Anda di halaman 1dari 19

MATERI KEAHLIAN UMUM (MKU)

TUGAS ELEKTROLIT

GANGGUAN ATRIUM PADA ANAK DENGAN PENYAKIT JANTUNG

ASIANOTIK

Oleh:

Nurwahyuni RAchim

C 105 201 003

PEMBIMBING :

Dr. Setia Budi Salekede, Sp. A (K)

dr. Eka Yusuf Inra Kartika, M. Kes, Sp.A

dr. Sri Hardiyanti Putri, Sp.A

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSSAR
GANGGUAN ATRIUM PADA ANAK DENGAN PENYAKIT JANTUNG
ASIANOTIK

Pendahuluan
Penyakit jantung bawaan (PJB), kelainan perkembangan jantung dan pembuluh
darah besar, adalah masalah yang sering ditemui pada kelompok usia anak. PJB
merupakan bentuk kelainan jantung yang sudah didapatkan sejak bayi baru lahir. 1
Penyakit jantung bawaan dapat diklasifikasikan menjadi sianotik dan asianotik dengan
PJK asianotik selanjutnya diklasifikasikan menjadi lesi shunt dan lesi obstruktif.2
Penyakit jantung bawaan asianotik dapat secara luas diklasifikasikan menjadi pirau
intrakardiak kiri ke kanan, penyakit jantung katup dan lain-lain. Sianosis klinis hanya
terlihat jika saturasi oksigen sistemik (SO2) kurang dari 85%. Terdapat banyak kelainan
struktur jantung yang dikelompokkan sebagai lesi campuran yang memiliki desaturasi
sistemik ringan pada kisaran 85-94%. Secara klinis mereka tetap asianotik.3
Evaluasi yang tepat dan pemeliharaan keseimbangan cairan dan elektrolit pada anak
dengan penyakit jantung bawaan merupakan aspek fundamental dari praktek klinis
sehari-hari. Cairan terus diberikan untuk sebagian besar alasan: nutrisi, pemberian obat,
dan resusitasi cairan. Jumlah dan komposisi biokimianya telah dikaitkan dengan beberapa
hasil penting pada populasi bedah jantung pediatrik dan dewasa. Resusitasi cairan yang
tepat dan tepat waktu dapat meningkatkan kelangsungan hidup pasien, tetapi terapi cairan
yang salah dalam pengaturan perawatan intensif pediatrik dapat secara signifikan
mempengaruhi beberapa fungsi organ. Demikian pula, gangguan kalium, natrium,
kalsium, fosfat, dan magnesium (baik di atas dan di bawah kisaran normal) sangat umum
pada populasi ini dan memerlukan pemantauan ketat dan intervensi hati-hati.4
Penyakit Jantung Asianotik
Definisi dan Klasifikasi
Penyakit jantung bawaan sianotik atau lesi pirau kiri-ke-kanan adalah bentuk paling
umum dari penyakit jantung bawaan. Meskipun sebagian besar sembuh secara
spontan, banyak yang akan tetap signifikan secara hemodinamik, terutama pada bayi
prematur. Memahami perbedaan patofisiologi, diagnosis, dan manajemen antara bayi
cukup bulan dan bayi prematur sangat penting untuk meminimalkan risiko disfungsi
organ sekunder dan memastikan pertumbuhan dan perkembangan yang tepat.5

Gambar 1. Klasifikasi Penyakit Jantung Bawaan6

Penyakit jantung asianotik adalah salah satu jenis penyakit jantung bawaan,
dimana pada penyakit jantung asianotik, kadar oksigen dalam darah tidak menurun
sehingga individu tidak terlihat biru.7 Penyakit jantung bawaan asianotik
diklasifikasikan menjadi lesi shunt,lesi obstruktif dan lainnya. 2 PJB asianotik yang
termasuk lesi shunt adalah ventricular septal defect (VSD), atrial septal defect
(ASD),atrivenous septal defect (AVSD), patent ductus arteriosus (PDA) dan
aortopulmonary window. Sedangkan lesi obstruktif dapat terjadi pada saluran masuk
ventrikel, saluran keluar dan pada pembuluh darah besar dan menyebabkan hipertrofi
bilik jantung proksimal dengan dilatasi distal dari stenosis. Coarctation of aorta,
stenosis orta dan stenosis pulmoner termasuk lesi obstruktif. Sedangkan klasifikasi
lainnya adalah Left Ventricle Outflow Tract (LVOT) dan regurgitasi valvular.5,6,8

Epidemiologi
Insiden PJB diperkirakan sekitar lima sampai delapan per 1000 kelahiran hidup.
Ketersediaan luas ekokardiografi telah menyebabkan peningkatan deteksi PJB. Data
epidemiologis mengenai PJB di India masih kurang dengan sebagian besar penelitian
berbasis rumah sakit atau sekolah.5
Suatu penelitian memiliki insiden dengan sebagian besar neonatus dengan
PJB sianotik 207 (54,1%) muncul pada minggu ke-4, sedangkan sebagian besar PJB
sianotik dan kritis 50 (34,1%) muncul pada minggu pertama.9
Secara umum, penyakit jantung bawaan asianotik lebih umum daripada
penyakit jantung bawaan sianotik dengan penyakit katup aorta bikuspid menjadi
bentuk paling umum dari PJB.2 VSD adalah bentuk paling umum dari PJB, mewakili
20% hingga 30% dari lesi terisolasi dan terjadi pada 1,3 hingga 3,9 dari 1.000
kelahiran hidup. ASD ada pada sekitar 1 dari 1.500 anak, terdiri dari 6% hingga 10%
dari semua anomali jantung. Sedangkan PDA menyumbang 5-10% dari semua PJB
pada anak-anak, lebih sering pada wanita daripada pria.(colombo) Defek septum
atrioventrikular (AVSD) menyumbang 4% sampai 5% dari semua PJB. Stenosis aorta
valvular biasanya berhubungan dengan morfologi katup aorta yang abnormal, seperti
katup bikuspid atau unikuspid. Katup aorta bikuspid adalah malformasi jantung yang
paling umum, terlihat pada 1% populasi umum, namun stenosis yang signifikan
hanya terlihat pada 0,2 hingga 0,4/1000 kelahiran hidup. Sedangkan stenosis
pulmonal terisolasi merupakan 8% -10% dari semua PJB.6

Etiologi
Hingga saat ini, etiologi penyebab kelainan jantung bawaan masih belum diketahui.
Namun, ada beberapa faktor yang diduga dapat meningkatkan risiko terjadinya
kelainan jantung bawaan pada anak, seperti faktor keturunan, kelainan genetik, dan
kebiasaan merokok. Orang tua yang memiliki kelainan jantung bawaan lebih
mungkin memiliki anak dengan kelainan jantung bawaan. Faktor genetik antara lain
pengaruh keturunan atau riwayat penyakit dalam keluarga dan sindrom tertentu
karena jumlah kromosom yang tidak normal seperti sindrom Down, seringkali
memiliki kelainan jantung bawaan. Merokok selama kehamilan juga dikaitkan dengan
beberapa kelainan jantung bawaan, termasuk cacat septum jantung. Faktor
lingkungan seperti infeksi maternal virus rubella, penggunaan obat-obatan yang
teratogenik selama masa kehamilan, konsumsi alkohol yang berlebihan (maternal
alcohol abuse).7,10

Patofisiologi
Fisiologi paling umum yang terlihat pada pasien dengan penyakit jantung bawaan
adalah pirau kiri ke kanan. Sebuah pirau kiri ke kanan fisiologis adalah ketika darah
beroksigen kembali ke paru-paru untuk mendapatkan kembali oksigen. Ini
menciptakan redundansi dalam sirkulasi. Pada pasien dengan pirau kiri ke kanan,
terjadi peningkatan aliran balik vena dari paru-paru melalui vena pulmonalis ke
atrium kiri dan ventrikel kiri (LV). Kejadian ini menciptakan kelebihan volume pada
ventrikel kiri. Jadi, pada pirau kiri ke kanan terjadi kelebihan volume ke ventrikel
kiri, sirkulasi paru dan penurunan curah jantung sistemik.
Perubahan fisiologis yang terkait dengan lesi pirau kiri ke kanan pada tingkat
ventrikel atau arteri besar ditentukan terutama oleh ukuran defek dan perubahan
resistensi vaskular sistemik (SVR) dan pulmonal (PVR) pascakelahiran. Pada tahap
janin, cacat besar tidak memiliki efek fisiologis utama karena PVR tinggi, yang
membatasi aliran darah ke paru-paru. Dengan transisi ke sirkulasi ekstra-uterin terjadi
penurunan PVR dengan peningkatan SVR secara simultan. Hal ini biasanya terjadi
antara 2-6 minggu kehidupan dan menyebabkan manifestasi pirau kiri ke kanan
berupa gagal jantung kongestif. Selain itu, nadir fisiologis hemoglobin yang terjadi
pada 3 bulan pertama juga memperberat gagal jantung.
Setiap manuver yang menurunkan PVR seperti pemberian oksigen, oksida
nitrat, atau tekanan karbon dioksida arteri yang rendah dan alkalosis akan
meningkatkan pirau kiri ke kanan. Peningkatan pirau kiri ke kanan ini akan
mengakibatkan penurunan output sistemik. Dengan berlanjutnya pirau darah dari kiri
ke kanan, terjadi kerusakan pada pembuluh darah paru yang akhirnya menyebabkan
hiperplasia dinding pembuluh darah dan hipertensi pulmonal.
Hipertensi pulmonal reversibel secara patofisiologis menunjukkan bahwa
dengan penghentian pirau kiri ke kanan akan kembali ke PVR normal sehingga
peningkatan PVR sekunder untuk peningkatan aliran darah paru (Qp). Keadaan lain,
yang tidak berhubungan dengan pirau kiri ke kanan di mana PVR reversibel, adalah
ketika tekanan atrium kiri meningkat seperti pada stenosis mitral di hadapan Qp
normal. Pada pasien ini, pengurangan stenosis mitral menurunkan gradien
transpulmonal dan PVR kembali normal.
Hipertensi pulmonal ireversibel menunjukkan bahwa peningkatan resistensi
sekunder akibat perubahan dinding pembuluh darah (Heath Edward Kelas III atau
lebih besar). Dalam keadaan ini Qp bisa sama atau hanya sedikit di atas aliran
sistemik tetapi tekanan arteri pulmonalis rata-rata meningkat atau ada gradien
transpulmonal yang tinggi. PVR lebih besar dari 8 unit kayu atau rasio PVR:SVR >
0,5 bahkan merupakan indikator yang lebih signifikan untuk penyakit pembuluh
darah paru.11

Manifestasi klinis
Manifestasi klinis yang terbanyak dikeluhkan adalah sesak (67,4%), sulit minum
(39,5%), dan batuk (27%). Gambaran PJB pada bayi baru lahir meliputi takipnea,
peningkatan kerja pernapasan, takikardia, dan hepatomegali.(puri) Berdasarkan
penelitian yang dilakukan di Emergency Room di Seoul National University
Hospital, pasien yang baru didiagnosis pertama kali memiliki kelainan jantung
bawaan datang dengan keluhan gejala gagal jantung (41,5%) yang termasuk takipnu,
batuk atau kesulitan bernapas tanpa adanya infeksi saluran pernapasan, dan
kardiomegali. Takipnu juga termasuk manifestasi klinis dini yang paling sering
muncul pada pasien dengan kelainan jantung bawaan. Gangguan menelan pada bayi
dengan kelainan jantung bawaan, menunjukkan bahwa 84% bayi dengan kelainan
jantung bawaan mengalami orofaringeal disfagia karena kurangnya koordinasi suck-
swallow-breathe pada proses menelan.7
Diagnosis
Evaluasi awal setiap bayi baru lahir yang dicurigai menderita PJB kritis meliputi
pemeriksaan fisik yang cermat, tekanan darah empat ekstremitas, saturasi preduktal
dan postduktal, uji hiperoksia, dan radiografi dada. Ekokardiografi, dengan Doppler
dan Doppler warna, telah menjadi alat diagnostik utama untuk PJB. Selain itu,
mengurangi kebutuhan untuk studi invasif seperti kateterisasi jantung.9
- ASD
Pada usia 2 sampai 3 tahun, temuan klasik meliputi split S2 yang luas dan
murmur ejeksi sistolik di sepanjang batas sternum kiri karena peningkatan aliran
melintasi katup pulmonal. Ekokardiografi adalah alat diagnostik pilihan.
Radiografi dada dapat menunjukkan siluet jantung yang membesar dan tanda-
tanda pembuluh darah paru yang meningkat, tetapi hal ini sulit untuk dilihat pada
bayi dengan penyakit paru-paru. Elektrokardiografi (EKG) akan menunjukkan
hipertrofi ventrikel kanan dan deviasi aksis ke kanan, tetapi ini normal pada
semua bayi baru lahir dan biasanya tidak membantu.5
- VSD
Bayi baru lahir dengan VSD mungkin awalnya tidak memiliki murmur; namun,
karena resistensi paru menurun seiring bertambahnya usia, murmur pansistolik
yang bertepatan dengan S1 dapat terdengar paling keras di atas batas sternum kiri
bawah. Suara gemuruh diastolik di apeks dapat terdengar dari aliran berlebih
melintasi katup mitral. Seorang anak dengan VSD yang signifikan secara
hemodinamik datang dengan gambaran oversirkulasi paru dan gagal jantung
kongestif. Radiografi dada menunjukkan kardiomegali dengan kongesti vaskular
paru, sedangkan EKG menunjukkan hipertrofi kiri atau biventrikular. Saat anak
tumbuh, beberapa VSD perimembran dapat tersumbat oleh jaringan aneurisma,
dan VSD otot dapat menjadi lebih kecil dengan pertumbuhan otot. Seseorang
harus waspada terhadap defek perimembran yang menjadi lebih kecil karena
prolaps katup aorta.12
- AVSD
AVSD lengkap biasanya didiagnosis sebelum lahir. Cacat dengan komponen
ventrikel besar akan muncul lebih awal dalam kehidupan ketika PVR turun,
seperti yang dibahas sebelumnya. Diagnosis dibuat dengan ekokardiografi, tetapi
EKG dapat menjadi tes skrining yang membantu karena biasanya menunjukkan
temuan unik dari sumbu QRS superior antara -90 dan -120 derajat.5

- PAD
Dalam kasus PDA besar, denyut arteri perifer terikat dengan upstroke yang cepat,
tekanan nadi melebar karena aliran darah yang cepat dari sirkulasi sistemik ke
sirkulasi pulmonal. Pada pasien dengan PDA kecil sampai sedang, hanya
terdengar murmur sistolik, sedangkan pada shunt besar, murmur tipe mesin terus
menerus terdengar di tepi sternum kiri atas; suara komponen sistolik adalah
crescendo, dan suara komponen diastolik adalah decrescendo. EKG normal atau
hipertrofi ventrikel kiri (LVH) terlihat dengan PDA kecil hingga sedang.
Hipertrofi biventrikular terlihat dengan PDA besar dan hipertensi pulmonal.
Secara klasik, rontgen dada mengungkapkan siluet jantung yang membesar ketika
rasio aliran pulmonal-sistemik relatif >2:1, kardiomegali terjadi dengan
pembesaran atrium kiri (LA) dan ventrikel kiri dan aorta asendens. Tanda
pembuluh darah paru meningkat. Evaluasi TTE memberikan informasi yang
akurat tentang anatomi dan fisiologi duktus dan secara praktis dapat dilakukan
pada hampir semua bayi, pada anak-anak, dan pada banyak orang dewasa.4
- CoA
Neonatus dengan CoA berat akan terlihat pucat dan mengalami berbagai tingkat
distres pernapasan dan curah jantung rendah; sianosis diferensial mungkin ada
karena pirau duktus kanan-ke-kiri yang menyebabkan sianosis hanya di bagian
bawah tubuh. Denyut nadi perifer mungkin lemah dan tipis; S2 tunggal dan keras;
biasanya ada gallop, sedangkan murmur jantung tidak terdengar pada 50% bayi
yang sakit selama fungsi jantung membaik. Pada EKG, RVH atau blok cabang
berkas kanan (RBBB) lebih sering terlihat daripada LVH. Pada x-ray, biasanya
ditemukan kardiomegali dan kongesti vena pulmonal.4
Ekokardiografi adalah modalitas pencitraan definitif untuk mendiagnosis CoA
dan untuk mengidentifikasi semua defek jantung terkait; pandangan sagital dari
takik suprasternal harus digunakan untuk memvisualisasikan rak berbentuk baji
posterior yang mencirikan CoA sejati. Pada neonatus dan bayi, terkadang sulit
untuk menegakkan diagnosis yang tepat dengan adanya PDA, dan CoA dapat
menjadi jelas setelah duktus menutup. Pola aliran Doppler yang khas dengan
aliran maju yang persisten ke dalam diastol biasanya menegaskan stenosis yang
signifikan.
Fitur utama, sebelum perawatan apa pun, adalah morfologi lengkung aorta dan
pola percabangan pembuluh darah kepala dan leher. Jika ekokardiografi tidak
meyakinkan, MR dan CT adalah teknik non-invasif yang lebih disukai untuk
mengevaluasi seluruh aorta, sementara kateterisasi jantung masih merupakan
standar emas dalam kasus CoA kompleks yang terkait dengan PJK lain: gradien
puncak-ke-puncak> 20 mmHg adalah indikasi CoA yang signifikan tanpa adanya
agunan yang berkembang dengan baik.4
- Stenosis Aorta dan Pulmonal
Pasien datang dengan murmur ejeksi sistolik yang paling keras di masing-masing
wilayah katup dan mungkin juga memiliki klik ejeksi (jika stenosis sedang atau
ringan). Klik aorta terdengar di apeks dan batas sternal kanan atas dan tidak
berbeda dengan respirasi, sedangkan klik pulmonal yang terdengar di batas sternal
kiri bawah dan atas akan paling keras saat pasien mengembuskan napas. EKG
dapat menunjukkan hipertrofi ventrikel RV dalam kasus stenosis pulmonal dan
LV dalam kasus stenosis aorta. Ekokardiogram Doppler membantu
memperkirakan kecepatan aliran darah melintasi katup. Berdasarkan persamaan
kontinuitas, semakin sempit area katup, semakin cepat kecepatan aliran.
Kecepatan aliran ini kemudian digunakan untuk memperkirakan gradien tekanan
melintasi katup stenotik dengan menggunakan prinsip Bernoulli yang
dimodifikasi (kecepatan puncak dalam meter per detik kuadrat, dikalikan 4).12
- Aortopulmonary window
Temuan pemeriksaan fisik biasanya tidak dapat dibedakan dari PDA besar.
Diagnosis ekokardiografi dapat menjadi tantangan tetapi harus dicurigai pada
pasien dengan gambaran klinis gagal jantung tanpa PDA atau VSD. Septasi patch
bedah adalah intervensi definitif.5
- LVOT
Pada pemeriksaan, pasien ini memiliki S1 normal dan S2 mungkin normal atau
split secara paradoks ketika AS menjadi parah. Sebuah klik sistolik ejeksi dan
murmur ejeksi sistolik hadir di perbatasan sternum kanan atas dan takik
suprasternal. EKG menunjukkan gambaran hipertrofi ventrikel kiri (LVH) dengan
adanya inversi gelombang T pada sadapan lateral yang menunjukkan AS berat.
Ekokardiografi adalah modalitas diagnostik pilihan dan menunjukkan hipertrofi
ventrikel kiri konsentris dan selebaran katup yang menebal dengan sistolik
doming dan Doppler yang menunjukkan gradien tekanan melintasi katup.2

Tatalaksana
Hingga 45% VSD menutup secara spontan selama tahun pertama usia. Bagi
mereka yang menjadi signifikan secara hemodinamik, penutupan bedah adalah
pilihan utama, tergantung pada lokasi cacat dan ukuran anak, dengan tingkat
morbiditas dan mortalitas yang rendah dan hasil yang sangat baik.5
Pada ASD, Adanya LR shunt yang signifikan secara hemodinamik (rasio
aliran darah pulmonal terhadap aliran darah sistemik >1,5:1,0) dan/atau kelebihan
volume bilik kanan tanpa PH yang signifikan menunjukkan indikasi penutupan ASD.
Penutupan dapat dilakukan dengan pembedahan atau, dalam kasus ASD sekundum
dan pelek anatomis yang memadai, dengan implantasi perangkat selama kateterisasi
intervensi.4
Penatalaksanaan definitif AVSD adalah pembedahan, dengan angka kematian
saat ini kurang dari 3% bila dilakukan antara usia 3 dan 6 bulan, yang meningkat pada
bayi yang lebih muda dan lebih kecil.5
Cacat aortopulmonary window (APW) tidak memiliki kecenderungan untuk
mengecil atau menutup secara spontan; oleh karena itu penutupan bedah segera
diindikasikan ketika diagnosis dibuat selama PVR normal. Dalam beberapa kasus
tertentu dari APW terisolasi dengan anatomi yang menguntungkan, penutupan
perangkat perkutan dapat dicapai.4
Bayi baru lahir dengan CoA dan IAA yang parah atau kritis bergantung pada
infus prostaglandin untuk menjaga PDA terbuka sampai saat perbaikan bedah.
Beberapa anak (terutama anak-anak yang lebih tua) adalah kandidat untuk intervensi
di laboratorium kateterisasi jantung, dengan angioplasti balon dan penempatan stent
untuk koarktasio. Setelah perbaikan, pasien ditindaklanjuti secara ketat di klinik
kardiologi untuk memantau kekambuhan CoA dan hipertensi persisten dan terus
menerima tindak lanjut jangka panjang dengan interval 1-2 tahun.4
Pada LVOT, Valvuloplasti balon perkutan adalah pengobatan pilihan pada
anak-anak dan diindikasikan pada pasien dengan gradien puncak lebih besar dari 50
mm Hg dengan gejala atau perubahan ST-T pada EKG atau dengan gradien puncak
lebih besar dari 80 mm Hg terlepas dari gejala. Valvotomi bedah diindikasikan pada
pasien dengan valvuloplasti balon yang gagal.2

Gangguan Natrium pada Penyakit Jantung Bawaan Asianotik


Definisi, Fisiologi dan Nilai Normal Natrium
Total konsentrasi kation plasma sekitar 150 mmol/L dan natrium merupakan
kation terbanyak yaitu sekitar 140 mmol/L. Lebih dari 90% tekanan osmotik di cairan
ekstrasel ditentukan oleh garam yang natrium, khususnya dalam bentuk natrium
klorida (NaCl) dan natrium bikarbonat (NaHCO3) sehingga perubahan tekanan
osmotik pada cairan ekstrasel menggambarkan perubahan konsentrasi natrium.13
Jumlah natrium dalam tubuh merupakan gambaran keseimbangan antara
natrium yang masuk dan natrium yang dikeluarkan. Pemasukan natrium yang berasal
dari diet melalui epitel saluran saluran cerna dengan proses difusi dan pengeluarannya
melalui saluran ginjal atau keringat di kulit. Pemasukan dan pengeluaran natrium
perhari mencapai 48-144 mEq. Jumlah natrium yang keluar dari saluran pencernaan
dan kulit kurang dari 10%. Cairan yang berisi konsentrasi natrium yang berada pada
saluran cerna bagian atas hampir mendekati cairan ekstrasel, namun natrium
direabsorpsi sebagai cairan pada saluran bagian bawah, oleh karena itu konsentrasi
natrium pada feses hanya mencapai 40 mEq/L.
Keringat adalah cairan hipotonik yang berisi natrium dan klorida. Kandungan
natrium pada cairan keringat orang normal rerata 50 mEq/L. Jumlah pengeluaran
keringat akan meningkat sebanding dengan waktu latihan fisik di lingkungan yang
panas, dan demam.13
Enzim Na/K-ATPase berperan dalam transpor aktif untuk mempertahankan
konsentrasi natrium dan kalium. Hal ini juga menjadi kunci reabsorbsi natrium di
tubulus ginjal. Tidak seperti cairan, natrium tidak memiliki pusat regulasi. Setiap hari
natrium diekskresi yaitu sekitar 10-20 mmol lewat keringat dan feses, tetapi sebagian
besar diekskresi lewat ginjal sebagai kontrol utama homeostasis. Saat terjadi
penurunan tekanan arteri, ginjal menahan natrium sampai tekanan meningkat.
Ekskresi natrium ginjal terjadi melalui peningkatan filtrasi, penurunan reabsorbsi
natrium, atau kombinasi keduanya yang diatur oleh sistem saraf simpatik dan renin-
angiotensin-aldosterone-system (RAAS).14
Ekskresi natrium terutama dilakukan oleh ginjal. Pengaturan eksresi ini
dilakukan untuk mempertahankan homeostasis natrium, yang sangat dibutuhkan
untuk mempertahankan volume cairan tubuh. Natrium difiltrasi bebas di glomerulus,
direabsorpsi secara aktif 60-65% di tubulus proksimal bersama dengan H2O dan
klorida yang direabsorpsi secara pasif, sisanya direabsorpsi di lengkung henle (25-
30%), tubulus distal (5%) dan duktus koligentes (4% ). Sekresi natrium di urin <1%.
Aldosteron merangsang tubulus distal untuk mereabsorpsi natrium bersama secara
pasif dan mensekresi kalium pada sistem renin-angiotensin-aldosteron untuk
mempertahankan elektroneutralitas.13

Nilai rujukan kadar natrium pada:


- serum bayi : 134-150 mmol/L
- serum anak dan dewasa : 135-145 mmol/L
- urin anak dan dewasa : 40-220 mmol/24 jam
- cairan serebrospinal : 136-150 mmol/L
- feses : kurang dari 10 mmol/hari13

Jenis dan Mekanisme Gangguan Natrium


- Hipernatremia
Hipernatremia didefinisikan sebagai natrium serum atau plasma lebih besar
dari 150 mEq/L.4 Penyebab dari hypernatremia adalah kehilangan air atau
kehilangan cairan hipotonik yang tidak tergantikan. Sumber kehilangan cairan
tubuh hipotonik termasuk cairan gastrointestinal, urin encer, dan kehilangan kulit.
Kehilangan air bebas urin yang berlebihan juga termasuk. Asupan air yang tidak
adekuat yang gagal menggantikan kehilangan cairan normal yang sedang
berlangsung akan mengakibatkan peningkatan hipernatremia. Asupan garam
yang berlebihan dibandingkan dengan konsumsi air. Setelah operasi jantung
kongenital kompleks (CHS), hipernatremia juga dapat terjadi dari kehilangan air
urin karena ekskresi ginjal dari zat terlarut nonelektrolit, non-reabsorbsi, seperti
manitol atau glukosa (karena hiperglikemia). Penyebab iatrogenik hipernatremia
setelah CHS termasuk pemberian infus natrium bikarbonat untuk asidosis
metabolik. Dibandingkan dengan anak-anak yang lebih tua dan orang dewasa,
bayi dan anak-anak berada pada peningkatan risiko hipovolemia hipernatremik
karena mereka memiliki rasio yang lebih tinggi dari luas permukaan terhadap
volume, mengakibatkan kehilangan air yang lebih besar dari kulit, dan sementara
mekanisme rasa haus mereka utuh, mereka tidak dapat mengomunikasikan
kebutuhan mereka akan cairan. Temuan klinis umumnya dimanifestasikan oleh
gejala neurologis sebagai air bergerak keluar dari sel-sel otak yang mengarah ke
kontraksi otak.4

- Hiponatremia
Hiponatremia didefinisikan sebagai konsentrasi natrium serum kurang dari
135 mEq/L tetapi dapat bervariasi di laboratorium yang berbeda. Hiponatremia
adalah kelainan elektrolit umum yang disebabkan oleh kelebihan air tubuh total
jika dibandingkan dengan kandungan natrium tubuh total.15
Hiponatremia disebabkan oleh ketidakseimbangan dalam penanganan air
oleh tubuh, yang mengakibatkan defisit relatif dari tonisitas plasma efektif
terhadap total cairan tubuh. Hiponatremia dapat diklasifikasikan berdasarkan
status volume pasien, dan dalam setiap kategori, pelepasan ADH mungkin tepat
atau tidak tepat. 4
Pada hiponatremia dengan hipovolemia sekunder, disebabkan akibat
gastrointestinal atau kulit, atau terapi diuretik, menginduksi pelepasan ADH,
yang merupakan respons fisiologis untuk mempertahankan volume sirkulasi.
Sebagian besar kasus pediatrik hiponatremia disebabkan oleh kondisi
hipovolemik.4
Pada hiponatremia dengan normovolemia disebabkan akibat aktivitas ADH
berlebih yang tidak sesuai. Hiponatremia dengan hipervolemia lebih jarang
terjadi dan biasanya terlihat pada kondisi terkait dengan penurunan volume
sirkulasi efektif dan gagal ginjal (karena penurunan perfusi ginjal dan stimulasi
sumbu renin-angiotensin-aldosteron mengakibatkan ekskresi natrium urin rendah,
yang keduanya berkontribusi pada penurunan natrium plasma).4
Penyebab lain termasuk sindrom sekresi ADH yang tidak tepat (SIADH),
yang biasanya terjadi pada pasien normovolemik dan berhubungan dengan
beberapa kondisi klinis (gangguan paru dan onkologi, operasi baru-baru ini,
cedera atau infeksi sistem saraf pusat, gangguan endokrin).4

Pada penyakit jantung asianotik, aliran darah yang abnormal ini memungkinkan
darah dari sisi kiri jantung keluar jantung mengalir ke sisi kanan jantung karena
perbedaan tekanan antara kedua bagian jantung. Oleh karena itu, volume darah
ventrikel kanan meningkat, dan aliran darah ke paru-paru melalui arteri pulmonalis
juga meningkat. Peningkatan dalam volume darah meningkatkan tekanan arteri
pulmonalis yang selanjutnya berkembang menjadi hipertensi pulmonal. Jika volume
melebihi kapasitas maksimumnya maka cairan masuk ke ruang interstisial dan
menumpuk di alveolus, dapat menimbulkan gejala kesulitan bernafas pada pasien
akibat penebalan sawar. untuk pertukaran oksigen. Selain itu, akumulasi cairan di
paru-paru mencoba dikeluarkan oleh pasien dengan batuk. Aliran darah yang tidak
normal juga menyebabkan penurunan curah jantung dan berkembang menjadi gagal
jantung kongestif yang sering ditandai dengan edema. Penurunan curah jantung
menyebabkan volume darah yang didistribusikan ke seluruh tubuh menurun, sehingga
tekanan darah menurun dan menginduksi aktivasi refleks baroreseptor yang bertujuan
untuk meningkatkan tekanan pembuluh darah agar kembali normal. Adanya
rangsangan baroreseptor mengaktifkan sistem saraf simpatis yang kemudian
menyebabkan peningkatan denyut jantung yang dialami pasien seperti palpitasi.
Tidak hanya mempengaruhi jantung, sistem saraf simpatis juga mengaktifkan efektor
kulit termasuk kelenjar keringat yang memiliki efek peningkatan sekresi keringat. 10
Selain itu juga terjadi peningkatan rasa haus oleh karena aktivasi AVP maka
menyebabkan penderita ingin minum terus-menerus sehingga akan menambah
preload karena intake cairan yang banyak. Maka usaha untuk mengeluarkan cairan
agar seimbang pun akan meningkat. Maka itu dapat terjadi ketidakseimbangan
elektrolit.16
Selain itu, pada penderita penyakit jantung bawaan, evaluasi yang tepat dan
pemeliharaan keseimbangan cairan dan elektrolit pada anak dengan penyakit jantung
bawaan merupakan aspek fundamental dari praktek klinis sehari-hari. Cairan terus
diberikan untuk sebagian besar alasan nutrisi, pemberian obat, dan resusitasi cairan.
Oleh karena itu, kondisi ini menyebabkan rentannya terjadi gangguan elektrolit.
Pemberian antidiuretik juga menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan elekrtolit.4

Manifestasi Klinis
Kehadiran dan keparahan manifestasi klinis berkorelasi dengan derajat
hiponatremia dan tingkat penurunannya. Kisaran temuan bervariasi dari tidak ada
gejala (terutama pada pasien dengan hiponatremia kronis, yang didefinisikan sebagai
durasi lebih dari 24 jam) hingga gejala neurologis yang parah (misalnya, kejang dan
koma). Pasien dengan hiponatremia berat (kurang dari 120 mEq/L) atau penurunan
kadar natrium yang cepat memiliki gejala yang bervariasi. Gejalanya dapat berkisar
dari anoreksia, mual dan muntah, kelelahan, sakit kepala, dan kram otot hingga
perubahan status mental, agitasi, kejang, dan bahkan koma. Selain gejala, anamnesis
yang mendetail termasuk riwayat gangguan paru dan SSP, semua pengobatan di
rumah, dan riwayat sosial (peningkatan asupan bir atau penggunaan MDM atau
ekstasi) sangat penting. Pasien dengan gejala dan tanda neurologis perlu segera
diobati untuk mencegah kerusakan neurologis permanen.4,15
Sedangkan pada hypernatremia, kebanyakan pasien datang dengan gejala
sugestif kehilangan cairan dan tanda-tanda klinis dehidrasi. Gejala dan tanda
hipernatremia adalah sekunder dari disfungsi sistem saraf pusat dan terlihat ketika
natrium serum meningkat dengan cepat atau lebih besar dari 160 meq/L. Bayi dan
anak-anak datang dengan iritabilitas dan agitasi, yang dapat berkembang menjadi
lesu, mengantuk, dan koma. Gejala lain termasuk peningkatan respons rasa haus pada
pasien yang waspada dan tangisan bernada tinggi pada bayi. Pasien dengan diabetes
insipidus datang dengan poliuria dan polidipsia. Kulit bisa terasa pucat atau seperti
beludru karena kehilangan air intraseluler. Hipotensi ortostatik dan takikardia
biasanya muncul pada hipernatremia hipovolemik. Pasien mungkin mengalami
peningkatan tonus dengan refleks cepat dan mioklonus. Penting untuk diingat bahwa
derajat dehidrasi dapat diremehkan pada anak-anak dengan hipernatremia karena
perpindahan air dari ruang intraseluler ke ruang ekstravaskular.17

Diagnosis
Diagnosis dapat ditentukan dari pemeriksaan tambahan. Pemeriksaan natrium dapat
dilakukan pada sampel darah, plasma, serum, urin, keringat, feses, dan cairan tubuh.
Pemeriksaan darah lengkap biasanya dilakukan bersama dengan pemeriksaan pH dan
gas darah dan harus segera diperiksa (kurang dari 1 jam). Sampel serum, plasma atau
urin dapat disimpan pada lemari es dalam tabung tertutup pada suhu 2 0C - 80C dan
dihangatkan kembali pada suhu ruangan (150C -300C) sebelum diperiksa. Sampel
feses harus cair, disaring dan diputar (sentrifugasi) sebelum dilakukan pemeriksaan.13

Tatalaksana
Pada hypernatremia, tatalaksana hipernatremia yang tepat meliputi identifikasi
kondisi yang mendasari dan koreksi hipertonisitas. Tujuan terapi adalah untuk
mengoreksi baik natrium serum dan volume intravaskular. Cairan harus diberikan
secara oral atau melalui selang makanan bila memungkinkan. Pada pasien dengan
dehidrasi berat atau syok, langkah awal adalah resusitasi cairan dengan cairan
isotonik sebelum koreksi air bebas. Hipernatremia dikoreksi dengan menghitung
defisit air bebas menggunakan salah satu rumus berikut.
- Defisit air bebas (mL)= 4 mL x berat badan aktual (kg) x [perubahan yang
diinginkan dalam natrium serum mEq/L (mmol/L)]

Penting untuk diingat bahwa koreksi hipernatremia yang cepat dapat menyebabkan
edema serebral karena air berpindah dari serum ke dalam sel-sel otak. Tujuannya
adalah untuk menurunkan natrium serum tidak lebih dari 12 meq dalam 24 jam.
Pemantauan serial natrium serum yang ketat setiap 2 hingga 4 jam sangat penting
selama fase koreksi akut. Kejang yang terjadi selama koreksi hipernatremia adalah
tanda edema serebral karena perubahan osmolalitas yang cepat, dan pemberian cairan
hipotonik harus dihentikan. Perkiraan defisit air bebas harus dikoreksi selama 48
sampai 72 jam dengan penurunan natrium serum tidak melebihi 0,5 meq per jam.
Pasien harus dipantau secara hati-hati untuk laju koreksi, keluaran urin, dan
kehilangan yang berkelanjutan. Dalam kasus keracunan natrium, kebutuhan cairan
bebas mungkin terlalu besar dan menyebabkan kelebihan volume, membutuhkan
penggunaan diuretik loop dan, kadang-kadang, dialisis peritoneal untuk
menghilangkan kelebihan natrium. Anak-anak yang lebih mungkin memerlukan
desmopresin, yang tersedia dalam bentuk intranasal dan oral. Keracunan air dan
hiponatremia adalah efek samping yang terlihat dengan penggunaan desmopresin.
Tingkat koreksi yang direkomendasikan tidak melebihi penurunan natrium lebih besar
dari 0,5 mEq/L per jam (misalnya, 10-12 mEq/L per hari), karena risiko edema
serebral.4,17,18
Pada hyponatremia, pengobatan hiponatremia terdiri dari mengoreksi
hiponatremia dengan satu atau lebih intervensi termasuk pembatasan cairan,
pemberian natrium klorida, dan pengobatan etiologi yang mendasarinya.4
Tingkat koreksi yang direkomendasikan tidak boleh melebihi peningkatan 8
mEq/L selama periode 24 jam. Koreksi yang terlalu cepat dapat menyebabkan
sindrom demielinasi osmotik yang mengakibatkan demielinasi difus di otak dan
perkembangan gejala neurologis yang ireversibel.4
Daftar Pustaka

1. Djer, M. M. & Madiyono, B. Tatalaksana penyakit jantung bawaan. Sari Pediatri 2, (2016).
2. Rohit, M. & Shrivastava, S. Acyanotic and Cyanotic Congenital Heart Diseases. Indian
Journal of Pediatrics vol. 85 454–460 (2018).
3. Kannan, B. R. J. Clinical Diagnostic Approach to Congenital Acyanotic Congenital Heart
Disease in Infants and Children. Indian Journal of Pediatrics vol. 87 381–384 (2020).
4. Flocco, S. F., Lillo, A., Dellaa, F. & Goossens, E. Congenital Heart Disease.
5. Colombo, J. N. & Mcculloch, M. A. Acyanotic Congenital Heart Disease: Left-to-Right
Shunt Lesions. http://neoreviews.aappublications.org/ (2018).
6. Arvind, B. & Saxena, A. Timing of Interventions in Infants and Children with Congenital
Heart Defects. Indian Journal of Pediatrics vol. 87 289–294 (2020).
7. Kumala, K. et al. Karakteristik Penyakit Jantung Bawaan Asianotik Tipe Isolated Dan
Manifestasi Klinis Dini Pada Pasien Anak Di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah. vol. 7
http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum (2018).
8. Sharifi, A. M. Pattern and frequency of pediatric congenital heart disease at the Cardiac
Research Institute of Kabul Medical University, Afghanistan. Paediatrica Indonesiana 58,
106–9 (2018).
9. Mir, A., Jan, M., Ali, I., Ahmed, K. & Radhakrishnan, S. Congenital heart disease in
neonates: Their clinical profile, diagnosis, and their immediate outcome. Heart India 7, 80
(2019).
10. Fedora, K., Utamayasa, I. & Purwaningsih, S. Profile of Acyanotic Congenital Heart Defect
in Children at Dr. Soetomo General Hospital Surabaya Period of January – December 2016. J
Ilmiah Maha Kedok Univ Airlangga (2019).
11. Chowdhury, D. Pathophysiology of Congenital Heart Diseases. Annals Cardiac Anaesthesia
(2007).
12. Puri, K., Allen, H. D. & Qureshi, A. M. Congenital Heart Disease Education and Practice
Gaps. http://pedsinreview.aappublications.org/.
13. Yaswir, R. & Ferawati, I. Fisiologi dan Gangguan Keseimbangan Natrium, Kalium dan
Klorida serta Pemeriksaan Laboratorium. J Kes Andalas 1, (2012).
14. Rambert, G. I., Patologi, B., Fakultas, K., Universitas, K. & Manado, S. R. Gangguan
Keseimbangan Air Dan Natrium Serta Pemeriksaan Osmolalitas. Jurnal Biomedik 6, (2014).
15. Rondhon, H. & Badhireddy, M. Hyponatremia. StatPearls (2021).
16. Vitasari, V., Uddin, I. & Sofia, S. N. Hiponatremia Sebagai Prediktor Mortalitas Gagal
Jantung Studi Kasus Di Rsup Dr. Kariadi Semarang. 7, 1585–1595 (2018).
17. Sonani, B., Naganathan, S. & Al-Dharir. Hypernatremia. StatPearls (2021).
18. Goff, D. A., Higinio, V. & Serwint, J. R. Hypernatremia. Pediatrics in Review vol. 30 412–
413 (2009).
 

Anda mungkin juga menyukai