F
DENGAN ABSES CEREBRI DI RUANG ANAK
RSUD RADEN MATTAHER JAMBI
Dosen Pembimbing :
Netha Damayantie, Ners, M.Kep
Pembimbing Klinik :
Ns. Dwi Handayani, M.Kep
Disusun Oleh :
Sumarni PO. 71202210031
2. Etiologi
Pada penderita meningitis bakteri tidak selalu terjadi abses otak, hal ini
dipengaruhi faktor-faktor :
1.3. Imunopatologis
Pada tahap awal AO terjadi reaksi radang yang difus pada jaringan
otak dengan infiltrasi lekosit disertai edema, perlunakan dan kongesti
jaringan otak, kadang-kadang disertai bintik perdarahan. Setelah beberapa
hari sampai beberapa minggu terjadi nekrosis dan pencairan pada pusat
lesi sehingga membentuk suatu rongga abses, Astroglia, fibroblas dan
makrofag mengelilingi jaringan yang nektorik. Mula-mula abses tidak
berbatas tegas tetapi lama-kelamaan dengan fibrosis yang progresif
terbentuk kapsul dengan dinding yang konsentris. Tebal kapsul antara
beberapa milimeter sampai beberapa sentimeter. Beberapa ahli membagi
perubahan patologi AO dalam 4 stadium yaitu :
a). Bentuk pusat nekrosis diisi oleh acellular debris dan sel-sel radang
b). Daerah tepi pusat nekrosis terdiri dari sel radang, maksofag, dan
fibroblast.
Berdasarkan bakteri penyebab, maka etiologi dari abses otak dapat dibagi
menjadi :
Edema serebral penekanan area pengatur kesadaran kejang dan nyeri kepala
Fase awal abses otak ditandai dengan edema lokal, hiperemia infiltrasi
leukosit atau melunaknya parenkim. Trombisis sepsis dan edema. Beberapa hari
atau minggu dari fase awal terjadi proses liquefaction atau dinding kista berisi
pus. Kemudian terjadi ruptur, bila terjadi ruptur maka infeksi akan meluas
keseluruh otak dan bisa timbul meningitis.
Abses dalam kapsul substantia alba dapat makin membesar dan meluas ke
arah ventrikel sehingga bila terjadi ruptur, dapat menimbulkan meningitis. Infeksi
jaringan fasial, selulitis orbita, sinusitis etmoidalis, amputasi meningoensefalokel
nasal dan abses apikal dental dapat menyebabkan AO yang berlokasi pada lobus
frontalis. Otitis media, mastoiditis terutama menyebabkan AO lobus temporalis
dan serebelum, sedang abses lobus parietalis biasanya terjadi secara hematogen.
b. penyebab infeksi dari focus primer pada paru-paru seperti abses paru,
bronchiektasis, empyema, pada endokarditis dan perikarditis.
Gejala dan tanda klinis dari abses otak tergantung kepada banyak faktor,
antara lain lokasi, ukuran, stadium dan jumlah lesi, keganasan kuman, derajat
edema otak, respons pasien terhadap infeksi, dan juga umur pasien. Bagian otak
yang terkena dipengaruhi oleh infeksi primernya.
d. Tanda lokal jaringan otak yang terkena berupa kejang, gangguan syaraf kranial
afasia, ataksia, paresis.
Abses pada lobus frontalis biasanya tenang dan bila ada gejala-gejala
neurologik seperti hemikonvulsi, hemiparesis, hemianopsia homonim disertai
kesadaran yang menurun menunjukkan prognosis yang kurang baik karena
biasanya terjadi herniasi dan perforasi ke dalam kavum ventrikel.
Lobus gejala
b. Temporalis tidak mampu menyebut objek, tidak mampu membaca, menulis atau
mengerti kata-kata, hemianopia
6. Diagnosis
7. Komplikasi
c. edema otak
komplikasi meliputi :
a. Retardasi mental
b. Epilepsi
9. Penatalaksanaan
Dasar pengobatan abses otak adalah mengurangi efek massa dan menghilangkan
kuman penyebab. Terapi definitif untuk abses melibatkan
e. Pencegahan kejang
f. Neurorehabilitasi
Penatalaksanaan awal dari abses otak meliputi diagnosis yang tepat dan
pemilihan antibiotik didasarkan pada pathogenesis dan organisme yang
memungkinkan terjadinya abses. Ketika etiologinya tidak diketahui, dapat
digunakan kombinasi dari sefalosporin generasi ketiga dan metronidazole.
Etiologi Antibiotik
Infeksi bakteri gram negatif, bakteri Meropenem
anaerob, stafilokokkus dan
streptokokkus
Penyakit jantung sianotik Penisillin dan metrinidazole
Post VP-Shunt Vancomycin dan ceptazidine
Otitis media, sinusitis atau mastoiditis Vancomycin
Infeksi meningitis citrobacter Cefalosporin generasi ketiga, yang
secara umum dikombinasikan dengan
terapi aminoglikosida
Pada abses yang terjadi akibat trauma penetrasi, cedera kepala, atau
sinusitis dapat diterapi dengan kombinasi napsiline atau vancomycin,
cefottaxime atau cetriaxone, dan juga metronidazole. Mono terapi dengan
meropenem terbukti baik melawan bakteri gram negatif. Bakteri anaerob,
stafilokokkus dan streptokokkus dan menjadi pilihan alternatif .
Pada abses yang terjadi akibat penyakit jantung sianotik dapat diterapi
dengan penisilin dan metronidazole. Abses yang terjadi akibat
ventrikuloperitoneal shunt dapat diterapi dengan vancomycin dan ceptazidin.
Jika otitis media, sinusitis atau mastoiditis yang menjadi penyebab dapat
digunakan vancomycin karena streptocokkus pneumonia telah resisten terhadap
penilcillin. Jika meningitis citrobacter, yang merupakan bakteri utama pada
abses lokal, dapat digunakan sefalosforin generasi ketiga, yang secara umum
dikombinasikan dengan terapi aminoglikosida. Pada pasien dengan
immunocompromised digunakan antibiotik yang berspektrum luas dan
dipertimbangkan pula terapi amphoterids.
Tabel 2.1. Dosis dan Cara Pemberian Antibiotik pada Abses Otak
10. Pengobatan
Dasar pengobatan penyakit abses otak adalah mengurangi efek masa dan
menghilangkan kuman penyebab. Penatalaksanaan obses otak dapat dibagi
menjadi pengobatan bedah dan konservatif. Untuk menghilangkan penyebab
dapat dilakukan operasi baik aspirasi maupun eksisi dan pemberian antibiotik.
a. Antibiotik
2). Abses multiple terutama yang jaraknya berjauhan setu sama lain
4). Abses lokasinya sulit dicapai dengan operasi atau operasi diperkirakan akan
merusak fungsi vital
5). Abses yang disertai hydrosepalus yang mungkin akan terinfeksi bula
dilakukan operasi
b. Korticosteroid
c. Pembedahan
Pengobatan
b. Glococorticosteroid : dexamethasone
c. Anticonvulsan
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Anamnesis
1). Identitas klien, usia, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama,
suku bangsa, tgl MRS, askes dst.
4). Riwayat penyakit dahulu : pernah atau tidak menderita infeksi telinga
(otitis media, mastoiditis), atau infeksi paru-paru (bronkiektasis, abses
paru, empiema), jantung (endokarditis), organ pelvis, gigi dan kulit.
b. Pemeriksaan Fisik
a). Aktivitas/istirahat :
Gejala : Malaise
b). Sirkulasi
c). Eliminasi
d). Nutrisi
e). Higiene
f). Neurosensori
g). Nyeri/keamanan
h). Pernapasan
i). Keamanan
3. Intervensi Keperawatan
4. Implementasi
5. Evaluasi
PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI): Definisi dan Indikator
Diagnostik ((cetakan III) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.
PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI): Definisi dan Tindakan
Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.
PPNI, T. P. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI): Definisi dan Kreteria Hasil
Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.