Anda di halaman 1dari 15

ISU KESEHATAN PEREMPUAN

Makalah ini dibuat guna Untuk Memenuhi Tugas BKI KESPRO DAN KB

Disusun oleh :

Kelompok 3
Wardatuz Zakiatul Aufa 1910502011
Almuzzikri 1930502067
Aulia Raudhotul Jannah 1930502085

Dosen Pengampu : RIKAS SAPUTRA S.Pd, M.Pd

PRODI BIMBINGAN PENYULUHAN ISLAM


FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH PALEMBANG
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan kesehatan dan rahmat-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini dengan sebaik-baiknya. Makalah tentang isu kesehatan perempuan, ini disusun
sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan tugas Mata Kuliah BKI KESPRO dan KB.
Demikian pula kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini kami masih
banyak kekurangan dan kesalahan baik dalam segi substansi maupun tata bahasa. Namun,
kami tetap berharap agar makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca. Oleh karena
itu, kritik dan saran dari penulisan makalah ini sangat kami harapkan dengan harapan sebagai
masukan dalam perbaikan dan penyempurnaan pada makalah kami berikutnya. Untuk itu
kami ucapkan terimakasih.

Palembang, 15 Maret 2022

Penyusun
DAFTAR ISI

Kata Pengantar………………………………………………………………….........
Daftar isi………………………………………………………………………............
BAB I : PENDAHULUAN……………………………………………………...........
A. Latar belakang………………………………………………………….............
B. Rumusan Masalah………………………………………………………............
C. Tujuan…………………………………………………………………..............
BAB II : PEMBAHASAN……………………………………………………..............
A. Defenisi kesehatan reproduksi…………………………………….....................
B. Praktek Tradisional yang berakibat buruk terhadap kesehatan reproduksi.........
C. permasalahan kesehatan wanita dalam dimensi sosial dan upaya mengatasinya
.............................................................................................................................
BAB III : PENUTUP…………………………………………………………..............
A. Kesimpulan…………………………………………………………….............
B. Saran...................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………............
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan reproduksi adalah kesejahteraan fisik, mental dan sosial yang utuh dan
bukan hanya tidak adanya penyakit atau kelemahan, dalam segala hal yang berhubungan
dengan sistem reproduksi dan fungsi-fungsinya serta proses- prosesnya. Oleh karena itu,
kesehatan reproduksi berarti orang dapat mempunyai kehidupan seks yang memuaskan dan
aman, dan bahwa mereka memiliki kemapuan
Untuk bereproduksi dan kebebasan untuk menentukan apakah mereka ingin
melakukannya, bilamana dan seberapa seringkah. Termasuk terakhir ini adalah hak pria dan
wanita untuk memperoleh informasi dan mempunyai akses terhadap cara – cara keluarga
berencana yang aman, efektif dan terjangkau, pengaturan fertilitas yang tidak melawan
hukum, hak memperoleh pelayanan pemeliharaan kesehatan kesehatan yang memungkinkan
para wanita dengan selamat menjalani kehamilan dan melahirkan anak, dan memberikan
kesempatan untuk memiliki bayi yang sehat.
Sejalan dengan itu pemeliharaan kesehatan reproduksi merupakan suatu kumpulan
metode, teknik dan pelayanan yang mendukung kesehatan dan kesejahteraan reproduksi
melalui pencegahan dan penyelesaian masalah kesehatan reproduksi. Ini juga mencakup
kesehatan seksual, yang bertujuan meningkatkan status kehidupan dan hubungan-hubungan
perorangan, dan bukan semata-mata konseling dan perawatan yang bertalian dengan
reproduksi dan penyakit yang ditularkan melalaui hubungan seks.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Definisi Kesehatan Reproduksi
2. Bagaimana Praktek Tradisional yang berakibat buruk terhadap kesehatan reproduksi
3. Apa saja permasalahan kesehatan wanita dalam dimensi sosial dan upaya mengatasinya
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui defenisi kesehatan reproduksi
2. Untuk mengetahui Praktek Tradisional yang berakibat buruk terhadap kesehatan
reproduksi
3. Untuk menegetahui permasalahan kesehatan wanita dalam dimensi sosial dan upaya
mengatasinya
BAB II
PEMBAHASAN

A. Defenisi Kesehatan Reproduksi


Kesehatan reproduksi menurut WHO adalah kesejahteraan fisik, mental dan sosial yang
utuh bukan hanya bebas dari penyakit atau kecatatan, dalam segala aspek yang berhubungan
dengan sistem reproduksi, fungsi serta prosesnya.
Agar dapat melaksanakan fungsi reproduksi secara sehat, dalam pengertian fisik, mental
maupun sosial, diperlukan beberapa prasyarat :
Pertama, agar tidak ada kelainan anatomis dan fisiologis baik pada perempuan maupun
laki-laki. Antara lain seorang perempuan harus memiliki rongga pinggul yang cukup besar
untuk mempermudah kelahiran bayinya kelak. Ia juga harus memiliki kelenjar-kelenjar
penghasil hormon yang mampu memproduksi hormon-hormon yang diperlukan untuk
memfasilitasi pertumbuhan fisik dan fungsi sistem dan organ reproduksinya. Perkembangan-
perkembangan tersebut sudah berlangsung sejak usia yang sangat muda. Tulang pinggul
berkembang sejak anak belum menginjak remaja dan berhenti ketika anak itu mencapai usia
18 tahun. Agar semua pertumbuhan itu berlangsung dengan baik, ia memerlukan makanan
dengan mutu gizi yang baik dan seimbang. Hal ini juga berlaku bagi laki-laki. Seorang laki-
laki memerlukan gizi yang baik agar dapat berkembang menjadi laki-laki dewasa yang sehat.
Kedua, baik laki-laki maupun perempuan memerlukan landasan psikis yang memadai
agar perkembangan emosinya berlangsung dengan baik. Hal ini harus dimulai sejak sejak
anak-anak, bahkan sejak bayi. Sentuhan pada kulitnya melalui rabaan dan usapan yang
hangat, terutama sewaktu menyusu ibunya, akan memberikan rasa terima kasih, tenang,
aman dan kepuasan yang tidak akan ia lupakan sampai ia besar kelak. Perasaan semacam itu
akan menjadi dasar kematangan emosinya dimasa yang akan datang.
Ketiga, setiap orang hendaknya terbebas dari kelainan atau penyakit yang baik langsung
maupun tidak langsung mengenai organ reproduksinya. Setiap lelainan atau penyakit pada
organ reproduksi, akan dapat pula menggangu kemampuan seseorang dalam menjalankan
tugas reproduksinya. Termasuk disini adalah penyakit yang ditularkan melalui hubungan
seksual-misalnya AIDS dan Hepatitis B, infeksi lain pada organ reproduksi, infeksi lain yang
mempengaruhi perkembangan janin, dampak pencemaran lingkungan, tumor atau kanker
pada organ reproduksi, dan ganguan hormonal terutama hormon seksual.
Keempat, seorang perempuan hamil memerlukan jaminan bahwa ia akan dapat melewati
masa tersebut dengan aman. Kehamilan bukanlah penyakit atau kelainan. Kehamilan adalah
sebuah proses fisiologis. Meskipun demikian, kehamilan dapat pula mencelakai atau
mengganggu kesehatan perempuan yang mengalaminya. Kehamilan dapat menimbulkan
kenaikan tekanan darah tinggi, pendarahan, dan bahkan kematian.
Meskipun ia menginginkan datangnya kehamilan tersebut, tetap saja pikirannya penuh
dengan kecemasan apakah kehamilan itu akan mengubah penampilan tubuhnya dan dapat
menimbulkan perasaan bahwa dirinya tidak menarik lagi bagi suaminya. Ia juga merasa
cemas akan menghadap i rasa sakit ketika melahirkan, dan cemas tentang apa yang terjadi
pada bayinya. Adakah bayinya akan lahir cacat, atau lahir dengan selamat atau hidup.
Perawatan kehamilan yang baik seharusnya dilengkapi dengan konseling yang dapat
menjawab berbagai kecemasan tersebut.
B. Praktek Tradisional yang berakibat buruk terhadap kesehatan reproduksi
Isu-isu yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi kadang merupakan isu yang pelik
dan sensitif, seperti hak-hak reproduksi, kesehatan seksual, penyakit menular seksual (PMS)
termasuk HIV/AIDS, kebutuhan khusus remaja, dan perluasan jangkauan pelayanan
kelapisan masyarakat kurang manpu atau meraka yang tersisih. Karena proses reproduksi
nyatanya terjadi terjadi melalui hubungan seksual, defenisi kesehatan reproduksi mencakup
kesehatan seksual yang mengarah pada peningkatan kualitas hidup dan hubungan antar
individu, jadi bukan hanya konseling dan pelayanan untuk proses reproduksi dan PMS.
Dalam wawasan pengembagan kemanusiaan. Merumuskan pelayanan kesehatan reproduksi
yang sangat penting mengingat dampaknya juga terasa pada kualitas hidup generasi
berikutnya. Sejauh mana seseorang dapatmenjalankan fungsi dan proses reproduksinya secara
aman dan sehat sesungguhnya tercermin dari kondisi kesehatan selama siklus kehidupannya,
mulai dari saat konsepsi, masa anak, remaja, dewasa, hingga masa pasca usia reproduksi.
Menurut program kerja WHO ke I(1996-2001), masalah kesehatan reproduksi ditinjau dari
pendekatan siklus kehidupan keluarga, meliputi :
1. Praktek tradisional yang berakibat buruk semasa anak-anak (seperti mutilasi, genital,
deskriminasi nilai anak, dsb);
2. Masalah kesehatan reproduksi remaja (kemungkinan besar dimulai sejak masa kanak-
kanak yang seringkali muncul dalam bentuk kehamilan remaja, kekerasan/pelecehan seksual
dan tindakan seksual yang tidak aman);
3. Tidak terpenuhinya kebutuhan ber-KB, biasanya terkait dengan isu aborsi tidak aman;
4. Mortalitas dan morbiditas ibu dan anak (sebagai kesatuan) selama kehamilan, persalian dan
masa nifas, yang diikuti dengan malnutrisi, anemia, berat bayi lahir rendah;
5. Infeksi saluran reproduksi, yang berkaitan dengan penyakit menular seksual;
6. Kemandulan, yang berkaitan erat dengan infeksi saluran reproduksi dan penyakit menular
seksual;
7. Sindrom pre dan post menopause dan peningkatan resiko kanker organ reproduksi;
8. Kekurangan hormon yang menyebabkan osteoporosis dan masalah ketuaan lainnya.
C. Permasalahan kesehatan wanita dalam dimensi sosial dan upaya mengatasinya
1.      Pemerkosaan
a.       Pengertian perkosaan
Perkosaan adalah setiap tindakan laki-laki memasukkan penis, jari atau alat lain ke
dalam vagina/alat tubuh seorang perempuan tanpa persetujuannya. Dikatakan suatu tindak
perkosaan tidak hanya bila seorang, perempuan disiksa, dipukuli sampai pingsan, atau ketika
perempuan meronta, melawan, berupaya melarikan setiap diri atau korban hendak bunuh diri,
akan tetapi meskipun perempuan tidak melawan, apapun yang dilakukan perempuan, bila
perbuatan tersebut bukan pilihan keinginan perempuan berarti termasuk tindak perkosaan.
bukan kesalahan wanita.
Dalam rumah tangga, hubungan seksual yang tidak diinginkan istri termasuk tindakan
kekerasan, merupakan tindakan yang salah.
b.      Motivasi Perkosaan
1)      Pria ingin menunjukkan kekuasaan yang bertujuan untuk menguasai korban dengan cara
mengancam (dengan senjata secara, fisik menyakiti perempuan, verbal dengan mengertak)
dan dengan penetrasi sebagai simbol kemenangan.
2)      Sebagai cara meluapkan rasa marah, penghinaan, balas dendam, menghancurkan lawan baik
masalah individu maupun masalah kelompok tertentu, sedangkan unsur rasa cinta ataupun
kepuasan seksual tidak penting.
3)      Luapan perilaku sadis, pelaku merasa puas telah membuat penderitaan bagi orang lain.
c.       Jenis-Jenis Perkosaan
1)      Perkosaan oleh orang yang dikenal.
2)      Perkosaan oleh suami/bekas suami.
3)      Perkosaan oleh pacar/dating rape.
4)      Perkosaan oleh teman kerja/atasan.
5)      Perkosaan oleh orang yang tidak dikenal.

d.      Pencegahan Pemerkosaan


1)      Berpakaian santun, berperilaku, bersolek tidak mengundang perhatian pria.
2)      Melakukan aktifitas secara bersamaan dalam kelompok dengan banyak teman, tidak
berduaan.
3)      Di tempat keda bersama teman/berkelompok, tidak berduaan dengan sesama pegawai atau
atasan.
4)      Tidak menerima tamu laki-laki ke rumah, bila di rumah seorang diri.
5)      Berjalan - jalan bersama banyak teman, terlebih di waktu malam hari.
6)      Bila merasa diikuti orang, ambil jalan kearah yang berlainan, atau berbalik dan bertanya ke
orang tersebut dengan nada keras, dan tegas. apa maksud dia.
7)      Membawa alat yang bersuara keras seperti peluit, atau alat bela diri seperti parfum spray,
bubuk cabe/merica yang bisa ditiupkan ke mata.
8)      Berteriak sekencang mungkin bila diserang.
9)      Jangan ragu mencegah dengan mengatakan 'tidak', walaupun pada atasan yang punya
kekuasaan atau pada pacar yang sangat dicintai.
10)  Ketika bepergian, hindari sendirian, tidak menginap, bila orang tersebut merayu tegaskan
bahwa perkataan dan sentuhannya membuat anda merasa risih, tidak nyaman, dan cepatlah
meninggalkannya.
11)  Jangan abaikan kata hati. Ketika tidak nyaman dengan suatu tindakan yang mengarah seperti
dipegang, diraba, dicium, diajak ke tempat sepi.
12)  Waspada terhadap berbagai cara pemerkosaan seperti: hipnotis. obat-obatan dalarn rninuman,
pemen, snack atau hidangan makanan.
13)  Saat ditempat baru, jangan terlihat bingung. Bertanya pada polisi. hansip atau instapsi.
14)  Menjaga jarak/space interpersonal derigan. lawan jenis. Di eropa space interpersonal dengan
jarak 1 meter.

2.      Wanita di Pusat Rehabilitasi


a.       Pusat rehabilitasi wanita meliputi :
1)      Maslah sosial, contohnya PSK.
2)      Masalah psikologis, misalnya trauma pada korban kekerasan.
3)      Masalah drug abuse.
b.      Rehabilitasi bagi para PSK dilakukan :
1)      Di luar panti ditempat lokalisasi.
2)      Di dalam panti.
c.       Upaya rehabilitasi yang dilakukan meliputi :
1)      Bimbingan agama.
2)      Bimbingan sosial.
3)      Latihan keterampilan.
4)      Pendidikan kesehatan.
5)      Pendidikan dan kesejahteraan pribadi.
d.      Rehabilitasi wanita korban kekerasan, trauma psikologis
Upaya yang dilakukan dengan membangkan dan membangkitkan rasa percaya diri.
Salah satu cara dengan therapy psikologis. Mereka membutuhkan pendampingan agar bisa
kembali pada keadaan semula.
3.      Wanita Di Tempat Kerja
a.       Alasan wanita bekerja
1)      Aktualisasi diri.
Wanita yang bekerja akan memperoleh pengakuan dari lingkungan karena produktifitas
dan kreatifitas yang telah dihasilkan.
2)      Mata pencaharian.
Penghasilan yang diperoleh dalam rangka mencukupi kebutuhan sehari-hari agar
meningkat kualitas hidup keluarga, baik untuk memenuhi kebutuhan primer seperti pangan,
sandang, papan, atau kebutuhan sekunder seperti perabot rumah tangga, mobil, jaminan
kesehatan, dll.
3)      Relasi positif dalam keluarga.
Pengetahuan yang luas dan pengalaman rnengambil keputusan saat bekerja dalam
memecahkan suatu masalah ditempat kerja, pola pikir terbuka memungkinkan jalinan saling
mendukung dalam keluarga.
4)      Pemenuhan kebutuhan social.
Wanita bekerja akan menjumpai banyak relasi, Leman sehingga dapat memperkaya
wawasan bagi wanita.
5)      Peningkaan keterampilan/kompetensi.
Dengan bekerja wanita terns terpacu untuk selalu meningkatkan keterampilan atau
kompetensi sehingga dapat meningkatkan rasa percaya diri dan prestasi yang lebih sebagai
karyawan.
6)      Pengaruh lingkungan.
Lingkungan mayoritas wanita banyak yang bekerja akan memberikan motivasi bagi
wanita lain untuk bekerja.
Upaya pemecahan
1)      Bekerja menggunakan proteksi, seperti masker, sarung Langan, baju khusus untuk proteksi
radiasi.
2)      Cek kesehatan secara berkala.
3)      Melakukan aktifitas bekerja tidak hanya dengan satu pria misalnya bila lembur, divas luar.
4)      Tidak nebeng kendaraan tanpa ditemani orang lain, sekalipun ditawari oleh atasan.
5)      Jangan ragu mengatakan 'tidak' walaupun pada atasan. Tidak perlu takut pada ancaman di
pecat.
6)      Menetapkan target menikah.
7)      Menjaga komunikasi dengan keluarga. Mencurahkan perhatian khusus pada keluarga pada
hari libur dengan kualitas yang maksimal, mengagendakan kegiatan bersarna keluarga,
memenuhi hak-hak suami dan anak, berbagi peran dengan suami dan selalu menghargai
suami.
4.  Incest
A. Definisi
Belakangan ini, banyak sekali ditemukan baik di media maupun kehidupan nyata, seorang
anak menjadi korban kekerasan seksual yang dilakukan anggota keluarga sendiri yang lazim
disebut incest
Incest atau inses dalam kamus besar bahasa Indonesia adalah hubungan seksual antara
orang-orang yang bersaudara dekat yang dianggap melanggar adat, hokum dan agama.
Menurut Sawitri Supardi Sadarjoen, incest adalah hubungan seksual yang dilakukan
oleh pasangan yamg memiliki ikatan keluarga yang kuat, seperti misalnya ayah dengan anak
perempuannya, ibu dengan anak laki-lakinya, atau antar sesama keluarga kandung.
Dari pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa Incest adalah hubungan seksual
yang terjadi di antara anggota kerabat dekat, biasanya adalah kerabat inti seperti ayah, atau
paman. Incest dapat terjadi suka sama suka yang kemudian bias terjalin dalam perkawinan
dan ada yang terjadi secara paksa yang lebih tepat disebut dengan perkosaan.
Incest digambarkan sebagai kejadian relasi seksual; diantara individu yang berkaitan
darah, akan tetapi istilah tersebut akhirnya dipergunakan secara lebih luas, yaitu untuk
menerangkan hubungan seksual ayah dengan anak, antar saudara. Incest merupakan
perbuatan terlarang bagi hampir setiap lingkungan budaya.
Fakta biologis juga memperkuat tabu incest karena kematian, retardasi mental, dan
kelalaian congenital sangat banyak terjadi sebagai akibat incest. Walaupun banyak factor
yang memungkinkan terjadi incest.

b.      Faktor Peyebab


Lustig (Sawitri Supardi Sadarjoen, 2005:74-75) menyatakan terdapat lima kondisi
gangguan keluarga yang memungkinkan terjadinya incest, yaitu:
a.       Keadaan terjepit, dimana anak perempuan menjadi figure perempuan utama yang mengurus
keluarga dan rumah tangga sebagai pengganti ibu.
b.      Kesulitan seksual pada orang tua, ayah tidak mampu mengatasi dorongan seksual .
c.       Ketakutan akan perpecahan keluarga yang memungkinkan beberapa anggota keluarga untuk
lebih memilih desintegrasi struktur daripada pecah sama sekali.
d.      Sanksi yang terselubung terhadap ibu yang tidak berpartisipasi dalam tuntutan peranan
seksual sebagai istri.
Faktor kondisi social yang sering memungkinkan pelanggaran incest adalah rumah
yang sempit dengan penghuni yang berdesakan, alkoholisme, isolasi geografis, sehingga sulit
mencari hubungan dengan anggota keluarga yang lain.
Sedangkan menurut Kartini Kartono, penyebab incest adalah antara lain ruangan
rumah yang tidak memungkinkan orang tua, ank, dan saudara pisah kamar. Sedangkan
hubungan incest antara ayah dengan anak perempuannya dapat terjadi sehubungan dengan
keberadaan penyakit mental yang serius pada pihak ayah.
Kartini kartono, menambahkan bahwa incest banyak terjadi dikalangan rakyat dari
tingkat kalangan social-ekonomi yang rendah.
c.       Jenis-jenis incest berdasarkan penyebabnya adalah:
1)      Incest yang terjadi secara tidak sengaja, misalnya kakak-adik lelaki perempuan remaja yang
tidur sekamar, bias tergoda melakukan eksperimentasi seksual sampai terjadi incest.
2)      Incest akibat psikopatologi berat. Jenis ini bias terjado antara ayah yang alkoholik atau
psikopatik dengan anak perempuannya. Penyebabnya adalah kondornya control diri akibat
alcohol atau psikopati sang ayah.
3)      Incest akibat pedofilia, misalnya seorang lelaki yang haus menggauli anak-anak perempuan
dibawah umur, termasuk anaknya sendiri.
4)      Incest akibat contoh buruk dari ayah. Seorang lelaki menjadi senanh melakukan incest
karena meniru ayahnya melakukan perbuatan yang sama dengan kakak atau adik
perempuannya.
5)      Incest akibat patologi keluarga dan hubungan perkawinan yang tidak harmonis. Seorang
suami-ayah yang tertekan akibat sikap memusuhi serba mendominasi dari istrinya bias
terpojok melakukan incest dengan anak perempuannya.
Secara umum ada dua kategori incest. Pertama parental incest, yaitu hubungan antara
orang tua dan anak. Kedua Sibling incest, yaitu hubungan antara saudara kandung. Kategori
incest dapat diperluas lagi dengan memasukkan orang-orang lain yang memiliki kekuasaan
atas anak tersebut, misalnya paman, bibi, kakek, nenek, dan sepupu.
Bentuk-bentuk incest tidak terbatas hanya dalam bentuk kekerasan seksual secara fisik,
namun juga psikis dan mental yang mencakup rayuan dan iming-imimng. Berikut beberapa
bentuk kekerasan seksual yang termasuk incest:
1)      Ajakan atau rayuan berhubungan seks
2)      Sentuhan atau rabaan seksual
3)      Penunjukan alat kelamin
4)      Penunjukan hubungan seksual
5)      Memaksa melakukan mastrubasi
6)      Meletakkan atau memasukkan benda-benda atau jari tangan ke anus atau vagina
7)      Berhubungan seksual (termasuk sodomi)
8)      Mengambil atau menunjukkan foto anak kepada orang lain tanpa busana atau ketika
berhubungan seksual.
Semakin maraknya kasus incest memperlihatkan betapa rentannya posisi seorang anak
untuk menjadi korban kekerasan seksual. Terlebih lagi pelakunya adalah orang yang
seharusnya menjadi pelindungnya.
d.      Incest menurut hukum pidana
Pengaturan perbuatan incest atau yang lebih dikenal dengan hubungan seksual sedarah
dalam KUHPidana sangatlah penting, terutama mengenai sanksi-sanksinya. Pengaturan untuk
kasus-kasus incest masih berdasarkan pada Pasal 285, Pasal 287, Pasal 294 ayat (1), dan
Pasal 295 ayat (1) butir (1).
Pasal 285 KUHPidana dengan jelas menyebutkan bahwa “barang siapa dengan
kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa perempuan yang bukan istrinya bersetubuh
dengan dia, diluar pernikahan, dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, yang diancam
dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun” untuk pasal 285 KUHPidana kurang
tepat karena pasal ini adalah pasal pemerkosaan, demikian juga dengan Pasal 287 yang
menyebutkan “barang siapa bersetubuh dengan perempuan yang bukan istrinya, sedangkan
diketahui atau harus patut disangkanya, bahwa perempuan itu belum cukup 15 tahun kalau
tidak nyata berapa umurnya, bahwa perempuan itu belum masanya untuk kawin, dihukum
penjara selama-lamanya Sembilan tahun”, pasal ini juga belum tepat untuk pengaturan
incest.
e.       Factor yang dapat mencegah terjadinya incest :
1)      Ikut sertakan instansi resmi yang menangani masalah perlindungan terhadap anak sedini
mungkin untuk menangkal tekanan yang dialami sang anak.
2)      Evaluasi anggota keluarga itu untuk penyakit psikiatrik p-rimer yang memerlukan terapi.
3)      Terapi keluarga dapat digunakan untuk menyusun kembali keluarga yang pecah
4)      Ajarkan sang anak dengan jelas dan mudah bahwa alat kelamin mereka adalah milik mereka
sendiri dan tidak boleh di pegang sama orang lain.
5)      Memberikan pendidikan seks sejak dini.
6)      Memberikan pendidikan dan pengetahuan tentang agama.
7)      Mengisi waktu luang dengan hal – hal yang bermanfaat.

5. Masalah kekerasan dan perkosaan terhadap perempuan


1. Kencenderungan penggunaan kekerasan secara sengaja kepada perempuan, perkosaan,
serta dampaknya terhadap korban;
2. Norma sosial mengenai kekerasan dalam rumah tangga, serta mengenai berbagai tindak
kekerasan terhadap perempuan;
3. Sikap masyarakat mengenai kekerasan perkosaan terhadap pelacur;
4. Berbagai langkah untuk mengatasi masalah- masalah tersebut.
Penanganan
Tugas tenaga kesehatan dalam kasus tindak perkosaan:
1)      Bersikap dengan baik, penuh perhatian dan empati.
2)      Memberikan asuhan untuk menangani gangguan kesehatannya, misalnya mengobati cidera,
pemberian kontrasepsi darurat
3)      Mendokumentasikan hasil pemeriksaan dan apa yang sebenarnya terjadi.
4)      Memberikan asuhan pemenuhan kebutuhan psikologis
5)      Memberikan konseling dalam membuat keputusan.
6)      Membantu memberitahukan pada keluarga.
h.      Pasal dalam undang-undang yang berkaitan dengan tindak perkosaan:
1)      Pasal 281-283 KUHP tentang Kejahatan terhadap Kesopanan.
2)      Pasal 289-298 KUHP tentang Pencabulan.
3)      Undang-undang Perlindungan Anak (UUPA) no 23 tahun 2003.
4)      Undang-undang no 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga
(KDRT).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Persoalan kesehatan reproduksi bukan hanya mencakup persoalan kesehatan reproduksi
wanita secara sempit dengan mengaitkannya pada masalah seputar perempuan usia subur
yang telah menikah, kehamilan dan persalinan, pendekatan baru dalam program
kependudukan memperluas pemahaman persoalan kesehatan reproduksi. Dimana seluruh
tingkatan hidup perempuan merupakan fokus persoalan kesehatan reproduksi.

Secara tematik, ada lima kelompok masalah yang diperhatikan dalam kesehatan
reproduksi, yaitu kesehatan reproduksi itu sendiri, keluarga berencana, PMS dan pencegahan
HIV/AIDS, seksualitas hubungan manusia dan hubungan gender, dan remaja. Secara lebih
spesifik, berbagai masalah dalam kesehatan reproduksi adalah perawatan kehamilan,
pertolongan persalinann, infertilitas, menopause, penggunann kontrasepsi, kehamilan tidak
dikehendaki dan aborsi baik pada remaja maupun pasangan yang telah menikah, PMS dan
HIV/AIDS (berkaitan dengan prostitusi, homoseksualitas, gaya hidup dan praktek
tradisional), pelecehan dan kekerasan pada perempuan, pekosaan, dan layanan dan informasi
pada remaja.

B. Saran

Kritik dan saran dari para pembaca sangat kami harapkan demi perbaikan makalah
ini. Semoga makalah ini dapat menambah wawasan bagi para pembaca.
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1996. Dirjen Pembinaan Kesehatan Masyarakat.


Kesehatan Reproduksi di Indonesia. Jakarta.
Mohamad, Kartono. 1998. Kontradiksi Dalam Kesehatan Reproduksi. Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan.
Wahid, Abdurrahman, dkk. 1996. Seksualitas, Kesehatan Reproduksi dan Ketimpangan
Gender. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Widyastuti, Yani, dkk. 2009. Kesehatan Reproduksi. Jakarta: Fitramaya

Anda mungkin juga menyukai