Anda di halaman 1dari 41

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK PNEUMONIA DENGAN

FOKUS STUDI PENGELOLAAN BERSIHAN JALAN NAFAS TIDAK


EFEKTIF

Wahyuni Listyawati

NIM.P1337420419114

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN BLORA

JURUSAN KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN SEMARANG

2021
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. PNEUMONIA
1. Definisi
Pneumonia adalah keadaan akut pada paru yang disebabkan oleh
infeksi atau iritasi bahan kimia sehingga alveoli terisi oleh eksudat
peradangan (Mutaqin,2008).
Pneumonia adalah suatu radang paru yang disebabkan oleh
bermacam – macam etilogi seperti bakteri, virus, jamur, dan benda asing
(Ngastiyah, 2015)
Pneumonia adalah infeksi akut yang mengenai jaringan paru –
paru dan menimbulkan peningkatan cairan pada alveoli atau parenkim
paru yang disebabkan oleh infeksi bakteri streptococcus pneumoniae dari
lingkungan sekitar (Rahajoe, dkk, 2008, Pusdatin Kemenkes RI,
2015;Kemenkes,2011)
2. Etiologi
Penyebab pneumonia adalah adanya bakteri strepotococcus
pneumonie, hemophilus infuenzae, traphylococcus aureus, streptococcus
grup B, serta kuman atipik klamida dan mikroplasma (Rahajoe, dkk.,
2008).
Mikroorganisme lain dapat berupa jamur (histoplasma, capsulatum,
koksidiodes) dan protozoa (Kemenkes RI,2010).
Penyebab lain yang menjadi faktor resiko penyakit pneumonia
adalah merokok, polusi udara, infeksi saluran pernafasan gas, gangguan
kesadaran (alkohol, overdosis obat, anestesi umum), intubasi trakea
imobilisasi lama, terapi imunosupresif (kortikosteroid, kemoterapi), tidak
berfungsinya sistem imun (AIDS), dan sakit gigi (Kemenkes RI,2011 ).

4
5

3. Klasifikasi
Menurut Wulandari & Erawati (2016), klasfikasi pneumonia
berdasarkan mikroorganisme penyebab dibedakan menjadi :
a. Pneumonia bakteralis/topikal, dapat terjadi pada semua usia, misalnya
klebsisela biasanya menyerang pada orang alkoholik dan stapilokokus
biasanya menyerang pada pasien influenza.
b. Pneumonia apikal, sering mengenai anak dan dewasa muda. Biasanya
disebabkan oleh Mycoplasma dan Chlamydia.
c. Pneumonia karens virus, sering terjadi pada bayi dan anak.
d. Pneumonia karena jamur, sering disertai infeksi sekunder terutama
pada orang dengan daya tahan tubuh lemah.
Secara morfologi menurut Wong (2004) pneumonia dapat
disebabkan sebagai berikut :
a. Pneumonia lobaris, infeksi melibatkan seluruh atau satu bagian basar
dari satu atau lebih lubus paru. Apabila yang terkena kedua lubus
paru, maka disebut dengan pneumonia bilateral atau ganda.
b. Bronkpneumonia, terjadi pada ujung akhir bronkiolus yang tersumbat
oleh eksudat mukopurulen untuk membentuk bercak konsolidasi
dalam lubus yang berada didekatnya.
c. Pneumonia intestinal, yaitu proses inflamasi yang terjadi di dalam
dinding alveolar dan jaringan peribronokial atau interlobular.
4. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis Pneumonia menurut nanda NIC NOC tahun
2015 halaman 67) :
a. Demam
b. Meningismus
c. Anoreksia
d. Muntah
e. Diare
f. Nyeri abdomen
g. Sumbatan nasal
6

h. Batuk
i. Bunyi pernafasan seperti batuk, mrngi, mengorok
j. Sakit tenggorokan
k. Sulit bernafas
5. Patofisiologi
Patogen penyebab pneumonia yang dapat berupa virus,bakteri, dan
parasit bisa berasal dari polusi atau asap diudara. Patogen tersebut masuk
ke paru-paru dapat melalui pernafasan (inhalasi) atau aliran darah.
Kemudian patogen masuk ke saluran nafas bawah dan berkoloni di paru-
paru. Terbentuklah racun/toxicyang menyebabkan cedera jaringan dan
kerusakan infeksi sel. Dari kerusakan sel akibat akibat patogen munculah
reaksi inflamasi/peradangan di bronkus atau alveolus. Sel berisi
eksudat/plasma dan sel epitel menjadi rusak. Kondisi tersebut berlangung
lama sehingga dapat menyebabkan etelektasis/pecah paru (Suratun &
Santa,2013).
Bakteri streptococcus dapat meluas dari alveoli sampai ke seluruh
segmen atau lobus. Didalam alveoli kemudian terjadi infeksi dan
menggaggu fungsi surfaktan dan maktofag. Surfaktan berfungsi untuk
mengurangi tekanan permukaan paru – paru dan membantu menstabilkan
dinding alveolus agar tidak kolap pada paru – paru, sedangkan fungsi
makrofag yaitu untuk membunuh kuman yang masuk ke dalam jaringan
tubuh. Infeksi menyebabkan peradangan membran paru bagian alveoli
sehingga cairan plasma dan sel darah merah dari kapiler masuk. Hal itu
nenyebabkan ventilasi terganggu,saluran bersihan jalan nafas inefektif
sehingga O₂ menurun. Paru –paru juga akan dipenuhi sel radang dan
cairan dimana sebenarnya respon tubuh untuk membunuh patogen, tapi
dengan adanya dahak dan fungsi paru menurun akan mengakibatkan paru
penuh dan kesulitan bernafas dapat terjadi sianosis (biru pada tubuh)
sehingga O₂ menurun, asidosis respiratorik (ventilasi buruk asam pada
darah meningkat) yang mengakibatkan batuk produktif, sesak nafas dan
menimbulkan retraksi dada sehingga terjadi peningkatan tekanan dimana
7

otot dinding pernafasan bekerja sangat kuat . Hal ini menyebabkan


kelelahan dan terjadi atelektasis atau tidak berfungsinya paru – paru
sehingga menjadi kolaps paru. Semakin lama cairan menumpuk di
alveoli, maka aliran alveoli menjadi sempit karena penumpukan sekret
yang dapat mengakibatkan bersihan jalan nafas tidak efektif. (Somantri,
2012).
8

6. Pathway

Virus,jamur,bakteri,protozoa

Terhirup

Bronchiolus

Alveolus

Proses peradangan

Infeksi

Mengganggu fungsi surfaktan dan makrofag

Cairan eksudat meningkat Difusi gas antara O₂ dan


CO₂di alveoli terganggu

Produksi sputum meningkat Kapasitas transportasi O₂


menurun
Akumulasi sputum dijalan nafas
Rangsang batuk
Gangguan pertukaran gas
Gangguan ventilasi
Nyeri pleurik

Suplay O₂ ke jaringan
Ketidakefektifanbersihan
menurun
jalan nafas
Gangguan rasa nyaman nyeri

kelemahan

Gambar 2.1 pathway pneumonia

Sumber : Suratun & Santa, 2013 Intoleransi aktivitas

Somantri, 2012
Keterangan

: Merupakan diagnosa yang diambil penulis


9

7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan
diagnostik pneumonia adalah sebagai berikut (Rahajoe,dkk.m.,2008).
a. Darah perifer lengkap
1) Leukosit : Pada pneumonia virus dan juga pada pneumonia
mikroplasma umumnya ditemukan leukosit dalam batas normal
atau sedikit meningkat. Akan tetapi, pada pneumonia bakteri
didapatkan leukosit yang berkisar antara 15.000-40.000/mm₃.
Leukosit (>30.000/mm3) hampir selalu menunjukkan adanya
infeksi bakteri, sering ditemukan pada keadaan bakteremi dan
resiko terjadinya komplikasi lebih tinggi, pada infeksi Chlamydia
pneumonie kadang-kadang ditemukan eosinofilia. WBC (White
Blood Cell) biasanya kurang dari 20.000 cells mm3.
2) Eksudet : Efusi pleura dapat berkisar antara 300-10.000/mm3.
3) Protein >2,4 g/dl normal 6,0-8,3 g/dl
4) Gula darah acak (GDA) : Glukosa lebih rendah dari pada glukosa
darah. GDA tidak normal mungkin terjadi, tergantung pada luas
paru yang terlibat dan penyakit paru yang ada.
5) Laju endap darah (LED) : meningkatkan hingga 100mm/jam
kadang-kadang terdapat anemia ringan.
6) Analisa gas darah arteri bisa menunjukkan asidosis metabolik
dengan atau tanpa retensi CO2
7) Elektronik : Natrium dan klorida mungkin rendah. Hal ini dapat
menunjukkan adanya dehidrasi pada anak.
b. C-Reactive protein (CRP)
C-Reactive protein (CRP) adalah suatu protein fase akut yang
disintesis oleh hepatosit. Secara klinis, CRP digunakan sebagai alat
diagnostik untuk membedakan antara faktor infeksi dan non infeksi,
infeksi virus dan bakteri, atau infeksi bakteri superfasialis dan
profunda. Kadar CRP biasanya lebih rendah pada infeksi bakteri
10

antibiotik. Namun, secara umum CRP belum terbukti secara konklusif


dapat membedakan antara infeksi virus dan bakteri.
c. Uji serologik
Uji serologik dapat digunakan untuk mendekati antigen dan antibodi
pada infeksi bakteri tipik maupun antipik, seperti Mikroplasma dan
Klamidia, serta beberapa virus seperti Respiratory Syncytial virus,
Sitomegalo, campak, Parainfluenza 1,2,3, Influenza A dan B, dan
Adeo.
d. Pemeriksaan Mikrobiologik
Pemeriksaan mikrobiologik untuk diagnosis pneumonia anak tidak
rutin dilakukan kecuali pada pneumonia berat yang dirawat dirumah
sakit. Untuk pemeriksan mikrobiologik, spesimen dapat berasal dari
uap tenggorokan, sekret nasofaring, bilasan bronkus, darah, fungsi
pleura, atau aspirasi paru. Diagnosis dikatakan definitif bila kuman
ditemukan dari darah, cairan pleura, atau aspirasi paru. Kecuali pada
masa neonatus, kejadian bakteremia sangat rendah sehingga kultur
darah yang positif.
e. Pemeriksaan Rontgen Toraks
Gambaran foto rontgen toraks pneumonia pada anak meliputi infiltrat
ringan pada suatu paru hingga konsolidasi luas pada kedua paru. Pada
suatu penelitian ditemukan bahwa lesi pneumonia pada anak
terbanyak berada di paru kanan, terutama di lonus atas. Bila
ditemukan dikiri, dan terbanyak di lobus bawah, maka hal itu
merupakan prediktor perjalanan penyakit yang lebih berat dengan
resiko terjadinya pleuritis lebih meingkat. Kadang-kadang becak-
bercak sudah ditemukan pada gambar radiologi sebelum timbul gejala
klinis.
8. Komplikasi
Menurut wulandari & Erawati (2016), komplikasi pada anak
meliputi :
11

a. Atelektasis
Merupakan pengembangan paru yang tidak sempurna (kolaps paru)
sebagai kurangnya mobilisasi reflek batuk karena penumpukan sekret.
b. Empisema
Adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam rongga
pleura yang tedapat disuatu tempat atau seluruh rongga pleura.
Empisema atau empiema torasis merupakan komplikasi tersering yang
terjadi pada pneumonia bakteri.
c. Abses paru
Adalah penumpukan pus dalam paru karena peradangan.
d. Infeksi sistemik
Adalah infeksi klinis yang bersifat akut. Penyebabnya yaitu
mikroorganisme terutama bakteri.
e. Endokarditis
Adalah peradangan pada katup endrokardial.
f. Perikarditis purulenta
Adalah pembengkakan dengan iritasi pada perikardium yang
disebabkan oleh infeksi bakteri.
g. Pneumotoraks
Pneumotoraks adalah adanya udara dalam rongga pleura akibat
robeknya pleura
9. Penatalaksanaan
Kepada penderita yang penyakitnya tidak terlalu berat, bisa
diberikan antibiotik per-oral dan tetap tinggal dirumah.penderita yang
lebih tua dan penderita dengan sesak nafas atau dengan penyakit jantung
atau penyakit paru lainnya, harus dirawat dan antibiotik diberikan
melalui infus. Mungkin perlu diberikan oksigen tambahan, cairan
intravena dan alat bantu nafas mekanik. Kebanyakan penderita akan
memberikan respon terhadap pengobatan dan keadannya membalik
dalam waktu 2 minggu. Penatalaksanaan umum yang dapat diberikan
antara lain :
12

a. Oksigen 1-2 L/menit.


b. Jika sesak tdak terlalu berat, dapat dimulai makanan enteral bertahap
melalui selang nasogastrik dengan feeding drip.
c. Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin
normal dan beta agonis untuk memperbaiki transport mukosilier.
Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit.
Penatalaksanaan untuk pneumonia bergantung pada penyebab,
antibiotik diberikan sesuai hasil kultur.
Untuk kasus pneumonia community based :
a. Ampisilin 100 mg/kg BB/hari dalam 4 kali pemberian.
b. Kloramfenikol 75 mg/kg BB/hari dalam 4 kali pemberian.
Untuk kasus pneumonia hospital based :
a. Sefatoksim 100 mg/kg BB/hari dalam 2 kali pemberian
b. Amikasin 10-15 mg/kg BB/hari dalam 2 kali pemberian.
(Sumber dari nic noc halaman 68)

B. Bersihan Jalan Nafas Tidak Efefktif


1. Pengertian
Bersihan jalan nafas tidak efektif adalah ketidakmampuan untuk
membersihkan seksresi atau obstruksi dari saluran pernafasan untuk
mempertahankan kebersihan jalan nafas (Widianto,2011). Sedangkan
bersihan jalan nafas tidak efektif menurut Rieja (2010) adalah
tersumbatnya sebagian jalan nafas karena sekresi atau obstruksi saluran
pernafasan sehingga tidak bisa mempertahankan jalan napas yang bersih.
2. Penyebab
Bersihan jalan nafas tidak efektif pada pneumonia disebabkan oleh
sputum, adanya sputum dijalan nafas yang tidak dapat di batukkan oleh
penderita dapat menyumbat jalan nafas dan mengganggu pemenuhan
kebutuhan oksigen (Brunner & Suddarth,2002). Ketidakefektifan
bersihan jalan nafas menjadi masalah karena damapk dari pengeluaran
13

dahak yang tidak lancar menyebabkan timbulnya sianosis, kelelahaan,


aapatis dan penderita merasa lemah.
3. Penatalaksanaan
Pengelolaan Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif antara lain:
a. Inhalasi Oksigen
Pemberian oksigen bisa dilakukan dengan menggunakan alat
diantaranya adalah :
1) Nasal Kanul
Alatnya sederhana dapat memberikan oksigen dengan aliran 1 – 6
liter/menit dan konsentrasi oksigen sebesar 24 – 44%.
2) Sungkup Muka Sederhana
Aliran oksigen yang diberikan yang diberikan melalui alat ini
sekitar 5 liter/menit dengan konsentrasi 40 – 60%
3) Sungkup Muka dengan Kantong rebreathing
Konsentrasi oksigen yang diberikan lebih tinggi dari sungkup
muka sederhana yaitu 60-80% dengan aliran oksigen 8-12
liter/menit.
4) Sungkup Muka dengan Kantong nonrebreathing
Memberikan oksigen sampai 99% dengan aliran yang sama pada
kantong rebreathing. Pada prinsipnya, udara inspirasi tidak
tercampur dengan ekspirasi.
b. Fisioterapi Dada
Fisioterapi dada merupakan suatu rangkaian tindakan keperawatan
terdiri dari perkusi, vibrasi, dam postural drainage :
1) Perkusi
Perkusi disebut juga dengan clapping adalah pukulan kuat, bukan
berarti sekuat kuatnya pada dinding dada dan punggung dengan
tangan dibentuk seperti mangkuk. Tujuan perkusi secara mekanik
dapat melepaskan secret yang melekat pada dinding broncus.
14

2) Vibrasi
Vibrasi adalah gerakan kuat secara serial yang dihasilkan oleh
tangan perawat yang diletakan datar pada dinding dada klien.
Tujuannya digunakan setelah perkusi untuk meningkatkan
turbulensi udara ekspirasi dan melepaskan mukus kental.
3) Postural Drainage
Postural drainage merupakan salah satu intervensi untuk
melepaskan sekresi dari berbagai segmen paru – paru dengan
menggunakan gaya gravitasi.
c. Napas Dalam dan Batuk Efektif
Nafas dalam yaitu bantuk latihan napas yang terdiri atas pernapasan
abdomen (diafragma) dan purse lips breathing. Sedangkan batuk
efektif yaitu latihan untuk mengeluarkan sekret.
d. Suction (Penghisapan Lendir)
Suction adaalah suatu metode untuk melepaskan sekresi yang
berlebihan pada jalan napas. Suction dapat diterapkan pada oral,
nasofaringeal, trakheal, serta endotrakheal atau trakheostomi tube.

C. Konsep Dasar Tumbuh Kembang Anak


1. Pengertian
Anak adalah individual yang berusia 0-18 tahun, dipandang
sebagai individual yang unik, dalam masa tumbuh kembang, dan
memiliki kebutuhan biopsikososiospiritual (Wulandari & Erawati,2016).
2. Pertumbuhan dan Perkembangan Anak
a. Pengertian
Menurut Wulandari & Erawati (2016), petumbuhan (growth)
adalah pertumbuhan bersifat kuratif atau dapat diukur seperti umur
(tahun), tinggi badan (meter,centimeter), dan berat badan (gram,
kilogram). Sedangkan perkembangan (development) adalah
pertambahan kemampuan struktur dan fungsi tubuh yang lebih
15

kompleks dan bersifat kualitatif. Contohnya kemampuan berjalan,


berbicara, dan berlari (Wulandari & Erawati,2016).
b. Tahap tumbuh kembang anak
1) Masa Neonatal (0-28 hari)
Pada masa neonatal, terjadi adaptasi terhadap lingkungan,
perubahan sirkulasi darah, serta mulai berfungsinya organ-organ
tubuh. Pada masa ini refleks-refleks primitif yang bersifat fisiologis
akan muncul. Diantaranya :
a) Refleks moro, yaitu refleks merangkul. Akan hilang pada usia
3-5 bulan.
b) Refleks mengisap (sucking reflects)
c) Refleks menoleh (rooting reflects)
d) Refleks mempertahankan posisi leher/kepala (tonick neck
reflects)
e) Refleks memegang (palmar graps reflects), akan hilang pada
usia 6-8 tahun (Nursalam & Utami,2005).
2) Masa Bayi (28 hari - 1 tahun)
Pada masa bayi, perkembangan psikososial anak pada tahap
trust vs mistrust, dalam hal ini lingkungan harus memberikan
perhatian dan kasih sayang yang cukup untuk menumbuhkan rasa
percaya diri. Kegagalan untuk memperoleh perkembangan interaksi
dapat menyebabkan terjadinya kelainan emosional dan masalah
sosialisasi pada masa mendatang. Oleh karena itu, diperlukan
hubungan yang baik dengan orang tua dan sekitarnya (Nursalam &
Utami,2005).
Sumber kepuasan dan kenikmatan anak terletak di mulut
sehingga segala sesuatu yang dipegangnya cenderung akan
dimasukkan ke dalam mulut. Orang tua harus memperhatikan
keamanan dan kebersihan makanan maupun permainan anaknya
(Nursalam & Utami,2005).
16

Pada tahap ini, tugas perkembangannya meliputi belajar


memakan makanan yang keras, belajar berbicara, dan berjalan
(Putra, dkk,2014). Sedangkan perkembangan sensorik motorik
anak bisa dilihat dibawah ini.
a) Perkembangan Sensorik Motorik Fase Bayi
(1) Umur 1-3 bulan
Anak beusaha mengelola koordinasi bola mata untuk
mengikuti suatu objek, membedakan seseorang dengan
benda, senyum naluri, dan bersuara. Pada posisi
telungkup, anak berusaha menganggkat kepala. Jika tidur
telentang, anak memiringkan kepala ke samping.
(2) Umur 2-6 bulan
Anak mampu mengangkat kepala dan menoleh ke kiri-
kanan saat terlungkup. Pada usia 5 bulan anak mampu
membalikkan badan terlentang-telungkup dan sebaliknya
untuk dimasukkan ke mulut. Pada suasana yang
menyenangkan anak akan tertawa lepas, sedangkan pada
suasana tidak menyenangkan anak akan menangis.
(3) Umur 6-9 bulan
Anak mulai bergerak memutar pada posisi telungkup
untuk menjangkau benda-benda disekitarnya.
(4) Umur 9 bulan
Anak bergerak merayap dan merangkak, mampu duduk
sendiri tanpa bantuan. Anak sudah mulai belajar untuk
berdiri dan berjalan. Koordinasi jari telunjuk dan ibu jari
lebih sempurna sehingga anak dapat mengambil benda
dengan menjepit. Kehadiran orang asing akan membuat
cemas, demikian juga perpisahan dengan ibunya.
17

(5) Umur 9-12 bulan


Anak mampu melambaikan tangan, bermain bola,
memukul-mukul mainan, dan memberikan benda yang
dipegang bila diminta.
(6) Umur 18-24 bulan
Pemulaan anak berpikir dulu sebelum bertindak.
3) Fase Todler (1-3 tahun)
a) Perkembangan Psikososial
Anak mulai dapat megatur dirinya sendiri. Bila pada fase
ini kebutuhan tidak terpenuhi, maka akan timbul rasa malu,
ragu-ragu, tempertantrum sadistic, keras kepala, menentang,
paranoid, obsessive convulsive. Anak perlu dibimbing dengan
akrab, penuh kasih sayang, tetapi juga tegas (Setiawan,
dkk.,2014).
b) Perkembangan Pesikointelektualnya
Ciri pada fase ini adalah sifat egosentris sehingga seagal
sesuatu yang disukainya dianggap sebagai miliknya. Anak
kadang-kadang juga berperilaku menolak apa saja yang akan
dilakukan terhadap dirinya, misalnya menolak memakai baju
(Nursalam & Utami,2005).
c) Tugas Perkembangan dan Pesikoseksual
Pada fase ini, pusat kenikmatan terletak di anus. Anak
merasa puas jika dapat mengeluarkan kotoran ada menahan
kotoran. Anak akan merasa puas jika mampu mengotori
lingkungan. Bila kepuasan tidak terpenuhi pada saat dewasa
anak akan bersikap masa bodo, tidak rapi, dan serampangan.
Anak juga memiliki kepuasan untuk menahan kotoran. Bila
kepuasan tidak terpenuhi, maka akan menimbulkan sikap kaku
dan keras kepala. Anak harus mulai belajar toilet training,
belajar otonomi, dan mulai belajar mandiri (Setiawan,
dkk.,2014).
18

4) Fase Pra Sekolah (3- 6 tahun/ usia meniru, kreatif,menjelajah)


Ciri pada fase ini adalah banyak berinisiatif, rasa ingin tahu
besar, sering bertanya, banyak bicara, aktif bermain, bekerja, aktif
di luar rumah. Bila pada fase ini terdapat hambatan, akan timbul
kesulitan belajar, pasif, takut, kurang inisiatif. Pada masa ini, anak
masih memiliki sifat egosentris, pola pikir didasarkan pada objek,
sikap kaku. Anak belum mampu membedakan hal abstrak atau
konkrit sehigga orang tua sering menganggap anak berbohong
(Setiawan, 2014: Nursalam & Utami,2005).
Pusat kenikmatan terletak di alat kelamin. Pada fase ini anak
mulai memperhatikan perbedaan laki – laki dan perempuan. Anak
akan mengidentifikasi perilaku orang tuanya sehingga mempunyai
kecenderungan untuk meniru tingkah laku orang dewasa di
sekitarnya. Jika pada masa ini terganggu akan menimbulkan sifat
homoseksual (pada anak laki – laki) atau sifat lesbian (pada anak
perempuan) (Setiawan,2014).
Pada usia 4 tahun, ciri pertumbuhan fisik anak meliputi BB
naik 2,3 kg/ tahun serta TB naik 6,75-7,5 cm/tahun. Untuk
perkembangan motorik anak pra sekolah dapat dilihat pada tabel
dibawah ini (Setiawan, 2014).
Tabel 2.1
Perkembangan Motorik Masa Prasekolah

NO UMUR MOTORIK KASAR MOTORIK HALUS


1 4 tahun a. Berjalan jinjit a. Menggunakan
b. Melompat gunting dengan lancar
c. Melompat dengan satu b. Menggambar kotak
kaki c. Menggambar garis
d. Menangkap dengan lurus
melempar bola dari atas d. Membuka dan
kepala memasang kancing
2 5 tahun a. Berjalan mundur sambil a. Menulis angka dengan
19

jinjit huruf
b. Melempar dan mengakap b. Menulis dengan kata-
bola dengan baik kata
c. Melempar dengan kaki c. Menulis nama sendiri
bergantian d. mengikat tali sepatu
Sumber : Putra, dkk.(2014)

Pada perkembangan ini anak sudah mengurangi aktivitas


bermain sendiri, lebih sering berkumpul dengan teman, interaksi
sosial selama bermain meningkat. Tugas perkembangan yang harus
diselesaikan meliputi anak mampu mempelajari perbedaan seks dan
perilakunya, mempersiapkan diri untuk membaca dengan
kemampuan bicara dan bahasa, belajar membedakan yang benar
dan salah, serta mulai mengembangkan hati nurani (Setiawan,
2014).
5) Faktor yang Mempengaruhi Tumbuh Kembang Anak
Menurut Soetijiningsih dalam Nursalam & Utami (2005),
Wulandari & Erawati (2016), faktor yang mempengaruhi tumbuh
kembang dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu faktor internal
dan eksternal.
a) Faktor Internal
(1) Genetika
Faktor genetik dapat mempengaruhi kecepatan
pertumbuhan dan kematangan tulang, alat seksual, serta
saraf.
Perbedaan ras, etnis, atau bangsa dapat mempengaruhi
postur tubuh. Misalnya tinggi badan orang Eropa berbeda
dengan tinggi orang Indonesia atau baangsa lainnya.
20

(2) Pengaruh Hormon


Pengaruh hormone sudah terjadi sejak masa pranatal, yaitu
saat janin berusia 4 bulan. Hormon yang berpengaruh
terhadap pertumbuhan seperti hormone somatotropin dan
hormon teroid yang menghasilkan kelenjar tiroksin untuk
metabolisme serta maturasi tulang, gigi, dan otak.
b) Faktor Eksternal
(1) Faktor Pranatal
Kondisi lingkungan fetus dalam uterus dapat
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan janin,
antara lain gangguan gizi, gangguan fungsi endokrin pada
ibu, ibu mengalami infeksi atay penyakit menular seksual,
kelainan imunologi, dampak dari psikologis ibu, dan
dampak radiasi yang menyebabkan pada organ otak janin.
(2) Faktor Post-natal
Riwayat kelahiran dengan vakum ekstraksi atau forceps
dapat menyebabkan trauma pada bayi dan berisiko
terjadinya kerusakan jaringan otak.
(3) Faktor Pascanatal
Faktor yang berpengaruh terhadap kembang anak setelah
kelahiran sama seperti saat pre-natal. Namun komponen
yang paling berpengaruh terhadap tumbuh kembang
adalah gizi. Asupan gizi yang tidak atau kurang terpenuhi
dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan anak.
Asupan gizi yang berlebihan juga berdampak buruk, yaitu
penumpukan kadar lemak yang berlebihan dalam sel,
jaringan, bahkan pembulih darah.
(4) Budaya lingkungan
Pola perilaku ibu hamil dipengaruhi oleh budaya yang
dianutnya, misalnya larangan untuk makan makanan
tertentu padahal zat gizi tersebut dibutuhkan untuk
21

pertumbuhan dan perkembangan janin, serta keyakinan


untuk melahirkan di dukun beranak dari pada di tenaga
kesehatan.
(5) Status sosial dan ekonomi keluarga
Anak yang dibesarkan di keluarga yang berekonomi tinggi
pemenuhan kebutuhan gizinya akan tercukupi dengan baik
dibandingkan dengan anak yang dibesarkan di keluarga
yang berekonomi sedang atau kurang. Demikian dengan
keluarga yang memiliki pendidikan tinggi akan lebih
menerima arahan tentang peningkatan pertumbuhan dan
perkembangan anak dibandingkan dengan keluarga
dengan latar belakang pendidikan rendah.
(6) Iklim atau cuaca
Iklim tertentu akan mempengaruhi status kesehatan anak
misalnya musim penghujan dapat menimbulkan banjir
sehingga menyebabkan transportasi untuk mendapatkan
makanan, timbul penyakit menular dan penyakit kulit.
Anak yang tinggal didaerah endemik, misalnya demam
berdarah, jika terjadi perubahan cuaca wabah demam
berdarah akan meningkat.
(7) Olahraga atau latihan fisik
Olahraga atau latihan fisik yang teratur akan
meningkatkan sirkulasi darah dan meningkatkan suplai
oksigen ke seluruh tubuh sehingga dapat menstimulasi
perkembangan otot jaringan sel.
(8) Posisi anak dalam keluarga
Posisi anak sebagai anak tunggal, anak tengah, atau anak
bungsu dapat mempengaruhi keluarga dalam mengasuh
atau mendidik.
22

(9) Status kesehatan


Apabila anak dalam kondisi sehat dan sejahtera maka
percepatan pertumbuhan dan perkembangan akan lebih
baik dibandingkan dengan anak dalam kondisi sakit.
3. Konsep Hospitalisasi
a. Pengertian
Hospitalisasi merupakan suatu proses yang memiliki alasan yang
mengharuskan anak untuk tinggal dirumah sakit, menjalani terapi, dan
perawatan sampai pemulangannya kembali kerumah dimana sering
menimbulkan perasaan cemas, marah, sedih, takut, dan rasa bersalah
(Wulandari & Erawati,2016).
b. Reaksi Hospitalisasi pada Anak
Menurut Wulandari & Erawati (2016), reaksi hospitalisasi pada
anak dapat berbeda-beda sesuai dengan klasifikasi usia. Reaksi
hospitalisasi anak dapat diuraikan sebagai berikut.
1) Reaksi Hospitalisasi pada Anak Usia 0-12 bulan
Masalah utama pada anak merupakan dampak dari
perpisahan dengan orang tua sehingga ada gangguan pembentukan
rasa percaya dan kasih sayang. Pada anak usia lebih dari 6 bulan
terjadi stranger anxiety (cemas apabila terhadap dengan orang yang
tidak dikenalnya) dan cemas karena perpisahan. Respon yang
sering muncul adalah menangis, marah, dan banyak melakukan
gerakan.
2) Reaksi Hospitalisasi pada anak Usia Toddler
Reaksi hospitalisasi anak usia toodler sama seperti reaksi
hospitalisasi pada bayi, yaitu cemas karena perpisahan. Hubungan
anak balita dengan ibu sangat dekat sehingga adanya perpisahan
akan menimbulkan rasa kehilangan, perasaan tidak aman, dan rasa
cemas. Respon perilaku anak akibat perpisahan dibagi 3 tahap :
23

a) Tahap protes (Phase of protest)


Anak akan menangis kuat, menjerit, memanggil ibunya
dengan tingkah laku agresif seperti memukul, mencoba
membuat orang tuanya tetap tinggal, dan menolak perhatian
orang lain. Perilaku tersebut dapat berlangsung selama
beberapa jam sampai beberapa hari dan terus berlanjut hingga
anak merasa kelelahan. Pendekatan dengan orang asing yang
tergesa-gesa akan meningkatkan protes.
b) Tahap Putus Asa (Phase of Despair)
Pada tahap ini anak tampak tegang, tangisnya berkurang,
tidak aktif, kurang berminat untuk bermain, tidak ada nafsu
makan, tidak mau berkomunikasi, sedih dan apatis. Pada tahap
ini, kondisi anak mengkhawatirkan karena anak menolak untuk
makan, minum, dan bergerak.
c) Tahap Menolak (Phase of Denial)
Pada tahap ini, anak mulai menerima perpisahan, mulai
tertarik dengan apa yang ada disekitarnya, dan mulai membina
hubungan dengan orang lain. Pada tahap ini biasanya telah
terjadi perpisahan yang lama dengan orang tua.
3) Reaksi Hospitalisasi pada Anak Usia Prasekolah
Dampak hospitalisasi pada anak usia prasekolah biasanya
adalah menolak makan, sering bertanya, menangis perlahan, dan
tidak kooperatif dengan tenaga kesehatan.
4) Reaksi Hospitalisasi pada Anak Usia Sekolah (Usia 6-12 tahun)
Perawatan dirumah sakit menyebabkan anak terpaksa
meninggalkan lingkungan yang dicintai, keluarga, kelompok sosial
sehingga menimbulkan kecemasan. Kehilangan kontrol tersebut
dapat berdampak peubahan peran dalam kelompok sosial, perasaan
takut mati, dan kelemahan fisik. Pada tahap ini, anak sudah mampu
menggambarkan nyeri secara verbal atau nonverbal.
24

5) Reaksi Hospitalisasi pada Anak Remaja (12-18 tahun)


Reaksi ini muncul pada anak remaja dalam menghadapi
perawatan dirumah sakit seperti menolak perawatan/tindakan yang
dilakukan, tidak kooperatif dengan petugas, bertanya-tanya,
menarik diri, dan menolak kehadiran orang lain.
6) Reaksi Orang Tua terhadap Hospitalisasi Anak
Reaksi orang tua terhadap perawatan anak dirumah sakit
dapat diuraikan sebagai berikut :
a) Penolakan atau tidak kepercayaan. Hal ini terjadi apabila anak
tiba-tiba sakit dan serius
b) Marah dan merasa bersalah. Orang tua akan marah dan
menyalahkan dirinya sendiri karena merasa tidak merawat
anaknya dengan baik serta merasa bersalah karena tidak bisa
mengurangi rasa sakit yang dialami anaknya.
c) Perasaan cemas dan takut. Perasaan muncul saat melihat
anaknya menjalani prosedur yang menyakitkan seperti
pengambilan darah dan pemberian infus.
d) Perasaan sedih. Perasaan muncul pada saat anak dalam kondisi
termina atau orang tua mengetahui bahwa anaknya tidak ada lagi
harapan untuk sembuh.
e) Perasaan frustasi. Perasaan muncul pada saat kondisi anak yang
telah dirawat lama tidak mengalami perkembangan.
f) Depresi. Depresi terjadi karena orang tua merasa lelah, khawatir
apabila anak-anak yang lain ikut sakit, khawatir mengenai
kesehatan anak-anaknya dimasa yang akan datang.
4. Imunisasi
a. Pengertian
Imunisasi adalah suatu tindakan yang dengan sengaja bertujuan
memberikan kekebalan (imunitas) aktif atau pasif terhadap penyakit
dengan jalan memberikan vaksin (virus/bakteri yang dilemahkan atau
dimatikan/toksoid). Vaksin adalah bahan yang dipakai untuk
25

merangsang pembentukan zat anti yang dimasukan kedalam tubuh


melalui suntikan (Depkes,2000 dalam Wulandari & Erawati, 2016,p.
171).
Imunisasi dasar balita adalah imunisasi yang waji diberikan pada
anak usia dibawah 5 tahun. Imunisasi ini meliputi imunisasi BCG
diberikan 1 kali (pada anak usia 1 bulan), DPT diberikan 3 kali (pada
anak usia 2,3,dan 4 bulan), Polio diberikan 4 kali (pada anak usia 1,2,3,
dan 4 bulan), Campak diberikan 1 kali (pada anak usia 9 bulan),
Hepatitis B diberikan 1 kali (pada anak usia 0-7 hari).
b. Tujuan imunisasi
Tujuan pemberian imunisasi adalah untuk pencegahan penyakit
(memberikan kekebalan/imunitas) pada anak.
c. Hal – hal yang perlu diperhatikan dalam memberikan imunisasi
1) Status kesehatan saat ini
2) Penyakit sekarang dan masalalu
a) Flu berat dan panas tinggi
b) Perubahan pada sistem imun yang tidak dapat menerima
vaksin virus hidup.
c) Sedang dalam pemberian obat – obatan yang menekan sistem
imun (sisostatika, transfusi darah dan immunoglobulin).
d. Keadaan – keadaan dimana imunisasi tidak di anjurkan
1) BCG, tidak diberikan pada bayi yang menderita penyakit kulit
sangat lama, sedangkan sakit TBC dan panas tinggi.
2) DPT, tidak diberikan pada bayi yang sedang sakit parah, panas
tinggi dan kejang
3) Polio, tida diberikan pada saat diare dan sakit parah.
4) Campak, tidak diberikan bila bayi sakit mendadak saat panas
tinggi.
26

e. Macam- macam imunisasi


1) Imunisasi BCG
Vaksin BCG memberikan kekebalan aktif terhadap kekebalan
penyakit tuberkulosis (TBC). Vaksin ini mengandung bakteri
bacillus calmette- guerrin hidup yang dilamahkan sebanyak 50.000-
1.000.000 partikel atau dosis. Kontraindikasi untuk vaksin BCG
adalah penderita gangguan sistem kekebalan (misalnya penderita
leukimia, penderita yang menjalani pengobatan steroid jangka
panjang, penderita infeksi HIV).
Reaksi yang mungkin terjadi :
a) Reaksi lokal : 1-2 minggu setelah penyuntikan, pada lokasi
penyuntikan timbul kemerahan dan benjolan kecil teraba keras.
b) Reaksi regional : pembesaran kelenjar getah bening ketiak atau
leher tanpa disertai nyeri tekan.
Komplikasi yang timbul :
a) Pembentukan abses (penimbunan nanah) ditempat penyuntikan
karena penyuntikan yang terlalu dalam.
b) Limfasenitid supurativa, terjadi jika penyuntikan dosisnya terlalu
tinggi.
2) Imunisasi DPT
Imunisasi DPT adalah suatu vaksin 3- in-1 (tiga vaksin dalam
satu sediaan) yang melindungi tubuh terhadap difetri, pertusis dan
tetanus. Difetri adalah suatu infeksi bakteri yang menyerang
tenggorokan dan dapat menyebabkan komplikasi tyang serius atau
fatal. Biasanya vaksin DPT terdapat dalam bentuk suntikan, yang
disuntikkan pada otot lengan atau paha.
Komplikasi yang timbul :
a) Demam tinggi (lebih dari 40hari)
b) Kejang
27

c) Kejang demam (resiko lebih tinggi pada anak yang


sebelumnya pernah mengalami kejang atau terdapat riwayat
kejang dalam keluarganya)
d) Syok (kebiruan, pucat, kemah, tidak memberikan respon)
3) Imunisasi Polio
Imunisasi polio merupakan imunisasi yang bertujuan
memberikan kekebalan aktif terhadap poliomielitis. Polio bisa
menyebabkan nyeri otot dan kelumpuhan pada salah satu maupun
kedua lengan/tungkai. Kontraindikasi pemberian vaksin polio, diare
berat, gangguan kekebalan.
4) Imunisasi Campak
Imunisasi campak adalah imunisasi yang memberikan
kekebalan aktif untuk penyakit campak. Imunisasi campak diberikan
sebanyak 1 dosis pada saat anak berumur 9 bulan atau lebih.
Kontraindikasi pemberian vaksin campak :
a) infeksi akut di sertai dengan demam lebih dari 37,8℃
b) Gangguan sistem kekebalan
c) Pemakaian obat imunosupresan
d) Alergi terhadap protein telur
e) Hipersensitivitas terhadap kanamisin dan eritromisin
5) Imunisasi HBV
Imunisasi HBV memberikan kekebalan hepatitis B. Hepatitis B
adalah suatu infeksi yang bisa menyebabkan kanker hati dan
kematian. Dosis pertama diberika segera setelah bayi lahir imuniasi
HBV diberikan sebanyak 3 kali selang waktu 3 bulan .
5. Konsep Bermain
a. Definisi Bermain
Bermain merupakan kegiatan yang dilakukan secara sukses untuk
memperoleh kesenangan/kepuasan. Bermain merupakan cerminan
kemampuan fisik, intelektual, emosional, dan social. Bermain
merupakan media paling baik untuk belajar karena dengan bermain,
28

anak-anak akan berkata-kata (berkomunikasi), belajar menyesuaikan


diri dengan lingkungan, melakukan apa yang dapat dilakukan,
mengenal waktu, jarak serta suara (Wulandari & Erawati,2016).
b. Terapi Bermain dirumah Sakit
Perawatan dirumah sakit merupakan pengalaman yang penuh
dengan stres, baik bagi anak maupun orangtua. Beberapa bukti ilmiah,
menunjukkan bahwa lingkungan rumah sakit itu sendiri merupakan
penyebab stress bahi anak dan orang tuanya, baik lingkungan fisik
rumah sakit seperti bangun/ruang rawat, alat-alat, bau yang khas,
pakaian putih petugas kesehatan maupun lingkungan social, seperti
sesama pasien anak, ataupun interaksi dan sikap petugas kesehatan itu
sendiri. Perasaan yang tidak menyenangkan lainnya, sering kali dialami
anak.
Untuk itu anak memerlukan media yang dapat mengekspresikan
perasaan tersebut dan mampu bekerja sam dengan petugas kesehatan
selama dalam perawatan. Media yang paling efektif adalah melalui
kegiatan permainan. Permainan yang teraupetik didasari oleh
pandangan bahwa bermain bagi anak merupakan aktivitas yang sehat
dan diperlukan untuk kelangsungan tumbuh kembang anak dan
memungkinkan untuk dapat menggali dan mengekspresikan perasaan
dan pikiran anak, mengalihkan perasaan nyeri, dan relaksasi. Dengan
demikian, kegiatan bermain harus menjadi bagian internal dan
pelayanan kesehatan anak dirumah sakit (Wulandari & Erawati,2016).
c. Manfaat Terapi Bermain
aktivitas bermain yang dilakukan perawat pada anak dirumah
sakit akan memberikan keuntungan sebagai berikut :
1) Meningkatkan hubungan antara klien (anak fdan keluarga) dan
perawat karena dengan melaksanakan kegiatan bermain, perawat
mempunyai kesempatan untutk membina hubungan yang baik dan
menyenangkan dengan anak dan keluarganya.
29

2) Perawat dirumah sakit akan membatasi kemampuan anak mandiri.


Aktivitas bermain yang terprogram akan memulihkan perasaan
mandiri pada anak.
3) Permainan pada anak dirumah sakit tidak hanya akan memberikan
rasa senang pada anak, tetapi juga akan membantu anak
mengekspresikan perasaan dan pikiran cemas, takut, sedih, tegang,
dan nyeri.
4) Permainan yang teraupetik akan dapat meningkatkan kemampuan
anak untuk mempunyai tingkah laku yang positif.
5) Permainan yang memberikan kesempatan pada beberapa anak
untuk berkompetensi secara sehat, akan dapat menurunkan
ketegangan pada anak dan keluarganya.
d. Prinsip terapi Bermain
Prinsip-prinsip bermain pada anak dirumah sakit, permainan tidak
boleh bertentangan dengan terapi dan perawatan yang sedang
dijalankan pada anak, tidak membutuhkan energy yang banyak,singkat,
dan sederhana, harus mempertimbangkan keamanan anak dilakukan
pada kelompok umur yang sama, melibatkan orangtua.
e. Pedoman terapi Bermain
Pedoman dalaam menyusun rancangan program bermain pada
anak yang dirawat dirumah sakit meliputi unsur : Tujuan bermain,
proses kagiatan bermain, alat permainan yang dilakukan, pelaksanaan
kegiatan bermain.

D. Konsep Asuhan Keperawatan Anak Pneumonia


1. Pengkajian
Pengkajian pada anak dapat dilakukan secara autoanamnesa atau
alloanamnesa. Menurut Hidayat (2006), Muttaqin (2008), Wahidayat &
Sastroasmoro (2014), Underwood (2000), serta Manurung (2016)
manifestasi yang biasanya muncul pada anak dengan pneumonia
30

didasarkan pada format pengkajian Panduan Praktik Klinik Keperawatan


Anak Prodi D III Keperawatan Blora(2016) adalah sebagai berikut .
a. Identitas Klien
1) Nama
Nama pasien harus jelas dan lengkap : nama depan, nama tengah,
nama keluarga, dan nama panggilan akrabnya.
2) Usia
Pneumonia sering terjadi pada anak usia dibawah 3 tahun dan
kematian terbanyak terjadi pada bayi yang berusia kurang dari 2
bulan.
3) Jenis Kelamin
Pneumonia sering terjadi pada laki-laki dari pada perempuan.
4) Nama Orang Tua
Nama ayah, ibu tau wali Pasien harus dituliskan dengan jelas agar
tidak keliru dengan orang lain.
5) Alamat
Tempat tinggal harus dituliskan dengan jelas dan lengkap hingga
nomor teleponnya agar sewaktu-waktu dapat dihubungi misalnya
apabila klien sedang dalam kondisi gawat.
6) Pekerjaan Orang Tua
Pekerjaan orang tua, baik ayah maupun ibu, dapat
menggambarkan keakuratan data yang akan di peroleh
7) Pendidikan
Pendidikan orang tua dapat digunakan untuk menentukan pola
pendekatan selanjutnta, misalnya dalam pemilihan cara
komunikasi, pemeriksaan penunjang, dan penentuan tata laksana
klien selanjutnya.
8) Agama dan Suku Bangsa
Perilaku seseorang tentang kesehatan dan penyakit sering
berhubungan dengan agama dan suku bangsa. Tidak jarang hal ini
dapat menghambat perilaku hidup sehat.
31

b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan Utama
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien dengan
pneumonia adalah sesak napas cepat serta biasanya terjadi
sianosis disekitar mulut dan hidung.
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Pada klien dengan pneumonia, gejala awal yang muncul berupa
adanya peningkatan suhu 39-40℃ yang mendadak, kemudian
muncul batuk kering hingga menjadi produktif dengan sputum
berwarna keputihan.
3) Riwayat Penyakit Dalam
Kondisi klinis yang mendasari yaitu defiensi imun, penyakit
jantung, hemoglobinopati, riwayat premuritas, serta anak sering
mengalami infeksi pernapasan akut sejak kecil.
c. Riwayat Imunisasi
Anak yang belum mendapatkan imunisasi DPT dan campak dapat
meningkatkan resiko terjadinya pneumonia.
d. Riwayat Keluarga
Pada anak dengan pneumonia memiliki anggota keluarga yang
mempunyai riwayat infeksi saluran pernapasan.
e. Riwayat Sosial
Anak yang mengalami pneumonia tinggal dirumah susun, ventilasi
kurang, memiliki anggota keluarga yang merokok.
f. Pengkajian Pola Fungsional
1) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Penyakit pneumonia sering menyerang pada klien yang tinggal
dengan kebersihan lingkungan kurang
2) Pola Nutrisi/Metabolik
Klien biasanya mengalami mual, muntah, diare, penurunan nafsu
makan, tidak mau menyusu, dan penurunan berat badan.
32

3) Pola Eliminasi
Pengukuran volume output urine dapat dilakukan untuk
mengetahui status hidrasi anak. Adanya peningkatan suhu,
anoreksia, muntah, dan diare dapat menimbulkan volume output
cairan menurun. Komplikasi diare dapat terjadi pada anak dengan
pneumonia.
4) Pola Aktivitas dan Latihan
Anak lebih suka digendong dan tidur. Aktivitas dan bermain
menurun sebagai dampak kelemahan fisik. Klien akan mengalami
kelemahan karena kekurangan oksigen. Anak mudah lelah bahkan
untuk makan atau menyusu sehingga anak akan menolak untuk
menyusu.
5) Pola Istirahat – Tidur
Pola tidur anak akan terganggu yang disebabkan oleh kesukaran
bernapas.
6) Pola Kognitif – Persepsi
Anak letargi, mengalami penurunan toleransi terhadap aktivitas.
7) Pola Pesepsi Diri – Konsep diri
Pola kondisi klinis, anak dengan pneumonia sering mengalami
kecemasan bertingkat sesuai dengan keluhan yang dialaminya.
Anak dengan pneumonia sering dijumpai pada daerah dengan
sanitasi buruk.
8) Pola Peran – Hubungan
Anak tampak lebih banyak diam dan selalu bersama orang tuanya
9) Seksualitas
Pada anak remaja terjadi gangguan pada siklus menstruasi
10) Koping Pola Toleransi Stress
Anak tampak gelisah dan lebih sensitive sehingga sering
menangis sebagai dampak stress yang dirasakan. Pada anak
remaja akan mudah tersinggung.
33

11) Pola Nilai Keyakinan


Keyakinan terhadap kepercayaan kepada Tuhan dan keyakinan
terhadap kesembuhan.
g. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
Kekurangan oksigen mengakibatkan anak harus bekerja keras
untuk memenuhi oksigen tubuhnya. Hal ini menyebabkan anak
kelelahan dan menjadi lemah.
2) Kesadaran
Adanya penurunan sirkulasi O₂ dapat menimbulkan penurunan
kesadaran dari kmposmentis menjadi somnolen.
3) Tanda – tanda vital
Pada anak pneumoia, tanda paling spesifik yang sering muncul
yaitu adanya takipnea (bayi.50 x/menit dan anak >40 x/menit).
Berdasarkan usianya, normalnya infeksi akut menimbulkan
peningkatan suhu pada anak 39-40℃. Apabila dilakukan
pengukuran saturasi O₂ akan didapatkan hasil <92%.
4) Antropometri
Pada anak dengan pneumonia akan mengalami penurunan BB
yang disebabkan intake (anoreksia, mual, muntah, tidak mau
minum) serta peningkatan anergi yang dikeluarkan untuk
bernapas.
5) Mata
Adanya penurunan saturasi oksigen dapat menimbulkan
konjungtiva anemis.
6) Wajah
Anak dengan pneumonia akan tampak gelisah.
7) Hidung
Tampak penapasan cuping hidung yang kembang kempis. Selain
itu akan terdengar suara mengorok sebagai manifestasi jalan
napas tidak efektif.
34

8) Mulut
Membran mukosa bisa mengalami sianosis yang disebabkan oleh
penurunan sirkulasi O₂. Mukosa bibir tampak kering akibat
masukan cairan tidak adekuat
9) Dada
Tampak retraksi dada atau penggunaan otot bantu napas
intercostal. Pada anak usia sekolah akan merasakan nyeri dada
pada waktu inspirasi.
10) Jantung
Pada pemeriksaan jantung umumnya tidak ditemukan kelainan
jantung atau kelelahan jantung.
11) Paru – paru
Setalah 1-2 hari, pada inspeksi dan palpasi tampak retraksi dada.
Suara pernapasan terdengar melemah sedangkan pada perkusi
tidak ada kelainan. Setelah terjadi kongesti, ronki basah akan
terdengar dan akan segera menghilang apabila terjadi konsolidasi
dan perkusi terdengar keredupan dengan suara pernapasan sub-
bronkial sampai bronkial. Pada stadium resolusi ronki terdengar
lebih jelas.
12) Perut
Ditemukan adanya distensi abdomen sebagai manifestasi
diafragma yang turun. Anak dapat mengalami penurunan nafsu
makan/anoreksia, muntah, kembung, dan diare.
13) Ekstremitasi
Anak dengan pneumonia akan mengalami kelemahan.
14) Kulit
Adanya penurunan sirkulasi O2 dapat menyebabkan jaringan
perifer tidak mendapatkan pasokan O2. Hal ini dapat
menimbulkan gejala sianosis perifer pada ujung-ujung
ekstremitas. Jari-jari dan kuku dapat mengalami sianosis perifer.
35

Pada keadaan hipoksia berat maka akan menimbulkan sianosis


sentral, hidung, dan mulut mengalami sianosis.
15) Adanya peningkatan suhu dapat menimbulkan dehidrasi pada
anak. Keadaan ini dapat menyebabkan penurunan turgor kulit dan
akral teraba hangat karena peningkatan suhu.
h. Pemeriksaan Perkembangan
Untuk usia 0-6 tahun pemeriksaan perkembangan dapat
menggunakan DDST. Pada pengkajian DDST, dilakukan pengkajian
mengenai motoric kasar, bahasa,motoric halus, adaptif, dan
perkembangan social-personal.
Penilaian test ini dibagi menjadi 4, yaitu advance, OK, caution,
dan deley.Advance apabila anak mampu melewati kriteria secara
lengkap ke kanan dari garis usia. Dikatakaan OK apabila melewati,
gagal, atau menolak kriteria yang dipotong. Caution apabila anak
gagal atau menolak kriteria. Sedangkan delay apabila gagal secara
menyeluruh, anak dianggap mengalami keterlambatan perkembangan.
Perkembangan anak usia 0-6 tahun dapat dilihat pada tinjauan
teori mengenai tumbuh kembang pada BAB II.
i. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan akan ditemukan nilai leukosit 15.000-
40.000/mm3 atau terjadi leukopenia. Laju endap darah dapat
meningkat hingga 100mm/jam. Pada pemeriksaan AGD
menunjukkan hipoksemia disebabkan adanya ketidakseimbangan
ventilasi-perfusi di daerah pneumonia.
2) Pemeriksaan Radiologis
Yang khas adalah tampak gambaran konsolidasi homogeny sesuai
dengan letak anatomi lobus atau jaringan parenkim yang terkena.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai
respons klien terhadap masalah kesehatan yang dialaminya. Diagnosis
36

keperawatan dilakukan melalui analisis data yang didapatkan dari


pengkajian klien(SDKI,2016)
Berdasarkan data-data yang didapatkan dari pengkajian
dibandingkan dengan data pada anak pneumonia, di dapatkan diagnosa
berisihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi secret
dan obstruksi jalan nafas ditandai dengan bunyi nafas ronchi, dispnea dan
sianosis.
3. Perencanaan
Berdasarkan Hidayat (2006), Wong (2004),Muttaqin (2008),
Wulandari & Erawati (2016), serta Ngastiyah (1997) tindakan
keperawatan yang dapat dilakukan untuk anak dengan masalah bersihan
jalan tidak efektif sebagai berikut:
a. NOC (Nursing Outcomes Classification)
Tujuan
Setelah dilakukan asuhan keperawatan dalam waktu 3x24 jam,
terjadi jalan nafas efektif dengan bunyi nafas bersih dan jelas. Dalam
3x24 jam didapatkan kriteria hasil :
1) Anak tidak mengalami kesulitan bernapas.
2) Frekuensi pernapasan normal (bayi 30-40 x/menit dan anak 20-30
x/menit).
3) Tidak ada retraksi dada
4) Tidak terdengar suara napas ronki
5) Tidak ada sianosis
6) Hasil pemeriksaan laboratorium normal (leukosit
4000-10.000/mm₂)
b. NIC (Nursing Interventions Classification)
1) Intervensi : Bina hubungan saing percaya dengan anak
Rasional : Meminimalkan dampak psikologis anak terhadap
perubahan lingkungan dan tindakan yang akan diberikan.
2) Intervensi : Atur posisi semiflower/kepala agak tinggi <30.
37

Rasional : posisi semiflower memaksimalkan ekspansi paru dan


menurunkan upaya bernapas. Ventilasi maksimal membuka area
atelektasis dan meningkatkan gerakan sekret ke jalan napas besar
untuk dikeluarkan
3) Intervensi : kolaborasi dalam pemberian O₂ 2L/menit
Rasional : untuk mempertahankan PaO₂ di atas 60 mmHg dan
mencegah hipoksia.
4) Intervensi : puaskan anak
Rasional : untuk mencegah aspirasi cairan (misalnya anak dengan
takipnea hebat).
5) Intervensi : tingkatkan kebutuhan istirahat tidur
Rasional : anak dengan pneumonia membutuhkan cukup istirahat
karena sesak napas menyebabkan anak mudah mengalami
kelelahan.
6) Intervensi : monitor fungsi pernapasan (fekusnei, suara napass,
penggunaan otot bantu pernapasan).
Rasional : adanya ronki menunjukkan akumulasi sekret yang
selanjutnya dapat menimbulkan penggunaan otot bantu napas dan
peningkatan kerja pernapasan.
7) Intervensi : observasi warna kulit, membran mukosa, dan kuku
Rasional : sianosis menunjukkan terjadinya hipoksemia
8) Intervensi : kolaborasi dalam pemberian cairan parenteral infus
sesuai kebutuhan anak.
Rasional : suhu tubuh tinggi dapat menyebabkan anak mengalami
dehidrasi. Adanya peningkatan frekuensi pernapasan dapat
menimbulkan resiko aspiasi sehinggaa terjadi penurunan intake
cairan.
9) Intervensi : kolaborasi dalam pemberian nebulizer sesuai
kebutuhan.
Rasional : dengan pemberian nebulizer dapat membantu
pengenceran sekret dalam paru-paru.
38

10) Intervensi :lakukan fisioterapi dada


Rasional : fisioterapi dapat mengencerkan sekret yang
menggumpal pada paru-paru.
11) Intervensi : kolaborasi dalam pemberian antibiotik sesuai
kebutuhan
Rasional : pengobatan antibiotik yang ideal berdasarkan pada tes
uji resistensi bakteri terhadap jenis antibiotik sehingga lebih
mudah mengobati pneumonia.
4. Pelaksanaan
Setelah melakukan rencana keperawatan, tahap selanjutnya dalah
melakukan implementasi keperawatan. Pendokumentasian tindakan
keperawatan bertujuan untuk membantu mengidentifikasi pola perubahan
status kesehatan klien, mengkomunikasikan asuhan keperawatan kepeda
tim medis lain, serta dapat menjadi dokumen legal yang nanti dapat
digunakan apabila ada masalah dengan hukum (Putra,2012).
5. Evaluasi
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan. Hasil dari
evaluasi yang dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Tujuan tercapai apabila klien telah menunjukkan kemajuan sesuai
dengan kriteria yang telah di tetapkan.
b. Tujuan tercapai sebagian apabila tujuan itu tidak tercapai secara
maksimal sehingga perlu dicari penyebab dan cara mengatasinya.
c. Tujuan tida tercapai apabila klien tidak menunjukkan kemajuan sama
sekali, bahkan timbul masalah baru (Putra,2012)
Evaluasi yang diharapkan pada anak dengan masalah keperawatan
bersihan jalan nafas tidak efektif adalah terjadi jalan nafas efektif dengan
bunyu nafas bersih dan jelas. Sedangkan tujuan jangka pendek yang
diharapkan pada anak yaitu:
a. Anak tidak mengalami kesulitan bernapas
b. Frekuensi pernapasan normal (bayi 30-40 x/menit dan anak 20-30
x/menit)
39

c. Tidak ada retraksi dada


d. Tidak terdengar suara napas ronki
e. Tidak ada sianosis
f. Hasil pemeriksaan laborat orium normal (leukosit 4.000-10.000/mm3)
DAFTAR PUSTAKA

Alimul, A (2003). Riset Keperawatan dan teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta:


Salemba Medika.

Hidayat A. (2006). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta: Salemba Medika

Hidayat, A.A.. (2014). Metode Penelitian Keperawatan dan teknis analisis


data.Jakarta: Salemba Medika

Kemenkes RI. (2017). Profil Kesehatan Indonesia tahun 2017. Jakarta

Manarung, N. (2016). Asuhan Keperawatan Sistem Respiratory, Jakarta: CV.


Trans Info Media

Muttaqin. 2008. Buku Ajar dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta:


Salemba Medika

Ngastiyah. (2014). Keperawatan Anak Sakit. Ed ke-2. Jakarta: EGC

Ngastiyah.(1997). Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC

Nurarif, A.H & Kusuma. H (2016). Asuhan Keperawatan Praktis: Berdasarkan


Penerapan Diagnosa NANDA & NIC-NOC dalam Berbagai Kasus.
Yogyakarta: Media Action

Nursalam, Susilaningrum R., & Utami S. (2005). Asuhan Keperawatan Bayi Dan
Anak (Untuk Perawat dan Bidan). Jakarta : Salemba Medika

Putra, D.S.H. dkk. (2014). Keperawatan anak dan tumbuh kembang (pengkajian
dan pengukuran). Yogyakarta: Nuha Medika.

Putra . (2012). Asuhan Neonatus Bayi dan Balita untuk Keperawatan dan
Kebidanan. Yogyakarta: D-Medika.

Rahajoe N.,dll. (2008). Buku Ajar Respirologi Anak Edisi Pertama Indonesia.
Penyunting. jakarta: ikatan Dokter Anak Indonesia
Setiawan, D. Dkk. (2014). Keperawatan Anak & Tumbuh Kembang (Pengkajian
dan pengukuran). Yogyakarta : Nuha Medika

Setiadi.(2007). Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta: Graha


Ilmu

Somantri & irman. 2012. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan
Pernapasan, Edisi 2/Irma, Somantri. Jakarta: Salemba Medika

Suratun & Santa.(2013). Gangguan Sistem Pernapasan (H; Agung Wijaya,Ed.).


Jakarta: CV. Trans Info Media

Tim Pokja SDKI DPP PPNI.2016. standart Diagnosis Keperawatan Indonesia


Edisi : 1. Jakarta Selatan : Dewan Pengurus Pusat

Underwood.(2000). Patologi Umum dan Sistemik editor Sarjadi. Jakarta: EGC

Wahidayat, Iskandar & Sudigdo Sastroasmoro.(2014). Pemeriksaan Klinis pada


Bayi dan Anak. Penyunting. Jakarta: Sagung Seto

Wulandari, D & Erawati, M. (2016). Buku Ajar Keperawatan Anak. Yogyakrta:


Pustaka Pelajar

Wong. (2009). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Edisi 6. Jakarta : ECG

Anda mungkin juga menyukai