Anda di halaman 1dari 16

 

LAPORAN PENDAHULUAN
ASMA BRONCHIAL

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES MANDALA WALUYA
2019
 

TINJAUAN TEORITIS

1.  Definisi Asma


Asma adalah kondisi jangka panjang yang mempengaruhi saluran napas-saluran kecil yang
mengal
mengalirk
irkan
an udara
udara masuk
masuk ke dan keluar
keluar dari
dari paru-p
paru-paru
aru.. Asm
Asmaa adalah
adalah penyaki
penyakitt inflam
inflamasi
asi

(peradangan). Saluran napas penyandang asma biasanya menjadi merah dan meradang. Asma
sangat terkait dengan alergi. Alergi dapat memperparah asma. Namun demikian, tidak semua
 penyandang asma mempunyai alergi, dan tidak semua orang yang mempunyai alergi
menyandang asma (Bull & Price, 2007).
Pada penderita asma, saluran napas menjadi sempit dan hal ini membuat sulit bernapas.
Terjadi beberapa perubahan pada saluran napas penyandang asma, yaitu dinding saluran napas
memben
membengkak
gkak;; adanya
adanya sekump
sekumpula
ulan
n lendir
lendir dan sel-se
sel-sell yang
yang rusak
rusak menutu
menutupi
pi sebagi
sebagian
an salura
saluran
n
napas; hidung mengalami iritasi dan mungkin menjadi tersumbat; dan otot-otot saluran napas
mengencang tetapi semuanya dapat dipulihkan ke kondisi semula dengan terapi yang tepat.
Selama terjadi serangan asma, perubahan dalam paru-paru secara tiba-tiba menjadi jauh lebih
 buruk, ujung saluran napas mengecil, dan aliran udara yang melaluinya sangat jauh berkurang
sehingga bernapas menjadi sangat sulit (Bull & Price, 2007).
2.  Klasifikasi Asma
Berkaitan dengan gangguan saluran pernapasan yang berupa peradangan dan
 bronkokonstriksi, beberapa ahli membagi asma dalam 2 golongan besar, seperti yang dianut
 banyak dokter ahli
ah li pulmonologi (penyakit paru-paru) dari Inggris, yakni:
ya kni:
a)  Asma Ekstrinsik 

Asma ekstrinsik adalah bentuk asma yang paling umum, dan disebabkan karena reaksi alergi
 penderitanya terhadap hal-hal tertentu (alergen), yang tidak membawa pengaruh apa-apa
terhadap mereka yang sehat. Kecenderungan alergi ini adalah “kelemahan keturunan”. Setiap
orang dari lahir memiliki sistem imunitas alami yang melindungi tubuhnya terhadap serangan
dari luar. Sistem ini bekerja dengan memproduksi antibodi.
Pada saat
saat datang
datang serang
serangan,
an, misaln
misalnya
ya dari
dari virus
virus yang memasuki
memasuki tubuh,
tubuh, si
siste
stem
m ini akan
menghi
menghimpu
mpun
n antibo
antibodi
di untuk
untuk mengha
menghadapi
dapi dan berusa
berusaha
ha menump
menumpas
as sang
sang penyera
penyerang.
ng. Dalam
Dalam
 proses mempertahankan diri ini, gejala-gejala permukaan yang mudah tampak adalah naiknya
temperatur tubuh, demam, perubahan warna kulit hingga timbul bercak-bercak, jaringan-jaringan
tertentu memproduksi lendir, dan sebagainya (Hadibroto & Alam, 2006).
 

 b)  Asma Intrinsik 


Asma intrinsik tidak responsif terhadap pemicu yang berasal dari alergen. Asma jenis ini
disebabkan oleh stres, infeksi, dan kondisi lingkungan seperti cuaca, kelembapan dan suhu
tubuh. Asma intrinsi
intrinsik
k biasanya
biasanya berhubungan
berhubungan dengan menurunnya kondisi ketahanan tubuh,
terutama pada mereka yang memiliki riwayat kesehatan paru-paru yang kurang baik, misalnya
karena bronkitis dan radang paru-paru (pneumonia). Penderita diabetes mellitus golongan lansia
 juga mudah terkena asma intrinsik. Penderita asma jenis ini kebanyakan berusia di atas 30 tahun
(Hadibroto & Alam, 2006).

Klasifikasi tingkat penyakit asma dapat dibagi berdasarkan frekuensi kemunculan gejala
(Hadibroto & Alam, 2006).
1.   Intermitten, yaitu sering tanpa gejala atau munculnya kurang dari 1 kali dalam seminggu dan

gejala asma malam kurang dari 2 kali dalam sebulan. Jika seperti itu yang terjadi, berarti faal
(fungsi) paru masih baik.
2.   Persisten ringan, yaitu gejala asma lebih dari 1 kali dalam seminggu dan serangannya sampai
mengganggu aktivitas, termasuk tidur. Gejala asma malam lebih dari 2 kali dalam sebulan.
Semua ini membuat faal paru realatif menurun.
3.   Persisten sedang,  yaitu asma terjadi setiap hari dan serangan sudah mengganggu aktivitas, serta
terjadinya 1-2 kali seminggu. Gejala asma malam lebih dari 1-2 kali seminggu. Gejala asma
malam lebih dari 1 kali dalam seminggu. Faal paru menurun.
4.   Persisten berat , gejala asma terjadi terus-menerus dan serangan sering terjadi. Gejala asma
malam terjadi hampir setiap malam. Akibatnya faal paru sangat menurun.

Klasifikasi tingkat penyakit asma berdasarkan berat ringannya gejala (Hadibroto & Alam,
2006):

1.  Asma akut ringan, dengan gejala: rasa berat di dada, batuk kering ataupun berdahak, gangguan
tidur malam karena batuk atau sesak napas, mengi tidak ada atau mengi ringan, APE ( Arus
( Arus
 Puncak Aspirasi)
Aspirasi) kurang dari 80%.
2.  Serangan asma akut sedang, dengan gejala: sesak dengan mengi agak nyaring, batuk 

kering/berdahak, aktivitas terganggu, APE antara 50-80%.


 

3.  Serangan asma akut berat, dengan gejala: sesak sekali, sukar berbicara dan kalimat terputus-
 putus, tidak bisa barbaring, posisi harus setengan duduk agar dapat bernapas, APE kurang dari
50%.

3.  Etiologi
Menurut The Lung Association of Canada,
Canada , ada dua faktor yang menjadi pencetus asma
(Hadibroto & Alam, 2006):
1.  Pemicu (trigger 
(trigger ) yang mengakibatkan
mengakibatkan mengencang
mengencang atau menyempitnya
menyempitnya saluran
saluran pernapasan
pernapasan
(bronkokonstriksi). Umumnya pemicu yang mengakibatkan bronkokonstriksi termasuk stimulus
sehari-hari seperti perubahan cuaca dan suhu udara dimana cuaca lembab dan hawa pegunungan
yang dingin sering mempengaruhi asma. Atmosfer yang mendadak dingin merupakan faktor 
 pemicu terjadinya serangan asma. Serangan asma kadang-kadang berhubungan dengan musim,
seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga (serbuk sari beterbangan). Selain itu polusi

udara dari luar dan dalam ruang serta asap rokok yang terhirup oleh penderita asma dapat juga
memicu terjadinya serangan asma. Ditambah lagi penderita asma yang memiliki riwayat infeksi
saluran pernapasan misalnya sinusitis dapat mengakibatkan eksaserbasi serangan asma. Penderita
asma harus menjaga kestabilitas dari emosi/stresnya, karena gangguan emosi/stres dapat menjadi
 pencetus serangan asma, selain itu juga dapat memperberat serangan asma yang sudah ada.
Selain itu, jangan berolahraga secara berlebihan. Bagi beberapa orang, jenis olahraga tertentu
dapat menyebabkan udara terperangkap di dalam saluran napas dan membuat sulit bernapas.
Kadang-kadang olahraga dapat menyebabkan serangan asma (Bull & Price, 2007).
2.  Penyebab (inducer 
(inducer ) yang mengakibatkan peradangan (inflammation
( inflammation)) pada saluran pernapasan.
Umumnya penyebab (inducer 
(inducer ) asma adalah alergen
alergen,, yang tampil dalam bentuk ingestan dimana
alergen masuk ke tubuh melalui mulut (dimakan/diminum) terutama makanan dan obat-obatan.
Selain itu, bisa juga dalam bentuk inhalan yaitu alergen yang masuk ke tubuh melalui hidung
atau mulut. Jenis alergen inhalan yang utama adalah tepung sari (serbuk) bunga, tanaman, pohon,
tungau
tungau,, serpih
serpihan
an dan kotora
kotoran
n binata
binatang,
ng, serta
serta jamur.
jamur. Bent
Bentuk
uk lai
lainnya
nnya yaitu
yaitu kontak
kontak langsu
langsung
ng
dengan kulit seperti memakai perhiasan, logam dan jam tangan.

4.  Patofisiologi
 

Berkaitan dengan gangguan saluran pernapasan yang berupa peradangan dan


 bronkokonstriksi, beberapa ahli membagi asma dalam 2 golongan besar yakni asma ekstriksi dan
asma intrinsik
intrinsik (Hadibroto
(Hadibroto & Alam, 2006). Berdasarkan
Berdasarkan klasifikasi
klasifikasi tersebut
tersebut akan dijabarkan
masing-masing dari patofisiologinya.
a)  Asma Ekstrinsik 
Pada asma ekstrinsik alergen menimbulkan reaksi yang hebat pada mukosa bronkus yang
mengakibatkan konstriksi otot polos, hiperemia serta sekresi lendir putih yang tebal. Mekanisme
terjad
terjadinya
inya reaksi
reaksi ini telah
telah diketa
diketahui
hui dengan
dengan baik,
baik, tet
tetapi
api sangat
sangat rumit
rumit.. Pender
Penderita
ita yang tel
telah
ah
disensitisasi terhadap satu bentuk alergen yang spesifik, akan membuat antibodi terhadap alergen
yang dihirup itu. Antibodi ini merupakan imunoglobin jenis IgE. Antibodi ini melekat pada
 permukaan sel mast pada
p ada mukosa bronkus. Sel mast tersebut tidak lain daripada basofil yang kita
kenal pada hitung jenis leukosit. Bila satu molekul IgE yang terdapat pada permukaan sel mast
menang
menangkap
kap satu
satu molekul
molekul alerge
alergen,
n, sel mast
mast terseb
tersebut
ut akan memisa
memisahka
hkan
n diri
diri dan melepa
melepaska
skan
n

sejumlah bahan yang menyebabkan konstriksi bronkus. Salah satu contoh yaitu histamin, contoh
lain ialah prostaglandin. Pada permukaan sel mast juga terdapat reseptor beta-2 adrenergik. Bila
reseptor beta-2 dirangsang dengan obat anti asma Salbutamol   (beta-2 mimetik), maka pelepasan
histamin akan terhalang.
 b)  Asma Intrinsik 
Terjadinya asma intrinsik sangat berbeda dengan asma ekstrinsik. Mungkin mula-mula akibat
kepekaa
kepekaan
n yang
yang berleb
berlebiha
ihan
n (hiper
(hipersen
sensit
sitivi
ivitas
tas)) dari
dari serabut
serabut-se
-serab
rabut
ut nervus
nervus vagus
vagus yang
yang akan
merangsang bahan-bahan iritan di dalam bronkus dan menimbulkan batuk dan sekresi lendir 
melalui satu refleks. Serabut-serabut vagus, demikian hipersensitifnya sehingga langsung
menimbulkan refleks konstriksi bronkus. Atropin bahan yang menghambat vagus, sering dapat
menolo
menolong
ng kasus-
kasus-kas
kasus
us sepert
sepertii ini.
ini. Selain
Selain itu lendir
lendir yang
yang san
sangat
gat lengke
lengkett akan disekr
disekresi
esikan
kan
sehingga pada kasus-kasus berat dapat menimbulkan sumbatan saluran napas yang hampir total,
sehingga berakibat timbulnya status asmatikus, kegagalan pernapasan dan akhirnya kematian.
Rangsangan yang paling penting untuk refleks ini ialah infeksi saluran pernapasan oleh flu
(common cold), adenovirus dan juga oleh bakteri seperti hemophilus influenzae. Polusi udara
oleh gas iritatif asal industri, asap, serta udara dingin juga berperan, dengan demikian merokok 
 juga sangat merugikan (Herdinsibuae dkk, 2005).

5.  Sel Inflamasi


 

Sel-sel inflamasi yang terlibat dalam patofisiologi asma terutama adalah sel mast, limfosit, dan
eosinofil.
a)  Sel mast
Sel ini sudah lama dikaitkan dengan penyakit asma dan alergi, karena ia dapat melepaskan
 berbagai mediator inflamasi, baik yang sudah tersimpan atau baru disintesis, yang bertanggung-
 jawab terhadap beberapa tanda asma dan alergi. Berbagai mediator tersebut antara lain adalah
histamine (yang disintesis dan disimpan di dalam granul sel dan dilepas secara cepat ketika sel
mast teraktivasi), prostaglandin PGD2 dan leukotrien LTC4 (yang baru disintesis setelah ada
aktivasi), dan sitokin (yang disintesis dalam waktu yang lebih lambat dan berperan dalam reaksi
fase lambat). Sel mast diaktivasi oleh alergen melalui ikatan suatu alergen dengan IgE yang telah
melekat pada reseptornya (Fcereceptor) di permukaan sel mast. Adanya ikatan cross-linking
antara alergen dengan IgE tersebut memicu serangkaian biokimia didalam Sel yang kemudian
menyebabkan terjadinya degranulasi sel mast. Degranulasi adalah peristiwa pecahnya sel mast

yang menyebabkan pelepasan berbagai mediator inflamasi.


 b)  Limfosit
Peran limfosit dalam asma semakin banyak mendapat dukungan fakta, antara lain dengan
terdapatnya produk-produk limfosit yaitu sitokin pada biopsy bronchial pasien asma. Selain itu,
sel-sel limfosit juga dijumpai pada cairan bronkoalveolar pasien asma pada reaksi fase lambat.
Limfosit sendiri terdiri dari dua tipe yaitu limfosit T dan limfosit B. Limfosit T masih terbagi
lagi menjadi dua subtipe yaitu Th1 dan Th2 (T helper 1 dan T helper 2). Sel Th2 memproduksi
 berbagai sitokin yang berperan dalam reaksi inflamasi sehingga disebut sitokin prainflamasi,
sepert
sepertii IL-3,
IL-3, IL-4,
IL-4, IL-6,
IL-6, IL-9,
IL-9, dan IL-13.
IL-13. Sitoki
Sitokin-s
n-sito
itokin
kin ini nampakn
nampaknya
ya berfun
berfungsi
gsi dalam
dalam
 pertahanan tubuh terhadap pathogen ekstrasel. IL-4 dan IL-13 misalnya, dia bekerja
mengaktivasi sel limfosit
limfosit B untuk memproduksi IgE, yang nantinya akan menempel pada sel-sel
inflamasi sehingga terjadi pelepasan berbagai mediator inflamasi.
c)  Eosinofil
Banyak hasil penelitian menunjukkan bahwa eosinofil berkontribusi terhadap patofisiologi
 penyakit alergi pada saluran nafas. Dijumpai adanya kaitan yang erat antara keparahan asma
dengan keberadaan eosinofil di saluran
saluran nafas yang terinflamasi,
terinflamasi, sehiingga inflamasi pada asma
atau alergi sering disebut juga inflamasi eosinofilia. Eosinofil mengandung berbagai protein

granul seperti: major inflamasi eosinifilia (MBP), eosinophil peroxidase(EPO), dan eosinophil
 

cationic probasic protein (ECP), yang dapat menyebabkan kerusakan epitelium saluran nafas,
menyebabkan hiperresponsivitas bronkus, sekresi mediatorbdari sel mast dan basofil, serta secara
langsung menyebabkan kontraksi otot polos saluran nafas (Bussed an Reed, 1993). Selain itu,
 beberapa produk eosinofil seperti LCT4, PAF, dan metabolit oksigen toksik dapat menambah
keparahn asma.

6.  Manifestasi Klinis


a)  Tanda
Sebelum muncul suatu episode serangan asma pada penderita, biasanya akan ditemukan
tanda-tanda awal datangnya asma. Tanda-tanda awal datangnya asma memiliki sifat-sifat sebagai
 berikut, yaitu sifatnya unik untuk setiap individu, pada individu yang sama, tanda-tanda
 peringatan awal bisa sama, hampir sama, atau sama sekali berbeda pada setiap episode serangan
dan tanda peringatan awal yang paling bisa diandalkan adalah penurunan dari angka prestasi

 penggunaan “ Preak Flow Meter ””..


Beberapa contoh tanda peringatan awal (Hadibroto & Alam, 2006) adalah perubahan dalam
 pola pernapasan, bersin-bersin, perubahan suasana hati (moodiness
moodiness),
), hidung mampat, batuk,
gatal-gatal pada tenggorokan, merasa capai, lingkaran hitam dibawah mata, susah tidur, turunnya
toleransi
toleransi tubuh terhadap
terhadap kegiatan
kegiatan olahraga
olahraga dan kecenderungan
kecenderungan penurunan prestasi dalam
 penggunaan Preak
 penggunaan  Preak Flow Meter .
 b)  Gejala
(1)  Gejala Asma Umum
Perubahan saluran napas yang terjadi pada asma menyebabkan dibutuhkannya usaha yang
 jauh lebih keras untuk memasukkan dan mengeluarkan udara dari paru-paru. Hal tersebut dapat
memunc
memunculka
ulkan
n gejala
gejala berupa
berupa sesak
sesak napas/s
napas/suli
ulitt bernapa
bernapas,
s, sesak
sesak dada,
dada, men
mengi/
gi/nap
napas
as berbun
berbunyi
yi
(wheezing ) dan batuk (lebih sering terjadi pada anak daripada orang dewasa).
  (2)  Gejala Asma Berat
Gejala asma berat (Hadibroto & Alam, 2006) adalah sebagai berikut yaitu serangan batuk 
yang hebat, napas berat “ngik-ngik”, tersengal-sengal, sesak dada, susah bicara dan
 berkonsentrasi, jalan sedikit menyebabkan napas tersengal-sengal, napas menjadi dangkal dan
cepat
cepat atau
atau lambat
lambat diband
dibanding
ing biasan
biasanya,
ya, pundak
pundak membung
membungkuk,
kuk, lubang
lubang hidung
hidung mengem
mengemban
bang
g

dengan setiap tarikan napas, daerah leher dan di antara atau di bawah tulang rusuk melesak ke
 

dalam, bersama tarikan napas, bayangan abu-abu atau membiru pada kulit, bermula dari daerah
sekitar
sekitar mulut (sianosis
(sianosis),
), serta angka performa
performa penggunaan
penggunaan  Preak Flow Meter dalam wilayah
 berbahaya (biasanya di bawah 50% dari performa terbaik individu).
7.  Komplikasi Asma
Penyakit asma yang tidak ditangani dengan baik lambat-laun akan berakibat pada terjadinya
komplikasi (Mansjoer, 2008) dimana dapat menyebabkan beberapa penyakit sebagai berikut
yaitu, terjadinya pneumotorak, pneumomediastinum, emfisema subkutis, aspergilosis,
atelektasis, gagal napas, bronkitis, fraktur iga, dan bronkopulmonar alergik.
8.  Pemeriksaan Diagnostik 
a)  Pemeriksaan Laboratorium
(1)  Pemeriksaan Sputum
Adanya badan kreola adalah karakteristik untuk serangan asma yang berat, karena hanya
reaksi yang hebat saja yang menyebabkan transudasi dari edema mukosa, sehingga terlepaslah

sekelompok sel-sel epitel dari perlekatannya. Pewarnaan gram penting untuk melibat adanya
 bakteri, cara tersebut kemudian diikuti kultur dan uji resistensi terhadap beberapa antibiotik 
(Muttaqin, 2008).
(2)  Pemeriksaan Darah (Analisa Gas Darah/AGD/astrub)
  (3)  Sel Eosinofil
Sel eosinofil pada klien dengan status asmatikus dapat mencapai 1000-1500/mm 3  baik asma
intrinsik ataupun ekstrinsik, sedangkan hitung sel eosinofil normal antara 100-200/mm 3.
Perbaikan fungsi paru disertai penurunan hitung jenis sel eosinofil menunjukkan pengobatan
telah tepat (Muttaqin, 2008).
 b)  Pemeriksaan Penunjang
(1)  Pemeriksaan Radiologi
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan menunjukan
gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga
intercostalis, serta diafragma yang menurun.
(2)  Pemeriksaan Tes Kulit
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat menimbulkan
reaksi yang positif pada asma.

(3)  Scanning Paru


 

Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi udara selama
serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru.
(4)  Spirometer 
Alat pengukur faal paru, selain penting untuk menegakkan diagnosis juga untuk menilai
 beratnya obstruksi dan efek pengobatan.
(5)   Peak Flow Meter /PFM
/PFM
 Peak flow meter   merupakan
merupakan alat pengukur faal paru sederhana, alat tersebut digunakan untuk 
mengukur jumlah udara yang berasal dari paru. Oleh karena pemeriksaan jasmani dapat normal,
dalam menegakkan diagnosis
diagnosis asma diperlukan
diperlukan pemeriksaa
pemeriksaan
n obyektif
obyektif (spiromete
(spirometer/FEV
r/FEV1
1 atau
PFM). Spirometer lebih diutamakan dibanding PFM karena PFM tidak begitu sensitif dibanding
FEV. Untuk diagnosis obstruksi saluran napas, PFM mengukur terutama saluran napas besar,
PFM dibuat
dibuat untuk pemantau
pemantauan
an dan bukan
bukan alat
alat diagno
diagnosti
stik,
k, APE dapat digunaka
digunakan
n dalam
dalam
diagnosis untuk penderita yang tidak dapat melakukan pemeriksaan FEV1.

(6)  X-ray Dada/Thorax


Dilakukan untuk menyingkirkan penyakit yang tidak disebabkan asma.
(7)  Pemeriksaan IgE
Uji tusuk kulit ( skin prick test ) untuk menunjukkan adanya antibodi IgE spesifik pada kulit.
Uji tersebut untuk menyokong anamnesis dan mencari faktor pencetus. Uji alergen yang positif 
tidak selalu merupakan penyebab asma. Pemeriksaan darah IgE Atopi dilakukan dengan cara
radioaller
radioallergosorb
gosorbent
ent test   (RAST) bila hasil uji tusuk kulit tidak dapat dilakukan (pada
dermographism).
(8)  Petanda Inflamasi
Deraja
Derajatt berat
berat asma
asma dan pengoba
pengobatan
tannya
nya dalam
dalam kli
klinik
nik sebenar
sebenarnya
nya tidak
tidak berdas
berdasark
arkan
an atas
atas
 penilaian obyektif inflamasi saluran napas. Gejala klinis dan spirometri bukan merupakan
 petanda ideal inflamasi. Penilaian semi-kuantitatif inflamasi saluran napas dapat dilakukan
melalui biopsi paru, pemeriksaan sel eosinofil dalam sputum, dan kadar oksida nitrit udara yang
dikelu
dikeluark
arkan
an dengan
dengan napas.
napas. Analis
Analisis
is sputum
sputum yang dii
diindu
nduksi
ksi menunj
menunjukka
ukkan
n hubunga
hubungan
n antara
antara
 jumlah eosinofil dan  Eosinophyl Cationic Protein 
Protein  (ECP) dengan inflamasi dan derajat berat
asma. Biopsi endobronkial
endobronkial dan transbronki
transbronkial
al dapat menunjukkan
menunjukkan gambaran
gambaran inflamasi
inflamasi,, tetapi
tetapi
 jarang atau sulit dilakukan di luar riset.

9.  Web of Caution (WOC) secara Teorits


 

10.  Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan


a)  Penatalaksanaan Medis
(1)  Terapi Obat
Penatalaksanaan medis pada penderita asma bisa dilakukan dengan pengguaan obat-obatan
asma dengan tujuan penyakit asma dapat dikontrol dan dikendalikan. Karena belum terlalu lama
ini,
ini, yakni
yakni baru
baru sejak
sejak perten
pertengaha
gahan
n tahun
tahun 1990-an
1990-an mulai
mulai mengent
mengental
al keyakin
keyakinan
an di kalang
kalangan
an
kedokteran
kedokteran bahwa asma yang tidak terkendali
terkendali dalam jangka panjang bisa menyeba
menyebabkan
bkan
kerusakan pada saluran pernapasan dan paru-paru.
Menurut AAAI (Amerika Academy of Allergy, Asthma & Immunology) penggolongan obat
asma (Hadibroto & Alam, 2006) adalah sebagai berikut:
a)  Obat-obat anti peradangan ( preventer )
(1)  Usaha pengendalian asma dalam jangka panjang
(2)  Golongan obat ini mencegah dan mengurangi peradangan, pembengkakan saluran napas, dan

 produksi lendir 
(3)  Cara kerjanya adalah dengan mengurangi sensitivitas saluran pernapasan terhadap pemicu
asma yang berupa alergen.
(4)  Penggunaannya harus teratur dalam jangka panjang
(5)  Daya kerja lambat/gradual, biasanya mengambil waktu sekitar dua minggu baru terlihat
efektivitasnya ayang terukur.
 b)  Obat-obat pelega gejala berjangka panjang
Obat-obat pelega gejala berjangka panjang dalam nama generik yang ada di pasaran adalah
salmeterol hidroksi naftoat ( salmeterol
 salmeterol xinafoate)
xinafoate) dan teofilin (theophylline
( theophylline).
).
c)  Obat-obat pelega gejala asma (reliever 
(reliever /bronkodilator)
/bronkodilator)
Misalnya salbutamol [Ventolin®], terbutaline [Bricanyl®], formoterol [Foradil®, Oxis®],
dan salmeterol [Serevent®] secara cepat mengembalikan saluran napas yang menyempit yang
terjadi selama serangan asma ke kondisi semula. Obat pereda/pelega biasanya tersedia dalam
 bentuk inhaler berwarna
b erwarna biru atau abu-abu.
d)  Obat-obatan kortikosteroid oral
Kortikosteroid oral adalah obat yang ampuh untuk mengatasi pembengkakan dan peradangan
yang mencetuskan serangan asma. Obat ini membutuhkan enam hingga delapan jam untuk 

 bekerja, sehingga makin cepat digunakan makin cepat pula daya kerja yang dirasakan.
 

  (1)  Prednison (Prednisone)


Predni
Prednison
son adalah
adalah prepar
preparat
at kortik
kortikost
ostero
eroid
id oral
oral yang
yang paling
paling umum
umum digunak
digunakan.
an. Obat ini
disajikan dalam bentuk pil maupun sirup.
(2)  Prednisolon (Prednisolone)
Predni
Prednisol
solon
on adalah
adalah korti
kortikos
koster
teroid
oid oral
oral yang sangat
sangat mirip
mirip predni
prednisone
sone,, deng
dengan
an kelebi
kelebihan
han
rasanya yang lebih bisa diterima anak-anak. Dengan merek Prelone disajikan sebagai sirup 15
mg per 5 ml. Prediaped disajikan sebagai sirup 5 mg per 5 ml.
(3)  Metilprednisolon (Methylprednisolone)
Sangat mirip dengan prednisolon, tetapi harganya lebih mahal. Biasanya digunakan di rumah
sakit dengan cara intravenuous.
(4)  Deksametason (Dexamethasone)
Dengan merek Decadron, satu dosis tunggalnya berdaya kerja dua hingga tiga kali lebih lama
dibandingkan preparat kortikosteroid yang lain. Cocok untuk pasien anak-anak yang sulit minum

obat.
(2)  Alat-alat hirup
 Alat hirup dosis terukur atau
atau Metered
 Metered Dose Inhaler   (MDI) disebut juga inhaler atau
atau puffer 
 puffer 
adalah alat yang paling banyak digunakan untuk menghantar obat-obatan ke saluran pernapasan
atau paru-paru pemakainnya. Alat ini menyandang sebutan dosis terukur ( metered-dose
metered-dose)) karena
memang menghantar suatu jumlah obat yang konsisten/terukur dengan setiap semprotan.
Sebagai hasil teknologi mutakhir, alat hirup dosis terukur kini bisa digunakan oleh segala
tingkatan usia, mulai dari balita hingga lansia. Alat hirup dosis terukur memuat obat-obatan dan
cairan tekan ( pressurized liquid )),, biasanya chlorofluorocerbous/CFC, yang mengembang
menjadi gas ketika melewati moncongnya. Cairan yang sebutan populernya adalah  propelan
tersebut memecah obat-obatan yang dikandung menjadi butiran-butiran atau kabut halus, dan
mendorongnya keluar dari moncong masuk ke saluran pernapasan atau paru-paru pemakainya.
 b)  Penatalaksanaan Keperawatan
Penatalaksanaa
Penatalaksanaan
n keperawatan
keperawatan yang dapat dilakukan
dilakukan pada penderita asma adalah sebagai
 berikut, yaitu memberikan penyuluhan (pendidikan kesehatan), pemberian cairan, fisiotherapy,
dan beri O2 bila perlu.
 

11.  Kemungkinan Diagnosa Keperawatan


a)  Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen
(bronkospasme), penumpukan sekret, sekret kental.
 b)  Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan gangguan suplai oksigen (bronkospasme).
c)  Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen (bronkuspasme).
d)  Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuat imunitas.

Diagnosa Tujuan/Kriteri
No Intervensi Rasional
Keperawatan a Hasil
1   Ti
Tida
dak
k efekt
efektifnya Pencapaian
ifnya Mandiri 1.  Beberapa derajat spasme
bersiha
bersihan
n jalan nafas  bersihan
jalan nafas jalan
1.  Auskultasi bunyi  bronkus terjadi dengan
berhubungan dengan napa
napass dengan
dengan naf
nafas
as,, cat
catat obstruksi jalan nafas dan
ga
gangg
nggua
uan
n suplaii kri
supla kriter
teria
ia hasil
hasil ad
adan
anya
ya buny
bunyii dapat/tidak 
oksigen sebagai berikut: nafas, ex: mengi dimanifestasikan adanya
(bronkospasme), 1.  2.  Kaji/pantau nafas advertisius.
penumpukan sekret, Mempertahanka frekuensi 2.  Tachipnea biasanya ada
sekret kental n jalan napas  pernafasan, catat  pada beberapa derajat
 paten dengan rasio dan dapat
dapat ditemu
ditemukan
kan
 bunyi napas inspirasi/ekspirasi  pada penerimaan atau
 bersih atau . selama
selama str
stress
ess/ad
/adany
anyaa
 jelas. 3.  Catat adanya  proses infeksi akut.
2.  Menunjukan deraj
derajat
at dispnea,
dispnea,
3.  Disfungsi pernafasan

 perilaku untuk  ansietas, distress adalah


adalah variab
variable
le yang
memperbaiki  pernafasan, tergantung pada tahap
 bersihan jalan  penggunaan obat  proses akut yang
nafas misalnya  bantu. menimbulkan perawatan
 batuk efektif 
4.  Tempatkan posisi di rumah sakit.
dan ya
yang
ng nyam
nyaman
an
4.  Peninggi
Peninggian
an kepala
kepala
mengeluarkan  pada pasien, tempat tidur  
sekret. contoh: memu
memudah
dahka
kan
n fu
fung
ngsi
si
meninggikan  pernafasan dengan
ke
kepa
pala
la te
temp
mpat
at menggunakan gravitasi.
 

tidur, duduk pada


5.  Pencetus tipe alergi
sandar
sandaraa tempat
tempat  pernafasan dapat
tidur. mentriger episode akut.
5.  Pertahankan
6.  Hidrasi
Hidrasi membantu
membantu
 polusi lingkungan menurunkan kekentalan
minimum, se
sekr
kret
et,, pengg
pengguna
unaan
an
co
cont
ntoh:
oh: debu,
debu, ca
cair
iran
an ha
hanga
ngatt da
dapa
patt
asap dll. menurunkan kekentalan
6.  Tingkatkan se
sekr
kret
et,, pengg
pengguna
unaan
an
masukan
masukan cairan
cairan ca
cair
iran
an ha
hanga
ngatt da
dapa
patt
sampai
sampai dengan
dengan me
menu
nuru
runk
nkan
an sp
spas
asme
me
30
3000
00 ml
ml// hari
hari  bronkus.
sesuaii
sesua toleransi
toleransi
7.  Merelaksasi
Merelaksasikan
kan otot

 jantung halus dan menurunkan


memberikan
memberikan air  sp
spas
asme
me ja
jala
lan
n nafas
nafas,,
hangat. mengi,
mengi, dan produk
produksi
si
Kolaborasi mukosa.
7.  Berika
Berikan
n obat
obat
sesuai
sesuai indika
indikasi
si
 bronkodilator.
2   Pola
Pola nafas
nafas tidak  Perbaikan pola
tidak  Mandiri 1.  Membant
Membantu
u pasien
pasien
efektif berhubungan naf
nafas
as dengan
dengan
1.  Ajarkan pasien memper
memperpanjang
panjang waktu
dengan
dengan gangguan kri
gangguan kriter
teria
ia hasil
hasil  pernapasan ekspirasi sehingga pasien
suplai oksi
sigen sebagai berikut:
gen dalam. akan bernap
bernapas
as lebih
lebih
(bronkospasme) 1.  2.  Tinggikan kepala efektif dan efisien.
Mempertahanka dan bant2.
u  Dudu
Duduk
k tinggi
nggi
n vent
ventiilas
asii mengub
mengubah
ah posisi.
posisi. memungkinkan ekspansi
adekuat
adekuat dengan
dengan Ber
Berika
ikan
n posisi
posisi  paru dan memudahkan
menunjukan semi fowler.  pernapasan.
RR:16-20 Kolaborasi 3.  Memaksimalkan

x/me
x/meni
nitt dan 
dan
3. Berikan
Berikan oksigen
oksigen  bernapas dan
 

iram
iramaa na
napa
pass tambahan. menurunkan ke
kerrja na
nap
pas.
teratur.
2.  Tidak 
mengalami
sianos
sianosis
is atau
atau
tanda hipoksia
lain.
3.  Pasien dapat
melakukan
 pernafasan
dalam.
3   Gangguan Perbaikan Mandiri 1.  Sianosis mungkin perifer 
pe
pert
rtuk
ukar
aran
an gass  pertukaran
ga gas
1.  Kaji/awasi secara atau sentral keabu-abuan

berhubungan dengan dengan kriteria rutin kulit dan dan sianos


sianosis
is sentra
sentrall
ga
gangg
nggua
uan
n suplaii hasil
supla hasil sebagai
sebagai membrane mengindikasikan
oksigen  berikut: mukosa.  beratnya hipoksemia.
(bronkuspasme) 1.  Perbaikan
2.  Palpasi fremitus.2.  Penurun
Penurunan
an getara
getaran
n
ventilasi. 3.  Awasi tanda- vibrasi diduga adanya
2.  Perbaikan tanda vital dan  pengumplan
oksigen irama jantung. cairan/udara.
 jaringan Kolaborasi 3.  Tachicardi, disritmia,
adekuat. 4.  Berikan
Berikan oksigen
oksigen dan perubahan tekanan
tambahan sesuai darah dapat menunjukan
menunjukan
dengan indikasi
indikasi efek hipoksemia sistemik 
hasil
hasil AGDA
AGDA dan  pada fungsi jantung.
toleransi pasien. 4.  Dapat memperbaiki atau
mencegah
mencegah memburuknya
memburuknya
hipoksia.
4   Risiko tinggi Tidak terjadinya Mandiri 1.  Demam dapat terjadi
te
terha
rhada
dap
p infek
infeksi 1.  Awasi suhu.
si infeksi dengan karena
karena infeks
infeksii dan atau
atau
berhubungan dengan kri
kriter
teria
ia has2.
hasil
il   Diskusikan dehidrasi.
tidak
dak adekuat sebagai berikut:
dek adekuat 2.  Malnut
Malnutris
risii dapat
dapat
 

imunitas   1.  kebutuhan nutrisi. mempengaruhi kesehatan


Mengidentifikas Kolaborasi umum dan menurunkan
ikan intervensi
3.  Dapatkan tahanan terhadap infeksi.
untuk mencegah speci
specimen
men sputum
3.  Untuk mengidentif
mengidentifikasi
ikasi
atau dengan batuk atau organisme penyabab dan
menurunkan  pengisapan untuk  ker
kerent
entanan
anan ter
terhada
hadap
p
resiko infeksi.  pewarnaan gram,  berbagai anti microbial.
2.  Perubahan pola kultur/sensitifitas.
hidu
hidup
p un
untu
tuk 

meningkatkan
lingkungan
yang nyaman.

DAFTAR PUSTAKA

Asih,
Asih, Niluh
Niluh Gede Yasmin
Yasmin.. (2003)
(2003)..  Keperawatan Medikal Bedah: Klien dengan Gangguan Sistem
 Pernapasan.. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
 Pernapasan

Ayres, Jon. (2003). Asma


(2003). Asma.. Jakarta: PT Dian Rakyat

Bull, Eleanor & David Price. (2007). Simple


(2007). Simple Guide Asma.
Asma . Jakarta: Penerbit Erlangga

Hadibroto, Iwan & Syamsir Alam. (2006). Asma


(2006).  Asma.. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama
 

Hartanti, Vien. (2003). Jadi


(2003).  Jadi Dokter di Rumah Sendiri dengan Terapi Herbal dan Pijat . Jakarta: Pustaka
Anggrek 

Herdinsibuae, W dkk. (2005). Ilmu


(2005). Ilmu Penyakit Dalam.
Dalam. Jakarta: PT Rineka Cipta

Mansjoer, Arif dkk. (2008). Kapita


(2008). Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3.
3. Jakarta: Media Aesculapius

Muttaqin,
Muttaqin, Arif.
Arif. (2008).
(2008).  Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan.
Pernapasan. Jak
Jakart
arta:
a:
Penerbit Salemba Medika
Syaifuddin.
Syaifuddin. (2006).
(2006).  Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan Edisi 3 . Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.

Widjadja,
Widjadja, Rafelina.
Rafelina. (2009).
(2009).  Penyakit Kronis: Tindakan, Pencegahan, & Pengobatan secara Medis
maupun Tradisional . Jakarta: Bee Media Indonesia.

Wijayakusuma, Hembing. (2008). Ramuan


(2008). Ramuan Lengkap Herbal Taklukkan Penyakit . Jakarta: Pustaka Bunda.

Anda mungkin juga menyukai