Anda di halaman 1dari 56

PROPOSAL PENELITIAN

PENDIDIKAN LIFE SKILL DI PONDOK PESANTREN DALAM


MENINGKATKAN KEMANDIRIAN SANTRI
(STUDI DI PONDOK PESANTREN NURUL HIDAYAH KEBUMEN)

Diajukan sebagai Rencana Penyusunan Skripsi


Program Studi Pendidikan Agama Islam (PAI) Fakultas Tarbiyah

Oleh
AHMAD SYU’BI ALWI
18116580

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH
ISNTITUT AGAMA ISLAM NAHDLATUL ULAMA
(IAINU) KEBUMEN
TAHUN 2022

i
PROPOSAL PENELITIAN

PENDIDIKAN LIFE SKILL DI PONDOK PESANTREN DALAM


MENINGKATKAN KEMANDIRIAN SANTRI
(STUDI DI PONDOK PESANTREN NURUL HIDAYAH KEBUMEN)

Diajukan sebagai Rencana Penyusunan Skripsi


Program Studi Pendidikan Agama Islam (PAI) Fakultas Tarbiyah

Oleh
AHMAD SYU’BI ALWI
18116580

Telah diteliti dan disetujui untuk diseminarkan


pada tanggal .................

Pembimbing I Pembimbing 2

Drs. H. Makhrur Adam M, M.Ag Agus Nur Sholeh, M.Pd


NIDN. 2107076101 NIDN. 2105088802

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL PROPOSAL........................................................... i

LEMBAR PERSETUJUAN ..................................................................... ii

DAFTAR ISI............................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................... 1

A. Judul Penelitian ................................................................... 1

B. Latar Belakang Masalah ...................................................... 1

C. Pembatasan Masalah ........................................................... 6

D. Rumusan Masalah ............................................................... 6

E. Penegasan Istilah ................................................................. 6

F. Tujuan Penelitian ................................................................. 9

G. Kegunaan Penelitian ............................................................ 9

BAB II KAJIAN TEORETIS .............................................................. 11

A. Landasan Teori .................................................................... 11

1. Pendidikan Life Skills...................................................... 11

a. Pengertian Pendidikan Life Skills................................ 11

b. Dasar Landasan Pendidikan Life Skills ...................... 15

2. Pesantren ......................................................................... 16

a. Pengertian Pesantren .................................................. 16

b. Pendidikan Life Skills di pesantren ............................ 19

c. Unsur-Unsur Pendidikan Life Skills di pesantren ...... 20

iii
d. Tujuan dan Manfaat Pendidikan Life Skills di Pesantren 25

B. Kajian Penelitian Terdahulu ................................................ 27

BAB III METODE PENELITIAN ........................................................ 32

A. Pendekatan Penelitian .......................................................... 32

B. Desain Penelitian ................................................................. 33

C. Subjek Penelitian ................................................................. 34

D. Teknik Pengumpulan Data .................................................. 35

E. Teknik Analisis Data ........................................................... 38

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 41

iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Judul Penelitian

Judul dalam penelitian ini adalah Pendidikan Life Skill di Pondok

Pesantren dalam Meningkatkan Kemandirian Santri (Studi di Pondok

Pesantren Nurul Hidayah Kebumen).

B. Latar Belakang Masalah

Dulu pesantren hanya diindentikan dengan dunia yang hanya belajar

atau mengaji seputar agama saja (kitab kuning, bandungan, sorogan, hafalan

dan lain sebagainya) dan anggapan bahwa pesantren dahulu dianggap tabu

jika berbicara tentang pekerjaan atau urusan duniawi, namun sekarang

anggapan tersebut sudah dapat dinafikan dengan banyaknya pesantren yang

mengembangkan kecakapan hidup (life skill) di lingkungan pesantren dan hal

tersebut sudah menjadi keniscayaan atau kebutuhan, apalagi jika hal ini

dikaitkan dengan pendidikan pesantren yang mengedepankan kemandirian,

kerja keras, disiplin dan jujur.

Dilihat dari sejarahnya, sejak awal fungsi pondok pesantren adalah

sebagai tempat penyelenggaraan pendidikan, terutama lebih dititikberatkan

pada kegiatan belajar ilmu-ilmu keagamaan. Bahkan bagi para ulama

perintisnya, fungsi pesantren bukanlah hanya tempat belajar ilmu-ilmu agama

semata. Para santrinya dibekali pula ilmu-ilmu yang berkaitan dengan ilmu-

ilmu kemandirian dan life skill seperti berdagang, beternak, pertanian, ladang

1
dan lain sebagainya. Sehingga tidaklah mengherankan bila pergerakan

perjuangan Islam pertama kali, cikal bakalnya adalah para pedagang Muslim.1

Dipilihnya pesantren sebagai objek penelitian ini antara lain bahwa

pesantren merupakan sistem pendidikan tertua di Indonesia dan dianggap

sebagai produk budaya Indonesia yang asli (indigenous),2 yang sebagian

besar lulusannya relatif diterima di masyarakat dan kebanyakan mereka

menjadi tokoh atau setidaknya ditokohkan. Akan tetapi, dalam kenyataanya

banyak lulusan pesantren yang tidak dibekali dengan keterampilan dimana

dalam pembelajarannya lebih mengedepankan aspek keagamaan saja tidak

dibekali dengan keterampilan hidup dan kemandirian.

Dalam perjalanannya, ilmu-ilmu keterampilan ini hilang dari

kurikulum pengajaran di pondok-pondok pesantren. Yang tersisa hanyalah

pendidikan ilmu-ilmu agama saja, tanpa dibekali dengan keterampilan yang

dimiliki.3 Hal yang paling ironis adalah ketika para santri itu lulus, ternyata

mereka lebih mampu menguasai kitab-kitab kuning saja tanpa mempunyai

keterampilan dalam bidang tertentu. Akibatnya setelah mereka lulus, mereka

kebingungan mau melaksanakan apa, mau usaha apa dan mau kerja apa.

Untuk itu, pesantren tidak bisa lagi berdiam diri dengan fokus dalam ilmu

keagamaan saja dan tak ada satupun alasan bagi pesantren untuk hanya

1
Setyorini Pradiyati, Pola Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pondok Pesantren, (Jakarta:
Departemen Agama RI, 2003), hal. 20.
2
H.M Annas Mahduri, dkk, Panduan Organisasi Santri (Edisi Revisi), (Jakarta: CV.
Kathoda, 2005), hal. 1.
3
Wawancara dengan K.H. Abdul Qodir Jaelani selaku pengasuh Pondok Pesantren Nurul
Hidayah Kandung Kebumen, pada tanggal 29 November 2021.

2
mempertahankan masa lalu tanpa memikirkan masa depan terlebih lagi di era

pasca pandemi Covid-19 ini.

Solusi yang paling baik dalam menjawab permasalahan para alumni

pesantren adalah dengan melalui pendidikan life skill (keterampilan hidup).

Pendidikan pesantren berbasis life skill ini pada prinsipnya untuk

menjembatani permasalahan yang sering dialami santri, khususnya

alumninya. Banyak alumni pondok pesantren, meski secara keilmuan relatif

berhasil dan diakui di masyarakat, bahkan cenderung ditokohkan di

daerahnya masing-masing, namun dalam segi perekonomian, persaingan kerja

dan lain sebagainya mereka sering kali mengalami masalah. Oleh sebab itu

diupayakan langkah tertentu, khususnya dalam melatih keterampilan hidup

bagi para santri dan ustadz.

Dalam menyikapi hal tersebut, tidak banyak pondok pesantren

khususnya di Kebumen yang menerapkan pendidikan life skill untuk para

pada santri-santrinya guna meningkatkan jiwa kemandirian santri. Namun

Pondok Pesantren Nurul Hidayah, Bandung, Kebumen hadir dengan

pendidikan life skill dalam meningkatkan jiwa para santrinya melalui kegiatan

entrepreneurshipnya. Pengaplikasian pendidikan berbasis life skills di

pesantren Nurul Hidayah, Bandung, Kebumen diharapkan mampu melahirkan

output santri yang berkualitas dan kompetitif. Selain itu pendidikan ini

didesain untuk membekali santri dalam menghadapi dan memecahkan

problema hidup dan kehidupan.4

4
Wawancara dengan K.H. Abdul Qodir Jaelani selaku pengasuh Pondok Pesantren Nurul
Hidayah Kandung Kebumen, pada tanggal 29 November 20211.

3
Pondok Pesantren Darul
Falah Be-Songo Ngaliyan
Semarang meru-
pakan salah suatu
lembaga pesantren yang
menarik untuk dijadikan
tempat atau tujuan
penelitian. Hal itu karena
pondok pesantren tersebut
telah melaksanakan
program-program yang
berorientasi ke masa
depan.

4
Hal ini terlihat dalam
beberapa program, di
antaranya menerapkan ke-
satuan antara teori dan
praktik, akademik yang
totalitas, membentuk
generasi Muslim yang
Islami. Meskipun
pesantren ini tergolong
baru,
namun pesantren ini
mampu menerapkan
pendidikan pesantren ber-
basis life skills dengan baik

5
Pondok Pesantren Darul
Falah Be-Songo Ngaliyan
Semarang meru-
pakan salah suatu
lembaga pesantren yang
menarik untuk dijadikan
tempat atau tujuan
penelitian. Hal itu karena
pondok pesantren tersebut
telah melaksanakan
program-program yang
berorientasi ke masa
depan.

6
Hal ini terlihat dalam
beberapa program, di
antaranya menerapkan ke-
satuan antara teori dan
praktik, akademik yang
totalitas, membentuk
generasi Muslim yang
Islami. Meskipun
pesantren ini tergolong
baru,
namun pesantren ini
mampu menerapkan
pendidikan pesantren ber-
basis life skills dengan baik

7
Pondok Pesantren Darul
Falah Be-Songo Ngaliyan
Semarang meru-
pakan salah suatu
lembaga pesantren yang
menarik untuk dijadikan
tempat atau tujuan
penelitian. Hal itu karena
pondok pesantren tersebut
telah melaksanakan
program-program yang
berorientasi ke masa
depan.

8
Hal ini terlihat dalam
beberapa program, di
antaranya menerapkan ke-
satuan antara teori dan
praktik, akademik yang
totalitas, membentuk
generasi Muslim yang
Islami. Meskipun
pesantren ini tergolong
baru,
namun pesantren ini
mampu menerapkan
pendidikan pesantren ber-
basis life skills dengan baik

9
Pondok Pesantren Darul
Falah Be-Songo Ngaliyan
Semarang meru-
pakan salah suatu
lembaga pesantren yang
menarik untuk dijadikan
tempat atau tujuan
penelitian. Hal itu karena
pondok pesantren tersebut
telah melaksanakan
program-program yang
berorientasi ke masa
depan.

10
Hal ini terlihat dalam
beberapa program, di
antaranya menerapkan ke-
satuan antara teori dan
praktik, akademik yang
totalitas, membentuk
generasi Muslim yang
Islami. Meskipun
pesantren ini tergolong
baru,
namun pesantren ini
mampu menerapkan
pendidikan pesantren ber-
basis life skills dengan baik
Pondok Pesantren Nurul Hidayah, Kebumen merupakan salah suatu

lembaga pesantren yang menarik untuk dijadikan tempat atau tujuan

11
penelitian. Hal itu karena pondok pesantren tersebut telah melaksanakan

berbagai keterampilan dalam meningkatkan jiwa kemandirian santri sejak

puluhan tahun melalui kewirausahaan pondok. Pondok Pesantren ini juga

merupakan pondok dengan unit kewirausahaan terbanyak di Kabupaten

Kebumen bahkan beberapa kali menjadi rujukan.5 Hal ini terlihat dari

beberapa unit usaha dalam meningkatkan kemandirian santri seperti

pembuatan peci, tas, pembuatan tahu, tempe, peternakan dan lain sebagainya.

Meskipun pesantren ini tergolong salaf, namun pesantren ini mampu

menerapkan pendidikan pesantren berbasis life skills dengan baik.

Keterampilan yang diajarkan di Pondok Pesantren Nurul Hidayah,

Kebumen di antaranya adalah keterampilan berdagang (melalui toko

bangunan, toko sembako, toko mainan anak-anak), peternakan (melalui

peternakan kambing), kerajinan (melalui pembuatan peci dan tas), dan

pertanian. Dari kegiatan wirausaha ini, para santri pondok pesantren Nurul

Hidayah diharapkan dapat meningkatkan life skill-nya (keterampilan

hidupnya) serta menumbuhkan jiwa kemandirian mereka.6 Dengan

membangun jiwa kemandirian mereka dan memberi berbagai bekal

keterampilan, diharapkan pada akhirnya lulusan santri siap terjun di

masyarakat dan menepis anggapan tentang santri yang hanya pintar mengaji

saja tanpa dibekali dengan ilmu-ilmu kecakapan hidup.

5
Wawancara dengan K Mufid Munawar, selaku lurah pondok pesantren Nurul Hidayah,
Bandung, Kebumen, pada tanggal 7 Desember 2021
6
Wawancara dengan Khoerul Anwar, selaku ketua pelaksana harian pembuatan peci, pada
tanggal 7 Desember 2021.

12
eskipun lembaga pesantren
tersebut menerapkan
pendidikan ber-
wawasan life skills, namun
tidak meninggalkan tradisi
pesantrennya. Hal
ini didasarkan pada teori
pesantren yang
mengatakan bahwa
pesantren
merupakan salah satu
bentuk lingkungan
“masyarakat” yang unik
dan

13
memiliki tata nilai
kehidupan yang positif.
Selain itu, lembaga
pesantren
ini memiliki tujuan untuk
mendalami ilmu agama
Islam (tafaqquh 
ad-din) dengan
menekankan pentingnya
moral dan pengalaman
ajaran
Islam dalam kehidupan
bermasyarakat
Meskipun Pondok Pesantren Nurul Hidayah, Bandung, Kebumen

menerapkan pendidikan ber-wawasan life skills, namun tidak meninggalkan

tradisi pesantrennya atau ciri khasnya. Hal ini didasarkan pada program

kegiatan pesantren yang masih mempertahankan karakteristik pondok

14
pesantren salaf pada umumnya. Tradisi kepesantrenan ini dapat terlihat pada

beberapa elemen yang kental dengan dunia pesantren, di antaranya, terdapat

santri, kiai, masjid, pondok (asrama) dan kitab klasik. Selain itu, pesantren

Nurul Hidayah Kebumen ini masih menggunakan beberapa metode khas

pesantren yang terkenal dengan nama sorogan, bandungan, hafalan, setoran,

halaqah, bahtsul masail, dan sebagainya.7 Untuk itu pendidikan life skills

dalam meningkatkan kemandirian santri pada Pondok Pesantren Nurul

Hidayah, Kebumen menjadi sesuatu yang cukup menarik untuk diteliti.

Dari berbagai uraian di atas dapat dijelaskan bahwa Pondok Pesantren

Nurul Hidayah merupakan pondok pesantren salaf berbasis wirausaha yang

mempunyai keunikan dan menarik untuk diteliti sehingga peneliti melakukan

penelitian tentang “Pendidikan Life Skill di Pondok Pesantren dalam

Meningkatkan Kemandirian Santri (Studi di Pondok Pesantren Nurul Hidayah

Kebumen).

C. Pembatasan Masalah

Dari uraian latar belakang di atas, agar pembahasan dalam penelitian ini

lebih terarah dan lebih fokus maka penelitian ini dibatasi hanya membahas

apa yang menjadi pokok kajian yaitu tentang pendidikan life skill yang

bersifat kecakapan vokasional (vocational skill), yaitu kecakapan yang

berkaitan dengan suatu bidang kejuruan/keterampilan yang meliputi

keterampilan bermata pencaharian seperti menjahit, bertani, beternak,

keterampilan bekerja, dan kewirausahaan lainnya.

7
Observasi di Pondok Pesantren Nurul Hidayah Bandung Kebumen pada tanggal 29
November 2021.

15
D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka pokok permasalahan yang

akan dikaji lebih lanjut adalah:

1. Bagaimana konsep pendidikan Pondok Pesantren Nurul Hidayah Kebu-

men?

2. Bagaimana aktualisasi pendidikan life skill dalam meningkatkan ke-

mandirian santri di Pondok Pesantren Nurul Hidayah Kebumen?

E. Penegasan Istilah

Sebagai langkah antisipasi agar tidak menimbulkan multi interpretasi,

dan sebagai langkah memfokuskan penelitian lebih terarah, jelas dan

mengena dengan maksimal, maka penting kiranya untuk memberikan

penegasan istilah yang poin-poinnya adalah sebagai berikut:

1. Pendidikan Life Skill

Pendidikan secara bahasa, berasal dari kata “didik” dengan diawali

awalan “pe” dan akhiran “an” yang mengandung arti perbuatan (hal, cara,

dan sebagainya)”.8 Istilah pendidikan ini semula berasal dari bahasa

Yunani yaitu paedagogie yang berarti bimbingan yang diberikan kepada

anak.9 Adapun secara istilah, pendidikan merupakan usaha sadar untuk

menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran atau

latihan bagi peranannya di masa yang akan datang.10 Dalam penelitian ini,

8
Novan Ardy Wiyani, Pendidikan Karakter Berbasis Iman dan Taqwa, (Yogyakarta: Teras,
2012), hal. 81.
9
Agus Wibowo, Pendidikan Karakter: Strategi Membangun Karakter Bangsa
Berperadaban, Cetakan Kedua, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2017), hal. 17.
10
Muhaimin, dkk, Ilmu Pendidikan Islam, (Surabaya: Karya Abditama), hal. 6.

16
pendidikan yang dimaksud adalah bimbingan pelatihan keterampilan untuk

para santri melalui kewirausahaan pesantren.

Selanjutnya adalah life skills. Menurut Lukman Hakim, Kecakapan

hidup (life skill) adalah kecakapan yang dimiliki seseorang untuk berani

menghadapi problema hidup dan kehidupan dengan wajar tanpa merasa

tertekan, kemudian secara proaktif dan kreatif mencari serta menemukan

pemecahannya sehingga akhirnya mampu mengatasinya.11 Dalam peneli-

tian ini life skills yang dimaksud adalah life skill yang bersifat kecakapan

vokasional (vocational skill), yaitu kecakapan yang berkaitan dengan suatu

bidang kejuruan/keterampilan melalui kegiatan kewirausahaan pesantren.

Dengan demikian, pendidikan life skills adalah bimbingan pelati-

han untuk para santri melalui kewirausahaan pesantren agar para santri

mempunyai keterampilan hidup sebagai modal dasar untuk

mempersiapkan diri menghadapi dan mewujudkan masa depan yang lebih

cerah setelah mereka lulus atu mukim dan terjun di masyarakat.

2. Pesantren

Selanjutnya adalah pesantren. Kata pesantren secara etomilogi

berasal dari kata santri yang mendapat awalam “pe” dan akhiran “an” yang

berarti tempat tinggal santri.12 Pesantren secara terminologi didefinisikan

11
Lukman Hakim, Perencanaan Pembelajaran (Bandung: Wacana Prima, 2007), hal. 217.

12
Ahmad Muthohar, Ideologi Pendidikan Pesantren, (Pesantren di Tengah Arus Ideologi-
Ideologi Pendidikan), Cetakan Pertama, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2007), hal. 11.

17
sebagai lembaga pendidikan tradisional Islam untuk mempelajari,

memahami, mendalami, menghayati, dan mengamalkan ajaran Islam.13

Jadi dapat disimpulkan bahwa pesantren adalah sebagai wadah

yang mana di dalamnya terdapat santri yang dapat diajar dan belajar

dengan berbagai ilmu agama dan didukung asrama sebagai tempat tinggal

yang bersifat permanen. Dalam penelitian ini pesantren yang dimaksud

adalah Pondok Pesantren Nurul Hidayah Kebumen.

3. Pondok Pesantren Pesantren Nurul Hidayah

Pondok Pesantren Nurul Hidayah berdiri pada tahun 1991 yang

diprakarsai oleh Romo K.H. Khaulawi yang mempunyai kurang lebih 300

santri dari berbagai penjuru kota. Secara geografis pondok pesantren Nurul

Hidayah terletak di kota Kebumen tepatnya berada di pedukuhan Su’ada,

RT 04/ RW 02 desa Bandung, kecamatan Kebumen, kabupaten Kebumen

atau sekitar 6 km ke arah timur dari pusat kota Kebumen.14

F. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan di atas, maka tujuan yang ingin dicapai

dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mendiskripsikan konsep pendidikan Pondok Pesantren Nurul Hi-

dayah Kebumen.

13
B. Marjani Alwi, Pondok Pesantren: Ciri Khas, Perkembangan, dan Sistem
Pendidikannya, (Jurnal), (Makasar: Universitas Muhammadiyah Makasar, 2016), hal. 207.
14
Dokumentasi Profil Pondok Pesantren Nurul Hidayah Bandung Kebumen diakses pada
tanggal 7 Desember 2021.

18
2. Untuk mendeskripsikan aktualisasi pendidikan life skill dalam

meningkatkan kemandirian santri yang diterapkan oleh Pondok Pesantren

Nurul Hidayah Kebumen.

G. Manfaat Penelitian

Sedangkan manfaat dari penelitian ini dapat dilihat dari dua sudut

pandang, di antaranya:

1. Secara Teoritis

Terdeskripsikannya pendidikan life skill di Pondok Pesantren Nurul

Hidayah Bandung Kebumen dalam meningkatkan kemandirian santri

sehingga penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan decision

meaking bagi para pengasuh Pondok Pesantren, para ustadz dan

stakeholders yang terkait dengan Pondok Pesantren dan menjadi salah satu

dari khasanah strategi mempertahankan eksistensi Pondok Pesantren di

tengah kemajuan zaman dan masa pandemi Covid-19 seperti sekarang ini.

2. Secara praktis

Adapun secara praktis, manfaat penelitian ini adalah sebagai

berikut:

a. Bagi pondok pesantren, penelitian ini diharapkan dapat memberikan

gambaran konkrit bagi pihak-pihak yang terkait/berkepentingan

dengan dunia Pondok Pesantren, seperti: Kyai sebagai pengasuh,

para ustadz/guru yang turut membantu, santri, wali santri, ataupun

pihak lain akan pentingnya pendidikan life skill bagi santri.

19
b. Bagi wali santri dapat memantapkan pilihan alternatif bagi putra-

putrinya tanpa ada keraguan tentang masa depan output anaknya dari

pesantren karena telah dibekali dengan keterampilan hidup.

c. Bagi para santri semakin mantap dalam menatap masa depan tanpa

perlu bersusah payah mencari pekerjaan atau lapangan pekerjaan

akan tetapi justru membuat lapangan pekerjaan khususnya untuk

dirinya sendiri dan bermanfaat pula untuk orang lain pada umumnya.

d. Bagi Peneliti sebagai bekal untuk memperluas pengetahuan serta

menambah wawasan terkait pendidikan life skill santri di Pondok

Pesantren.

BAB II

KAJIAN TEORETIS

A. Landasan Teori

1. Pendidikan Life Skills

a. Pengertian Pendidikan Life Skills

Pendidikan secara bahasa berasal dari kata “didik dengan

diawali awalan “pe” dan akhiran “an” yang mengandung arti perbuatan

20
(hal, cara, dan sebagainya)”.15 Kata pendidikan dari segi bahasa juga

berasal dari kata dasar didik dan diberi awalan men, menjadi mendidik

yaitu kata kerja yang artinya memelihara dan memberi latihan (ajaran).

Pendidikan sebagai kata benda berarti proses perubahan sikap dan

tingkah laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha

mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan.16

Pendidikan secara etimologis, merupakan terjemahan dari

bahaasa Yunani Paedagogiek yang artinya secara terperinci adalah pais

berarti anak, gogos artinya membimbing atau menuntun dan iek artinya

ilmu.17 Dengan demikian pengertian Paedagogiek adalah ilmu yang

membicarakan cara-cara memberikan bimbingan kepada anak.

Sedangkan pendidikan dalam bahasa Inggris diterjemahkan dengan kata

education. Kata ini berasal dari bahasa Yunani educare yang

mengandung arti membawa keluar sesuatu yang tersimpan dalam jiwa

anak, untuk dituntun agar tumbuh dan berkembang.18 Menurut Zakiah

Daradjat, kata pendidikan yang umum kita gunakan sekarang dalam

bahasa Arabnya adalah tarbiyah dengan kata kerja rabba yang artinya

memperbaiki.19

15
Novan Ardy Wiyani, Pendidikan Karakter Berbasis Iman dan Taqwa, (Yogyakarta: Teras,
2012), hal. 81.
16
Mahmud, Pemikiran Pendidikan Islam, Cet ke-1, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2011), hal.
19.
17
Abdul Aziz, Orientasi Sistem Pendidikan Agama di Sekolah, Cetakan I, (Yogyakarta:
Teras, 2010), hal. 1.
18
Ibid.

19
Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, Cet. 10, (Jakarta: Bumi Aksara: 2012), hal. 25.

21
Pendidikan ditinjau dari segi terminologi tidak jauh berbeda

dengan tinjauan etimologi. Ahmad D. Marimba berpendapat bahwa

pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik

terhadap perkembangan jasmani dan rohani anak didik menuju

terbentuknya kepribadian yang utama.20 Pendapat di samping lebih

menekankan pada perbuatan yang agak sempit, karena yang disebutkan

pendidikan hanya cukup bimbingan secara sadar dari pendidik kepada

peserta didik.

Sejalan dengan pendapat di atas, menurut Fuad Ihsan dalam

bukunya yang berjudul “Dasar-dasar Pendidikan”, pendidikan diartikan

sebagai usaha manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan

potensi-potensi pembawaan baik jasmani maupun rohani sesuai dengan

nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat dan kebudayaan. 21 Adapun

menurut Jamaluddin, pendidikan pada hakekatnya adalah proses

pewarisan nilai yang menjadi penolong dan penentu manusia dalam

menjalani kehidupan, sekaligus untuk memperbaiki nasib dan

peradaban umat manusia sejak dahulu hingga pada saat ini.

Menurut UU RI Nomor 20 Tahun 2001 mendefnisikan

pendidikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

20
Abdul Aziz, Orientasi Sistem Pendidikan Agama di Sekolah, Cetakan I, (Yogyakarta:
Teras,2010), hal. 2-3.
21
Fuad Ihsan, Dasar-dasar Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2013), hal. 1-2

22
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,

serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan

negara.22

Dari pengertian-pengertian pendidikan yang dikemukanan oleh

para ahli di atas, secara umum pendidikan dapat dikelompokan menjadi

dua, yaitu (1) pengertian secara sempit yang mengkhususkan

pendidikan hanya untuk anak dan hanya dilakukan oleh lembaga atau

isntitusi khusus dalam kerangka mengantarkan kepada masa

kedewasaan; dan (2) pengertian secara luas yang berlaku untuk semua

orang dan dapat dilaksanakan oleh semua orang.

Sehingga secara terminologi, pendidikan bisa dikatakan sebagai

usaha yang dilakukan dengan sengaja dan sistematis untuk mendorong,

membantu dan membimbing seseorang untuk mengembangkan segala

potensinya serta mengubah diri sendiri, dari kualitas yang satu ke

kualitas yang lain dengan lebih tinggi. Dengan demikian inti pokok

pendidikan adalah usaha pendewasaan manusia seutuhnya (Lahir dan

batin) dalam arti tuntunan yang menuntut agar dididik itu memiliki

kemerdekaan berfikir, merasa, bertindak dan berbicara serta percaya

kepada diri sendiri dengan penuh rasa tanggungjawab dalam setiap

tindakan dan perilaku kehidupan sehari-hari.

Selanjutnya adalah pengertian life skill. Life skill secara bahasa

berasal dari bahasa inggris, yaitu life artinya hidup dan skill yang

22
Rulam Ahmadi, Pengantar Pendidikan: Asas dan Filsafat Pendidikan, (Yogyakarta: Ar-
Ruzz Media, 2016), hal. 38

23
artinya kecakapan, kepandaian, keterampilan. skill dapat pula diartikan

penguasaan suatu bidang.23 Secara harfiah kata “skills” dapat

diterjemahkan dengan “ketrampilan” namun dalam konteks ini

maknanya menjadi terlalu sempit atau konsepnya kurang luas dari

makna yang sebenarnya. Oleh karena itu kata yang dipandang lebih

memadai untuk menerjemahkan kata skills dalam konteks ini adalah

“kecakapan”.24

Secara konseptual, life skill (kecakapan hidup) dapat diartikan

sebagai kecakapan hidup yang dimiliki seseorang untuk mau dan berani

menghadapi problema hidup dan kehidupan secara wajar tanpa tertekan,

kemudian proaktif dan kreatif serta menemukan solusi sehingga

akhirnya mampu mengatasinya.25 Menurut Anwar Kecakapan hidup

adalah sebuah rangkaian tentang pengetahuan dari dalam diri seseorang

untuk memecahkan masalah dari sebuah pengalaman hidupnya. Oleh

sebab itu life skills dapat diartikan sebagai kecakapan untuk hidup.26

Pendidikan kecakapan hidup sangat dibutuhkan dalam

pengembangan potensi dan kreatifitas peserta didik. Dalam mengartikan

pendidikan life skill atau pendidikan kecakapan hidup terdapat

perbedaan pendapat, namun esensinya tetap sama. Brolin dalam

23
Moh. Rosyid, Pendidikan Life Skill, (Kudus: STAIN Kudus Press, 2007), hal. 26

24
Sri Sumarni, Jurnal Ilmu Pendidikan Islam, Kajian Tentang Konsep, Problem dan Prospek
Pendidikan Islam, (Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga, Fakultas Tarbiyah, 2002), hal.172
25
Cakrawala Pendidikln. Februari 2003. Th. XX//. No. 1.

26
Anwar, Pendidikan Kecakapan Hidup, Konsep dan Aplikasi, (Bandung: CV Alfa Beta,
2004), hal. 20

24
Mukni’ah mengartikan life skill atau kecakapan hidup adalah sebagai

kontinum pengetahuan dan kemampuan yang diperlukan oleh seseorang

agar menjadi independen dalam kehidupan.27

Jadi pendidikan life skill adalah pendidikan yang membe rikan

bekal dasar dan latihan yang dilakukan secara benar kepada peserta

didik tentang nilai-nilai kehidupan yang dibutuhkan dan berguna bagi

perkembangan kehidupan peserta didik dan harus dapat merefleksikan

kehidupan nyata dalam proses pengajaran agar peserta didik

memperoleh kecakapan hidup.

b. Landasan Dasar Pendidikan Life Skill

Konsepsi yang dijadikan landasan dan sandaran pendidikan

kecakapan hidup (life skill) adalah undang-undang nomor 20 tahun

2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyatakan bahwa:

1) Dalam bab 1 tentang ketentuan umum pada pasal (1) dinyatakan

bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk

mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta

didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,

kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yangdiperlukan dirinya,

masyarakat, bangsa dan negara. Dalam hal ini ditegaskan bahwa

pendidikan pengembangkan potensi ketrampilan (skill) untuk

merespon kebutuhan masyarakat.

27
Mukni’ah, Membangun Life Skill di Pesantren, Cetakan I, (Jember: AIN Jember Press,
2015), hal. 58.

25
2) Dalam pasal (4) dinyatakan bahwa pendidikan diselenggarakan

mengembangkan kreativitas peserta didik. Kreativitas ditafsirkan

sebagai bentuk ketrampilan (skill)

3) Dalam pasal (12) ayat 1 poin (b) dinyatakan bahwa peserta didik

berhak mendapatkan pelayanan sesuai dengan bakat, minat, dan

kemampuannya

2. Pesantren

a. Pengertian Pesantren

Kata pesantren secara etomilogi berasal dari kata santri yang

mendapat awalam “pe” dan akhiran “an” yang berarti tempat tinggal

santri.28 Pesantren juga berasal dari bahasa sansekerta yang terdiri dari

dua kata yaitu “ Sa” dan “Tra”. “Sa” yang berarti orang yang

berperilaku yang baik, dan “tra” berarti suka menolong.29 Menurut

Hasan Basri, pesantren berasal dari kata santri yang diberi imbuhan pe-

an yang berarti tempat santri.30

Pesantren secara terminologi didefinisikan sebagai lembaga

pendidikan tradisional Islam untuk mempelajari, memahami,

mendalami, menghayati, dan mengamalkan ajaran Islam dengan

menekankan pentingnya moral keagamaan sebagai pedoman perilaku

28
Ahmad Muthohar, Ideologi Pendidikan Pesantren, (Pesantren di Tengah Arus Ideologi-
Ideologi Pendidikan), Cetakan Pertama, (Semarang: Pustaka Rizki Putra: 2007), hal. 11.
29
M. Dian Nafi’, dkk, Praktis Pembelajaran Pesantren, Cetakan I, (Yogyakarta: PT LkiS
Pelangi Aksara, 2007), hal. 23.
30
Hasan Basri, Kapita Selekta Pendidikan, Cetakan I, (Bandung: Pustaka Setia, 2012), hal.
315.

26
sehari-hari.31 Lembaga research Islam (Pesantren Luhur)

mendefinisikan pesantren adalah suatu tempat yang tersedia untuk para

santri dalam menerima pelajaran-pelajaran agama Islam sekaligus

tempat berkumpul dan tempat tinggalnya.32

Menurut H. Nur Syam yang dikutip oleh A. Halim, Pondok

Pesantren merupakan lembaga pendidikan islam yang mengajarkan

ilmu-ilmu keislaman, dipimpin oleh kyai sebagai pemangku/ pemilik

pesantren dan dibantu oleh ustadz atau guru yang mengajarkan ilmu-

ilmu keislaman kepada santri, melalui metode dan teknik yang khas. Di

dalam pondok pesantren selalu ada elemen kyai, santri, masjid, tempat

tinggal santri, teknik pengajaran yang khas dan kitab-kitab rujukan.

Senada dengan pengertian di atas, M. Arifin mengatakan

pondok pesantren adalah suatu lembaga pendidikan agama Islam yang

tumbuh serta diakui masyarakat sekitar, dengan sistem asrama

(komplek) dimana santri-santri menerima pendidikan agama melaui

sistem pengajian atau madrasah yang sepenuhnya berada di bawah

kedaulatan dari leadership seorang atau beberapa kyai dengan ciri-ciri

khas yang bersifat karismatik serta independen dalam segala hal.33

Jadi, dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa

pesantren adalah lembaga pendidikan tradisional Islam untuk

31
B. Marjani Alwi, Pondok Pesantren: Ciri Khas, Perkembangan, dan Sistem
Pendidikannya, (Jurnal), (Makasar: Universitas Muhammadiyah Makasar, 2016), hal. 207.
32
Mujamil Qomar, Pesantren Dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratis Institusi,
(Jakarta: Eralngga, -), hal. 2.
33
Ibid. hal. 2.

27
mempelajari, memahami, mendalami, menghayati, dan mengamalkan

ajaran Islam dengan menekankan pentingnya moral keagamaan sebagai

pedoman perilaku sehari-hari

Terlepas dari semua pengertian di atas karena yang dimaksud

dengan istilah pondok pesantren penulis mendefinisikan sebagai wadah

yang mana di dalamnya terdapat santri yang dapat diajar dan belajar

dengan berbagai ilmu agama dan didukung asrama sebagai tempat

tinggal yang bersifat permanen. Demikian pula sebagai tempat untuk

menyiapkan kader-kader da’i yang profesional dibidang penyiaran

Islam. Untuk itu, pesantren kilat atau pesantren Ramadhan yang

diadakan di sekolah-sekolah umum misalnya, tidak termasuk dalam

pengertian ini.

Jadi dengan demikian peran pendidikan pesantren adalah suatu

sikap atau kegiatan pendidikan lembaga pendidikan Islam untuk

mendalami, menyebarkan ilmu-ilmu ke-Islaman dan menekankan pada

moral keagamaan sebagai pedoman hidup bagi para santri melalui

kegiatan seperti sorogan, hafalan, setoran, dan lain sebagainya.

b. Pendidikan Life Skills di Pesantren

Secara umum dapat dikemukakan, tujuan dari penyelenggaraan

life skills di lingkungan pesantren adalah untuk membantu para santri

mengembangkan kemampuan berpikir, menghilangkan pola pikir atau

kebiasaan yang kurang tepat, dan mengembangkan potensi diri agar

dapat memecahkan problema kehidupan secara konstruktif, inovatif,

28
dan kreatif sehingga dapat menghadapi realitas kehidupan dengan

bahagia, baik secara lahiriah maupun batiniah.34

Meskipun pelaksanaan pendidikan life skills di pesantren dapat

bervariasi, namun perlu diingat bahwa pendidikan life skills harus akrab

lingkungan dan fungsional. Artinya, life skills harus disesuaikan dengan

kondisi santri dan lingkungan, serta memenuhi prinsip-prinsip umum

yang harus dipegang ketika pensantren menyelenggarakan integrasi

dengan pendidikan life skills, yaitu:

1) Tidak mengubah sistem pendidikan yang berlaku.


2) Tidak harus mengubah kurikulum tetapi yang harus dilakukan adalah
kurikulum diorientasikan pada kecakapan hidup
3) Etika sosio-religius bangsa tidak boleh dikorbankan dalam
pendidikan kecakapan hidup (life skills), melainkan justru sedapat
mungkin diintegrasikan dalam proses pendidikan.
4) Pembelajaran kecakapan hidup menggunakan prinsip learning to
know, learning to do, learning to be, dan learning to life together.
5) Pelaksanaan life skills di pesantren menerapkan Manajemen Berbasis
Pondok Pesantren (MBPP).
6) Paradigma learning for life and learning to work dapat dijadikan
sebagai dasar pendidikan, sehingga terjadi pertautan antara
pendidikan dan kehidupan nyata peserta didik (santri).
7) Penyelenggaraan pendidikan senantiasa diarahkan agar santri
menuju hidup sehat dan berkualitas.
8) Mendapatkan pengetahuan, wawasan, dan keterampilan yang luas.
9) Memiliki akses untuk memenuhi standar hidupnya secara layak.35

c. Unsur-Unsur Pendidikan Life Skills di Pesantren

Hampir dapat dipastikan, lahirnya suatu pesantren berawal dari

beberapa elemen dasar yang selalu ada di dalamnya. Ada enam elemen

pesantren, antara satu dengan lainnya tidak dapat di pisahkana. Berikut

34
Suharmoko, Al-Riwayah: Jurnal Kependidikan, Volume 10, Nomor 1, April 2018, 189-
218, ISSN 1979-2549 (e); 2461-0461 (p), hal 9.
35
Ibid, hal. 9-10.

29
ini adalah elemen-elemen yang melekat pada pesantren diantaranya

adalah sebagai berikut:

1) Kiai

Ciri yang paling penting bagi sebuah lembaga pendidikan

pesantren adalah adanya seorang kiai.36 Suatu lembaga pendidikan

Islam disebut pesantren apabila memiliki tokoh sentral yang disebut

kiai. Pada umumnya, sosok kiai sangat berpengaruh, kharismatik,

dan berwibawa sehingga sangat disegani oleh masyarakat di

lingkungan pondok pesantren. Selain itu, biasanya kiai pondok

pesantren adalah sekaligus sebagai penggagas dan pendiri dari

pesantren tersebut.

Dengan demikian, sangat wajar apabila dalam

pertumbuhannya, pesantren sangat tergantung pada peran seorang

kiai.37 Kuatnya otoritas kiai di pesantren, maka mati hidupnya

pesantren banyak ditentukan oleh figur kiai. Sebab bagaimanapun

kiai merupakan penguasa, baik dalam pengertianb fisik maupun

nonfisik yang bertanggungjawab penuh terhadap lembaga

pesantren.38

2) Santri

36
Kiai meruapakan sebuah gelar yang lebih ditujukan kepada seseorang yang memiliki
pengetahuan agama Islam secara mendalam, sekaligus memiliki lembaga pendidikan pesantren.
37
Marjani Alwi, Pondok Pesantren: Ciri Khas, Perkembangan, dan Sistem Pendidikannya,
Op. Cit, hal. 207.
38
Amiruddin Nahrawi, Pembaharuan Pendidikan Pesantren, Cetakan Pertama, (Yogyakarta:
Gama Media, 2003), hal. 27.

30
Santri merupakan orang-orang yang sedang belajar ilmu

agama dari seorang kiai di suatu pesanten.39 Santri adalah siswa atau

murid yang belajar dan merupakan salah satu elemen

penting dalam suatu lembaga pesantren. Seorang ulama dapat

disebut kiai apabila memiliki pesantren dan santri yang tinggal

dalam pesantren untuk mempelajari kitab Islam klasik. Dengan

demikian, eksistensi kiai biasanya juga berkaitan dengan adanya

santri di pesantren.

Santri dibagi menjadi dua yaitu Pertama, santri mukim yaitu

santri yang menetap tinggal bersama kiai dan secara aktif menuntut

ilmu dari seorang kiai. Kedua, santri kalong yaitu seorang murid

yang berasal dari sekitar pondok yang pola belajarnya tidak menetap

dalam lingkungan pesantren, melainkan semata-mata belajar dan

langsung pulang kerumah setiap selesai belajar di pesantren.40

3) Materi

Di dalam pesantren berwawasan kecakapan hidup (life skills)

tidak hanya mengajarkan agama semata akan tetapi adanya

keseimbangan antara materi duniawi dan ukhrowi karena di

dalamnya diajarkan bagaimana cara menyikapi permasalahan yang

ada, mengembangkan potensi, dan diajari bagaimana caranya agar

39
Rulam Ahmadi, Pengantar Pendidikan: Asas & Filsafat Pendidikan, (Yogyakarta: Ar-
Ruzz, 2014), hal. 151.
40
Amiruddin Nahrawi, Pembaharuan Pendidikan Pesantren, Op. Cit.

31
bisa survive di masa mendatang. Adapun cakupan materi pendidikan

life skills di pesantren adalah sebagai berikut:

a) Kecakapan Personal (Self Awarness)


Kecakapan personal yaitu suatu kemampuan berdialog
yang diperlukan oleh seseorang untuk dapat mengaktualisasikan
jati diri dan menemukan kepribadiannya dengan cara menguasai
serta merawat raga dan jiwa atau jasmani dan rohani. Setiap
manusia hendaknya menyadari dan mensyukuri atas kelebihan
dan kekurangan jasmani-rohani yang dimiliki, yang diwujudkan
dalam bentuk kesediaan menjaga kebersihan dan kesehatan,
menjaga keseimbangan dengan mengukur kemampuan diri,
merasa cukup (qanaah), percaya diri, bertindak tepat dan
proporsional (adil), berkemauan untuk mengembangkan diri, serta
bertanggung jawab.
b) Kecakapan Berpikir Rasional (Thinking Skills)
Alam dan seisinya serta kehidupan yang ada di dalamnya
merupakan amanah Allah yang diberikan kepada manusia,
disediakan sebagai fasilitas dan menantang hidupnya agar
menggali ilmu pengetahuan, mengolah dan menggali ilmu
pengetahuan, mengolah dan mengambil manfaat, memecahkan
masalah dan mengambil keputusan yang tepat demi meraih
kesejahteraan dan mewujudkan kemashlahatan di dalamnya.
Kecakapan ini meliputi: 1) Kecakapan menggali informasi. 2)
Kecakapan mengelola informasi. 3) Kecakapan mengambil
keputusan. 4) Kecakapan memecahkan masalah
c) Kecakapan Sosial (Social Skills)
Sebagai mahluk sosial manusia tidak dapat hidup sendiri,
ia membutuhkan bantuan orang lain, tidak hanya sebagai teman
dalam kesendirian, tetapi juga sebagai partner dalam melakukan
sesuatu, baik itu aktivitas ekonomi, sosial, budaya, politik
maupun amal perbuatan yang terkait dengan ibadah kepada
Tuhan. Sehingga sinilah tercipta hubungan untuk tolong
menolong antar manusia. Kecakapan sosial meliputi kecakapan
berkomunikasi dengan empati dan kecakapan bekerjasama.
d) Keterampilan Keahlian Khusus
Keterampilan ini merupakan keterampilan dalam pendala-
man satu atau beberapa jenis keterampilan tertentu, yang nantinya
akan menjadi keterampilan siap pakai dalam kehidupan di
masyarakat. Pemilihan keterampilan ini harus akrab lingkungan
dan fungsional.41

4) Metode

41
Suharmoko, Al-Riwayah: Jurnal Kependidikan, Op. Cit, hal. 14-17.

32
Metode berasal dari bahasa Yunani yaitu methodos yang

berarti cara atau jalan yang ditempuh. Kamus Besar Bahasa

Indonesai mengartikan metode sebagai cara kerja yang bersistem

untuk memudahkan pelaksanaan kegiatan guna mencapai tujuan

yang ditentukan.42

Metode pendidikan life skill di pesantren biasanya

mengunakan On The Job Training dengan bentuk bimbingan

(Coaching/Counseling). On the job training adalah melatih

seseorang untuk mempelajari pekerjaan sambil mengerjakannya.43

Pelatihan diberikan pada saat karyawan bekerja. Sambil bekerja

seperti biasa, karyawan memperoleh pelatihan sehingga dapat

memperoleh umpan balik secara langsung dari pelatihnya.

Coaching/counseling merupakan bentuk pelatihan yang

mengharapkan timbal balik dalam penampilan kerja, dukungan dari

pelatih, dan penjelasan secara perlahan cara melakukan pekerjaan

secara tepat.44

5) Media

Media adalah alat yang mempunyai fungsi menyampaikan

pesan. Media merupakan bentuk jamak dari kata “medium” yang

berasal dari Bahasa Latin yang secara harfiah berarti perantara atau

42
Hasan Basri dan A. Rusdiana, Manajemen Pendidikan dan Pelatihan, Cetakan ke-1,
(Bandung: CV Pustaka Setia, 2015), hal. 116.
43
Ibid, hal. 117.

44
Ibid, hal. 118.

33
pengantar.45 Jadi dengan demikian media adalah segala alat fisik

yang dapat menyajikan pesan serta merangsang siswa untuk belajar.

Dalam kegiatan ppelaksanaan pendidikan dan pelatihan,

media pembelajaran dibedakan menjadi enam, diantaranya adalah

sebagai berikut:

a) Teks. Teks merupakan elemen dasar untuk menyampaikan infor-


masi dalam bentuk berbagai jenis dan bentuk tulisan yang beru-
paya memberi daya Tarik dalam penyampaian informasi.
b) Media Audio. Media audio membantu meningkatkan daya Tarik
terhadap suatu persembahan. Jenis audio termasuk suara latar,
music, atau rekaman suara dan lainnya.
c) Media Visual. Media visual adalah salah satu media yang dapat
memberikan rangsangan visual seperti gambar/foto, sketsa, dia-
gram, began, grafik. Kartun, poster, papan bulletin, dan lainnya.
d) Media proyeksi gerak. Media proyeksi gerak adalah film gerak,
film gelang, program TV, video kaset (CD, VCD atau DVD)
e) Benda-benda tiruan/miniatur seperti benda-benda tiga dimensi
yang dapat disentuh dan diraba oleh peserta pelatihan. Media ini
dibuat untuk mengatasi keterbatasan objek ataupun situasi se-
hingga proses diklat atau pelatihan tetap berjalan dengan baik.
f) Manusia, yaitu instruktur, peserta pelatihan atau pakar/ahli di
bidang atau meteri tertentu.46

d. Tujuan dan Manfaat Pendidikan Life Skills di Pesantren

Secara umum pendidikan yang berorientasi pada kecakapan

hidup bertujuan memfungsikan pendidikan sesuai dengan fitrahnya,

yaitu mengembangkan potensi manusiawi peserta didik untuk

menghadapi perannya di masa mendatang. Secara khusus pendidikan

yang berorientasi pada kecakapan hidup bertujuan untuk

1) Mengaktualisasikan potensi peserta didik sehingga dapat digunakan


untuk memecahkan problema yang dihadapi.

45
Ibid, hal. 124.

46
Ibid, hal. 125-126.

34
2) Memberikan kesempatan kepada sekolah untuk mengembangkan
pembelajaran yang fleksibel sesuai dengan prinsip pendidikan
berbasis luas.
3) Mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya di lingkungan sekolah,
dengan memberi peluang pemanfaatan sumber daya yang ada di
masyarakat, sesuai dengan prinsip manajemen berbasis sekolah. 47

Sedangkan tujuan dari penyelenggaraan kecakapan hidup (life

skills) di lingkungan pesantren adalah untuk membantu peserta didik

(para santri) mengembangkan kemampuan berpikir, menghilangkan

pola berpikir atau kebiasaan yang kurang tepat, dan mengembangkan

potensi diri agar dapat memecahkan problema kehidupan secara

konstruktif, inovatif, dan kreatif sehingga dapat menghadapi realitas

kehidupan dengan bahagia, baik secara lahiriah maupun batiniah.

Dari beberapa tujuan yang ada hampir semua pendidikan

kecakapan hidup (life skills) itu memiliki tujuan yang hampir serupa

yakni mengembangkan kecakapan peserta didik atau santri agar mereka

dapat mengambil keputusan untuk memecahkan masalah yang mereka

hadapi. Pendidikan life skills merupakan trobosan progresif bagi dunia

pendidikan di negeri ini, sehingga harus dimanfaatkan secara maksimal.

Manfaat dari pendidikan life skills ini luar biasa bagi dinamisasi dan

revitalisasi dunia pendidikan di tengah kompetensi massif di segala

aspek kehidupan sekarang ini.

Secara umum manfaat pendidikan kecakapan hidup bagi peserta

didik adalah sebagai bekal dalam menghadapi dan memecahkan

problem hidup dan kehidupan, baik secara pribadi yang mandiri, warga

47
Suharmoko, Al-Riwayah: Jurnal Kependidikan, Op. Cit, hal. 10.

35
masyarakat, maupun sebagai warga negara. Manfaat lain pendidikan

kecakapan hidup adalah bagi pribadi santri di antaranya pendidikan life

skills dapat meningkatkan kualitas berpikir, kualitas kalbu, dan kualitas

fisik. Selain itu, bagi lingkungan di mana santri itu berada atau bagi

masyarakat dapat meningkatkan kehidupan yang maju dan madani. Hal

itu dapat ditandai dengan beberapa indikator, yaitu peningkatan

kesejahteraan sosial, pengurangan perilaku destruktif sehingga dapat

mereduksi masalah-masalah sosial, dan pengembangan masyarakat

secara harmonis.48

B. Kajian Penelitian Terdahulu

Dalam kajian pustaka ini, peneliti berusaha memaparkan beberapa

hasil penelitian terdahulu yang relevan dengan pemikiran yang peneliti

lakukan guna mengetahui dan mendapatkan perspektif ilmiah dari hasil

penelitian terdahulu yang akan sangat membantu peneliti dalam penulisan

skripsi ini. Selain itu, guna membuktikan keaslian dari penelitian yang

peneliti lakukan. Berikut adalah deskripsi singkat hasil penelitian yang

peneliti cantumkan. Diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Penelitian yang dilakukan oleh Musyrif Kamal Jaaul Haq pada tahun 2015,

dengan judul Sistem Pendidikan Pondok Pesantren dalam Meningkatkan

Life Skills Santri (studi kasus Pondok Pesantren Anwarul Huda Karang

Besuki Malang) Program Studi Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tar-

biyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim

48
Ibid, hal. 12.

36
Malang. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif,

pengumpulan data menggunakan wawancara, observasi dan dokumentasi.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa (1) Pondok Pesantren

Anwarul mengelola pendidikannya dengan cara menciptakan model

pendidikan modern yang terintegrasi pada sistem pengajaran klasik dan

materi kitab-kitab kuning. Tetapi semua sistem pendidikan mulai dari

teknik pengajaran, materi pelajaran, sarana dan prasarananya didesain

berdasarkan sistem pendidikan modern. Ada beberapa bidang pengelolaan

pondok pesantren yang digunakan untuk meningkatkan life skills santri

yakni melalui Madrasah Diniyah, Pengajian rutin, organisasi, kurikulum,

sarana prasarana dan pembinaan life skills. (2) Pondok Pesantren Anwarul

Huda memiliki beberapa faktor pendukung sistem pendidikannya

diantaranya yakni: Kemampuan Pengasuh, Pemimpin yang kuat dan

bervisi serta Lingkungan dan Masyarakat; adapun faktor kendala dalam

pengelolaan sistem pendidikan Pondok Pesantren Anwarul Huda

diantaranya yakni: faktor tenaga pengajar, faktor santri, dan faktor

walisantri.49

Persamaan penelitian saudara Musyrif Kamal Jaaul Haq dengan

penelitian yang penulis lakukan sama-sama meneliti life skills santri.

Sedangkan letak perbedaannya adalah saudari Musyrif Kamal Jaaul Haq

bertujuan untuk mengetahui sistem pendidikan di Pondok Pesantren

Anwarul Huda Karang Besuki Malang, sedangkan penulis meneliti


49
Musyrif Kamal Jaaul Haq, Sistem Pendidikan Pondok Pesantren dalam Meningkatkan Life
Skills Santri (studi kasus Pondok Pesantren Anwarul Huda Karang Besuki Malang), Skripsi,
(Malang: Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim, 2015).

37
Pendidikan Life Skills Santri di Pondok Pesantren Nurul Hidayah Bandung

Kebumen.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Zakiyatun Nisa’ pada tahun 2013 dengan

judul Implementasi Program Layanan Life Skills di SMA Muhammadiyah

Muntilan mahasiswi Jurusan Bimbingan dan Konseling Islam Fakultas

Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga

Yogyakarta. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif,

pengumpulan data menggunakan wawancara, observasi dan dokumentasi.

Analisis data dilakukan dengan memilih data yang diperlukan dan mem-

buang data yang tidak diperlukan, selanjutnya data yang ada disajikan

dalam bentuk uraian naratif, dan dari uraian tersebut ditarik kesimpulan.

Hasil penelitian menunjukkan: 1. Dalam pelaksanaan kegiatan

program layanan life skill di SMA Muhammadiyah 1 Muntilan meliputi

keterampilan tangan (handycraft), tata busana, teknisi komputer, teknisi

handphone, presenter dan fotografi. 2. Hasil dengan siswa mengikuti life

skill mereka lebih mandiri serta mampu menumbuhkan jiwa usaha dari

pengalaman prakteknya. Meskipun ada siswa yang terlihat benar-benar

aktif dan tekun mengikuti praktek yang ditugaskan oleh guru dan ada juga

siswa yang terlihat kurang aktif dan cenderung hanya mengobrol dengan

teman sebelahnya.50

Persamaan penelitian saudari Zakiyatun Nisa’ dengan penelitian

yang penulis lakukan sama-sama meneliti life skills di lembaga

50
Zakiyatun Nisa’, Implementasi Program Layanan Life Skills di SMA Muhammadiyah
Muntilan, Skripsi, (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2013).

38
pendidikan. Sedangkan letak perbedaannya adalah saudari Zakiyatun Nisa’

bertujuan untuk mengetahui Program Layanan Life Skills di SMA

Muhammadiyah Muntilan, sedangkan penulis bertujuan unutk meneliti

Pendidikan Life Skills Santri di Pondok Pesantren Nurul Hidayah Bandung

Kebumen.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Alisnawati pada tahun 2020 dengan judul

Pengelolaan Program Kewirausahaan dalam Peningkatan Life Skill Santri

di Pesantren Ar-Risalah Krueng Sabee Aceh Jaya mahasiswi Fakultas Tar-

biyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan teknik

pengumpulan data melalui observasi, wawancara dan dokumentasi.

Hasil penelitian menunjukan bahwa pengelolaan terhadap program

kewirausahan di Pesantren Ar-Risalah sudah baik. Hal ini dapat dilihat

dari: (1) perencanaan program kewirausahaan yang telah dilaksanakan

dengan baik. Baik dari menyusun jenis program kewirausahaan yang akan

diterapkan, meninjau kembali kapasitas SDM dan dana awal yang

diperoleh untuk menjalankan program-program kewirausahaan tersebut.

Kemudian penentuan penanggung jawab dari masing-masing program

kewirausahan yang telah diterapkan, agar tujuan yang ingin dicapai sesuai

yang diharapkan. (2) pelaksanaan kegiatan program kewirausahan

dilaksanakan setiap hari pada jam yang telah ditentukan yang tidak

mengganggu aktivitas belajar lainnya. Santri diajarkankan praktek secara

langsung dan diberikan tanggung jawab penuh terhadap pengelolaan

39
program kewirausahaan. (3) evaluasi program kewirausahaan dilakukan

oleh pimpinan dengan cara melihat perkembangan atau keberhasilannya

yang dicapai serta melihat laporan dari keuangan yang diperoleh dan juga

memberikan arahan dan motivasi kepada santri.51

Persamaan penelitian saudari Alisnawati dengan penelitian yang

penulis lakukan sama-sama meneliti life skills santri. Sedangkan letak

perbedaannya adalah saudari Alisnawati bertujuan untuk mengetahui

Pengelolaan Program Kewirausahaan dalam Peningkatan Life Skill Santri

di Pesantren Ar-Risalah Krueng Sabee Aceh Jaya, sedangkan penulis

meneliti Pendidikan Life Skills Santri di Pondok Pesantren Nurul Hidayah

Bandung Kebumen.

51
Alisnawati, Pengelolaan Program Kewirausahaan dalam Peningkatan Life Skill Santri di
Pesantren Ar-Risalah Krueng Sabee Aceh Jaya, Skripsi, (Banda Aceh: Universitas Islam Negeri
Ar-Raniry Banda Aceh, 2020).

40
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Penelitian yang dikaji dalam skripsi ini adalah penelitian kualitatif.

Penelitian kulaitatif adalah suatu penelitian yang ditujukan untuk

mendeskripsikan dan menganalisis fenomena, peristiwa, aktivititas sosial,

sikap, kepercayaan, persepsi, pemikiran orang secara individual maupun

kelompok. 52
Penulis menghimpun data dengan melalui pengamatan yang

seksama dan mendalam, mencakup deskripsi dalam konteks yang mendetail

disertai catatan-catatan hasil wawancara yang mendalam, serta hasil analisis

dokumen dan catatan-catatan. John W. Creswell mengatakan bahwa

penelitian kualitatif merupakan metode-metode untuk mengeksplorasi dan

memahami makna yang oleh sejumlah individu atau sekelompok orang

dianggap berasal dari masalah sosial atau kemanusiaan.53

Sejalan dengan pendapat di atas, menurut Nyoman Kutha Ratna,

Bagdon dan Taylor mendefinisikan bahwa penelitian kualitatif adalah

penelitian yang menghasilkan data deskripsi berupa kata-kata tertulis atau

lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamatil.54

52
Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, Cetakan Kedelapan,
(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012), hal. 60.
53
John W. Creswell, Research Design: Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar), hal. 4.
54
Lexy. J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009),
hal. 3.

41
Peneliti mengadopsi penelitian kualitatif dengan menggunakan

pendekatan studi kasus dengan tujuan untuk mendapatkan penghimpunan

data, memperoleh pemahaman secara mendalam akan fenomena. Menurut

Sukmadinata. penelitian studi kasus (case study) difokuskan pada satu

fenomena saja yang dipilih dan ingin dipahami secara mendalam dengan

mengabaikan fenomena-fenomena yang lain.55

B. Desain Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode deskriptif analitik.

Deskriptif analitik merupakan metode dengan cara menguraikan sekaligus

menganalisi.56 Dalam penelitian ini, penulis mendeskripsikan dan

menganalisis dari data-data yang telah dikumpulkan yang berupa tulisan,

dokumen, gambar, wawancara, fenomena, peristiwa, aktivitas sosial, sikap,

kepercayaan, persepsi, pemikiran orang secara individu maupun kelompok

untuk dideskripsikan dan dianalisis secara mendalam.57

Dengan menggunakan mendekatan studi kasus dan metode deskriptif

analitik, Pendidikan Life Skills di Pondok Pesantren Nurul Hidayah Kebumen

akan dapat dipaparkan dan dianalisis secara lebih mendalam yang nantinya

dapat memudahkan penulis untuk dapat mengambil kesimpulan yang baik

dan mendapatkan pemahaman yang tepat dan utuh dalam mencapai tujuan

penelitian yang ditentukan

55
Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, Op. Cit, hal.

56
Nyoman Kutha Ratna, Metodologi Penelitian: Kajian Budaya dan Ilmu-Ilmu Sosial
Humaniora pada Umumnya, cetakan 1, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hal. 336.
57
Nana Syaodah Sukamdinata, Metode Penelitian Pendidikan, Op. Cit, hal. 60.

42
C. Subyek Penelitian

Subyek penelitian adalah sumber utama data penelitian, yaitu data

mengenai variabel-variabel yang diteliti.58 Dalam penentuan subjek

penelitian, penulis menggunakan teknik purposive sampling dan snowball

sampling. Purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber

data dengan pertimbangan tertentu, misalnya orang tersebut dianggap paling

tahu mengenai apa yang kita harapkan.59 Sehingga Subjek penelitian dalam

penelitian ini adalah pengasuh Pondok Pesantren, dewan masyayikh dan lurah

pondok sebagai pemberi informasi kunci.

Ketiganya peneliti anggap sebagai pihak-pihak yang paling

mengetahui tentang pendidikan Life Skills di Pondok Pesantren Nurul

Hidayah Bandung Kebumen dengan alasan bahwa Kyai sebagai pengasuh

merupakan penanggungjawab dari semua kegiatan yang ada di Pondok,

dewan Masyayikh merupakan majlis para Kyai Pondok yang berperan dalam

pengambilan keputusan/kebijakan pondok, dan lurah Pondok merupakan

tangan kanan pengasuh dalam mengurusi semua kegiatan santri. Selain itu

untuk memperdalam informasi, subjek penelitian didapatkan melalui metode

snowball sampling (efek bola salju) sehingga melibatkan informan tambahan

yang meliputi beberapa pengurus dimana informasi yang diperoleh dari hasil

wawancara, observasi, dan dokumentasi yang ada.

D. Teknik Pengumpulan Data

58
Saefuddin Azwar, Metode Penelitian, Cetakan XI, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset,
2010), hal. 34.
59
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan :Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D
(Bandung: Alfabeta, 2011), hal. 300.

43
Untuk dapat memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini,

peneliti menggunakan beberapa teknik pengumpulan data, diantaranya

adalah:

1. Observasi

Observasi berasal dari bahasa Latin yang berarti memperhatikan

dan mengikuti.60 Menurut Nana Syaodih Sukmadinata, observasi atau

pengamatan merupakan suatu teknik atau cara mengumpulkan data dengan

jalan mengadakan pengamatan terhadap kegiatan yang sedang

berlangsung. Menurut Muhammad Ali dalam Mahmud, observasi adalah

penelitian yang dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan terhadap

objek, basik secara langsung maupun tidak langsung.61

Observasi dilakukan untuk megamati dan mencatat suatu obyek

dengan sistematika fenomena yang diselidiki. Metode ini digunakan untuk

mengamati, mendengarkan dan mencatat langsung terhadap Pendidikan

Life Skill di Pondok Pesantren Nurul Hidayah Bandung Kebumen.

2. Interview/wawancara

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) wawancara adalah

tanya jawab dengan seseorang.62 Menurut Hadi Sabari Yunus, wawancara

adalah komunikasi dua arah antara pewawancara dan yang diwawancara

60
Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, Op. Cit, hal. 220..

61
Mahmud, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: Pustaka Setia, 2011), hal. 168.

62
Menuk Hardaniwati, dkk, Kamus Pelajar: Sekolah Lanjutkan Tingkah Pertama, Cetakan
Kedua, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset, 2003), hal. 785.

44
secara langsung.63 Moloeng mengartikan wawancara adalah percakapan

dengan maksud tertentu. Percakapan ini dilakukan oleh dua pihak, yaitu

pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara yang

memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut.64

Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa

wawancara digunakan oleh peneliti untuk menilai pendidikan life skills di

Pondok Pesantren Nurul Hidayah, untuk mendapatkan data yang

informatik dan orientik. Teknik interview atau wawancara yang digunakan

adalah jenis wawancara terstruktur yang menyerupai daftar pertanyaan dan

survey tertulis, yakni mengharuskan pewawancara membuat kerangka dan

garis-garis besar atau pokok-pokok yang akan ditanyakan dalam proses

wawancara. Penyusunan pokok-pokok ini dilakukan sebelum wawancara.

Selain itu, peneliti menggunakan teknik wawancara tak berstruktur

dikarenakan peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang

tersusun secara sistematis tetapi hanya berupa garis besar atau pedoman

umum saja.

3. Dokumentasi

Dokumentasi adalah teknik pengumpulan data yang tidak langsung

ditujukan pada subjek penelitian, tetapi melalui dukumen. Menurut

Mahmud, dokumen adalah catatan tertulis yang isinya merupakan

pertanyaan tertulis yang disusun oleh seseorang atau lembaga untuk

63
Hadi Sabari Yunus, Metodologi Penelitian: Wilayah Kontemporer, Cetakan I,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hal. 357.
64
Lexy. J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, Op. Cit, hal. 135.

45
keperluan pengujian suatu peristiwa, dan berguna bagi sumber data, bukti,

informasi kealamiahan yang sukar diperoleh, sukar ditemukan dan

membuka kesempatan untuk lebih memperluas pengetahuan terhadap

sesuatu yang diselidiki.65 Dokumentasi dapat berupa catatan, foto, buku,

surat kabar/internet, majalah, agenda, atatan rapat, aturan-aturan yang

digunakan dalam kalangan sendiri dan data berupa film atau video.

Metode dokumentasi ini digunakan dalam penelitian untuk mengumpulkan

data dari sumber di lapangan.

4. Triangulasi Data

Dengan teknik triangulasi data maka penulis akan mengumpulkan

data dengan menggabungkan berbagai teknik pengumpulan data yang

sudah ada66. Tujuan dari tringulasi data ini adalah bukan untuk mencari

kebenaran tentang beberapa fenomena, tetapi lebih pada peningkatan

pemahaman peneliti terhadap apa yang telah ditemukan.

Dengan teknik ini akan lebih meningkatkan kekuatan data, bila

dibandingkan dengan satu pendekatan saja. Dengan metode ini akan

diketahui apakah suatu data dinyatakan valid atau tidak. Peneliti

menggunakan observasi, wawancara, dan dokumentasi utuk sumber data

yang sama secara serempak.

65
Mahmud, Metode Penelitian Pendidikan, Op.Cit, hal. 183.

66
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan :Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D
(Bandung: Alfabeta, 2011), hal. 241.

46
Berikut ini adalah gambaran tringulasi teknik pengumpulan data.

Wawancara Observasi

Dokumentasi
Gambar.1 Tringulasi Teknik Pengumpulan Data.67

E. Teknik Analisis Data

Dalam hal analisis data kualitatif, Bogdan menyatakan bahwa “data

analysis is the process of systematically searching and arranging the

interview transcripts, fieldnotes, and other materials that you to present what

you have discovered to others”.68

Pengertian di atas dapat diartikan bahwa analisis data adalah proses

mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil

wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga dapat

dipahami, dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain. Analisis

data yang penulis lakukan yaitu dengan menggorganisasikan data,

menjabarkannya ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam

pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat

kesimpulan yang dapat diinformasikan atau diceritakan kepada orang lain.

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

analisis data kualitatif. Adapun pelaksanaan penelitian ini mengacu pada

pendapat Miles & Huberman dengan tahapan sebagai berikut:

1. Data Reduction (Reduksi Data)


67
Ibid, hal. 273.

68
Ibid, hal. 244.

47
Menurut Mahmud, reduksi data adalah proses memilih,

menyederhanakan, memfokuskan, mengabstraksi dan mengubah data

kasar. Pada tahap ini, peneliti merangkum, mengambil data yang pokok

dan penting, membuat kategori berdasarkan huruf besar, kecil, dan angka.

2. Data Display (Penyajian data)

Menurut Mahmud, sajian data merupakan suatu cara merangkai

data dalam suatu organisasi yang memudahkan untuk pembuatan

kesimpulan dan/atau tindakan yang diusulkan.69 Setelah data direduksi,

maka langkah selanjutnya adalah mendisplaykan data. Penyajian data

dilakukan dalam bentuk tabel, grafik, pictogram dan sebagainya. Melalui

penyajian data tersebut, maka data terorganisasikan, tersusun dalam pola

hubungan, sehingga akan semakin mudah dipahami.

3. Conclusion Drawing/Verification

Menurut Mahmud, verifikasi data adalah penjelasan tentang makna

data dalam suatu konfigurasi yang jelas menunjukkan alur kausalnya,

sehingga dapat diajukan proposisi yang terkait dengannya. Kesimpulan

akhir tidak hanya terjadi pada waktu proses pengumpulan data saja, akan

tetapi perlu diverifikasi agar benar-benar dapat dipertanggungjawabkan. 70

Secara skematis proses analisis data menggunakan model analisis

data interaktif Miles dan Huberman dapat dilihat pada bagan berikut:

Penyajian Data
Pengumpulan Data
69
Mahmud, Metode Penelitian Pendidikan, Op.Cit, hal. 93.

70
Ibid.

Reduksi Data Verifikasi/ Penarikan


48 Kesimpulan
Gambar. 2. Model Analisis Data Interaktif Miles dan Huberman71

Dengan demikian kesimpulan dalam penelitian kualitatif mungkin

dapat menjawab rumusan masalah yang dirumuskan sejak awal, tetapi

mungkin juga tidak, karena seperti yang telah dikemukakan bahwa masalah

dan rumusan masalah dalam penelitian kualitatif masih bersifat sementara dan

bisa berkembang setelah peneliti berada di lapangan. Sehingga kesimpulan

dalam penelitian kualitatif ini bisa merupakan temuan baru yang sebelumnya

belum pernah ada.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Rulam, (2016). Pengantar Pendidikan: Asas dan Filsafat Pendidikan,


Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

71
Ibid.

49
Alisnawati, (2020). Pengelolaan Program Kewirausahaan dalam Peningkatan
Life Skill Santri di Pesantren Ar-Risalah Krueng Sabee Aceh Jaya,
Skripsi, Banda Aceh: Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda
Aceh.

Alwi, B. Marjani, (2016). Pondok Pesantren: Ciri Khas, Perkembangan, dan


Sistem Pendidikannya, (Jurnal), Makasar: Universitas
Muhammadiyah Makasar.

Anwar, (2004). Pendidikan Kecakapan Hidup, Konsep dan Aplikasi, Bandung:


CV Alfa Beta.

Aziz, Abdul, (2010). Orientasi Sistem Pendidikan Agama di Sekolah, Cetakan I,


Yogyakarta: Teras.

Azwar, Saefuddin, (2010). Metode Penelitian, Cetakan XI, Yogyakarta: Pustaka


Pelajar Offset.

Basri, Hasan dan A. Rusdiana, (2015). Manajemen Pendidikan dan Pelatihan,


Cetakan ke-1, Bandung: CV Pustaka Setia.

Basri, Hasan, (2012). Kapita Selekta Pendidikan, Cetakan I, Bandung: Pustaka


Setia.

Cakrawala Pendidikln. Februari 2003. Th. XX//. No. 1.

Creswell, John W., Research Design: Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan


Mixed, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Daradjat, Zakiah, (2012). Ilmu Pendidikan Islam, Cet. 10, Jakarta: Bumi Aksara.

Hakim, Lukman, (2007). Perencanaan Pembelajaran, Bandung: Wacana Prima.

Haq, Musyrif Kamal Jaaul, (2015). Sistem Pendidikan Pondok Pesantren dalam
Meningkatkan Life Skills Santri (studi kasus Pondok Pesantren
Anwarul Huda Karang Besuki Malang), Skripsi, Malang: Universitas
Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim.

Hardaniwati, Menuk, (2003). dkk, Kamus Pelajar: Sekolah Lanjutkan Tingkah


Pertama, Cetakan Kedua, Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset.

Ihsan, Fuad, (2013). Dasar-dasar Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta.

Mahduri, H.M Annas, dkk, (2005). Panduan Organisasi Santri (Edisi Revisi),
Jakarta: CV. Kathoda.

Mahmud, (2011). Pemikiran Pendidikan Islam, Cet ke-1, Bandung: CV Pustaka


Setia.

50
Moleong, Lexy. J., (2009). Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.

Muhaimin, dkk, Ilmu Pendidikan Islam, Surabaya: Karya Abditama.

Mukni’ah, (2015). Membangun Life Skill di Pesantren, Cetakan I, Jember: AIN


Jember Press.

Muthohar, Ahmad, (2007). Ideologi Pendidikan Pesantren, (Pesantren di Tengah


Arus Ideologi-Ideologi Pendidikan), Cetakan Pertama, Semarang:
Pustaka Rizki Putra.

Nafi’, M. Dian, dkk, (2007). Praktis Pembelajaran Pesantren, Cetakan I,


Yogyakarta: PT LkiS Pelangi Aksara.

Nahrawi, Amiruddin, (2003). Pembaharuan Pendidikan Pesantren, Cetakan


Pertama, Yogyakarta: Gama Media.

Nisa, Zakiyatun, (2013). Implementasi Program Layanan Life Skills di SMA


Muhammadiyah Muntilan, Skripsi, Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga.

Pradiyati, Setyorini, (2003). Pola Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pondok


Pesantren, Jakarta: Departemen Agama RI.

Qomar, Mujamil, (ed). Pesantren Dari Transformasi Metodologi Menuju


Demokratis Institusi, Jakarta: Eralngga

Ratna, Nyoman Kutha, (2010). Metodologi Penelitian: Kajian Budaya dan Ilmu-
Ilmu Sosial Humaniora pada Umumnya, cetakan 1, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.

Rosyid, Mohammad, (2007). Pendidikan Life Skill, Kudus: STAIN Kudus Press.

Sugiyono, (2011). Metode Penelitian Pendidikan :Pendekatan Kuantitatif,


Kualitatif, dan R & D Bandung: Alfabeta.

Suharmoko, (2018). Al-Riwayah: Jurnal Kependidikan, Volume 10, Nomor 1,


April 2018, 189-218, ISSN 1979-2549 (e); 2461-0461 (p).

Sukmadinata, Nana Syaodih, (2012). Metode Penelitian Pendidikan, Cetakan


Kedelapan, Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Sumarni, Sri, (2002). Jurnal Ilmu Pendidikan Islam, Kajian Tentang Konsep,
Problem dan Prospek Pendidikan Islam, Yogyakarta: IAIN Sunan
Kalijaga, Fakultas Tarbiyah.

Wibowo, Agus, (2017). Pendidikan Karakter: Strategi Membangun Karakter


Bangsa Berperadaban, Cetakan Kedua, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

51
Wiyani, Novan Ardy, (2012). Pendidikan Karakter Berbasis Iman dan Taqwa,
Yogyakarta: Teras.

Yunus, Hadi Sabari, (2010). Metodologi Penelitian: Wilayah Kontemporer,


Cetakan I, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

52

Anda mungkin juga menyukai