ASUHAN KEPERAWATAN PADA KELUARGA Ny DENGAN MASALAH HIPERTENSI DI DESA BUNTALAN LEMAH IRENG KLATEN Yooogggaaa
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KELUARGA Ny DENGAN MASALAH HIPERTENSI DI DESA BUNTALAN LEMAH IRENG KLATEN Yooogggaaa
Tugas Individu
Disusun Oleh :
NIM.P.2005007
2021
BAB I
TINJAUAN TEORI
1. Definisi Hipertensi
Hipertensi merupakan penyakit degeneratif yang dengan bertambahnya usia
tekanan darah tersebut bertambah secara perlahan. Hipertensi disebut juga the silent
killer yaitu penyakit yang menyebabkan kerusakan pada sistem kardiovaskuler karena
tidak dapat terdeteksi selama bertahun-tahun sehingga menjadi penyakit yang
mematikan (Hurst, 2015). American Heart Association and American College of
Cardiology (2017) mendefinisikan hipertensi adalah keadaan tekanan darah sistolik lebih
dari 130 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 80 mmHg. Hipertensi merupakan
peningkatan tekanan darah arteri sistemik yang terjadi secara terus menerus (Huether &
Mccance, 2017).
Pudiastuti (2013) mendefinisikan hipertensi adalah penyakit yang dapat
menyerang siapa saja, baik muda maupun tua. Hipertensi juga sering disebut sebagai
silent killer karena termasuk penyakit yang mematikan. Hipertensi tidak dapat secara
langsung membunuh penderitanya, melainkan hipertensi memicu terjadinya
penyakit lain yang tergolong kelas berat dan mematikan serta dapat meningkatkan
resiko serangan jantung, gagal jantung, stroke dan gagal ginjal.
Seke, Bidjuni dan Lolong (2016) mendefinisikan dalam penelitiannya hipertensi
merupakan salah satu penyakit yang mematikan di dunia. Hipertensi pada dasarnya
memiliki sifat yang cenderung tidak stabil dan sulit untuk dikontrol. Ketidakpatuhan
dalam pengobatan dan stress yang berkepanjangan dapat menambah parah
hipertensi. Stress yang terjadi pada seseorang dipengaruhi oleh berbagai sumber
antara lain dari dalam diri, keluarga dan komunitas. Lansia sering terkena hipertensi
disebabkan oleh faktor usia dan kekakuan pada arteri sehingga tekanan darah
meningkat. Penulis dapat menyimpulkan bahwa Hipertensi adalah suatu keadaan
dimana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah diatas 140/90 mmHg yang
dapat mengganggu fungsi organ tubuh dan menyebabkan timbulnya penyakit lain.
2. Etiologi
Black dan Hawks (2014) menjelaskan penyebab hipertensi antara lain hipertensi
primer, disebut juga dengan esensial merupakan hipertensi yang tidak dapat
diidentifikasi tetapi pada umumnya berkaitan dengan homeostatik. Hipertensi
sekunder, yaitu hipertensi yang penyebabnya dapat diidentifikasi dengan keadaan
penyakit atau masalah spesifik yang dapat diperbaiki. Penyebab hipertensi dibagi
menjadi 2 macam yaitu, hipertensi esensial atau primer penyebabnya belum diketahui
namun faktor risiko yang di duga kuat adalah karena beberapa faktor seperti keluarga
dengan riwayat hipertensi, pemasukan sodium berlebih, konsumsi kalori berlebih,
kurangnya aktivitas fisik, pemasukan alkohol berlebih, rendahnya pemasukan
potassium, lingkungan.
Hurst (2015) mengemukakan hipertensi disebabkan oleh adanya penyempitan
arteri (arteriol) sehingga darah memberikan tekanan yang lebih besar pada dinding
pembuluh darah. Penyempitan arteri tersebut disebabkan oleh asupan natrium yang
berlebih, retensi volume akibat penyakit ginjal atau hipotiroidisme, kelebihan produksi
aldosteron yang meningkatkan retensi natrium dan air. Huether dan Mccance (2017)
menjabarkan etiologi dari hipertensi yang dibedakan menjadi dua golongan, yaitu : 1)
hipertensi primer atau sering disebut hipertensi esensial merupakan hipertensi yang
tidak dapat diidentifikasi tetapi biasanya berkaitan dengan homeostatik, 2) Hipertensi
sekunder adalah hipertensi yang penyebabnya dapat diidentifikasi dengan keadaan
penyakit atau masalah spesifik yang dapat diperbaiki.
Faktor yang menyebabkan hipertensi primer diantaranya riwayat keluarga,
penuaan, jenis kelamin (laki-laki ≤ 55 tahun dan perempuan ≥ 70 tahun), pola hidup
(merokok, diet tinggi natrium, konsumsi alkohol). Cacat genetik menyebabkan gangguan
pada ekskresi natrium ginjal, insulin dan sensitivitas insulin, aktivitas sistem saraf
simpatis, sistem renin angiotensin aldosteron, gangguan pada transpor natrium dan
kalsium membran sel. Faktor yang menyebabkan hipertensi sekunder yaitu akibat,
adanya penyakit yang mendasari seperti gangguan ginjal, dan pemakaian obat-obatan
tertentu seperti kontrasepsi oral, kortikosteroid, antihistamin yang menyebabkan
terjadinya peningkatan output jantung.
Hipertensi sekunder penyebabnya secara spesifik seperti penggunaan estrogen,
penyakit ginjal, hipertensi vaskuler renal, hipertensi yang berhubungan dengan
kehamilan (Riyadi, 2011). Mamahit, Mulyadi, dan Onibala (2017); Adriaansz, Rottie,
dan Lolong (2016); Manikome, Rompas, dan Masi (2016); Situmorang (2015);
Agustina, Sari dan Savita (2014) dalam penelitiannya menyebutkan hipertensi dapat
dipengaruhi oleh faktor usia, jenis kelamin, riwayat keturunan, tingkat hipertensi, pola
makan, merokok, alkohol, diet garam, obesitas, dan kurang aktifitas fisik.
Normal ≤ 120 ≤ 80
3. Faktor Resiko
Pikir et al. (2015) membagi faktor resiko hipertensi menjadi dua faktor, antara lain:
1) Faktor yang tidak dapat diubah
a) Jenis kelamin
Kejadian hipertensi yang ada cenderung lebih banyak penderita laki-laki
dibandingkan perempuan pada usia kurang dari 55 tahun. Resiko pada laki-laki
dan perempuan usia 55-74 tahun sama, tetapi setelah usia 74 tahun perempuan
memiliki resiko terkena hipertensi lebih tinggi (Black & Hawks, 2014).
b) Usia
Kejadian hipertensi biasanya muncul antara usia 30-50 tahun dan
meningkat pada usia kurang lebih 55% pada usia lebih dari 60 tahun dengan
kondisi tekanan darah 140/90 mmHg. Sari et al. (2017) mendukung teori diatas
menyebutkan umur dapat menyebabkan terjadinya hipertensi karena peningkatan
umur (≥ 40 tahun) dapat menyebabkan perubahan fisiologis yang memicu
terjadinya penebalan dinding arteri karena penumpukkan zat kolagen pada
lapisan otot sehingga berefek pembuluh darah menjadi menyempit dan kaku.
c) Genetik
Hipertensi dianggap poligenik dan multifaktorial yaitu seseorang yang
dalam keluarganya memiliki riwayat hipertensi. Faktor resiko terjadinya
hipertensi karena ada faktor genetik yang berhubungan dengan peningkatan
kadar sodium intraseluler dan rendahnya rasio antara potasium terhadap sodium
Individu dengan orang tua dengan hipertensi mempunyai risiko dua kali lebih
besar untuk menderita hipertensi dari pada orang yang tidak mempunyai keluarga
dengan riwayat hipertensi. Agustina, Sari, dan Savita (2014) memaparkan lansia
dengan riwayat keturunan hipertensi mempunyai peluang 8,8 kali menderita
hipertensi ringan dibandingkan dengan lansia yang tidak ada riwayat keturunan
hipertensi.
2) Faktor yang dapat diubah
a) Obesitas
Obesitas merupakan sebuah kondisi seseorang yang kelebihan lemak
yang bisa terjadi diseluruh rentang umur dan jenis kelamin. Berat badan memiliki
hubungan dengan tekanan darah terutama tekanan darah sistolik, tetapi obesitas
bukan penyebab hipertensi melainkan prevalensi hipertensi meningkat pada
obesitas (Kemenkes RI, 2016).
b) Merokok
Merokok merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan
hipertensi karena kandungan nikotin dalam rokok dapat meningkatkan tekanan
darah. Otak bereaksi terhadap nikotin dengan memberi sinyal pada kelenjar
adrenal untuk melepas epinefrin (adrenalin). Hormon ini akan menyempitkan
pembuluh darah dan memaksa jantung untuk bekerja lebih berat karena tekanan
yang lebih tinggi serta peran karbon monoksida yang dapat menggantikan
oksigen dalam darah dan memaksa jantung memenuhi kebutuhan oksigen tubuh.
Seseorang yang merokok beresiko 15 kali lipat terkena hipertensi (Sriani et al.,
2016).
c) Stress mental
Stress adalah permasalahan persepsi dan interpretasi orang terhadap
kejadian yang menciptakan banyak stresor dan respon stres. Huether dan
Mccance (2017) mengemukakan stress mudah mempengaruhi pasien hipertensi
karena stress akan mengaktifkan sistem persarafan simpatis yang dapat
meningkatkan curah jantung dan resisten pembuluh darah sistemik. Aktivasi
saraf simpatis berdampak pada peningkatan angiotensin II, aldosteron dan
vasopresin dalam darah yang semua itu dapat meningkatkan resisten pembuluh
darah sistemik dan resisten natrium serta air yang berdampak pada ginjal. Teori
diatas didukung oleh penelitian Afiah, Yusran, dan Sety (2018) yang
berpendapat seseorang yang stres beresiko tinggi mengalami hipertensi terutama
pada rentan usia 45-55 tahun.
d) Aktivitas fisik
Olah raga merupakan salah satu bentuk aktivitas fisik yang harus
dilakukan untuk menjaga kesehatan tubuh karena kurang beraktivitas dapat
meningkatkan faktor resiko hipertensi. Arifin, Muhammad, Hafiz et al. (2016)
dan Arifin, Muhammad, Hafiz et al. (2016) dan Afiah et al. (2018) menyatakan
penderita hipertensi yang memiliki aktivitas ringan berresiko 1,424 kali lebih
besar menderita hipertensi dibandingkan dengan penderita yang memiliki
aktivitas berat pada umur 45-55 tahun.
4. Patofisiologi
Wijaya dan Putri (2013) menjelaskan mekanisme yang mengontrol konstriksi
dan relaksasi pembuluh darah terletak di pusat vasomotor, pada medula di otak. Pusat
vasomotor ini bermula jarak saraf simpatis ,yang berlanjut kebawah ke korda spinalis
dan keluar dan keluar dari kolumna medula spinalis ke ganglia simpatis di toraks
dan abdomen. Rasangan pusat vasomotor di hantarkan dalam bentuk impuls
yang bergerak ke bawah melaluin saraf simpatis ke ganglia simpatis. Neuron
ganglion akan melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf
pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya neropinefrin
mengakibatkan konstriksi pembuluh darah.
Faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh
darah terhadap rangsang vasokontriktor. Individu dengan hipertensi sangat sensitif
terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut
bisa terjadi. Sistim saraf simpatis pada saat bersamaan dimana merangsang
pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga
terangsang mengakibatkan tambahan aktifitas vasokontriksi. Medula adrenal
mengsekresi epinefrin yang menyebabkan vasokontriksi. Korteks adrenal mensekresi
kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respon vasokonstriktor pembuluh
darah.
Vasokontriksi yang yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal,
menyebabkan pelpasan renin.Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang
kemudian di ubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada
gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini
menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan
volume intravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung mencetuskan keadaan
hipertensi (Wijaya& Putri, 2013).
6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan hipertensi dibagi menjadi 2 yaitu penatalaksanaan nonfarmakologi dan
farmakologi.
1) Penatalaksaan Nonfarmakologi
Memodifikasi gaya hidup menjadi alternatif terapi definitif awal bagi beberapa
klien yang terdiagnosa hipertensi pada 6-12 bulan pertama. Menurunkan tekanan
darah dan mengurangi faktor-faktor risiko kardiovaskular dengan keseluruhan biaya
yang sedikit dan minimnya risiko dapat dilakukan dengan memodifikasi gaya hidup.
Penderita hipertensi dianjurkan melakukan modifikasi gaya hidup sebagai terapi
penunjang dari terapi farmakologi diantaranya penurunan berat badan, perubahan
diet atau pengurangan konsumsi natrium, pembatasan konsumsi alkohol dan
merokok, peningkatan aktivitas fisik, olah raga, dan penurunan stress (Black &
Hawks, 2014 ; Lemone et al., 2015).
Huether & Mccance (2017) mengemukakan modifikasi gaya hidup dengan
pengurangan asupan garam, mempertahankan asupan kalium dan kalsium yang
cukup, mengurangi asupan lemak total dan jenuh merupakan hal terpenting dalam
perubahan diet penderita hipertensi karena dapat menurunkan tekanan darah secara
bermakna baik bagi penderita hipertensi maupun normotensi. Diet DASH (Dietary
Approaches to Stop Hypertention) yaitu diet dengan makanan yang kaya akan buah
dan sayur dan rendah lemak total serta jenuh yang dinilai efektif untuk menurunkan
tekanan darah dan menurunkan berat badan bagi penderita hipertensi yang
mengalami obesitas yang berat badannya 10% lebih besar dari ideal maka disarankan
berat badan turun minimal 4,5 kg.
Teknik relaksasi seperti meditasi transendental, yoga, relaksasi otot progresif,
psikoterapi, relaksasi nafas dalam dapat mengurangi tekanan darah pada klien
hipertensi (Hartanti, Wardana, Desnanda, & Fajar, Rifqi, 2016 ; Hendarti, Erieska &
Hidayah, 2018).
2) Penatalaksanaan Farmakologi
Pemberian terapi obat bagi penderita hipertensi dengan tujuan menurunkan
risiko kerusakan organ akibat hipertensi (end organ damage) dan mencegah
terjadinya penyakit akibat hipertensi seperti infark miokard dan stroke. Pemberian
diuretik tiazid tunggal ataupun dalam kombinasi dengan obat-obatan angiotensin II
(angiotensin receptor blocker atau ACE inhibitor) atau penghambat kanal kalsium.
Beta bloker tidak dijadikan sebagai alternatif pertama penderita hipertensi karena
memiliki pengaruh terjadinya stroke.
Penderita hipertensi dengan disertai gagal jantung, gagal ginjal kronis, infark
miokard, atau stroke dimulai dengan pemberian ACE inhibitor atau angiotensin
receptor blocker. Target terapi hipertensi pada usia 18-59 tahun tanpa penyulit atau
penderita usia ≥ 60 tahun dengan diabetes militus atau gagal ginjal kronik target
kendali tekanan darah ≤ 140/90 mmHg. Sedangkan untuk penderita usia ≥ 60 tahun
tanpa diabetes militus dan gagal ginjal kronik target pengobatan adalah ≤ 150/90
mmHg berdasarkan JNC VIII. Pada hipertensi refrakter pada pengobatan
antihipertensi maka dilakukan tindakan catheter based renal denervation dengan
mengevaluasi keptuhan berobat, respon terhadap pengobatan, efek samping
pengobatan, dan efek samping obat yang dilakukan oleh klien (Huether & Mccance,
2017).
7. Komplikasi
Hipertensi yang terjadi secara lama menjadikan penyakit tersebut semakin berat
dan kronis yang dapat menimbulkan kerusakan pada pembuluh darah dan kerusakan
pada organ seperti jantung, ginjal, otak dan mata. Kerusakan pada jantung akibat
hipertensi diantaranya hipertrofi ventrikel kiri, angina pektoris, gagal jantung, penyakit
jantung koroner, infark miokard, dan kematian mendadak. Hipertrofi miokard yang
terjadi akibat penyakit hipertensi terjadi melalui perantaraan oleh beberapa zat
neurohormonal, seperti katekolamin dari sintem saraf simpatis dan angiotensin II.
Hipertrofi yang terjadi menyebabkan perubahan protein miosit, apoptosis miosit,
dan penumpukan kolagen pada miokard sehingga menyebabkan penebalan, terbentuknya
jaringan parut, gangguan relaksasi miokard sehingga mengganggu diastolik jantung dan
menyebabkan gagal jantung dengan fungsi siastolik normal. Gangguan kontraktilitas
jantung, meningkatnya risiko infark miokard, gagal jantung dengan fungsi sistolik yang
menurun diakibatkan oleh adanya hipertrofi miokard karena peningkatan kebutuhan
oksigen miokard.
Komplikasi vaskular yang menyebabkan penyumbatan pembuluh darah akibat
hipertensi antara lain pembekuan, diseksi, dan ruptur aneurisma serta aterosklerosis.
Penyakit atau komplikasi yang muncul akibat hipertensi diantaranya sklerosis pembuluh
darah retina, eksudasi, dan perdarahan retina (komplikasi pada mata), iskemia transien,
stroke, trombosis serebral, aneurisma, perdarahan, dan dementia (komplikasi pada
sistem serebrovaskular), kerusakan parenkim ginjal, nefrosklerosis, arteriosklerosis
renalis, gagal ginjal (komplikasi pada ginjal). Mikroalbuminuria merupakan tanda awal
terjadinya gangguan pada fungsi ginjal dan meningkatkan risiko kejadian
kardiovaskular, terutama penderita hipertensi dengan DM (Huether & Mccance, 2017).
Hanum et al. (2017) menyatakan usia, jenis kelamin, dukungan emosional,
dukungan penghargaan, dukungan informasi memiliki hubungan atau berpengaruh
terhadap kejadian stoke pada penderita hipertensi pada lansia. Lansia hipertensi yang
berjenis kelamin laki-laki dan tidak mendapatkan dukungan informasi berpeluang untuk
terkena stroke sebesar 58%. Arifa, Azam, dan Handayani (2017) mengemukakan
kejadian komplikasi gagal ginjal kronik pada penderita hipertensi dipengaruhi oleh
beberapa faktor diantaranya usia ≥ 45 tahun, jenis kelamin, riwayat diabetes militus,
riwayat batu ginjal, dan kadar kolesterol total.
BAB II TINJAUAN KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA
A. DATA UMUM
1. Nama KK : Tn. S
2. Usia KK : 55 tahun
3. Alamat KK : Buntalan lemah Ireng Klaten
4. Pekerjaan KK : Tani
5. Pendidikan KK : SMK
6. Komposisi Keluarga :
No Nama L/P Umur Hub Tk. Status Imunisasi Ket
dg Pend.
BCG DPT Polio Hept Campak Informasi
KK
123 123 123 dari
orangtua
1. Tn S L 55 th KK SMK - - - - -
dan tidak
2. Ny. S P 51 th Istri SD - - - - - ada bukti
fisik
3. Nn. H P 23 th Anak SMA √ √ √ √ √
imunisasai
4. Sdr. A L 14 th Anak SMP √ √ √ √ √
7. Genogram
Keterangan :
: Laki-laki : Tinggal satu rumah
: Perempuan : Kegururan
: Kasus utama : Garis keturunan
: Meninggal
: Garis pernikahan
Penjelasan :
Ny S adalah anak ke-lima dari enam bersaudara. Orangtua Ny. S sudah meninggal
dunia dan adik laki-laki Ny S atau anak ke-enam juga sudah meninggal dunia. Pasien
menikah dengan suaminya dan memiliki tiga anak. Anak pertama pasien sudah menikah dan
tinggal di rumah yang berbeda, sedangkan pasien saat ini tinggal bersama suami dan kedua
anaknya. Ibu pasien meninggal dengan penyakit komplikasi dari hipertensi, dan saudara
perempuan pasien ada yang menderita hipertensi. Pasien menderita hipertensi sekitar 1
tahun yang lalu. Hal tersebut diketahui saat pasien merasa tidak enak badan dan
memeriksakan diri ke dokter.
8. Tipe Keluarga
Tipe keluarga Ny S termasuk tipe keluarga Inti (Nuclear Family). Ny, S tinggal
bersama suami dan anaknya satu rumah dan memiliki ikatan perkawinan yang sah menurut
hukum dan agama.
9. Suku Bangsa
Keluarga Ny. S berasal dari suku Jawa dan menggunakan bahasa jawa. Jaringan
sosial keluarga Ny. S masih menganut nilai dan kaidah budaya jawa, tempat tinggal
keluarga semua masyarakat di wilayah lingkungan sekitar tempat tinggal Ny. S adalah etnis
jawa. Masyarakat di sekitar tempat tinggal keluarga Ny S bersifat homogeny, kegiatan-
kegiatan keagamaan, sosial budaya, rekreasi dan pendidikan. Bahasa yang digunakan sehari-
hari keluarga Ny S dan masyarakat di lingkungan sekitarnya menggunakan bahasa Jawa,
terkadang menggunakan bahasa Indonesia jika mengobrol dengan orang asing. Aktivitas
sehari-hari sama seperti masyarakat disekitarnya seperti makan, tidur, bekerja, berbincang-
bincang dengan keluarga ataupun tetangga.
Keluarga Ny S mengikuti setiap kegiatan yang ada di dalam masyarakat seperti
pengajian, kumpulan rutin, gotong royong, dsb. Ny S mengatakan di keluarga maupun
masyarakat sekiar tidak ada mitos atau pantangan tertentu yang dapat mempengaruhi
tentang pemeliharaan kesehatan dalam keluarga maupun lingkungannya. Keluarga Ny S
mengatakan jika ada keluarga yang sedang sakit maka diperiksakan ke dokter atau
puskesmas di tempat terdekat. Anggota keluarga tidak ada masalah dalam pemanfaatan
layanan kesehatan.
10. Agama
Keluarga Ny S menganut agama Islam dan memiliki pandangan sama dalam praktek
keyakinan beragama. Keluarga menjalankan ibadah sesuai syariat agama Islam yaitu sholat
5 waktu. Ny S mengatakan setiap kegiatan yang dilakukan harus mengikuti ajaran agama
Islam dan sesuai dengan kitab suci Al-Qur’an dan sunnah-sunnah Nabi Muhammad SAW
serta norma-norma yang diajarkan dalam Islam. Ny S mengatakan keluarga mengikuti
kegiatan keagamaan yang ada di lingkungan masyarakat seperti pengajian rutin, pengajian
akbar, sholat berjamaah, ziarah, dll. Menurut keluarga Ny S kegiatan-kegiatan tersebut dapat
membuat hati lebih tenang dan mendekatkan diri dengan Allah SWT. Ny S mengatakan
agama sebagai landasan atau pondasi dalam kehidupan mereka. Keluarga selalu bersyukur
atas rizki yang diberikan Allah SWT untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan lainnya.
C. LINGKUNGAN
1. Karakteristik rumah
Runah yang ditempati Ny S adalah rumah permanen dengan status kepemilikan
mandiri keluarga Ny S. Lantai dari keramin dan ubi, serta atap dari genting. Luas seluruh
pekarangan dan rumah sebesar 75m2. Luas bangunan rumah 50m2 yang terdiri dari teras
pada bagian depan, ruang tamu dan keluarga, 4 buah kamar tidur, satu dapur, satu ruang
makan, satu kamar mandi dan toilet serta satu ruang gudang dan tempat sepeda motor.
Denah Rumah
Keterangan :
A : Teras rumah F : Ruang makan
B1,2,3,4 : Kamar tidur G : Kamar mandi
C : Ruang tamu H : Gudang
D : Ruang keluarga/TV I : Garasi
E : Dapur
D. STRUKTUR KELUARGA
1. Pola komunikasi keluarga
Keluarga Ny S berasal dari jawa sehingga bahasa yang digunakan sehari — hari
dalam keluarga adalah bahasa jawa dan kadang-kadang berbahasa indonesia. Komunikasi
dalam keluarga sehari-hari menganut kaidah jawa yaitu yang lebih muda menghormati yang
lebih tua. Komunikasi antar keluarga lancar dan bisa berlangsung satu arah (saat Ny S atau
Tn S berbicara dengan anaknya). Komunikasi dalam keluarga bisa berlangsung setiap saat
karena keluarga lebih banyak berada di rumah. Komunikasi juga berlangsung memalui
telepon yang dimiliki masing-masing anggota keluarga. Pola komunikasi yang dijalankan
sangat efektif. Keluarga Ny,S sangat menikmati kehidupan saat ini dan selalu bersyukur.
E. FUNGSI KELUARGA
1. Fungsi Afektif
Ny. S ingin menjadi contoh orangtua yang baik untuk anaknya. Keluarga selalu
berusaha menjaga keharmonisan dalam keluarga dengan cara memelihara dengan baik
hubungan antar keluarga. Selain itu dengan cara saling menghormati sesama anggota
keluarga dan bila ada keluarga sedang membutuhkan bantuan maka anggota keluarga yang
lain akan berusaha untuk membantu. Ny S juga selalu memberikan kasih sayang kepada
keluarganya dan selalu merawat keluarga dengan baik.
2. Fungsi Sosial
Interaksi antar anggota keluarga dapat berjalan dengan lancar dan baik. Hal tersebut
disebabkan Ny S serta keluarga selalu berusaha untuk mentaati aturan — aturan dalam
keluarga dan menanamkan sikap saling menghormati dan menghargai. Setiap anggota
keluarga juga selalu berusaha mematuhi dan mengikuti aturan atau norma yang ada di
masyarakat, misalnya tidak boleh menerima tamu lebih dari jam 22.00 wib, tamu yang
menginap 1x24 diharapkan melapor ke RT untuk mencegah hal- hal yang tidak baik.
Keluarga juga berusaha untuk mengikuti adat istiadat di desa seperti; menjenguk orang yang
sakit, takziah, membantu atau menghadiri acara hajatan jika di undang serta mengikuti
gotong- royong bersih desa. Tn S dan Ny S juga mendukung kemandirian anak-anaknya.
Dan mensosialisasikan kegiatan masyarakat kepada anaknya dan menghargai status anak
kepada anak-anaknya.
G. HARAPAN KELUARGA
Keluarga sangat mengharapkan agar masalah kesehatan keluarga yang dihadapi dapat
berkurang atau bahkan dapat hilang atau teratasi dan keluarga juga berharap adanya bantuan
dari petugas kesehatan untuk mengurangi masalah kesehatan yang dialami oleh keluarga serta
dapat mengubah kebiasaan keluarga yang kurang sehat menjadi pola hidup yang sehat.
H. PEMERIKSAAN FISIK
No Nama Umur TTV Kepala dan Leher Dada Abdomen Ekstrimitas dan
Genetalia
1 Tn S 55 thn TD : Kepala : Bentuk kepala Paru : Inspeksi : simetris, tidak Atas :
120/80 mesocepal, rambut hitam sedikit Inspeksi : bentuk dada ada jejas, tidak ada masa, Lengkap, tidak ada
mmHg beruban, bersih, tidak ada luka simetris, ekspansi paru tidak ada asites, warna kelainan jari, ada
RR : Mata : simetris, konjungtiva simetris kanan dan kiri, kulit sama dengan yang edema, kemerahan
18 tak anemis, sklera tak tidak ada retraksi otot lain, pusat tepat ditengah bagian tangan kiri.
x/mnt ikterik,pupil isokor, fungsi dinding dada. Auskultasi : peristaltik Bawah :
S: penglihatan normal, tidak Palpasi :ekspansi paru usus 10 x/menit. Lengkap, tidak ada
36,5 ˚C penggunakan alat bantu simetris kanan dan kiri, Perkusi : suara thympani kelainan, tidak ada
N: penglihatan. vokal fremitus teraba Palpasi : tidak ada nyeri edema, tidak varises.
80 Telinga : simetris, bersih, tidak sama kanan dan kiri, R : tekan, tidak ada Kekuatan otot
x/mnt ada nyeri tekan, fungsi 18x/menit. pembesaran organ 5 5
TB : pendengaran telinga baik, Perkusi : suara sonor 5 5
163 cm serumen tidak ada. Auskulatasi :suara nafas Genitalia : tidak
BB Hidung : bersih, tidak ada vasikuler. terkaji ,tidak ada
: 55 kg pernafasan cuping hidung, tidak Jantung: kelainan,tidak ada
IMT : ada polip, fungsi penciuman Inpeksi : tidak tampak gannguan organ
20,75 baik. ictus cordis reproduksi
(N) Mulut : bersih, mukosa bibir Palpasi : ictus cordis
lembab, tidak ada stomatitis teraba di intercosta IV
Leher : sub clavicula sinistra,
Tidak ada pembesaran kelenjar Perkusi :terdengar
thyroid, JVP tidak meningkat, redup.
tidak ada nyeri telan. Auskultasi : S1 dan S2
reguler
2. Ny S 51 thn TD : Kepala : Bentuk kepala Paru : Inpeksi : simetris, tidak Atas :
140/90 mesosepal, rambut hitam sedikit Inspeksi :bentuk dada ada jejas, tidak ada masa, Lengkap, tidak ada
mmHg beruban merata lurus, bersih, simetris, ekspansi paru tidak ada asites, warna kelainan jari, tidak
RR : tidak ada lesi simetris kanan dan kiri, kulit sama dengan yang ada edema.
18 Mata : simetris, konjungtiva pernafasan teratur, tidak lain, pusat tepat ditengah. Bawah :
x/mnt tak anemis, sklera tak ikterik, ada retraksi otot dinding Auskultasi :peristaltik Lengkap, kaki sedikit
S: fungsi penglihatan normal, tidak dada,tidak ada lesi. usus 12 x/menit. sulit digerakkan.
36,0 ˚C menggunakan alat bantu Palpasi :ekspansi paru Perkusi : suara thympani Kekuatan otot
N: penglihatan. simetris kanan dan kiri, Palpasi : tidak ada nyeri 5 5
82 Telinga : simetris, bersih, fungsi vokal fremitus teraba tekan, tidak ada 5 5
x/mnt pendengaran telinga baik, sama kanan dan kiri, R : pembesaran organ Genitalia : tidak
TB : serumen tidak ada. 18x/menit. terkaji, tidak ada
155 cm Hidung : bentuk hidung Perkusi : suara paru kelaina, tidak ada
BB simetris, tidak ada kotoran, tidak sonor. gangguan organ
: 60 kg ada pernafasan cuping, tidak ada Auskultasi : suara nafas reproduksi
IMT : polip. vesikuler.
25 Mulut : mukosa bibir lembab, Jantung:
tidak bau nafas, tidak ada Inpeksi: tidak tampak
peradangan pada mulut, tidak ictus cordis
ada stomatitis. Perkusi : ictus cordis
I. ANALISA DATA
No Symptom Problem
1. DS :
Ny. S mengatakan pertama kali mengetahui Ketidakefektifan
dirinya hipertensi saat melahirkan anak ketiganya manajemen kesehatan
(14 tahun yang lalu), dan kambuh saat sedang keluarga
sakit demam
Ny. S mengatakan saat kurang tidur dan kelelahan
ia merasakan nyeri tengkuk yang ia isyaratkan
tekanan darahnya naik.
DO :
Tekanan darah 140/90 mmHg, Nadi : 82 x/menit,
RR : 18 x.menit, S: 36 C
Keluarga menunjukkan ekpresi belum mengetahui
tentang cara perawatan penderita hipertensi.
TKK :
Keluarga mengetahui tentang hipertensi, namun
tidak mengetahui penyebab serta komplikasi yang
diakibatkan hipertensi
Keluarga sudah mengetahui diet untuk penderita
hipertensi adalah dengan mengurangi garam dan
minyak, namun belum mengurangi garam disaat
masak.
Ny. S mengatakan jarang mengkonsumsi obat
yang ia dapatkan saat memeriksakan ke
puskesmas atau dokter.
Ny. S juga mengkonsumsi sayuran yang dipercaya
keluarga untuk mengurangi tekanan darah seperti
timun, daun papaya. Ny. S mengatakan jarang
melakukan olahraga karena merasa sudah banyak
aktivitas rumah tangga yang harus ia kerjakan.
Keluarga mengatakan jarang ada promosi
kesehatan, dan memeriksakan diri ke pelayanan
kesehatan hanya saat merasa sakitnya sudah lebih
dari 3 hari.
2. DS :
Ny. S mengatakan akhir-akhir ini merasakan sakit Nyeri akut
ditengkuk leher belakang.
Ny. S mengatakan sulit tidur beberapa hari, pada
saat malam hari sering terbangun namun Ny. S
tidak mengetahui penyebabnya.
Pengkajian nyeri Onset : 2 hari yang lalu,
Paliatif : tekanan darah tinggi; Quality ;
tertusuk-tusuk, Regio : tengkuk bagian
belakang, Skala : 4, Time : hilang timbul. Ny.
S mengetahui saat gejala seperti itu biasanya
tekanan darahnya naik, kemudian ke
puskesmas atau apotek untuk mengecek
tekanan darah.
DO :
J. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan manajemen kesehatan keluarga
2. Nyeri akut
K. SKORING
1. Ketidakefektifan manajemen kesehatan keluarga
2. Nyeri Akut
No Kriteria Bobot Skoring Pembenaran
1 Sifat masalah : 1 3/3 x 1 = 1 Masalah sudah terjadi dan perlu tindakan
actual keperawatan.
Masalah dirasakan karena peningkatan
tekanan darah yang ditandai dengan TD :
140/90 mmHg tetapi keluarga tidak
mengetahui cara mengurangi nyeri yang
dirasakan.
Pengkajian nyeri Onset : 2 hari yang lalu,
Paliatif : tekanan darah tinggi; Quality ;
tertusuk-tusuk, Regio : tengkuk bagian
belakang, Skala : 4, Time : hilang timbul
2 Kemungkinan 1 2/2 x 1 = 1 Teknologi kesehatan yang berkembang
masalah untuk pesat, sumber daya dan dana yang ada
di ubah : dapat dicegah dan diobati, ada kemauan
mudah untuk kontrol teratur.
3 Potensi 2 2/3 x 1 = 2/3 Masalah ini sudah lama terjadi dan
masalah untuk keluarga sudah berupaya merawat dan
dicegah: cukup mengobati anggota keluarga yang sakit dan
sudah memanfaatkan fasilitas pelayanan
kesehatan yang ada.
4 Menonjolnya 1 1/2 x 1 = 1/2 Keluarga mengetahui bahwa Ny S
masalah : mempunyai masala kesehatan dampak dari
ada masalah hipertensi maka segera mengatasi masalah
tidak segera tersebut
ditangani
Jumlah 3 1/6
1. Senin, 21 S:
September 2020 Ny. S mengatakan bersedia
untuk dilakukan pengkajian
Ny. S mengatakan menderita
penyakit darah tinggi sejak
melahirkan anak bungsunya
(14 tahun yang lalu) dan
kadang kambuh saat demam.
O: Fia Nur
Ny S tampak kooperatif
A:
Ketidakefektifan manajemen
kesehatan keluarga
Nyeri akut
P : Lanjutkan intervensi
Kenalkan masalah kepada
keluarga tentang hipertensi
dan kontrol nyeri
2. Rabu, 23 Ketidakefektifan S: Fia Nur
September 2020 manajemen kesehatan
Ny. S dan keluarga
keluarga
mengatakan belum mengerti
tentang pengertian hipertensi,
penyebab, dan tanda gejala
Nyeri Akut
hipertensi
Ny. S dan keluarga
mengatakan menjadi tahu
pengertian hipertensi,
penyebab dan tanda gejala
Ny. S mengatakan ia merasa
nyeri ketika tekanan darahnya
naik karena susah tidur, pasien
menjadi tahu penyebab nyeri
muncul
O:
Ny S dan keluarga kooperatif,
mampu menyebutkan
pengertian, penyebab, dan
tanda gejala
TD : 140/90 mmHg
A:
Masalah ketidakefektidan
manajemen kesehatan
keluarga teratasi sebagian.
Masalah gangguan rasa
nyaman teratasi sebagian.
P : Lanjutkan intervensi
Ajarkan keluarga dalam
pengambilan keputusan
ketika mengalami hipertensi
3. Sabtu, 26 Ketidakefektifan S:
September 2020 manajemen kesehatan
Keluarga Ny. S memutuskan
keluarga
untuk memeriksakan Ny S
apabila sakit dari pada
membeli obat di warung
Nyeri Akut
Ny. S dan keluarga
mengatakan jika nyeri muncul
biasanya digunakan untuk
beristirahat dan minum obat
yang dibeli di warung
O:
Keluarga dan Ny. S tampak
memperhatikan, kooperatif,
mampu mejelaskan hal yang
dijelaskan pada pertemuan
Fia Nur
sebelumnya, mampu
memutuskan ketika terjadi
masalah kesehatan
TD: 130/90 mmHg
A:
Masalah ketidakefektifan
manajemen kesehatan keluarga
teratasi sebagian
Masalah gangguan rasa
nyaman teratasi
P : Lanjutkan intervensi
Kaji pengetahuan keluarga
bagaimana merawat anggota
keluarga yang sakit
Ajarkan teknik relaksasi nafas
dalam
4. Selasa, 29 Ketidakefektifan S: Fia Nur
September 2020 manajemen kesehatan
Ny. S mengatakan keluarga
keluarga
akan mengotrol pola makan
terutama makanan yang asin.
Keluarga Ny. S paham
bagaimana merawat anggota
Nyeri Akut keluarga yang sakit
Ny. S mengatakan senang
diajarkan cara mengurangi
nyeri dengan tarik nafas dalam
dan Ny. S akan melakukannya
ketika merasa nyeri
O:
Keluarga dan Ny. S kooperatif,
memperhatikan, mampu
mempraktikkan cara
mengurangi nyeri dengan tarik
nafas dalam
TD: 130/90 mmHg
A:
Masalah ketidakefektifan
manajemen kesehatan keluarga
teratasi sebagian
Masalah gangguan rasa
nyaman teratasi sebagian
P: Lanjutkan intervensi
Diskusikan dengan keluarga
tentang diet rendah garam dan
kontrol nyeri dengan kompres
hangat
5. Jum’at, 02 Ketidakefektifan S: Fia Nur
Oktober 2020 manajemen kesehatan
Keluarga Ny. S mengatakan
keluarga
akan membatasi makanan yang
asin pada saat memasak dan
membeli makanan di luar
Nyeri Akut
keluarga Ny. S mengatakan
ia menjadi tahu bagaimana
mengurangi nyeri saat
tekanan darah naik, dan
akan melakukannya apabila
nyeri muncul
O:
Keluarga kooperatif, tampak
memperhatikan dan paham
A:
Masalah ketidakefektifan
manajemen kesehatan keluarga
teratasi
Masalah gangguan rasa
nyaman teratasi
P : Lanjutkan intervensi
Diskusikan dengan keluarga
dalam memilih buah yang
tepat untuk menurunkan
tekanan darah
Anjurkan periksa teratur
6. Sabtu, 05 Ketidakefektifan S:
Oktober 2020 manajemen kesehatan
Keluarga Ny. S mengatakan
keluarga
menjadi paham dan lebih tau
buah apa yang cocok
dikonsumsi untuk mengontrol
Nyeri Akut
tekanan darah
Keluarga mengatakan akan
memeriksakan ke
pelayanan kesehatan untuk
mengontrol nyeri yang
dirasakan
O:
Keluarga dan Ny. Skooperatif, Fia Nur
mampu menyebutkan,
memperhatikan ketika
diberikan penjelasan
TD: 130/90 mmHg
A:
Masalah ketidakefektifan
manajemen kesehatan keluarga
teratasi
Masalah ganggua rasa nyaman
teratasi
P : Lanjutkan intervensi
Anjurkan periksa rutin ke
pelayanan kesehatan terdekat
DAFTAR PUSTAKA
Adriaansz, P. N., Rottie, J., & Lolong, J. (2016). Hubungan Konsumsi Makanan Dengan Kejadian
Hipertensi Pada Lansia di Puskesmas Ranomuut Kota Manado. Ejournal Keperawatan Vol 4
No 1, 1-6. Retrieved from https://media.neliti.com/media/publications/108574-ID-hubungan-
konsumsi-makanan-dengan-kejadian.pdf
Agustina, S., Sari, S. M., & Savita, R. (2014). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Hipertensi
Pada Lansia di Atas Umur 65 Tahun. Jurnal Kesehatan Komunitas, 180-186. Retrieved from
http://jurnal.htp.ac.id/index.php/keskom/article/download/70/57/
Black, J. M., & Hawks, J. H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah Manajemen Klinis untuk Hasil
yang Diharapkan Edisi 8 Buku 2 Alih Bahasa. Singapore: Elsevier.
Brunner, & Suddarth. (2013). Keperawatan Medikal Bedah Edisi 12. Jakarta: EGC.
Bulechek, G., Butcher, H., Dochterman, J., & Wagner, C. (2016). Nursing Interventions
Classification (NIC). Singapore: Elsevier.
Herdman, T. H. (2015). NANDA International Inc. Nursing Diagnosis Keperawatan: Defiisi &
Klasifikasi 2015-2017. Jakarta: EGC.
Huether, S. E., & McCance, K. L. (2017). Buku Ajar Patofisiologi (6th ed.). (D. W. Soetmadji,
R. Ratnawati, & H. Sujuti, Eds.) Singapore: Elsevier.
Hurst, M. (2015). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
Larasiska, A., & Priyantari, W. (2017). Menurunkan Tekanan Darah dengan Cara Mudah Pada
Lansia. Indonesian Journal of Nursing Practices Vol 1 No 2, 55-63. doi:10.18196/ijnp.1261
LeMone, P., Burke, K. M., & Bauldoff, G. (2015). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. (M.
T. Iskandar, Ed., B. Angelina, E. K. Yudha, P. E. Karyuni, & N. B. Subekti, Trans.)
Jakarta: EGC.
Mamahit, M. L., Mulyadi, & Onibala, F. (2017). Hubungan Pengetahuan Tentang Diet Garam
Dengan Tekanan Darah Pada Lansia Di Puskesmas Bahu Kota Manado. E-Journal
Keperawatan Vol 5 No 1, 1-4. Retrieved from
https://media.neliti.com/media/publications/105373-ID-hubungan-pengetahuan-tentang-diet-
garam.pdf
Manikome , S., Rompas, S., & Masi, G. N. (2016). Gambaran Konsumsi Makanan Laut Penderita
Hipertensi Di Wilayah Kerja Puskesmas Dagho Kecamatan Tamako. E-journal Keperawatan
Vol 4 No 1, 1-7. Retrieved from https://media.neliti.com/media/publications/106575-ID-
gambaran-konsumsi-makanan-laut-penderita.pdf
Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., & Swanson, E. (2016). Nursing Outcome Classification
(NOC), 5th Indonesian edition. Singapore: Elsevier.
Mudi, R. T. (2017). Pengaruh Parutan Kunyit Pada Penurunan Hipertensi Pada Lansia di Kelurahan
Berkoh Kecamatan Purwokerto Selatan Kabupaten Banyumas. Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu
Kesehatan Vol 15, 84-90. Retrieved from
http://jurnalnasional.ump.ac.id/index.php/medisains/article/download/1645/1395
Padila. (2012). Buku Ajar Keperawatan Keluarga dilengkapi Aplikasi Askep Keluarga Terapi Herbal
dan Terapi Modalitas. Yogyakarta: Nuha Medika.
Padila. (2013). Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Yogyakarta: Nuha Medika.
Pudiastuti, R. D. (2013). Penyakit-Penyakit Mematikan. Yogyakarta: Nuha Medika.
Puspitasari, I. D., Hannan, M., & Chindy, D. L. (2017). Pengaruh Jalan Pagi Terhadap Perubahan
Tekanan Darah Pada Lanjut Usia Dengan Hipertensi Di Desa Kalianget Timur Kecamatan
Kalianget Kabupaten Sumenep. Jurnal Ners Lentera Vol 5, 1-8. Retrieved from
http://journal.wima.ac.id/index.php/NERS/article/download/1566/1455
Rahayu, R. (2014). Gymnastic Effect On Life Quality Of The Elderly With Hypertension. J Majority
Vol 3 No 7, 121-127. Retrieved from
http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/majority/article/viewFile/488/489
Rodiatun, F. I. (2017). Asuhan Keperawatan Keluarga Pada Keluarga Tn S Khususnya Ny W
Dengan Masalah Utama Hipertensi Di Dukuh Pamdean Desa Glodogan Wilayah Kerja
Puskesmas Klaten Selatan. Klaten: Karya Tulis Ilmiah
Seke, P. A., Bidjuni, H. J., & Lolong, J. (2016). Hubungan Kejadian Stress Dengan Penyakit
Hipertensi Pada Lansia di Balai Penyantunan Lanjut Lansia Senjah Cerah Kecamatan
Mapanget Kota Manado. E-journal Keperawatan, 1. Retrieved from
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jkp/article/view/12880/12470
Situmorang, P. R. (2015). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Hipertensi Pada
Penderita Rawat Inap Di Rumah Sakit Umum Sari Mutiara Medan. Jurnal Ilmiah
Keperawatan Vol 1 No 1, 67-72. Retrieved from
http://www.kampusimelda.ac.id/images/download/penelitian/JIKep1.1-feb-11.pdf
Sukarmin, Nurachmah, E., & Gayatri, D. (2013). Penurunan Tekanan Darah Pada Pasien Hipertensi
Melalui Brisk Walking Exercise. Jurnal Keperawatan Indonesia Volume 16 No 1, 33-39.
Retrieved from http://jki.ui.ac.id/index.php/jki/article/download/17/17
Triyanto, E. (2014). Pelayanan Keperawatan Bagi Penderita Hipertensi Secara Terpadu.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Wijaya, A. S., & Putri, Y. M. (2013). KMB 1 Keperawatan MEdikal Bedah Keperawatan Dewasa
Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta: Nuha Medika