LAPORAN PENDAHULUAN
ASMA BRONCHIAL
TINJAUAN TEORITIS
(peradangan). Saluran napas penyandang asma biasanya menjadi merah dan meradang. Asma
sangat terkait dengan alergi. Alergi dapat memperparah asma. Namun demikian, tidak semua
penyandang asma mempunyai alergi, dan tidak semua orang yang mempunyai alergi
menyandang asma (Bull & Price, 2007).
Pada penderita asma, saluran napas menjadi sempit dan hal ini membuat sulit bernapas.
Terjadi beberapa perubahan pada saluran napas penyandang asma, yaitu dinding saluran napas
memben
membengkak
gkak;; adanya
adanya sekump
sekumpula
ulan
n lendir
lendir dan sel-se
sel-sell yang
yang rusak
rusak menutu
menutupi
pi sebagi
sebagian
an salura
saluran
n
napas; hidung mengalami iritasi dan mungkin menjadi tersumbat; dan otot-otot saluran napas
mengencang tetapi semuanya dapat dipulihkan ke kondisi semula dengan terapi yang tepat.
Selama terjadi serangan asma, perubahan dalam paru-paru secara tiba-tiba menjadi jauh lebih
buruk, ujung saluran napas mengecil, dan aliran udara yang melaluinya sangat jauh berkurang
sehingga bernapas menjadi sangat sulit (Bull & Price, 2007).
2. Klasifikasi Asma
Berkaitan dengan gangguan saluran pernapasan yang berupa peradangan dan
bronkokonstriksi, beberapa ahli membagi asma dalam 2 golongan besar, seperti yang dianut
banyak dokter ahli
ah li pulmonologi (penyakit paru-paru) dari Inggris, yakni:
ya kni:
a) Asma Ekstrinsik
Asma ekstrinsik adalah bentuk asma yang paling umum, dan disebabkan karena reaksi alergi
penderitanya terhadap hal-hal tertentu (alergen), yang tidak membawa pengaruh apa-apa
terhadap mereka yang sehat. Kecenderungan alergi ini adalah “kelemahan keturunan”. Setiap
orang dari lahir memiliki sistem imunitas alami yang melindungi tubuhnya terhadap serangan
dari luar. Sistem ini bekerja dengan memproduksi antibodi.
Pada saat
saat datang
datang serang
serangan,
an, misaln
misalnya
ya dari
dari virus
virus yang memasuki
memasuki tubuh,
tubuh, si
siste
stem
m ini akan
menghi
menghimpu
mpun
n antibo
antibodi
di untuk
untuk mengha
menghadapi
dapi dan berusa
berusaha
ha menump
menumpas
as sang
sang penyera
penyerang.
ng. Dalam
Dalam
proses mempertahankan diri ini, gejala-gejala permukaan yang mudah tampak adalah naiknya
temperatur tubuh, demam, perubahan warna kulit hingga timbul bercak-bercak, jaringan-jaringan
tertentu memproduksi lendir, dan sebagainya (Hadibroto & Alam, 2006).
Klasifikasi tingkat penyakit asma dapat dibagi berdasarkan frekuensi kemunculan gejala
(Hadibroto & Alam, 2006).
1. Intermitten, yaitu sering tanpa gejala atau munculnya kurang dari 1 kali dalam seminggu dan
gejala asma malam kurang dari 2 kali dalam sebulan. Jika seperti itu yang terjadi, berarti faal
(fungsi) paru masih baik.
2. Persisten ringan, yaitu gejala asma lebih dari 1 kali dalam seminggu dan serangannya sampai
mengganggu aktivitas, termasuk tidur. Gejala asma malam lebih dari 2 kali dalam sebulan.
Semua ini membuat faal paru realatif menurun.
3. Persisten sedang, yaitu asma terjadi setiap hari dan serangan sudah mengganggu aktivitas, serta
terjadinya 1-2 kali seminggu. Gejala asma malam lebih dari 1-2 kali seminggu. Gejala asma
malam lebih dari 1 kali dalam seminggu. Faal paru menurun.
4. Persisten berat , gejala asma terjadi terus-menerus dan serangan sering terjadi. Gejala asma
malam terjadi hampir setiap malam. Akibatnya faal paru sangat menurun.
Klasifikasi tingkat penyakit asma berdasarkan berat ringannya gejala (Hadibroto & Alam,
2006):
1. Asma akut ringan, dengan gejala: rasa berat di dada, batuk kering ataupun berdahak, gangguan
tidur malam karena batuk atau sesak napas, mengi tidak ada atau mengi ringan, APE ( Arus
( Arus
Puncak Aspirasi)
Aspirasi) kurang dari 80%.
2. Serangan asma akut sedang, dengan gejala: sesak dengan mengi agak nyaring, batuk
3. Serangan asma akut berat, dengan gejala: sesak sekali, sukar berbicara dan kalimat terputus-
putus, tidak bisa barbaring, posisi harus setengan duduk agar dapat bernapas, APE kurang dari
50%.
3. Etiologi
Menurut The Lung Association of Canada,
Canada , ada dua faktor yang menjadi pencetus asma
(Hadibroto & Alam, 2006):
1. Pemicu (trigger
(trigger ) yang mengakibatkan
mengakibatkan mengencang
mengencang atau menyempitnya
menyempitnya saluran
saluran pernapasan
pernapasan
(bronkokonstriksi). Umumnya pemicu yang mengakibatkan bronkokonstriksi termasuk stimulus
sehari-hari seperti perubahan cuaca dan suhu udara dimana cuaca lembab dan hawa pegunungan
yang dingin sering mempengaruhi asma. Atmosfer yang mendadak dingin merupakan faktor
pemicu terjadinya serangan asma. Serangan asma kadang-kadang berhubungan dengan musim,
seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga (serbuk sari beterbangan). Selain itu polusi
udara dari luar dan dalam ruang serta asap rokok yang terhirup oleh penderita asma dapat juga
memicu terjadinya serangan asma. Ditambah lagi penderita asma yang memiliki riwayat infeksi
saluran pernapasan misalnya sinusitis dapat mengakibatkan eksaserbasi serangan asma. Penderita
asma harus menjaga kestabilitas dari emosi/stresnya, karena gangguan emosi/stres dapat menjadi
pencetus serangan asma, selain itu juga dapat memperberat serangan asma yang sudah ada.
Selain itu, jangan berolahraga secara berlebihan. Bagi beberapa orang, jenis olahraga tertentu
dapat menyebabkan udara terperangkap di dalam saluran napas dan membuat sulit bernapas.
Kadang-kadang olahraga dapat menyebabkan serangan asma (Bull & Price, 2007).
2. Penyebab (inducer
(inducer ) yang mengakibatkan peradangan (inflammation
( inflammation)) pada saluran pernapasan.
Umumnya penyebab (inducer
(inducer ) asma adalah alergen
alergen,, yang tampil dalam bentuk ingestan dimana
alergen masuk ke tubuh melalui mulut (dimakan/diminum) terutama makanan dan obat-obatan.
Selain itu, bisa juga dalam bentuk inhalan yaitu alergen yang masuk ke tubuh melalui hidung
atau mulut. Jenis alergen inhalan yang utama adalah tepung sari (serbuk) bunga, tanaman, pohon,
tungau
tungau,, serpih
serpihan
an dan kotora
kotoran
n binata
binatang,
ng, serta
serta jamur.
jamur. Bent
Bentuk
uk lai
lainnya
nnya yaitu
yaitu kontak
kontak langsu
langsung
ng
dengan kulit seperti memakai perhiasan, logam dan jam tangan.
4. Patofisiologi
sejumlah bahan yang menyebabkan konstriksi bronkus. Salah satu contoh yaitu histamin, contoh
lain ialah prostaglandin. Pada permukaan sel mast juga terdapat reseptor beta-2 adrenergik. Bila
reseptor beta-2 dirangsang dengan obat anti asma Salbutamol (beta-2 mimetik), maka pelepasan
histamin akan terhalang.
b) Asma Intrinsik
Terjadinya asma intrinsik sangat berbeda dengan asma ekstrinsik. Mungkin mula-mula akibat
kepekaa
kepekaan
n yang
yang berleb
berlebiha
ihan
n (hiper
(hipersen
sensit
sitivi
ivitas
tas)) dari
dari serabut
serabut-se
-serab
rabut
ut nervus
nervus vagus
vagus yang
yang akan
merangsang bahan-bahan iritan di dalam bronkus dan menimbulkan batuk dan sekresi lendir
melalui satu refleks. Serabut-serabut vagus, demikian hipersensitifnya sehingga langsung
menimbulkan refleks konstriksi bronkus. Atropin bahan yang menghambat vagus, sering dapat
menolo
menolong
ng kasus-
kasus-kas
kasus
us sepert
sepertii ini.
ini. Selain
Selain itu lendir
lendir yang
yang san
sangat
gat lengke
lengkett akan disekr
disekresi
esikan
kan
sehingga pada kasus-kasus berat dapat menimbulkan sumbatan saluran napas yang hampir total,
sehingga berakibat timbulnya status asmatikus, kegagalan pernapasan dan akhirnya kematian.
Rangsangan yang paling penting untuk refleks ini ialah infeksi saluran pernapasan oleh flu
(common cold), adenovirus dan juga oleh bakteri seperti hemophilus influenzae. Polusi udara
oleh gas iritatif asal industri, asap, serta udara dingin juga berperan, dengan demikian merokok
juga sangat merugikan (Herdinsibuae dkk, 2005).
Sel-sel inflamasi yang terlibat dalam patofisiologi asma terutama adalah sel mast, limfosit, dan
eosinofil.
a) Sel mast
Sel ini sudah lama dikaitkan dengan penyakit asma dan alergi, karena ia dapat melepaskan
berbagai mediator inflamasi, baik yang sudah tersimpan atau baru disintesis, yang bertanggung-
jawab terhadap beberapa tanda asma dan alergi. Berbagai mediator tersebut antara lain adalah
histamine (yang disintesis dan disimpan di dalam granul sel dan dilepas secara cepat ketika sel
mast teraktivasi), prostaglandin PGD2 dan leukotrien LTC4 (yang baru disintesis setelah ada
aktivasi), dan sitokin (yang disintesis dalam waktu yang lebih lambat dan berperan dalam reaksi
fase lambat). Sel mast diaktivasi oleh alergen melalui ikatan suatu alergen dengan IgE yang telah
melekat pada reseptornya (Fcereceptor) di permukaan sel mast. Adanya ikatan cross-linking
antara alergen dengan IgE tersebut memicu serangkaian biokimia didalam Sel yang kemudian
menyebabkan terjadinya degranulasi sel mast. Degranulasi adalah peristiwa pecahnya sel mast
granul seperti: major inflamasi eosinifilia (MBP), eosinophil peroxidase(EPO), dan eosinophil
cationic probasic protein (ECP), yang dapat menyebabkan kerusakan epitelium saluran nafas,
menyebabkan hiperresponsivitas bronkus, sekresi mediatorbdari sel mast dan basofil, serta secara
langsung menyebabkan kontraksi otot polos saluran nafas (Bussed an Reed, 1993). Selain itu,
beberapa produk eosinofil seperti LCT4, PAF, dan metabolit oksigen toksik dapat menambah
keparahn asma.
dengan setiap tarikan napas, daerah leher dan di antara atau di bawah tulang rusuk melesak ke
dalam, bersama tarikan napas, bayangan abu-abu atau membiru pada kulit, bermula dari daerah
sekitar
sekitar mulut (sianosis
(sianosis),
), serta angka performa
performa penggunaan
penggunaan Preak Flow Meter dalam wilayah
berbahaya (biasanya di bawah 50% dari performa terbaik individu).
7. Komplikasi Asma
Penyakit asma yang tidak ditangani dengan baik lambat-laun akan berakibat pada terjadinya
komplikasi (Mansjoer, 2008) dimana dapat menyebabkan beberapa penyakit sebagai berikut
yaitu, terjadinya pneumotorak, pneumomediastinum, emfisema subkutis, aspergilosis,
atelektasis, gagal napas, bronkitis, fraktur iga, dan bronkopulmonar alergik.
8. Pemeriksaan Diagnostik
a) Pemeriksaan Laboratorium
(1) Pemeriksaan Sputum
Adanya badan kreola adalah karakteristik untuk serangan asma yang berat, karena hanya
reaksi yang hebat saja yang menyebabkan transudasi dari edema mukosa, sehingga terlepaslah
sekelompok sel-sel epitel dari perlekatannya. Pewarnaan gram penting untuk melibat adanya
bakteri, cara tersebut kemudian diikuti kultur dan uji resistensi terhadap beberapa antibiotik
(Muttaqin, 2008).
(2) Pemeriksaan Darah (Analisa Gas Darah/AGD/astrub)
(3) Sel Eosinofil
Sel eosinofil pada klien dengan status asmatikus dapat mencapai 1000-1500/mm 3 baik asma
intrinsik ataupun ekstrinsik, sedangkan hitung sel eosinofil normal antara 100-200/mm 3.
Perbaikan fungsi paru disertai penurunan hitung jenis sel eosinofil menunjukkan pengobatan
telah tepat (Muttaqin, 2008).
b) Pemeriksaan Penunjang
(1) Pemeriksaan Radiologi
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan menunjukan
gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga
intercostalis, serta diafragma yang menurun.
(2) Pemeriksaan Tes Kulit
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat menimbulkan
reaksi yang positif pada asma.
Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi udara selama
serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru.
(4) Spirometer
Alat pengukur faal paru, selain penting untuk menegakkan diagnosis juga untuk menilai
beratnya obstruksi dan efek pengobatan.
(5) Peak Flow Meter /PFM
/PFM
Peak flow meter merupakan
merupakan alat pengukur faal paru sederhana, alat tersebut digunakan untuk
mengukur jumlah udara yang berasal dari paru. Oleh karena pemeriksaan jasmani dapat normal,
dalam menegakkan diagnosis
diagnosis asma diperlukan
diperlukan pemeriksaa
pemeriksaan
n obyektif
obyektif (spiromete
(spirometer/FEV
r/FEV1
1 atau
PFM). Spirometer lebih diutamakan dibanding PFM karena PFM tidak begitu sensitif dibanding
FEV. Untuk diagnosis obstruksi saluran napas, PFM mengukur terutama saluran napas besar,
PFM dibuat
dibuat untuk pemantau
pemantauan
an dan bukan
bukan alat
alat diagno
diagnosti
stik,
k, APE dapat digunaka
digunakan
n dalam
dalam
diagnosis untuk penderita yang tidak dapat melakukan pemeriksaan FEV1.
produksi lendir
(3) Cara kerjanya adalah dengan mengurangi sensitivitas saluran pernapasan terhadap pemicu
asma yang berupa alergen.
(4) Penggunaannya harus teratur dalam jangka panjang
(5) Daya kerja lambat/gradual, biasanya mengambil waktu sekitar dua minggu baru terlihat
efektivitasnya ayang terukur.
b) Obat-obat pelega gejala berjangka panjang
Obat-obat pelega gejala berjangka panjang dalam nama generik yang ada di pasaran adalah
salmeterol hidroksi naftoat ( salmeterol
salmeterol xinafoate)
xinafoate) dan teofilin (theophylline
( theophylline).
).
c) Obat-obat pelega gejala asma (reliever
(reliever /bronkodilator)
/bronkodilator)
Misalnya salbutamol [Ventolin®], terbutaline [Bricanyl®], formoterol [Foradil®, Oxis®],
dan salmeterol [Serevent®] secara cepat mengembalikan saluran napas yang menyempit yang
terjadi selama serangan asma ke kondisi semula. Obat pereda/pelega biasanya tersedia dalam
bentuk inhaler berwarna
b erwarna biru atau abu-abu.
d) Obat-obatan kortikosteroid oral
Kortikosteroid oral adalah obat yang ampuh untuk mengatasi pembengkakan dan peradangan
yang mencetuskan serangan asma. Obat ini membutuhkan enam hingga delapan jam untuk
bekerja, sehingga makin cepat digunakan makin cepat pula daya kerja yang dirasakan.
obat.
(2) Alat-alat hirup
Alat hirup dosis terukur atau
atau Metered
Metered Dose Inhaler (MDI) disebut juga inhaler atau
atau puffer
puffer
adalah alat yang paling banyak digunakan untuk menghantar obat-obatan ke saluran pernapasan
atau paru-paru pemakainnya. Alat ini menyandang sebutan dosis terukur ( metered-dose
metered-dose)) karena
memang menghantar suatu jumlah obat yang konsisten/terukur dengan setiap semprotan.
Sebagai hasil teknologi mutakhir, alat hirup dosis terukur kini bisa digunakan oleh segala
tingkatan usia, mulai dari balita hingga lansia. Alat hirup dosis terukur memuat obat-obatan dan
cairan tekan ( pressurized liquid )),, biasanya chlorofluorocerbous/CFC, yang mengembang
menjadi gas ketika melewati moncongnya. Cairan yang sebutan populernya adalah propelan
tersebut memecah obat-obatan yang dikandung menjadi butiran-butiran atau kabut halus, dan
mendorongnya keluar dari moncong masuk ke saluran pernapasan atau paru-paru pemakainya.
b) Penatalaksanaan Keperawatan
Penatalaksanaa
Penatalaksanaan
n keperawatan
keperawatan yang dapat dilakukan
dilakukan pada penderita asma adalah sebagai
berikut, yaitu memberikan penyuluhan (pendidikan kesehatan), pemberian cairan, fisiotherapy,
dan beri O2 bila perlu.
Diagnosa Tujuan/Kriteri
No Intervensi Rasional
Keperawatan a Hasil
1 Ti
Tida
dak
k efekt
efektifnya Pencapaian
ifnya Mandiri 1. Beberapa derajat spasme
bersiha
bersihan
n jalan nafas bersihan
jalan nafas jalan
1. Auskultasi bunyi bronkus terjadi dengan
berhubungan dengan napa
napass dengan
dengan naf
nafas
as,, cat
catat obstruksi jalan nafas dan
ga
gangg
nggua
uan
n suplaii kri
supla kriter
teria
ia hasil
hasil ad
adan
anya
ya buny
bunyii dapat/tidak
oksigen sebagai berikut: nafas, ex: mengi dimanifestasikan adanya
(bronkospasme), 1. 2. Kaji/pantau nafas advertisius.
penumpukan sekret, Mempertahanka frekuensi 2. Tachipnea biasanya ada
sekret kental n jalan napas pernafasan, catat pada beberapa derajat
paten dengan rasio dan dapat
dapat ditemu
ditemukan
kan
bunyi napas inspirasi/ekspirasi pada penerimaan atau
bersih atau . selama
selama str
stress
ess/ad
/adany
anyaa
jelas. 3. Catat adanya proses infeksi akut.
2. Menunjukan deraj
derajat
at dispnea,
dispnea,
3. Disfungsi pernafasan
x/me
x/meni
nitt dan
dan
3. Berikan
Berikan oksigen
oksigen bernapas dan
iram
iramaa na
napa
pass tambahan. menurunkan ke
kerrja na
nap
pas.
teratur.
2. Tidak
mengalami
sianos
sianosis
is atau
atau
tanda hipoksia
lain.
3. Pasien dapat
melakukan
pernafasan
dalam.
3 Gangguan Perbaikan Mandiri 1. Sianosis mungkin perifer
pe
pert
rtuk
ukar
aran
an gass pertukaran
ga gas
1. Kaji/awasi secara atau sentral keabu-abuan
DAFTAR PUSTAKA
Asih,
Asih, Niluh
Niluh Gede Yasmin
Yasmin.. (2003)
(2003).. Keperawatan Medikal Bedah: Klien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan.. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Pernapasan
Muttaqin,
Muttaqin, Arif.
Arif. (2008).
(2008). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan.
Pernapasan. Jak
Jakart
arta:
a:
Penerbit Salemba Medika
Syaifuddin.
Syaifuddin. (2006).
(2006). Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan Edisi 3 . Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Widjadja,
Widjadja, Rafelina.
Rafelina. (2009).
(2009). Penyakit Kronis: Tindakan, Pencegahan, & Pengobatan secara Medis
maupun Tradisional . Jakarta: Bee Media Indonesia.