Anda di halaman 1dari 15

DAFTAR ISI.............................................................................................................

i
BAB I KONSEP DASAR PENYAKIT................................................................1
A. DEFINISI......................................................................................................1
B. ETIOLOGI....................................................................................................1
C. MANIFESTASI KLINIS..............................................................................2
D. KLASIFIKASI..............................................................................................2
E. PATOFISIOLOGI.........................................................................................3
F. PATWEY......................................................................................................4
G. KOMPLIKASI..............................................................................................5
H. Penatalaksanaan............................................................................................5
I. Pemeriksaan Penunjang................................................................................7
BAB II KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN....................................8
A. Pengkajian.....................................................................................................8
B. Analisa Data................................................................................................10
C. Diagnosa Keperawatan...............................................................................10
D. Diagnosa dan intervensi keperawatan.........................................................11
Daftar Pustaka........................................................................................................14

i
BAB I
KONSEP DASAR PENYAKIT
A. DEFINISI
Bronkopneumonia merupakan infeksi sekunder yang biasanya disebabkan
oleh virus penyebab bronkopneumonia yang masuk ke saluran pernafsan
sehingga terjadi peradangan bronkus dan alveoli. Bronkopneumonia adalah
salah satu pneumonia yang mempunyai pola penyebaran bercak, teratur dalam
satu atau lebih area terlokalisasi di dalam bronki dan melas ke parenkim par
yang berdekatan disekitarnya (Smeltzer et,al. 2010).
Bronkopneumonia merupakan penyakit saluran pernafasan bagian bawah
yang biasanya di dahului dengan infeksi saluran pernafasan bagian atas dan
sering dijumpai dengan gejala awal batuk, dispnea, demam. Selain disebakan
oleh infeksi dari kuman atau bakteri juga didukung oleh kondisi lingkungan
dan gizi pada anak. (Sujono & Sukarmin, 2009)

B. ETIOLOGI
Bronkopneumonia dapat disebabkan oleh bakteri (pnemococus,
streptococcus), virus pneumony hypostatik, sindryoma loffller, jamur dan
benda asing. (Ngastiyah, 2010).
Penyebab bronkopneumonia yang biasa dijumpai adalah :
1. Faktor Infeksi : Pada neonatus: Streptokokus group B, Respiratory
Sincytial Virus (RSV). Pada bayi : Virus: Virus parainfluensa, virus
influenza, Adenovirus, RSV, Cytomegalovirus. Organisme atipikal:
Chlamidia trachomatis, Pneumocytis. Pada anak-anak yaitu virus:
Parainfluensa, Influensa Virus, Adenovirus, RV. Organisme atipikal:
Mycoplasma pneumonia. Bakteri: Pneumokokus, Mycobakterium
tuberculosi. Pada anak besar dewasa muda, Organisme atipikal:
Mycoplasma pneumonia, C. trachomatis. Bakteri: Pneumokokus.
Bordetella pertusis, M. tuberculosis.
2. Faktor Non Infeksi Terjadi akibat disfungsi menelan atau refluks
esophagus meliputi: Bronkopneumonia hidrokarbon yang terjadi oleh

1
karena aspirasi selama penelanan muntah atau sonde lambung (zat
hidrokarbon seperti pelitur, minyak tanah dan bensin). Bronkopneumonia
lipoid biasa terjadi akibat pemasukan obat yang mengandung minyak
secara intranasal, termasuk jeli petroleum. Setiap keadaan yang
mengganggu mekanisme menelan seperti palatoskizis, pemberian makanan
dengan posisi horizontal, atau pemaksaan pemberian makanan seperti
minyak ikan pada anak yang sedang menangis. Keparahan penyakit
tergantung pada jenis minyak yang terinhalasi. Jens minyak binatang yang
mengandung asam lemak

C. MANIFESTASI KLINIS
Secara umm gambaran klinis bronkopneumonia diklasifikasikan dibagi
menjadi 2 kelompok yaitu : gejala umum dan gejala respiratorik. Gejala umum
meliputi demam, sakit kepala, malaise, nafsu makan menurun, gejala
gastrointestinal (mual, muntah, dan diare), sedangkan gejala respiratorik
meliputi batuk, takipnea, nafas sesak (retraksi dining dada), nafas cuping
hidung, dan sianosis (Said, 2010).
Gejala klinis yang muncul biasanya tergantung umur pasien dan pathogen
penyebabnya, sedangkan pada anak biasanya tidak muncul gejala
(styoningrum, 2011).
Tanda gejala pada bayi dan anak kecil meliputi demam, anak rewel, kejang
yang disebabkan demam tinggi, sakit kepala, nyeri dan pegal pada punggung
dan leher, anoreksia, muntah, diare, nyeri abdomen, hidung tersumbat,
produksi secret, merintih, dan batuk. (Hockberry & Wilson, 2012)

D. KLASIFIKASI
Beberapa ahli telah membuktikan bahwa pembagian bronkopneumonia
berdasarkan etiologi terbukti secara klinis dan memberikan terapi yang lebih
relevan (Bradley, 2011) :
1. Berdasarkan lesi di par yaitu pneumonia lobaris, pneumonia interstitialy,
bronkopneumonia.

2
2. Bronkopneumonia berdasarkan asal infeksi pneumonia yang didapat
masyarakt (community acquired pneumonia = CAP). Pneumonia yang
didapat dari rumah sakit (hospital-bazed pneumonia)
3. Berdasarkan mikroorganisme penyebab bronkopneumonia bakteri
pneumonia, virus pneumonia, mikoplasma pneumonia, jamur.
4. Berdasarkan karakteristik penyakit yaitu bronkopneumonia tipical dan
atipical
5. Berdasarkan lama penyakit yaitu akut dan presispen

E. PATOFISIOLOGI
Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat melalui
jalan nafas sampai ke alveoli yang menyebabkan radang pada dinding alveoli
dan jaringan sekitarnya. Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli
membentuk suatu proses peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu
(Bradley et.al. 2011)
1. Stadium I/Hiperemia (4-12 jam pertama/kongesti). Pada stadium I, disebut
hyperemia karena mengacu pada respon peradangan permulaan yang
berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan
peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempt infeksi.
Hiperemia in terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari
sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-
mediator tersebut mencakup histamindan prostaglandin.
2. Stadium Il/Hepatisasi Merah (48 jam berikutnya) Pada stadium I, disebut
hepatitis merah karena terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah,
eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian dari
reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena 4
adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan sehingga warna paru
menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium in udara
alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga orang dewasa akan
bertambah sesak, stadium in berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48
jam.

3
3. Stadium III/ Hepatisasi Kelabu (3-8 hari). Pada stadium Ill/hepatisasi
kelabu yang terjadi sewaktu selsel darah putih mengkolonisasi daerah par
yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh
daerah yang cedera dan terjadi tagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini
eritrosit di alveoli mulai di reabsorbsi, lobus masih tetap padat karena
berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler
darah tidak lagi mengalami kongesti
4. Stadium IV/Resolosi (7-11 hari). Pada stadium IV/resolosi yang terjadi
sewaktu respon imun dan peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan
eksudat lisis dan diabsorpsi oleh makrofag schingga jaringan kembali ke
struktur nya semula.

F. PATWEY

4
G. KOMPLIKASI
1. Otitis media akut (OMA) terjadi jika tidak diobati maka sputum yang
berlebihan akan mask kedalam tuba eusthacii sehingga menghalangi
masulnya udara ketelinga tengah dan mengakibatkan hampa udara
kemudian gendang telinga akan tertarik kedalam timfus efusi (Asih, 2010).
2. Atelectasis terjadi akibat penyumbatan saluran udara pada bronkus atau
bronkiolus sehingga menyebabkan alveolus kurang berkembang atau
bahkan tidak berkembang dan akhirnya kolaps (Asih, 2010).
3. Meningitis disebabkan oleh baakteri yang sama dengan pneumonia. Pada
pneumonia bakteri mask kesaluran nafas bagian bawah dan dapat
menyerang pembuluh darah dan masuk keotak sehingga menyebabkan
radang selaput otak (Prijanto, 2009).
4. Abses paru, pada pneumonia yang memberat akan menjadi abses paru dan
seringnya pada pneumonia aspirasi yang disebabkan oleh
mikoroorganisme anaerob (Prijanto, 2009).
5. Gagal nafas terjadi karena berkurangnya valume par secara fungsional
karena proses inflamasi akan mengganggu proses difusi dan akan
menyebabkan gangguan pertukaran gas yang akan menyebabkan hipoksia.
Pada keadaan berat bisa terja gagal nafas (Prijanto, 2009). Prognosis
pneumonia Prognosis baik jika cepat diobati atau cepat diberi antibiotic
yang tepat. Namun prognosisinya akan buruk jika terdapar leukopenia
(Kumar, 2011).

H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan bronkopneumonia menurut Mansjoer (2009) dan Ngastiyah
(2010) di bagi dua yaitu penatalksanaan, medis & keperawatan
1. Penatalksanaan medis Pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji
resistensi. Akan tetapi, karena hal itu perlu waktu dan pasien perlu terapi
secepatnya maka biasanva diberikan:

5
a. Penisilin ditambah dengan Cloramfenikol atau diberikan antibiotik
yang mempunyai spektrum las seperti Ampisilin, pengobatan ini
diteruskan sampai bebas demam 4-5 hari.
b. Pemberian oksigen cairn intervensi
c. Karena sebagian bear pasien jatuh ke dalam asidosis metabolic akibat
kurang makan dan hipoksia, maka dapat di berikan koreksi sesuai
dengan hasil analisis gas darah arteri.
d. Pasien pneumonia ringan tidak perlu di rawat di rumah sakit.
2. Penatalaksanaan Keperawatan Penatalaksanaan keperawatan dalam hal in
yang di Ikukan adalah:
a. Menjaga kelancaran pernafasan
b. Klien pneumonia beada dalam keaadaan dispnea dan sianosis karena
adanya radang par dan banyaknya lendir di dalam bronkus atau paru.
Agar klien dapat bernafas secara lancar, lendir teersebut harus di
keluarkan dan untuk memenuhi kebutuhan 02 perlu di bantu dengan
memberikan 02 21/menit secara rumat.
c. Kebutuhan istirahat Klien pneumonia adalah klien payah, suhu
tubuhnya tinggi, sering hiperpireksia maka klien perlu istirahat yang
cukup, semua kebutuhan klien harus di tolong di tempt tidur. Usahakan
pemberian obat secara tepat, usahakan keadaan tenang dan nyaman
agar pasien dapat istirahat sebaik-baiknya.
d. Kebutuha nutrisi dan cairan Pasien bronkopneumonia hamper selalu
mengalami masukan makanan yang kurang. Suhu tubuh yang tinggi
selama beberapa hari dan masukan cairan yang kurang dapat
menyebabkan dehidarsi. Untuk mencegah dehidrasi dan kekurangan
kalori di pasang infuse dengan cairan glukosa 5% dan Nacl 0.9%.
e. Mengontrol suhu tubuh Pasien bronkopneumonia sewaku- waktu dapat
mengalami hiperpireksia. Untuk ini maka harus dikontrol suhu tiap
jam. Dan dilakukan kompres serta obat- obatan satu jam setelah di
kompres di cek kembali apakah suhu telah turun.

6
I. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Ngastiah (2002), yaitu sebagai berikut:
1. Foto thorax
Pada foto thorax Bronchopneumonia terdapat bercak-bercak
infiltrat pada satuatau beberapa lobus. Jika pada pneumonia lobaris terlihat
adanya konsolidasi pada satu atau beberapa lobus
2. Laboratorium
a. Terjadi leukositosis pada pneumonia bakterial
b. Nilai analisa gas darah : untuk mengetahui status kardiopulmoner yang
berhubungan dengan oksigenasi
c. Hitung darah lengkap dan hitung jenis: digunakan untuk menetapkan
adanyaanemia, infeksi dan proses inflamasi
d. Pewamaan gram : untuk seleksi awal anti mikroba
e. Kultur darah spesimen darah untuk menetapkan agen penyebab seperti
virus
3. Tes kulit untuk tuberculin : untuk mengesampingkan kemungkinan terjadi
tuberkulosis jika anak tidak berespon terhadap pengobatan.
4. Tes fungsi par : digunakan untuk mengevaluasi fungsi paru, menetapkan
luasdan beratnya penyakit dan membantu memperbaiki keadaan.
5. Spirometri statik digunakan untuk mengkaji jumlah udara yang dinspirasi

7
BAB II
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Demografi meliputi : nama, umur, jenis kelamin, dan pekerjaan.
2. Keluhan utama Keluhan utama
Saat dikaji biasanya penderita bronchopneumonia akan mengeluh sesak
nafas,
disertai batuk ada secret tidak bisa keluar.
3. Riwayat penyakit sekarang
Penyaki mulai dirasakan saat penderita mengalami batuk saat penderita
mengalami batuk menetap dengan produksi sputum setiap hari terutama
pada saat bangun pagi selama minimum 3 bulan berturut turut tiap tahun
sedikitnya 2 tahun produksi sputum (hijau, putih/kuning) dan banyak
sekali.
Penderita biasanya menggunakan otot bantu pernfasan, dada terlihat
hiperinflasi dengan peninggian diameter AP, bunyi nafas krekels, warna
kulit pucat dengan sianosis bibir, dasar kuku.
4. Riwayat penyakit dahulu
Biasanya penderita bronchopneumonia sebelumnya belum pernah
menderita kasus yang sama tetapi mereka mempunyai riwayat penyakit
yang dapat memicu terjadinya bronchopneumonia yaitu riwayat merokok,
terpaan polusi kima dalam jangka panjang misalnya debu/ asap.
5. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya penyakit bronchopneumonia dalam keluarga bukan merupakan
faktor keturunan tetapi kebiasaan atau pola hidup yang tidak sehat seperti
merokok.
6. Pola pengkajian
a. Pernafasan

8
Gejala : Nafas pendek (timbulnya tersembunyi dengan batuk menetap
dengan produksi sputum produksi sputum setiap hari setiap hari
( terutama ( terutama pada saat pada saat bangun) selama bangun)
selama minimum 3 bulan berturut- turut) tiap tahun sedikitnya
sedikitnya 2 tahun. Produksi sputum (Hijau, (Hijau, putih/ putih/
kuning) kuning) dan banyak sekali. sekali. Riwayat Riwayat
pneumonia berulang, berulang, biasanya biasanya terpajanpada polusi
kimia/ iritan pernafasan dalam jangka panjang (misalnya rokok
sigaret), debu/ asap (misalnya : asbes debu, batubara, room katun,
serbuk gergaji) Pengunaaan oksigen pada malam hari atau terus
menerus.
Tanda : Lebih memilih posisi tiga titik ( tripot) untuk bernafas,
penggunaan otot bantu pernafasan ( misalnya misalnya : meninggikan
meninggikan bahu, retraksi supra klatikula, melebarkan hidung)
Dada : Dapa t ter lihat hi perinflasi deng an pen inggian dia meter AP
( bentuk barel), gerakan difragma minimal.
Bunyi : crackels lembab, kasar
Warna : Pucat dengan Pucat dengan sianosis sianosis bibir dan dasar
dan dasar kuku abu- kuku abu- abu kesel abu keseluruhan. uruhan.
b. Sirkulasi
Gejala : Pembengkakan ekstremitas bawah
Tanda : Pening : Peningkatan tekana an tekanan darah. Penin ah.
Peningkatan freku an frekuensi jantung / takikardi berat, disritmia
Distensi vena leher (penyakit berat) edema dependen, tidak
berhubungan dengan penyakit jantung. Bunyi jantung redup ( yang
berhubungan dengan peningkatan diameter AP dada).

9
B. Analisa Data
no Data Etologi Masalah
1 DS : Saluran Bersihan jalan
- Ibu klien mengatakan anaknya pernapasan atas nafas
batuk disertai dahak
DO :
- Ada sekret Kuman berlebih di
- Nadi: 104x/menit - Penapasan : bronkus
40x/menit
- Ronki (+) Proses peradangan

Akumulasi secret
dibronkus
2 DS : Suplai o2 Gangguan
- Ibu klien mengatakan anaknya menurun pertukaran gas
sesak
DO : Hiperventilasi
- Klien terlihat sesak napas -
Klien terlihat gelisah
- Klien terlihat pucat dan Dispnue
sianosis
- Nadi: 104x/menit - Penapasan :
46x/menit - SpO2 : 90% Retraksi
dada/nafas cupling
hidung

Gangguan
pertukaran gas

C. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan spasme jalan nafas.
(D.0001)
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan
ventilasi-perfusi,perubahan membrane alveolus-kapiler. (D.0003)
3. Resiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan
ketidakseimbangan cairan (D.0037)

10
D. Diagnosa dan intervensi keperawatan
Diagnosa Rencana Keperawatan
No
Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional

1 Bersihan jalan Manajemen bersihan jalan Manajemen Jalan Nafas (SIKI, Observasi:
nafas tidak efektif nafas (SLKI, L. 01001) I.01011) 1. Mengetahui tanda dan gejala awal
berhubungan Setelah dilakukan tindakan pola nafas tidak efektif
dengan spasme keperawatan 3x24 jam Observasi: 2. Mengetahui adanya sumbatan pada
jalan napas diharapkan jalan nafas 1. Monitor pola napas jalan nafas dan perkembangan status
klien tetap paten dengan (frekuensi, kedalaman, usaha kesehatan pasien
Batasan kriteria hasil : napas) 3. Mengetahui produksi sputum yang
karakteristik : 1. Batuk efektif meningkat 2. Monitor bunyi napas dihasilkan dan untuk menegakkan
 Suara nafas 2. Produksi sputum tambahan (mis. gurgling, diagnosa
tambahan menurun mengi, wheezing, ronchi
Perubahan 3. Mengi menurun kering) Terapeutik:
frekuensi nafas 4. Wheezing menurun 3. Monitor sputum (jumlah, 1-2. Memberikan posisi yang nyaman
 Perubahan 5. Gelisah menurun warna, aroma) untuk pasien, mengurangi sesak nafas
6. Frekuensi nafas 3. Membantu mengencerkan produksi
irama nafas
membaik Terapeutik: sputum dan Membantu untuk
 Sianosis
7. Pola nafas membaik 1. Pertahankan kepatenan jalan mengeluarkan produksi sputum
 Mengeluh sesak
nafas 4. Memberikan tambahan oksigen dan
nafas
2. Posisikan semi fowler atau mengurangi perburukan keadaan
 Batuk tidak
fowler

11
efektif 3. Lakukan fisioterapi dada, jika Edukasi:
 Sputum perlu 1. Mencukupi jumlah kebutuhan cairan
berlebihan 4. Berikan oksigen atau klien untuk mencegah dehidrasi 2.
nebulizer Memudahkan pasien untuk dapat
mengeluarkan sputum
Edukasi:
1. Anjurkan asupan cairan air Kolaborasi:
hangat 2000ml/hari, jika tidak 1. Mengencerkan sputum sehingga
kontraindikasi melancarkan saluran pernafasan
2. Ajarkan teknik batuk efektif

Kolaborasi:
1. Kolaborasi pemberian
bronkodilator
2 Gangguan pertukaran Setelah dilakukan tindakan Observasi
gas berhubungan keperawatan 3x24 jam Observasi:
1. Monitor frekuensi, irama,
dengan diharapkan pertukaran gas kedalaman, dan upaya napas 1. Untuk dapat mengidentifikasi
klien tetap paten dengan 2. Monitor pola napas gangguan fungsi tubuh yang
ketidakseimbangan 3. Monitor kemampuan batuk
kriteria hasil: mengakibatkan kelelahan
ventilasi-perfusi, efektif
1. mendemonstrasikan 2. Untuk dapat mengetahui kelelahan
4. Monitor adanya produksi
perubahan membrane peningkatan ventilasi sputum fisik dan emosional
alveolus-kapiler dan oksigenasi yang 5. Monitor adanya sumbatan 3. Untuk dapat mengetahui lokasi dan
jalan napas
(D.0003) adekuat ketidaknyamanan selama
6. Palpasi kesimetrisan
2. Memelihara ekspansi paru melakukan aktivitas
Batasan karakteristik:
kebersihan paru-paru

12
 Irama pernafasan dan bebas dari tanda- 7. Auskultasi bunyi napas
tidak teratur tanda distress Terapeutik:
Terapeutik
pernafasan 1. Agar dapat menciptakan rasa
 pH darah arteri
3. Mendemonstrasikan 1. Atur interval waktu nyaman dan rendah stimulus
abnormal
batuk efektif dan suara pemantauan respirasi sesuai
2. Untuk dapat mengidentifikasi
 batuk efektif dan nafas yang bersih, sejauh mana klien mampu
kondisi pasien
suara nafas yang tidak ada sianosis dan melakukan latihan rentang gerak
2. Dokumentasikan hasil
bersih, tidak ada dyspnea (mampu pasif atau aktif
mengeluarkan sputum, pemantauan 3. Dapat memberikan aktivitas
sianosis dan
Edukasi distraksi yang menenangkan
dyspnea Edukasi:
1. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan 1. Untuk dapat mengidentifikasi
apakah klien dapat melakukan
2. Informasikan hasil
aktivitas secara bertahap
pemantauan, jika perlu 2. Untuk dapat melakukan evaluasi
Kolaborasi dan untuk merancang implementasi
1. Kolaborasi penentuan dosis lanjutan yang akan di lakukan jika
oksigen tanda dan gejala kelelahan tidak
2. Kolaborasi penggunaan berkurang.
oksigen saat aktivitas 3. Agar dapat menimbulkan pikiran
dan/atau tidur positif .

13
Daftar Pustaka
Asih R, Landia S, Makmuri M.S. 2010. Continuing Education Ilmu Kesehatan
Anak XXXVI. Surabaya: Divisi Respirologi bagian Ilmu Kesehatan Anak FK
UNAIR.
Hidayat Aziz Alimul, 2011. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Salemba Medika.
Nanda. 2013. Buku Saku Diagnosa. Jakarta: EGC
Nanda. (2015- 2017). Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017.
Edisi 10. Jakarta: EGC
Nursalam, 2010. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak. Jakarta: Salemba Medika.
Prijanto, Multijati, 2009, L Us In Han Menigitidis, Litbang Kesehatan Volune XII
Nomor I
Smeltzer, S.C, Bare, B.G, Hincle, J.1, Cheever, K.H.2008. Textbook of medical
surgical nursing: Brunner & suddarth. Eleventh edition, lipincott Williams
& wilkins.a wolter Kluwer Business.

14

Anda mungkin juga menyukai