Paper Kel 5 PPH 25 & 26
Paper Kel 5 PPH 25 & 26
Disusun oleh :
1. Ni Kadek Ana Riastini (07/2102612010586)
2. Ni Made Yeyen Trisnayanti (12/2102612010446)
3. Ni Putu Nia Ayunita Sari (27/2102612010606)
4. I Kadek Krisdiantara (34/2102612010613)
DAFTAR ISI..................................................................................................................................ii
BAB I...............................................................................................................................................1
PENDAHULUAN..........................................................................................................................1
A. Latar Belakang....................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..............................................................................................................2
C. Tujuan Penulisan................................................................................................................2
BAB II.............................................................................................................................................3
PEMBAHASAN.............................................................................................................................3
A. Pajak Penghasilan Pasal 25................................................................................................3
B. Pajak Penghasilan Pasal 26..............................................................................................11
BAB III.........................................................................................................................................17
KESIMPULAN............................................................................................................................17
A. Kesimpulan........................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................18
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi
atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pembayaran pajak merupakan perwujudan dari
kewajiban kenegaraan dan peran serta Wajib Pajak untuk secara langsung dan bersama-
sama melaksanakan kewajiban perpajakan untuk pembiayaan negara dan pembangunan
nasional. Sesuai falsafah undang-undang perpajakan, membayar pajak bukan hanya
merupakan kewajiban, tetapi merupakan hak dari setiap warga Negara untuk ikut
berpartisipasi dalam bentuk peran serta terhadap pembiayaan negara dan pembangunan
nasional. Penggolongan pajak berdasarkan lembaga pemungutannya di Indonesia dapat
dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu Pajak Pusat dan Pajak Daerah.
Pajak Pusat adalah pajak-pajak yang dikelola oleh Pemerintah Pusat yang dalam
hal ini sebagian besar dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak - Kementerian
keuangan.Sedangkan Pajak Daerah adalah pajak-pajak yang dikelola oleh Pemerintah
Daerah baik di tingkat Propinsi maupun Kabupaten/Kota.
1
pajak yang terutang harus dilunasi dalam waktu satu tahun. Pembayaran ini harus
dilakukan sendiri dan tidak bisa diwakilkan.
B. Rumusan Masalah
Adapun perumusan masalah dari penulisan ini,yaitu :
1. Apa pengertian dari PPh 25 dan PPh 26 ?
2. Bagaimana Angsuran dan Perhitungan PPh 25?
3. Bagaimana Pemotong PPh 26, Wajib Pajak, Subyek, Tarif dan Perhitungan PPh 26?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan paper ini,yaitu:
1. Mengerti dan Memahami tentang PPh 25 dan PPh 26
2. Mengetahui bagaimana angsuran dan perhitungan PPh 25
3. Mengetahui bagaimana pemotong PPh 26, Wajib Pajak,Subyek, Tarif dan
Perhitungan PPh 26.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2. Angsuran PPh 25
Angsuran PPh 25 adalah besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan
yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan adalah sebesar Pajak
Penghasilan yang terutang menurut Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan
tahun pajak yang lalu,setelah dikurangi dengan PPh yang telah dipotong atau
dipungut oleh pihak lain dan PPh yang terutang atau dibayar diluar negeri yang dapat
dikreditkan dibagi 12(dua belas)
3. Perhitungan PPh 25
Besarnya angsuran PPh Pasal 25 dalam tahun berjalan (tahun pajak berikutnya
setelah tahun yang dilaporkan di SPT tahunan PPh) dihitung sebesar PPh yang
terutang pajak tahun lalu, yang dikurangi dengan:
a. Pajak penghasilan yang dipotong sesuai pasal 21 (yaitu sesuai tarif pasal 17 ayat
(1) bagi pemilik NPWP dan tambahan 20% bagi yang tidak memiliki NPWP) dan
pasal 23 (besar tarif 15% berdasarkan dividen, bunga, royalti, dan hadiah serta 2%
berdasarkan sewa dan penghasilan lain serta imbalan jasa) serta pajak penghasilan
yang dipungut sesuai pasal 22 (pungutan 100% bagi yang tidak memiliki NPWP);
b. Pajak penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan
sesuai pasal 24 lalu dibagi 12 atau total bulan dalam pajak masa setahun.
3
Contoh :
Jumlah Pajak Penghasilan Tuan Dias yangTerutang sesuai dengan SPT Tahunan PPh
2009 Rp 30.000.000,00
Pada tahun 2009, telah dibayar dan dipotong atau dipungut:
1. PPh Pasal 21 Rp 8.000.000,00
2. PPh Pasal 22 Rp 2.000.000,00
3. PPh Pasal 23 Rp 2.000.000,00
4. PPh Pasal 25 Rp 12.000.000,00
Rp 24.000.000,00
4
2. Apabila dalam tahun berjalan, diterbitkan SKP untuk tahun pajak yang
lalu.
Apabila dalam tahun pajak berjalan diterbitkan Surat Ketetapan Pajak
untuk tahun pajak yang lalu maka angsuran pajak dihitung kembali berdasarkan
SKP tersebut dan berlaku mulai bulan berikutnya setelah bulan penerbitan Surat
Ketetapan Pajak.
Contoh :
Berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak
2007 yang disampaikan Wajib Pajak dalam Bulan Maret 2008, perhitungan
besarnya angsuran pajak yang harus dibayar adalah sebesar Rp 1.250.000,00.
Dalam bulan Juli 2008 diterbitkan Surat Ketetapan Pajak tahun pajak 2007 yang
menghasilkan besarnya angsuran pajak setiap bulan sebesar Rp 2.000.000,00.
Berdasarkan ketetentuan yang berlaku, maka besarnya angsuran pajak mulai
bulan Agustus 2008 adalah sebesar Rp 2.000.000,00. Penetapan besarnya
angsuran pajak berdasarkan Surat Ketetapan Pajak tersebut bisa sama, lebih besar
atau lebih kecil dari angsuran pajak sebelumnya berdasarkan Surat Pemberitahuan
Tahunan (SPT).
3. SPT Tahunan PPh tahun lalu disampaikan setelah lewat batas waktu yang
ditentukan.
Apabila Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun yang lalu
disampaikansetelah lewat batas waktu yang ditentukan (selambat-lambatnya tiga
bulan setelah akhir Tahun Pajak), maka besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25
dihitung sebagai berikut:
a. Bulan-bulan mulai batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh tersebut
sampai dengan bulan disampaikannya Surat Pemberitahuan Tahunan yang
bersangkutan,besarnya PPh Pasal 25 adalah sama dengan besarnya angsuran
6
PPh Pasal 25 bulan terakhir dari Tahun Pajak yang lalu dan bersifat
sementara.
b. Setelah Wajib Pajak menyampaikan SPT Tahunan Pajak Penghasilan,
besarnya PPh Pasal 25dihitung kembali sebagai berikut:
- Sebesar PPh yang terutang menurut SPT Tahunan PPh Tahun Pajak yang lalu
dikurangi denganPPh yang dipotong atau dipungut serta PPh yang dibayar
atau tetutang di luar negeri yang bolehdikreditkan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, dan Pasal 24, dibagi 12atau banyaknya
bulan dalam Bagian Tahun Pajak yang berlaku surut mulai bulan batas waktu
penyampaian SPT Tahunan PPh.
- Dalam hal Wajib Pajak berhak atas kompensasi kerugian atau dalam hal
Wajib Pajak memperoleh penghasilan tidak teratur, maka besarnya PPh Pasal
25 dihitung kembali berdasarkan ketentuan yang berlaku bagi Wajib Pajak
yang berhak atas kompensasi kerugianatau bagi Wajib Pajak memperoleh
penghasilan tidak tertatur sebagaimana telah diuraikan diatas. Perhitungan
kembali tersebut berlaku mulai bulan batas waktu penyampaian SPT
TahunanPPh, yaitu tiga bulan setelah akhir Tahun Pajak.
- Apabila besarnya PPh Pasal 25 yang dihitung kembali sebagaimana dimaksud
pada 2 butir di atas, lebih besar daripada PPh Pasal 25 yang dihitung mulai
bulan batas waktu penyampaianSPT Tahunan sampai dengan bulan
disampaikan SPT tahunan yang bersangkutan sebagaimanadimaksud pada
butir di atas, maka atas kekurangan setoran PPh Pasal 25 terutang
bungasebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang
Ketentuan Umum dan TataCara Perpajakan, untuk jangka waktu yang
dihitung sejak jatuh tempo penyetoran PPh Pasal 25dari masing-masing bulan
sampai dengan tanggal penyetoran.
7
- Menurut SPT Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu dikurangi
dengan PPh yang didipungut serta PPh yang dibayar atau terutang diluar
negeri yang boleh dikreditkan sebagaimanadimaksud dalam Pasal 21, Pasal
22, Pasal 23, dan Pasal 24, kemudian dibagi 12 atau banyaknya bulan dalam
bagian tahun pajak dan berkaku surut mulai bulan batas waktu penyampaian
SPTTahunan.
- Apabila wajib pajak berhak atas kompensasi kerugian atau dalam hal wajib
pajak memperoleh penghasilan tidak teratur, maka besarnya PPh Pasal 25,
dihitung kembali berdasarkan ketentuanyang berlaku bagi wajib pajak yang
berhak atas kompensasi kerugian atau bagi wajib pajak memperoleh
penghasilan tidak teratur sebagaimana telah diuraikan
sebelumnya.Penghitungan kembali tersebut berlaku mulai bulan batas waktu
penyampaian SPT PPh, yaitu 3 bulan setelah akhir tahun pajak.
9
2. Angsuran PPh Pasal 25 bagi WP Bank atau Sewa Guna Usaha Dengan Hak
Opsi (financial lease)
adalah jumlah Pajak Penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif
umum atas laba rugi fiskal menurut laporan keuangan triwulan terakhir yang
disetahunkan dikurangi Pajak Penghasilan Pasal 24 yang dibayar atau terutang di
luar negeri untuk tahun pajak yang lalu, dibagi 12 (dua belas).
Contoh :
PT. Bank Dana Sejahtera dalam laporan triwulan April – Juni 2009 menunjukkan
penghasilan netto Rp 250.000.000,00
Perhitungan PPh Pasal 25 untuk Masa Juli-September 2009 sebagai berikut :
Penghasilan netto triwulan Rp.250.000.000,00
Penghasilan netto disetahunkan Rp. 1.000.000.000,00
PPh Terutang :
28% x Rp 1.000.000.000,00 = Rp. 280.000.000
PPh pasal 25 Juli-September 2009 :
Rp 280.000.000/ 12 = Rp 23.333.333,00
PPh Terutang :
28% x 1.000.000.000 = Rp. 280.000.000,00
Kredit Pajak (PPh Pasal 22,23 dan 24 ) Rp. 40.000.000,00
PPh yang dibayar sendiri Rp. 240.000.000,00
10
PPh Pasal 25 :
Rp 240.000.000,00 / 12 = Rp. 20.000.000,00
11
Berdasarkan ketentuan Pasal 26 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun
1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun
2008 (Undang-undang Pajak Penghasilan 1984), pemotong Pajak Penghasilan
(PPh) Pasal 26 ayat (1) adalah :
- Badan Pemerintah
Tidak ada penjelasan dalam Undang-undang Pajak Penghasilan tentang arti
Badan Pemerintah ini. Namun demikian, tidak sulit untuk mengartikan bahwa
yang dimaksud dengan Badan Pemerintah adalah Pemerintah negara Republik
Indonesia dan Pemerintah Daerah di Indonesia beserta instansi-instansi di
bawahnya.
- Subjek Pajak Badan dalam negeri
Berdasarkan Pasal 2 ayat (3) huruf b Undang-undang Pajak Penghasilan 1984,
subjek pajak badan dalam negeri adalah badan yang didirikan atau bertempat
kedudukan di Indonesia. Istlah didirikan mengandung arti bahwa badan tersebut
didirikan berdasarkan ketentuan hukum di Indonesia. Sementara itu istilah
bertempat kedudukan menunjukan bahwa badan tersebut memiliki efektif
manajemen di Imdonesia dimana di mana pengambilan keputusan-keputusan
penting tentang badan tersebut dilakukan di Indonesia. Pengertian badan sendiri
berdasarkan Pasal 2 ayat (1) huruf b Undang-undang Pajak Penghasilan 1984
adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang
melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan
terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau
badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi,
koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa,
organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga, dan bentuk badan
lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
Sifat Pemotongan
Pemotongan PPh pasal 26 bersifat final, kecuali :
a. Pemotongan atas penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan,
penjualan barang atau pemberian jasa di Indonesia yang sejenis
dengan yang dijalankan atau dilakukan BUT di Indonesia.
b. Pemotongan atau penghasilan sebagaimana tersebut dalam PPh Pasal
26 yang diterima atau diperoleh kantor pusat, sepanjang terdapat
hubungan efektif antara BUT dengan harta atau kegiatan yang
memberikan penghasilan dimaksud.
c. Pemotongan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang
pribadi atau badan luar negeri yang berubah status menjadi Wajib
Pajak dalam negeri atau BUT.
12
3. Wajib Pajak PPh Pasal 26
Yang dikenakan pemotongan PPh pasal 26 adalah Wajib Pajak luar negeri ( orang
pribadi maupun badan ) selain Bentuk Usaha Tetap yang menerima atau
memperoleh penghasilan.
4. Subjek PPh Pasal 26
Menurut Undang Undang Nomor 36 Tahun 2006 tentang Pajak Penghasilan,
maka berikut individu atau usaha yang termasuk WPLN.
Individu yang tak tinggal di Indonesia, individu bertempat tinggal tak lebih dari
183 hari selama satu tahun atau 12 bulan di Indonesia, serta perusahaan yang tak
bangun atau. berada di Indonesia, yang menjalankan usaha dengan BUT di
Indonesia. Indonesia yang tak tinggal di Indonesia, individu bertempat tinggal
tidak lebih dari 183 hari selama satu tahun atau 12 bulan, serta perusahaan yang
tak dibangun atau berada di Indonesia, tidak mendapat pendapatan dari Indonesia
melalui BUT di Indonesia.
5. Objek Pajak Penghasilan Pasal 26
Penghasilan yang dipotong PPh pasal 26 adalah :
1. - Dividen
- Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan
jaminan
pengembalian utang
- Royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.
- Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan
- Hadiah dan penghargaan
- Pensiun dan pembayaran berkala lainnya
- Premi swap dan transaksi lindung nilai lainnya, dan
- Keuntungan karena pembebasan utang
Dengan nama dan dalam bentuk apapun, yang dibayarkan, disediakan untuk
dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya.
2. Penghasilan dari penjualan atau pengalihan harta di Indonesia, yang berupa :
a. Perhiasan mewah
b. Berlian
c. Emas
d. Intan
e. Jam tangan mewah
f. Barang antic
g. Lukisan
h. Mobil
i. Motor
j. Kapal pesiar
k. Pesawat terbang ringan
Dengan nilai Rp. 10.000.000,00 ke atas untuk setiap jenis transaksi.
13
3. Premi asuransi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi luar negeri.
4. Penjualan atau pengalihan saham perusahaan antara (Conduit company atau
special purpose company) yang didirikan atau bertempat kedudukan di negara
yang memberikan perlindungan pajak (tax haven country) yang mempunyai
hubungan istimewa dengan badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di
Indonesia atau bentuk usaha tetap di Indonesia.
5. Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu bentuk usaha tetap
di Indonesia dikenai pajak sebesar 20% (dua puluh persen), kecuali
penghasilan
tersebut ditanamkan kembali di Indonesia, yang ketentuannya diatur lebih
lanjut
dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
Besarnya perkiraan penghasilan neto untuk penjualan harta adalah 25% dari harga
jual.
14
Besarnya perkiraan penghasilan neto untuk premi asuransi dan premi reasuransi
yang dibayarkan pada perusahaan asuransi luar negeri adalah sebagai berikut:
a. Atas premi yang dibayar tergantung kepada perusahaan asuransi di luar negeri
baik secara langsung maupun melalui pialang, sebenarnya 50% dari jumlah
premi yang dibayar.
b. Atas premi yang dibayar oleh perusahaan asuransi yang berkedudukan di
Indonesia kepada perusahaan aturan di luar negari baik secara langsung
maupun melalui pialang, sebesar 10% dari jumlah premi yang dibayar.
c. Atas premi yang yang dibayar oleh perusahaan reasuransi yang berkedudukan
di Indonesia kepada perusahaan asuransi di luar negeri baik secara langsung
maupun melalui pialang sebesar 5% dari jumlah premi yang dibayar.
4. Atas Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu bentuk usaha
tetap di Indonesia dikenai pajak sebesar 20%, kecuali penghasilan tersebut
ditanamkan kembali di Indonesia penanaman kembali tersebut harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Penanaman kembali dilakukan atas seluruh penghasilan dalam bentuk
penyertaan modal pada perusahaan yang baru didirikan dan berkedudukan
di Indonesia sebagai sebagai pendiri atau peserta pendiri.
b. Perusahaan baru yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia
sebagaimana dimaksud pada huruf a, harus secara aktif melakukan
kegiatan usaha sesuai dengan akte pendiriannya, paling lama 1 tahun sejak
perusahaan tersebut didirikan.
c. Penanaman kembali dilakukan dalam tahun pajak berjalan atau paling
lama tahun pajak berikutnya dari tahun pajak diterima atau diperoleh
penghasilan tersebut.
d. Tidak melakukan penghasilan atas penanaman kembali tersebut paling
singkat dalam jangka waktu 2 tahun sesudah perusahaan baru tersebut
berproduksi komersial.
15
Contoh Perhitungan Pemotongan PPh Pasal 26
1. Suatu perusahaan penyewaan Gedung kantor, PT Cunha,
Mengasuransikan bangunan bertingkat ke perusahaan asuransi diluar
negeri dengan membayar jumlah premi selama tahun 1995 sebesar Rp
1 Milyar.
Perkiraan penghasilan = 50% X Rp 1 M = Rp 500.000.000,00
PPh Pasal yang harus dibayar
= 20% x Rp 500.000.00,00 = Rp 100.000.000,00
2. Mike adalah karyawan asing pada perusahaan PT. Dira Consult. Mike
bertempat tinggal kurang dari 183 hari. Mike sudah beristri, dan
mempunyai seorang anak. Dalam bulan April 2009, Mike memperoleh
gaji US$ 5,000 sebulan. Kurs yang berlaku adalah Rp.10.500,00 per
US$ 1.
Perhitungan PPh pasal 26 :
Penghasilan bruto berupa gaji sebulan :
5.000 × Rp. 10.500,00 = Rp. 52.500.000,00
Penerapan tarif :
20% × Rp. 52.500.000,00
PPh pasal 26 atas gaji Mike bulan April 2009 adalah Rp.
10.500.000,00
16
BAB III
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan pada subjek pajak atas penghasilan
yang diperolehnya pada tahun pajak, dapat pula dikenakan pajak untuk penghasilan dalam
bagian tahun pajak bila kewajiban pajak subjektifnya dimulai atau berakhir tahun pajak.
Pajak penghasilan pasal 25 mengatur tentang besarnya angsuran pajak dalam tahun
pajak berjalan yang harus dibayar sendiri oleh wajib pajak untuk setiap bulan.
Pajak penghasilan (PPh) pasal 26 adalah PPh yang dikenakan/dipotong atas
penghasilan yang bersumber dari Indonesia yang diterima atau diperoleh wajib pajak luar
negeri selain bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia. Bentuk usaha tetap merupakan subjek
pajak yang perlakuan perpajakannya dipersamakan dengan subjek pajak badan. Negara
domisili dari wajib pajak luar negeri selain yang menjalankan usaha usaha atau melakukan
kegiatan usaha melalui bentuk usaha tetap di Indonesia adalah Negara tempat tinggal atau
tempat kedudukan wajib pajak luar negeri yang sebenarnya menerima manfaat dari
penghasilan tersebut (beneficial owner).
17
DAFTAR PUSTAKA
18