Anda di halaman 1dari 20

PAPER

PAJAK PENGHASILAN PASAL 25 DAN


PAJAK PENGHASILAN PASAL 26

Disusun oleh :
1. Ni Kadek Ana Riastini (07/2102612010586)
2. Ni Made Yeyen Trisnayanti (12/2102612010446)
3. Ni Putu Nia Ayunita Sari (27/2102612010606)
4. I Kadek Krisdiantara (34/2102612010613)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MAHASARASWATI DENPASAR
TAHUN 2022
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..................................................................................................................................ii
BAB I...............................................................................................................................................1
PENDAHULUAN..........................................................................................................................1
A. Latar Belakang....................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..............................................................................................................2
C. Tujuan Penulisan................................................................................................................2
BAB II.............................................................................................................................................3
PEMBAHASAN.............................................................................................................................3
A. Pajak Penghasilan Pasal 25................................................................................................3
B. Pajak Penghasilan Pasal 26..............................................................................................11
BAB III.........................................................................................................................................17
KESIMPULAN............................................................................................................................17
A. Kesimpulan........................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................18

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi
atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pembayaran pajak merupakan perwujudan dari
kewajiban kenegaraan dan peran serta Wajib Pajak untuk secara langsung dan bersama-
sama melaksanakan kewajiban perpajakan untuk pembiayaan negara dan pembangunan
nasional. Sesuai falsafah undang-undang perpajakan, membayar pajak bukan hanya
merupakan kewajiban, tetapi merupakan hak dari setiap warga Negara untuk ikut
berpartisipasi dalam bentuk peran serta terhadap pembiayaan negara dan pembangunan
nasional. Penggolongan pajak berdasarkan lembaga pemungutannya di Indonesia dapat
dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu Pajak Pusat dan Pajak Daerah.

Pajak Pusat adalah pajak-pajak yang dikelola oleh Pemerintah Pusat yang dalam
hal ini sebagian besar dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak - Kementerian
keuangan.Sedangkan Pajak Daerah adalah pajak-pajak yang dikelola oleh Pemerintah
Daerah baik di tingkat Propinsi maupun Kabupaten/Kota.

Segala pengadministrasian yang berkaitan dengan pajak pusat, akan dilaksanakan


di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi
Perpajakan (KP2KP) dan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak serta di Kantor Pusat
Direktorat Jenderal Pajak. Untuk pengadministrasian yang berhubungan dengan pajak
daerah, akan dilaksanakan di Kantor Dinas Pendapatan Daerah atau Kantor Pajak Daerah
atau Kantor sejenisnya yang dibawahi oleh Pemerintah Daerah setempat. Pajak-pajak
yang dikelola oleh Direktorat Jendral Pajak salah satunya adalah Pajak Penghasilan
(PPh). Pajak Penghasilan adalah pajak yang dikenakan kepada orang pribadi atau badan
atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu Tahun Pajak. Yang dimaksud
dengan penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau
diperoleh Wajib Pajak baik yang berasal baik dari Indonesia maupun dari luar Indonesia
yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang
bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun. Dengan demikian maka
penghasilan itu dapat berupa keuntungan usaha, gaji, honorarium, hadiah, dan lain
sebagainya. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 adalah pembayaran pajak penghasilan
berupa angsuran. Tujuannya adalah untuk meringankan beban Wajib Pajak, mengingat

1
pajak yang terutang harus dilunasi dalam waktu satu tahun. Pembayaran ini harus
dilakukan sendiri dan tidak bisa diwakilkan.
B. Rumusan Masalah
Adapun perumusan masalah dari penulisan ini,yaitu :
1. Apa pengertian dari PPh 25 dan PPh 26 ?
2. Bagaimana Angsuran dan Perhitungan PPh 25?
3. Bagaimana Pemotong PPh 26, Wajib Pajak, Subyek, Tarif dan Perhitungan PPh 26?

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan paper ini,yaitu:
1. Mengerti dan Memahami tentang PPh 25 dan PPh 26
2. Mengetahui bagaimana angsuran dan perhitungan PPh 25
3. Mengetahui bagaimana pemotong PPh 26, Wajib Pajak,Subyek, Tarif dan
Perhitungan PPh 26.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pajak Penghasilan Pasal 25


1. Pengertian PPh 25
Pajak penghasilan pasal 25 adalah angsuran pajak penghasilan yang harus dibayar
sendiri oleh wajib pajak baik orang pribadi maupun badan untuk setiap bulan dalam
tahun pajak berjalan. Angsuran Pajak Penghasilan 25 tersebut dapat dijadikan kredit
pajak terhadap pajak yang terhutang atas seluruh penghasilan wajib pajak pada akhir
tahun pajak yang dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahun Pajak
Penghasilan.
Pembayaran pajak dalam tahun berjalan dapat dilakukan dengan:
1. Wajib pajak membayar sendiri (pph pasal 25)
2. Melalui pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga (PPh pasal 21,22,23,dan
24)
Pada prinsipnya besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh WP sebesar
Pajak Penghasilan yang terutang menurut surat pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan tahun pajak yang lalu.

2. Angsuran PPh 25
Angsuran PPh 25 adalah besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan
yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan adalah sebesar Pajak
Penghasilan yang terutang menurut Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan
tahun pajak yang lalu,setelah dikurangi dengan PPh yang telah dipotong atau
dipungut oleh pihak lain dan PPh yang terutang atau dibayar diluar negeri yang dapat
dikreditkan dibagi 12(dua belas)

3. Perhitungan PPh 25
Besarnya angsuran PPh Pasal 25 dalam tahun berjalan (tahun pajak berikutnya
setelah tahun yang dilaporkan di SPT tahunan PPh) dihitung sebesar PPh yang
terutang pajak tahun lalu, yang dikurangi dengan:
a. Pajak penghasilan yang dipotong sesuai pasal 21 (yaitu sesuai tarif pasal 17 ayat
(1) bagi pemilik NPWP dan tambahan 20% bagi yang tidak memiliki NPWP) dan
pasal 23 (besar tarif 15% berdasarkan dividen, bunga, royalti, dan hadiah serta 2%
berdasarkan sewa dan penghasilan lain serta imbalan jasa) serta pajak penghasilan
yang dipungut sesuai pasal 22 (pungutan 100% bagi yang tidak memiliki NPWP);
b. Pajak penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan
sesuai pasal 24 lalu dibagi 12 atau total bulan dalam pajak masa setahun.

3
Contoh :
Jumlah Pajak Penghasilan Tuan Dias yangTerutang sesuai dengan SPT Tahunan PPh
2009 Rp 30.000.000,00
Pada tahun 2009, telah dibayar dan dipotong atau dipungut:
1. PPh Pasal 21 Rp 8.000.000,00
2. PPh Pasal 22 Rp 2.000.000,00
3. PPh Pasal 23 Rp 2.000.000,00
4. PPh Pasal 25 Rp 12.000.000,00
Rp 24.000.000,00

Kurang bayar (Pasal 29) tahun 2009 Rp 6.000.000,00


Besarnya angsuran PPh Pasal 25 tahun 2010 adalah:
PPh yang terutag tahun 2009 = Rp 30.000.000,00
Pengurangan:
1. PPh Pasal 21 Rp 8.000.000,00
2. PPh Pasal 22 Rp 2.000.000,00
3. PPh Pasal 23 Rp 2.000.000,00
Rp 12.000.000,00
Dasar perhitungan PPh Pasal 25 tahun 2010 Rp 18.000.000,00
Besarnya PPh pasal 25 per bulan:
Rp 18.000.000,00/12 = Rp 1.500.000,00
Jadi Tuan Dias harus membayar sendiri angsuran PPh Pasal 25 setiap bulan pada tahun
2010 mulai masa Maret sebesar Rp 1.500.000,00.

a. Beberapa Masalah atau Kasus untuk Menghitung Besarnya PPh Pasal 25


1. Angsuran bulanan untuk bulan sebelum batas waktu penyampaian SPT
Tahunan PPh
Besarnya angsuran bulanan untuk bulan sebelum batas waktu
penyampaian SPT Tahunan PPh adalah sebesar angsuran pajak untuk bulan
terakhir dari tahun pajak yang lalu.
Contoh :
Tuan Dias menyampaikan SPT Tahunan PPh pasal 2009 pada bulan Maret
2010. Angsuran PPh Pasal 25 pada bulan Desember 2009 adalah Rp
1.000.000,00.Maka, besarnya angsuran PPh Pasal 25 untuk bulan Januari dan
Februari 2010 masing-masing adalah: Rp 1.000.000,00.Jadi Tuan Dias harus
membayar sendiri angsuran PPh Pasal 25 pada bulan Januari dan Februari 2010
masing-masing adalah: Rp 1.000.000,00

4
2. Apabila dalam tahun berjalan, diterbitkan SKP untuk tahun pajak yang
lalu.
Apabila dalam tahun pajak berjalan diterbitkan Surat Ketetapan Pajak
untuk tahun pajak yang lalu maka angsuran pajak dihitung kembali berdasarkan
SKP tersebut dan berlaku mulai bulan berikutnya setelah bulan penerbitan Surat
Ketetapan Pajak.
Contoh :
Berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak
2007 yang disampaikan Wajib Pajak dalam Bulan Maret 2008, perhitungan
besarnya angsuran pajak yang harus dibayar adalah sebesar Rp 1.250.000,00.
Dalam bulan Juli 2008 diterbitkan Surat Ketetapan Pajak tahun pajak 2007 yang
menghasilkan besarnya angsuran pajak setiap bulan sebesar Rp 2.000.000,00.
Berdasarkan ketetentuan yang berlaku, maka besarnya angsuran pajak mulai
bulan Agustus 2008 adalah sebesar Rp 2.000.000,00. Penetapan besarnya
angsuran pajak berdasarkan Surat Ketetapan Pajak tersebut bisa sama, lebih besar
atau lebih kecil dari angsuran pajak sebelumnya berdasarkan Surat Pemberitahuan
Tahunan (SPT).

b. Perhitungan PPh Pasal 25 Dalam Hal – hal Tertentu


Yang dimaksud dengan perhitungan PPh Pasal 25 dalam hal-hal tertentu
adalah perhitungan PPh Pasal 25 dalam hal:
1. Wajib Pajak berhak atas kompensasi kerugian.
Kompensasi kerugian adalah kompensasi kerugian fiskal berdasarkan
Surat Pemberitahuan Tahunan, Suat Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Keberatan
atau putusan banding sesuai ketentuan Pasal 6 ayat (2) atau Pasal 31A Undang-
undang Pajak Penghasilan. Besarnya angsuran Pajak Penghasilan dalam hal Wajib
Pajak berhak atas kompensasi kerugian adalah sebesar pajak penghasilan yang
dihitung dengan dasar perhitungan dikurangi dengan Pajak Penghasilan yang
dipotong atau dipungut serta Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar
negeri yang boleh dikreditkan sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 21, 22, 23
dan 24, kemudian dibagi dua belas (banyaknya bulan dalam pembagian tahun
pajak). Dasar perhitungan Pajak Penghasilan ini adalah menurut SPT Tahunan
PPh Tahun Pajak yang lalu atau dasar perhitungan lainnya (Wajib Pajak Bank,
Wajib Pajak sewa dengan hak opsi, dan Wajib Pajak BUMN/BUMD). Apabila
SPT Tahunan PPh Tahun Pajak yang lalu atau dasar perhitungan lainnya ternyata
rugi,maka PPh Pasal 25 adalah NIHIL
Contoh :
Penghasilan PT Dira tahun 2009 adalah sebesar Rp 250.000.000,00. Sisa
kerugian tahun 2007 yang masih dapat dikompensasikan adalah sebesar Rp
300.000.000,00.Sisa kerugian yang belum dikompensasikan adalah sebesar Rp
50.000.000,00.
5
Pada tahun 2009 PPh yang dipotong atau dipungut pihak lain adalah
sebesar Rp8.000.000,00 dan tidak ada pajak yang dibayar atau terutang di luar
negeri.
Perhitungan PPh Pasal 25 tahun 2010:
Penghasilan yang dipakai sebagai dasar penghitungan angsuran PPh Pasal 25
adalah sebesar Rp 250.000.000,00 - Rp 50.000.000,00 = Rp 200.000.000,00.
PPh terutang
28% X Rp 200.000.000,00 = Rp 56.000.000,00
PPh dipotong atau dipungut = Rp 8.000.000,00
Rp 48.000.000,00
Besarnya angsuran pajak bulanan PT Dira tahun 2010
= 1/12 x Rp 48.000.000,00 = Rp4.000.000,00

2. Wajib Pajak memperoleh penghasilan tidak teratur.


Penghasilan tidak teratur adalah penghasilan yang diterima atau diperoleh
selain dari kegiatan usaha, pekerjaan, dan/atau modal, misalnya keuntungan dari
pengalihan harta. Sedangkan penghasilan teratur adalah penghasilan yang
lazimnya diterima atau diperoleh secara berkala sekurang-kurangnya sekali dalam
Tahun Pajak yang bersumber dari kegiatan usaha, pekerjaan bebas, pekerjaan,
harta dan atau modal kecuali penghasilan yang telah dikenakan Pajak Penghasilan
bersifat final. Bila wajib pajak memperoleh penghasilan tidak teratur, maka dasar
perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 25 adalah hanya penghasilan neto yang
diterima atau diperoleh secara teratur menurut SPT PPh Tahun Pajak yang lalu.
Contoh :
Pada tahun 2009, Abas memperoleh penghasilan teratur sebesar Rp 52.000.000.
Sedangkan penghasilan tidak teratur Abas tahun 2009 adalah sebesar Rp
18.000.000,00.
Mengingat penghasilan yang tidak teratur sekaligus diterima pada tahun 2009,
maka penghasilan yang dipakai sebagai dasar perhitungan Pajak Penghasilan
Pasal 25 dari Wajib Pajak pada tahun 2010 adalah hanya dari penghasilan teratur
saja sebesar RP 52.000.000,00

3. SPT Tahunan PPh tahun lalu disampaikan setelah lewat batas waktu yang
ditentukan.
Apabila Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun yang lalu
disampaikansetelah lewat batas waktu yang ditentukan (selambat-lambatnya tiga
bulan setelah akhir Tahun Pajak), maka besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25
dihitung sebagai berikut:
a. Bulan-bulan mulai batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh tersebut
sampai dengan bulan disampaikannya Surat Pemberitahuan Tahunan yang
bersangkutan,besarnya PPh Pasal 25 adalah sama dengan besarnya angsuran
6
PPh Pasal 25 bulan terakhir dari Tahun Pajak yang lalu dan bersifat
sementara.
b. Setelah Wajib Pajak menyampaikan SPT Tahunan Pajak Penghasilan,
besarnya PPh Pasal 25dihitung kembali sebagai berikut:
- Sebesar PPh yang terutang menurut SPT Tahunan PPh Tahun Pajak yang lalu
dikurangi denganPPh yang dipotong atau dipungut serta PPh yang dibayar
atau tetutang di luar negeri yang bolehdikreditkan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, dan Pasal 24, dibagi 12atau banyaknya
bulan dalam Bagian Tahun Pajak yang berlaku surut mulai bulan batas waktu
penyampaian SPT Tahunan PPh.
- Dalam hal Wajib Pajak berhak atas kompensasi kerugian atau dalam hal
Wajib Pajak memperoleh penghasilan tidak teratur, maka besarnya PPh Pasal
25 dihitung kembali berdasarkan ketentuan yang berlaku bagi Wajib Pajak
yang berhak atas kompensasi kerugianatau bagi Wajib Pajak memperoleh
penghasilan tidak tertatur sebagaimana telah diuraikan diatas. Perhitungan
kembali tersebut berlaku mulai bulan batas waktu penyampaian SPT
TahunanPPh, yaitu tiga bulan setelah akhir Tahun Pajak.
- Apabila besarnya PPh Pasal 25 yang dihitung kembali sebagaimana dimaksud
pada 2 butir di atas, lebih besar daripada PPh Pasal 25 yang dihitung mulai
bulan batas waktu penyampaianSPT Tahunan sampai dengan bulan
disampaikan SPT tahunan yang bersangkutan sebagaimanadimaksud pada
butir di atas, maka atas kekurangan setoran PPh Pasal 25 terutang
bungasebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang
Ketentuan Umum dan TataCara Perpajakan, untuk jangka waktu yang
dihitung sejak jatuh tempo penyetoran PPh Pasal 25dari masing-masing bulan
sampai dengan tanggal penyetoran.

4. Wajib Pajak diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT


Tahunan PPh
Dalam hal wajib pajak diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian
SPT Tahunan Pajak Penghasilan, maka besarnya Pajak Penghasilan Tahun 2005
dihitung sebagai berikut:
a. Bulan-bulan mulai bulan batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh sampai
dengan bulan sebelum disampaikan SPT Tahunan yang bersangkutan adalah
sama dengan besarnya PPh Pasal 25 yang dihitung berdasakan perhitungan
sementara yang disampaikan oleh Wajib Pajak pada saat mengajukan
permohonan izin perpanjangan.
b. Setelah WP menyampaikan SPT Tahunan PPh, besarnya PPh Pasal 25
dihitung Kembali :

7
- Menurut SPT Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu dikurangi
dengan PPh yang didipungut serta PPh yang dibayar atau terutang diluar
negeri yang boleh dikreditkan sebagaimanadimaksud dalam Pasal 21, Pasal
22, Pasal 23, dan Pasal 24, kemudian dibagi 12 atau banyaknya bulan dalam
bagian tahun pajak dan berkaku surut mulai bulan batas waktu penyampaian
SPTTahunan.
- Apabila wajib pajak berhak atas kompensasi kerugian atau dalam hal wajib
pajak memperoleh penghasilan tidak teratur, maka besarnya PPh Pasal 25,
dihitung kembali berdasarkan ketentuanyang berlaku bagi wajib pajak yang
berhak atas kompensasi kerugian atau bagi wajib pajak memperoleh
penghasilan tidak teratur sebagaimana telah diuraikan
sebelumnya.Penghitungan kembali tersebut berlaku mulai bulan batas waktu
penyampaian SPT PPh, yaitu 3 bulan setelah akhir tahun pajak.

5. Wajib Pajak membetulkan sendiri SPT Tahunan PPh yang mengakibatkan


angsuran bulanan lebih besar dari angsuran bulanan sebelum pembetulan.
Apabila dalam Tahun Pajak berjalan Wajib Pajak membetulkan sendiri
SPT Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu maka besarnya PPh Pasal
25 dihitung Kembali berdasarkan SPT Pembetulan tersebut dan berlaku surut
mulai bulan batas waktu penyampaian SPT Tahunan.
Apabila besarnya pajak penghasilan pasal 25 yang dihitung berdasarkan
pembetulan tersebut lebih besar dari PPh Pasal 25 sebelum dilakukan pembetulan,
maka kekurangan setoran PPh Pasal 25 terhutang bunga.
Kekurangan Setoran PPh Pasal 25 Terutang Bunga sebagaimana dimaksud
dalam pasal 19 ayat (1) UU KUP untuk jangka waktu yang dihitung sejak jatuh
tempo penyetoran PPh Pasal 25 dari masing – masing bulan sampai tanggal
penyetoran.

6. Terjadinya Perubahan Keadaan usaha atau kegiatan wajib pajak


Perubahan keadaan usaha atau kegiatan WP dapat terjadi karena
penurunan atau peningkatan usaha. Apabila sudah 3 bulan atau lebih berjalannya
satu Tahun pajak (Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep. 537/Pj./2000
tanggal 29 Desember 2000). WP dapat menunjukan bahwa PPh yang terutang
untuk Tahun Pajak tersebut kurang dari 75% dari PPh yang terutang menjadi
dasar perhitungan besarnya PPh Pasal 25, WP dapat mengajukan permohonan
pengurangan besarnya PPh Pasal 25.
Pengajuan permohonan pengurangan tersebut dilakukan dengan syarat :
- Diajukan secara tertulis kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat WP
terdaftar.
- Wajib Pajak harus menyampaikan perhitungan besarnya PPh yang akan
terutang berdasarkan perkiraan penghasilam yang akan diterima atau
8
diperoleh dan besarnya PPh Pasal 25 untuk bulan – bulan yang tersisa dari
Tahun Pajak yang bersangkutan.

c. Angsuran PPh Pasal 25 Bagi WP Baru, BANK,BUMN,BUMD,Dan WP Tertentu


lainnya.
1. Angsuran PPh Pasal 25 bagi Wajib Pajak Baru
- Wajib Pajak baru adalah Wajib Pajak orang pribadi dan badan yang baru
pertama kali memperoleh penghasilan dari usaha atau pekerjaan bebas dalam
tahun pajak berjalan.
- Besarnya angsuran PPh Pasal 25 setiap bulan untuk WP Baru dihitung
berdasarkan penerapan tarif umum atas penghasilan netto sebulan yang
disetahunkan, dibagi 12 (dua belas)
- Dalam hal WP baru menyelenggarakan pembukuan dan dari pembukuannya
dapat dihitung besarnya penghasilan netto setiap bulan, penghasilan netto
fiskal dihitung berdasarkan pembukuannya.
- Dalam hal WP Baru hanya menyelenggarakan pencatatan dengan
menggunakan Norma Perhitungan Penghasilan Netto atau menyelenggarakan
pembukuan tetapi dari pembukuannya tidak dapat dihitung besarnya
penghasilan netto setiap bulan, penghasilan netto dihitung berdasarkan
Norma Perhitungan Penghasilan Netto atas peredaran atau penerimaan bruto.
- Untuk Wajib Pajak Orang pribadi baru, jumlah penghasilan netto fiskal yang
disetahunkan dikurangi terlebih dahulu dengan PTKP.
Contoh :
PT. Almond perusahaan yang baru berdiri terdaftar sebagai Wajib Pajak
pada awal bulan Juni 2009. Selama bulan Juni penjualan PT. Almond sebesar Rp
100.000.000,00 dan biaya-biaya yang terjadi adalah sebesar Rp 60.000.000,00.
Perhitungan PPh Pasal 25 untuk masa juni 2009 adalah sebagai berikut:

Penjualan Rp. 100.000.000,00


Biaya-biaya Rp. 60.000.000,00
Penghasilan netto sebulan Rp. 40.000.000,00

Penghasilan neto disetahunkan


(12 x 40.000.000,00) Rp 480.000.000,00
PPh Terutang :
28% x Rp 480.000.000,00 = Rp. 134.400.000,00
PPh Pasal 25 masa Juni :
Rp 134.400.000,00 /12 = Rp 11.200.000,00

9
2. Angsuran PPh Pasal 25 bagi WP Bank atau Sewa Guna Usaha Dengan Hak
Opsi (financial lease)
adalah jumlah Pajak Penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif
umum atas laba rugi fiskal menurut laporan keuangan triwulan terakhir yang
disetahunkan dikurangi Pajak Penghasilan Pasal 24 yang dibayar atau terutang di
luar negeri untuk tahun pajak yang lalu, dibagi 12 (dua belas).
Contoh :
PT. Bank Dana Sejahtera dalam laporan triwulan April – Juni 2009 menunjukkan
penghasilan netto Rp 250.000.000,00
Perhitungan PPh Pasal 25 untuk Masa Juli-September 2009 sebagai berikut :
Penghasilan netto triwulan Rp.250.000.000,00
Penghasilan netto disetahunkan Rp. 1.000.000.000,00
PPh Terutang :
28% x Rp 1.000.000.000,00 = Rp. 280.000.000
PPh pasal 25 Juli-September 2009 :
Rp 280.000.000/ 12 = Rp 23.333.333,00

3. Angsuran PPh Pasal 25 untuk WP BUMN dan BUMD


Besarnya Angsuran PPh Pasal 25 untuk Wajib Pajak BUMN dan BUMD
dengan nama dan dalam bentuk apapun, kecuali Wajib Pajak Bank dan sewa guna
usaha dengan hak opsi, adalah sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung
berdasarkan penerapan tarif umum atas laba rugi fiskal menurut Rencana Kerja
dan Anggaran Pendapatan (RKAP) tahun pajak yang bersangkutan yang telah
disahkan RUPS dikurangi dengan pemotongan dan pemungutan PPh Pasal 22 dan
Pasal 23 serta PPh Pasal 24 yang dibayar atau terutang di luar negeri tahun pajak
yang lalu, dibagi 12 (dua belas)
Contoh
Menurut RKAP tahun 2010 yang sudah disahkan, PT Jogja Bangkit (sebuah
BUMD yang dimiliki Kota Yogyakarta) diperkirakan mempunyai penghasilan
netto sebesar Rp 1.000.000.000,00 Kredit Pajak (PPh Pasal 22, PPh Pasal 23 dan
PPh Pasal 24 yang dikreditkan) tahun 2009 berjumlah Rp 40.000.000,00

Perhitungan PPh Pasal 25 untuk tahun 2010 adalah sebagai berikut :


Penghasilan netto Rp. 1.000.000.000,00

PPh Terutang :
28% x 1.000.000.000 = Rp. 280.000.000,00
Kredit Pajak (PPh Pasal 22,23 dan 24 ) Rp. 40.000.000,00
PPh yang dibayar sendiri Rp. 240.000.000,00

10
PPh Pasal 25 :
Rp 240.000.000,00 / 12 = Rp. 20.000.000,00

4. Angsuran PPh Pasal 25 untuk WP Masuk Bursa


Besarnya angsuran PPh Pasal 25 untuk WP masuk Bursa dan WP Lainnya
yang berdasarkan ketentuan diharuskan membuat Laporan Keuangan Berkala,
adalah sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum
atas laba rugi fiskal menurut laporan keuangan berkala terakhir yang disetahunkan
dikurangi dengan pemotongan dan pemungutan PPh Pasal 22 dan Pasal 23 serta
PPh Pasal 24 yang dibayar atau terutang di luar negeri untuk tahun pajak yang lalu,
dibagi 12 (dua belas)

5. Angsuran PPh Pasal 25 untuk WP Orang Pribadi


Besarnya angsuran PPh Pasal 25 untuk Wajib Pajak orang pribadi
pengusaha tertentu, ditetapkan sebesar 0,75% dari jumlah peredaran bruto setiap
bulan dari masing- masing tempat usaha.
Contoh :
Anda adalah seorang pengusaha pakaian yang mempunyai usaha di
beberapa tempat di Jakarta, yaitu Mal Taman Anggrek, Bintaro Plaza, dan Bekasi
Mal yang memiliki peredaran bruto bulan Maret 2017 masing-masing sebesar Rp
80 juta, Rp 50 juta dan Rp 30 juta.

Besarnya Angsuran Pph Pasal 25


Mal Taman Anggrek 0,75% x Rp 80.000.000 = Rp 600.000
Bintaro Plaza 0,75% x Rp 50.000.000 = Rp 375.000
Bekasi Mal 0,75% x Rp 30.000.000 = Rp 225.000

B. Pajak Penghasilan Pasal 26


1. Pengertian PPh 26
Pajak penghasilan (PPh) pasal 26 adalah PPh yang dikenakan/dipotong atas
penghasilan yang bersumber dari Indonesia yang diterima atau diperoleh wajib
pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia. Bentuk usaha
tetap merupakan subjek pajak yang perlakuan perpajakannya dipersamakan
dengan subjek pajak badan. Negara domisili dari wajib pajak luar negeri selain
yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan usaha melalui bentuk usaha
tetap di Indonesia, adalah negara tempat tinggal atau tempat kedudukan wajib
pajak luar negeri yang sebenarnya menerima manfaat dari penghasilan tersebut
(beneficial owner).

2. Pemotong PPh Pasal 26

11
Berdasarkan ketentuan Pasal 26 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun
1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun
2008 (Undang-undang Pajak Penghasilan 1984), pemotong Pajak Penghasilan
(PPh) Pasal 26 ayat (1) adalah :
- Badan Pemerintah
Tidak ada penjelasan dalam Undang-undang Pajak Penghasilan tentang arti
Badan Pemerintah ini. Namun demikian, tidak sulit untuk mengartikan bahwa
yang dimaksud dengan Badan Pemerintah adalah Pemerintah negara Republik
Indonesia dan Pemerintah Daerah di Indonesia beserta instansi-instansi di
bawahnya.
- Subjek Pajak Badan dalam negeri
Berdasarkan Pasal 2 ayat (3) huruf b Undang-undang Pajak Penghasilan 1984,
subjek pajak badan dalam negeri adalah badan yang didirikan atau bertempat
kedudukan di Indonesia. Istlah didirikan mengandung arti bahwa badan tersebut
didirikan berdasarkan ketentuan hukum di Indonesia. Sementara itu istilah
bertempat kedudukan menunjukan bahwa badan tersebut memiliki efektif
manajemen di Imdonesia dimana di mana pengambilan keputusan-keputusan
penting tentang badan tersebut dilakukan di Indonesia. Pengertian badan sendiri
berdasarkan Pasal 2 ayat (1) huruf b Undang-undang Pajak Penghasilan 1984
adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang
melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan
terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau
badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi,
koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa,
organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga, dan bentuk badan
lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
 Sifat Pemotongan
Pemotongan PPh pasal 26 bersifat final, kecuali :
a. Pemotongan atas penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan,
penjualan barang atau pemberian jasa di Indonesia yang sejenis
dengan yang dijalankan atau dilakukan BUT di Indonesia.
b. Pemotongan atau penghasilan sebagaimana tersebut dalam PPh Pasal
26 yang diterima atau diperoleh kantor pusat, sepanjang terdapat
hubungan efektif antara BUT dengan harta atau kegiatan yang
memberikan penghasilan dimaksud.
c. Pemotongan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang
pribadi atau badan luar negeri yang berubah status menjadi Wajib
Pajak dalam negeri atau BUT.

12
3. Wajib Pajak PPh Pasal 26
Yang dikenakan pemotongan PPh pasal 26 adalah Wajib Pajak luar negeri ( orang
pribadi maupun badan ) selain Bentuk Usaha Tetap yang menerima atau
memperoleh penghasilan.
4. Subjek PPh Pasal 26
Menurut Undang Undang Nomor 36 Tahun 2006 tentang Pajak Penghasilan,
maka berikut individu atau usaha yang termasuk WPLN.
Individu yang tak tinggal di Indonesia, individu bertempat tinggal tak lebih dari
183 hari selama satu tahun atau 12 bulan di Indonesia, serta perusahaan yang tak
bangun atau. berada di Indonesia, yang menjalankan usaha dengan BUT di
Indonesia. Indonesia yang tak tinggal di Indonesia, individu bertempat tinggal
tidak lebih dari 183 hari selama satu tahun atau 12 bulan, serta perusahaan yang
tak dibangun atau berada di Indonesia, tidak mendapat pendapatan dari Indonesia
melalui BUT di Indonesia.
5. Objek Pajak Penghasilan Pasal 26
Penghasilan yang dipotong PPh pasal 26 adalah :
1. - Dividen
- Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan
jaminan
pengembalian utang
- Royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.
- Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan
- Hadiah dan penghargaan
- Pensiun dan pembayaran berkala lainnya
- Premi swap dan transaksi lindung nilai lainnya, dan
- Keuntungan karena pembebasan utang
Dengan nama dan dalam bentuk apapun, yang dibayarkan, disediakan untuk
dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya.
2. Penghasilan dari penjualan atau pengalihan harta di Indonesia, yang berupa :
a. Perhiasan mewah
b. Berlian
c. Emas
d. Intan
e. Jam tangan mewah
f. Barang antic
g. Lukisan
h. Mobil
i. Motor
j. Kapal pesiar
k. Pesawat terbang ringan
Dengan nilai Rp. 10.000.000,00 ke atas untuk setiap jenis transaksi.
13
3. Premi asuransi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi luar negeri.
4. Penjualan atau pengalihan saham perusahaan antara (Conduit company atau
special purpose company) yang didirikan atau bertempat kedudukan di negara
yang memberikan perlindungan pajak (tax haven country) yang mempunyai
hubungan istimewa dengan badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di
Indonesia atau bentuk usaha tetap di Indonesia.
5. Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu bentuk usaha tetap
di Indonesia dikenai pajak sebesar 20% (dua puluh persen), kecuali
penghasilan
tersebut ditanamkan kembali di Indonesia, yang ketentuannya diatur lebih
lanjut
dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

6. Tarif Pajak Dan Penerapannya


Besar tarif PPh pasal 26 dibedakan atas kelompok objek PPh pasal 26 seperti
berikut:
1. Atas penghasilan yang berupa:
a. Dividen
b. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan
jaminan pengambilan utang
c. Royalty, sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta
d. Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiantan
e. Hadiah dan penghargaan
f. Pensiun dan pembayaran berkala lainnya
g. Premi swap dan transaksi lindung nilai lainnya dan
h. Keuntungan karena pembebasan utang
Dengan nama dan dalam bentuk apapun, yang dibayarkan, disediakan, untuk
dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya dipotong pajak sebesar 20%
dari jumlah bruto oleh pihak yang wajib membayarkan.

PPh pasal 26 = Penghasilan Bruto x 20%

2. Atas penghasilan yang berupa


a. Penghasilan dari penjualan harta di Indonesia
b. Premi asuransi yang dibayarkan kepada perusahaan luar negeri
Dipotong PPh pasal 26 sebesar 20% dari perkiraan penghasilan neto.

PPh pasal 26 = ( Penghasilan Bruto x Perkiraan Penghasilan neto) x 20%

Besarnya perkiraan penghasilan neto untuk penjualan harta adalah 25% dari harga
jual.
14
Besarnya perkiraan penghasilan neto untuk premi asuransi dan premi reasuransi
yang dibayarkan pada perusahaan asuransi luar negeri adalah sebagai berikut:
a. Atas premi yang dibayar tergantung kepada perusahaan asuransi di luar negeri
baik secara langsung maupun melalui pialang, sebenarnya 50% dari jumlah
premi yang dibayar.
b. Atas premi yang dibayar oleh perusahaan asuransi yang berkedudukan di
Indonesia kepada perusahaan aturan di luar negari baik secara langsung
maupun melalui pialang, sebesar 10% dari jumlah premi yang dibayar.
c. Atas premi yang yang dibayar oleh perusahaan reasuransi yang berkedudukan
di Indonesia kepada perusahaan asuransi di luar negeri baik secara langsung
maupun melalui pialang sebesar 5% dari jumlah premi yang dibayar.

3. Atas penghasilan yang berupa penjualan atau penghasilan saham dipotong


PPh pasal 26 sebesar 20% dari perkiaan penghasilan neto.

PPh pasal 26 = (Perkiraan penghasilan neto) x 20%


Besarnya penghasilan neto adalah 25% dari harga jual.

4. Atas Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu bentuk usaha
tetap di Indonesia dikenai pajak sebesar 20%, kecuali penghasilan tersebut
ditanamkan kembali di Indonesia penanaman kembali tersebut harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Penanaman kembali dilakukan atas seluruh penghasilan dalam bentuk
penyertaan modal pada perusahaan yang baru didirikan dan berkedudukan
di Indonesia sebagai sebagai pendiri atau peserta pendiri.
b. Perusahaan baru yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia
sebagaimana dimaksud pada huruf a, harus secara aktif melakukan
kegiatan usaha sesuai dengan akte pendiriannya, paling lama 1 tahun sejak
perusahaan tersebut didirikan.
c. Penanaman kembali dilakukan dalam tahun pajak berjalan atau paling
lama tahun pajak berikutnya dari tahun pajak diterima atau diperoleh
penghasilan tersebut.
d. Tidak melakukan penghasilan atas penanaman kembali tersebut paling
singkat dalam jangka waktu 2 tahun sesudah perusahaan baru tersebut
berproduksi komersial.

PPh pasal 26 = (PKP-PPh terutang) x 20%

15
 Contoh Perhitungan Pemotongan PPh Pasal 26
1. Suatu perusahaan penyewaan Gedung kantor, PT Cunha,
Mengasuransikan bangunan bertingkat ke perusahaan asuransi diluar
negeri dengan membayar jumlah premi selama tahun 1995 sebesar Rp
1 Milyar.
Perkiraan penghasilan = 50% X Rp 1 M = Rp 500.000.000,00
PPh Pasal yang harus dibayar
= 20% x Rp 500.000.00,00 = Rp 100.000.000,00
2. Mike adalah karyawan asing pada perusahaan PT. Dira Consult. Mike
bertempat tinggal kurang dari 183 hari. Mike sudah beristri, dan
mempunyai seorang anak. Dalam bulan April 2009, Mike memperoleh
gaji US$ 5,000 sebulan. Kurs yang berlaku adalah Rp.10.500,00 per
US$ 1.
Perhitungan PPh pasal 26 :
Penghasilan bruto berupa gaji sebulan :
5.000 × Rp. 10.500,00 = Rp. 52.500.000,00
Penerapan tarif :
20% × Rp. 52.500.000,00
PPh pasal 26 atas gaji Mike bulan April 2009 adalah Rp.
10.500.000,00

16
BAB III

KESIMPULAN

A. Kesimpulan
Pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan pada subjek pajak atas penghasilan
yang diperolehnya pada tahun pajak, dapat pula dikenakan pajak untuk penghasilan dalam
bagian tahun pajak bila kewajiban pajak subjektifnya dimulai atau berakhir tahun pajak.
Pajak penghasilan pasal 25 mengatur tentang besarnya angsuran pajak dalam tahun
pajak berjalan yang harus dibayar sendiri oleh wajib pajak untuk setiap bulan.
Pajak penghasilan (PPh) pasal 26 adalah PPh yang dikenakan/dipotong atas
penghasilan yang bersumber dari Indonesia yang diterima atau diperoleh wajib pajak luar
negeri selain bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia. Bentuk usaha tetap merupakan subjek
pajak yang perlakuan perpajakannya dipersamakan dengan subjek pajak badan. Negara
domisili dari wajib pajak luar negeri selain yang menjalankan usaha usaha atau melakukan
kegiatan usaha melalui bentuk usaha tetap di Indonesia adalah Negara tempat tinggal atau
tempat kedudukan wajib pajak luar negeri yang sebenarnya menerima manfaat dari
penghasilan tersebut (beneficial owner).

17
DAFTAR PUSTAKA

Mardiasmo, 2011. Perpajakan. Yogyakarta : CV Andi Offse


WONG WARU.2020. Pajak Penghasilan 26 URL:
https://id.scribd.com/document/464698949/Makalah-PPh-Pasal-26-kel-9
Diakses tanggal 10 Februari 2022

18

Anda mungkin juga menyukai