Anda di halaman 1dari 26

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa atas
berkat dan rahmatNya penulis dapat menyelesaikan pembuatan makalah dengan
judul “Nefrotik Syndrome” dengan baik dan tepat waktu. Adapun pembuatan
makalah ini dilakukan sebagai pemenuhan nilai tugas dari mata kuliah
Keperawatan Anak. Selain itu, pembuatan makalah ini juga bertujuan
untuk memberikan manfaat yang berguna bagi ilmu pengetahuan. Penulis
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah terlibat dan
membantu dalam pembuatan makalah sehingga semua dapat
terselesaikan dengan baik dan lancar. Selain itu, penulis juga mengharapkan saran
dan kritik yang bersifat membangun terhadap kekurangan dalam makalah agar
selanjutnya penulis dapat memberikan karya yang lebih baik dan sempurna.
Semoga makalah ini dapat berguna dan bermanfaat bagi pengetahuan para
pembaca.

Singkawang , 22 Maret 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................i
DAFTAR ISI..................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..................................................................................1
B. Rumusan Masalah.............................................................................2
C. Tujuan Studi ....................................................................................3
D. Ruang Lingkup ................................................................................3
E. Manfaat Studi Dokumentasi ............................................................4
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian .......................................................................................5
B. Etiologi ............................................................................................5
C. Tanda dan Gejala.............................................................................6
D. Anatomi Fisiologi ............................................................................6
E. Patofisiologi......................................................................................9
F. Pathway..........................................................................................10
G. Pemeriksaan Penunjang..................................................................12
H. Penatalaksanaan Medis...................................................................12
I. Konsep Asuhan Keperawatan.........................................................13
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.....................................................................................27
B. Saran...............................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sindrom Nefrotik (SN) pada anak merupakan penyakit yang paling
sering ditemukan. Sindrom Nefrotik sendiri merupakan keadaan klinis yang
disebabkan oleh kerusakan glomerulus karena ada peningkatan permeabilitas
glomerulus terhadap protein plasma sehingga menimbulkan hypoalbuminemia,
hyperlipidemia, edema dan proteinuria (Nurarif, dkk 2013). Proteinuria masif
merupakan tanda khas SN yang berat yang disertai kadar albumin serum
rendah ekskresi protein dalam urine juga berkurang. Proteinuria juga
berkontribusi terhadap berbagai komplikasi yang terjadi pada SN.
Hipoalbuminemia, hiperlipidemia, dan lipiduria, gangguan keseimbangan
nitrogen, gangguan metabolisme kalsium dan tulang, serta hormon tiroid sering
dijumpai pada SN. Umumnya pada SN fungsi ginjal normal kecuali pada
sebagian kasus yang berkembang menjadi penyakit ginjal tahap akhir
(Kharisma, 2017)
Hasil studi deskriptif potong lintang yang dilakukan oleh Indra (2014)
menunjukkan bahwa selama 2011-2014 terdapat 61 kasus hipervolemia pada
Sindrom Nefrotik di poliklinik anak RSUP Fatmawati Jakarta. Kebanyakan
mereka datang dengan keluhan edema. Pada pasien anak dengan Sindrom
Nefrotik biasanya juga akan didapatkan kenaikan berat badan yang dapat
mencapai hingga 50 % dari berat badan sebelum menderita Sindrom Nefrotik
sehingga anak akan terlihat gemuk. Hal tersebut terjadi akibat dari volume
cairan berlebihan yang menumpuk pada jaringan disekitarnya sehingga
menimbulkan edema.
Dampak yang dapat terjadi menurut Nilawati (2012) jika hipervolemia
tidak segera ditangani adalah edema yang dapat semakin meluas keseluruh
tubuh, ditandai dengan asites, efusi pleura, dan edema pada daerah genital.
Seringkali dijumpai dengan gejala anokreksia, nyeri perut dan diare. Pada
kasus lain dapat disertai hipertensi maupun hematuria gross. Selain itu juga
dapat terjadi pembengkakan jaringan pada jantung, gagal jantung, kerusakan

1
2

jaringan dan pemulihan luka yang lama. Sindrom Nefrotik dapat berkembang
menjadi gagal ginjal total apabila tidak dilakukan perawatan dan usaha
penyembuhan yang baik dari tenaga kesehatan.
Peran perawat sebagai pemberi asuhan sangat penting dalam
penanganan pasien Sindrom Nefrotik baik secara mandiri maupun secara
kolaboratif untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal. Pertama perawat
dapat berperan sebagai preventif yaitu dengan melaksanakan asuhan
keperawatan pada pasien Sindrom Nefrotik khususnya pada program
perawatan manajemen cairan dan terkait dengan pemberian nutrisi, yang kedua
perawat dapat berperan sebagai pendidik atau berperan sebagai promotif
dimana perawat melakukan penyuluhan tentang pengertian, komplikasi, dan
cara perawatan pada pasien hipervolemia pada SN, yang ketiga perawat dapat
berperan sebagai pengelola atau berperan sebagai kuratif yaitu dengan merawat
dan mengelola pemberian obat pada pasien hipervolemia dengan SN. Peran
rehabilitatif yaitu dengan menganjurkan pasien untuk banyak beristirahat agar
tidak kambuh lagi.
Perawat juga dapat berperan sebagai motivator dimana perawat dapat
mendorong dan memberi support pada anggota keluarga untuk ikut serta dalam
merawat penderita baik di rumah sakit ataupun setelah pulang nanti. Selain itu
keluarga juga dapat ikut serta dalam mendeteksi secara dini tentang keluhan-
keluhan penderita, sehingga dapat melakukan usaha promotif, preventif
maupun rehabilitatif.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut diatas, maka rumusan
masalah dengan Sindrom Nefrotik yang meliputi :
1. Bagaimana hasil studi dokumentasi mengenai pengkajian dengan Sindrom
Nefrotik ?
2. Bagaimana hasil dokumentasi mengenai diagnosa keperawatan dengan
Sindrom Nefrotik ?
3. Bagaimana hasil dokumentasi mengenai perencanaan keperawatan dengan
3

Sindrom Nefrotik ?
4. Bagaimana hasil dokumentassi pelaksanaan keperawatan dengan Sindrom
Nefrotik ?
5. Bagaimana hasil dokumentasi mengenai evaluasi dan pendokumentasian
keperawat dengan Sindrom Nefrotik ?

C. Tujuan Studi Dokumentasi


Pembuatan Makalah ini mempunyai tujuan :
1. Tujuan umum
Diketahui hasil dokumentasi dengan Sindrom Nefrotik .
2. Tujuan Khusus
a. Diketahui hasil dari studi dokumentasi mengenai pengkajian dengan
Sindrom Nefrotik
b. Diketahui hasil dari studi dokumentasi mengenai penegakan diagnosa
keperawatan dengan Sindrom Nefrotik
c. Diketahui hasil dari rencana keperawatan pasien dengan Sindrom
Nefrotik
d. Diketahui hasil dari studi dokumentasi mengenai pelaksanaan dengan
Sindrom Nefrotik
e. Diketahui hasil dari studi dokumentasi mengenai evaluasi
keperawatan dengan Sindrom Nefrotik
f. Diketahui faktor pendukung dan faktor penghambat pada
perkembangan penyakit Sindrom Nefrotik

D. Ruang Lingkup
Makalah ini termasuk dalam lingkup keperawatan Anak. Materi yang
dibahas adalah Studi Dokumentasi dengan Sindrom Nefrotik .
4

E. Manfaat Studi Dokumentasi


Manfaat dalam penulisanMakalah ini dibagi menjadi manfaat teoritis
dan praktis :
1. Teoritis
Menambah ilmu yang lebih dalam dan spesifik mengenai gambaran
dengan Sindrom Nefrotik
2. Praktis
a. Bagi Penulis
Makalah ini dapat menjadi pengalaman nyata, pengetahuan, dan
ketrampilan penulis mengenai Sindrom Nefrotik secara komprehensif
berdasarkan teori-teori keperawatan dengan menggunakan pendekatan
proses keperawatan.
b. Institusi Pendidikan
Makalah ini dapat dijadikan referensi dan acuan dalam
mengembangkan ilmu tentang penyakit Sindrom Nefrotik
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian
Sindrom nefrotik adalah keadaan klinis yang disebabkan oleh
kerusakan glomerulus karena ada peningkatan permeabilitas glomerulus
terhadap protein plasma menimbulkan proteinuria, hipoalbuminemia,
hiperlipidemia dan edema (Betz & Sowden, 2009). Sindrom nefrotik adalah
penyakit dengan gejala edema, proteinuria, hipoalbuminemia, dan
hiperkolesterolemia. Kadang-kadang terdapat hematuria, hipertensi dan
penurunan fungsi ginjal (Nurarif & Kusuma, 2013). Sindrom nefrotik
merupakan keadaan klinis yang meliputi proteinuria masif,
hipoalbuminemia, hiperlipemia dan edema (Wong, 2008).
Berdasarkan pengertian diatas, Sindrom nefrotik pada anak
merupakan kumpulan gejala yang terjadi pada anak dengan karakteristik
proteinuria, hipoalbumininemia, hiperlipidemia yang disertai edema.

B. Etiologi
Menurut Nurarif & Kusuma (2013), Penyebab Sindrom nefrotik yang
pasti belum diketahui. Akhir-akhir ini dianggap sebagai suatu penyakit
autoimun, yaitu suatu reaksi antigen antibody. Umumnya etiologi dibagi
menjadi:
1. Sindrom nefrotik bawaan
Diturunkan sebagai resesif autosom atau karena reaksi
maternofetal. Resisten terhadap suatu pengobatan. Gejala edema pada
masa neonatus. Pernah dicoba pencangkokan ginjal pada neonatus tetapi
tidak berhasil. Prognosis buruk dan biasanya pasien meninggal pada
bulan-bulan pertama kehidupannya.
2. Sindrom nefrotik sekunder Disebabkan oleh :
a. Malaria quartana atau parasit lainnya

5
6

b. Penyakit kolagen seperti SLE, purpura anafilaktoid


c. Glomerulonefritis akut atau glomerulonefritis kronis, trombosis vena
renalis
d. Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas,
sengatan lebah, racun otak, air raksa.
e. Amiloidosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia,
nefritis membraneproliferatif hipokomplementemik.
3. Sindrom nefrotik idiopatik
Adalah Sindrom nefrotik yang tidak diketahui penyebabnya atau
juga disebut sindrom nefrotik primer. Berdasarkan histopatologis yang
tampak pada biopsy ginjal dengan pemeriksaan mikroskopi biasa dan
mikroskopi electron, Churg dkk membagi dalam 4 golongan yaitu
kelainan minimal, nefropati membranosa, glomerulonefritis proliferatif,
glomerulosklerosis fokal segmental.

C. Tanda dan Gejala


Menurut Hidayat (2006), Tanda dan gejala sindrom nefrotik adalah
sebagai berikut : terdapat adanya proteinuria, retensi cairan, edema, berat
badan meningkat, edema periorbital, edema fasial, asites, distensi abdomen,
penurunan jumlah urine, urine tampak berbusa dan gelap, hematuria, nafsu
makan menurun, dan kepucatan.

D. Anatomi dan Fisiologi


Menurut Gibson,John (2013) , Setiap ginjal memiliki panjang sekitar
12 cm, lebar 7 cm, dan tebal maksimum 2,5 cm, dan terletak pada bagian
belakang abdomen, posterior terhadap peritoneum, pada cekungan yang
berjalan di sepanjang sisi corpus vertebrae. Lemak perinefrik adalah lemak
yang melapisi ginjal. Ginjal kanan terletak agak lebih rendah daripada ginjal
kiri karena adanya hepar pada sisi kanan. Sebuah glandula adrenalis terletak
pada bagian atas setiap ginjal.
7

Setiap ginjal memiliki ujung atas dan bawah yang membulat (ujung
superior dan inferior), margo lateral yang membulat konveks, dan pada
margo medialis terdapat cekungan yang disebut hilum. Arteria dan vena,
pembuluh limfe, nervus renalis, dan ujung atas ureter bergabung dengan
ginjal pada hilum.

Gambar 2.1 Struktur Ginjal. Pearce,Evelyn.L (2011)


Bagian ginjal yang dicetak tebal adalah bagian utama ginjal.
Berikut penjelasan bagian-bagian di dalam ginjal :
1. Ginjal terletak di bagian perut. Gambar ginjal di atas adalah ginjal kiri
yang telah di belah.
2. Calyces adalah suatu penampung berbentuk cangkir dimana urin
terkumpul sebelum mencapai kandung kemih melalui ureter.
3. Pelvis adalah tempat bermuaranya tubulus yaitu tempat penampungan
urin sementara yang akan dialirkan menuju kandung kemih melalui ureter
dan dikeluarkan dari tubuh melalui uretra.
4. Medula terdiri atas beberapa badan berbentuk kerucut (piramida), di
dalam medula terdapat lengkung henle yang menghubungkan tubulus
kontroktus proksimal dan tubulus kontroktus distal.
5. Korteks didalamnya terdapat jutaan nefron yang terdiri dari bagian badan
malphigi. Badan malphigi tersusun atas glomerulus yang di selubungi
kapsul bowman dan tubulus yang terdiri dari tubulus kontortus proksimal,
tubulus kontroktus distal, dan tubulus kolektivus.
8

6. Ureter adalah suatu saluran muskuler yang berbentuk silinder yang


mengantarkan urin dari ginjal menuju kandung kemih.
7. Vena ginjal merupakan pembuluh balik yang berfungsi untuk membawa
darah keluar dari ginjal menuju vena cava inferior kemudian kembali ke
jantung.
8. Arteri ginjal merupakan pembuluh nadi yang berfungsi untuk membawa
darah ke dalam ginjal untuk di saring di glomerulus.

Gambar 2.2 Bagian-bagian Nefron. Gibson,John (2013)

Di dalam korteks terdapat jutaan nefron. Nefron adalah unit


fungsional terkecil dari ginjal yang terdiri atas tubulus kontroktus proximal,
tubulus kontortus distal dan duktus duktus koligentes. Berikut adalah
penjelasan bagian-bagian di dalam nefron
1. Nefron adalah tempat penyaringan darah. Di dalam ginjal terdapat lebih
dari 1 juta buah nefron. 1 nefron terdiri dari glomerulus, kapsul bowman,
tubulus kontortus proksimal, lengkung henle, tubulus kontortus distal,
tubulus kolektivus.
2. Glomerulus merupakan tempat penyaringan darah yang akan menyaring
air, garam, asam amino, glukosa, dan urea. Menghasilkan urin primer.
3. Kapsul bowman adalah semacam kantong/kapsul yang membungkus
glomerulus. Kapsul bowman ditemukan oleh Sir William Bowman.
9

4. Tubulus kontortus proksimal adalah tempat penyerapan kembali/


reabsorbsi urin primer yang menyerap glukosa, garam, air, dan asam
amino. Menghasilkan urin sekunder.
5. Lengkung henle merupakan penghubung tubulus kontortus proksimal
dengan tubulus kontortus distal.
6. Tubulus kontortus distal merupakan tempat untuk melepaskan zat- zat
yang tidak berguna lagi atau berlebihan ke dalam urine sekunder.
Menghasilkan urin sesungguhnya.
7. Tubulus kolektivus adalah tabung sempit panjang dalam ginjal yang
menampung urin dari nefron, untuk disalurkan ke pelvis menuju kandung
kemih.

E. Patofisiologi
Menurut Betz & Sowden (2009), Sindrom nefrotik adalah keadaan
klinis yang disebabkan oleh kerusakan glomerulus. Peningkatan permeabilitas
glomerulus terhadap protein plasma menimbulkan protein, hipoalbumin,
hiperlipidemia dan edema. Hilangnya protein dari rongga vaskuler
menyebabkan penurunan tekanan osmotik plasma dan peningkatan tekanan
hidrostatik, yang menyebabkan terjadinya akumulasi cairan dalam rongga
interstisial dan rongga abdomen. Penurunan volume cairan vaskuler
menstimulasi system renin– angiotensin yang mengakibatkan diskresikannya
hormone antidiuretik dan aldosterone. Reabsorsi tubular terhadap natrium
(Na) dan air mengalami peningkatan dan akhirnya menambah volume
intravaskuler. Retensi cairan ini mengarah pada peningkatan edema.
Koagulasi dan thrombosis vena dapat terjadi karena penurunan volume
vaskuler yang mengakibatkan hemokonsentrasi dan hilangnya urine dari
koagulasi protein. Kehilangan immunoglobulin pada urine dapat mengarah
pada peningkatan kerentanan terhadap infeksi.
10

PATWHAY
G. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Betz & Sowden (2009), Pemeriksaan penunjang sebagai berikut:
1. Uji urine
a. Urinalisis : proteinuria (dapat mencapai lebih dari 2 g/m2/hari),
bentuk hialin dan granular, hematuria
b. Uji dipstick urine : hasil positif untuk protein dan darah
c. Berat jenis urine : meningkat palsu karena proteinuria
d. Osmolalitas urine : meningkat
2. Uji darah
a. Kadar albumin serum : menurun (kurang dari 2 g/dl)
b. Kadar kolesterol serum : meningkat (dapat mencapai 450 sampai
1000 mg/dl)
c. Kadar trigliserid serum : meningkat
d. Kadar hemoglobin dan hematokrit : meningkat
e. Hitung trombosit : meningkat ( mencapai 500.000 sampai
1.000.000/ul)
f. Kadar elektrolit serum : bervariasi sesuai dengan keadaan penyakit
perorangan
3. Uji diagnostik
Biopsi ginjal (tidak dilakukan secara rutin) menginduksi remisi. Dosis
akan diturunkan setelah 4 sampai 8 minggu terapi. Kekambuhan diatasi
dengan kortikosteroid dosis tinggi untuk beberapa hari.

H. Penatalaksanaan Medis
Menurut Wong (2008), Penatalaksanaan medis untuk Sindrom nefrotik
mencakup :
1. Pemberian Kortikosteroid (prednison atau prednisolon)
2. Penggantian protein (albumin dari makanan atau intravena)
3. Pengurangan edema
a. Terapi diuretik (diuretik hendaknya digunakaan secara cermat untuk
mencegah terjadinya penurunan volume intravaskular, pembentukan

18
19

trombus, dan atau ketidakseimbangan elektrolit)


b. Pembatasan natrium (mengurangi edema)
4. Mempertahankan keseimbangan elektrolit
5. Pengobatan nyeri (untuk mengatasi ketidaknyamanan yang
berhubungan dengan edema dan terapi invasif)
6. Pemberian antibiotik (penisilin oral profilaktik atau agens lain)
7. Terapi imunosupresif (siklofosfamid, klorambusil, atau siklosporin) untuk
anak yang gagal berespons terhadap steroid.

I. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
Menurut Wong, (2008), Pengkajian kasus Sindrom nefrotik sebagai
berikut :
a. Lakukan pengkajian fisik, termasuk pengkajian luasnya edema.
b. Kaji riwayat kesehatan, khususnya yang berhubungan dengan adanya
peningkatan berat badan dan kegagalan fungsi ginjal.
c. Observasi adanya manifestasi dari sindrom nefrotik : kenaikan berat
badan, edema, bengkak pada wajah (khususnya di sekitar mata yang
timbul pada saat bangun pagi , berkurang di siang hari),
pembengkakan abdomen (asites), kesulitan nafas (efusi pleura), pucat
pada kulit, mudah lelah, perubahan pada urine (peningkatan volume,
urine berbusa).
d. Pengkajian diagnostik meliputi analisa urin untuk protein, dan sel
darah merah, analisa darah untuk serum protein (total
albumin/globulin ratio, kolesterol) jumlah darah, serum sodium.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Kelebihan volume cairan (tubuh total) berhubungan dengan
akumulasi cairan dalam jaringan (Wong, 2008).
b. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan turgor
kulit (Wong, 2008).
c. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan (Wong, 2008).
20

d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan mual, muntah, dan anoreksia (Wong, 2008).
e. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi
mengenai proses penyakit (Wilkinson, 2011).
f. Ketakutan anak berhubungan dengan tindakan keperawatan
(Wilkinson, 2011).
g. Risiko infeksi berhubungan dengan menurunnya respon imun (Wong,
2008).
3. Rencana Tindakan
a. Kelebihan volume cairan (tubuh total) berhubungan dengan
akumulasi cairan dalam jaringan dan ruang ketiga (Wong, 2008).
Batasan karakteristik mayor : edema, (perifer,sakral), kulit menegang,
mengkilap, sedangkan batasan karakteristik minor : asupan lebih
banyak daripada keluaran, sesak nafas, peningkatan berat badan
(Carpenito, 2009).
Tujuan : Pasien tidak menunjukkan bukti-bukti akumulasi cairan
atau bukti akumulasi cairan yang ditunjukkan pasien minimum.
Kriteria hasil :
a) Berat badan ideal
b) Tanda-tanda vital dalam batas normal
c) Asites dan edema berkurang
d) Berat jenis urine dalam batas normal
Intervensi :
a) Kaji lokasi dan luas edema
b) Monitor tanda-tanda vital
c) Monitor masukan makanan/cairan
d) Timbang berat badan setiap hari
e) Ukur lingkar perut
f) Tekan derajat pitting edema, bila ada
g) Observasi warna dan tekstur kulit
h) Monitor hasil urin setiap hari
21

i) Kolaborasi pemberian terapi diuretik


b. Kerusakaan integritas kulit berhubungan perubahan turgor kulit/
edema (Nurafif & Kusuma, 2013).
Batasan karakteristik mayor : gangguan jaringan epidermis dan
dermis, sedangkan batasan karakteristik minornya adalah :
pencukuran kulit, lesi, eritema, pruritis (Carpenito, 2009).
Tujuan : Kulit anak tidak menunjukan adanya kerusakan integritas,
kemerahan atau iritasi.
Kriteria hasil :
a) Tidak ada luka/lesi pada kulit
b) Perfusi jaringan baik
c) Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit
dengan perawatan alami
Intervensi :
1) Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar.
2) Hindari kerutan pada tempat tidur.
3) Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering.
4) Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali.
5) Monitor kulit akan adanya kemerahan.
6) Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada daerah yang tertekan.
7) Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat.
c. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan (Wong, 2008).
Batasan karakteristik mayor : kelemahan, pusing, dispnea, sedangkan
batasan karakteristik minor : pusing, dipsnea, keletihan, frekuensi
akibat aktivitas (Carpenito, 2009).
Tujuan : Anak dapat melakukan aktifitas sesuai dengan kemampuan
dan mendapatkan istirahat dan tidur yang adekuat.
Kriteria hasil : Anak mampu melakukan aktivitas dan latihan secara
mandiri.
22

Intervensi :
1) Pertahankan tirah baring awal bila terjadi edema hebat.
2) Seimbangkan istirahat dan aktivitas bila ambulasi.
3) Rencanakan dan berikan aktivitas tenang.
4) Instruksikan anak untuk istirahat bila ia mulai merasa lelah.
d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
mual, muntah dan anoreksia (Wong, 2008).
Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi.
Kriteria hasil : Tidak terjadi mual dan muntah, menunjukkan
masukan yang adekuat, mempertahankan berat badan.
Intervensi :
1) Tanyakan makanan kesukaan pasien
2) Anjurkan keluarga untuk mendampingi anak pada saat makan
3) Pantau adanya mual dan muntah
4) Bantu pasien untuk makan
5) Berikan makanan sedikit tapi sering
6) Berikan informasi pada keluarga tentang diet klien
e. Ketakutan anak berhubungan dengan tindakan keperawatan
(Wilkinson, 2011).
Tujuan : Ketakutan anak berkurang.
Kriteria hasil : Anak merasa tenang dan anak kooperatif.
Intervensi :
1) Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
2) Jelaskan semua prosedur termasuk sensasi diperkirakan akan
dialami selama prosedur dilakukan
3) Berusaha memahami perspektif pasien dari situasi stress
4) Dorong keluarga untuk tinggal dengan pasien
5) Lakukan terapi bermain
Intervensi :
1) Kaji pengetahuan orangtua tentang penyakit dan keperawatannya.
2) Identifikasi kebutuhan terhadap informasi tambahan mengenai
23

perilaku promosi kesehatan/ program terapi (misal, mengenai diit)


3) Berikan waktu kepada pasien untuk mengajukan pertanyaan
4) Gunakan berbagai strategi penyuluhan
f. Risiko infeksi berhubungan dengan menurunnya respon imun (Wong,
2008).
Tujuan : Anak tidak menunjukan bukti-bukti infeksi.
Kriteria hasil : Hasil laboratorium normal, tanda-tanda vital stabil,
tidak ada tanda-tanda infeksi.
Intervensi :
1) Lindungi anak dari kontak individu terinfeksi
2) Gunakan teknik mencuci tangan yang baik
3) Jaga agar anak tetap hangat dan kering
4) Pantau suhu
5) Ajari orang tua tentang tanda dan gejala infeksi
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan tahapan keempat dalam proses keperawatan
yang dimulai setelah perawat menyusun rencana keperawatan.
Implementasi merupakan tindakan yang nyata mencapai hasil
yang diharapkan berupa berkurangnya atau hilangnya masalah yang
sedang dihadapi. Pada tahap implementasi ini terdiri dari beberapa
kegiatan yaitu validasi rencana keprawatan, menuliskan dan
mendokumentasikan rencana keperawatan serta melanjutkan pengumpulan
data (Mitayani, 2011).
 Menurut penelitian Erwin; Dewi, Wan Nishfa; Bayhakki, 2015 “
Efektifitas Konsumsi Ekstrak Ikan Gabus (Ophiocephalus Striatus)
Terhadap Peningkatan Kadar Albumin Darah Pasien Dengan Sindroma
Nefrotik Dan Sirosis Hepatis “

Hasil ini menunjukkan bahwa secara statistik tidak ada pengaruh yang
signifikan dari konsumsi ekstrak ikan gabus dalam meningkatkan kadar
albumin darah pasien dengan sindroma nefrotik dan sirrosis hepatis.
Penelitian mendapatkan bahkan terjadi penurunan kadar albumin pada
24

kedua kelompok tersebut. Sesuai dengan teori Ignatavicius dan Workman


(2006), bahwa penyakit Sindroma Nefrotik mengalami gangguan ginjal
sehingga albumin dapat melewati celah filtrasi glomerulus yang
dikeluarkan melalui urin, maka albumin plasma akan berkurang. Akan
tetapi secara deskriptik terlihat bahwa kadar albumin darah pasien dengan
sindroma nefrotik dan sirrosis hepatis yang mengkonsumi ekstrak ikan
gabus, terjadi penurunan kadar albumin yang lebih kecil jika dibandingkan
dengan kelompok yang tidak mengkonsumsi ekstrak ikan gabus. Hal ini
menunjukkan bahwa konsumsi ekstrak ikan gabus mempunyai
kecenderungan untuk mempertahankan kadar albumin pasien.

Peneliti melihat bahwa belum ada pengaruh yang signifikan pemberian


konsumsi ikan gabus dalam meningkatkan kadar albumin darah. Bahkan
sebaliknya, penelitian menunjukkan kadar albumin menurun setelah
intervensi, hal ini disebabkan 5 dari 13 responden ( 38 %) yang terdiri dari
2 responden di kelompok intervensi (30%) dan 3 responen di kelompok
kontrol (hampir 50%) memiliki kadar ureum dan kreatinin yang tinggi
diatas normal, yang bisa menjadi salah satu indikator telah terjadi
gangguan fungsi ginjal sehingga menyebabkan albumin yang terkandung
dalam ekstrak ikan gabus keluar bersama urin, sehingga hasil intervensi
menjadi tidak signifikan.

 Menurut penelitian Margaret Duffy, Shashank Jain, Nicholas Harrell,


Neil Kothari and Alluru S. Reddi *, 2015 “Albumin and Furosemide
Combination for Management of Edema in Nephrotic Syndrome: A
Review of Clinical Studies”
In conclusion, the use of albumin and furosemide remains a controversial
therapeutic option in the management of edema in patients with the
nephrotic syndrome. Such controversy stems from variability in selection
criteria, experimental design, and clinical endpoints. However, we suggest
that the treatment be individualized, and that combination therapy should
be considered in those patients with documented diuretic resistance.
25

Large-scale randomized control trials in patients with documented diuretic


resistance are needed to make evidence-based recommendations
regarding the use of albumin and furosemide.
Kesimpulannya, penggunaan albumin dan furosemide tetap menjadi
pilihan terapi kontroversial dalam pengelolaan edema pada pasien dengan
sindrom nefrotik. Kontroversi tersebut berasal dari variabilitas dalam
kriteria seleksi, desain eksperimental, dan titik akhir klinis yaitu ukuran-
ukuran objektif (output urin, ekskresi natrium) sebagai lawan dari nilai-
nilai yang lebih subjektif (resolusi edema). Namun, kami menyarankan
agar pengobatan dilakukan secara individual, dan terapi kombinasi harus
dipertimbangkan pada pasien dengan resistensi diuretik yang
terdokumentasi. Uji coba kontrol acak skala besar pada pasien dengan
resistensi diuretik yang terdokumentasi diperlukan untuk membuat
rekomendasi berbasis bukti mengenai penggunaan albumin dan furosemid.
 Menurut penelitian Mulyana, Aida (2019) ASUHAN KEPERAWATAN
An. R USIA SEKOLAH (9 TAHUN) DENGAN GANGGUAN SISTEM
PERKEMIHAN AKIBAT SINDROM NEFROTIK DIRUANG
TANJUNG RSUD R. SYAMSUDIN, S.H KOTA SUKABUMI.
Insiden Sindrom Nefrotik pada anak melaporkan 52 kasus (4.7%) per
100,000 anak di dunia (Downie, 2017). Di RSUD R. SYAMSUDIN S.H
data yang didapat 6 bulan ke belakang dari bulan oktober 2018 sampai
maret 2019 hanya terdapat 4 kasus pasien yang mengalami sindrom
nefrotik. Tujuan dari pembuatan Karya Tulis Ilmiah ini adalah untuk
mendapat pengalaman secara nyata dalam memberikan asuhan
keperawatan secara langsung pada pasien sindrom nefrotik yang
komprehensif. Menurut Downie (2017) sindrom nefrotik adalah penyakit
ginjal pada anak dengan gejala proteinuria, hipoalbuminemia, dan edema.
Menurut Suardi dan Rita (2010) diagnosa keperawatan yang muncul pada
sindrom nefrotik adalah kelebihan volume cairan, gangguan integritas
kulit, defisien volume cairan, risiko infeki, kecemasan, literasi kesehatan.
Sedangkan masalah yang muncul pada An. R yaitu kelebihan volume
26

cairan dan literasi kesehatan. Tindakan keperawatan yang dilakukan pada


klien salah satunya adalah monitor hasil laboratorium dan menjaga intake
dan output serta memberikan pendidikan kesehatan tentang sindrom
nefrotik. Setelah dilakukan perawatan selama 4 hari masalah teratasi
sebagian karena dalam penyembuhannya membutuhkan waktu yang lama.
Rekomendasi ditujukan kepada perawat untuk meningkatkan mutu
pelayanan kesehatan khususnya pada pasien dengan sindrom nefrotik
dengan berfokus pada pemberian pendidikan kesehatan pada keluarga
untuk minimalisir kasus sindrom nefrotik serta untuk rumah sakit memiliki
sarana dan prasarana dalam menunjang asuhan keperawatan yang ada
seperti dengan harus tersedianya gelas ukur untuk mengukur
keseimbangan input dan output anak dengan kelebihan volume cairan.

5. Evaluasi keperawatan
Evaluasi keperawatan merupakan kegiatan akhir dari proses keperawatan,
dimana perawat menilai hasil yang diharapkan terhadap perubahan
diri klien dan menilai sejauh mana masalah klien dapat diatasi. Perawat
dapat memberikan umpan balik atau pengkajian ulang, seandainya
tujuan yang ditetapkan belum tercapai, maka dalam hal ini proses
keperawatan dapat dimodifikasikan(Mitayani,2011).
27

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari studi dokumentasi yang telak dilaksanakan yaitu :
1. Hasil studi dokumentasi mengenai pengkajian hipervolemia pada pasien
An. A dengan Sindrom Nefrotik Resisten Steroid (SNRS) antara lain
didapatkan data pengkajian yang sebagian sudah sesuai dengan batasan
karakteristik.
2. Hasil studi dokumentasi mengenai penegakan diagnosa keperawatan
hipervolemia pada pasien An. A dengan Sindrom Nefrotik Resisten
Steroid (SNRS) antara lain hipervolemia pada kasus An A sudah tepat
ditegakkan sebagai diagnosis karena definisi dan kriteria sudah sesuai teori
yakni pada buku SDKI (2017).
3. Hasil dari rencana keperawatan hipervolemia pada pasien An. A dengan
Sindrom Nefrotik Resisten Steroid (SNRS) antara lain secara umum
rencana tindakan dibuat berdasarkan tujuan dan rencana tindakan sesuai
dengan kriteria hasil yang ingin dicapai. Intervensi yang ditemukan di
studi dokumentasi sebagian sudah sesuai dengan teori.
4. Hasil dari studi dokumentasi mengenai pelaksanaan hipervolemia pada
pasien An. A dengan Sindrom Nefrotik Resisten Steroid (SNRS) antara
lain pelaksanaan sebagian sesuai dengan teori.
5. Hasil dari studi dokumentasi mengenai evaluasi keperawatan hipervolemia
pada pasien An. A dengan Sindrom Nefrotik Resisten Steroid (SNRS)
antaralain selama perawatan 3 x 24 jam masalah teratasi sebagian dengan
haisl BB menurun, proteinuria berkurang, edema tidak ada.

Hasil dokumentasi hipervolemia pada pasien An. A dengan Sindrom


Nefrotik Resisten Steroid (SNRS) antara lain Pada pengkajian sudah sesuai,
Penulisan diagnosis pada kasus An A sudah sesuai, intervensi dan
implmentasi kurang sesuai, evaluasi dari kasus yang didapat menurut penulis
28

sudah sesuai karena data yang didapat sudah tertera tanggal, waktu dan
menggunakan SOAP. Namun juga ada beberapa yang kurang sesuai dengan
prinsip pendokumentasian antara lain data yang didapat tidak mencantumkan
evaluasi proses dan di evaluasi hasil planningnya tidak dituliskan secara
menyeluruh planning apa saja yang akan dilakukan selanjutnya.
Faktor penghambat pada studi dokumentasi ini antara lain metode
yang dilakukan dengan studi dokumentasi sehingga tidak memungkinkan
untuk memperoleh data secara primer di Rumah Sakit. Untuk kelemahannya
sendiri data yang diperoleh merupakan data sekunder dimana data yang
diperoleh dari orang lain sehingga penulis tidak bisa menggubah data yang
diterima dan tidak dapat mengklarifikasi kebenarannya, sedangkan untuk
kelebihannya antara lain waktu penelitian berbeda dengan sebelumnya yaitu
lebih panjang selama 3 bulan, jumlah sampel yang diteliti hanya satu sehingga
lebih fokus untuk diteliti.

B. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka penulis menyampaikan saran
antara lain :
1. Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi dalam penelitian yang
selanjutnya, yang terkait dengan masalah seperti hipervolemia pada pasien
Sindrom Nefrotik.
2. Bagi Peneliti Selanjutnya
Peneliti selanjutnya dapat menggunakan atau mencari metode penelitian
lain seperti metode penelitian sekunder. Apabila peneliti selanjutnya ingin
menggunakan metode kualitatif agar mencari referensi sebanyak-
banyaknya
DAFTAR PUSTAKA

Berek, Stefanus E. 2016. Studi kasus asuhan keperawatan pada An Z Dengan


gangguan system Perkemihan : Sindrom Nefrotik Di Ruang 7B RSUD
Saiful Anwar Malang. KTI thesis. Stikes Maharani Malang

Betz & Sowden. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatri, edisi 5. Jakarta : EGC

Dewi, W. N. (2015). Efektifitas Konsumsi Ekstrak Ikan Gabus (Ophiocephalus


Striatus) Terhadap Peningkatan Kadar Albumin Darah Pasien Dengan
Sindroma Nefrotik Dan Sirosis Hepatis.

Doenges, M., Moorhouse, M. 2015. Manual diagnosis keperawatan, rencana,


intervensi & dokumentasi asuhan keperawatan. Jakarta : EGC.
Duffy, Margaret, Shashank Jain, Nicholas Harrell, Neil Kothari, and Alluru S.
Reddi. 2015. "Albumin and Furosemide Combination for Management of
Edema in Nephrotic Syndrome: A Review of Clinical Studies" Cells 4, no.
4: 622-630. https://doi.org/10.3390/cells4040622
Kharisma, Y. 2017. Tinjauan Umum Penyakit Sindrom Nefrotik. Karya Tulis
Ilmiah, Universitas Islam Bandung
Kyle, T. 2014. Buku Ajar Keperawatan Pediatri edisi 2 vol:3. Jakarta: EGC
Kozier, B. et al. 2010. Fundamental Keperawatan Konsep, Proses, dan Praktik.
7th edn, Fundamental Keperawatan Konsep, Proses, dan Praktik.
Jakarta: EGC
Manokharan, Prabakaran. 2017. Analisis Gas Darah dan Aplikasinya di Klinik.
Thesis, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
Mitayani, 2009. Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta: Salemba Medika.
Mulyana, A. (2019). ASUHAN KEPERAWATAN An. R USIA SEKOLAH (9
TAHUN) DENGAN GANGGUAN SISTEM PERKEMIHAN AKIBAT
SINDROM NEFROTIK DIRUANG TANJUNG RSUD R.
SYAMSUDIN, SH KOTA SUKABUMI (Doctoral dissertation,
Universitas Muhammadiyah Sukabumi).
Nilawati, GAP. 2012. Profil Sindrom Nefrotik Pada Ruang Perawatan Anak
RSUP Sanglah Denpasar. Sari pediatri, 14(4), 269-272 .
Nurarif, Amin H & Kusuma, Hardi. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan
berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC NOC Jilid 2. Jakarta : EGC
Nurjannah I. 2012. Diagnostic Reasoning Dalam Proses Keperawatan. Program
Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran UGM Yogyakarta
Nuryani, Nurul. 2014. Hubungan Pengetahuan Perawat Dengan Kelengkapan
Dokumentasi Asuhan Keperawatan Di Rsud Dr.Soekardjo Kota
Tasikmalaya. Jurnal Manajemen Informasi Kesehatan Indonesia,
ISSN:2337-585X, Vol.3, No.1
Pancaningrum D. 2015. Sistem Pendokumentasian Asuhan Keperawatan di
Rumah Sakit. Pasca Sarjana Peminatan Kepemimpinan dan Manajemen
Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.
Prastanti, dhian Wahyu dan fajri. 2012. Hubungan Kelengkapan Dokumentassi
Keperawatan dengan Mutu Pelayanan Keperawatan Di Ruang Melati
RSUD Prof. Margono Soekarjo Purwokerto. Thesis, Universitas
Muhamadiyah Purwokerto
Pratiwi, Ni Komang Dian. 2019. Asuhan Keperawatan Gangguan Pemenuhan
Kebutuhan Cairan Dan Elektrolit Pada Anak Dengan Penyakit Sindrom
Nefrotik Di Ruang Alamanda Rsud Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi
Lampung Tahun 2019. Diploma thesis, Poltekkes Tanjungkarang
Raharja, Indra N A. 2014. Profil Sindrom Nefrotik Di Poliklinik Anak RSUP
Fatmawati. Laporan Penelitian Program Studi Pendidikan Dokter,
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Rismala, Maya Oktaviyanti. 2011. Pengaturan Cairan Sebagai Intervensi
Keperawatan Untuk Mengatasi Overhidrasi Pada An. F Dengan Sindrom
Nefrotik Studi Kasus di Ruang Anak 7 B RSU dr. Saiful Anwar
Malang. Other thesis, University of Muhammadiyah Malang.
Riyadi, Rahmat. 2016. Askep pada pasien An A dengan Sindrom Nefrotik Resisten
Steroid di Ruang Melati 4 INSKA RSUP Dr Sardjito Yogyakarta. KTI D
III Keperawatan, Akademi Keperawatan YKY Yogyakarta
Setiadi. 2012. Konsep & Penulisan Dokumentasi Asuhan Keperawatan Teori dan
Praktik. Yogyakarta : Graha Ilmu
Siburian, A. 2012. Analisis Praktik Klinik Keperawatan Anak Kesehatan
Masyarakat Pada Pasien Sindrom Nefrotik. Karya Ilmiah Akhir Ners,
Universitas Indonesia
Sitanggang, Rahmatia. 2019. Prinsip-prinsip pendokumentasian Asuhan
Keperawatan. Website : https//osf.io/W6r2t/download/?format=pdf
Sugiyono. 2013. Metode penenlitian kuantitatif, kualitatif dan R & D. Bandung:
Alfabeta
Supratti. 2016. Pendokumentasian Standar Asuhan Keperawatan Di Rumah Sakit
Umum Daerah Mamuju, Indonesia. Jurnal Kesehatan Manarang Volume
2, Nomor 1
Tarwonto, Wartonah. 2015. Kebutuhan dasar manusia dan proses keperawatan.
Jakarta: Salemba Medika
The Italian Society for Pediatric Nephrology (SINePe). 2017. Consensus
document on the management of nephrotic syndrome in children: Part I -
Diagnosis and treatment of the first episode and the first relapse 43: 41
Tim pokja SDKI. 2017. Standar Diagnosa Keperaawatan Indonesia (SDKI) dan
Indikator Diagnostik. Jakarta : Dewan pengurus PPNI.
Tim pokja SLKI. 2019. Standar Luaran Keperaawatan Indonesia (SLKI).
Jakarta : Dewan pengurus PPNI.
Tim pokja SIKI. 2018. Standar Intervensi Keperaawatan Indonesia (SIKI).
Jakarta : Dewan pengurus PPNI.
Trihono PP, Alatas H, Tambunan T, Pardede SO. 2012. Konsesus tata laksana
sindrom nefrotik idiopatik pada Anak , Unit Kerja Koordinasi Nefrologi
Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta : Badan penerbit IDAI
Wati, Nur Ekma. 2012. Asuhan Keperawatan Pada An.A Dengan Gangguan
Sistem Nefrologi : Sindroma Nefrotik Di Ruang Mina Rs Pku
Muhammadiyah Surakarta. Diploma thesis, Universitas Muhammadiyah
Surakarta.

Anda mungkin juga menyukai