Anda di halaman 1dari 23

GAMBARAN PENGETAHUAN ORANG TUA TENTANG

KEKERASAN PADA ANAK DI KAMPUNG BEENG

Atsye Truly Makagansa, Yenny Makahaghi, Astri J. Mahihody


Politeknik Negeri Nusa Utara

Abstrak: Kekerasan anak atau child abuse adalah perlakuan orang dewasa atau
anak yang lebih tua dengan menggunakan kekuasaan/otoritasnya terhadap anak
yang tak berdaya yang seharusnya menjadi tanggung jawab dari orangtua atau
pengasuh yang berakibat penderitaan, kesengsaraan, cacat/kematian. Kekerasan
pada anak lebih bersifat sebagai bentuk penganiayaan fisik dengan terdapatnya
tanda atau luka pada tubuh sang anak. Tujuan penelitian ini yaitu Mengetahui
tingkat pengetahuan orang tua tentang kekerasan pada anak di Kampung Beeng.
yang digunakan dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini dibatasi hanya pada
deskriptif dengan metode survei, dengan melihat pengetahuan orangtua tentang
kekerasan pada anak di Kampung Beeng, Kec.Tabukan Selatan Tengah,
Kab.Kepulauan Sangihe. Hasil penelitian ini menunjukkan sebagian besar
responden memiliki pengetahuan cukup yaitu sebanyak 14 responden ( 47% ), dan
pengetahuan baik sebanyak 11 responden ( 36% ), sedangkan pengetahuan kurang
sebanyak 5 responden ( 17% ). Hasil penelitian Gambaran pengetahuan orang tua
tentang kekersan pada anak Di Kampung Beeng. Kec. Tabukan Selatan Tengah.
Sebagian besar responden memiliki pengetahuan cukup yaitu dengan jumlah
sebanyak 14 responden ( 47% ). Kepada orangtua disarankan orangtua harus
sering mencari informasi melalui media cetak, radio, dan Tv. Agar orangtua lebih
memahami tentang kekerasan pada anak. Kepada Institusi Pendidikan
Keperawatan agar dapat meningkatkan pengetahuan mahasiswa tentang
pengetahuan oran tua tentang kekerasan pada anak melalui proses mengajar.
Peneliti selanjutnya dapat meneliti variable lainnya tentang gambaran
pengetahuan orang tua tentang kekerasan pada anak. Diharapkan kepada
Pelayanan Kesehatan agar bisa memberikan penyuluhan untuk menambah
pengetahuan orangtua.

Kata Kunci : pengetahuan orang tua, kekerasan pada anak


PENDAHULUAN telah terjadi
Kekerasan anak atau child abuse 2.512 kasus kekerasan terhadap
adalah perlakuan orang dewasa perempuan dan anak, yang
atau anak yang lebih tua dengan terdiri dari 1.239 kasus KDRT,
menggunakan 903 kasus pemerkosaan, dan 67
kekuasaan/otoritasnya terhadap kasus trafficking (Anwar
anak yang tak berdaya yang Fatoni,2010).
seharusnya menjadi tanggung Berdasarkan data dari Badan
jawab dari orangtua atau Pemberdayan Perempuan Dan
pengasuh yang berakibat Perlindungan Anak Kabupaten
penderitaan, kesengsaraan, Sangihe, angka kejadian
cacat/kematian. Kekerasan pada kekerasan pada anak yaitu,
anak lebih bersifat sebagai kekerasan seksual 55 kasus
bentuk penganiayaan fisik (60,44%), kekerasan fisik 36
dengan terdapatnya tanda atau kasus (39,5%). Dari 91 kasus
luka pada tubuh sang anak 71,42 % korban diantaranya
(Sutanto, 2006). adalah anak yang berusia 0- 17
Menurut Data World Vision tahun.
Indonesia menemukan bahwa Banyak orang tua menganggap
sebanyak 1891 kasus kekerasan kekerasan pada anak adalah hal
terjadi selama tahun 2009, yang wajar. Mereka beranggapan
padahal pada tahun 2008 hanya kekerasan adalah bagian dari
1600 kasus. Kompilasi dari mendisiplinkan anak. Mereka
sembilan surat kabar nasional lupa bahwa orang tua adalah
menemukan data bahwa orang yang paling bertanggung
sebanyak 670 kasus kekerasan jawab dalam mengupayakan
pada anak selama tahun 2009, kesejahteraan, perlindungan,
sementara tahun 2008 sebanyak peningkatan kelangsungan hidup,
555 kasus. Pengaduan ke KPAI dan mengoptimalkan tumbuh
selama tahun 2008 menyebutkan kembang anaknya (Muhtarluttfi
bahwa ada 580 kasus kekerasan dalam Yosep.B, 2012).
dan tahun 2009 ada 595 kasus Menurut Suharto ( dalam Abu
(Ason, 2010). Huraerah, 2012). Bahwa
Adanya Kasus kekerasan kekerasan anak secara psikis,
terhadap anak terdiri dari 96 meliputi penghardikkan,
kasus kekerasan fisik, 248 kasus penyampaian kata-kata kasa dan
pelecehan seksual, 314 kasus kotor, penghardikkan,
kekerasan psikis, dan 20 kasus penyampaian kata-kata dan kotor,
penelantaran. Angka-angka ini memperlihatkan buku, gambar,
merupakan fenomena gunung es, film pornografi terhadap anak.
yang faktanya di lapangan jauh Anak yang mendapatkan
lebih besar. Jumlah tersebut, perlakuan ini pda umumnya
menurut Rustriningsih Wakil menunjukan gejala perilaku
Gubernur Jawa Tengah, separuh maladatif, seperti menarik diri,
lebih dari apa yang terjadi di pemalu, menangis jika didekati,
tahun 2009. Hal itu didasarkan takut bertemu dengan orang lain.
laporan Pelayanan Terpadu dari Hasil survey pendahuluan
35 kabupaten/kota di Jateng, melalui observasi dan
wawancara dengan 10 orang orang tua tentang kekerasan pada
ibu di Kampung Beeng, 6 anak. Dalam penelitian ini ialah
diantaranya menyatakan sering kuesioner yang berisi daftar
memberikan hukuman seperti pernyataan tentang kekerasan
dicubit, dipukul, mengucapkan pada anak yang dibuat sendiri
kata-kata kasar kepada anak oleh penulis yang mengacu pada
karena anak yang rewel atau teori. Jawaban yang diberikan
nakal. Hal ini dimaksudkan agar oleh responden dinilai dengan
anak menjadi jera dan tidak menggunakan skala guttman,
bertambah nakal. Namun intrumen berjumlah 25
demikian, ibu-ibu ini tidak pernyataan yang berpengetahuan
melakukan hukuman dengan baik skor 19-25 (76- 100%),
sepenuh hati, tapi lebih sebagai pernyataan pengetahuan cukup
bentuk pendisiplinan dan tetap yang dapat skor 14-18 (56-75%)
menyayangi anaknya. dan skor ≤14 (<56%)
berpengetahuan kurang.
METODE PENELITIAN Kesimpulan dari kuesioner yang
Penelitian ini dilakukan di berisi daftar pernyataan tentang
Kampung Beeng, Kec. Tabukan kekerasan pada anak yang dibuat
Selatan Tengah. Metode yang sendiri oleh penulis yang
digunakan dalam penelitian ini mengacu pada teori. Berdasarkan
yaitu penelitian deskriptif dengan kuesioner diatas yang mengacu
melihat pengetahuan orangtua pada teori dengan pilihan
tentang kekerasan pada anak di jawaban yaitu: Benar, Salah,
Kampung Beeng, Kec.Tabukan Tidak Tahu. Jika jawaban benar
Selatan Tengah, Kab.Kepulauan diberikan skor 1, apabila jawaban
Sangihe. Penelitian ini dilakukan salah atau tidak tahu diberikan
di Kampung Beeng pada tanggal skor 0.
7-14 juni 2017. Populasi dalam
penelitian ini adalah orang tua HASIL PENELITIAN
dari anak-anak yang ada Di Karakteristik Responden
Kampung Beeng yang berjumlah Hasil penelitian yang sudah
30 orang. Sampel dalam dilaksana akan di tampilkan
penelitian ialah semua populasi dalam beberapa tabel di bawah
yang memenuhi kriteria dengan ini :
Kriteria Inklusi dan kriteria Umur Respond Persentase
Ekslusi. Kriteria inklusi pada Orang tua en %
penelitian ini adalah Ibu yang 17-25 2 7%
Tahun
mempunyai anak yang berusia 6- 26-35 8 27 %
12 tahun, bersedia menjadi Tahun
responden. kriteria Ekslusi Ibu 36-45 16 53%
yang tidak berada ditempat saat Tahun
penelitian ibu yang tidak bisa 46-55 4 13%
Tahun
membaca dan menulis, ibu Total 30 100%
dengan gangguan kejiwaan.
Tabel 2 menunjukan bahwa
Variabel dalam penelitian ini
distribusi frekuensi menurut
mengunakan jenis variabel
umur responden, tertinggi pada
tunggal, yaitu : pengetahuan
kelompok umur 36-45 tahun
yaitu sebesar 53% sedangkan e an a
terendah pada kelompok umur g h
17- 25, yaitu sebesar 7%. Umur responden
Pendidika Respond Persentase 17 – 25 0 0 1 5 1 5 2 10
n en % tahun 0 0 0
SD 15 50 % 26 – 35 4 5 3 3 1 1 8 10
SMP 6 20 % tahun 0 7 2 0
SMA/ 8 27 % , ,
SMK 5 5
S1 1 3% 36 – 45 4 2 10 6 2 1 1 10
Total 30 100% tahun 5 2 2 6 0
, ,
Berdasarkan tabel 3 menunjukan 5 5
bahwa porposi pendidikan 46 – 55 2 5 2 5 0 0 4 10
tertinggi pada responden dengan tahun 0 0 0
tingkat pendidikan SD, yaitu Pendidikan
sebesar 50%. Sedangkan proposi
terendah yaitu pada responden 2 7 4 4 2 1 10
dengan tingkat pendidikan S1, 7 6 7 5 0
yaitu sebanyak 3%. SD 4
Pekerjaan Responde Persentase SM 0 0 5 8 1 1 6 10
n % P 3 7 0
IRT 25 84 % SMA/ 6 7 2 2 0 0 8 10
HONOR 4 13 % SMK 5 5 0
PNS 1 3% S1 1 1 0 0 0 0 1 10
Total 30 100% 0 0
Berdasarkan Tabel 4 menunjukan 0
bahwa pekerjaan terbanyak Pekerja
adalah IRT, yaitu sebanyak 25 an ibu
orang (84%). Adapun pekerjaan IRT 6 2 14 5 5 2 2 10
responden terendah yaitu PNS 4 6 0 5 0
sebanyak 1 orang (3%) HONO 4 1 0 0 0 0 4 10
R 0 0
Tingkat Pengetahuan Responden 0
Tingka Responde Persentase PNS 1 1 0 0 0 0 1 10
Pengetahu n %
an 0 0
Baik 11 36% 0
Cukup 14 47% Berdasarkan Tabel 6.
Kurang 5 17% Menunjukan bahwa responden
Total 30 100% dengan umur 26-35 tahun da 36-
Berdasarkan Tabel 5 menunjukan 45 tahun bepengethun baik dan
bahwa tingkat pegetahuan orang presentase masing-masing adalah
tua terbanyak adalah pengetahuan 50% dan 25%. Adapun menurut
cukup 14 orang (14%). Adapun pendidikan responden dengan
paling terendah yaitu tingkat pendidikan SD
pengetahuan kurang 5 orang berpengetahuan cukup dengan
(17%). presentase sebesar 46%. Selain
Distribusi karakteristik responden itu, sebagaian responden dengan
Pengetahuan pekerjaan IRT berpemgethuan
responden cukup dengan presentase sebesar
Sub Bai % Cuk %K % Ju % 24%.
variabl k up ur ml
tinggi tamatan SD sebanyak 15
PEMBAHASAN responden (50%).
Pada penelitian ini sebagian besar Notoatmodjo (2005) berpendapat
responden memiliki pengetahuan bahwa semakin tinggi tingkat
cukup, sebanyak 16 orang pengetahuan seseorang atau
responden (53%) hal ini sejalan pendidikan seseorang, maka akan
dengan penelitian yang dilakukan semakin baik seseorang
oleh Halawa (2014) dengan judul menerima informasi sehingga
penelitian hubungan pengetahuan lebih mudah menerapkannya.
keluarga dengan kekerasan dan Sebalikya, seseorang dengan
tindakan perilaku kekerasan pada tingkat pendidikan rendah, lebih
anak di RT 02 RW 06 Donowati sulit untuk menerima informasi
Surabaya, mengatakan bahwa dan menerapkannya.
sebanyak 35% orang tua yang Pada penelitian ini, sebagian
memiliki pengetahuan yang besar orang tua mempunyai
cukup tentang perilaku pekerjaan sebagai ibu rumah
kekerasan pada anak. tangga dengan jumlah responden
Umur merupakan faktor yang 25 orang (84%). Hasil penelitian
berpengaruh terhadap tingkat ini berbeda dengan penelitian
pengetahuan seseorang. Hasil Munawati (2011), dengan judul
penelitian ini menunjukkan penelitian Hubungan Verbal
bahwa jumlah responden yang Abuse dengan Perkembangan
terbanyak adaah berusia 36-45 Kognitif pada Anak Usia
tahun dengan jumlah responden Prasekolah di Rw 04 Kelurahan
16 orang (40%). Rangkapan Jaya Baru Depok.
Sebagian besar responden Jakarta. Dengan hasil penelitiaan
berpengetahuan cukup. Taufik menunjukan pekerjaan keluarga
(2010) mengatakan bahwa sebagai ibu rumah tangga sering
Makin tua umur seseorang maka dikaitkan dengan status
proses- proses perkembangan kemapanan ekonomi suatu
mentalnya bertambah baik, akan keluarga. Masalah ekonomi
tetapi pada umur tertentu sering mendorong timbulnya
bertambahnya proses stress pada orang tua. Hal ini
perkembangan mental ini tidak memungkinkan orangtua yang
secepat seperti ketika berumur bekerjaan sebagai IRT
belasan tahun seorang dapat menganggap kekerasan terhadap
berpengaruh pada pertambahan anak itu, seperti mencubit,
pengetahuan yang diperolehnya, memarahi merupakan bagian dari
akan tetapi pada umur- umur mendisplinkan anak.
tertentu atau menjelang usia Berdasarkan hasil penelitian
lanjut kemampuan penerimaan orang tua yang mendapat
atau mengingatkan suatu informasi mengenai kekerasan
pengetahuan akan berkurang. pada anak yaitu sebanyak 25
Pendidikan adalah salah satu responden ( 83% ),
faktor yang mempengaruhi bepengetahuan cukup. Hal ini
pengetahuan seseorang tentang disebabakan sebagian besar
perilaku kekerasan. Berdasarkan responden yang pernah
hasil penelitian yang paling mendapatkan informasi akan
tetapi, dalam jangka lama yaitu : http://www.borneotribune
6 bulan atau lebih. Selain itu, .com/cit
sumber informasi yang izen-jurnalism/pendidikan
didapatkan responden hanya - kekerasan-hasilkan-
melalui media televisi sedangkan generasi- kekerasan.html.
informasi dari petugas kesehatan Diunduh 09 Mei 2017
belum pernah didapatkan Badan Pemberdayaan perempuan
responden. Kampung Beeng Dan Perlindungan Anak.
sangat sulit mendapat akses 2017. Kekerasan
informasi karena Kampung Terhadap Anak. Badan
Beeng termasuk daerah yang Pemberdayaan
tepencil. Sehingga sumber listrik Perempuan Dan
yang kurang memadai serta Perlindungan Anak:
hanya beberapa masyarakat yang Tahuna
mempunyai Tv. Huraerah, Abu, 2012. Kekerasan
Dengan demikian, hal ini Terharap Anak. Nuansa
memungkinkan responden Cendekia: Bandung
kurang mendapatkan informasi Mukhtarlutfi . (2008)
tentang kekerasan pada anak Kekerasan ter hadap
sehingga pengetahuan responden Anak dalam Pandangan
terhadap kekerasan pada anak Kapatalitas.http://islamalt
dikategorikan cukup. Hal ini ernatif.com.
sejalan dengan ( Taufik, 2010 ) Abuse dengan Prkembangan
tentang informasi yaitu Informasi Kognitif pada Anak Usia
akan memberikan pengaruh pada Prasekolah di Rw 04
pengetahuan seseorang memiliki Kelurahan Rangkapan
pendidikan yang rendah tetapi Jaya Baru Depok. Jakarta:
jika ia mendapatkan informasi Skripsi S-1 Fakultas ilmu-
yang baik dari berbagai media ilmu Kesehatan Program
misalnya TV, radio, atau surat Studi Ilmu
kabar maka hal itu akan dapat Keperwatan: Universitas
meningkatkan pengetahuan Pembangunan
seseorang. Nasional “Veteran”
Jakarta.
KESIMPULAN Notoatmojo, Soekidjo. (2005).
Hasil penelitian Gambaran Pendidikan dan Perilaku
pengetahuan orangtu tentang Kesehatan, Salemba
kekersan pada anak Di Kampung Medika: Jakarta
Beeng. Kec. Tabukan Selatan Sutanto. (2006). Pengertian
Tengah. Sebagian besar Kekerasan Terhadap
responden memiliki pengetahuan Anak. PDF file-undip e-
cukup dengan persentase sebesar journal system portal.
( 47% ). Diunduh 12 februari 2017
Taufik, M. (2010). Asal-usul
DAFTAR PUSTAKA Pengetahuan.
Ason, (2010). Pendidkan Disertai diterbitkan.
Kekerasan hasilkan Program Pasca Sarjana
generasi kekerasan. Manajemen dan Bisnis:
Institusi Pertanian Bogor.
GAMBARAN PENGETAHUAN ORANGTUA TENTANG DAMPAK
KEKERASAN FISIK PADA ANAK USIA 6-12 TAHUN DI DESA
LAMBARIH JURONG RAYA KECAMATAN SUKAMAKMUR
TAHUN 2014

Ryan Indrawan1, Hasnadi2, Mahlil


Putra3 1,2,3)AKPER Tgk. Fakinah
Banda Aceh Email:
akper_tgk_fakinah@yahoo.com

ABSTRAK

Kekerasan fisik memberikan dampak berupa rasa sakit, jatuh sakit atau luka berat
serta dapat mempengaruhi psikologi anak. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui gambaran pengetahuan orangtua tentang dampak kekerasan fisik pada
anak usia 6-12 tahun. Penelitian ini bersifat deskriptif yang dilakukan di Desa
Lambarih Jurong Raya Kecamatan Sukamakmur dengan jumlah populasi yaitu 53
orang, dalam pengambilan sampel menggunakan tehnik total populasi yaitu 53
orang. Alat pengumpulan data berupa kuesioner dalam bentuk pernyataan dengan
pilihan jawaban ya atau tidak yang berjumlah 15 item pernyataan, selanjutnya
data dianalisa secara manual dan menggunakan tabel distribusi frekuensi. Hasil
dari penelitian didapatkan pengetahuan orangtua tentang dampak kekerasan fisik
pada anak berada pada kategori tinggi. Pengetahuan orangtua tentang dampak
kesehatan yang terjadi pada anak yang mengalami kekerasan fisik berada pada
kategori tinggi dengan jumlah 40 orang (75,47%). Pengetahuan orangtua tentang
dampak psikologis yang terjadi pada anak yang mengalami kekerasan fisik berada
pada kategori tinggi dengan jumlah 31 orang (58,49%). Pengetahuan orangtua
tentang cara mengatasi dampak kekerasan fisik pada anak berada pada kategori
tinggi dengan jumlah 36 orang (67,92%). Kepada orangtua diharapkan dapat
memberikan informasi kepada orangtua lainnya yang belum mengetahui tentang
kekerasan fisik pada anak serta orangtua tidak memberikan sanksi secara fisik
kepada anak karena akan menimbulkan rasa dendam pada anak. Orangtua
seharusnya memberikan sanksi berupa edukasi pendidikan pada anaknya.

Kata Kunci : Pengetahuan, Orang Tua, Kekerasan Fisik


PENDAHULUAN kemiskinan merupakan beberapa
Kekerasan anak adalah tindakan faktor yang menimbulkan
yang disengaja yang dapat penganiayaan dan pengabaian
menimbulkan sakit, cedera fisik anak. Ada banyak insiden
atau emosional pada anak atau kekerasan dalam keluarga yang
berisiko terhadap sakit atau tampak memiliki segalanya,
cedera. Terdapat empat macam orangtua berpendidikan, memiliki
jenis penganiayaan pada anak di karir yang sukses dan kondisi
antaranya penganiayaan secara keuangan keluarga yang stabil.
fisik, penganiayaan emosional, Banyak orang tua yang
penganiayaan seksual dan menampar anaknya kadang-kadang
pengabaian, kesemuanya dapat untuk mendisiplinkan anak
dipacu oleh lingkungan yang ada mereka. Tetapi jika hukuman
disekitar anak. Gejala dari jenis secara fisik tersebut menjadi lebih
penganiayaan tersebut adalah sering dan lebih berat, tindakan
apabila jenis penganiayaan fisik tersebut akan merusak kesehatan
maka dapat terjadi cedera, apabila emosional anak. Beberapa anak
penganiayaan jenis emosional juga dipukul sangat keras sehingga
dapat terjadi keguncangan pada mereka mengalami patah tulang
jiwa anak dan juga dapat atau cedera serius (Patel, 2001).
menimbulkan kekacauan mental, Dampak kekerasan fisik pada anak
kemudian penganiayaan seksual dari segi kesehatan berupa trauma
terjadi iritasi atau laserasi pada akibat kecelakaan, memar yang
genital eksternal, infeksi saluran tidak lazim atau tidak dapat
kemih atau penyakit genital serta dijelaskan, perubahan status
adanya kehamilan dan gejala mental, peristiwa mengancam jiwa
pada pengabaian adalah yang akut (ALTE atau acute life-
kurangnya perawatan pada diri threatening event), gawat nafas,
anak dapat terjadi kegagalan untuk tidak menggunakan
tumbuh, keterlambatan ekstremitas,keluhan nonspesifik
perkembangan, gangguan makan, penyakit gastrointestinal dan henti
kurang perawatan diri dan lain-lain kardiorespirasi yang tak terduga
(Hidayat, 2005). (Schwartz, 2005).
Pengetahuan orangtua sangat Dampak kekerasan fisik dari
berpengaruh terhadap tindakan segi psikologis berupa anak terlihat
kekerasan pada anak karena bagi takut, menarik diri dari teman-
orangtua yang menganiaya anak temannya dan tidak ingin bermain,
mereka sering kali sedikit memiliki agresif atau mengganggu anak
pengetahuan dan keterampilan lain, kabur dari sekolah atau
menjadi orangtua. Mereka rumahnya, berbohong atau
mungkin tidak memahami atau mencuri, memiliki performa
mengetahui kebutuhan anak sekolah yang buruk (Patel, 2001).
mereka atau mereka mungkin Kekerasan pada anak tidak hanya
marah atau frustrasi karena mereka menimbulkan luka fisik dan mental
secara emosional atau secara tetapi juga menghambat
finansial tidak mampu memenuhi kemampuan belajar dan
kebutuhan tersebut. Walaupun bersosialisasi. Direktur Eksekutif
kurangnya pendidikan dan United Nations Children Fund
(UNICEF), Antony Lake Kekerasan terhadap anak
mengatakan bahwa di setiap sebanyak 1.620 kasus dengan
negara, di setiap kebudayaan pasti rincian kekerasan fisik 490 kasus
ada kekerasan terhadap anak. (30%), psikis 313 kasus (19%),
Kapanpun dan dimanapun dalam dan paling banyak kekerasan
hal ini pasti anak-anak yang seksual 817 kasus (51%). Artinya
dirugikan. Kekerasan pada anak setiap bulannya hampir 70-80
sering terjadi di berbagai belahan anak menerima kekerasan
dunia contoh kasusnya adalah seksual. Menurut Samsul kasus
penembakan Malala Yousafzai kekerasan fisik berlatar belakang
(14) oleh tentara Pakistan, kenakalan anak 80 kasus (8%),
penembakan 26 murid dan guru di dendam atau emosi 147 kasus
Newton Amerika Serikat pada (14%), ekonomi 62 kasus (6%),
bulan Desember lalu dan semakin persoalan keluarga 50 kasus (5%)
maraknya kasus pemerkosaan pada dan lain-lain 145 kasus (14%).
anak perempuan di India dan Kekerasan fisik tersebut
Afrika Selatan. Menurut data diantaranya dipukul 162 kasus,
organisasi kesehatan dunia PBB/ ditampar 12 kasus, disundut 4
World Healthy Organization kasus, dijewer 5 kasus, senjata
(WHO) ada 150 juta anak tajam 103 kasus, dan lain-lain 245
perempuan dan 73 juta diantaranya kasus. Dampak dari kekerasan
anak-anak masih di bawah usia 18 fisik tersebut diketahui
tahun yang mengalami kekerasan menimbulkan luka ringan 97
dan eksploitasi seksual. Sedangkan kasus, luka berat 141 kasus,
menurut data organisasi buruh meninggal dunia 181 kasus dan
internasional/International Labour lain-lain 71 kasus (Kusmiyati,
Organization (ILO), setiap tahun 2013).
diperkirakan ada 1,2 juta anak Kekerasan terhadap
yang diperdagangkan (Indah, perempuan dan anak di Aceh
2013). mengalami peningkatan dalam tiga
Tahun 2013 Komisi Nasional tahun terakhir ini. Data
Perlindungan Anak Indonesia menunjukkan peningkatan tesebut,
(KPAI) membeberkan laporan yaitu tahun 2009 ditemukan 431
kasus pelanggaran yang kasus, tahun 2010 terdapat 766
melibatkan anak di Indonesia. kasus, sedangkan tahun 2011
Menurut Sekertaris Jenderal sampai dengan 2012 ditemukan
Komnas Anak Samsul Ridwan, 1956 kasus. Sementara ini,
angka pengaduan kasus Kekerasan terhadap anak pada
pelanggaran hak anak meningkat tahun 2009 ditemukan 278 Kasus,
tajam dibandingkan tahun lalu. pada tahun 2010 ada 311 kasus dan
Dan sepanjang tahun 2013 masih pada tahun 2011 sampai dengan
didominasi oleh kekerasan 2012 meningkat menjadi 468
terhadap anak. Pengaduan kasus. Untuk kasus Traficking
sebanyak 3.023, angka ini yang bisa ditangani pada Tahun
menunjukan 60 % terjadi 2011 sebanyak 20 kasus, tahun
peningkatan dibandingkan tahun 2012 berjumlah 7 kasus. Pada awal
lalu dan kasus kekerasan terhadap 2013 sampai dengan Bulan Maret,
anak masih mendominasi. sudah terjadi 9 Kasus (Badan
Pemberdayaan Perempuan, 2013). Masa kanak-kanak dibagi menjadi
Berdasarkan data awal yang dua periode, yaitu awal masa
diperoleh jumlah semua kepala kanak-kanak sekitar umur 2-6
keluarga adalah 133 KK dengan tahun dan akhir masa kanak-kanak
jumlah penduduk 687 jiwa dan sekitar umur 6-12 tahun. Ada
yang mempunyai anak usia 6-12 beberapa sebutan untuk masa
tahun di Desa Lambarih Jurong kanak-kanak yang sesuai dengan
Raya adalah sebanyak 53 KK. sifat mereka. Misalnya, orangtua
Studi pendahuluan dilakukan oleh menyebutkan masa menyulitkan
peneliti pada 10 orang Ibu, 6 dari 4 karena pada awal masa kanak-
Ibu mengatakan mencubit dan kanak mereka cenderung menolak
memukul dengan menggunakan ungkapan kasih sayang orangtua
tangan jika anak nakal, tidak mau dan tidak mau ditolong. Sedangkan
belajar dan membantah, sehingga pada masa akhir kanak-kanak
menurut mereka anak lebih takut mereka tidak mau menuruti
dan mematuhi perintah orangtua, perintah orangtua dan senang
serta anak menjadi lebih disiplin mengikuti kelompoknya (Rumini
dalam belajar. Menurut pendapat & Sundari, 2004). Pandangan
mereka tindakan yang orangtua tentang masa awal kanak-
dilakukannya wajar dan tidak kanak merupakan masa sulit
berdampak apapun dengan karena hampir sebagian anak
anaknya. Meski demikian ada banyak mengalami kesulitan
beberapa ibu yang berpendapat perkembangan kepribadian dan
bahwa memukul akan membuat anak sering kali menuntut
anak lebih bandel dan tidak kebebasannya masih gagal
menurut pada orangtua. Sedangkan diperoleh. Anak berperilaku lebih
berdasarkan data dari kepala Desa bandel, keras kepala, melawan,
Lambarih Jurong Raya pada tahun tidak patuh, tidak mau ditolong
2012 lalu pernah terjadi 1 kasus dan menolak ungkapkan kasih
kekerasan fisik yang dilakukan sayang. Sedangkan pada masa
pada anak umur 7 tahun oleh akhir kanak-kanak merupakan
ayahnya. masa sulit diatur karena anak
Dengan adanya beberapa lebih banyak mengikuti aturan dari
pandangan terhadap fenomena teman sebaya atau kelompok
tersebut, penulis tertarik untuk sosial. Masa bertengkar, anak
mengadakan suatu penelitian. selalu bertengkar dengan anggota
Peneliti berharap dapat menarik keluarga lainnya, tetangga dan
suatu kesimpulan berlandaskan teman sebayanya (Pieter & Lubis,
teori atau ilmu terkait serta 2010).
informasi yang dapat pada saat Pertumbuhan adalah perubahan
penelitian berupa “Gambaran dalam besar, jumlah, ukuran atau
Pengetahuan Orangtua tentang dimensi tingkat sel, organ maupun
Dampak Kekerasan Fisik pada individu yangbisa diukur dengan
Anak Usia 6-12 tahun di Desa ukuran berat (gram, pon,
Lambarih Jurong Raya Kecamatan kilogram), ukuran panjang (cm,
Sukamakmur tahun 2014”. meter), umur tulang dan
keseimbangan metabolik (retensi
KAJIAN PUSTAKA kalsium dan nitrogen tubuh)
(Adriana, 2011). Menurut Whalley tahun) anak lebih suka meniru
dan Wong Pertumbuhan terutama dalam mengendalikan
merupakan bertambahnya jumlah emosi. Anak biasanya lebih suka
dan besarnya sel di seluruh bagian meniru orangtuanya dalam
tubuh yang secara kuantitatif dapat mengendalikan emosi. Apabila
diukur (Hidayat, 2005). anak dikembangkan dalam
Faktor yang Mempengaruhi lingkungan keluarga yang suasana
Tumbuh Kembang emosinya stabil, maka
1. Faktor Genetik perkembangan emosionalnya
Faktor genetik merupakan stabil. Akan tetapi apabila
modal dasar dalam mencapai kebiasaan orangtua dalam
hasil akhir proses tumbuh mengekspresikan perasaannya
kembang anak. Melalui emosionalnya kurang stabil atau
instruksi genetik yang kurang kontrol, maka emosi anak
terkandung di dalamsel telur yang dialami pada tahap
yang telah dibuahi, dapat perkembangan ini adalah marah,
ditentukan kualitas dan takut, cemburu, iri hati, rasa ingin
kuantitas pertumbuhan. tahu dan kegembiraan (rasa
Ditandai dengan intensitas dan senang, nikmat atau bahagia
kecepatan pembelahan, derajat (Yusuf, 2011).
sensivitas jaringan terhadap Usia 6-12 tahun merupakan masa
rangsangan, umur pubertas dan tersulit bagi orangtua karena
berhentinya pertumbuhan hampir sebagian anak banyak
tulang. Termasuk faktor genetik mengalami kesulitan
antara lain adalah berbagai perkembangan kepribadian dan
faktor bawaan yang normal dan anak sering kali menuntut
patologik, jenis kelamin, suku kebebasan meskipun kebebasannya
bangsa atau bangsa masih gagal diperoleh. Anak
(Soetjiningsih, 2002). berperilaku lebih bandel, keras
2. Faktor Lingkungan kepala, melawan, tidak patuh,
Lingkungan merupakan faktor tidak mau ditolong dan menolak
yang sangat menentukan ungkapan kasih sayang. Selain
tercapai atau tidaknya potensi itu, juga disebut sebagai masa
bawaan. Lingkungan yang bermain karena anak lebih suka
cukup baik akan menghabiskan sebagian besar
memungkinkan tercapainya waktunya untuk bermain (Pieter &
potensi bawaan, sedangkan Lubis, 2010).
yang kurang baik akan Kekerasan Fisik pada Anak
menghambatnya. Lingkungan Kekerasan anak adalah tindakan
ini merupakan lingkungan “bio- yang disengaja yang dapat
fisiko-psiko-sosial“ yang menimbulkan sakit, cedera fisik
mempengaruhi individu setiap atau emosional pada anak atau
hari, mulai dari konsepsi sampai berisiko terhadap sakit atau
akhir hayatnya cedera. Terdapat empat macam
(Soetjiningsih,2002). jenis penganiayaan pada anak di
Perkembangan Anak Usia 6-12 antaranya penganiayaan secara
tahun fisik, penganiayaan emosional,
Pada usia sekolah dasar (6-12 penganiayaan seksual dan
pengabaian, kesemuanya dapat komunitas, penyimpangan perilaku
dipacu oleh lingkungan yang ada sosial (masalah psikososial).
disekitar anak. Gejala dari jenis Lemahnya kontrol sosial primer
penganiayaan tersebut adalah masyarakat dan hukum dan
apabila jenis penganiayaan fisik pengaruh nilai sosial kebudayaan di
maka dapat terjadi cedera, apabila lingkungan sosial tertentu. Faktor
penganiayaan jenis emosional yang menyebabkan terjadinya
dapat terjadi keguncangan pada kekerasan pada anak yaitu (Yohana,
jiwa anak dan juga dapat 2013):
menimbulkan kekacauan mental, a. Kondisi Anak
kemudian penganiayaan seksual Anak yang mengalami cacat
terjadi iritasi atau laserasi pada baik mental maupun fisik anak
genital eksternal, infeksi saluran yang sulit diatur sikapnya, anak
kemih atau penyakit genital serta yang meminta permintaan
adanya kehamilan dan gejala pada khusus, ataupun berposisi
pengabaian adalah kurangnya sebagai anak tiri, anak angkat.
perawatan pada diri anak dapat b. Sosial
terjadi kegagalan untuk tumbuh, Nilai/Norma yang ada
keterlambatan perkembangan, dimasyarakat yang kurang
gangguan makan, kurang menguntungkan terhadap anak,
perawatan diri dan lain-lain misalnya dalam praktek
(Hidayat, 2005). pengasuhan anak, pembiasaan
Banyak orang tua yang menampar bekerja sejak kecil kepada anak
anaknya kadang-kadang untuk yang berlindung atas nama adat
mendisiplinkan anak mereka. budaya, misalnya dalam pola
Tetapi jika hukuman secara fisik pengasuhan anak yang
tersebut menjadi lebih sering dan menekankan dan menjunjung
lebih berat, tindakan tersebut akan tinggi nilai kepatuhan yang
merusak kesehatan emosional acap kali masyarakat
anak. Beberapa anak juga dipukul membiarkan dan mentolerir
sangat keras sehingga mereka kekerasan fisik (cambuk, pukul,
mengalami patah tulang atau tending dan tempeleng), verbal
cedera serius (Patel, 2001). (berkata-kata kotor,
Faktor Penyebab Terjadinya mengumpat, damprat atau
Kekerasan pada Anak cemooh) maupun kekerasan
Faktor penyebab terjadinya dalam pengisolasian sosial.
kekerasan pada anak disebabkan c. Persepsi Masyarakat
oleh stress dalam keluarga. Stress Masyarakat menilai bahwa
dalam keluarga tersebut bisa persoalan kekerasan terhadap
berasal dari anak, orang tua (suami anak yang dilakukan
atau Istri), atau situasi tertentu. keluarganya sendiri (orang tua)
Stress berasal dari anak misalnya adalah urusan intern mereka
anak dengan kondisi fisik, mental, sendiri. Mereka melakukan itu
dan perilaku yang terlihat berbeda dalam rangka mendidik anak-
dengan anak pada umumnya. anaknya yang bandel dan
Penyebab utama lainnya adalah membangkang orang tua dan
kemiskinan, masalah hubungan adanya anggapan bahwa anak
sosial baik dalam keluarga atau adalah milik orang tuanya
sendiri. 2. Mendampingi anak dalam
d. Kondisi Orangtua beberapa kegiatan yang
Orangtua yang mengunakan dilakukannya.
alkohol, orangtua yang 3. Menjauhkan anak dari
mengalami depresi atau lingkungan atau keadaan yang
gangguan mental, dan orangtua menyebabkan ia dapat
yang dulu dibesarkan dengan mengingat kembali peristiwa
kekerasan cenderung kekerasan yang telah
meneruskan pendidikan menimpanya.
tersebut kepada anaknya. 4. Menjelaskan kepada anak
e. Faktor Keluarga tentang arti kekerasan, dengan
Keluarga yang cenderung cara mengatakan kepadanya
berada dalam keadaan yang bahwa tidak boleh membiarkan
kacau secara ekonomi dan siapapun menggunakan
lingkungan seperti, perceraian, kekerasan, terutama terhadap
pengangguran dan keadaan anak.
ekonomi kacau. Karena adanya 5. Melibatkan anak dalam
tekanan ekonomi bagi orang tua berbagai macam kegiatan
yang tidak kuat untuk positif, seperti kegiatan
menghadapi akan ekstrakurikuler di sekolah.
menjadikannya semakin sensitif 6. Orang tua hendaknya jangan
sehingga menjadi mudah meninggalkan anaknya
marah, anak sebagai pihak yang sendirian tanpa ada orang
terlemah dalam keluarga terdekat dan terpercaya yang
menjadi sasaran kemarahan. mengawasinya.
f. Persepsi Orangtua 7. Mengaktivasi otak kanannya
Munculnya anggapan yang dengan berbagai kegiatan seni
salah terhadap anak (wrong seperti menggambar, melukis,
perception). Orangtua dan bermain musik agar
menganggap kehadiran anak menjadi suatu bentuk trauma
sebagai hak paten yang dapat healing bagi anak-anak.
digunakan sesukanya sehingga 8. Menggunakan terapi psikologis
pada akhirnya orangtua akan tertentu jika dibutuhkan.
merasa bebas dalam 9. Mengenali rasa takut yang
memperlakukan anaknya sesuai mungkin dialami anak dan
dengan keinginannya, apapun bersikap peka terhadap apapun
yang dilakukan orangtua yang dirasakannya.
terhadap anak adalah hak 10. Membuat suasana yang
orangtua. aman dan nyaman bagi anak.
Cara Mengatasi Dampak
Kekerasan pada Anak METODE PENELITIAN
Beberapa cara mengatasi dampak Penelitian ini bersifat deskriptif
kekerasan pada anak, yaitu (Dyah, yaitu suatu metode penelitian yang
2012): dilakukan dengan tujuan utama
1. Orangtua hendaknya lebih untuk membuat gambaran suatu
waspada terhadap orang-orang keadaan secara objektif, yaitu
yang berada di sekeliling menggambarkan pengetahuan
anaknya. orang tua tentang dampak
kekerasan fisik pada anak usia 6- memahami tentang dampak dari
12 tahun di Desa Lambarih Jurong kekerasan fisik yang terjadi pada
Raya Kecamatan Sukamakmur anak.
tahun 2014. Orangtua sudah lebih memahami
Penelitian ini dilaksanakan di tentang dampak kesehatan yang
Desa Lambarih Jurong Raya terjadi pada anak yang mengalami
Kecamatan Sukamakmur kekerasan fisik karena orangtua
Kabupaten Aceh Besar mulai sudah mendapatkan informasi dari
tanggal 4 Agustus sampai dengan media massa seperti TV. Dampak
10 Agustus tahun 2014. Populasi kekerasan fisik pada anak dari segi
dalam penelitian ini adalah seluruh kesehatan berupa trauma akibat
orangtua yang memiliki anak usia kecelakaan, memar yang tidak
6-12 tahun di Desa Lambarih lazim atau tidak dapat dijelaskan,
Jurong Raya Kecamatan perubahan status mental, peristiwa
Sukamakmur yaitu 53 KK. mengancam jiwa yang akut
Pengambilan sampel dilakukan (ALTE atau acute life-threatening
secara total populasi, yaitu seluruh event), gawat nafas, keluhan
populasi yang berjumlah 53 KK nonspesifik penyakit gastrointestinal
dijadikan sampel. dan henti kardiorespirasi yang tak
terduga (Schwartz, 2005).
HASIL PENELITIAN DAN Tingginya pengetahuan
PEMBAHASAN orangtua tentang dampak psikologis
Berdasarkan hasil penelitian, yang terjadi pada anak yang
menunjukkan bahwa pengetahuan mengalami kekerasan fisik karena
faktor pengalaman orangtua yang
orangtua tentang dampak
sangat berpengaruh dalam
kesehatan yang terjadi pada anak pengetahuannya termasuk dalam hal
yang mengalami kekerasan fisik cara berfikir, serta perubahan sifat
berada pada katagori tinggi yang terjadi pada anaknya. Orangtua
sebanyak 40 orang (75,47%). terutama ibu lebih peka terhadap
Pengetahuan orangtua tentang perubahan perilaku yang dialami oleh
dampak psikologis pada anak yang anak. Dan banyaknya sumber
mengalami kekerasan fisik berada pengetahuan yang bisa didapatkan
pada kategori tinggi sebanyak 31 oleh orangtua seperti: TV, radio dan
orang (58,49%). Pengetahuan koran. Dampak kekerasan fisik dari
orangtua cara mengatasi dampak segi psikologis berupa anak terlihat
takut, menarik diri dari teman-
kekerasan fisik pada anak berada
temannya dan tidak ingin bermain,
pada katagori tinggi sebanyak 36 agresif atau mengganggu anak lain,
orang (67,92%). kabur dari sekolah atau rumahnya,
Berdasarkan hasil penelitian di berbohong atau mencuri, memiliki
atas, maka dapat disimpulkan performa sekolah yang buruk (Patel,
bahwa pengetahuan orangtua 2001).
tentang dampak kekerasan fisik Tingginya pengetahuan orangtua
pada anak usia 6-12 tahun di Desa tentang cara mengatasi dampak
Lambarih Jurong Raya Kecamatan kekerasan fisik yang terjadi pada anak
Sukamakmur menurut disebabkan karena adanya keinginan
persentasinya berada pada kategori dari orangtua agar anaknya terhindar
dari kekerasan yang bisa terjadi pada
tinggi sebanyak 30 orang atau
anak. Informasi yang didapatkan
56,60% artinya banyak yang sudah orangtua dari televisi. Cara mengatasi
dampak kekerasan fisik pada anak ini DAFTAR PUSTAKA
dapat dilakukan dengan pendekatan Dyah, N. 2012. Kekerasan
kesehatan pada masyarakat, yaitu Terhadap Anak,
melalui usaha promotif, preventif, http://meetdoctor.com/,
diagnosis, kuratif, dan rehabilitatif.
Dua usaha yang pertama ditujukan
bagi anak yang belum menjadi
10 Februari 2014.
korban melalui kegiatan pendidikan Hidayat., A. 2005. Pengantar Ilmu
masyarakat dengan tujuan utama Keperawatan. Jakarta:
menyadarkan masyarakat bahwa Salemba Medika
kekerasan pada anak merupakan Kusmiyati. 2013. 1.600-a
penyakit masyarakat yang akan London: International
menghambat tumbuh kembang anak Medical Corps Indonesia
yang optimal, oleh karenanya harus Programme.
dihapuskan. Pieter, H.Z dan Lubis, N.L. 2010.
Pengantar Psikologi dalam
PENUTUP Keperawatan. Jakarta:
1. Pengetahuan orangtua tentang Kencana.
dampak kesehatan yang terjadi Schwartz, W.M. 2005. Pedoman
pada anak yang mengalami Klinis Pediatrik. Jakarta:
kekerasan fisik pada anak usia EGC Soetjiningsih. 2002.
6-12 tahun di Desa Lambarih Tumbuh Kembang Anak.
Jurong Raya Kecamatan Jakarta: Bina Rupa Aksara
Sukamakmur tahun 2014 Yohana. 2013.
termasuk dalam kategori tinggi Penyebab
yaitu berjumlah 40 orang Kekerasan
(75,47%). Terhadap Anak,
2. Pengetahuan orangtua tentang http://yosephineyohana.blogs
dampak psikologis yang terjadi pot.com/, diakses 10
pada anak yang mengalami Februari 2014
kekerasan fisik pada anak usia Yusuf, S. 2011. Psikologi
6-12 tahun di Desa Lambarih Perkembangan Anak &
Jurong Raya Kecamatan Remaja. Bandung: Remaja
Sukamakmur tahun 2014 Rosdakarya
termasuk dalam kategori tinggi
yaitu berjumlah 31 orang
(58,49%).
3. Pengetahuan orangtua tentang
cara mengatasi dampak
kekerasan fisik pada anak usia
6-12 tahun di Desa Lambarih
Jurong Raya Kecamatan
Sukamakmur tahun 2014
termasuk dalam kategori tinggi
yaitu berjumlah 36 orang
(67,92%).
GAMBARAN SIKAP IBU TERHADAP KEKERASAN PADA ANAK DI
WILAYAH KERJA PUSKESMAS MERGANGSAN YOGYAKARTA1

Isnaini Prabaningrum2, Siti Istiyati3

INTISARI

Latar Belakang: Komisi Perlindungan Anak Indonesia menyatakan bahwa


kekerasan pada anak selalu meningkat setiap tahun dan tahun 2015 di DIY tercatat
sebanyak 404 kasus. Jumlah kekerasan berdasarkan lokasi terjadinya di
kecamatan kota Yogyakarta tahun 2015 paling tinggi di kecamatan Mergangsan
sebesar 13%. Kekerasan pada anak menyebabkan perubahan pada tumbuh
kembang anak. Sikap ibu merupakan salah satu penyebab kekerasan pada anak.
Berdasarkan studi pendahuluan di Puskesmas Mergangsan terdapat sebanyak 584
anak usia 6 – 10 tahun, 28% di Kelurahan Brontokusuman, 37% di Kelurahan
Keparakan dan 35% di Wiragunan.

Tujuan: diketahuinya gambaran sikap ibu terhadap kekerasan pada anak di


wilayah kerja Puskesmas Mergangsan Yogyakarta.

Metode Penelitian: menggunakan deskriptif analitik dengan pendekatan waktu


cross sectional. Tempat penelitian di Puskesmas Mergangsan Yogyakarta dan
waktu pengambilan data 12 – 18 Mei 2017. Responden penelitian adalah ibu yang
memiliki anak usia 6 – 10 tahun. Jumlah populasi 584, jumlah sampel 59 dengan
teknik pengambilan sampel purposive sampling. Jenis data menggunakan data
primer dengan kuesioner. Analisa data menggunakan analisis univariat.

Hasil penelitian: Hasil uji analisis univariat menggunakan nilai mean yaitu 64,88.
Sikap ibu terhadap kekerasan pada anak lebih banyak bersikap negatif yaitu
sebanyak 33 (56%) dibandingkan ibu yang bersikap positif sebanyak 26 (44%).

Simpulan dan saran: Terdapat gambaran sikap ibu terhadap kekerasan pada anak
di wilayah kerja Puskesmas Mergangsan Yogyakarta. Diharapkan bagi ibu
menambah wawasan mengenai kekerasan pada anak dan dapat memahami bahwa
sikap ibu berpotensi melakukan kekerasan sehingga dapat merubah sikap untuk
menghindari kekerasan anak. Diharapkan juga untuk memahami terkait
perkembangan anak dan perlakuan ibu dapat membentuk karakter anak di
masa depan.

Kata Kunci : Sikap Ibu, Kekerasan pada Anak

Kepustakaan : 26 buku (2004 – 2013), 10 jurnal, 4 artikel, 4 skripsi


PENDAHULUAN (Setyawan, 2015)
Anak adalah bagian dari generasi Kekerasan anak di DIY
muda sebagai salah satu sumber tahun 2015 tercatat sebanyak 404
daya manusia yang merupakan kasus. Jumlah kekerasan terjadi
potensi dan penerus cita-cita sebanyak 26% pada anak laki-
perjuangan bangsa yang memiliki laki dan 74% pada anak
peranan strategis dan mempunyai perempuan. Berdasarkan lokasi
ciri dan sifat khusus, memerlukan lembaga layanan anak yang
pembinaan dan perlindungan mengalamai kekerasan di DIY
untuk menjamin pertumbuhan tahun 2015 paling tinggi di
dan perkembangan fisik, mental Kabupaten Sleman 35%,
dan sosial secara utuh, serasi, peringkat kedua di lembaga
selaras dan seimbang dalam layanan anak DIY 24%, disusul
keluarga. Pemahaman dan Kota Yogyakarta 19%, diikuti
persepsi anak tentang dunia Kabupaten Bantul 12%,
masih minim menyebabkan Kabupaten Kulon Progo 6% dan
rentan terhadap perkembangan terakhir Kabupaten Gunung
situasi sekitar yang kompleks. Kidul sebanyak 4% (BPP DIY,
Mereka belum cukup 2016: 115). Jumlah
pengalaman untuk menelaah kekerasan anak berdasarkan umur
semua informasi yang ada. Itulah terjadi pada usia 0 – 5 tahun
sebabnya, anak membutuhkan sebesar 10%, usia 6 – 10 tahun
pendampingan orang dewasa sebanyak 27%
untuk memberikan pemahaman dan usia 11 – 18 tahun sekitar
terhadap yang dipikirkan dan 63% (BPPM DIY, 2016: 118).
yang ditemuinya. Namun, Bentuk kekerasan pada anak
sebagian orang dewasa yang yang terjadi di DIY yaitu berupa
diharapkan dapat berperan kekerasan fisik 21%, kekerasan
sebagai “guru” justru psikis 20%, kekerasan seksual
memberikan kekerasan terhadap 50%, ekspliotasi/traficking 1%
anak yang berdampak fisik dan penelantaran 8%. Jumlah
maupun psikis hingga merenggut korban kekerasan anak yang
jiwanya (Makrao, 2013: 1). ditangani Forum Perlindungan
Komisi Perlindungan Anak Korban Kekerasan (FPKK) DIY
Indonesia (KPAI) menyatakan tahun 2015 berdasarkan jenis
bahwa kekerasan anak meningkat pelayanan yang diberikan berupa
setiap tahun. Terakhir di tahun pelayanan kesehatan sebanyak 55
2014 ada 5.066 kasus. Rata-rata kasus, terdiri dari 58% di Kota
kenaikan kasus dimulai pada Yogyakarta, 22% di Kabupaten
tahun 2011 sebanyak 1.000 Bantul, 11% di lembaga layanan
kasus kekerasan. Hasil anak DIY, 6% di Kabupaten
pemantauan KPAI dari tahun Sleman dan 3% di Kabupaten
2011 sampai 2014 terjadi Gunung Kidul (BPPM DIY,
peningkatan yang sigfnifikan. 2016: 132).
Tahun 2011 terjadi 2.178 kasus Data KPMP Kota Yogyakarta
kekerasan, 2012 ada 3.512 tahun 2016 jumlah anak yang
kasus, 2013 ada 4.311 kasus dan mengalami kasus kekerasan
tahun 2014 ada 5.066 kasus terdapat 75 kasus baru, terdiri
dari 32% Laki- laki dan 68% bagi anak tidak lagi menjadi
perempuan (Data KPMP nyaman. Adanya pengertian
Yogyakarta, 2017). Jumlah dalam memandang anak, dimana
kekerasan berdasarkan lokasi anak dipandang sebagai objek
terjadinya di kecamatan kota yang wajib menurut kepada
Yogyakarta tahun 2015 di orang tua, padahal belum tentu
kecamatan Mergangsan 13%, orang tua selamanya benar.
Umbulharjo 13%, Orang tua terlalu berharap pada
Gondokusuman 11%, anak dan cenderung memaksa
Mantrijeron 11%, Danurejan agar anak menuruti sepenuhnya
9%, Tegalrejo 8%, Wirobrajan keinginan mereka, jika tidak
8%, Kotagede 7%, Jetis 5%, maka anak akan mendapat
Kraton 4%, Gondomanan 4%, hukuman. Hal inilah yang
Ngampilan 4%, Gedong Tengen menjadikan alasan bagi orang tua
2% dan terakhir kecamatan sering melakukan kekerasan
Pakualaman 1%. Adapun pada anak. Disamping itu, bisa
bentuk kekerasan pada yang juga dikarenakan riwayat orang
dilakukan yaitu 30% berupa tua yang dibesarkan dalam
kekerasan fisik, 27% kekerasan kekerasan sehingga cenderung
psikis, 42% kekerasan seksual meniru pola asuh yang
dan 1% berbentuk penelantaran didapatkan sebelumnya. Stres,
(BPPM DIY, 2016: 125). kemiskinan, isolasi sosial,
Berdasarkan usia kasus lingkungan yang mengalami
kekerasan pada anak di Kota krisis ekonomi, tidak bekerja,
Yogyakarta tertinggi yaitu pada sikap orangtua, kurangnya
usia 11 – 18 tahun sebesar 74%, pengetahuan orang tua tentang
disusul pada rentang usia 6 – 10 pendidikan anak serta minimnya
tahun sebesar 18% dan terakhir pengetahuan agama orang tua
pada rentang usia 0 – 5 tahun turut berperan menjadi penyebab
sebesar 8% (BPPM DIY: 117). terjadinya kekerasan pada anak
Sejalan dengan data dari Komnas (Soetjiningsih dalam Fitriana
Perlindungan Anak kasus 2015: 84).
kekerasan yang terjadi 70% Sikap merupakan kesiapan untuk
pelakunya adalah wanita. bereaksi terhadap suatu objek
Sebagian besar perempuan dengan cara tertentu, dalam hal
pelaku kekerasan anak ternyata ini sikap dan perilaku orangtua
pernah menjadi korban kekerasan tanpa sadar menggunakan
dari suami atau akibat disfungsi kekuasaannya untuk berbuat apa
keluarga. Masalah yang terjadi saja, termasuk melakukan
dalam keluarga atau pasangan kekerasan pada anak. Orangtua
menjadi faktor pemicu biasanya menggunakan
melakukan kekerasan anak. kekuasaannya untuk
Angka ini menggambarkan mengendalikan perilaku anak
bahwa orang tua tunggal supaya anak tidak menjadi
Kekerasan pada anak dapat pembangkang. Sedangkan, anak
terjadi setiap hari di rumah, sebagai pribadi kecil dan lemah
rumah yang seharusnya tempat sepenuhnya berada di bawah
teraman dan tempat berlindung kendali orang dewasa tidak
berdaya menghadapi perlakuan kekerasan anak sedangkan
tersebut. Tanpa disadari, ternyata individu yang membentuk
anak sejak kecil sudah diajarkan keyakinan, perasaan dan
agar patuh dan taat pada orangtua kecenderungan negatif akan
dengan cara kekerasan bersikap negatif (menolak) juga
(Huraerah, 2007: 9). Kemiskinan terhadap kekerasan pada anak
memberikan efek gangguan (Nugroho, 2009).
emosional kepada orangtua Kekerasan anak menyebabkan
terutama wanita sebagai seorang perubahan pada tumbuh kembang
ibu dimana ibu juga harus anak. Selain itu dampak yang
memenuhi kebutuhan keluarga akan diterima anak sebagai akibat
dan mengasuh anak, yang dari kekerasan anak berupa
kemudian akan mempengaruhi dampak fisik, dampak psikis
cara mereka dalam mengasuh maupun dampak sosial
anak. Tentunya dari (Anggraeni, 2013: 4).
permasalahan tersebut seorang Seringkali kekerasan terhadap
ibu akan mengalami gangguan anak dianggap hal yang lumrah
emosional, maka dalalam karena secara sosial dipandang
mengasuh anak dengan cara yang sebagai cara pendisiplinan anak.
tidak tepat dan proporsional Bahkan dimasyarakat, norma
sehingga terjadilah kekerasan sosial dan budaya tidak
pada anak (Ikawati, 2013: 3). melindungi atau menghormati
Semakin kuat satu sikap dalam anak. Peningkatan fenomena
pemikiran seseorang maka kekerasan pada anak
semakin besar pengaruhnya menunjukkan dan harus diakui
terhadap perilaku. Penelitian bahwa sejauh ini tindak
yang telah dilakukan kekerasan terhadap anak masih
menunjukkan bahwa sikap yang dihadapi dengan cara
dibentuk melalui pengalaman pemahaman yang insidental, dari
pribadi akan semakin kuat kejadian-kejadian yang parsial.
daripada sikap yang dibentuk Belum memadahinya
berdasarkan informasi kedua atau pemahaman kekerasan anak yang
sumber yang tidak langsung. lebih konseptual mengakibatkan
Secara spesifik orang tidak hanya tidak cukup membantu untuk
bisa menggunakan sikap sebagai menekan kekerasan serendah
dasar perilaku, tetapi membentuk mungkin (Huraerah, 2007: 2).
sikap berdasarkan perilaku. Tenaga profesional kesehatan
Sebagaimana sikap dapat termasuk bidan seringkali
berpengaruh pada perilaku, menjadi pihak pertama yang
sebaliknya perilaku pun juga menemukan kasus kekerasan
dapat membentuk sikap karena anak, baik pada saat melakukan
perilaku adalah pengalaman yang prakteknya di institusi kesehatan
paling langsung pada diri atau di tempat praktek pribadi,
seseorang. Individu yang atau juga pada saat melakukan
membentuk keyakinan, perasaan kunjungan ke lapangan.
dan kecenderungan yang positif Merekalah yang seharusnya dapat
akan bersikap positif (menerima mendeteksi dini dan menangani
atau mendukung) juga terhadap atau merujuk kasus kasus
kekerasan anak sesuai dengan putih (Jati, 2016).
prosedur dalam sistem Berdasarkan studi pendahuluan di
perlindungan anak yang berlaku, Puskesmas Mergangsan terdapat
sehingga tidak timbul kembali sebanyak 584 anak usia 6 – 10
asumsi bahwa kasus kekerasan tahun, 28% di Kelurahan
anak yang tercatat hanya Brontokusuman, 37% di Kelurahan
merupakan ujung atas dari Keparakan dan 35% di Wiragunan.
gunung es, kasus yang Pada tahun 2016 terdapat
sebenarnya ada di dalam 1 kasus kekerasan anak berupa
masyarakat, sesuai dengan kekerasan fisik yang berlokasi di
standar kompetensi bidan ke-7 RT 33 RW 10 Kelurahan
dan ke-8 yaitu bidan memberikan Wirogunan (SimPus Mergangsan,
asuhan bermutu tinggi dan 2017).
komperhensif pada keluarga, HASIL DAN PEMBAHASAN
kelompok dan masyarakat sesuai Sikap merupakan reaksi atau
budaya setempat tentunya terkait respon yang masih tertutup dari
dengan kekerasan pada anak seseorang terhadap suatu
yang merupakan salah satu stimulus. Responden yang
bahaya yang sering terjadi di bersikap positif sebanyak 26
dalam dan luar rumah serta upaya (44%) sedangkan yang
pencegahannya (IDI, 2004). bersikap negative sebanyak 33
Salah satu bentuk upaya (56%). Sikap negatif adalah sikap
penurunan angka kekerasan anak yang cenderung untuk menjauhi,
di Yogyakarta dengan menghindari, membenci dan
menetapkan Puskesmas tidak menyukai untuk melakukan
Mergangsan Yogyakarta menjadi kekerasan pada anak (Azwar
puskesmas ramah anak yang 2009). Hasil ini karena responden
bertujuan untuk mewujudkan memiliki umur yang tidak
Yogyakarta sebagai kota layak berisiko melakukan kekerasan
anak sesuai Peraturan Daerah pada anak. Dari hasil tersebut
Nomor 1 Tahun 2016 tentang dapat ditarik kesimpulan bahwa
Kota Layak Anak. Meskipun responden lebih dominan
baru ada satu puskesmas ramah memiliki sikap negatif yaitu
anak, puskesmas lain bisa sikap yang tidak mendukung
menentukan terhadap kekerasan pada anak
dan keunggulannya masing- sehingga tidak berisiko
masing. Salah satu pelayanan melakukan kekerasan pada anak.
ramah anak di Puskesmas Sikap merupakan faktor penentu
Mergangsan ada di poliklinik perilaku, karena sikap
gigi, selain ruangan yang berhubungan dengan persepsi,
dan keunggulannya masing- kepribadian dan motivasi.
masing. Salah satu pelayanan Sikap ibu terhadap kekerasan
ramah anak di Puskesmas pada anak mayoritas bersikap
Mergangsan ada di poliklinik negatif. Hal ini dimungkinkan
gigi, selain ruangan yang bahwa pembentukan sikap ibu
didesain nyaman untuk anak- terhadap kekerasan pada anak
anak, dokter dan perawat tidak dipengaruhi oleh beberapa faktor
mengenakan pakaian yang serba yaitu pengalaman pribadi,
pengaruh orang lain yang didominasi oleh ibu bekerja
dianggap penting, pengaruh (58%).
kebudayaan, media masa, Peranan ibu antara lain sebagai
lembaga pendidikan dan agama seorang istri dan ibu bagi anak-
serta faktor emosional (Azwar, anaknya yang bertugas mengurus
2013). rumah tangga, pengasuh bagi
Berdasarkan karateristik terdapat anak- anaknya, sebagai anggota
12 (20%) responden bertempat masyarakat dan lingkungan, serta
tinggal bersama orangtua ataupun ibu juga berperan sebagai
mertua. Hasil ini memperkuat pencari nafkah tambahan dalam
bahwa pengaruh orang lain yang keluarga (Efendi, 2009). Pada
dianggap penting salah satunya ibu bekerja tentunya akan
adalah faktor tinggal serumah mengurangi intensitas
dengan orangtua atau mertua komunikasi antara keduanya. Ibu
dimana orangtua atau mertua yang bekerja tentunya memiliki
lebih dominan dalam keluarga stress yang lebih tinggi
tersebut. Pendapat ini diperkuat dibandingkan dengan ibu yang
dengan Rahayuningsih (2008) tidak bekerja karena beban kerja
yaitu pembentukan sikap dapat yang dimilikinya lebih banyak
dipengaruhi oleh beberapa faktor (Forgays dalam Chairini, 2013).
diantaranya pengalaman, Karateristik ini sejalan dengan
kebudayaan, orang lain yang hasil bahwa sikap positif
dianggap penting, media massa, sebanyak 44%.
institusi atau lembaga pendidikan
dan agama serta faktor KESIMPULAN
emosional. Berdasarkan hasil penelitian
Selain faktor tempat tinggal, hasil dapat disimpulkan bahwa
penelitian didukung oleh mayoritas sikap ibu di wilayah
karateristik responden yaitu kerja Puskesmas Mergangsan
umur lebih banyak pada usia > Yogyakarta memiliki sikap
35 tahun, agama yang didominasi negatif sebanyak 33 (56%)
agama islam, pendidikan SMA, responden. Berdasarkan sikap ibu
satus pernikahan menikah, terhadap kekerasan pada anak,
ekonomi > UMR, jumlah anak sebagain besar responden
dan keadaan anak. Menurut bersikap negative sehingga tidak
Brooks (2011) menyebutkan berpotensi terhadap kekerasan
dalam mengasuh anak minimal pada anak. Mayoritas ibu di
berusia 18 tahun, menikah, wilayah kerja Puskesmas
bekerja, dan lebih lanjut Mergangsan Yogyakarta tidak
menjelaskan karateristik sosial berisiko melakukan kekerasan
seperti pendidikan ibu dan pada anak berdasarkan
pekerjaan ibu menjadi penting karateristik berupa umur,
karena memungkinkan untuk pendidikan, status pekerjaan,
menghidupi anaknya dan terhidar status pernikahan, ekonomi,
dari sikap positif terhadap keadaan anak dan jumlah anak.
kekerasan paa anak. Berdasarkan
karateristik, sikap ibu terhadap DAFTAR PUSTAKA
kekerasan pada anak dapat Anggraeni, Ratna Devi. 2013.
Dampak Kekerasan Anak
dalam Rumah Tangga.
Dalam artikel Ilmiah Hasil
Penelitian Mahasiswa 2013.
Universitas Jember.
Azwar. Saifuddin. 2009. Sikap
Manusi dan Teori
Pengukurannya. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
. 2013.
Sikap Manusia dan Teori
Pengukurannya Edisi
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Badan Pemberdayaan Perempuan
dan Masyarakat Daerah
Istimewa Yogyakarta. 2016.
Profil Pemenuhan Hak Anak
Daerah
Brooks, Jane. 2011. The Process
of Parenting Zth edition
(Edisi Terjemahan).
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Chairini, nurul. 2013. Faktor-
faktor yang Berhubungan
dengan Stres Pengasuhan
pada Ibu dengan Anak Usia
Prasekolah di Posyandu
Kemiri Muka. Jakarta:
Skripsi Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah.
Efendi, Feri dan Mukhfudli.
2009. Keperawatan
Kesehatan Komunitas: teori
dan Praktik dalam
Keperawatan. Jakarta:
Salemba Medika.\
Fitriana, Yuli, Kurniasari Pratiwi
dan Andina Vita Sutanto.
2015. Faktor-Faktor yang
Berhubungan dengan
Perilaku Orang tua dalam
Melakukan Kekerasan
Verbal terhadap Anak Usia
Pra-sekolah. Jurnal
Psikologi Undip Vol.14 No.1
April 2015, 81 – 93.

Anda mungkin juga menyukai