Anda di halaman 1dari 81

Pemenuhan Hak Asasi Dalam Hal Pelayanan Kesehatan Bagi Narapidana

Yang Terjangkit Covid-19 di Lapas Perempuan Kelas II A Sungguminasa

SKRIPSI

Diajukaniuntuk Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Meraih Gelar Sarjana Hukum
Jurusan lmu Hukum pada Fakultas Syariahidan Hukum Universitas slam Negeri
Alauddin Makassar

Oleh :

Aris Yunianto

NIM: 10400117091

FAKULTAS SYARIAHiDAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAMiNEGERI ALAUDDIN MAKASSAR

2022
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Mahasiswa yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Aris Yunianto

NIM : 10400117091

Tempat/Tgl.Lahir : Sukoharjo, 24 Juni 1996

Jur/Prodi/Konsentrasi : Ilmu Hukum/Hukum Pidana

Fakultas/Program : Syari’ah dan Hukum

Alamat : Jln. Damai UNHAS, Tamalanrea, Makassar

Judul : Pemenuhan Hak Asasi dalam Hal Pelayanan Kesehatan


Bagi Narapidana yang Terjangkit Covid-19 di Lapas
Perempuan Kelas II A Sungguminasa

Menyatakan dengan sesungguhnya dan penuh kesadaran bahwa skripsi ini


benar adalah hasil karya sendiri. Jika di kemudian hari terbukti bahwa ia
merupakan duplikat, tiruan, plagiat, atau dibuat oleh orang lain, sebagian atau
seluruhnya, maka skripsi dan gelar yang diperoleh karenanya batal demi hukum

Makassar, 17 Maret 2022

Aris Yunianto

ii
PENGESAHAN SKRIPSI

iii
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT,


Tuhan semesta alam yang berkuasa atas bumi, langit, seluruh isinya. Sebab atas
ridho dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi
yang berjudul : Pemenuhan Hak Asasi Dalam Hal Pelayanan Kesehatan Bagi
Narapidana Yang Terjangkit Covid-19 di Lapas Perempuan Kelas II A
Sungguminasa

Tak lupa juga penulis sampaikan salam dan taslim kepada junjungan
Nabiyullah Muhammad SAW, kepada keluarga, sahabat dan ummat beliau.

Proses penyelesaian skripsi ini tentunya tidak terlepas dari berbagai


rintangan, mulai dari proses pengumpulan literatur hingga penulisannya sendiri.
Serta tidak terlepas dari bantuan, bimbingan dan saran dari berbagai pihak, maka
pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. H. Hamdan, M.A., Ph.D. selaku Rektor UIN Alauddin


Makassar yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk
menyelesaikan study Strata 1 (S1) di salah satu universitas Islam di
Makassar, Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.
2. Bapak Dr. Muammar Muhammad Bakry, Lc., M.Ag. selaku Dekan
Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin
Makassar.
3. Bapak Dr. Rahman Syamsuddin, S.H., M.H selaku Ketua Jurusan Ilmu
Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar.
4. Bapak Abd. Rais Asmar, S.H., M.H. selaku sekretaris jurusan Ilmu
Hukum, Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar.
5. Bapak Dr. Fadli Andi Natsif, S.H., M.H. sebagai dosen pembimbing I
yang telah banyak memberikan pengarahan, bimbingan, saran yang
berguna serta meluangkan waktu hingga skripsi ini dapat terselesaikan.
6. Bapak Dr. Hamsir, S.H., M.Hum sebagai dosen pembimbing II yang
telah bersedia meluangkan waktun, segenap pemikirannya, saran serta
kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini.

iv
7. Segenap dosen serta staf dan karyawan Fakultas Syari’ah dan Hukum
Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar yang telah
memberikan bekal dan ilmu pengetahuan yang bermanfaat.
8. Kedua orang tua tercinta, Sukiman dan Sumini yang telah mencurahkan
seluruh cinta dan sayangnya, mendidik dan membesarkan penulis dengan
penuh kesabaran, cucuran air mata dan keringat, doa-doa yang tiada
hentinya terkhusus untuk Ibunda tersayang yang hingga sampai kapanpun
penulis takkan bisa membalasnya. Maafkan jika ananda sering
menyusahkan, merepotkan serta melukai hati Ibunda dan Ayahanda.
Keselamatan dunia dan akhirat semoga selalu Allah SWT berikan
kepadamu.
9. Kepada Siti Novriannisya yang telah memberikan dukungan mulai dari
proses pengajuan judul skripsi hingga penyelesaiannya. Selalu
memberikan dorongan dan meyakinkan penulis bahwa skripsi ini bisa
selesai. Terima kasih yang tak terhingga. Semangat kerjanya, dilancarkan
Pendidikan S2 nya dan semoga bahagia selalu.
10. Untuk teman-teman kelas di Ilmu Hukum-C 2017 yang telah menjadi
teman sekelas dan teman diskusi selama kurang lebih empat tahun semasa
berkuliah di UIN Alauddin Makassar, terima kasih untuk pengalaman luar
biasanya.
11. Teman-teman angkatan Ilmu Hukum 2017, semangat dalam menyusun
skripsinya.
12. Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang
telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini, terima kasih yang tak
terhingga untuk bantuan, dukungan, dan pengertiannya yang sangat tulus.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan balasan atas jasa daan budi
baik yang telah diberikan kepada penulis.
Semoga skripsi ini bermanfaat untuk meningkatkan mutu pendidikan di
Negara yang kita cintai ini. Akhir kata, penulis sangat menyadari bahwa dalam
penulisan skripsi ini, masih jauh dari kesempurnaan, masih banyak kekurangan,
sehingga penulis mengharapkan masukan, saran, dan kritikan yang bersifat
membangun guna melengkapi skripsi ini.

v
Makassar, 17 Maret 2022

Aris Yunianto

vi
DAFTAR ISI

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI...............................................................ii

PENGESAHAN SKRIPSI....................................................................................iii

KATA PENGANTAR...........................................................................................iv

ABSTRAK.............................................................................................................ix

BAB I.......................................................................................................................1

PENDAHULUAN...................................................................................................1

A. Latar Belakang.............................................................................................1

B. Rumusan Masalah.........................................................................................8

C. Tujuan Penelitian..........................................................................................8

D. Kajian Pustaka..............................................................................................9

E. Manfaat Penelitian......................................................................................11

BAB II...................................................................................................................13

TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................................13

A. Tinjauan Tentang Hak Asasi Manusia........................................................13

1. Konsep Dan Pengertian HAM.................................................................13

2. Dasar Hukum Hak Asasi Manusia..........................................................15

3. Bentuk-bentuk Hak Asasi/Hak Dasar yang dimiliki Manusia................20

B. Tinjauan Tentang Narapidana....................................................................23

1. Pengertian Narapidana............................................................................24

2. Hak-Hak Narapidana...............................................................................28

C. Tinjauan Tentang Lembaga Pemasyarakatan dan Sistem Pemasyarakatan


29

1. Sejarah Sistem Pemasyarakatan..............................................................29

vii
Istilah pidana penjara dikenal di Indonesia dalam KUHP (Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana). Dimana dalam pasal 10 berbunyi:.........................29

2. Lembaga Pemasyarakatan.......................................................................31

D. Perlindungan Terhadap Hak Mendapatkan Pelayanan Kesehatan Bagi


Narapidana........................................................................................................34

BAB III..................................................................................................................43

METODE PENELITIAN....................................................................................43

A. Jenis Penelitian...........................................................................................43

B. Pendekatan Penelitian................................................................................44

C. Lokasi Penelitian........................................................................................45

D. Jenis dan Sumber Data...............................................................................45

E. Metode Pengumpulan Data........................................................................46

BAB IV..................................................................................................................48

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN..................................................48

A. Gambaran Umum Tentang Lapas Perempuan Kelas IIA Sungguminasa...48

B. Pemenuhan Hak Asasi Narapidana dalam Hal Pelayanan Kesehatan Bagi


Narapidana yang Terjangkit Covid-19 di Lapas Perempuan Kelas II A
Sungguminasa....................................................................................................50

C. Kendala Pemenuhan Hak Pelayanan Kesehatan Bagi Narapidana Yang


Terjangkit Covid-19 Di Lapas Perempuan Kelas II A Sungguminasa...............61

BAB V....................................................................................................................65

PENUTUP.............................................................................................................65

A. Kesimpulan.................................................................................................65

B. Saran...........................................................................................................66

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................67

viii
ABSTRAK

Nama : Aris Yunianto

NIM : 10400117091

Judul : Pemenuhan Hak Asasi dalam Hal Pelayanan Kesehatan Bagi


Narapidana yang Terjangkit Covid-19 di Lapas Perempuan Kelas
II A Sungguminasa

Tujuan dari penelitian ini ialah untuk : 1) Untuk mengetahui pemenuhan


hak-hak narapidana dalam hal pelayanan kesehatan bagi narapidana yang
terjangkit Covid-19; 2) Untuk mengetahui faktor yang menjadi kendala dalam
pemenuhan hak pelayanan kesehatan bagi narapidana yang terjangkit Covid-19 di
Lapas Kelas II A Sungguminasa
Dalam menjawab permasalahan tersebut, penulis menggunakan penelitian
hukum empiris dengan pendekatan deskriptif analisis. Data diperoleh melalui
wawancara. Untuk mendukung penelitian empiris ini juga digunakan penelitian
normatif dengan pendekatan undang-undang (statuta approuch) dengan
melakukan menelaah peraturan perundang-undangan yang terkait dengan lembaga
pemasyarakan. riset pustaka dari beberapa literatur, seperti buku, pendapat para
sarjana dan ahli hukum, koran dan majalah, serta artikel terkait dengan
permasalahan. Kemudian menganalisis data tersebut menggunakan teknik analisis
kualitatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelayanan kesehatan yang diberikan


di lapas perempuan kelas II A Sungguminasa bagi narapidana yang terjangkit
Covid-19 cukup baik dengan mengadakan kerjasama dengan pihak puskesmas
sekitar terkait dengan saran dan prasarana yang dibutuhkan seperti tes SWAB-
Antigen, obat-obat serta vitamin, dan sebagainya sebagai upaya pertolongan
pertama. Namun ada beberapa kendala dalam pemenuhan hak tersebut, seperti
tidak tersedianya ruang isolasi khusus di lapas sehingga napi yang tidak bergejala
atau dengan gejala ringan tidak perlu dirujuk atau di isolasi di luar lapas.

ix
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Istilah narapidana dapat diartikan sebagai seseorang yang sedang

menjalani masa pemidanaan pada suatu tempat khusus yang disebut Lembaga

Pemasyarakatan atau lapas. Dimana lapas merupakan suatu wadah agar

narapidana mendapatkan bimbingan dan pembinaan dengan tujuan

mengembalikan para warga binaan ke fitrahnya atau menjadi warga yang baik dan

bisa hidup berdampingan dengan masyarakat lainnya.

Berdasarkan pasal 2 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang

Pemasyarakatan dijelaskan bahwa:

Sistem pemasyarakatan diselenggarakan dalam rangka membentuk Warga


Binaan Pemasyarakatan agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari
kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga
dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan
dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik
dan bertanggung jawab.1

Selain bertujuan untuk mengembalikan warga binaan menjadi warga yang

baik, sistem pemasyarakatan juga bertujuan untuk melindungi masyarakat dari

kemungkinan terjadinya pengulangan tindak pidana oleh warga binaan dan

merupakan penerapan nilai-nilai yang terkandung di dalam Pancasila sebagai

dasar negara.

Keberadaan Lembaga Permasyarakatan dan/atau Rumah Tahanan Negara

itu antara lain untuk melaksanakan program pembinaan bagi warga binaan.
1
Lihat Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan

1
Adapun yang dimaksud dengan warga binaan pemasyarakatan adalah narapidana

dan anak didik pemasyarakatan dan klien pemasyarakatan. Sedangkan yang

dimaksud dengan narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang

kemerdekaan di lembaga pemasyarakatan.2

Negara berkewajiban untuk memastikan tindakan preventif, layanan dan

informasi serta peralatan yang dibutuhkan masyarakat dapat tersedia dan diakses

dengan mudah. Dalam konteks hak atas kesehatan, alat-alat dan fasilitas serta

pelayanan kesehatan harus disediakan dalam jumlah yang cukup, dapat diakses

oleh masyarakat tanpa diskriminasi. Alat dan layanan kesehatan harus dapat

diakses oleh masyarakat, terutama oleh kelompok yang paling rentan atau

terpinggirkan dalam masyarakat; dalam jangkauan fisik yang aman untuk semua

komunitas tanpa terkecuali; dan terjangkau untuk semua serta seraya tetap

memperhatikan kebutuhan khusus karena gender, usia, disabilitas. Hak tersebut

juga mencakup aksesibilitas informasi terkait kesehatan.

Covid-19 yang menyerang dunia khususnya Indonesia saat ini merupakan

jenis penyakit yang menular. Presiden Joko Widodo bahkan mengumumkan

bahwa wabah tersebut merupakan bencana Nasional. Virus tersebut mulai muncul

di Wuhan, China akhir tahun 2019 lalu dan mulai masuk ke Indonesia awal tahun

2020. WHO menyatakan bahwa virus corona bisa menyebar melalui kontak

langsung dan tidak langsung. Oleh karena itu, WHO mengharuskan masyarakat

2
Barda Nawawi Arief, Beberapa Aspek Kebijakan Penegak dan Pengembangan Hukum
Pidana, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2005, hal.40

2
untuk menjaga jarak minimal 1 meter untuk menghindari resiko penularan virus

tersebut.3

Resiko penularan virus corona bisa meningkat melalui ruangan yang

tertutup, kontak langsung, dan di tempat-tempat ramai, serta pasien dengan

penyakit kronis bawaan dapat dengan mudahnya tertular. Faktor-faktor tersebut

dapat meningkatkan probabilitas penularan virus jika terjadi secara bersamaan.4

Berdasarkan riset tersebut, Lembaga Pemasyarakatan disebut bisa menjadi salah

satu tempat yang memungkinkan terjadinya penularan, selain dikarenakan

tempatnya yang tertutup, tingkat hunian yang tinggi juga menjadi faktor penularan

menjadi cepat.

Pasal 14 ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang

Pemasyarakatan menyebutkan bahwa salah satu hak narapidana yakni

memperoleh pelayanan kesehatan. Perawatan kesehatan bagi narapidana, tahanan

dan anak dapat dipakai sebagai salah satu upaya untuk mencapai MDGs

(Millennimum Development Goals = Tujuan Pembangunan Milenium).5 Dimana

Indonesia juga terlibat dengan ikut menandatagani kesepakatan tersebut, sehingga

baik secara politik maupun yuridis, Indonesia telah terikat oleh mandat-mandat

global tersebut. Implikasinya, setiap kelalaian yang dilakukan negara merupakan

pelanggaran hak asasi manusia terhadap wargannya. Implikasi yang lain dari
3
Kurniawan, WHO Rilis Pedoman Baru Penularan Virus Corona, 2020,
https://kesehatan.kontan.co.id/news/who-rilis-pedoman-baru-penularan-virus-corona-iniisinya?
page=all. Diakses pada tanggal 23 Januari 2021
4
Anna Suci Perwitasari, Faktor yang Meningkatkan Risiko Penularan Virus Corona, 2020,
https://kesehatan.kontan.co.id/news/ini-4-faktor-yang-meningkatkan-risikopenularan-virus-
corona?page=all. Diakses pada tanggal 23 Januari 2021
5
Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM RI, Standar
Pelayanan Dasar Perawatan di Lapas Rutan Bapas LPKA dan LPAS, 2015, hal.1

3
penandatanganan MDG adalah jika Indonesia tidak menjalankan maka dapat

dikenai sanksi internasional.6

Pelayanan kesehatan yang termasuk dalam pelayanan kesehatan

masyarakat ditandai dengan cara pengorganisasian yang umumnya secara

bersama-sama dalam satu organisasi, tujuan utamanya untuk memelihara dan

meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit, serta sasarannya terutama

untuk kelompok dan masyarakat.7

Pelayanan kesehatan merupakan upaya kesehatan untuk meningkatkan

derajat kesehatan agar dapat tumbuh dan berkembang secara sehat.8 Hak untuk

memperoleh pelayanan kesehatan merupakan suatu elemen penting sebagai

bagian dari HAM. Jaminan dan pengakuan terkait hak atas pelayanan kesehatan

tersebut telah dipertegas dalam Pasal 28H ayat (1) UUD 1945 menentukan bahwa

setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan

mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh

pelayanan kesehatan.

Konsekuensi dari ketentuan tersebut, menjadikan pelayanan kesehatan

sebagai salah satu prioritas utama dalam urusan pemerintahan. Pemerintah wajib

menyiapkan sarana/fasilitas pendukung yang memungkinkan untuk hak atas

pelayanan kesehatan terwujud dan mewujudkan seluruh lapisan masyarakat tanpa


6
Panduan Advokasi Kebijakan Kesehatan, Sehat itu Hak Koalisi Untuk Indonesia Sehat,
Indonesia Society for Social Transformation, Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan
FKM Universitas Indonesia, Jakarta, 2002, hal.14
7
Azrul Azwar, Pengantar Administrasi Kesehatan, Binarupa Aksara Publisher, Tangerang,
2010, hal.43
8
Nasrul Effendi, Dasar-Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat, Buku Kedokteran
EGC, Jakarta, 1998, hal.112

4
kecuali.9 Seperti disediakan poliklinik beserta fasilitasnya dan disediakan

sekurang-kurangnya seorang dokter dan seorang tenaga kesehatan lainnya di

dalam rutan.

Ketentuan yang mengatur tentang hak narapidana untuk mendapatkan

pelayanan kesehatan terdapat pada Pasal 16 Peraturan Pemerintah Nomor 32

Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Warga Binaan

Permasyarakatan menyebutkan bahwa, pelayanan yang terlaksana dengan baik

akan meninmbulkan keinginan untuk melakukan yang baik pula, melahirkan sifat

responsif dan memberikan perlindungan terhadap hak-hak narapaidana.

Pemberian pelayanan kesehatan kepada narapidana merupakan suatu

bentuk pemberian hak asasi dari negara kepada masyarakatnya dan merupakan

suatu upaya promotif, yaitu suatu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan

pelayanan kesehatan yang lebih mengutamakan kegiatan yang bersifat promosi

kesehatan, preventif adalah suatu kegiatan pencegahan terhadap suatu masalah

kesehatan, kuratif adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan

pengobatan yang ditujukan untuk penyembuhan penyakit, pengurangan

penderitaan akibat penyakit, pengendalian penyakit, atau pengendalian kecacatan

agar kualitas penderita dapat terjaga seoptimal mungkin, dan rehabilitatif adalah

kegiatan dan/atau rangkaian kegiatan untuk mengembalikan bekas penderita ke

dalam masyarakat sehingga dapat berfungsi lagi sebagai anggota masyarakat

semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuannya, untuk terwujudnya

9
Ruslan Ranggong, Hukum Acara Pidana Memahami Perlindungan HAM dalam Proses
Penahanan di Indonesia, Kencana, Jakarta, 2014, hal.137-138

5
pelayanan kesehatan yang baik tidak terlepas pula dari ketersediaan sarana dan

prasarana kesehatan.

Fakta yang terjadi di lapangan, seorang narapidana Rutan Kelas I

Makassar terjangkit virus corona pada tahun 2020. Sebelumnya, pasien

mendapatkan perawatan akibat penyakit diabetes yang dialaminya pada tahun

2019. Namun, kondisinya semakin menurun dan akhirnya dirujuk ke salah satu

rumah sakit di kota Makassar dengan status PDP berdasarkan gejala yang

ditunjukkan.10 Selanjutnya, yang terjadi di Lapas Wanita Kelas IIA

Sungguminasa, Gowa, sebanyak 35 warga binaan terjangkit Covid-19 setelah

melalui rapid test dan swab tes.11 Sehingga untuk mencegah terjadinya

penyebaran di lapas, pemerintah pusat melalui Kementerian Hukum dan HAM

mengupayakan dengan memberikan pembebasan melalui asimilasi dan hak

integrasi terhadap lebih dari 30 ribut narapidana.

Kondisi narapidana yang terjangkit Covid-19 saat ini harus lebih

diperhatikan, seperti pemenuhan hak-haknya untuk mendapatkan pelayanan

kesehatan. Tujuannya agar kasus penyebaran virus tidak banyak terjadi di rutan

dan jika narapidana sehat maka narapidana tersebut dapat dengan lancar dan

mudah menjalani aktivitas pembinaannya. Maka dari itu orang-orang yang

10
CNN Indonesia, Napi PDP Corona di Makassar Meninngal Dunia, 2020,
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200413093452-12-492916/napi-pdp-corona-di-
makassar-meninggal-dunia, diakses pada tanggal 20 Januari 2021
11
Herni Amir, 35 Napi Lapas Perempuan Sungguminasa Positif Covid-19 Dirawat di RS
Dadi Makassar, 2020,https://sulsel.inews.id/berita/35-napi-lapas-perempuan-sungguminasa-
positif-covid-19-dirawat-di-rs-dadi-makassar. Diakses pada tanggal 7 Januari 2021

6
berwenang dan bertanggung jawab akan kesehatan narapidana harus memberikan

pelayanan yang maksimal

Hukum Islam tidak menjelaskan terkait pemenuhan hak narapidana yang

menderita Covid-19. Namun, dalam surah al-Maidah ayat 32 dijelaskan dasar

hukum melindungi nyawa seseorang:

ٰ
َ ‫س َأ ْو َف‬
‫سا ٍد‬ ً ۢ ‫ِم ْنَأ ْج ِل َذلِ َك َك َت ْب َنا َع َل ٰى َبن ِٓى ِإ ْس ٰ َٓر ِءيل َ َأ َّن ُهۥ َمن َق َتل َ َن ْف‬
ٍ ‫سا ِب َغ ْي ِر َن ْف‬

َ ‫اس َجمِي ًعا َو َمنْ َأ ْح َياهَا َف َكَأ َّن َمٓا َأ ْح َيا ٱل َّن‬
ْ‫اس َجمِي ًعا َو َل َقد‬ ِ ‫فِى ٱَأْل ْر‬
َ ‫ض َف َكَأ َّن َما َق َتل َ ٱل َّن‬
ٰ ِ ‫سلُ َنا ِبٱ ْل َب ِّي ٰ َن‬
ِ ‫ِيرا ِّم ْن ُهم َب ْعدَ َذلِ َك فِى ٱَأْل ْر‬
َ‫ض َل ُم ْس ِرفُون‬ ً ‫ت ُث َّم ِإنَّ َكث‬ ُ ‫ٓاء ْت ُه ْم ُر‬
َ ‫َج‬

Artinya:

Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa:
barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karenaiorang itu
(membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka
bumi, maka seakan-akan dia telah membunuhimanusia seluruhnya. Dan
barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-
olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan
sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul Kami dengan
(membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara
mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat
kerusakan dimuka bumi.12
Ayat tersebut menjelaskan bagaimana besarnya tindakan yang

menumpahkan darah orang (membunuh) orang yang tidak bersalah. Dimana orang

yang membunuh seseorang kejahatannya dianggap sama saja membunuh seluruh

manusia dan orang yang menyelamatkan satu orang sama dengan menyelamatkan

seluruh manusia, seperti orang yang menyelamatkan orang yang tenggelam atau

terbakar, dokter yang mengobati orang sakit, polisi yang menghentikan kejahatan

12
Tafsir web, Q.S al-Maidah ayat 32, https://tafsirweb.com/1916-quran-surat-al-maidah-
ayat-32.html. Diakses pada tangga 19 Mei 2021

7
sebelum terjadi, hakim yang menghukum mati orang yang membunuh, dan semua

orang yang mempunyai peran dalam menyelamatkan orang lain.13

Oleh karena itu, dapat diartikan bahwa sebagai seorang manusia,

narapidana yang terjangkit Covid-19 juga membuthkan perlindungan atas hak-hak

dasarnya khususnya hak untuk hidup sehingga dapat menjalani hukuman dari

perbuatan yang dia lakukan di rumah tahanan negara (rutan). Dari permasalahan

tersebut, penulis akan mengkaji terkait hak-hak narapidana yang terjangkit Covid-

19 berdasarkan hukum positif serta hak-hak apa saja yang telah diberikan kepada

narapidana selama di rutan untuk mengatasi dan mencegah penyebaran virus

tersebut? Mengingat hal tersebut tentunya telah diatur dalam Undang-Undang dan

tidak boleh untuk diabaikan.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah pemenuhan hak asasi narapidana dalam hal pelayanan

kesehatan bagi narapidana yang terjangkit Covid-19 di Lapas Perempuan

Kelas II A Sungguminasa?

2. Faktor apa sajakah yang menjadi kendala pemenuhan hak pelayanan

kesehatan bagi narapidana yang terjangkit Covid-19 di Lapas Perempuan

Kelas II A Sungguminasa?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah disusun, maka tujuan dari

penulisan penelitian ini adalah :


13
Tafsir web, Q.S al-Maidah ayat 32, https://tafsirweb.com/1916-quran-surat-al-maidah-
ayat-32.html. Diakses pada tangga 19 Mei 2021

8
1. Untuk mengetahui pemenuhan hak-hak narapidana dalam hal pelayanan

kesehatan bagi narapidana yang terjangkit Covid-19

2. Untuk mengetahui faktor yang menjadi kendala dalam pemenuhan hak

pelayanan kesehatan bagi narapidana yang terjangkit Covid-19 di Rutan

Kelas IA Makassar

D. Kajian Pustaka

Penulis telah melakukan riset dari beberapa skripsi yang penulis jadikan

acuan atau bahan referensi. Skripsi pertama membahas terkait “Perlindungan Hak

Asasi Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Banda Aceh Menurut

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 (Analisis Islam), oleh Munardi seorang

mahasiswa IAIN Ar-Raniry pada tahun 201214. Skripsi tersebut secara umum

membahas tentang hak asasi narapidana. Dimana dalam hasil penelitian yang

dilakukan, ditemukan bahwa hak-hak dasar narapidana secara standar belum

terpenuhi sesuai yang telah diatur dalam undang-undang. Sedangkan penelitian

yang akan dilakukan penulis, ialah mengkaji tentang pemenuhan hak asasi dalam

hal pelayanan kesehatan bagi narapidana yang terjangkit Covid-19 dilihat dari

perspektif hukum positif dan faktor yang menjadi kendala pemenuhan hak

tersebut di Rutan Kelas IA Kota Makassar.

Dan dalam skripsi lain yang berjudul “Pemenuhan Hak Pelayanan

Kesehatan Terhadap Narapidana di Lembanga Pemasyarakatan Kelas IIA

Sungguminasa Kabupaten Gowa” oleh Ovilia Felycia Dagi mahasiswa

14
Munardi, Pelrindungan Hak Asasi Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA
Banda Aceh Menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 (Analisis Islam), Skripsi (2012),
Mahasiswa IAIN Ar-Raniry.

9
Universitas Hasanuddin yang ditulis tahun 201715. Hal yang dikaji dalam

tulisannya, sama dengan yang akan dikaji atau diteliti oleh penulis, yang

membedakannya adalah Ovilia membandingkan hasil kajiannya dengan ketentuan

yang berlaku. Kemudian hal yang membedakan selanjutnya ialah, penulis akan

mengkaji terkait pemenuhan hak pelayanan kesehatan bagi narapidana yang

terjangkit Covid-19, artinya penulis melakukan penelitian dengan objek yang

lebih spesifik.

Selain hasil penelitian terdahulu, penulis juga menggunakan buku-buku

terkait perlindungan HAM seperti buku yang ditulis oleh Majda El-Muhtaj yang

berjudul “Hak Asasi Manusia Dalam Konstitusi Indonesia”. Dimana Majda El-

Muhtaj memandang bawha konstitusi dan jaminan atas hak asasi manusia (HAM)

merupakan satu kesatuan yang mencerminkan kesinambungan gagasan dan

praktik demokrasi konstitusional. Dalam perkembangannya, jaminan konstitusi

atas HAM di Indonesia ini mengalami proses dialek-tika pemikiran yang sangat

menarik untuk diamati. Pasca-Amendemen UUD 1945, materi muatan HAM

mengalami reposisi yang signifikan. Bahkan, penerjemahan materi muatan HAM

tersebut semakin positif setelah keluarnya Peraturan Presiden RI No. 23 Tahun

2011 tentang Rencana Aksi Nasional HAM Indonesia 2011-2014. Salah satu

komitmen penting yang dimiliki Indonesia dalam kerangka kebijakan HAM yaitu

Rencana Aksi Nasional HAM Indonesia/National Action Plan on Human Rights

(Ranham). Saat ini, Ranham Indonesia telah memasuki gelombang ketiga yang

sudah dimulai sejak gelombang pertama (1998-2003), gelombang kedua (2004-


15
Ovilia Felycia Dagi, Pemenuhan Hak Pelayanan Kesehatan Terhadap Narapidana di
Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Sungguminasa Kabupaten Gowa, Skrpsi (2017), Mahasiswa
Universitas Hasanuddin.

10
2009), dan gelombang ketiga (2011-2014). Buku ini secara khusus membahas

konseptualisasi HAM dalam konstitusi Indonesia sejak UUD 1945 sampai dengan

perubahan UUD 1945 Tahun 2002, dan hubungannya dengan penegakan hukum

dan HAM di Indonesia. Yang selanjutnya dijadikan bahan kajian oleh penulis

untuk melihat konsep penegakan HAM dan menghubungkannya dengan hak

narapidana sebagai subjek hukum yang dipandang perlu untuk dilindungi juga

karena bagaimanapun narapidana adalah tetap warga negara namun karena

kesalahan yang diperbuatnya menjadikannya berbeda dari warga negara lain.

E. Manfaat Penelitian

1. Kegunaan Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan

ilmu pengetahuan, terkhusus dalam pengetahuan ilmu hukum pidana mengenai

aspek pelayanan dan pemberian hak asasi manusia khususnya bagi narapidana

serta diharapkan dapat memberikan kesadaran kepada pihak-pihak yang terlibat.

2. Kegunaan Praktis

a. Diharapkan penlitian dapat memberikan kesadaran bagi pihak-pihak

yang terkait untuk dapat memberikan pelayanan kesehatan dan

memenuhi hak-hak dasar narapidana sebagai seorang manusia.

b. Diharapkan melalui penulisan skripsi ini, dapat menambah wawasan

serta meningkatkan dan mengembangkan kemampuan penulis dalam

bidang hukum.

11
c. Penulis juga berharap, melalui penulisan skripis ini dapat memberikan

masukan dan menjadi literatur tambahan bagi penulis lain agar kiranya

dapat melakukan penelitian lebih lanjut terkait dengan masalah ini.

12
BABiII

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Hak Asasi Manusia

1. Konsep Dan Pengertian HAM


Konsep Hak Asasi Manusia (HAM) menjadi topik yang selalu aktual

dibicarakan dalam kehidupan berbangsa dan berNegara. Oleh karna persoalan

HAM menyangkut kehidupan manusia yang menjadi unsur penting dari

penyelenggaraan sebuah Negara agar dapat memenuhi perlindungan HAM. Akan

tetapi dalam pemenuhan perlindungan HAM sampai sekarang masih

diperdebatkan.

Konsep HAM sangat terkait dengan konsep hukum alam. Keterkaitan

kedua konsep ini pula dikemukakan secara jelas oleh A. Masyhur Effendi, dkk.

Sebagai berikut:

Hukum alam (natural law), salah satu muatannya adalah adanya hak-hak
pemberian dari alam (natural rights) karena dalam hukum alam ada
sistem keadilan yang berlaku universal. Adanya penekanan hak pada
hukum alam memberi indikasi dan bukti bahwa hukum alam memihak
kepada kemanusiaan dalam bentuk hak asasi sejak kelahirannya, hak
hidup merupakan HAM pertama.
Penekanan konsepsi Ham yang pada awalnya berdasarkan nilai-nilai

alami (natural rights) ini juga dikemukakan oleh Michael Freeman, seperti hak-

hak subjektif dan individual (subjective dan individual rights). Baru kemudian

hak-hak objektif atau hak-hak sipil (objective or civil rights) .

13
Jadi berdasarkan sejarah konsepsi HAM tidak terlepas dari nilai-nilai hukum

alam. Pada umumnya hukum alam diterima sebagai nilai yang bersifat universal.

Itu pula sebabnya, maka nilai-nilai HAM juga dikatakan bersifat universal.

Kemudian berkaitan dengan pengertian HAM ruang lingkupnya sangat

luas, karena persoalan HAM tidak dibatasi oleh sekat-sekat suku, agama, dan ras.

Termasuk sekat wilayah negara, social politik, dan hukum, karena HAM adalah

hak mendasar yang diberikan oleh Tuhan yang Maha Kuasa kepada manusia

tanpa melihat adanya sekat atau perbedan.16

Hak asasi manusia merupakan hak-hak dasar yang dibawa manusia

semenjak lahir sebagai anugerah Tuhan Yang maha Esa, maka perlu dipahami

bahwa hak asasi manusia tersebut tidaklah bersumber dari Negara dan hukum,

tetapi semata-mata bersumber dari Tuhan sebagai pencipta alam semesta beserta

isinya, sehingga hak asasi manusia itu tidak bisa dikurangi (non derogable righ).

Oleh karena itu, yang diperlukan oleh negara dan hukum adalah suatu pengakuan

dan jaminan perlindungan terhadap hak asasi manusia tersebut.17

Kalau konsepsi HAM dalam perspektif Indonesia dapat dilihat dalam

konstitusi atau Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945). Indonesia yang telah

beberapa kali mengalami perubahan atau amandemen UUD 1945 sejak tahun

1999 sampai 2002 yang tentu berdampak pada pemahaman dan konsep HAM.

Konsepsi HAM Indonesia mengalami perubahan dan kemajuan yang berarti

16
Fadli Andi Natsif, Kejahatan HAM (Perspektif Hukum Pidana Nasional dan Hukum
Pidana Internasional), Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2016, hal. 11-13.
17
Rozali Abdullah, Perkembangan Ham dan Keberadaan Peradilan Ham di Indonesia
(Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002), hal. 10.

14
dengan dicantumkannya persoalan HAM secara tegas dalam bab tersendiri yaitu

bab XA mulai pasal 28A sampai 28J. Salah satu penegasan konsep HAM ini

dapat baca dalam Pasal 28A yang mengatakan bahwa setiap orang berhak untuk

hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya. 18

2. Dasar Hukum Hak Asasi Manusia19


Hak Asasi Manusia adalah merupakan hak dasar dan hak pokok dari

sebuah kehidupan bagi seseorang sendiri. HAM yang mempunyai hak

fundamental, yang berarti tidak bisa dicabut atau diambil dimana saja selama

manusia itu masih ada dan berada dimana saja. Oleh karena itu pemerintah

menetapkan dasar hukum HAM yang terdapat pada undang-undang dasar

1945. Selain itu ada yang mendasari dari suatu hukum Hak Asasi Manusia yang

ada di Indonesia sebagai berikut:

a) Pancasila

Pancasila yang mempunyai dasar-dasar sebagai pelindung hukum dalam

Hak Asasi Manusia sebagai berikut:

 Pengakuan pancasila dalam HAM mempunyai harkat dan martabat

manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.

 Pengakuan pancasila dalam HAM mengetahui bahwa kita sederajat

dan sama dalam mengembangkan kewajiban dan memiliki hak yang

sama serta menghormati sesama manusia tanpa membedakan menurut

18
Fadli Andi Natsif, Kejahatan HAM (Perspektif Hukum Pidana Nasional dan Hukum
Pidana Internasional), Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2016, hal. 14.
19
Charlieana Sari, Dasar Hukum HAM di Indonesia, 2017, https://guruppkn.com/dasar-
hukum-ham. Diakses pada tanggal 10 Agustus 2021.

15
keturunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan social,

warna kulit, suku dan bangsa.

 Mengembangkan sikap saling mencintai sesamam manusia, sikap

tenggang rasa, dan sikap tida sewenang-wenang terhadap orang lain.

 Selalu bekerja sama, hormat menghormati dan selalu berusaha

menolong sesame;

 Mengembangkan sikap berani kepada diri sendiri dan kepada sesama

membela kebenaran dan keadilan serta sikap adil dan jujur

 Menyadari bahwa manusia sama derajatnya sehingga manusia

Indonesia merasa dirinya bagian dari seluruh umat manusia.

b) Pembukaan UUD 1945

Dalam pembukaan Indonesia yang bertuliskan “kemerdekaan itu adalah


hak segala bangsa, dan oleh karena itu penjajahan diatas dunia harus dihapuskan
karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan.” Pernyataan ini
adalah kalimat yang merupakan suatu unsur pernyataan universal karena semua
bangsa ingin merdeka. Bahkan, didalam bangsa Indonesia yang merdeka, juga ada
rakyat yang ingin merdeka, yakni bebas dari penindasan oleh penguasa, kelompok
atau manusia lainnya

c) Batang Tubuh UUD 1945

Selain dasar hukum Hak Asasi Manusia terhadap dalam pembukaan,


didalam batang tubuh UUD 1945 juga terdapat dasar HAM, sebagai berikut:
- Persamaan kedudukan warga Negara dalam hukum dan pemerintahan

(pasal 27 ayat 1) yaitu berbunyi:

16
“Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan
pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu
dengan tidak ada kecualinya.”
- Hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak (pasal 27 ayat 2) yaitu

berbunyi: “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan

yang layak bagi kemanusiaan.

- Kemerdekaan berserikat dan berkumpul (pasal 28) yaitu berbunyi: “Setiap

orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan

kehidupannya.”

- Hak mengeluarkan pikiran dengan lisan atau tulisan (pasal 28): “(1) Setiap

orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui

perkawinan yang sah. (2) Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup,

tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan

dan diskriminasi.”

- Kebebasan memeluk agama dan beribadat sesuai dengan agama dan

kepercayaanya itu (pasal 29 ayat 2) yaitu berbunyi: “Negara menjamin

kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-

masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.”

- Hak memperoleh pendidikan dan pengajaran (pasal 31 ayat 1) yang

berbunyi: “Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan.

- BAB XA pasal 28 a s.d 28 j tentang Hak Asasi Manusia

d) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi


Manusia

Undang-undang nomor 39 yang mempunyai dasar perlindungan hukum


dalam Hak Asasi Manusia yang mempunyai isi sebagai berikut:

17
- Bahwa setiap hak asasi seseorang menimbulkan kewajiban dasar dan

tanggung jawab untuk menghormati HAM orang lain secara timbal balik.

- Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk

kepada pembatasan yang ditetapkan oleh UU.

e) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak

Asasi Manusia

Untuk ikut serta memelihara perdamaian dunia dan menjamin pelaksanaan

HAM serta memberikan perlindungan, kepastian, keadilan, dan perasaan aman

kepada masyarakat, perlu segera dibentuk suatu pengadilan HAM untuk

menyelesaikan pelanggaran HAM yang berat.

f) Hukum Internasional tentang HAM yang telah Diratifikasi


Negara RI

Hak Asasi Manusia yang mempunyai pengakuan dari hukum internasional


yang telah mendapatkan ratifikasi dari negara Indonesia sebagai berikut:
- Undang- undang republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1998 tentang

pengesahan (Konvensi menentang penyiksaan dan perlakuan atau

penghukuman lain yang kejam, ridak manusiawi, atau merendahkan

martabat orang lain.

- Undang-undang Nomor 8 tahun 1984 tentang pengesahan Konvensi

Mengenai Penghapusan segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita.

- Deklarasi sedunia tentang Hak Asasi Manusia Tahun 1948 (Declaration

Universal of Human Rights).

18
Mengetahui dari enam dasar hukum HAM yang ada Indonesia, sesuai pada

tentang Hak Asasi Manusia. Indonesia mempunyai penegak dasar hukum untuk

Hak Asasi Manusia menurut pasal-pasal UUD 1945. Selain tadi menjelaskan

tentang dasar hukum Hak Asasi Manusia yang ada di Indonesia, Indonesia juga

mempunyai penegakkan hukum sebagai dasar dari Hak Asasi Manusia sebagai

berikut:

1) Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi “Segala warga negara

bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib

menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.”

2) Pasal 28 D ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi “Setiap orang berhak atas

pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta

perlakuan yang sama di hadapan hukum.”

3) Pasal 28 ayat (5) UUD 1945 yang berbunyi “Untuk menegakkan dan

melindungi Hak Asasi Manusia sesuai dengan prinsip negara hukum

yang demokratis, maka pelaksanaan Hak Asasi Manusia dijamin, diatur,

dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan.”

4) Pasal 30 ayat (4) UUD 1945 yang berbunyi “Kepolisian Negara

Republik Indonesia sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan

ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, melayani

masyarakat, serta menegakkan hukum.”

5) Pasal 24 ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi “Kekuasaan kehakiman

merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan

guna menegakkan hukum dan keadilan.”

19
3. Bentuk-bentuk Hak Asasi/Hak Dasar yang dimiliki Manusia20

HAM adalah hak seorang manusia yang sangat asasi yang tidak bisa

diintervensi oleh manusia di luar dirinya atau oleh kelompok atau oleh Lembaga-

lembaga manapun untuk meniadakannya. HAM, pada hakikatnya telah ada sejak

seorang manusia masih berada dalam kandungan ibunya hingga ia lahir dan

sepanjang hidupnya hingga pada suatu saat ia meninggal dunia. Pengertian

tentang HAM yang lebih mendalam, perlu dikutip dalam Undang-Undang Nomor

26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, yang berbunyi : “Bahwa

Hak Asasi Manusia merupakan hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri

manusia, bersifat universal dan langgeng oleh karena itu harus dilindungi,

dihormati dan tidak boleh diabaikan”. Adapun hak tersebut meliputi:

a. Hak Asasi Pribadi/Personal Rights

Hak asasi yang berhubungan dengan Hak Asasi Manusia sebagai

kehidupan pribadi manusia. Contoh hak-hak asasi pribadi ini sebagai berikut.

 Hak kebebasan untuk bergerak, bepergian, dan berpindah-pindah

tempat.

 Hak kebebasan mengeluarkan atau menyatakan pendapat.

 Hak kebebasan memilih dan aktif dalam organisasi atau perkumpulan.

 Hak kebebasan untuk memilih, memeluk, menjalankan agama dan

kepercayaan yang diyakini masing-masing.

b. Hak Asasi Ekonomi/Property Rigths

20
Charlieana Sari, Dasar Hukum HAM di Indonesia, 2017, https://guruppkn.com/dasar-
hukum-ham. Diakses pada tanggal 10 Agustus 2021.

20
Hak yang berhubungan dengan Hak Asasi Manusia dalam kegiatan

perekonomian. Contoh hak-hak asasi ekonomi ini sebagai berikut.

 Hak kebebasan melakukan kegiatan jual beli.

 Hak kebebasan mengadakan perjanjian kontrak

 Hak kebebasan menyelenggarakan sewa-menyewa dan utang piutang.

 Hak kebebasan untuk memiliki sesuatu.

 Hak memiliki dan mendapatkan pekerjaan yang layak.

c. Hak Asasi Politik/Political Rights

Hak yang berhubungan dengan Hak Asasi Manusia pada kegiatan asas

politik. Contoh hak-hak asasi politik ini sebagai berikut:

 Hak untuk memilih dan dipilih dalam suatu pemilihan.

 Hak ikut serta dalam kegiatan pemerintahan.

 Hak membuat dan mendirikan partai politik serta organisasi politik

lainnya.

 Hak untuk membuat dan mengajukan suatu usulan petisi.

d. Hak Asasi Hukum/Legal Equality Rights

Hak yang berhubungan dengan Hak Asasi Manusia sebagai hak asasi,

yaitu hak yang berlangsungan dengan hak asasi hukum. Contoh hak-hak asasi

hukum sebagai berikut:

 Hak mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan

pemerintahan.

21
 Hak untuk menjadi pegawai negeri sipil (PNS).

 Hak mendapat layanan dan perlindungan hukum.

e. Hak Asasi Sosial Budaya/Social Culture Rights

Hak yang berhubungan dalam kehidupan Hak Asasi Manusia yang

berlangsung dengan kehidupan masyarakat, yaitu hak asasi sosial budaya yang

contohnya sebagai berikut:

 Hak menentukan, memilih, dan mendapatkan pendidikan.

 Hak mendapatkan pengajaran.

 Hak untuk mengembangkan budaya yang sesuai dengan bakat dan

minat.

f. Hak Asasi Peradilan/Procedural Rights

Hak yang merupakan hubungan dari Hak Asasi Manusia berdasarkan hak

asasi, yaitu hak asasi peradilan yang contohnya sebagai berikut:

 Hak untuk diperlakukan sama dalam tata cara pengadilan. Contoh hak-

hak asasi peradilan ini sebagai berikut.

 Hak mendapat pembelaan hukum di pengadilan.

 Hak persamaan atas perlakuan penggeledahan, penangkapan,

penahanan, dan penyelidikan di muka hukum.

Terkait dengan pemenuhan hak atas kesehatan, di dalam Pasal 25 ayat (1)

Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) dinyatakan bahwa setiap

orang berhak atas taraf hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan

22
dirinya dan keluarganya, termasuk hak atas pangan, pakaian, perumahan, dan

perawatan kesehatan serta pelayanan sosial yang diperlukan, serta hak atas

keamanan pada saat menganggur, sakit, cacat, menjadi janda, usia lanjut, atau

keadaaan-keadaan lain yang mengakibatkannya kekurangan penghasilan, yang

berada di luar kekuasaannya. Narapidana sebagai manusia juga memiliki hak atas

kesehatan sebagaimana dijamin dalam Pasal 25 ayat (1) DUHAM tersebut. Sistem

pemasyarakatan merupakan suatu sistem perlakuan terhadap narapidana yang

menganut konsep pembaharuan

International Covenant on Economic, Social and Cultural Right (ICESCR)

yang telah diratifikasi Indonesia ke dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005

tentang Pengesahan atas International Covenant on Economic, Social and

Cultural Right, dalam Pasal 12, juga menyebutkan bahwa:

Ayat (1) Setiap orang berhak untuk menikmati standar tertinggi yang dapat
dicapai atas kesehatan fisik dan mental”
Ayat (2) Langkah-langkah yang harus diambil oleh Negara guna mencapai
perwujudan hak ini adalah:
a) Melakukan upaya-upaya untuk pengurangan tingkat kelahiran dan
kematian anak serta perkembangan anak yang sehat
b) Perbaikan semua aspek kesehatan lingkungan dan industri
c) Pencegahan, pengobatan dan pengendalian segala penyakit menular,
endemik, penyakit lainnya yang berhubungan dengan pekerjaan
d) Penciptaan kondisi-kondisi yang akan menjamin semua pelayanan dan
perhatian medis dalam hal sakitnya seseorang.

B. Tinjauan Tentang Narapidana

1. Pengertian Narapidana

Hukum dianggap sebagai pelindung. Dimana nilai-nilai yang termaktub di

dalamnya harus berdasarkan pada keadilan dan kemanfaatan agar masyarakat

23
tidak mendapatkan perlakuan yang semena-mena. Oleh karena itu, sanksi pidana

yang diterapkan haruslah mengedepankan hak-hak dasar narapidana sebagai

seorang manusia dan tentunya warga negara Indonesia yang selaras dan sejalan

dengan Hak Asasi Manusia (HAM). Walaupun narapidana telah melakukan

kejahatan ataupun melanggar hukum, seharusnya mereka diayomi dan hak-hak

asasi mereka sebagai narapidana harus dihargai, begitulah negara hukum harus

memperlakukan warga negaranya terkhusus juga bagi para staf lapas.

Penerapan pembinaan narapidana di lapas tentunya tidak terlepas dari

kesalahan dan kendala. Misalnya saja pada hak-hak narapidana yang belum

diberikan secara maksimal. Faktor yang dapat menyebabkan hal tersebut

diantaranya kurangnya pemahaman terkait peraturan mengenai hak-hak

narapidana yang tertuang dalam konstitusi oleh petugas lapas bahkan oleh

narapidana itu sendiri.

Narapidana tidak boleh dibatasi hak asasinya sebagai manusia, seperti hak

untuk hidup. Muladi mengatakan bahwa “Pelanggaran hak asasi adalah setiap

perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara, baik disengaja

maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi,

menghalangi, membatasi, dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau

kelompok orang yang dijamin Undang-Undang dan tidak mendapatkan atau

dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar

berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku”.21 Selain itu narapidana juga perlu

21
Muladi, Hak Asasi Manusia Hakekat, Konsep dan Implikasinya dalam Perspektif Hukum
dan Masyarakat, hal.167

24
diayomi dari perlakuan tidak adil, seperti penyiksaan, tidak mendapatkan fasilitas

yang wajar dan tidak adanya kesempatan untuk mendapatkan remisi.22

Merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), narapidana

diartikan sebagai seseorang yang sedang menjalani masa hukuman karena

perbuatan pidana yang dilakukannya.23 Sedangkan jika merujuk pada kamus

hukum, yang dimaksud dengan narapidana ialah tahanan, atau seseorang yang

ditahan di lembaga pemasyarakatan.24 Selanjutnya, Andi Hamzah menyebutkan

dalam bukunya yang berjudul “Sistem Hukum dan Pemidanaan Indonesia” bahwa

narapidana ialah seseorang yang merupakan anggota masyarakat namun karena

kelalaian atau kesalahannya sehingga dia harus menjalani masa pemidanaan yang

mengakibatkan hilangnya kemerdekaan sebagai bentuk hukuman atau sanksi atas

kejahatan/pelanggaran yang telah dilakukannya menurut hukum.25 Ada pun

pengertian narapidana dalam buku “Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara di

Indonesia” yang ditulis oleh Dwidja Priyanto, ialah seseorang yang sedang

menjalani masa pemidanaan di suatu tempat yang disebut lapas yang

mengakibatkan hilangnya kemerdekaan pada dirinya dan disebut sebagai

terpidana. Sedangkan pengertian dari terpidana itu sendiri adalah seseorang yang

22
Muhammad Farid Aulia, Implementasi Hak Mendapatkan Pelayanan Kesehatan dan
Makanan yang Layak bagi Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA
Sungguminasa, Skripsi (2015), Sarjana Hukum, Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin,
Makassar, hal.3
23
Santoso, LH, Kamus Modern Bahasa Indonesia (Edisi Terbaru dan lengkap), CV Pustaka
Agung Harapan, Surbaya, hal.105
24
Simorangkir J.C.T. dkk, Kamus Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hal.102
25
Andi Hamzah, Sistem Hukum Pidana dan Pemidanaan Indonesia, Pradiya Paramita ,
Jakarta, 2006, hal.1

25
dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum

tetap (UU No. 12 Tahun 1995 Pasal 1 angka 6).26

Pada referensi lainnya, narapidana disebut sebagai seseorang yang telah

divonis oleh hakim dan dijatuhkan hukuman sesuai dengan perbuatan pidana yang

telah ia lakukan menurut undang-undang. (Harsono:2000). Selanjutnya,

narapidana juga dapat diartikan sebagai seorang manusia yang memiliki masalah

dengan hukum dan harus diberikan pemisah sebagai bentuk pencegahan untuk

kemudian dibina menjadi masyarakat yang baik (Wilson:1988). Dirjosworo

menganggap bahwa narapidana merupakan manusia biasa lainnya, namun

dikarenakan melanggar norma yang berlaku di masyarakat, maka dia harus

bertanggung jawab dengan menjalani masa hukuman sesuai dengan vonis yang

dijatuhkan kepadanya. Dengan demikian, narapidana dapat dianggap sebagai

seseorang yang karena kesalahannya melakukan kejahatan atau perbuatan pidana,

sehingga dalam persidangan ia dijatuhi hukuman dan ditempatkan di suatu tempat

yang disebut penjara.27

Suatu tindakan pidana menurut ketentuan peraturan perundang-undangan

yang berlaku, harus dijatuhi hukuman atau sanksi yang berat karena menyangkut

hak asasi manusia dan hal tersebut bersifat memaksa atau mengikat bagi

pelanggarnya. Dalam pasal 10 KUHP telah diatur macam-macam pidana, yakni:

26
Dwidja Priyanto, Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara di Indonesia, PT Refika Aditama,
2006, hal.163
27
Pengertian Narapidana, 2012 http://www.psychologymania.com/2012/10/pengertian-
narapidana.html. Diakses pada tanggal 2 Februari 2021

26
a) Pidana Pokok

• Pidana mati;

• Pidana penjara;

• Pidana kurungan;

• Pidana denda.

b) Pidana tambahan

• Pencabutan hak-hak tertentu;

• Perampasan barang-barang tertentu;

• Pengumuman putusan hakim

Oleh karena pelanggaran yang dilakukan menimbulkan kerugian bagi

masyarakat, maka negara perlu untuk melindungan warga negaranya dari tindakan

yang telah dilakukan oleh pelanggar hukum demi terwujudnya rasa aman dan

nyaman di dalam menjalani kehidupan bermasyarakat. Sehingga, pemerintah

memberikan wadah dengan membentuk suatu lembaga yang berwenang

menghilangkan kemerdekaan pelanggar hukum sesuai dengan ketentuan

perundang-undangan. Hal tersebut dimaksudkan agar pelanggar hukum tidak

melakukan banyak kejahatan dan merugikan masyarakat. Dapat disimpulkan

bahwa konsep narapidana ialah individu yang karena perbuatannya melanggar

hukum, berdasarkan keputusan hakim dia dijatuhi hukuman pidana berupa pidana

kurungan dan ditempatkan di lembaga pemasyarakatan sebagai tempat untuk

menjalani hukumannya dan mendapatkan pembinaan.

27
2. Hak-Hak Narapidana

Sekalipun seorang narapidana telah melakukan kesalahan dan dihukum

atas perbutannya tersebut, dia tetaplah warga negara. Sehingga, sebagai negara

hukum, Indonesia tetap harus mengedepankan dan memastikan bahwa narapidana

tersebut terpenuhi hak-hak dasarnya. Karena dari banyak kasus yang terjadi, para

narapidana mendapatkan penyiksaan pada tahap penyidikan ketika mereka

diinterogasi terkait perbuatan yang dilakukan. Selain itu, kadang di beberapa

rumah tahanan dan lembaga pemasyarakatan, fasilitas yang disediakan kurang

memadai dan kesempatan untuk mendapatkan remisi tidak diberikan. Sehingga

dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan

menyatakan hak-hak yang diperoleh narapidana, yakni meliputi:

a. Berhak melakukan ibadah sesuai dengan kepercayaan;

b. Berhak atas perawatan, baik jasmani maupun rohani;

c. Berhak atas pendidikan dan pembinaan;

d. Berhak atas pelayanan kesehatan dan makanan yang layak;

e. Berhak untuk menyampaikan keluhan;

f. Berhak mendapatkan literatur dan mengikuti siaran media massa;

g. Berhak atas premi atau upah atas pekerjaan yang dilakukan;

h. Berhak untuk menerima kunjungan keluarga, penasihat hukum atau

orang tertentu lainnya;

i. Berhak mendapatkan remisi (pengurangan masa pidana);

j. Berhak untuk mendapatkan asimilasi dan cuti mengunjungi keluarga;

k. Berhak mendapatkan pembebasan bersyarat;

28
l. Berhak atas cuti menjelang bebas;

m. Berhak atas hak-hak lainnya sesuai dengan peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

C. Tinjauan Tentang Lembaga Pemasyarakatan dan Sistem Pemasyarakatan

1. Sejarah Sistem Pemasyarakatan

Istilah pidana penjara dikenal di Indonesia dalam KUHP (Kitab Undang-

Undang Hukum Pidana). Dimana dalam pasal 10 berbunyi:

“Pidana terdiri atas: (a) pidana pokok; pidana mati, pidana penjara, pidana
kurungan, pidana denda. (b) pidana tambahan; pencabutan beberapa hak
tertentu, perampasan barang tertentu, pengumuman keputusan hakim”

Pemenjaraan yang dipandang sebagai suatu bentuk penjeraan untuk

narapidana sejatinya tidak lagi sesuai dengan kepribadian bangsa, yakni berdasar

pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Di zaman sekarang, pemidanaan

tidak hanya sekedar pemberian efek jera melainkan perlu adanya pemulihan dan

perubahan terhadap sistem hukum itu sendiri melalui usaha rehabilitasi dan

reintegrasi sosial. Hal tersebut tentunya menjadi awal lahirnya sistem

pemasyarakatan di Indonesia.

Suhardjo dalam pidatonya tanggal 5 Juli 1963 pada ajang penganugerahan

Doktor Honoris Causa bidang Ilmu Hukum Universitas Indonesia menyatakan

bahwa tujuan pemasyarakatan tentunya memberikan efek jera sehingga tidak ada

perasaan untuk ingin melakukan kembali akibat pembinaan yang diberikan. Dari

pidato tersebut kemudian diformulasikan sebagai sistem pembinaan narapidana di

Indonesia.

29
Pemasyarakatan dalam konferensi merupakan bentuk keadilan agar

tercapai reintegrasi sosial Warga Binaan Pemasyarakatan dalam kapasitasnya

sebagai individu, anggota masyarakat, maupun makhluk Tuhan. Sebagai dasar

pembinaan dari Sistem Pemasyarakatan ada sepuluh prinsip Pemasyarakatan,

yaitu28 :

a. Ayomi dan berikan bekal hidup agar mereka dapat menjalankan

peranannya sebagai warga masyarakat yang baik dan berguna.

b. Penjatuhan pidana bukan tindakan balas dendam negara.

c. Berikan bimbingan bukan penyiksaan supaya mereka bertobat.

d. Negara tidak berhak membuat mereka menjadi lebih buruk atau jahat

daripada sebelum dijatuhi pidana.

e. Selama kehilangan kemerdekaan bergerak, para narapidana dan anak didik

harus dikenalkan dan tidak boleh diasingkan dari masyarakat.

f. Pekerjaan yang diberikan kepada narapidana dan anak didik tidak boleh

bersifat sekedar pengisi waktu, juga tidak boleh diberikan pekerjaan untuk

memenuhi kebutuhan dinas atau kepentingan negara sewaktu-waktu saja.

Pekerjaan yang diberikan harus satu dengan pekerjaan di masyarakat dan

yang menunjang usaha peningkatan produksi.

g. Bimbingan dan didikan yang diberikan kepada narapidana dan anak didik

harus berdasarkan Pancasila.

h. Narapidana dan anak didik sebagai orang-orang yang tersesat adalah

manusia, dan mereka harus diperlakukan sebagai manusia.


28
unhaslaw.blogspot.co.id/2013/12/sistem-pemasyarakatan-di-indonesia.html?m=1. diakses
Kamis, 16 Desember 2021 pukul 21:32

30
i. Narapidana dan anak didik hanya dijatuhi pidana hilang kemerdekaan

sebagai satu-satunya derita yang dialaminya.

j. Disediakan dan dipupuk sarana-sarana yang dapat mendukung fungsi

rehabilitif, korektif dan edukatif dalam sistem Pemasyarakatan.29

Dengan diundangkannya sistem pemasyarakatan dalam Undang-Undang

Nomor 12 tahun 1995, maka pemasyarakatan dilaksanakan atas pengayoman dan

adanya persamaan hak, baik pada perlakuan dan pemberian kesempatan serta

penghormatan sesuai dengan harkat dan martabat manusia.

2. Lembaga Pemasyarakatan

a. Pengertian Lembaga Pemasyarakatan

Lembaga pemasyarakatan merupakan suatu lembaga dimana orang-orang

yang telah dijatuhi pidana (disebut sebagai narapidana) dengan pidana tertentu

yang telah diputus oleh hakim atau dpaat disebut dengan rumah penjara.30

Berdasarkan KBBI, lembaga pemasyarakatan dapat diistilahkan sebagai

berikut:

1) Lembaga adalah organisasi atau badan yang melakukan suatu

penyelidikan atau melakukan suatu usaha.

2) Pemasyarakatan adalah nama yang mencakup semua kegiatan yang

keseluruhannya dibawah pimpinan dan pemilikan Departemen Hukum

29
unhaslaw.blogspot.co.id/2013/12/sistem-pemasyarakatan-di-indonesia.html?m=1. diakses
Kamis, 16 Desember 2021 pukul 21:32
30
P.A.F. Lamintang dan Theo Lamintang, Hukum Penitensier Indonesia,
(Jakarta:PT.Gramedia), hal. 165

31
dan HAM, yang berkaitan dengan pertolongan bantuan atau tuntutan

kepada hukuman/bekas tahanan, termasuk bekas terdakwa atau yang

dalam tindak pidana diajukan kedepan pengadilan dan dinyatakan ikut

terlibat, untuk kembali ke masyarakat.

b. Kedudukan, Tugas dan Fungsi Lembaga Pemaysarakatan

1) Lembaga Pemasyarakatan merupakan pelaksana teknis di bidang

pembinaan narapidana. Lembaga Pemasyarakatan berada di bawah dan

bertanggungjawab langsung kepada Kantor Wilayah Kementerian

Hukum dan HAM.31

2) Lembaga Pemasyarakatan dibentuk untuk membimbing narapidana

dalam hal kemasyarakatan dan pelayanan masyarakat, yang dimana

bimbingan tersebut dilakukan sesuai dengan prosedur yang berlaku

dalam perundang-undangan.

3) Lembaga Pemasyarakatan mempunyai fungsinya masing-masing

sebagai berikut:

a) Lapas Dewasa diperuntukkan narapidana pria berusia lebih dari 21

(dua puluh-satu) tahun.

b) Lapas Wanita diperuntukkan narapidana wanita berusia lebih dari 21

(dua puluh-satu) tahun

c) Lapas Pemuda diperuntukkan narapidana, baik pria maupun wanita

berusia lebih dari 18 (delapan belas) tahun hingga 21 (dua puluh-satu)

tahun.

31
P.A.F. Lamintang dan Theo Lamintang, Hukum Penitensier Indonesia,
(Jakarta:PT.Gramedia), hal. 165

32
c. Pengertian, Tujuan dan Fungsi Sistem Pemasyarakatan

Berdasarkan pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995

tentang Pemasyarakatan (selanjutnya disebut UU Pemasyarakatan) bahwa:

“Pemasyarakatan adalah kegiatan untuk melakukan pembinaan Warga


Binaan Pemasyarakatan berdasarkan sistem, kelembagaan, dan cara
pembinaan yang merupakan bagian akhir dari sistem pemidanaan dalam
tata peradilan pidana.”

Sebagai salah satu alat penyelenggara negara, sistem pemasyarakatan

merupakan suatu proses atau cara dalam menegakkan hukum yang tentunya

memiliki tugas dan fungsi yang sejalan dengan peraturan perundang-undangan

yang berlaku sesuai yang dikemukakan oleh Bambang Poernomo:32

“suatu elemen yang berinteraksi yang memberntuk satu kesatuan yang


integral, berbentuk konsepsi tentang perlakuan terhadap orang yang
melanggar hukum pidana di atas dasar pemikiran rehabilitasi, resosialisasi
yang berisi unsur edukatif, korelatif, defensif yang beraspek pada individu
dan sosial”

Sejalan dengan UU Pemasyarakatan menyatakan bahwa sistem

pemasyarakatan dapat diartikan sebagai suatu bentuk cara pemidanaan yang

berdasarkam Pancasila dilaksanakan secara terstruktur guna memberikan

penyadaran kepada warga binaan/narapidana agar memperbaiki diri dan

memberikan efek jera sehingga tidak mengulangi kesalahan yang sama. Berguna

juga untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat agar kemudian kembali

diterima dan tetap dapat menjalani kehidupan sebagai warga negara yang utuh.

32
Bambang Poernomo, 1996, Pelaksanaan Pidana Penjara dengan Sistem Pemasyarakatan,
Liberty: Yogyakarta, hal. 183.

33
Merujuk pada aturan yang ada, tujuan pelaksanaan sistem pemasyarakatan

itu sendiri terdapat dalam pasal 2 UU Pemasyarakatan. Dimana berbunyi bahwa

tujuan pemasyarakatan adalah untuk mengembalikan fitrah narapidana sebagai

manusia dan warga negara yang baik melalui pembinaan di lapas tersebut

sehingga dapat kembali di terima hidup berdampingan dengan warga negara

lainnya serta aktif berperan menjalankan kewajiban dan tanggung jawabnya.

Dapat disimpulkan bahwa maksud dan tujuan dari istilah pemasyarakatan

mengandung arti bahwa adanya itikad baik yang tidak hanya terfokus pada proses

menghukum untuk memberikan efek jera, namun lebih berorientasi pada

bagaimana membina agar kondisi narapidanna yang bersangkutan akan menjadi

lebih baik.

D. Perlindungan Terhadap Hak Mendapatkan Pelayanan Kesehatan Bagi


Narapidana
Hak seorang narapidana adalah kekuasaan yang diberikan kepada

narapidana sesuai dengan hukum, dan narapidana telah kehilangan kebebasannya

setelah menjalani hukuman di Lapas. Sejalan dengan itu, konsep sistem disiplin

dalam instrumen nasional adalah tentang tanggapan negara terhadap seseorang

yang dihukum karena tindakan ilegal. Konsep ini diilhami oleh sepuluh prinsip

revisionis Dr. Sahardjo menunjukkan bahwa nilai dan metode yang terkandung

dalam instrumen internasional tentang perlakuan terhadap narapidana dan

narapidana yang terdapat dalam Standar dan Regulasi Minimum Perserikatan

Bangsa-Bangsa memiliki nilai dan kecenderungan metode yang hampir sama

34
Resolusi tentang Perlakuan terhadap Narapidana, Resolusi 663 C ( XXIV)) /

Resolusi 1957 dan Resolusi 2076 (LXII) / 1977.

Instrumen tersebut juga membuat banyak Peraturan Standar Minimum

Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Perlakuan terhadap Tahanan, resolusi 663 c

(XXIV) / 1957 dan resolusi 2076 (LXII) / 1977 tentang hak-hak narapidana atau

orang yang menerima instruksi di fasilitas pemasyarakatan. . Instrumen -Nasional.

Mewujudkan hak narapidana sebenarnya adalah impian almahrum Sahardjos H.

Dari tahun 1959 hingga 1963, mantan Menteri Kehakiman tersebut terharu

melihat nasib narapidana di Rutan pada awal kemerdekaan. Ia masih mengikuti

konsep penjara. Ia mewarisi kekuasaan pemerintah kolonial Belanda. Ia percaya

bahwa Belanda ada di sini untuk memperlakukan umat manusia. Kebebasan

kurang perhatian. Kemudian, dalam pidato resminya di Istana Negara pada 5 Juli

1963, ia memperkenalkan wacana lembaga pemasyarakatan. Pada prinsipnya,

Lapas harus direncanakan untuk melindungi hak-hak narapidana. Kemudian,

Astrawinata (pengganti alm. Sahardjo) membekukan Konsep Sistem

Pemasyarakatan tersebut pada tahun 1964 yang kemudian digunakan hingga saat

ini.

Dalam konsep tersebut yang kemudian dibukukan ke dalam bentuk

peraturan perundang-undangan, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang

Pemasyarakatan menyebutkan mengenai hak Narapidana (pasal 14 ayat (1)).

a. Berhak melakukan ibadah sesuai dengan kepercayaan;

b. Berhak atas perawatan, baik jasmani maupun rohani;

35
c. Berhak atas pendidikan dan pembinaan;

d. Berhak atas pelayanan kesehatan dan makanan yang layak;

e. Berhak untuk menyampaikan keluhan;

f. Berhak mendapatkan literatur dan mengikuti siaran media massa;

g. Berhak atas premi atau upah atas pekerjaan yang dilakukan;

h. Berhak untuk menerima kunjungan keluarga, penasihat hukum atau

orang tertentu lainnya;

i. Berhak mendapatkan remisi (pengurangan masa pidana);

j. Berhak untuk mendapatkan asimilasi dan cuti mengunjungi keluarga;

k. Berhak mendapatkan pembebasan bersyarat;

l. Berhak atas cuti menjelang bebas;

m. Berhak atas hak-hak lainnya sesuai dengan peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

Pasal 1 ayat (1) tentang Hak Asasi Manusia, Dokumen Nomor 39 tahun

1999 menjelaskan tentang hak asasi manusia, yakni manusia memiliki hakikat

sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan serangkaian hak yang melekat pada

dirinya dan keberadaannya diakui sejak ia lahir di bumi bahkan sejak janin

sekalipun. dan itu merupakan suatu konsep dari sebuah negara, hokum.

Pemerintah harus menghormati, melestarikan dan melindungi hak tersebut, dan

bekerja keras untuk kehormatan semua orang dan menjunjung tinggi martabat

manusia.

Walaupun hak asasi manusia merupakan hak fundamental yang melekat

pada diri manusia sejak lahir, setiap orang harus senantiasa melindungi,

36
menghormati, membela dan menghormati keberadaan hak asasi manusia, namun

kenyataannya karena adanya berbagai bentuk pelanggaran hak asasi manusia, hak

asasi manusia tidaklah mudah. untuk ditegakkan Mulai dari yang "kecil", yang

sifatnya vertikal, seperti diskriminasi akses terhadap hukum dan pelayanan

pemerintah. 33

Menurut Adam Chazawi (Pelajaran Hukum Pidana 1), narapidana ialah

orang-orang yang bermasalah, mereka terisolasi dari masyarakat dan belajar

menjadi orang baik. Pakar hukum lainnya mengatakan bahwa narapidana adalah

manusia sama seperti orang lain, tetapi karena melanggar norma hukum yang ada,

mereka dipisahkan oleh hakim untuk menjalani hukumannya.34

Beberapa ketentuan yang mengatur perlindungan terhadap narapidana

dalam peraturan perundang-undangan, diantaranya:

UUD 1945 pasal 28D “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan

perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di

hadapan hukum”.

Pasal 4 UU Nomor 7 Tahun 1984 tentang Penghapusan Segala Bentuk

Diskriminasi Terhadap Wanita “Diskriminasi dianggap tidak terjadi dengan

peraturan khusus sementara untuk mencapai persamaan antara pria dan wanita.”

Pasal 3 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM).

“(1) setiap orang dilahirkan bebas dengan harkat martabat manusia yang sama dan

33
Adham Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian 1, Raja Grafindo, Jakarta, 2010, hal.59
34
Adham Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian 1, Raja Grafindo, Jakarta, 2010, hal.77

37
sederajat serta dikaruniai akal dan hati nurani untuk hidup bermasyarakat,

berbangsa dan bernegara dalam semangat persaudaraan; (2) Setiap orang berhak

atas pengakuan, jaminan perlindungan dan perlakuan hukum yang adil serta

mendapat kepastian hukum dalam semangat di depan hukum; (3) Setiap orang

berhak atas perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan manusia tanpa

diskriminasi.”

UUD 1945 menetapkan bahwa kesehatan adalah hak asasi manusia. Pasal

28H mengatur bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, hidup

dalam lingkungan yang baik dan sehat, serta berhak atas pelayanan kesehatan.

Selain itu, Pasal 34 ayat (3) juga telah mengatur bahwa negara berkewajiban

menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat yang layak. Ini

menunjukkan bahwa pemerintah memiliki kewajiban untuk melayani setiap

pasien dan bekerja keras agar tetap sehat.

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan telah

menegaskan bahwa keadaan sejahterah dari badan, jiwa, dan sosial yang

menyebabkan dan memungkin setiap orang akhirnya hidup produktif secara sosial

dan ekonomis.35 Dengan demikian, kesehatan merupakan hal yang sangat penting,

mengingat hal tersebut sebagai jaminan dari hak asasi manusia, juga sebagai suatu

investasi.

Kesehatan juga merupakan hak asasi manusia yang harus dilindungi dan

35
Muhammad Sadi Is, Etika Hukum Kesehatan: Teori dan Aplikasinya di Indonesia,
Penamedia Group, Jakarta, 2015, hal.7

38
diperhatikan oleh Pemerintah. Di samping itu, kesehatan juga merupakan salah

satu indikator kesejahteraan masyarakat negara tersebut di samping ekonomi dan

sosial. Pelayanan merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk

meningkatkan derajat kesehatan baik perorangan maupun kelompok atau

kelompok masyarakat secara keseluruhan.

Abdul Bari Syaifuddin mengatakan bahwa, “Pelayanan kesehatan adalah

setiap upaya diselenggarakan secara sendiri atau bersama-sama dalam suatu

organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan

menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga,

kelompok dan/atau masyarakat”.36

Dari pengertian pelayanan kesehatan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan

bahwa, bentuk dan jenis pelayanan kesehatan mengandung banyak ragamnya,

oleh karenanya sangat ditentukan oleh:

1. Pengorganisasian pelayanan, apakah diselenggarakan secara mandiri

atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi.

2. Ruang lingkup kegiatan, apakah hanya mencakup kegiatan

pemeliharaan kesehatan, peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit,

pemulihan kesehatan atau kombinasi dari padanya.

3. Sasaran pelayanan kesehatan, apakah untuk perseorangan, keluarga,

kelompok ataupun untuk masyarakat secara keseluruhan.37


36
Muhammad Farid Aulia, Implementasi Hak Mendapatkan Pelayanan Kesehatan dan
Makanan yang Layak Bagi Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA
Sungguminasa, Skripsi (2015), Sarjana Hukum Universitas Hasanuddin, Makassar, hal.27-28
37
Muhammad Farid Aulia, Implementasi Hak Mendapatkan Pelayanan Kesehatan dan
Makanan yang Layak Bagi Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA

39
Pelayanan kesehatan yang baik adalah bagian dari tujuan pembagunan

nasional, karena pelayanan kesehatan merupakan salah satu hak asasi manusia

yang harus diperhatikan dan didapat oleh setiap orang secara sama, tanpa ada

pengecualiannya. Penegasan ini mengandung makna bahwa sebuah pelayanan

kesehatan diharuskan memiliki pengaturan yang maksimal agar setiap orang

mendapatkan pelayanan di bidang kesehatan tanpa pengecualian, baik dilihat dari

aspek politik maupun dari aspek ekonomi, sebab hal ini menyangkut hak asasi

manusia yang tidak dapat diabaikan, atas dasar kepentingan golongan ataupun

etnis, agama serta strata sosial masyarakat.38

Hak atas kesehatan ini ditegaskan di dalam Millenium Deveploment Goals

(MDG‟s). MDG‟s adalah sebuah inisiatif pembangunan yang dibentuk pada

tahun 2000, oleh perwakilan-perwakilan dari 189 negara anggota PBB. Ada empat

point yang berhubungan dengan kesehatan, diantaranya:

(1) perlawanan terhadap HIV/AIDS, malaria, dan penyakit menular

lainnya,

(2) penurunan angka kematian anak

(3) peningkatan kesehatan ibu, dan

(4) pelestarian lingkungan hidup.

Pelayanan kesehatan adalah upaya promotif, preventif, kuratif, dan

rehabilitatif di bidang kesehatan bagi Narapidana dan Anak Didik

Pemasyarakatan di LAPAS. Pelayanan kesehatan promotif adalah suatu kegiatan

Sungguminasa, Skripsi (2015), Sarjana Hukum Universitas Hasanuddin, Makassar, hal.27-28


38
Muntaha, Hukum Pidana Malapraktik Pertanggungjawaban dan Penghapus Pidana, Sinar
Grafika, Jakarta, 2017, hal.1

40
dan/atau serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang lebih mengutamakan

kegiatan yang bersifat promosi kesehatan. Pelayanan kesehatan preventif adalah

suatu kegiatan pencegahan terhadap suatu masalah kesehatan/penyakit. Pelayanan

kesehatan kuratif adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan pengobatan

yang ditujukan untuk penyembuhan penyakit, pengurangan penderitaan akibat

penyakit, pengendalian penyakit, atau pengendalian kecacatan agar kualitas

penderita dapat terjaga seoptimal mungkin. Pelayanan kesehatan rehabilitatif

adalah kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan untuk mengembalikan bekas

penderita ke dalam masyarakat sehingga dapat berfungsi lagi sebagai anggota

masyarakat yang berguna untuk dirinya dan masyarakat semaksimal mungkin

sesuai dengan kemampuannya.

Kesehatan merupakan hal yang sangat penting bagi seluruh manusia. Begitu

juga dengan narapidana. Disamping mereka adalah pelanggar hukum yang hilang

kemerdekaan, mereka adalah manusia biasa yang suatu saat bisa sakit. Untuk itu,

tenaga medis diharapkan selalu ada dan siap untuk melayani tahanan dam

narapidana disetiap rumah tahanan negara. Usaha peningkatan pelayanan

kesehatan narapidana merupakan salah satu penghargaan hak asasi manusia, baik

sebagai manusia maupun sebagai warga Negara. Karena kesehatan merupakan hal

yang sangat penting untuk dimiliki para narapidana, dengan kesehatan yang selalu

terjaga dengan baik maka narapidana dapat menjalani segala aktifitas dalam

lembaga permasyarakatan dengan baik pula.

Untuk dapat terselenggaranya pelayanan kesehatan yang merata bagi warga

binaan pemasyarakatan di lingkungan Kementerian Hukum dan HAM diperlukan

41
ketersediaan tenaga kesehatan yang merata. Tenaga kesehatan sebagai salah satu

komponen utama pemberi pelayanan kesehatan terhadap warga binaan

pemasyarakatan di lingkungan Kementerian Hukum dan HAM, mempunyai

peranan yang penting karena berkaitan langsung dengan mutu pelayanan yang

diberikan.

42
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian hukum empiris. Penelitian

hukum empiris berorientasi pada data primer (hasil penelitian di lapangan).

Menurut Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji (1989:12). Penelitian hukum

empiris, yaitu pendekatan dilakukan penelitian lapangan dengan melihat serta

mengamati apa yang terjadi di lapangan, penerapan peraturan-peraturan tersebut

dalam prakteknya dalam masyarakat. Untuk mendukung penelitian empiris ini

juga digunakan penelitian normatif dengan pendekatan undang-undang dengan

melakukan menelaah peraturan perundang-undangan yang terkait dengan lembaga

pemasyarakatan

Penelitian empiris digunakan untuk menganalisis hukum yang dilihat

sebagai perilaku masyarakat yang berpola dalam kehidupan masyarakat yang

selalu berinteraksi dan berhubungan dalam aspek kemasyarakatan.39

Penulis langsung mengadakan penelitian dengan cara mewawancarai

petugas rutan yang berwenang dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada

narapidana. Dalam penelitian ini objek penelitian ditunjukan kepada Lembaga

Pemasyarakatan Perempuan Sungguminasa

39
Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2003), h, 43

43
B. Pendekatan Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan yuridis-empiris.

Pendekatan yuridis, yaitu hukum dilihat sebagai norma atau das sollen, karena

dalam membahas permasalahan penelitian ini menggunakan bahan-bahan hokum,

baik hukum yang tertulis maupun hukum yang tidak tertulis atau baik bahan

hukum primer maupun bahan hukum sekunder. Sedangkan pendekatan empiris,

yaitu hukum sebagai kenyataan sosial, kultural atau das sein, karena dalam

penelitian ini digunakan data primer yang diperoleh dari lapangan.40

Jadi, pendekatan yuridis empiris dalam penelitian ini maksudnya adalah

bahwa dalam menganalisis permasalahan dilakukan dengan cara memadukan

bahan-bahan hukum (yang merupakan data sekunder) dengan data primer yang

diperoleh di lapangan yaitu tentang pemenuhan hak pelayanan kesehatan bagi

narapidana yang terjangkit Covid-19 di Lapas Perempuan Sungguminasa

Kemudian dalam menganilisis data yang ada penulis menggunakan metode

kualitatif yaitu metode menganalisis hasil penelitian yang dapat menghasilkan

data analisis deskriptif yaitu data pernyataan tertulis atau lisan dan perilaku

nyata.Data tersebut lengkap setelah dilakukan penelitian dan penelitian.41 Pada

metode ini lebih menitikberatkan pada kualitas data, oleh karena itu pada metode

ini penyusun dituntut untuk menentukan, memilah dan menyeleksi data atau

40
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Jakarta: PT. Kharisma Putra Utama, hal. 126
41
Mukti Fajar ND dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif &
Empiris (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), h. 192.

44
bahan mana yang memiliki kualitas, dan data atau bahan mana yang tidak ada

sangkut pautnya dengan bahan penelitian.

C. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah tempat dimana melakukannya pengamatan untuk

menemukan suatu pengetahuan. Penelitian ini dilakukan di Lembaga

Pemasyarakatan Perempuan Sungguminasa

Penulis melakukan penelitian di kabupaten Gowa dikarenakan beberapa

alasan dimana alasan itu salah satunya kasus yang ditelit terjadi di kota peneliti

sendiri sehingga memudahkan untuk melakukan penelitian.

D. Jenis dan Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian hukum empiris adalah

sebagai berikut :

1. Data Primer

Data yang diperoleh secara langsung dari sumber utama seperti perilaku

warga masyarakat yang dilihat melalui penelitian.42 Pegawai Poliklinik Lapas

Perempuan Sungguminasa yang bertanggung jawab memberikan pelayanan

kesehatan bagi narapidana merupakan sumber utama dalam penelitian ini. Dalam

penelitian ini menggunakan peraturan lain seperti Kitab Undang-undang Hukum

Pidana, Undang-Undang Pemasyarakatan, Undang-Undang Kesehatan

42
Soerjono Soekanto, pengantar penelitian hukum, h. 25.

45
2. Data Sekunder

Data-data yang diperoleh dari sumber kedua yang merupakan pelengkap,

meliputi buku-buku yang menjadi referensi terhadap tema yang diangkat. yaitu

mengenai pelayanan kesahatan, hak-hak narapidana dan buku-buku hukum

lainnya yang mengacu ke judul penelitian mengenai Pemenuhan Hak Asasi

Dalam Hal Pelayanan Kesehatan Bagi Narapidana Yang Terjangkit Covid-19 di

Lapas Perempuan Sungguminasa

E. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang merupakan teknik yang digunakan untuk

mengumpulkan data dari salah satu atau beberapa sumber data yang telah

ditentukan. Dalam penelitian ini digunakan dua jenis metode pengumpulan data,

antara lain :

1) Observasi

Observasi atau pengamatan adalah Observasi merupakan alat pengumpulan

data yang dilakukan dengan cara mengamati dan mencatat secara sistematis

gejala-gejala yang diselidiki.43 Pada Rutan Kelas I Kota Makassar untuk

mengetahui sejauh mana pelayanan kesehatan yang diberikan oleh pegawai rutan

yang bertanggungjawab atas pelayananan kesehatan kepada narapidana. Dengan

observasi ini peneliti juga dapat memperoleh kelengkapan data untuk dianalisis.

2) Wawancara

Wawancara adalah jalan mendapatkan informasi dengan cara bertanya

43
Cholid Narbuko, Abu Achmadi, Metodologi Penelitian, (Jakarta: PT.Bumi Aksara,
2005), h.192.

46
langsung kepada responden.44 Jenis wawancara yang penulis gunakan adalah

wawancara bebas terpimpin atau bebas terstruktur dengan menggunakan panduan

pertanyaan yang berfungsi sebagai pengendali agar proses wawancara tidak

kehilangan arah.45

Metode wawancara ini dilakukan untuk mendapatkan informasi dengan

bertatap muka secara fisik dan bertanya-jawab dengan pegawai Rutan Kelas I

kota Makassar

3) Dokumentasi

Pengumpulan data dengan cara mengambil data dari dokumen yang

merupakan suatu pencatatan formal dengan bukti otentik.

44
Masri singarimbun, Sofian efendi, metode penelitian survai (Cet.XIX; Jakarta: LP3ES,
2008), h.192.
45
Abu Achmadi dan Cholid Narkubo, Metode Penelitian (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2005),
h. 85

47
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Tentang Lapas Perempuan Kelas IIA Sungguminasa


Lapas wanita Kelas II A Sungguminasa Kabupaten Gowa ialah salah satu

Unit Pelaksana Teknis Pemasyarakatan di wilayah Kerja kantor wilayah

Kementerian hukum dan HAM Sulawesi Selatan yang berlokasi di Jalan

Lembaga – Bollangi, Desa Timbuseng, Kecamatan Pattalassang, Kabupaten Gowa

yang menempati huma seluas + 15.000 m 2 menggunakan Luas Bangunan secara

holistik + 14.000 m2.46

Di bangun pada tahun 2004 dan mulai beroperasi tahun 2007, tepatnya

tanggal 5 September 2007. Namun peresmiannya baru pada tanggal 26 Juli 2011

oleh Menteri Hukum dan HAM RI, bapak Patrialis Akbar, S.H pada saat itu.

Lapas wanita Kelas II A Sungguminasa Kabupaten Gowa merupakan unit

pelaksana teknis dibidang Pemasyarakatan khusus perempuan yang berfungsi

untuk melakukan training serta Perawatan khusus bagi masyarakat Binaan

Pemasyarakatan wanita.

Dalam melaksanakan tugasnya, Lapas Perempuan Kelas II A

Sungguminasa memiliki fungsi sebagai berikut:

1) Melaksanakan Pembinaan / Anak Didik Wanita.

2) Memberikan bimbingan sosial / kerohanian pada Narapidana / Anak

Didik Wanita.

46
http://lppsungguminasa.kemenkumham.go.id/. Diakses pada tanggal 11 Januari 2022

48
3) Melakukan pemeliharaan keamanan dan ketertiban

4) Melakukan Tata Usaha dan Urusan Rumah Tangga

Berdasarkan pada UU Pemasyarakatan, fungsi dan tugas Lapas yakni

sebagai tempat pembinaan untuk narapidana dan anak Didik Pemasyarakatan yang

menganut asas :

1) Pengayoman

2) Persamaan Perlakuan dan Pelayanan

3) Pendidikan

4) Pembimbingan

5) Penghormatan Harkat dan Martabat Manusia

6) Kehilangan Kemerdekaan merupakan satu satunya penderitaan

7) Terjaminnya hak untuk tetap berhubungan dengan keluarga dan orang-

orang tertentu.

Sebagaimana pasal 8 ayat (1) UU Pemasyarakatan, bahwasanya para

petugas di lapas merupakan pejabat fungsional yang tidak hanya memberikan

pembinaan tetapi juga menjaga keamanan masyarakat/warga binaan.

Adapun visi dan misi lapas perempuan kelas II A Sungguminasa, sebagai

berikut:

VISI :

Terwujudnya lembaga pemasyarakatan yang unggul dalam pembinaan,

PRIMA dalam pelayanan dan tangguh dalam pengamanan.

49
MISI

Melaksanakan perawatan, pembinaan Warna Binaan Pemasyarakatan

dalam kerangka penegakan hukum,pencegahan dan penanggulangan kejahatan

serta pemajuan dan perlindungan hak asasi manusia.

MOTTO

BERIMAN (Bersih, Religius, Indah dan Mandiri).

B. Pemenuhan Hak Asasi Narapidana dalam Hal Pelayanan Kesehatan Bagi


Narapidana yang Terjangkit Covid-19 di Lapas Perempuan Kelas II A
Sungguminasa

Narapidana atau Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) ialah orang yang

sedang menjalani masa hukumannya di dalam Lapas dan hilang kemerdekaan.

Walaupun narapidana sudah melakukan tindak pidana dan hilang kemerdekaan,

tetapi hal tersebut tidak menghilangkan hak-hak narapidana sebagai manusia dan

warga negara, salah satunya yaitu mendapat pelayanan kesehatan yang layak

sesuai dengan yang tertuang pada Pasal 14 (d) UU Pemasyarakatan.

Setiap narapidana mendapatkan pelayanan kesehatan serta makanan yang

layak sejalan dengan UU Pemasyarakatan, PP No. 32 Tahun 1999 perihal kondisi

dan adat Pelayanan Hak Narapidana juga menyebutkan hal yang serupa.

Narapidana mendapatkan eksekusi begitu saja walaupun sudah melakukan

pelanggaran. Narapidana wajib mendapatkan pelayanan yang terbaik juga begitu

pun dengan pelayanan kesehatan untuk narapidana, misalnya mendapatkan

pemeriksaan paling sedikit setiap 1 (satu) kali dalam 1 (satu) bulan.

50
Kesehatan memegang peranan yang sangat penting dalam meningkatkan

taraf hidup masyarakat, sehingga semua negara berusaha untuk memberikan

pelayanan kesehatan yang terbaik. Apalagi di tengah pandemi seperti sekarang ini.

Meskipun kasus Covid-19 saat ini telah mengalami penurunan dan masyarakat

telah menerapkan protokol kesehatan yang dianjurkan pemerintah sesuai perintah

WHO, namum tetap saja perlu untuk terus dilakukan kewaspadaan.

Pelayanan kesehatan yang dimaksud di sini adalah segala upaya yang

dilakukan secara individu atau kolektif dalam suatu organisasi untuk memelihara

dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan mengobati penyakit, serta

memulihkan kesehatan individu, kelompok, atau masyarakat. Begitu juga tentang

pemahaman pelayanan dijelaskan oleh Fitzsimmons (2011 : 7) sesuai dengan teori

yang terkait dalam judul skripsi ini adalah rasa puas orang yang memerlukan

pelayanan bisa diartikan dengan memperbandingkan bagaimana pandangan antara

pelayanan yang diterima dengn harapan pelayanan yang diharapkan.

Sebagai seorang muslim apabila menjalankan hak dan kewajiban kepada

sesama muslim harus menjalankan hak dan kewajiban tersebut dengan amanah,

adapun firman Allah dalam Al-quran. QS An-Nisa/4:58 berbunyi:

ِ :‫ ا‬:‫ َن‬:‫ ا‬:‫َأْل َم‬:‫ ا‬:‫ا‬:‫ و‬:‫َؤ ُّد‬::‫ ُت‬:‫ن‬:ْ ‫ َأ‬:‫ ْم‬:‫ ُك‬:‫ ُر‬:‫ ْأ ُم‬:‫ َي‬:َ ‫ هَّللا‬:‫ن‬:َّ ‫ِإ‬
:‫ ْم‬:‫ ُت‬:‫م‬:ْ :‫ َك‬:‫ح‬:َ :‫ ا‬:‫ ِإ َذ‬:‫و‬:َ :‫ ا‬:‫ َه‬:ِ‫ ل‬:‫ه‬:ْ ‫ َأ‬:‫ى‬:ٰ :‫ ِإ َل‬:‫ت‬

:َ ‫ هَّللا‬:‫ن‬:َّ ‫ ِإ‬:ۗ :‫ ِه‬:‫ ِب‬:‫ ْم‬:‫ ُك‬:‫ ُظ‬:‫ ِع‬:‫ َي‬:‫ ا‬:‫ َّم‬:‫ ِع‬:‫ ِن‬:َ ‫ هَّللا‬:‫ن‬:َّ ‫ ِإ‬:ۚ :‫ل‬:ِ :‫د‬:ْ :‫ع‬:َ :‫ ْل‬:‫ ا‬:‫ ِب‬:‫ا‬:‫ و‬:‫ ُم‬:‫ ُك‬:‫ح‬:ْ :‫ َت‬:‫ن‬:ْ ‫ َأ‬:‫س‬
:ِ :‫ ا‬:‫ َّن‬:‫ل‬:‫ ا‬:‫ن‬:َ :‫ ْي‬:‫َب‬

:َ :‫ن‬:َ :‫ ا‬:‫َك‬
:ِ :‫ َب‬:‫ ا‬:‫ ًع‬:‫ ي‬:‫ ِم‬:‫س‬
:‫ ا‬:‫ر‬:ً :‫ ي‬:‫ص‬

Terjemahan:

Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang


berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di

51
antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya
Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya
Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”47

Kedudukan kesehatan sangat berarti dalam pembinaan dan pengembangan

sumber daya manusia dan sebagai salah satu unsur modal dalam pelaksanaan

pembangunan nasional yang hakikatnya merupakan pengembangan manusia

seutuhnya. Dengan memperhatikan peranan kesehatan, dibutuhkan upaya yang

lebih layak untuk peningkatan derajat kesehatan dan pembinaan penyelenggaraan

kesehatan secara menyeluruh dan selaras48

Pemberian pelayanan kesehatan berkaitan erat dengan pasien karena tujuan

utamanya yakni memberikan pemenuhan hak pasien seperti membantu, menolong

dan mengobati pasien. Apabila hak pasien tidak terpenuhi maka pasien berhak

keberatan dengan pelayanan tersebut. Semua unsur yang terkait dituntut untuk

memberikan pelayanan kesehatan yang baik dengan mengutamakan hal-hal yang

berkaitan dengan keselamatan pasien49 tidak menutup kemungkinan pasien yang

berada di Lapas karena mereka juga memiliki hak asasi yang melekat dalam

dirinya sebagai makhluk Tuhan yang tidak bisa dihilangkan oleh siapapun.

Untuk menerapkan layanan kesehatan yang sama kepada warga penjara di

Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, ketersediaan pekerja kesehatan

yang seragam diperlukan, karena secara langsung berkaitan dengan kualitas

layanan yang disediakan. Adapun hasil wawancara yang dilakukan penulis dengan

Yusran Sa’ad, Bc.I.P., S.H., M.H selaku Plt. Kepala Lembaga Pemasyarakatan
47
https://tafsirq.com/4-an-nisa/ayat-58.
48
Hendrik, Etika dan Hukum Kesehatan (Jakarta: EGC, 2011), h. 26-27
49
Sitti Aminah, Tinjauan Terhadap Hak dan Kewajiban Pasien Dalam Pelayanan
Kesehatan, Alauddin Law Development Journal (ALDEV) Vol.3 No.3, 2021, h. 572-573

52
Kelas II A Sungguminasa Kabupaten Gowa mengungkapkan bahwa sistem

pembinaan Narapidana perempuan di Lapas Perempuan Kabupaten Gowa sebagai

berikut :

“Proses pembinaan di dalam lembaga pemasyarakatan dilaksanakan sesuai

asas Pengayoman, dimana perlakuan dan pelayanan, serta Pendidikan

dilakukan secara baik, mengenai kehilangan kemerdekaan merupakan

satu-satunya efek jera itu sendiri dan tentunya hak untuk tetap

berhubungan dengan keluarga dan orang orang tertentu itu tetap

terjamin”50 (Wawancara: pada tanggal 29 Oktober 2021)

Hak Asasi Manusia itu sendiri yaitu proses pembinaan, bahwa setiap

narapidana di lembaga pemasyarakatannya tidak hanya mengalami pemenjaraan,

tetapi pembinaan ini merangsang kondisi psikologisnya untuk berpikir melakukan

hal-hal yang bermanfaat bagi masyarakat daripada melakukan hal-hal yang

merugikan dirinya dan orang lain.

Hilangnya kemerdekaan merupakan sesuatu yang begitu penting bagi

setiap individu yang mengalaminya, namun apapun yang dapat merugikan diri

sendiri dan orang lain jelas memiliki resikonya sendiri dan merupakan

konsekuensi dari setiap tindakan yang ada, salah satunya adalah efek jera itu

sendiri.

Demikian hal ini menjadi dasar pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan,

sesuai dengan UU Pemasyarakatan yang terdapat dalam Bab II Pasal 5, secara

50
Wawancara tanggal 29 Oktober 2021 dengan Yusran Sa’ad, Bc.I.P., S.H., M.H selaku
Plt. Kepala Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Sungguminasa Kabupaten Gowa terkait system
pembinaan di Lapas Perempuan Sungguminasa

53
otomatis asas ini juga dianut oleh Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA

Sungguminasa. Selanjutnya, Dalam wawancaranya sebagai berikut.

“kita hanya memberikan pembinaan saja disini, ada pembinaan

kepribadian, ada pembinaan ke mandirian. Bukan mi namanya sistem

penjara atau jera. Kita sistemnya disini membina mereka, bagaimana

mereka bisa berguna apabila mereka sudah berbaur dengan masyarakat di

luar nantinya”. (wawancara, 29 Oktober 2021)

Selama proses bimbingan belajar, terdapat unit yang didedikasikan untuk

pelayanan kesehatan, yang disebut Unit Pengembangan Bina Siswa Anak Didik

(BINADIK), yang membawahi dua sub bagian, Sub Registrasi dan Sub seksi

Bimbingan Masyarakat dan Perawatan (BIMASWAT). Pendampingan dan

kepedulian masyarakat ini tentunya bukan hanya tentang kesehatan dan

kepedulian terhadap narapidana/mahasiswa, tetapi mereka juga dibimbing secara

spiritual dan intelektual dan juga memberikan latihan seperti latihan atau

peningkatan asimilasi, cuti mengunjungi keluarga, cuti sebelum pembebasan dan

pembebasan bersyarat, Serta bagian sub-registrasi, dimana sidik jari narapidana

dicatat dan tercatat di Lapas. Berikut merupakan bagan BINADIK LAPAS

Perempuan Kelas II A Sungguminasa

54
Bagan 1

Seksi Bina Anak Didik (BINADIK)

KEPALA SEKSI BINADIK

A.Wirdhani Irawati, A.Md., IP, S.H

KASUBSI BIMASWAT KASUBSI REGISTRASI

Bungawali, S.H Awaluddin Sam, S.H

 Rina Astina, S.H  Resti Permatasari


 Muh. Fitrah Hannis  M. Arisandi Said
 A. Mukhisa Anma, S.Kep.  Nursyamsi, S.Tr.Keb
 Yanggi  Nurul Aisyah Wulandari
 Fitrianingsih  Nur Islamiah Dassir
 Dyah Ratna Astrini  Ayu Amriani

Berlakunya Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia

(Permenkumham) Nomor 43 Tahun 2021 perubahan atas Permenkumham Nomor

32 Tahun 2020 dan Permenkumhan Nomor 24 Tahun 2021 tentang Syarat dan

Tata cara Pemberian Asimilasi, PB, CMB, dan CB bagi Narapidana dan Anak

dalam rangka Pencegahan dan Penanggulangan Penyebaran Covid-19 telah

disosialisasikan kepada seluruh warga binaan dan merupakan langkah yang

ditempuh untuk melindungi hak kesehatan warga binaan di masa pandemi Covid-

19 yang telah terjadi sejak awal tahun 2020, terlebih saat ini muncul berbagai

varian baru yang harus diwaspadai.

Kejadian awal kemunculan Covid-19 yang mengakibatkan sebanyak 110

Napi di Lapas Perempuan Sungguminasa terinfeksi Covid-19 berhasil menyita

55
perhatian masyarakat. Oleh karenya para napi yang terinfeksi harus dievakuasi

untuk mendapatkan perawatan medis dan karantina khusus. Berdasarkan hasil

wawancara dengan Kasubsi Bimaswat atau yang mewakili, A. Mukhisa Anma

mengatakan bahwa:

“Para napi dievakuasi dulu di satu tempat khusus. Kemudian kita lihat

gejalanya. Yang gejalanya ringan, kita karantinakan di Hotel Swiss Bell

sesuai arahan pemerintah. Nah, yang bergejala berat, kita rujuk ke Rumah

Sakit Rujukan Covid yang juga disediakan oleh pemerintah” 51

(Wawancaran dengan A.Mukhisa Anma, 29 Oktober 2021)

Mengingat saat ini, penghuni di lapas sudah ada beberapa yang

dirumahkan akibat program asimilasi yang terus diperpanjang, mengakibatkan

lapas tidak mengalami over kapasitas lagi dan penularan virus kemungkinan kecil

tidak terjadi. Tapi bukan berarti mengabaikan hak kesehatan narapidana yang

masih berada di lapas. Mereka tetap mendapatkan hak pelayanan kesehatan

mereka.

“Untuk pemberian vitamin tertentu, tidak ada. Tapi kami di sini

memastikan makanan, tempat dan obat-obat yang dibutuhkan narapidana

terjamin. Masalahnya sering kali ada narapidana yang hanya flu biasa atau

batuk biasa, menyatakan dirinya covid supaya bisa dikarantina di luar

lapas.” (Wawancara A.Mukhisa Anma, 29 Oktober 2021)

51
Wawancara pada tanggal 29 Oktober 2021 dengan A.Mukhisa Anma selaku yang
mewakil Kasubsi BIMASWAT terkait pemenuhan pelayanan Kesehatan bagi narapidana yang
terjangkit Covid-19 di LAPAS Perempuan Sungguminasa

56
Sejalan dengan wawancara yang penulis lakukan dengan A.Mukhisa

Anma, beberapa WBP yang menjadi narasumber penulis juga sekaligus penyintas

Covid-19 menyatakan bahwa beliau dikarantina di Hotel Swiss Bell Makassar

karena hanya memiliki gejala yang ringan, sedangkan teman-teman yang memiliki

gejala berat, harus dibawa ke rumah sakit trujukan. Hal ini dikarenakan tenaga

kesehatan dan tempat yang ada di lapas serta ketersediaan alat-alat medis kurang

memadai. Adapun fasilitas penunjang pelayanan kesehatan pada lapas perempuan

Sungguminasa dapat dilihat pada tabel berikut:

N Tidak
Jenis Pelayanan Ada Jumlah Keterangan
O Ada
1. Poliklinik  1
2. Dokter Lapas  1 Dokter Umum
3. Perawat Lapas  1
4. Bidan Lapas  1
5. Alat Medis  2
6. Obat-Obatan 
7. Ruang Rawat 

Sumber data : Lapas Perempuan Kelas II A Sungguminasa 2021

Lapas Perempuan Sungguminasa memiliki kesepakatan dengan Dinas

Kesehatan Gowa untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada narapidana

setiap Rabu pagi, dengan dokter, bidan dan perawat yang ditugaskan mengunjungi

Lapas dan memeriksa narapidana di Poliklinik Lapas. Hal tersebut tetap dilakukan

di tengah pandemi Covid-19. Namun, untuk pemberian vitamin khusus di tengah

pandemi Covid-19 hanya diberikan kepada narapidana yang terinfeksi saja, yakni

diberikan 3x sehari di ruang khusus di lapas perempuan Sungguminasa.

57
Dalam penelitian yang dilakukan penulis, penulis mewawancarai Andi

Mukhisa Anma yang menjelaskan mekanisme yang berlaku jika seorang

narapidana harus menjalani pengobatan yang membutuhkan biaya lebih, maka

dilimpahkan kepada keluarga narapidana. Sedangkan jika narapidana terjangkit

Covid-19, karantina dan pengobatan yang diberikan lapas tidak perlu

dikembalikan ke keluarga atau dilimpahkan dan menunggu persetujuan keluarga,

melainkan secara sigap melakukan pengobatan, lalu setelah itu disampaikan

kepada keluarga narapida yang bersangkutan.

Dari hasil wawancara yang dilakukan penulis terhadap WBP mengenai

pelayanan kesehatan yang diberikan lapas di masa Covid-19 ini, WBP yang bernama

Hasni Khadir, mengaku bahwa pelayanan kesehatan yang diberikan di lapas

perempuan Sungguminasa cukup baik karena adanya kerjasama yang dilakukan

Lapas dengan Dinas Kesehatan, sehingga meskipun dalam situasi pandemi

narapidana tetap mendapatkan pelayanan kesehatan yang tepat. Ditambah kegiatan

senam bersama juga dilakukan tiap hari Senin, Jum’at dan Minggu di halaman kantor

lapas. Sejumlah 311 narapidana juga telah menjalani vaksinasi dan hanya 3 orang

narapidana yang tidak ingin divaksin karena takut akan jarum suntik dan takut akan

efek yang ditimbulkan.

Padahal jika didasarkan pada Permenkumham tentang Pedoman Pelayanan

Kesehatan di Lingkungan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, tenaga

kesehatan seharusnya terdiri dari tenaga medis seperti: Dokter, Perawat, Analis Lab,

Asisten Apoteker, Ahli gizi, dan Psikolog yang jumlahnya disesuaikan dengan

kondisi lapas. Namun, melihat kondisi lapas perempuan Kelas II A Sungguminasa di

58
tengah pandemi Covid-19 meskipun 314 narapidana yang ada sudah dikurangi karena

program asimilasi, penulis beranggapan belum sesuai dengan semestinya. Bahkan di

tengah pandemi seperti ini, tenaga medis sangat dibutuhkan untuk terus memantau

perkembangan kesehatan dan pemberian vitamin khusus bagi narapidana, baik yang

tidak terinfeksi maupun yang terinfeksi untuk sama-sama mencegah penularan virus

corona. Adapun hasil wawancara yang dilakukan penulis dengan petugas lapas

mengenai kapasitas tenaga medis sebagai berikut

“Masalahnya tidak adanya dokter tersendiri di sini, pihak dari kami masih

mengusahakan, sementara hanya ada bidan serta mengirim dokter dari luar

Lembaga apabila warga binaan dalam keadaan darurat seperti sakit

perawatan serta check up secara berkala terkadang di kirim keluar juga.

Apalagi pandemi seperti ini, dokter umum yang bertugas di lapas tentunya

lebih banyak bekerja di rumah sakit.”

Dari hasil wawacara di atas juga tidak terlalu jauh berbeda dengan

wawancara yang dilakukan penulis dengan pihak petugas Lapas bahwa

ketersediaan tenaga medis seperti dokter begitu kurang. Meskipun pihak lapas

perempuan telah bekerjasama dengan pihak Lapas Narkotika, namun tetap saja

tenaga medis seperti dokter seharusnya standby di dalam Lembaga

Pemasyarakatan Perempuan Kelas II A Sungguminasa agar tidak terjadi hal yang

tidak diinginkan apabila ada dari Narapidana Perempuan dalam keadaan darurat

seperti mengalami atau terinfeksi Covid-19 pada ibu hamil atau menyusui serta

pada lansia agar bisa ditangani secepatnya tanpa perlu mengulur waktu dengan

perjalanan ke rumah sakit lagi. Selanjutnya, berkaitan dengan fasilitas yang

59
terdapat Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Klas IIA Kabupaten Gowa,

meliputi Prasarana poliklinik seperti instalasi air, instalasi udara, sarana evakuasi

dan juga ambulans. Prasarana untuk unit pelayanan kesehatan harus memenuhi

standar pelayanan, keamanan, dan keselamatan juga harus dalam keadaan

terpelihara dan berfungsi dengan baik. Begitupun Alat medis dan non medis yang

tersedia saat ini di unit pelayanan kesehatan Lembaga Pemasyarakatan tersebut

kurang.

Kurangnya fasilitas yang ada di Lembaga Pemasyarakatan memang sangat

memprihatinkan apalagi seperti ruang laboratorium, dimana segala hal yang

berkaitan dengan kesehatan bagian dalam seperti darah dan urine menjadi

terhambat dikarenakan ketidaktersedian ruang laboratorium di Lembaga

Pemasyarakatan. sehingga Narapidana yang harus menjalani pemeriksaan seperti

darah, atau urin, terlebih lagi untuk melakukan swab, maka sampelnya hanya di

bawah dari Lembaga Pemasyarakatan ke Puskesmas terdekat.

Dari hasil wawancara dengan beberapa informan diatas dapat penulis

simpulkan bahwa bentuk Pelayanan kesehatan merupakan hal yang sangat penting

serta petugas lapas diharuskan untuk melakukan perencanaan kebutuhan baik

obat, peralatan kesehatan atau kebutuhan lainnya terkhusus untuk kelompok yang

rentan itu sendiri yang Penyediaannya harus dari pemerintah terkait dan dilakukan

dengan pendistribusian yang merata sesuai kebutuhan pelayanan pada tiap unit

pelayanan di Lembaga Pemasyarakatan mengingat tidak semua Narapidana

60
memiliki keluarga yang bisa membantu di luar Lembaga Pemasyarakatan

Perempuan Kelas II A Sungguminasa

C. Kendala Pemenuhan Hak Pelayanan Kesehatan Bagi Narapidana Yang


Terjangkit Covid-19 Di Lapas Perempuan Kelas II A Sungguminasa

Narapidana memiliki hak-hak yang harus dilindungi dan diayomi. Dimana

masing-masing narapidana, baik narapidana pria, narapidana wanita hingga

narapidana anak-anak itu memiliki perbedaan. Dalam hal ini narapidana wanita

mempunyai hak-hak khusus dibandingkan dengan narapidana lain.52 Sehingga

pelayanan yang diberikan pun harus diperhatikan dengan baik oleh pihak lapas

seperti wanita hamil dan menyusui serta lansia.

Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pelayanan

Pemasyarakatan secara jelas dan tegas mengatur tentang hak-hak narapidana di

lembaga pemasyarakatan. Sekarang hanya bertanggung jawab atas eksekusi

petugas pemasyarakatan, yaitu pimpinan lembaga pemasyarakatan dan jajarannya,

narapidana itu sendiri, masyarakat dan pemerintah. Tapi yang terpenting, petugas

pemasyarakatan. Beberapa upaya pelaksanaan sistem pemasyarakatan di lembaga

pemasyarakatan dengan mengutamakan hak-hak narapidana, lembaga

pemasyarakatan adalah sebagai berikut:

1. Bekerja sama dengan universitas dan lembaga pendidikan lainnya untuk

memberikan pengajaran di bidang pengajaran/pendidikan.

52
Marwan Fadhel Madjid, Tinjauan Hukum Islam terhadap Perlindungan Hukum
Narapidana Wanita Dalam Sistem Pemasyarakatan (Studi Kasus Lembaga Pemasyarakatan Kelas
IIA Watampone), Jurnal Al-Qadau, 2018, h.110

61
2. Berkolaborasi dengan LSM yang menangani bidang tertentu, termasuk

bidang kesehatan dan pendalaman kewarganegaraan.

3. Memberikan pendidikan dan pendalaman fungsi pemasyarakatan bagi

petugas pemasyarakatan.

4. Optimalkan ruang pendidikan keterampilan narapidana yang ada,

meskipun sangat sederhana.

5. 2 petugas ditunjuk setiap tahun dari anggota Garda untuk berpartisipasi

dalam pelatihan keselamatan bekerja sama dengan polisi.

6. Memperkuat kerjasama dengan perusahaan di luar negeri dan

memanfaatkan tahanan untuk melakukan usaha di lembaga

pemasyarakatan dalam bentuk kerajinan tangan.

7. Meningkatkan kinerja petugas pemasyarakatan dengan standar minimal

jumlah lembaga pemasyarakatan

8. Meningkatkan kesehatan di Lapas dengan mengerahkan narapidana dan

petugas untuk membersihkan ruangan dan lingkungan

9. Lapas Penyediaan peralatan rekreasi bagi orang-orang yang ditahan di

lembaga pemasyarakatan.53

Hak untuk mendapatkan makanan dan pelayanan kesehatan yang layak

merupakan hak WBP yang harus dihormati oleh Lapas sebagai program

pembinaan. Pelaksanaan pemenuhan tersebut, jelas menunjukkan bahwa Lapas

53
Raodiah, Pelaksanaan Sistem Pemasyarakatan Dalam Upaya Penegakan Hak Asasi
Manusia Terhadap Wargabinaan, Jurnal Jurisprudentie Vol.7 No.2, 2020, h.244-245

62
masih menghadapi kendala yang disebabkan oleh berbagai faktor, baik dalam

penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang cukup bagi narapidana.

Mewujudkan hak-hak narapidana perempuan di Lapas adalah proses

pendampingan. Menjamin hak-hak narapidana perempuan adalah kunci untuk

mengubah proses narapidana perempuan ini untuk lebih memahami kejahatan

yang telah mereka lakukan. Hak-hak yang diberikan kepada narapidana

perempuan harus dilaksanakan dengan baik sesuai dengan kebutuhan narapidana

perempuan dan manusia pada umumnya.54 Kemudian jaminan perlindungan HAM

dalam konstitusi ini ditindaklanjuti lagi dalam berbagai ketentuan UU lain, baik

yang secara tidak langsung menyebut HAM mau pun UU lain yang khusus

mengatur HAM, seperti UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM (selanjutnya

disingkat UUHAM) dan UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM

(selanjutnya disingkat UUPHAM).55

Berdasarkan hasil data yang didapatkan dan penelitian yang dilakukan

oleh penulis, ada beberapa hal yang menjadi kendala bagi pihak Lapas Perempuan

Kelas II A Sungguminasa dalam pemenuhan hak pelayanan kesehatan bagi

narapidana yang terjangkit Covid-19, yaitu :

1. Kurangnya petugas kesehatan yang ada di dalam lapas, juga tidak adanya

dokter yang bertugas, yang bisa standby atau menetap di lapas. Sehingga

apabila sewaktu-waktu dibutuhkan untuk menangani pasien Covid-19 bisa

ditangani/diberikan pertolongan pertama.


54
Syawal Abdulajid, Pemenuhan Hak-Hak Khusus Narapidana Perempuan (Studi Pada
Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas II Ternate), Jurnal Jurisprudentie Vol.8 No.1, 2021,
h.79
55
Fadli Andi Natsif, Perlindungan Hak Asasi Manusia Dalam Perspektif Negara Hukum
Indonesia, Jurnal Al-Risalah Vol.19 No.1, 2019, h.149

63
2. Fasilitas yang ada di lapas seperti tempat karantina khusus belum

memadai. Alat medis ataupun pemberian vitamin bagi narapidana yang

tidak terjangkit covid-19 pun tidak diberikan secara rutin. Padahal hal

tersebut dibutuhkan untuk mencegah penularan

64
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan mengenai pemenuhan hak pelayanan kesehatan

bagi narapidana yang terjangkit Covid-19 di Lapas Perempuan Kelas II A

Sungguminasa, penulis berkesimpulan bahwa :

1. Pelayanan kesehatan bagi narapidana yang terjangkit Covid-19 di Lapas

Perempuan Sungguminasa sudah cukup baik mesipun belum sepenuhnya

sesuai dengan yang diamanatkan oleh UU dan peraturan perundang-

undangan terkait. Jika melihat dari segi pelayanan kesehatannya, petugas

di lapas telah berupaya semaksimal mungkin untuk memberikan pelayanan

bagi napi yang terinfeksi Covid-19 dengan melakukan evakuasi dan

menyeleksi napi yang memiliki gejala ringan hingga berat. Selain itu,

pihak lapas telah berupaya agar semua narapidana telah melakukan vaksin

sebagai upaya pencegahan dan memberikan vitamin khusus 3x sehari bagi

para narapidana yang terinfeksi Covid-19 di lapas.

2. Kendala yang dihadapi dalam pemenuhan hak pelayanan kesehatan bagi

narapidana yang terjangkit Covid-19 di Lapas, yakni tidak tersedianya

tempat isolasi bagi narapidana yang memiliki gejala ringan/tidak bergejala

di lapas sehingga tidak perlu lagi untuk dirujuk/diisolasi di luar lapas, hal

ini juga disebabkan karena kurangnya tenaga kesehatan yang menetap dan

siaga di Lapas Perempuan Kelas II A Sungguminasa.

65
B. Saran
Berdasarkan atas beberapa hal yang penulis tulis dalam skripsi ini, maka

penulis mencoba menyampaikan beberapa saran yang berkaitan dengan masalah

pelayanan kesehatan dan makanan yang layak bagi narapidana adalah sebagai

berikut :

1. Adapun saran yang diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan pada

Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Klas II A Sungguminasa dari

penulis, yakni dalam proses penyedian fasilitas kesehatan alangkah lebih

bagus menambah kuantitas pegawai terlebih lagi di bagian poliklinik

Lembaga Pemasyarakatan Perempuan yang sangat kurang, yaitu dokter

yang masih belum bisa standby sepenuhnya. Sebagai tempat pengelolaan

pembinaan, kuantitas pegawai merupakan hal penting bukan hanya

sekedar mengawasi saja, tetapi mengingat narapidana apalagi yang terkait

dengan masalah kesehatan yang sewaktu waktu sangat di butuhkan ketika

genting apalagi jika ada narapidana hamil atau lansia yang terinfeksi

Covid-19 yang membutuhkan penanganan yang cepat dan tepat.

2. Selain itu, terkait dengan sarana dan prasarana yang ada di lapas alangkah

lebih baiknya ditingkatkan sebagai upaya pencegahan. Virus corona yang

mewabah saat ini tidak bisa diprediksikan. Oleh karenanya agar tidak

terjadi kerancuan, pihak lapas perempuan Sungguminasa perlu

menyediakan tempat khusus bagi napi yang apabila memiliki gejala

ringan, selain untuk pencegahan penularan, hal itu dilakukan juga supaya

napi tidak perlu dibawa isolasi di luar lapas.

66
DAFTAR PUSTAKA

Buku

Abdullah, Rozali. (2002). Perkembangan Ham dan Keberadaan Peradilan Ham


di Indonesia. Jakarta: Ghalia Indonesia

Achmad, M. F. (2010). Dualisme Penelitian Hukum Normatif & Empiris .


Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Achmadi, Abu dan Cholid Narkubo. (2005). Metode Penelitian. Jakarta: PT Bumi
Aksara

Arief, B. N. (2005). Beberapa Aspek Kebijakan Penegak dan Pengembangan


Hukum Pidana. Bandung: Citra Aditya Bakti.

Azwar, A. (2010). Pengantar Administrasi Kesehatan. Tangerang: Binarupa


Aksara Publisher.

Chazawi, A. (2010). Pelajaran Hukum Pidana Bagian 1. Jakarta: Raja Grafindo.

Cholid Narbuko, A. A. (2005). Metodologi Penelitian. Jakarta: PT.Bumi Aksara.

Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM RI. ( 2015).


Standar Pelayanan Dasar Perawatan di Lapas Rutan Bapas LPKA dan
LPAS.

dkk, S. J. (2009). Kamus Hukum. Jakarta: Sinar Grafika.

Effendi, N. (1998). Dasar-Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat. Jakarta:


Buku Kedokteran EGC.

Hamzah, A. (2006). Sistem Hukum Pidana dan Pemidanaan ndonesia. Jakarta:


Pradiya Paramita.

Hendrik. (2011). Etika dan Hukum Kesehatan. Jakarta: EGC

67
Is, M. S. (2015). Etika Hukum Kesehatan: Teori dan Aplikasinya di ndonesia.
Jakarta: Penamedia Group.

Lamintang, P.A.F. dan Theo Lamintang. _____. Hukum Penitensier Indonesia.


Jakarta:PT.Gramedia

Marzuki, Peter Mahmud. (2017). Penelitian Hukum, Jakarta: PT. Kharisma Putra
Utama

Masri singarimbun, S. e. (2008). Metode Penelitian Survai (Cet.XIX). Jakarta:


LP3ES.

Muntaha. (2017). Hukum Pidana Malapraktik Pertanggungjawaban dan


Penghapus Pidana. Jakarta: Sinar Grafika.

Narkubo, A. A. (2005). Metode Penelitian . Jakarta: PT Bumi Aksara.

Natsif, Fadli Andi. 2016. Kejahatan HAM (Perspektif Hukum Pidana Nasional
dan Hukum Pidana Internasional). Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

ND, Mukti Fajar dan Yulianto Achmad. (2010). Dualisme Penelitian Hukum
Normatif & Empiris. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Poernomo, Bambang. 1996. Pelaksanaan Pidana Penjara dengan Sistem


Pemasyarakatan. Liberty: Yogyakarta

Priyanto, D. (2006). Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara di ndonesia. PT Refika


Aditama.

Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan FKM Universitas ndonesia.


(2002). Panduan Advokasi Kebijakan Kesehatan, Sehat tu Hak Koalisi
Untuk ndonesia Sehat. Jakarta.

Ranggong, R. (2014). Hukum Acara Pidana Memahami Perlindungan HAM


dalam Proses Penahanan di ndonesia. Jakarta: Kencana.

68
Santoso, L. (n.d.). Kamus Modern Bahasa ndonesia (Edisi Terbaru dan lengkap.
Surabaya: CV Pustaka Agung Harapan.

Simorangkir J.C.T. dkk. (2009). Kamus Hukum. Jakarta: Sinar Grafika

Singarimbun, Masri dan Sofian Efendi. (2008). Metode Penelitian Survai


(Cet.XIX) Jakarta: LP3ES

Sunggono, B. (2003). Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta: PT Raja Grafindo


Persada.

Sunggono, Bambang. (2003). Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta: PT Raja


Grafindo Persada

Jurnal/Skripsi/Tesis/Disertasi

Abdulajid, Syawal. (2021). Pemenuhan Hak-Hak Khusus Narapidana Perempuan


(Studi Pada Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas II Ternate).
Jurnal Jurisprudentie Vol.8 No.1

Aminah, Sitti. (2021). Tinjauan Terhadap Hak dan Kewajiban Pasien Dalam
Pelayanan Kesehatan, Alauddin Law Development Journal (ALDEV)
Vol.3 No.3

Atmasasmita, R. (1975). Strategi Pembinaan Pelanggaran Hukum dalam


Penegakan Hukum di ndonesia. Skripsi.

Aulia, M. F. (2015). mplementasi Hak Mendapatkan Pelayanan Kesehatan dan


Makanan yang Layak bagi Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan
Narkotika Kelas IA Sungguminasa. Skripsi.

Dagi, O. F. (2017). Pemenuhan Hak Pelayanan Kesehatan Terhadap Narapidana


di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IA Sungguminasa Kabupaten Gowa.
Skrpsi .

Madjid, Marwan Fadhel. (2018). Tinjauan Hukum Islam terhadap Perlindungan

69
Hukum Narapidana Wanita Dalam Sistem Pemasyarakatan (Studi Kasus
Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Watampone). Jurnal Al-Qadau Vol.5
No.1

Munardi. (2012). Pelrindungan Hak Asasi Narapidana di Lembaga


Pemasyarakatan Kelas IA Banda Aceh Menurut Undang-Undang Nomor
12 Tahun 1995 (Analisis slam). Skripsi.

Natsif, Fadli Andi. (2019). Perlindungan Hak Asasi Manusia Dalam Perspektif
Negara Hukum Indonesia. Jurnal Al-Risalah Vol.19 No.1

Raodiah. (2020). Pelaksanaan Sistem Pemasyarakatan Dalam Upaya Penegakan


Hak Asasi Manusia Terhadap Wargabinaan. Jurnal Jurisprudentie Vol.7
No.2.

Undang-Undang

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan


Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

Internet

________. Pengertian Narapidana. (2012). Retrieved from


http://www.psychologymania.com/2012/10/pengertian-narapidana.html.

Amir, H. (2020). 35 Napi Lapas Perempuan Sungguminasa Positif Covid-19


Dirawat di RS Dadi Makassar. Retrieved from
https://sulsel.inews.id/berita/35-napi-lapas-perempuan-sungguminasa-
positif-covid-19-dirawat-di-rs-dadi-makassar.

CNN ndonesia. (2020). Napi PDP Corona di Makassar Meninngal Dunia.


Retrieved from https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200413093452-
12-492916/napi-pdp-corona-di-makassar-meninggal-dunia.

http://lppsungguminasa.kemenkumham.go.id/

70
https://unhaslaw.blogspot.co.id/2013/12/sistem-pemasyarakatan-di-
indonesia.html.

Kurniawan. (2020). WHO Rilis Pedoman Baru Penularan Virus Corona.


Retrieved from https://kesehatan.kontan.co.id/news/who-rilis-pedoman-
baru-penularan-virus-corona-iniisinya?page=all.

Perwitasari, A. S. (2020). Faktor yang Meningkatkan Risiko Penularan Virus


Corona. Retrieved from https://kesehatan.kontan.co.id/news/ini-4-faktor-
yang-meningkatkan-risikopenularan-virus-corona.

Sari, Charlieana . (2017). Dasar Hukum HAM di Indonesia.


https://guruppkn.com/dasar-hukum-ham.

Tafsir web. (n.d.). Q.S al-Maidah ayat 32. Retrieved from


https://tafsirweb.com/1916-quran-surat-al-maidah-ayat-32.html.

Tafsir web. (n.d). Q.S an-Nisa ayat 58. Retrieved from https://tafsirq.com/4-an-

nisa/ayat-58

Dan lain-lain

Muladi. (n.d.). Hak Asasi Manusia Hakekat, Konsep dan mplikasinya dalam
Perspektif Hukum dan Masyarakat.

71
72

Anda mungkin juga menyukai