Anda di halaman 1dari 9

PERKEBANGAN PENERAPAN PHT DI INDONESIA

Oleh :

Nama : Nur Hilaliah

Nim : G011191093

Kelas : PHPT G

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2021

1
DAFTAR ISI
Sampul………………………………………………………………1
Daftar isi……………………………………………………………..2
Isi…………………………………………………………………….3
Kesimpulan…………………………………………………………..8
Daftar Pustaka………………………………………………………..9

2
ISI

Perkembangan teknologi yang semakin meningkat tiap dekadenya


mengharuskan masyarakat untuk mengikutinya. Dampak modernisasi
pertanian yang cukup signifikan mengakibatkan separuh tanaman
yang ditanam di negara-negara dunia ketiga menggunakan varietas
modern, konsumsi pestisida dan pupuk buatan menjadi meningkat
drastis (Pretty, 1995).

Indonesia salah satu negara yang berkembang dan pengguna


pestisida dalam perlindungan tanaman. Data Kementerian Pertanian
tahun 2011 diketahui perkembangan pestisida di Indonesia mengalami
peningkatan, dari tahun 2006 sampai 2010 mengalami peningkatan
sebesar 10% tiap tahunnya. Berdasarkan data laporan tahun 2012
tentang kebijakan pestisida Indonesia menunjukkan bahwa tahun 2010
ke tahun 2011 terjadi peningkatan pendapatan pestisida sebesar 0,3
dari Rp 5,3 trilyun menjadi Rp 5,6 trilyun. Pestisida yang banyak
digunakan di Indonesia yaitu insektisida (41%), herbisida (37%) dan
fungisida (21%). Ijin peredaran dan penggunaan pestisida di Indonesia
telah diatur sejak UU No. 12 tahun 1992 hingga Peraturan Menteri
Pertanian Permentan No. 24/Permentan/SR.140/2011 tentang syarat
dan tata cara pendaftaran serta penggunaan pestisida.

Menurut (Kementerian Pertanian, 2011) alasan petani


menggunakan pestisida karena:

1. Dapat diaplikasikan dengan mudah


2. Dapat diaplikasikan hampir disetiap waktu dan setiap tempat
3. Hasilnya dapat dirasakan dalam waktu singkat

3
4. Dapat diaplikasikan dalam areal yang luas dan dalam waktu relatif
singkat
5. Mudah diperoleh
6. Memberikan keuntungan ekonomi dalam jangka pendek

Sisi lain dari aplikasi pestisida yang mudah digunakan juga


berdampak negatif terhadap petani, lingkungan, tanaman dan
masyarakat sebagai konsumen produk pertanian. Yuantri et al., (2013)
menunjukkan bahwa penggunaan pestisida yang dilakukan petani
mengakibatkan keracunan bagi petani, residu pestisida mengendap
dalam tanah serta pestisida yang disemprotkan pada tanaman diserap
melalui daun, batang dan akar tanaman.

Masyarakat cerdas sebagai konsumen produksi pertanian akan


memahami bahaya pestisida bagi kesehatan tubuhnya. AFTA 2003,
MEA 2015, APEC 2010 dan GATT/WTO 2020 diketahui di negara
maju telah terbentuk suatu kumpulan yang disebut dengan “konsumen
hijau”, di mana konsumen menuntut dan membutuhkan produk dan
komoditas yang dalam proses produksinya berwawasan lingkungan
dan tidak mengandung bahan-bahan pencemar yang dapat
membahayakan kesehatan, baik untuk jangka panjang maupun jangka
pendek.

Permasalahan yang diuraikan tersebut menuntut adanya cara


pengendalian OPT yang ekonomis menguntungkan petani dan secara
teknis dapat diterima secara logika oleh petani dan ekologis terhadap
lingkungan. Konsep pengendalian hama terpadu (PHT) merupakan
upaya yang dikembangkan pemerintah dalam rangka mengurangi

4
penggunaan pestisida disektor pertanian. Peraturan Menteri Pertanian
No.48/Permentan/OT.140/10/2009 menyebutkan bahwa PHT adalah
upaya pengendalian serangan organisme penganggu tanaman dengan
teknik pengendalian dalam suatu kesatuan untuk mencegah timbulnya
kerugian secara ekonomi dan kerusakan lingkungan hidup dan
menciptakan pertanian yang berkelanjutan. Prinsip PHT meliputi
pemanfaatan musuh alami, budidaya tanaman sehat, pengamatan
berkala dan petani ahli PHT.

Mariyono dan Irham (2001) menunjukkan bahwa PHT


berdampak positif terhadap ekonomi petani karena mampu
mengurangi penggunaan pestisida serta meningkatkan pengetahuan
dan keterampilan petani secara tidak langsung. Program PHT
diberikan melalui penyuluhan pada masyarakat khususnya petani.

Konsep PHT muncul dan berkembang sebagai koreksi terhadap


kebijakan pengendalian hama secara konvensional yang menekan
penggunaan pestisida. Penggunaan pestisida dalam kerangka
penerapan PHT secara konvensional ini menimbulkan dampak negatif
yang merugikan baik ekonomi, kesehatan, maupun lingkungan
sebagai akibat penggunaan pestisida yang tidak tepat dan berlebihan
(Anonim, 2004).

Pengendalian dengan konsep PHT merupakan pengendalian


yang didasarkan pada prinsip ekologis dengan menggunakan berbagai
teknik pengendalian. Program pemerintah dalam pelaksanaan SLPHT
adalah satah satu program yang sangat membantu para petani karena
petani diajarkan bagaimana melaksanakan PHT dengan melalui

5
berbagai tahapan yuang dilaksanakan satu musim tanam, petani
diajarkan bagaimana melakukan budidaya tanaman yang baik,
melakukan pengamatan ekosistem persawahan, diajarkan mengenali
hama dan penyakit dan musuh alami, diajarkanm bagaimana petani
melakukan pengendalian secara bijaksana baik dari aspek ekologi,
aspek ekonomi, dan aspek teknologi sehingga dengan melakukan
melakukan pengendalian yang secara bijaksana dan bebas dari residu
pestisida maka akan tercipta pertanian yang ramah lingkungan.

Pertanian sangatlah penting sebagai ujung tombak dalam


mendukung perekonomian nasional terutama penyediaan sandang dan
pangan tetapi sungguh ironis karena penghargaan masyarakat terhadap
lahan pertanian masih rendah dan tidak professional karena tidak
sebanding dengan tingkat manfaatnya (Admihardja, 2006).

Dengan ditingkatkannya intensitas pertanaman padi secara terus


menerus akan menyebabkan perubahan ekologi dan terciptanya
ekosistem pertanian monokultur. Hal ini merupakan faktor pendorong
munculnya Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) tertentu yang
dapat merusak tanaman. Agroekosistem pada sistem persawahan
memiliki keragaman biotik dan genetik yang rendah dan bahkan
cenderung semakin tidak beragam, dalam keadaan demikian
ekosistem pertanian tanaman padi sawah sangat mudah terjadi
peningkatan populasi hama, dengan kondisi yang demikian maka akan
meningkatkan populasi OPT apabila penggunaan pestisida tidak
sesuai dengan dosis dan anjuran (Untung, 1993).

6
Dengan adanya praktek atau penggunaan pestisida yang terus
meningkat dan tidak terkendali maka timbul berbagai masalah karena
secara ekonomi dan teknologi pengendalian sudah tidak efisien dan
cenderung merugikan sehingga mendorong pemerintah mengeluarkan
kebijakan Impres No.3/1986 tentang pelanggaran penggunaan 53 jenis
insektisida untuk pengendalian hama, kemudian menjadi tonggak
sejarah bagi penerapan pengendalian hama terpadu (PHT) untuk
tanaman padi di Indonesia (Untung, 1993).

7
KESIMPULAN

Dengan adanya berbagai masalah aplikasi pestisida yang digunakan


dapat berdampak negatif terhadap petani, lingkungan, tanaman dan
masyarakat sebagai konsumen produk pertanian maka muncullah
konsep PHT dan berkembang sebagai koreksi terhadap kebijakan
pengendalian hama secara konvensional yang menekan penggunaan
pestisida. Konsep pengendalian hama terpadu (PHT) merupakan
upaya yang dikembangkan pemerintah dalam rangka mengurangi
penggunaan pestisida disektor pertanian. Peraturan Menteri Pertanian
No.48/Permentan/OT.140/10/2009 menyebutkan bahwa PHT adalah
upaya pengendalian serangan organisme penganggu tanaman dengan
teknik pengendalian dalam suatu kesatuan untuk mencegah timbulnya
kerugian secara ekonomi dan kerusakan lingkungan hidup dan
menciptakan pertanian yang berkelanjutan. Prinsip PHT meliputi
pemanfaatan musuh alami, budidaya tanaman sehat, pengamatan
berkala dan petani ahli PHT.

8
DAFTAR PUSTAKA

Arfa, D., Tulung, M., Edy F. L. 2016. Kajian Penerapan PHT Dalam
Pelestarian Lingkungan Pada Petani Padi Sawah di Kabupaten
Bolaang Mongodow Timur. Jurnal Agri-Sosialekonomi. Vol.
12(3): 195-206
Sari. N., Fatchiya A., Tjiropranoto. 2016. Tingkat Penerapan
Pengendalian Hama Terpadu (PHT) Sayuran di Kenagarian
Koto Tinggi Kabupaten Agam Sumatera Barat. Jurnal
Penyuluhan. Vol. 12(1): 15-30

Anda mungkin juga menyukai