah diketahui sebelumnya, efek dari berat lahir
rendah terhadap kesehatan anak adalah faktor yang paling relevan untuk
14
3. Tinjauan tentang Tinggi Badan Ibu
oleh status gizi sewaktu masa kanak-kanak. Keadaan ini dapat diartikan
Tinggi badan orang tua juga berkaitan dengan kejadian stunting, ibu
yang pendek emiliki kemungkinan melahirkan bayi yang pendek pula. Hasil
dari ibu yang tinggi badan <150 cm memiliki risiko lebih tinggi untuk
ibu dan tinggi badan ayah merupakan faktor risiko kejadian stunting pada
balita 24-36 bulan. Hasil penelitian serupa yang dilakukan Rahayu (2012)
menunjukkan bahwa anak yang dilahirkan dari ibu atau ayah pendek
berisiko menjadi stunting. Begitu pula penelitian yang dilakukan NA, Amin,
Julia,M. (2014), yang memperoleh ada hubungan tinggi badan ibu dengan
pertumbuhan yang lambat pada anak baru masuk sekolah di Amerika Latin,
ditemukan faktor genetik yaitu tinggi badan ayah dan tinggi badan ibu
riwayat malnutrisi, panjang badan lahir dan kondisi rumah yang tidak
15
Faktor konstitusional sebagai determinan stunting adalah tinggi badan
ibu, jenis kelamin dan berat badan lahir (Adair et al. 1997). Tinggi badan
mengalami stunting (Picauly & Toy 2013). Penyakit infeksi pada anak-anak
antara lain ISPA dan diare. Penyakit ISPA didefinisikan sebagai suatu
bronchioli dan paru-paru yang kurang dari dua minggu (14 hari) dengan
tanda dan gejala dapat berupa batuk dan atau pilek dan atau batuk pilek dan
atau sesak nafas karena hidung tersumbat dengan atau tanpa demam,
meskipun beberapa penyakit yang dapat digolongkan ISPA proses ini dapat
penyakit yang ditandai dengan bercak cair lebih dari tiga kali sehari
(Darmadi, 2008).
tindakan yang paling utama. Upaya pencegahan ini dapat dilakukan dengan
16
Penyakit infeksi berkaitan dengan kejadian penyakit menular terutama
diare, cacingan dan penyakit pernafasan akut (ISPA), dimana faktor ini
perilaku hidup sehat seperti kebiasaan cuci tangan pakai sabun, buang air
besar dijamban, tidak merokok, sirkulasi udara dalam rumah dan sebagainya
stunting. Hasil analisis diperoleh pula nilai OR=2,2 (CI 95% ; 1,126-4,612)
risiko 2,2 kali lebih besar terkena stunting dibandingkan anak balita yang
kejadian stunting (p=0,011) dan nilai OR=2,29 (CI 95% ; 1,69-3,09) dimana
balita yang sering mengalami diare akut berisiko 2,3 kali lebih besar
stunting anak balita usia 12 -36 bulan di wilayah kerja Puskesmas Randu
Agung.
17
B. Kerangka Teori
1. Kerangka Teori
Stunting
(Malnutrisi Kronik)
Karaktersitik Anak:
Usia Status Infeksi
Jenis kelamin Konsumsi Makanan: Diare
Berat lahir Asupan Energi Ispa
Panjang Lahir Asupan Protein
Karakteristik Keluarga:
Pendidikan Orang TuaPekerjaan Orang Tua
Status Ekonomi Keluarga
18
2. Kerangka Konsep
Stunting
Tinggi Badan Ibu
(Malnutrisi Kronik)
Penyakit Infeksi:
- ISPA
- Diare
Keterangan :
: Variabel terikat
: Variabel bebas
19
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta dan sifat populasi pada suatu
variabel dependen utama yaitu, status gizi stunting, serta variabel independen,
yaitu Berat badan lahir rendah(BBLR), tinggi badan ibu dan penyakit infeksi.
1. Populasi
2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini diambil secara purposive untuk usia serta
mempunyai anak usia dibawah dua tahun (0-23 bulan) dan bersedia untuk
dijadikan sampel serta tidak menumpang hidup pada orang tua atau keluarga
20
Responden dalam penelitian ini adalah semua ibu yang anaknya terpilih jadi
sampel.
D. Variabel Penelitian
1. Variabel Terikat
2. Variabel Bebas
Variabel bebas yaitu BBLR, tinggi badan ibu dan penyakit infeksi
1. Jenis data
Data dalam penelitan ini adalah data primer dan data sekunder.
21
belum bisa berdiri diukur dengan memakai papan pengukur(length
microtoice dengan skala 0,1 cm. Indikator penentuan status gizi anak
KIA/KMS anak.
1. Analisis Univariat
2. Penyajian Data
Penyajian data dilakukan secara deskriptif dalam bentuk narasi dan tabel.
G. Definisi Operasional
1. Anak Baduta adalah anak usia 6 sampai 23 bulan laki-laki atau perempuan.
malnutrisi asupan zat gizi kronis ditunjukkan dengan nilai Z-score tinggi
badan menurut umur (TB/U atau PB/U) kurang dari -2 standar deviasi (SD)
22
Kriteria Objektif:
3. Berat badan lahir rendah adalah berat badan anak balita saat dilahirkan
Kriteria Objektif:
4. Tinggi badan ibu adalah adalah Pengukuran status tinggi badan ibu
cm.
Kriteria Objektif:
5. Penyakit Infeksi
(ISPA) maupun diare yang pernah diderita anak dalam tiga bulan terakhir
dan saat pengambilan data dinilai dari jawaban responden pada kuesioner
Adalah penyakit yang pernah atau sedang diderita oleh anak selama tiga
23
bulan terakhir saat pengambilan data dengan gejala batuk,
Kriteria Objektif:
bulan terakhir
Tidak : Jika tidak pernah menderita sakit ISPA dalam tiga bulan
terakhir
Adalah penyakit yang pernah atau sedang diderita anak dalam tiga
bulan terakhir dan saat pengambilan data dengan gejala buang air besar
Kriteria Objektif:
bulan terakhir
24
BAB IV
A. Hasil
berbatasan dengan:
Kecamatan Abeli
b. Kependudukan
terdapat pada Kelurahan Lapulu sebanyak 2.494 Jiwa dan yang terkecil
dan yang terkecil terdapat pada Kelurahan Puday sebanyak 338 Rumah.
25
Tabel.1
Distribusi Penduduk Wilayah Kerja Puskesmas Abeli
Di Wilayah Kerja Puskesmas Abeli
Tahun 2018
2) Sarana Kesehatan
17 buah.
26
2. Hasil Penelitian
a. Karakteristik responden
Umur (tahun)
21 - 30 35 53,8
31 – 40 26 40,0
41 – 50 4 6,2
Jumlah 65 100,0
Pendidikan
SD 4 6,2
SLTP 10 15,4
SLTA 45 69,2
Akademi 3 4,6
Perguruan tinggi 3 4,6
Jumlah 65 100,0
Pekerjaan
IRT 57 87,7
PNS 1 1,5
Pegawai swasta 5 7,6
Jualan 2 3,2
Jumlah 65 100,0
27
Berdasarkan tabel 2, diketahui bahwa sebagian besar responden
28
c. Variabel penelitian
1) Status Gizi
gizinya normal.
2) BBLR
29
Tabel 6, memperlihatkan sebanyak 25 ibu sampel (38,5%)
yang tinggi badan ibu sampel < 150 cm dan sebanyak 40 anak
a) ISPA
b) Diare
terakhir.
30
5) Gambaran BBLR dengan kejadian Stunting
Ibu n % n % n %
31
Berdasarkan tabel 10, diperoleh 6 orang anak yang
yang stunting.
n % n % n %
n % n % n %
32
Berdasarkan tabel 12, diperoleh 7 orang anak yang
B. Pembahasan
riwayat tinggi badan ibu yang kategori pendek , 5 orang anak yang
penyakit infeksi, anak memiliki panjang badan yang rendah ketika lahir,
dengan konsistensi makanannya dan anak yang mengalami berat lahir yang
33
kemiskinan dan risiko melahirkan bayi dengan berat lahir rendah (UNICEF,
Menurut (Zottare, Sunil, & Rajaram, 2007) usia anak ≥12 bulan
lebih banyak mengalami stunting dibandingkan anak usia <12 bulan. Hal
tersebut disebabkan karena semakin tinggi usia anak maka akan semakin
dalam tubuh. Selain itu, menurut Arifeen et al,2004, status gizi ibu sebelum
dan ketika hamil juga turut berperan mencetuskan kejadian berat badan lahir
rendah (BBLR).
yang lahir BBLR. Hasil ini sesuai dengan penelitan Kolbrek (2011), di
Medan yang menunjukkan bahwa balita yang lahir dengan berat badan lahir
Nepal (Paudel, et al., 2012) menunjukkan bahwa berat badan lahir yang
rendah memiliki risiko stunting 4,47 kali lebih besar daripada balita dengan
berat lahir normal. Berat badan lahir merupakan salah satu indikator
34
kesehatan pada bayi yang baru lahir. Berat badan lahir merupakan parameter
kehamilan. Bayi dengan berat badan lahir rendah akan lebih rentan
(Umboh, 2013).
stunting dibanding dengan anak dengan berat badan lahir normal (Aridiyah
adalah BBLR. Anak yang terlahir dengan BBLR lebih berpotensi stunting
35
dibandingkan anak yang terlahir dengan berat normal. Selain itu, menurut
Lin et al,2007, berat badan bayi lahir rendah (BBLR < 2.500 gram) telah di
selanjutnya.
adalah bila berat bayi lahir dengan berat kurang dari 2.500 gram dan
berat bayi terlahir 2.500 – 3.000 gram. Berat lahir pada umumnya sangat
Dampak dari bayi yang memiliki berat lahir rendah akan berlangsung dari
yang penek pula. Hasil penelitian tersebut dilakukan pada anak berusia 6 –
badan pendek (< 150 centimeter) akan meningkatkan kejadian stunting pada
36
menunjukkan bahwa stunting pada anak disebabkan faktor alami yang
terdapat pada diri ibu. Senada dengan dua penelitian sebelumnya menurut
terlahir dari ibu yang memiliki tinggi badan pendek. Penelitian ini tidak
sehingga tidak dapat dibedakan tinggi badan ayah maupun ibu dipengaruhi
balita usia satu sampai dua tahun juga menunjukkan hasil yang berbeda,
yaitu tinggi badan ibu bukan merupakan faktor risiko kejadian stunting
pendek, anak berpotensi memiliki risiko memiliki tubuh yang pendek pula
karena anak mewarisi gen dalam kromosom yang membawa sifat stunting.
Akan tetapi, tinggi badan dipengaruhi oleh pelbagai faktor, tidak hanya
asupan nutrisi dan juga penyakit yang diderita. Jika anak mengalami
stunting karena kurangnya asupan gizi sejak kecil, maka stunting pada
hubungan antara tinggi badan ibu dengan stunting pada anak dalam
diteliti sedikit.
37
4. Gambaran Penyakit Infeksi ISPA Dan Diare Dengan Kejadian
Stunting
penelitian yang dilakukan oleh Naomi, 2012 di Kota Manado yaitu durasi
dan frekuensi penyakit infeksi pada balita dengan terjadinya stunting . Hal
ini disebabkan karena penyakit infeksi dan gangguan gizi yang terjadi secara
sekarang lebih dikenal dengan penyakit diare. Penyakit diare terutama pada
38
durasi diare berhubungan dengan penurunan indeks TB/U. Peningkatan
durasi diare, demam, dan ISPA juga berhubungan dengan parameter gizi
(ISPA dan diare) tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian
stunting pada anak usia 12-48 bulan (Efendhi A. 2015). Hal ini disebabkan
stunting tidak hanya dipengaruhi oleh frekuensi penyakit infeksi, tetapi juga
dipengaruhi oleh durasi penyakit infeksi dan asupan nutrien selama episode
ISPA dibanding yang tidak. ISPA merupakan infeksi yang umum terjadi
infeksi yang ringan berupa demam yang disertai batuk dan pilek
berlangsung kurang dari 3 hari. Beberapa kasus juga dapat sembuh sendiri.
39
BAB V
A. Simpulan
1. Gambaran kejadian stunting pada anak Baduta (6-23 bulan) di wilayah kerja
2. Gambaran berat badan lahir rendah (BBLR) dengan kejadian stunting pada
anak (9,2%)
3. Gambaran tinggi badan ibu dengan kejadian stunting pada anak Baduta (6-
4. Gambaran penyakit infeksi dengan kejadian stunting pada anak Baduta (6-
(21,5%) yang menderta ISPA dan 18 anak (27,7%) yang menderita Diare
B. Saran
kepada masyarakat khususnya ibu baduta terkait jenis makanan yang baik
40
2. Perlu penelitian lanjutan untuk menganalisis kontribusi asupan energi dan
zat gizi dari MP-ASI dan menganalisis mutu gizi MP-ASI yang diberikan
untuk dijadikan dasar penyusunan menu makanan pada bayi dan balita
41
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, D. Z., Irdasari, S. Y., & Handayana, S. (2012). Analisis Sebaran dan
Faktor Risiko Stunting pada Balita di Kabupaten Purwakarta. Diakses dari
http://www.pustaka.unpad.ac.id
Anugraheni HS. Faktor Risiko Kejadian Stunting pada Anak Usia 12-36 Bulan di
Kecamatan Pati, Kabupaten Pati. 2012. Program Studi Ilmu Gizi Fakultas
Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang.Tesis p: 30-37.
Aritonang I. 2011. Menilai Status Gizi untuk Mencapai Sehat Optimal. Leutika.
Yogyakarta.
Arifeen SE, Black RE, Caulfield LE, Antelman G, Baqui AH, Nahar Q, et al.
Infant growth patterns in the slum Dhaka in reletion to birth weight
intrauterine growth retardation and prematurity. American Journal Clinical
Nutrition. 2004; 72 (4): 1010-7.
Candra A, Puruhita N, Susanto JC. Risk Factors of Stunting among 1-2 Years Old
Children in Semarang City. M Med Indones. Volume 45. Nomor 3. 2011.
Dangour AD, Hill HL, Ismail SJ. 2002. Height, weight, and haemoglobin status
of 6 to 59 month old Kazah children living in Kzyl-Oeda Region,
Kazakhtan. Europe Journal Clinical Nutrition.; 56: 1030-8.
42
Efendhi A. Hubungan kejadian stunting dengan frekuensi penyakit ISPA dan
diare pada balita usia 12-48 bulan di wilayah kerja Puskesmas Gilingan
Surakarta (skripsi). Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta;
2015
Infodatin, 2016, Situasi Balita Pendek. Kementerian Kesehatan RI, Pusat Data dan
Informasi
Kiely JL,Yu S, Rowley DL, 2013. Low Birth weight and intrauterine growth
retardation. CDC public health surveillance for women, infants and
children.
Kementrian Kesehatan RI. Riset Kesehatan Dasar Riskesdas 2013. Jakarta: Bakti
Husada.2013.
Kolbrek, M. (2011). Malnutrition and associated risk factors in children aged 6-59
months in urban Indonesia (Master’s thesis, University of Oslo, Oslo,
Norway). Diakses pada tanggal 30 juli 2019
Lestari, Restika Indah. 2016. Faktor Resiko Kejadian Stunted pada Anak Usia 7-
24 Bulan Di Desa Hargorejoo, Kecamatan Kokap, Kabupaten Kulon
Progo, Yogyakarta. FIK UMS. Surakarta.
Lin CM, Chen CW, Chen PT, Lu TH, Li CY. Risks and causes of mortality
among low birthweight infants in childhood and adolescence. Paediatric
and Perinatal Epidemiology. 2007; 21: 465-72.
43
Meilyasari, F. & Isnawati, M. (2014). Faktor risiko kejadian stunting pada balita
usia 12 bulan di Desa Purwokerto Kecamatan Patebon, Kabupaten Kendal.
Journal of Nutrition College,3(2), 16-25.Diakses dari http://www,ejournal-
s1.undip.ac.id tanggal 26 januari 2019
Naomi. Durasi dan Frekuensi Sakit Balita dengan Terjadinya Stunting pada Anak
di Kecamatan Malalayang Kota Manado. Tidak Dipublikasikan. Skripsi.
Manado : Jurusan Kebidanan Poltekes Kemenkes Manado; 2012
Nasikhah, R dan Margawati, A. (2012). Faktor risiko kejadian stunting pada balita
usia 24-36 bulan di Kecamatan Semarang Timur. Journal of Nutrition
College,1(1). Diakses dari http://www.ejournal-s1.undip.ac.id tanggal 30
juli 2019
Picauly I, Toy SM. 2013. Analisis determinan dan pengaruh stunting terhadap
prestasi belajar anak sekolah di Kupang dan Sumba Timur, NTT. J Gizi
Pangan 8(1):55-62.
Paudel, R., Pradhan, B., Wagle, R. R., Pahari, D.P., & Onta S. R. (2012). Risk
factors for stunting among children: A community based case control
study in Nepal. Kathmandu University Medical Journal, 10(3), 18-24.
Proverawati Atikah, 2010. Buku Ajar Gizi untuk Kebidanan. Yogyakarta: Nuha
Medika.
Rahmad AH, Miko A, Hadi A., 2013. Kajian stunting pada anak balita ditinjau
dari pemberian ASI eksklusif, MP-ASI, status imunisasi dan karakteristik
keluarga di Kota Banda Aceh. Jurnal Kesehatan Ilmiah Nasuwakes. 2013;
6 (2): 169-84
44
Rosha BC, Putri DSK, Putri IYS. Determinan Status Gizi Pendek Anak Balita
dengan Riwayat Berat Badan Lahir Rendah di Indonesia (BBLR) di
Indonesia (Analaisis Data Riskesdas 2007-2010). Jurnal Ekologi
Kesehatan. 2013;12:195-205.
Rahayu LS. 2011. Hubungan Tinggi Badan Orang Tua Dengan Status Kejadian
Stunting Usia 6 -12 Bulan Sampai 3 – 4 Tahun. Tesis. Program Pasca
sarjana Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
Taguri, A.E., et al. Risk Factor For Stunting Among Under Five in Libya. Public
Health Nutrition. 2009 Aug: 12 (8), 1141-9.
UNICEF. (2013). Improving child nutrition, the achievable imperative for global
progress. New York: United Nations Children’s Fund.
Umboh, A. (2013). Berat lahir rendah dan tekanan darah pada anak. Jakarta:
Sagung Seto
WHO. (2014). WHA global nutrition targets 2025: Stunting policy brief. Geneva:
World Health Organization.
Welasasih BD, Wirjatmadi RB. Beberapa faktor yang berhubungan dengan status
gizi balita stunting. Surabaya: The Indonesian Journal of Public Health.
2012;8(3):99-104.
45
Rural Malawian Children Aged 6-18 Months. Nutrition Journal.
2011;10(25):1-4
Yustiana K. 2013. Perbedaan panjang badan bayi baru lahir antara ibu hamil KEK
dan tidak KEK [undergraduate thesis]. Semarang: Universitas Diponegoro
46
Master tabel: Gambaran Kejadian Stunting Pada Anak Baduta ( 6 – 23 Bulan) Di Wilayah Kerja Puskesmas Abeli Kecamatan Abeli Kota Kendari
No Responden umur(thn) pekerjaan pendidikan TB ibu kategori Baduta seks umur(bulan) TB(cm) Status Gizi BBLR kategori Diare ISPA
1 Mi 36 IRT SLTA 160 Tinggi NN Perempuan 20 79,8 normal 3100 Normal tidak menderita tidak menderita
2 AW 40 IRT SLTP 160 Tinggi SS Laki-laki 20 63,5 pendek 3000 Normal tidak menderita tidak menderita
3 SW 36 IRT SLTA 167 Tinggi RF Laki-laki 18 62,5 pendek 3100 Normal menderita tidak menderita
4 EA 38 IRT SLTA 166 Tinggi HD Perempuan 14 79,5 normal 2900 Normal menderita tidak menderita
5 ES 31 IRT SLTA 157 Tinggi MF Laki-laki 16 63,5 pendek 2900 Normal tidak menderita tidak menderita
6 FA 23 IRT SLTA 160 Tinggi AF Laki-laki 22 86,6 normal 3000 Normal tidak menderita tidak menderita
7 LW 25 IRT SLTA 150 Tinggi RI Laki-laki 23 87,1 normal 3100 Normal tidak menderita tidak menderita
8 WN 30 IRT SLTA 150,3 Tinggi AN Laki-laki 23 84,1 normal 3000 Normal menderita menderita
9 HA 30 jualan SLTP 155 Tinggi AD Laki-laki 14 65,5 pendek 2400 BBLR tidak menderita menderita
10 AM 35 IRT SLTA 150 Tinggi SK Perempuan 16 66 pendek 2500 Normal tidak menderita tidak menderita
11 RF 40 IRT SD 146 Pendek AF Perempuan 22 71,5 pendek 2900 Normal menderita tidak menderita
12 SD 29 IRT SLTA 147 Pendek WA Perempuan 23 73 normal 2800 Normal tidak menderita tidak menderita
13 SI 27 IRT SLTP 150 Tinggi CI Perempuan 12 70 normal 3300 Normal tidak menderita menderita
14 EY 30 karyawan Sarjana 155 Tinggi SR Laki-laki 13 72 normal 3000 Normal tidak menderita tidak menderita
15 JI 30 IRT SLTA 150 Tinggi AA Laki-laki 22 68 pendek 2900 Normal tidak menderita tidak menderita
16 JA 23 IRT SLTA 150 Tinggi MF Laki-laki 23 68 pendek 2800 Normal menderita menderita
17 HL 35 IRT SLTA 152 Tinggi AA Perempuan 15 71 normal 3100 Normal menderita tidak menderita
18 UA 32 IRT SLTA 150 Tinggi DA Laki-laki 23 83,8 normal 3000 Normal tidak menderita tidak menderita
19 JH 26 swasta Akademi 155 Tinggi EY Perempuan 19 73,2 normal 2400 BBLR tidak menderita tidak menderita
20 WT 42 IRT SLTP 151 Tinggi AY Perempuan 18 71 normal 2500 Normal tidak menderita tidak menderita
21 KT 25 IRT SLTA 155 Tinggi SR Laki-laki 14 74,2 normal 2900 Normal tidak menderita menderita
22 DM 40 IRT SLTA 150,2 Tinggi KA Laki-laki 16 81,5 normal 2800 Normal tidak menderita menderita
23 TN 38 IRT SLTP 150 Tinggi RZ Laki-laki 22 81,7 normal 3300 Normal tidak menderita tidak menderita
24 DI 28 IRT SD 154 Tinggi PP Perempuan 23 82.2 normal 3000 Normal tidak menderita tidak menderita
25 IR 28 IRT SLTA 148 Pendek AL Perempuan 20 81,7 normal 3000 Normal tidak menderita tidak menderita
26 NY 40 IRT SLTA 145,6 Pendek MA Laki-laki 11 73,2 normal 2600 Normal tidak menderita tidak menderita
27 SU 26 IRT SLTA 145 Pendek FR Laki-laki 7 69,1 normal 2400 BBLR tidak menderita tidak menderita
28 IW 46 IRT SLTA 150 Tinggi FL Perempuan 12 73,8 normal 2900 Normal tidak menderita menderita
29 RM 24 IRT SLTA 151 Tinggi ZP Perempuan 8 69,1 normal 2800 Normal tidak menderita tidak menderita
30 WK 40 IRT SD 150 Tinggi SS Perempuan 7 68,9 normal 3100 Normal tidak menderita tidak menderita
31 DA 24 IRT SLTP 148 Pendek AR Laki-laki 23 84,1 normal 3000 Normal tidak menderita tidak menderita
32 HB 33 IRT SLTA 150 Tinggi FZ Perempuan 13 63,5 pendek 2400 BBLR menderita menderita
33 TN 40 jualan SLTA 145 Pendek ZB Perempuan 17 77,8 normal 2500 Normal menderita menderita
34 NC 33 IRT SLTP 150 Tinggi AF Laki-laki 15 82,5 normal 2900 Normal menderita menderita
35 RT 25 IRT SLTA 150,2 Tinggi RA Laki-laki 23 68 pendek 2800 Normal tidak menderita tidak menderita
36 SL 30 IRT SLTP 147 Pendek AG Laki-laki 12 73,8 normal 3100 Normal tidak menderita tidak menderita
37 NY 30 IRT SLTA 151 Tinggi IT Perempuan 23 82,2 normal 3000 Normal tidak menderita tidak menderita
38 YT 32 IRT SLTA 147,9 Pendek DA Perempuan 11 69,3 normal 3200 Normal tidak menderita tidak menderita
39 YR 25 IRT SLTA 138 Pendek SF Perempuan 13 60,5 pendek 3300 Normal tidak menderita tidak menderita
40 SS 30 IRT SLTP 149,8 Pendek GA Perempuan 21 77,5 normal 2700 Normal menderita menderita
41 MA 32 Pegawai Swasta Sarjana 134 Pendek MH Laki-laki 22 59 pendek 2900 Normal menderita tidak menderita
42 KI 43 IRT SLTA 150 Tinggi SK Perempuan 13 71,1 normal 3500 Normal menderita tidak menderita
43 SQ 36 IRT SLTA 141,2 Pendek SQ Perempuan 14 78 normal 2500 Normal menderita tidak menderita
44 SH 23 IRT SLTA 152,3 Tinggi YM Perempuan 11 80,3 normal 2400 BBLR tidak menderita tidak menderita
45 SS 34 IRT SD 143,3 Pendek MO Laki-laki 12 74 normal 2900 Normal tidak menderita tidak menderita
46 SI 23 IRT SLTA 153 Tinggi WM Perempuan 19 76 normal 2800 Normal tidak menderita menderita
47 WS 29 IRT SLTA 155,8 Tinggi RD Laki-laki 18 79,9 normal 3100 Normal tidak menderita tidak menderita
48 IL 35 swasta Akademi 148,2 Pendek IK Laki-laki 11 76,4 normal 3000 Normal tidak menderita tidak menderita
49 IR 30 IRT SLTA 154,9 Tinggi HA Laki-laki 12 72,4 pendek 3200 Normal menderita tidak menderita
50 EL 30 IRT SLTA 147,1 Pendek PI Perempuan 16 68,4 pendek 3300 Normal menderita menderita
51 AN 34 swasta Akademi 150 Tinggi IR laki laki 22 87,1 normal 2700 Normal menderita tidak menderita
52 FT 28 IRT SLTA 145,7 Pendek DE laki laki 13 76,3 normal 2900 Normal menderita tidak menderita
53 YY 39 PNS Sarjana 153 Tinggi VI laki laki 10 70,9 normal 3500 Normal tidak menderita tidak menderita
54 BN 25 IRT SLTA 149,3 Pendek RI laki laki 17 83,4 normal 2500 Normal tidak menderita tidak menderita
55 NN 35 IRT SLTA 149 Pendek AG laki laki 23 87,1 normal 2600 Normal tidak menderita tidak menderita
56 GT 30 IRT SLTA 146,7 Pendek BA laki laki 19 81,9 normal 2500 Normal tidak menderita tidak menderita
57 SA 38 IRT SLTA 147 Pendek KS Perempuan 8 66,9 normal 3200 Normal tidak menderita tidak menderita
58 NJ 30 IRT SLTA 141,3 Pendek FK Perempuan 14 70,6 normal 3300 Normal menderita tidak menderita
59 KS 23 IRT SLTP 138,3 Pendek AW Perempuan 22 72,2 pendek 2700 Normal tidak menderita menderita
60 VT 36 IRT SLTA 141 Pendek NS Perempuan 21 74 pendek 2600 Normal tidak menderita tidak menderita
61 DN 27 IRT SLTA 152,3 Tinggi DF laki laki 8 71,2 normal 2300 BBLR tidak menderita tidak menderita
62 KS 27 IRT SLTA 151,1 Tinggi AB laki laki 20 86,5 normal 2900 Normal tidak menderita tidak menderita
63 IN 42 IRT SLTA 156,7 Tinggi SU laki laki 22 87,8 normal 2800 Normal tidak menderita tidak menderita
64 FR 26 IRT SLTA 146,5 Pendek FS laki laki 23 86,2 normal 3100 Normal tidak menderita tidak menderita
65 AL 29 IRT SLTA 154,7 Tinggi TR laki laki 20 82,1 normal 3000 Normal tidak menderita tidak menderita
Hasil analisis data
status gizi
BB Lahir
iSPA
Diare
normal pendek
Count 45 14 59
Normal
% of Total 69,2% 21,5% 90,8%
BB Lahir
Count 4 2 6
BBLR
% of Total 6,2% 3,1% 9,2%
Count 49 16 65
Total
% of Total 75,4% 24,6% 100,0%
rosstab
Count 30 10 40
Tinggi
% of Total 46,2% 15,4% 61,5%
Tinggi badan ibu
Count 19 6 25
Pendek
% of Total 29,2% 9,2% 38,5%
Count 49 16 65
Total
% of Total 75,4% 24,6% 100,0%
Crosstab
normal pendek
Count 40 11 51
tidak menderita
% of Total 61,5% 16,9% 78,5%
iSPA
Count 9 5 14
menderita
% of Total 13,8% 7,7% 21,5%
Count 49 16 65
Total
% of Total 75,4% 24,6% 100,0%
Crosstab
normal pendek
Count 38 9 47
tidak menderita
% of Total 58,5% 13,8% 72,3%
Diare
Count 11 7 18
menderita
% of Total 16,9% 10,8% 27,7%
Count 49 16 65
Total
% of Total 75,4% 24,6% 100,0%