Anda di halaman 1dari 10

TEKNIK RELAKSASI NAFAS DALAM TERHADAP PENURUNAN

TEKANAN DARAH PADA PENDERITA HIPERTENSI


Rizka Nuramalia, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Cirebon, Jawa Barat, Indonesia.
Email: Rizkanuramalia30@gmail.com

A. Pendahuluan

Hipertensi merupakan salah satu penyakit tidak menular (PTM)


yang menjadi suatu masalah kesehatan yang serius dan perlu di
waspadai. Hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah pada
arteri utama di dalam tubuh terlalu tinggi (Sartika et al., 2018) ). Hal
tersebut terjadi karena kerja jantung yang berlebih saat memompa darah
untuk memenuhu kebutuhan oksigen dan nutrisi di dalam
tubuh.Hipertensi merupakan penyebab kematian utama yang sering
disebut sebagai the silent killer disease. Saat ini penyakit degenaratif
dan kardiovaskuler merupakan salah satu maalah kesehatan masyarakat
di Indonesia (Tumanggor & Dearst, 2021)

Kekambuhan merupakan kejadian berulang dari sebagian


penyakit yang telah diderita sebelumnya. Kekambuhan pada penderita
hipertensi sering terjadi selama hidupnya, kekambuhan tersebut
merupakan dampak dari faktor sikap yang tidak dapat dihindari oleh
individu, dari kejadian hipertensi akan berdampak pada kekambuhan
apabila penderita tersebut tidak mampu menerapkan sikap yang dapat
mencegah kejadian tersebut. Kekambuhan pada hipetensi terjadi karena
berbagai macam faktor pencetus diantaranya stress fisik dan psikologis,
diet yang kurang tepat (tinggi garam), kebiasaan merokok, konsumsi
alkohol, dan kuragnya olahraga (Ainiyah & Wijayanti, 2019)

Faktor risiko yang menyebabkan hipertensi antara lain


yaitu usia, riwayat keluarga, gaya hidup yang kurang sehat seperti
merokok, banyak mengkonsumsi makanan mengandung lemak, kurang
beraktivitas, jenis kelamin, stress psikologis (Rahayu et al., 2020)
Manifestasi klinis antara lain nyeri kepala, pusing/migrain, rasa berat
ditengkuk, sulit untuk tidur lemah, lelah (Robbi, 2021) Dimana nyeri
kepala merupakan suatu kondisi yang paling banyak di alami pasien
hingga mengganggu aktivitas. Hipertensi yang tidak di kelola dengan
baik akan memudahkan terjadinya kekambuan. Kekambuhan bisa
berdampak pada progresifitas penyakit dan komplikasi. Komplikasi pada
hipertensi antara lain adalah stroke, infark miokard, gagal ginjal, dan
ensefalopati atau kerusakan otak (Rahayu et al., 2020).

Hipertensi dapat diatasi dengan pengobatan farmakologi dan non


farmakologi, pengobatan farmakologi dapat menggunakan obat
antihipertensi seperti golongan diuretik, golongan beta bloker diuretik,
golongan betabloker, golongan antagonis kalsium, dan golongan ACE
inhibitor. Pengobatan non farmakologi pada hipertensi di kelola dengan
banyak metode, salah satunya dengan menggunakan terapi relaksasi otot
progresif (Robbi, 2021) Relaksasi otot progresif adalah memusatkan
perhatian pada suatu aktivitas otot, dengan mengidentifikasikan otot yang
tegang kemudian menurunkan ketegangan dengan melakukan teknik
relaksasi untuk mendapatkan perasaan relaks(Megawati, 2020)

B. Pengertian

Hipertensi adalah suatu peningkatan tekanan darah arteri


dimana tekanan darah sistol lebih atau sama dengan 140 mmHg atau
tekanan diastol lebih atau sama dengan 90 mmHg atau keduanya.
Hipertensi juga penyakit yang timbul akibat adanya interaksi dari
berbagai faktor risiko yang dimiliki seseorang (Oktaviarini et al., 2019)

Hipertensi merupakan tekanan darah tinggi yang bersifat


abnormal dan diukur paling tidak pada tiga kesempatan yang berbeda.
Seseorang dianggap mengalami hipertensi apabila tekanan darahnya
lebih tinggi dari 140/90 mmHg (Elizabeth dalam Ardiansyah M., 2012).
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami
peningkatan tekanan darah diatas normal yang mengakibatkan
peningkatan angka kesakitan (morbiditas) dan angka kematian /
mortalitas (Suhartiningsih & Yudhawati, 2021)
Sedangkan menurut (Hananta, 2011) Hipertensi adalah suatu
peningkatan abnormal tekanan darah dalam pembuluh darah arteri secara
terus-menerus lebih dari suatu periode. Hipertensi dipengaruhi oleh
faktor risiko ganda, baik yang bersifat endogen seperti usia, jenis
kelamin dan genetik/keturunan, maupun

C. Klasifikasi Hipertensi

Menurut Tambayong Menurut World Health Organization


(Noorhidayah et al., 2016) klasifikasi hipertensi adalah :

a. Tekanan darah normal yaitu bila sistolik kurang atau sama dengan
140 mmHg dan diastolik kurang atau sama dengan 90 mmHg.

b. Tekanan darah perbatasan (border line) yaitu bila sistolik 141-149


mmHg da n diastolik 91-94 mmHg.

c. Tekanan darah tinggi (hipertensi) yaitu bila sistolik lebih besar atau
sama dengan 160 mmHg dan diastolik lebih besar atau sama dengan
95 mmHg

D. Tanda dan Gejala

Sebagian besar penderita hipertensi tidak menampakkan gejala


hingga bertahun-tahun. Gejala yang paling sering muncul pada pasien
hipertensi jika hipertensinya sudah bertahun-tahun dan tidak diobati
antara lain seperti sakit kepala, kelelahan, mual, muntah, sesak nafas,
gelisah, pandangan menjadi kabur, serta mengalami penurunan
kesadaran (Nurarif & Kusuma, 2015)

E. Mekanisme Terjadinya Hipertensi

Mekanisme yang mengontrol kontriksi dan relaksasi pembuluh


darah dimulai dari jaras saraf simpatis yang berada dipusat vasomotor
medula spinalis. Jaras saraf simpatis dari medula spinalis berlanjut ke korda
spinalis dan keluar dari kolumna medula spinalis menuju ganglia simpatis di
toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor disampaikan ke ganglia
simpatis melalui impuls yang kemudian neuron preganglion mengeluarkan
asetilkolin yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh
darah. Pelepasan norepinefrin akan menyebabkan terjadinya kontriksi
pembuluh darah (Gagné et al., 2002)

Saraf simpatis sebagai perangsang pembuluh darah sebagai respon


terhadap emosi, juga mengakibatkan tambahan pada aktivitas
vasokonstriksi. Medula adrenal mengeluarkan epinefrin, kortisol, dan steroid
lainnya yang menyebabkan vasokonstriks. Vasokonstriksi merangsang
pengeluaran renin akibat penurunan aliran darah ke ginjal. Sekresi renin
akan merangsang pelepasan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi
angitensin II dan merangsang korteks adrenal mengeluarkan aldosteron.
Hormon aldosteron akan menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus
ginjal sehingga meningkatkan volume intravaskular (Price & Wilson, 2013).
Semua mekanisme tersebut mencetuskan terjadinya peningkatan tekanan
darah.

F. Penyebab

Menurut (Smeltzer, 2013) berdasarkan penyebab terjadinya,


hipertensi terbagi atas dua bagian, yaitu :

a. Hipertensi Primer (Esensial) Hipertensi primer sering terjadi pada


populasi dewasa antara 90% - 95%. Hipertensi primer, tidak memiliki
penyebab klinis yang dapat di identifikasi juga kemungkinan bersifat
multifaktor. Hipertensi primer tidak bisa disembuhkan, akan tetapi bisa
dikontrol dengan terapi yang tepat. Dalam hal ini, faktor genetik
mungkin berperan penting untuk pengembangan hipertensi primer dan
bentuk tekanan darah tinggi yang cenderung berkembang secara
bertahap selama bertahun-tahun (Bell et al., 2015)

b. Hipertensi Sekunder

Hipertensi sekunder memiliki ciri dengan peningkatan tekanan darah dan


disertai penyebab yang spesifik, seperti penyempitan arteri renalis,
kehamilan, medikasi tertentu, dan penyebab lainnya. Hipertensi sekunder
juga bisa bersifat menjadi akut, yang menandakan bahwa adanya
perubahan pada curah jantung (Ignatavicius et al., 2017)

G. Komplikasi
Menurut (Telaumbanua & Rahayu, 2021) komplikasi dari
hipertensi adalah :
a. Stroke akibat dari pecahnya pembuluh yang ada di dalam otak atau
akibat embolus yang terlepas dari pembuluh nonotak. Stroke bisa
terjadi pada hipertensi kronis apabila arteri-arteri yang
memperdarahi otak mengalami hipertrofi dan penebalan pembuluh
darah sehingga aliran darah pada area tersebut berkurang. Arteri
yang mengalami aterosklerosis dapat melemah dan meningkatkan
terbentuknya aneurisma.
b. Infark Miokardium
Infark miokardium terjadi saat arteri koroner mengalami
arterosklerotik tidak pada menyuplai cukup oksigen ke miokardium
apabila terbentuk thrombus yang dapat menghambat aliran darah
melalui pembuluh tersebut. Karena terjadi hipertensi kronik dan
hipertrofi ventrikel kebutuhan
c. Gagal Ginjal
Kerusakan pada ginjal disebabkan oleh tingginya tekanan pada
kapiler-kapiler glomerulus. Rusaknya glomerulus membuat darah
mengalir ke unti fungsionla ginjal, neuron terganggu, dan berlanjut
menjadi hipoksik dan kematian. Rusaknya glomerulus
menyebabkan protein keluar melalui urine dan terjadilah tekanan
osmotic koloid plasma berkurang sehingga terjadi edema pada
penderita hipertensi kronik.
d. Ensefalopati
Ensefalopati (kerusakan otak) terjadi pada hipertensi maligna
(hipertensi yang mengalami kenaikan darah dengan cepat).
Tekanan yang tinggi disebabkan oleh kelainan yang membuat
peningkatan tekanan kapiler dan mendorong cairan ke dalam ruang
intertisium diseluruh susunan saraf pusat. Akibatnya Neuro-Neuro
Disekitarnya Terjadi Koma Dan Kematian.

H. Penatalaksanaan
Tatalaksana hipertensi dapat dilakukan dalam dua kategori
yaitu dengan farmakologi dan non farmakologis. Terapi farmakologis
adalah tatalaksana hipertensi dengan menggunakan obat, sedangkan
upaya non farmakologis adalah dengan menjalani pola hidup sehat
seperti menjaga berat badan, mengurangi asupan garam, melakukan
olahraga, mengurangi konsumsi alkohol dan tidak merokok (Arel
Avelia Samsir Silondae et al., 2020)
Menurut (Putra, 2013)bernafas dengan cara dan pengendalian
yang baik mampu memberikan relaksasi serta mengurangi stress.
Latihan nafas dalam merupakan suatu bentuk terapi nonfarmakologi,
yang dalam hal ini perawat mengajarkan kepada klien bagaimana cara
melakukan napas dalam, napas lambat (menahan inspirasi secara
maksimal) dan bagaimana menghembuskan napas secara perlahan,
Selain dapat menurunkan intensitas nyeri, teknik relaksasi napas dalam
juga dapat meningkatkan ventilasi paru dan meningkatkan oksigenasi
darah (Bell et al., 2015)

I. Pengertian Relaksasi Nafas Dalam


Terapi relaksasi nafas dalam merupakan pernafasan pada
abdomen dengan frekuensi lambat serta perlahan, berirama, dan
nyaman dengan cara memejamkan mata saat menarik nafas. Efek dari
terapi ini ialah distraksi atau pengalihan perhatian(Hartanti et al., 2016)
Mekanisme relaksasi nafas dalam pada sistem pernafasan
berupa suatu keadaan inspirasi dan ekspirasi pernafasan dengan
frekuensi pernafasan menjadi 6-10 kali permenit sehingga terjadi
peningkatan regangan kardiopulmonari. Terapi relaksasi nafas dalam
dapat dilakukan secara mandiri, relatif mudah dilakukan dari pada
terapi nonfarmakologis lainnya, tidak membutuhkan waktu lama untuk
terapi, dan dapat mengurangi dampak buruk dari terapi farmakologis
bagi penderita hipertensi (Masnina & Setyawan, 2018)

J. Tujuan Relaksasi Nafas Dalam


Relaksasi napas dalam bertujuan untuk mengontrol pertukaran
gas agar menjadi efisien, mengurangi kinerja bernapas, meningkatkan
inflasi alveolar maksimal, meningkatkan relaksasi otot, menghilangkan
ansietas, menyingkirkan pola aktivitas otot-otot pernapasan yang tidak
berguna, melambatkan frekuensi pernapasan, mengurangi udara yang
terperangkap serta mengurangi kerja bernapas (Brunner, 2013)
Beberapa manfaat terapi relaksasi nafas dalam adalah sebagai berikut:
a. Ketentraman hati
b. Berkurangnya rasa cemas, khawatir dan gelisah
c. Tekanan darah dan ketegangan jiwa menjadi rendah
b. Detak jantung lebih rendah
c. Mengurangi tekanan darah
d. Meningkatkan keyakinan
e. Kesehatan mental menjadi lebih baik

K. Langkah- Langkah Relaksasi Nafas


Langkah-Langkah teknik terapi relaksasi nafas dalam menurut
(Widyanti & Wardani, 2013) sebagai berikut:
a. Ciptakan lingkungan yang tenang. Usahakan tetap rileks dan
tenang.
b. Menarik nafas dalam dari hidung dan mengisi paru-paru dengan
udara melalui hitungan.
c. Perlahan-lahan udara dihembuskan melalui mulut sambil
merasakan ekstremitas atas dan bawah rileks.
d. Anjurkan bernafas dengan irama normal 3 kali. Menarik nafas lagi
melalui hidung dan menghembuskan melalui mulut secara
perlahan-lahan
e. Membiarkan telapak tangan dan kaki rileks. Usahakan agar tetap
konsentrasi Anjurkan untuk mengulangi prosedur hingga benar-
benar rileks Ulangi selama 15 menit, dan selingi istirahat singkat
setiap 5 kali pernafasan

DAFTAR PUSTAKA

Ainiyah, N., & Wijayanti, L. (2019). HUBUNGAN SIKAP TENTANG HIPERTENSI


DENGAN FREKUENSI KEKAMBUHAN HIPERTENSI PADA PENDERITA
HIPERTENSI DI RW 06 KARAH KECAMATAN JAMBANGAN SURABAYA:
Relationship Attitude Of Hypertension With The Frequency Of Recurrence
Hypertension In The Hypertension Patient. Jurnal Ilmiah Keperawatan (Scientific
Journal of Nursing), 5(1), 47–53.
Arel Avelia Samsir Silondae, P., Prio, A. Z., & Saranani, M. (2020). PENGARUH
PENERAPAN TEKNIK RELAKSASI NAFAS DALAM TERHADAP PENURUNAN
TEKANAN DARAH PADA PASIEN HIPERTENSI. Poltekkes Kemenkes Kendari.
Bell, K., Twiggs, J., Olin, B. R., & Date, I. R. (2015). Hypertension: the silent killer:
updated JNC-8 guideline recommendations. Alabama Pharmacy Association, 334,
4222.
Brunner, L. S. (2013). Brunner y Suddarth enfermería medicoquirúrgica. Wolters
Kluwer Health/Lippincott Williams & Wilkins.
Gagné, C., Price, W. L., & Gravel, M. (2002). Comparing an ACO algorithm with other
heuristics for the single machine scheduling problem with sequence-dependent
setup times. Journal of the Operational Research Society, 53(8), 895–906.
Hananta, I. P. Y. (2011). Freitag H. Deteksi Dini Dan Pencegahan Hipertensi Dan
Stroke. Yogyakarta: MedPress.
Hartanti, R. D., Wardana, D. P., & Fajar, R. A. (2016). Terapi relaksasi napas dalam
menurunkan tekanan darah pasien hipertensi. Jurnal Ilmiah Kesehatan, 9(1),
97268.
Ignatavicius, D. D., Workman, M. L., & Rebar, C. (2017). Medical-Surgical Nursing-E-
Book: Concepts for Interprofessional Collaborative Care. Elsevier Health
Sciences.
Masnina, R., & Setyawan, A. B. (2018). Terapi Relaksasi Nafas Mempengaruhi
Penurunan Tekanan Darah Pada Pasien Lansia Dengan Hipertensi. Jurnal Imu Dan
Teknologi Kesehatan, 5(2), 119–128.
Megawati, M. (2020). PENGARUH TEKNIK RELAKSASI OTOT PROGRESIF
TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH PADA LANSIA PENDERITA
HIPERTENSI DI PUSKESMAS MULIOREJO TAHUN 2020: Hipertensi, Teknik
relaksasi otot Progresif, Tekanan darah. Jurnal Ilmiah PANNMED (Pharmacist,
Analyst, Nurse, Nutrition, Midwivery, Environment, Dentist), 15(3), 376–382.
Noorhidayah, S. A., Keperawatan, I., Kedokteran, F., Ilmu, D. A. N., & Yogyakarta, U.
M. (2016). Hubungan kepatuhan minum obat antihipertensi terhadap tekanan darah
pasien hipertensi di desa salamrejo. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA.
Oktaviarini, E., Hadisaputro, S., Suwondo, A., & Setyawan, H. (2019). Beberapa Faktor
yang Berisiko Terhadap Hipertensi pada Pegawai di Wilayah Perimeter Pelabuhan
(Studi Kasus Kontrol di Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas II Semarang). Jurnal
Epidemiologi Kesehatan Komunitas, 4(1), 35–44.
Putra, E. K. (2013). Pengaruh latihan nafas dalam terhadap perubahan tekanan darah
pada penderita hipertensi di Wilayah Kecamatan Karas Kabupaten Magetan.
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Rahayu, S. M., Hayati, N. I., & Asih, S. L. (2020). Pengaruh Teknik Relaksasi Otot
Progresif terhadap Tekanan Darah Lansia dengan Hipertensi. Media Karya
Kesehatan, 3(1).
Robbi, G. (2021). PENGARUH RELAKSASI OTOT PROGRESIF TERHADAP
TEKANAN DARAH DAN KEKAMBUHAN PADA PENDERITA HIPERTENSI
(Studi di Wilayah Kerja Puskesmas Kamal Kabupaten Bangkalan). STIKes Ngudia
Husada Madura.
Sartika, A., Wardi, A., & Sofiani, Y. (2018). Perbedaan Efektivitas Progressive Muscle
Relaxation (PMR) dengan Slow Deep Breathing Exercise (SDBE) terhadap
Tekanan Darah Penderita Hipertensi. Jurnal Keperawatan Silampari, 2(1), 356–
370.
Smeltzer, S. C. (2013). Keperawatan medikal bedah brunner & suddarth.
Suhartiningsih, S., & Yudhawati, D. D. (2021). Efektifitas Senam Yoga Terhadap
Perubahan Tingkat Depresi dengan Lansia Penderita Hipertensi. Jurnal
Keperawatan Jiwa (JKJ): Persatuan Perawat Nasional Indonesia, 9(3), 693–702.
Telaumbanua, A. C., & Rahayu, Y. (2021). Penyuluhan Dan Edukasi Tentang Penyakit
Hipertensi. Jurnal Abdimas Saintika, 3(1), 119.
Tumanggor, L. S., & Dearst, P. (2021). Pengaruh Teknik Relaksasi Nafas Dalam
Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Penderita Hipertensi di Wilayah Kerja
Puskesmas Kutalimbau Tahun 2021. 4(2), 40–48.
Widyanti, F., & Wardani, I. Y. (2013). Pengaruh Teknik Relaksasi Lima Jari Terhadap
Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operasi di RSUD dr. Soedarso Pontianak
Kalimantan Barat.

Anda mungkin juga menyukai