Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH STEMI

MATA KULIAH PATOFISIOLOGI


Dosen Pengampu : Amin Susanto, S.Kep,Ns.,MSN

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 3
RISTA 200106143
RISKI AYU W 200106147

PROGRAM STUDI D4 KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI


UNIVERSITAS HARAPAN BANGSA PURWOKERTO
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadiratTuhan Yang Maha Esaatas segala berkat serta anugerah-
Nyasehingga Kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dengan baik dan dalam
bentukyang sederhana. Semoga Makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan,
petunjukmaupun pedoman bagi pembaca mengenai pengetahuan dasar mengenai kesehatan.
Harapan kami semoga makalah ini menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para
pembaca, walaupun kami akui masih banyak kekurangan dalam penyajian makalah ini
karenailmu yang kami miliki masih sangat kurang.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperanserta dalam penyusunan makalah ini, dari awal sampai akhir hingga menjadi sebuah
makalah.kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk pembuatan
makalah berikutnya, terimakasih.

Purwokerto, 8 november 2021

Penyusun

i
ii
BAB I
PENDAHULUAN

I. Latar Belakang
Blok 19 merupakan blok kardiovaskular 2. Dimana pada blok ini akan
dibahasmengenai sistem kardiovaskular pada manusia dalam segi klinik. Oleh sebab itu
makalah inidibuat oleh penyusun, agar mengetahui lebih jelas lagi mengenai sistem
kardiovaskular manusia beserta penyakit-penyakit yang banyak menyertainya. Dan juga
untuk pemenuhantugas PBL pada blok ini.
II. Tujuan
Tujuan dibuatnya makalah ini adalah lebih kepada pembelajaran mandiri
mengenaisystem kardiovaskular manusia. Makalah ini dibuat berdasarkan diskusi kasus
yang telahdiberikan pada PBL 1 sebelumnya. Di makalah ini akan lebih membahas salah
satu penyakit pada sistem kardiovaskular manusia, yaitu iskemik miokard dengan elevasi
ST atau biasadisebut STEMI. Diharapkan dengan membuat makalah ini, penyusun dapat
mengerti dengan baik mengenai penyakit tersebut, dan juga untuk pemenuhan tugas PBL
kali ini.

iii
BAB II
ISI

I. Pemeriksaan
A. Anamnesis
Pasien yang datang dengan keluhan nyeri dada perlu dilakukan anamnesis secara
cermat apakah nyeri dadanya berasal dari jantung atau dari luar jantung. Jika dicurigai
nyeri dadayang berasal dari jantung perlu dibedakan apakah nyerinya berasal dari koroner
atau bukan.Perlu dianamnesis pula apakah ada riwayat infark miokard sebelumnya serta
faktor-faktor resiko antara lain hipertensi, diabetes melitus, dislipidemia, merokok, stress
serta sakit jantungkoroner pada keluarga.
Pada hampir setengah kasus, terdapat faktor pencetus sebelum terjadi STEMI,
sepertiaktivitas fisik berat, stres emosi atau penyakit medis atau bedah. Walaupun STEMI
bisaterjadi sepanjang hari atau malam, variasi sirkadian dilaporkan pada pagi hari dalam
beberapa jam setelah bangun tidur.

Nyeri dada
Bila dijumpai pasien dengan nyeri dada akut perlu dipastikan secara cepat dan
tepatapakah pasien menderita IMA atau tidak. Diagnosis yang terlambat atau yang salah,
dalam jangka panjang dapat menyebabkan konsekuensi yang berat.
Nyeri dada tipikal (angina) merupakan gejala kardinal pasien IMA. Seorang dokter
harus mampu mengenal nyeri dada angina dan mampu membedakan dengan nyeri
dadalainnya, karena gejala ini merupakan petanda awal dalam pengelolaan pasien IMA.
Sifat nyeri dada angina sebagai berikut :
 Lokasi : substernal, retrosternal, dan prekordial.
 Sifat nyeri : rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat, seperti
ditusuk,rasa diperas, dan dipelintir.
 Penjalaran : biasanya ke lengan kiri, dapat juga ke leher, rahang bawah, gigi,
punggung/interskapula, perut, dan dapat juga ke lengan kanan.
 Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat, atau oabat nitrat.
 Faktor pencetus : latihan fisik, stres emosi, udara dingin, dan sesudah makan
 Gejala yang menyertai : mual, muntah, sulit bernapas, keringat dingin, cemas, lemas.
Dapat juga ditanyakan: Riwayat penyakit terdahulu, obat-obatan yang pernah
dikonsumsi,alergi terhadap sesuatu, riwayat penyakit keluarga

B. Pemeriksaan Fisik
Sebagian besar pasien cemas dan tidak bisa istirahat (gelisah). Sering kali ekstremitas
pucat disertai keringat dingin. Kombinasi nyeri dada substernal >30menit dan banyak
keringatdicurigai kuat adanya STEMI. Tanda fisis lain pada disfungsi ventrikular adalah
S4 dan S3 gallop, penurunan intensitas bunyi jantung pertama dan split paradoksikal
bunyi jantungkedua. Dapat ditemukan murmur midsistolik atau late sistolik apikal yang
bersifat sementarakarena disfungsi aparatus katup mitral dan pericardial friction rub.
Peningkatan suhu sampai38°C dapat dijumpai dalam minggu pertama pasca STEMI.
Kemudian pada pemeriksaan fisik lain, dapat dilihat;
 Apakah pasien tampak sakit berat?
 Apakah pasien kesakitan, tertekan, nyaman, muntah, cemas, berkeringat, pucat,
sianosis,atau takipnea?
 Apakah perfusi pasien cukup ataukah perifer teraba dingin?

iv
 Adakah stigmata kolesterolemia atau merokok?
 Adakah anemia atau sianosis atau parut bedah (misalnya bekas CABG)?
 Nadi: perhatikan kecepatan, irama, isi, dan sifat. Apakah nadi perifer teraba dan sama
kuat?
 TD: apakah sama di kedua lengan?
 JVP: meningkat atau tidak?
 Gerak dada: apakah mengembang simetris?
 Apakah nyeri timbul/diperberat bila dada ditekan?
 Auskultasi: apakah lapang paru bersih? Adakah bunyi tambahan-ronki, rub,
atauwheezing? Periksa bunyi jantung untuk mencari murmur, gesekan perikard, dan
irama gallop.
 Periksa edema perifer, pergelangan tungkai, dan sakrum. Abdomen: adakah nyeri
tekan,tahanan, nyeri lepas, bising
 usus,organ omegali,aneurisma? Adakah keluaran urin? SSP: adakah kelemahan,
defisit fokal?
 EKG sangat vital dalam diagnosis MI.

C. Pemeriksaan Penunjang
Elektrokardiogram (EKG)
Pemeriksaan EKG 12 sadapan harus dilakukan pada semua pasien dengan nyeri
dadaatau keluhan yang dicurigai STEMI. Pemeriksaan ini harus dilakukan segera dalam
10 menit sejak kedatangan IGD. Jika pemeriksaan EKG awal tidak diagnostic untuk
STEMI tetapi pasien tetap simtomatik dan terdapat kecurigaan kuat STEMI, EKG serial
dengan interval 5-10 menit atau pemantauan EKG 12 sandapan secara kontinyu harus
dilakukan untuk mendeteksi potensi perkembangan elevasi segmen ST. pada pasien
dengan STEMI inferior.EKG sisi kanan harus diambil untuk mendeteksi kemungkinan
infark pada ventrikel kanan.
Sebagian besar pasien dengan presentasi awal elevasi segmen ST mengalami
evolusimenjadi gelombang Q pada EKG yang akhirnya didiagnosis infark miokard
gelombang Q.sebagian kecil menetap menjadi infark miokard gelombang non Q. Jika
obstruksi thrombustidak total, obstruksi bersifat sementara atau ditemukan banyak
kolateral, biasanya tidak ditemukan elevasi segmen ST. Pasien tersebut biasanya
mengalami angina pectoris tak stabilatau Non STEMI. Pada sebagian pasien tanpa elevasi
ST berkembang tanpa menunjukkangelombang Q disebut infark non Q. sbelumnya istilah
infark miokard transmural digunakan jika EKG menunjukkan gelombang Q atau
hilangnya gelombang R dan infark miokard nontransmural jika EKG hanya menunjukkan
perubahan sementara segmen ST dan gelombang T,namun ternyata tidak selalu ada
korelasi gambaran patologisi EKG dengan lokasi infark (mural/ transmural) sehingga
terminology IMA gelombang Q dan non Q menggantikan IMAmural/ nontransmural.

v
Daerah Perubahan EKG
infrak
Anterior Elevasi segmen ST pada lead V3-V4,perubahan resiprokal (deprosi
ST) pada lead II,III,aVF.
Inferior Elevasi segmen T pada lead II,III,aVF, perubahan resiprokal (depresi
ST) V1-V6,I,aVL.
Lateral Elevasi segmen ST pada I,aVL,V5-V6.
Posteriol Perubahan resiprokal (depresi ST) pada II,III,aVF,terutama gelombang
R pada V1-V2
Vetrikel kanan Perubahan gambar dinding inferior

Lokasi infark Q-wave / Elevasi ST A.Koroner


Anteroseptal V1 dan V2 LAD

Anterior V3 dan V4 LAD

Lateral V5 dan V6 LCX

Anterior ekstrinsif I,aVL,V1-V6 LAD/LCX

High lateral I,aVL,V5 dan V6 LCX

Posterior V7-V9 (V1,V2*) LCX/PL

Inferior II,III,dan aVF PDA

Right ventrikel V2R-V4R RCA

Gelombang R yang tinggi dan depresi ST di V1-V2 sebagai mirror image dari
perubahan sedapan V7-V2
LAD = Left Anterior Descending Artery; PL = Posterior Descending Artery.
LCX = Left Circumflex; RCA = Right Coronary Artery.

vi
Laboratorium
Pemeriksaan yang dianjurkan adalah creatinine kinase (CK)MB dan cardiac
specifictroponin (cTn)T atau cTn I dan dilakukan secara serial. cTn harus digunakan sebagai
petandaoptimal untuk pasien STEMI yang disertai kerusakan otot skeletal, karena pada
keadaan ini juga akan diikuto peningkatan CKMB, pada pasoen dengan elevasi ST dan gejala
IMA, terapireperfusi diberikan segera meungkin dan tidak tergantung pada pemeriksaan
biomarker.
Peningkatn nilai enzim di atas 2 kali nilai batas atas normal menunjukkan ada
nekrosis jantung (infark miokard).

 CKMB: meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-
24 jam dan kembali normal dalam 2- 4 hari. Operasi jantung, miokarditis dan
kardioversielektrik dapat meningkatkan CKMB.
 cTn: ada 2 jenis cTn T dan cTn I. enzim ini meningkat setelah 2jam bila ada infark
miokard dan mencapai puncak dalam 10- 24 jam dan cTn T masih dapat dideteksi
setelah5- 14 hari, sedangkan cTnI setelah 5- 10 hari.
Pemeriksaan enzim jantung yang lain yaitu:

 Mioglobin: dapat dideteksi satu jam setelah infark dan mencapai puncak dalam 4- 8 jam.
 Creatinine kinasi (CK): meningkat setelah 3-8 jam bila ada infark miokard dan mencapai
puncak dalam 10- 36 jam dan kembali normal dalam 3- 4 hari.
 Latic dehydrogenase (LDH): meningkat setelah 24- 48 jam bila ada infark
miokard,mencapai puncak 3-6 hari dan kembali normal dalam 8- 14 hari.

Ekokardiogram
Dilakukan untuk menentukan dimensi serambi, gerakan katup atau dinding
ventrikuler dan konfigurasi atau fungsi katup. Dapat pula digunakan untuk melihat luasnya
iskemia biladilakukan waktu dada sedang berlangsung.

Angiografi Koroner
Coronary angiographymerupakan pemeriksaan khusus dengan sinar x pada jantung
dan pembuluh darah. Sering dilakukan selama serangan untuk menemukan letak sumbatan
pada arteri coroner.

II. Differntial Diagnosis


1. Angina Pectoris Stabil
Sindroma klinis yang episodik ini disebabkan oleh iskemia miokard yang sementara.
Biasanya mempunyai karakteristik tertentu:
 Lokasinya biasanya di dada, substernal atau sedikitdi kirinya, dengan penjalaran ke
leher,rahang, bahu kiri sampai dengan lengan dan jari-jari bagian ulnar,
punggung/pundak kiri.
 Nyeri berhubungan dengan aktivitas, hilang dengan istirahat; tapi tak berhubungan
dengangerakan pernapasan atau gerakan dada ke kiri dan kekanan. Nyeri juga dapat
dipresipitasioleh stres fisik ataupun emosional.
 Kuantitas: Nyeri yang pertama sekali timbul biasanya agak nyata, dari beberapa
menitsampai kurang dari 20 menit. Bila lebih dari 20 menit dan berat maka
harusdipertimbangkan sebagai angina tak stabil (unstable angina pectoris = UAP)
sehingga dimasukkan ke dalam sindrom koroner akut = "acute coronary syndrome" =
ACS, yangmemerlukan perawatan khusus.

vii
Pada AP stabil, nyeri dada yang tadinya agak berat, sekalipun tidak termasuk
UAP, berangsur-angsur turun kuantitas dan intensitasnya dengan atau tanpa pengobatan
kemudian menetap (misalnya beberapa hari sekali, atau baru timbul pada beban/stres
yang tertentu ataulebih berat dari sehari-harinya).
Pada sebagian pasien lagi nyeri dadanya bahkan berkurang terus sampai
akhirnyamenghilang, yaitu menjadi asimtomatik, walaupun sebetulnya adanya iskemia
tetap dapatterlihat misalnya pada EKG istirahatnya, keadaan yang disebut sebagai "silent
iskhemia" sedangkan pasien-pasien lainnya lagi yang telah menjadi asimtomatik, EKG
istirahatnyanormal pula, dan iskemia baru terlihat pada stres tes pengobatan, kemudian
menetap(misalnya beberapa hari sekali, atau baru timbul pada beban/stres yang tertentu
atau lebih berat dari sehari-harinya).
2. Angina Pectoris Tak Stabil
Yang dimasukkan ke dalam angina tak stabil yaitu: (1) pasien dengan angina
yangmasih baru dalam 2 bulan, di mana angina cukup berat dan frekuensi cukup sering,
lebih dari3 kali per hari. (2) pasien dengan angina yang makin bertambah berat,
sebelumnya anginastabil, lalu serangan angina timbul lebih sering, dan lebih berat sakit
dadanya, sedangkanfaktor presipitasi makin ringan. (3) pasien dengan serangan angina
pada waktu istirahat.
Menurut pedoman American College of ((ACC) dan America Heart Association
(AHA)angina tak stabil dan infark tanpa elevasi (NSTEMI = non ST elevation myocardial
infarktion) ialah apakah iskemia yang timbul cukup berat sehingga menimbulkan
kerusakan pada miokardium, sehingga petanda kerusakan miokardium dapat diperiksa.
Diagnosis anginatak stabil bila pasien mempunyai keluhan sedangkan tak ada kenaikan
troponin maupundengan ataupun tanpa perubahan EKG untuk seperti adanya depresi
segmen ST ataupunelavasi sebentar atau adanya gelombang T yang negatif kenaikan
enzim biasanya dalamwaktu 12 jam tahap awal serangan, angina tak stabil seringkali tak
bias dibedakan dari NSTEMI.
Ruptur plak aterosklerotik dianggap penyebab angina pektoris tak stabil, sehingga
tiba-tiba terjadi oklusi subtotal atau total dari pembuluh koroner yang sebelumnya
mempunyai penyempitan yang minimal. Terjadinya ruptur menyebabkan aktivasi, adhesi
dan agregasi platelet dan menyebabkan aktivasi terbentuknya trombus. Bila trombus
menutup pembuluh darah 100% terjadi infark dengan elevasi segmen ST, sedangkan bila
trombus tidak menyumbat 100%, dan hanya menimbulkan stenosis yang berat akan
terjadi angina tak stabil.
3. Infark Miokard Akut Tanpa Elevasi ST
Angina pektoris tak stabil (unstable angina = UA) dan infark miokard akut tanpa
elevasiST (non ST elevation miocardial infarction = NSTEMI) diketahui merupakan
suatukesinambungan dengan kemiripan patofisiologi dan gambaran klinis sehingga pada
prinsipnya penatalaksanaan keduanya tidak berbeda. Diagnosis NSTEMI ditegakkan jika
pasien denganmanifestasi klinis UA menunjukkan bukti adanya nekrosis miokard berupa
peningkatan biomarker jantung. Gejala yang paling sering dikeluhkan adalah nyeri pada,
yang menjadisalah sata gejala yang paling sering didapatkan pada pasien yang datang ke
IGD.
Non ST elevation myocardial Infarction (NSTEMI) dapat disebabkan oleh
penurunansuplai oksigen dan atau peningkatan kebutuhan oksigen miokard yang
diperberat olehobstruksi koroner. NSTEMI terjadi karena trombosis akut atau proses
vasokonstriksi koroner. Nyeri dada dengan lokasi khas substernal atau kadangkala di

viii
epigastrium dengan ciri sepertidiperas, perasaan seperti diikat, perasaan terbakar, nyeri
tumpul, rasa penuh, berat atautertekan, menjadi presentasi gejala yang sering ditemukan
pada NSTEMI. Walaupun gejalakhas rasa tidak enak di dada iskemia pada NSTEMI telah
diketahui dengan baik, gejala tidak khas seperti dispneu, mual, diaforesis, sinkop atau
nyeri di lengan, epigastrium, bahu atas, atau leher juga terjadi dalam kelompok yang lebih
besar pada pasien-pasien berusia lebih dari65 tahun.
Gambaran elektrokardiogram (EKG), secara spesifik berupa deviasi segmen
STmerupakan hal penting yang menentukan risiko pada pasien. Pada Thrombolysis
inMyocardial (TIMI) III Registry, adanya depresi segmen ST baru sebanyak 0,05
mVmerupakan prediktor outcome yang buruk. Kaul et al. menunjukkan peningkatan
risikooutcome yang buruk meningkat secara progresif dengan memberatnya depresi
segmen ST,dan baik depresi segmen ST maupun perubahan troponin T keduanya
memberikan tambahaninformasi prognosis pasien-pasien dengan NSTEMI.
4. Perikarditis
Perikarditis adalah peradangan perikard parietalis, iseralis atau keduanya. Respons
perikard terhadap eradangan bervariasi dari akumulasi cairan atau darah Efusi
perikard),deposisi fibrin, proliferasi jaringan fibrosa, embentukan granuloma atau
kalsifikasi. Itulahsebabnya manifestasi klinis perikarditis sangat bervariasi dari yang tidak
khas sampai yangkhas.
Perkarditis akut adalah perdangan primer maupun sekuder perkardium
parietalis/viseralis atau keduanya. Etiologi bervariasi luas dari virus, bakteri, tuberkulosis,
jamur,uremia, neoplasia, autoimun, trauma, infark jantung sampai ke idiopatik.
Nyerinya bersifat khas yaitu retrosternal dan prekordial kiri, menjalar ke belakang
daritepi trapezius. Keluhan paling sering adalah sakit/nyeri dada yang tajam, retrosternal
atausebelah kiri. Bertambah sakit bila bernapas, batuk atau menelan. Keluhan lainnya rasa
sulit bernapas karena nyeri pleuritik di atas atau karena efusi perikard. Pemeriksaan
jasmanididapatkan friction rub presistolik, sistolik atau diastolik. Bila efusi banyak atau
cepatterjadi,akan didapatkan tanda tamponad. Elektrokardiografi menunjukkan elevasi
segmen ST.Gelombang T umumnya ke atas, tetapi bila ada miokarditis akan ke bawah
(inversi).
Foto jantung normal atau membesar (bila ada efusi perikard). Foto paru dapat
normalatau menunjukkan patologi (misalnya bila penyebabnya tumor paru, TBC, dan
lain-lain).Pemeriksaan laboratorium yang dianjurkan: leukosit, ureum, kreatinin, enzim
jantung,mikrobiologis parasitologis, serologis, virologis, patologis dan imunologis untuk
mencari penyebab peradangan dari sediaan darah, ciran perikard dan atau jaringan biopsy
perikard.
5. Miokarditis
Miokarditis merupakan penyakit inflamasi pada miokard, yang bisa disebabkan
karenainfeksi maupun non infeksi. Patofisologi miokarditis belum sepenuhnya
dimengerti.Miokarditis primer diduga karena infeksi virus akut atau lespons autoimun
pasca infeksi viral.Miokarditis sekunder adalah inflamasi miokard yang disebabkan
patogen spesifik.
Manifestasi klinis miokarditis bervariasi, mulai dari asimptomatik (self-limited
disease) sampai syok kardiogenik. Gejala paling jelas yang menunjukkan miokarditis
adalahsindrom infeksi viral dengan demam, nyeri otot, nyeri sendi, dan malaise. Sebagian

ix
besar pasien tidak mempunyai keluhan kardiovaskular yang spesifik namun mungkin
memilikikelainan segmen ST dan gelombang T pada elektrokardiogram (EKG). Nyeri
dada ditemukansampai dengan 35 persen pasien dan mungkin berupa iskemia yang khas,
atau pada umumnya perikardial. Nyeri dada biasanya menunjukkan perikarditis yang
terkait, namun terkadangdikarenakan adanya iskemia miokard.
Kadang-kadang pasien mengalami sindrom klinik serupa dengan infark miokard
akut,dengan nyeri dada iskemia dan elevasi segmen ST pada EKG. Disfungsi pada
ventrikel kirimungkin muncul pada kurang dari setengah pasien dan cenderung bersifat
difus. Vasopasmekoroner juga dihubungkan dengan miokarditis akut.

III. Working Diagnosis


Berdasarkan anamanesis, pemeriksaan fisik dan penunjang yang telah disebutkan
dalamdata skenario. Pria tersebut dapat didiagnosis menderita sindroma koroner akut.
Sindromakoroner akut adalah suatu keadaan klinis tingkat miokard iskemik akut
tergantung derajatoklusi yang terjadi, dapat berupa angina pectoris tidak stabil, infark
miokad akut elevasi STdan infark miokard akut tanpa elevasi ST. Namun dalam scenario
kasus diatas, pria tersebutdapat digolongkan dalam infark miokard dengan elevasi ST.
Penyakit jantung iskemik tersebut adalah sekelompok sindrom yang berkaitan erat
yangdisebabkan oleh ketidakseimbangan antara kebutuhan oksigen miokardium dan
aliran darah.Penyebab tersering penyakit jantung iskemik adalah menyempitnya lumen
arteria koronariaoleh aterosklerosis. Bila terjadi penyempitan aterosklerotik lumen
sebesar 75% atau lebih pada satu atau lebih arteria koronaria besar,setiap peningkatan
aliran darah koroner yangmungkin terjadi akibat vasodilatasi koroner kompensatorik akan
kurang memadai untuk memenuhi peningkatan kebutuhan jantung.
IV. Etiologi
Terjadinya Infark miokard akut biasanya dikarenakan aterosklerosis pembuluh
darahkoroner. Nekrosis miokard akut terjadi akibat penyumbatan total arteri koronaria
olehtrombus yang terbentuk pada plak aterosklerosis yang tidak stabil. Ini semua juga
seringmengikuti ruptur plak pada arteri koroner dengan stenosis ringan. Penurunan aliran
darahkoroner dapat juga disebabkan oleh syok dan hemoragic. Ketidakseimbangan antara
suplaidan kebutuhan oksigen miokard merupakan dasar dari terjadinya proses iskemik
tersebut. Pada kondisi yang jarang, STEMI dapat juga disebabkan oleh oklusi arteri
koroner yangdisebabkan oleh emboli koroner, abnormalitas congenital, spasme koroner,
dan berbagai penyakit inflamasi sistemik.
V. Epidemiologi
Infark miokard akut (IMA) merupakan salah satu diagnosis rawat inap tersering
dinegara maju. Laju mortalitas awal (30 hari) pada IMA adalah 30% dengan lebih dari
separuhkematian terjadi sebelum pasien mencapai rumah sakit. Walaupun laju mortalitas
menurunsebesar 30% dalam 2 dekade terakhir, sekitar 1 di antara 25 pasien yang tetap
hidup pada perawatan awal, meninggal dalam tahun pertama setelah IMA. Di Inggris
penyakitkardiovaskular membunuh 1 dari 2 penduduk dalam populasi, dan menyebabkan
hamper sebesar 250.000 kematian pada tahun 1998.
VI. Patofisiologi

x
Infark mikard akut dengan elevasi ST (STEMI) umumnya terjadi jika aliran
darahkoroner menurun secara mendadak setelah oklusi trombus pada plak aterosklerotik
yangsudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner berat yang berkembang secara lambat
biasanyatidak metnicu STEMI karena berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu.
STEMIterjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi ipjuri vaskular,
di manainjuri ini dicetuskan oleh faktor-faktor seperti merokok, hipertensi, dan akumulasi
lipid.
Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis mengalami fisur,
ruptur atau ulserasi dan jika kondisi lokal atau sistemik memicu trombogenesis, sehingga
terjaditrombus mural pada lokasi ruptur yang mengakibatkan oklusi arteri coroner. Pada
STEMI gambaran patologis klasik terdiri dari fibrin rich red trombus,yang dipercaya
menjadi dasar sehingga STEMI memberikan respons terhadap trombolitik.

Keterangan gambar:
1) Lesi inisiasi dan akumulasi lipid ekstraselular dalam intima;
2) Evolusi stadium fibrofatty,
3) Lesi progresi dengan ekspresi prokoagulan dan lemahnya fibrous cap. Sindrom
koroner akut berkembang jika plak vulnerabel dan risiko tinggi mengalami
disrupsi pada fibrous cap.
4) Disrupsi plak adalah rangsangan terhadap trombogenesis. Resorpsi trombus
dilanjutkandengan akumulasi kolagen dan pertumbuhan sel otot polos.
5) Selanjutnya disrupsi plak vulnerabel atau plak risiko tinggi mengakibatkan
pasienmengalami nyeri iskemia akibat penurunan aliran arteri koroner epikardial
yang terlibat.Reduksi aliran dapat menyebabkan oklusi trombus total (bawah
kanan) atau oklusi trombussubtotal (bawah kiri) Pasien dengan nyeri iskemia
dapat berupa elevasi ST atau tanpaelevasi segmen ST pada EKG. Pasien dengan

xi
elevasi ST sebagian besar berkembangmenjadi infark miokard gelombang Q,
sebagian kecil berkembang menjadi infark miokardgelombang non Q. Pasien
tanpa elevasi segmen ST dapat mengalami angina pektoris tak stabil atau infark
miokard akut tanpa elevasi ST. Sebagian besar pasien dengan NSTEMI
berkembang menjadi infark miokard non Q, dan sebagian kecil menjadi infark
miokard gelombang Q.
Dari keterangan diatas dapat kita ketahui bahwa proses aterosklerosis atau
dapat disebutaterogenesis merupakan hal yang berperan penting dalam penyakit
sindroma koroner akuttermasuk di dalamnya infark miokard akut dengan elevasi
ST. Berikut ini akan dibahasselanjutnya mengenai aterosklerosis dan
patofisiologinya.

Aterosklerosis
Aterosklerosis pembuluh coroner merupakan penyebab penyakit arteri
koronaria yang paling sering ditemukan. Aterosklerosis menyebabkan
penimbunan lipid dan jaringan fibrosadalam arteri koronaria, sehingga secara
progresif mempersempit lumen pembuluh darah. Bilalumen menyempit maka
resistensi terhadap aliran darah akan meningkat dan membahayakanaliran darah
miokardium. Bila penyakit ini semakin lanjut, maka penyempitan lumen
akandiikuti perubahan pembuluh darah yang mengurangi kemampuan pembuluh
untuk melebar.Dengan demikian keseimbangan antara penyediaan dan kebutuhan
oksigen menjadi tidak stabil sehingga membahayakan miokardium.
Lesi biasanya diklasifikasikan sebagai endapan lemak, plak fibrosa, dan lesi
komplikata(Gbr. 31-3), sebagai berikut:

1. Endapan lemak, yang terbentuk sebagai tanda awal aterosklerosis, dicirikan


dengan penimbunan makrofag dan sel-sel otot polos terisi lemak (terutama
kolesterol oleat) padadaerah fokal tunika intima (lapisan terdalam arteri).
Makrofag tersebut akan memfagosit lemak dan berubah menjadi foam sel.
Sebagian endapan lemak berkurang, tetapi yang lain berkembang menjadi plak
fibrosa.

xii
2. Plak fibrosa (atau plak ateromatosa) merupakan daerah penebalan tunika intima
yangmeninggi dan dapat diraba yang mencerminkan lesi paling khas
aterosklerosis. Biasanya, plak fibrosa berbentuk kubah dengan permukaan opak
dan mengilat yang menyembul kearah lumen sehingga menyebabkan obstruksi.
Plak fibrosa terdiri atas inti pusat lipid dandebris sel nekrotik yang ditutupi pleh
jaringan fibromuskular mengandung banyak sel-selotot polos dan kolagen.
Sejalan dengan semakin matangnya lesi, terjadi pembatasan alirandarah koroner
dari ekspansi abluminal, remodeling vaskular, dan stenosis luminal. Setelahitu
terjadi perbaikan plak dan disrupsi berulang yang menyebabkan rentan
timbulnyafenomena yang disebut "ruptur plak" dan akhirnya trombosis vena.
3. Lesi lanjut atau komplikata terjadi bila suatu plak fibrosa rentan mengalami
gangguanakibat kalsifikasi, nekrosis sel, perdarahan, trombosis, atau ulserasi dan
dapatmenyebabkan infark miokardium.
Meskipun penyempitan lumen berlangsung progresif dan kemampuan
pembuluh darahuntuk berespons juga berkurang, manifestasi klinis penyakit belum
tampak sampai prosesaterogenik mencapai tingkat lanjut. Lesi bermakna secara klinis
yang mengakibatkan iskemiadan disfungsi miokardium biasanya menyumbat lebih
dari 75% lumen pembuluh darah.
Penting diketahui bahwa lesi-lesi aterosklerotik biasanya berkembang pada
segmenepikardial di sebelah proksimal dari arteria koronaria, yaitu pada tempat
lengkungan tajam, percabangan, atau perlekatan. Lesi-lesi ini cenderung terlokalisasi
dan fokal dalam penyebarannya tetapi, pada tahap lanjut, lesi-lesi yang tersebar difus
menjadi menonjol
Patogenesis Aterosklerosis
Patogenesis aterosklerosis merupakan suatu proses interaksi yang kompleks,
dan hinggasaat ini masih belum dimengerti sepenuhnya. Interaksi dan respons
komponen dinding pembuluh darah dengan pengaruh unik berbagai stresor (sebagian
diketahui sebagai faktor risiko) yang terutama dipertimbangkan. Dinding pembuluh
darah terpajan berbagai iritan yangterdapat dalam hidup keseharian. Diantaranya
adalah faktor-faktor hemodinamik, hipertensi,hiperlipidemia, serta derivat merokok
dan toksin (misal, homosistein atau LDL-C teroksidasi).Dari kesemua agen ini, efek
sinergis gangguan hemodinamik yang menyertai fungsi sirkulasinormal yang
digabungkan dengan efek merugikan hiperkolesterolemia dianggap merupakan factor
terpenting dalam pathogenesis aterosklerosis. Berikut ini gambaran terjadinya
prosesaterosklerosis yang berperan penting dalam patofisiologi infark miokard secara
umum.

xiii
xiv
VII. Penatalaksanaan
Tatalaksana Awal
1. Tatalaksana Pra Rumah Sakit
Pemberian fibrinolitik pra hospital hanya bisa dikerjakan jika pada pramedis
diambulans yang sudah terlatih untuk mengintepretasi EKG dan tatalaksana STEMI
dan kendalikomando medis online yang bertanggung jawab pasa pemberian terapi. Di
Indonesia saat ini pemberian trombolitik pra hospital ini belum bisa dilakukan.
2. Tatalaksanan di Ruang Emergensi
Tujuan tatalaksana di IGD pada pasien yang dicurigai STEMI mencakup :
mengurangi /menghilangkan nyeri dada, identifikasi cepat pasien yang merupakan
kandidat terapi reperfusisegera, triase pasien risiko rendah ke ruang yang tepat di
rumah sakit dan menghindari pemulangan cepat pasien dengan STEMI.

Tatalaksana Umum
1. Oksigen
Suplemen Oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen arteri
<90%.Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan oksigen selama 6
jam pertama.
2. Nitrogliserin
Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman dengan dosis 0,4 mg
dan dapatdiberikan smapai 3 dosis dengan interval 5 menit. Selain mengurangi nyeri
dada, NTG jugadapat menurunkan kebutuhan oksigen miokard dengan menurunkan
preload dan meningkatkan suplai oksigen miokard dengan cara dilatasi pembuluh
koroner yang terkena infark atau pembuluh kolateral.
3. Mengurangi dan menghilangkan nyeri dada
a. Morfin
Morfin sangan efektif mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesik
pilihan dalamtatalaksana nyeri dada pada STEMI. Morfin diberikan
dengan dosis 2-4 mg dan dapatdiulang dengan interval 5-15 menit sampai
dosis total 20 mg.
b. Aspirin
Inhibisi cepat sikooksigenase trombosit yang dilanjutkan reduksi kadar
tromboksan A2dicapai dengan absorpsi aspirin bukkal dengan dosis 160-
325 mg di ruang emergensi.Selanjutnya aspirin diberikan oral dengan
dosis 75-162 mg.
c. Penyekat beta
Jika morfin tidak berhasil mengurangi nyeri dada, pemberian penyekat
beta IV, selainnitrat mungkin efektif. Regimen yang biasa diberikan
adalah metoprolol 5 mg setiap 2-5menit sampai total 3 dosis. Lima belas
menit setelah dosis IV terakhir dilanjutkandengan metoprolol oral dengan
dosis 50 mg tiap 6 jam selama 48 jam, dan dilanjutkan100 mg tiap 12
jam.
4. Inhibitor ACE
Inhibitor ACE menurunkan mortalitas pasca STEMI dan manfaat
terhadap mortalitas bertambah dengan penambahanaspirin dan penyekat
beta. Pemberian inhibitor ACEharus dilanjutkan tanpa batas pada pasien
dengan bukti klinis gagal jantung.1,

xv
Terapi Reperfusi Farmakologis
Reperfusi dini akan memperpendek lama oklusi koroner, meminimalkan
disfungsi dandilatasi ventrikel dan mengurangi kemungkinan pasien STEMI menjadi
pump failure atau takiaritmia ventrikular yang maligna.
Sasaran terapi hiperfusi pada pasien STEMI adalah door-to-needle (atau
medical contact-to-needle) time untuk memulai terapi fibrinolitik dapat dicapai dalam
30 menit atau door-to-balloon (atau medical contact-to-ballon) time untuk PCI dapat
dicapai dalam 90 menit.
Obat fibrinolitik yang dapat diberikan untuk terapi reperfusi adalah
streptokinase (SK),Tissue plasminogen activator (tPA, alteplase), reteplase (retavase),
Tenekteplase (TNKase).

Percutaneous Coronary Intervention (PCI)


Intervensi koroner perkutan, biasanya angioplasty dan atau stenting tanpa
didahuluifibrinolisis disebut PCI primer. PCI ini efektif dalam mengambalikan
perfusi pada STEMI jika dilakukan dalam beberapa jam pertama infark miokard akut.
PCI primer lebih efektif darifibrinolisis dalam membuka arteri koroner yang
tersumbat dan dikaitkan dengan outcomeklinis jangka pendek dan jangka panjang
yang lebih baik. Dibandingkan trombolisis, PCI primer lebih dipilih jika terdapat
syok kardiogenik (terutama pasien < 75 tahun), risiko perdarahan meningkat, atau
gejala sudah ada sekurang - kurangnya 2 atau 3 jam jika bekuandarah lebih matur dan
mudah hancur dengan obat fibrinolisis. Namun demikian PCI lebihmahal dalam hal
personil dan fasilitas, dan aplikasinya terbatas berdasarkan tersedianyasarana, hanya
di beberapa rumah sakit.
VIII. Prognosis
Terdapat bcberapa sistem untuk menentukan prognosis pasca IMA:
Klasifikasi Killip berdasarkan pemeriksaan fisis bedside sederhana; S3 gallop,
kongesti parudan syok kardiogenik. Klasifikasi Forrester berdasarkan monitoring
hemodinamik indeks jantung dan pulmonary capillary-wedge pressure

xvi
IX. Komplikasi
1. Disfungsi Ventrikular
Setelah STEMI, ventrikel kiri mengalami perubahan serial dalam bentuk
ukuran danketebalan pada segmen yang mengalami infark dan non infark. Proses ini
disebut remodelingventricular dan umumnya mendahului berkembangnya gagal
jantung secara klinis dalamhitungan bulan atau tahun pasca infark. Segera setalah
infark ventrikel kiri mengalamidilatasi.Selanjutnya terjadi pula pemanjangan segmen
noninfark, mengakibatkan penipisanyang disproposional dan elongasi zona infark.
Pembesaran ruang jantung secara keseluruhanyang terjadi dikaitkan ukuran dan
lokasi infark, dengan dilatasi terbesar pasca infark padaapeks ventrikel kiri yang
mengakibatkan.
2. Gangguan Hemodinamik
Gagal pemompaan (pump failure) merupakan penyebab utama kematian di
rumah sakit pada STEMI. Perluasan nekrosis iskemia mempunyai korelasi yang baik
dengan tingkat gagal pompa dan mortalitas, baik pada awal (10 hari infark) dan
sesudahnya. Tanda klinis yang tersering dijumpai adalah ronki basah di paru dan
bunyi jantung S3 dan S4 gallop. Pada pemeriksaan rontgen sering dijumpai kongesti
paru.
3. Syok Kardiogenik
Biasanya pasien yang berkembang menjadi syok kardiogenik mempunyai
penyakit arterikoroner multivesel.
4. Infark Ventrikel Kanan
Sekitar sepertiga pasien dengan infark inferiposterior menunjukkan sekurang-
kurangnya nekrosis ventrikel kanan derajat ringan. Jarang pasien dengan infark
terbatas primer pada ventrikel kanan. Infrak ventrikel kanan secara klinis
menyebabkan tanda gagal ventrikel kanan yang berat (distensi vena jugularis, tanda
Kussmaul’s, hepatomegali) dengan atau tanpa hipotensi. Elevasi segmen ST sadapan
EKG sisi kanan, terutama sadapan V4R,seting dijumpai dalam 24 jam pertama pasien
infark ventrikel kanan.
5. Aritmia Pasca STEMI
Insidens aritmia pasca infark lebih tinggi pada pasien segera setlah onset
gejala.Mekanisme aritmia terkait infark mencakup ketidakseimbangan system saraf
autonom,gangguan elektrolit, iskemia pada perlambatan konduksi di zona iskemia
miokard.
6. Ekstrasistol Ventrikel
Depolarisasi pematur ventrikel sporadic yang tidak sering, dapat terjadi pada
hampir semua pasien STEMI dan tidak memerlukan terapi. Hipokalemia dan
hipomagnesimiamerupakan factor resiko fibrilasi ventrikel pada pasien STEMI,
konsentrasi kalium serumdiupayakan mencapai 4,5 mmol?liter dan magnesium 2,0
mmol/liter.
7. Takikardia dan Fibrilasi Ventrikel
Dalam 24 jam pertama STEMI, takikardia dan fibrilasi ventricular dapat
terjadi tanpatanda bahaya aritmia sebelumnya.
8. Fibrilasi ventrikel
9. Fibrilasi atrium.
10. Aritmia supraventricular.
11. Asistol Ventrikel.
12. Bradiaritmia dan blok
13. Komplikasi mekanik
14. Perikarditis

xvii
X. Preventive
Sepertinya yang sering disinggung sebelumnya etiologi utama STEMI ini adalah
karenathrombus yang diinduksi oleh pembentukan plak aterosklerotik. Oleh sebab itu,
upaya preventif atau pencegahan yang dapata dilakukan ialah lebih diutamakan pada
pencegahan pembentukan aterosklerotik dalam pembukuh darah koroner. Sekarang
dianggap terdapat banyak faktor yang saling berkaitan dalam mempercepat proses
aterogenik. Telah ditemukan beberapa faktor yang dikenal sebagai faktor risiko yang
meningkatkan kerentanan terhadapterjadinya aterosklerosis koroner pada individu
tertentu. Tiga faktor risiko biologis yangtidak dapat diubah, yaitu: usia, jenis kelamin
laki-laki, dan riwayat keluarga. Faktor risikotambahan lain masih dapat diubah, sehingga
berpotensi memperlambat proses aterogenik.Faktor risiko utama yang dapat diubah
adalah: peningkatan kadar lipid serum; hipertensi;merokok sigaret; diabetes melitus; gaya
hidup yang tidak aktif, obesitas (terutama ripeabdominal), dan peningkatan kadar
homosistein. Oleh sebab itu, tentunya untuk mencegahterjadinya penyakit ini, perlu
memperbaiki factor-faktor resiko yang dapat diubah, sepertitidak merokok, gaya hidup
sehat, dan pola makan yang baik.

xviii
BAB III
KESIMPULAN

Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembelajaran yang telah dijabarkan diatas, maka saya
dapatmenyimpulkan bahwa pria dalam scenario kasus tersebut dapat didiagnosis
menderitasindroma koroner akut dengan jenis infark miokard dengan elevasi ST. Jadi
berdasarkansemua hal yang telah dipelajari, dapat disimpulkan bahwa hipotesis
diterima.

xix
DAFTAR PUSTAKA
1. Sudoyo Aru W, et all. Infark Miokard dengan Elevasi ST. Idrus Alwi(eds). Buku
ajar IPD.Jilid 2. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
UniversitasIndonesia;2009.h.1741-54.
2. Gleadle Jonathan. At a Glance Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta:
PenerbitErlangga; 2007.h.166;170-71;112-3
3. Hudak, Gallo, Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik, EGC : Jakarta; 1995
4. Dharma Surya. Pedoman Praktis Sistematika Interpretasi EKG. EGC: Jakarta;
20095.
5. Kee JL. Pedoman Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostic. Edisi 6. Jakarta.
EGC:2007. h.149-5;295-7
6. Sudoyo Aru W, et all. Angina Pektoris Tak Stabil. Hanafi B. Trisnohadi(eds).
Buku ajar IPD. Jilid 2. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran UniversitasIndonesia;2009.h.1728-32.
7. Isselbacher, et all. Harrison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam (eds 13).
Volume 3.Jakarta: EGC;2008.h.1201-44.
8. Sudoyo Aru W, et all. Angina Pektoris Stabil. A. Muin Rahman(eds). Buku ajar
IPD. Jilid2. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
UniversitasIndonesia;2009.h.1735-9.
9. Sudoyo Aru W, et all. Infark Miokard Akut Tanpa Elevasi ST. A. Muin
Rahman(eds).Buku ajar IPD. Jilid 2. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas KedokteranUniversitas Indonesia;2009.h.1757-65.
10. Sudoyo Aru W, et all. Perikarditis. Marulam M. Panggabean(eds). Buku ajar IPD.
Jilid 2.Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
UniversitasIndonesia;2009.h.1725-26.
11. Sudoyo Aru W, et all. Miokarditis. Idrus Alwi, Lukman H. Makmun(eds). Buku
ajar IPD.Jilid 2. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
UniversitasIndonesia;2009.h.1711-3.
12. Corry Catharina Silaen. Perbandingan Kadar Adiponektin Antara Angina
Pektoris StabilDengan Sindroma Koroner Akut. Makalah. Medan: Bagian Ilmu
Penyakit Dalam FK Universitas Sumatera Utara;2008.
13. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Robbins. Buku ajar patologi robbins. Edisi ke-
7.Jakarta: EGC; 2007.h.408-15
14. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi. Konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi
ke-6.Jakarta: EGC; 2005.h.578-87.
15. H Gray, Keith D, Morgan. Lecture Notes Kardiologi. Edisi ke-4.
Jakarta:Erlanga;2005.h.107-50
16. Diana Lyrawati. Sindrom Koroner Akut - Farmakologi. 30 Oktober 2010.
Diunduh dari:http//yrawati.files.wordpress.com.pdf

xx

Anda mungkin juga menyukai