“HUKUM ISLAM”
Tugas Terstruktur Mata Kuliah Pengantar Hukum Indonesia
Disusun Oleh:
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2019
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Tuhan yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat
dan karuniaNya, sehingga makalah mata kuliah Pengantar Hukum Indonesia ini
dapat diselesaikan tepat waktu tanpa adanya kendala-kendala yang berarti. Makalah
ini berisi kajian tentang ajaran tentang tipe-tipe Negara menurut Ibnu Khaldun dan
Aristoteles.
Terima kasih kami ucapkan kepada seluruh pihak yang telah sedikit banyak
membantu dalam proses pembuatan makalah ini, baik secara langsung ataupun
tidak langsung. Bantuan tersebut sangat membantu penyelesaian makalah ini.
Semoga Tuhan yan Maha Esa membalas segala kebaikan pihak-pihak tersebut dan
meridhoi atas selesainya makalah ini.
Akhir kata, semoga makalah ini berguna dan bermanfaat serta dapat
membantu proses belajar bagi siapa saja yang menggunakannya dengan baik dan
benar. Amin.
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................i
DAFTAR ISI...............................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang..........................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
3.1 Kesimpulan...............................................................................................20
3.2 Saran........................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................21
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui dan memahami pengertian dan ruang lingkup
hukum islam
2. Untuk mengetahui dan memahami asas-asas hukum islam
3. Untuk mengetahui dan memahami tujuan dari hukum islam
4. Untuk mengetahui dan memahami sumber hukum islam
5. Untuk mengetahui dan memahami kaidah hukum islam
6. Untuk mengetahui dan memahami ciri-ciri hukum islam
7. Untuk mengetahui dan memahami kedudukan hukum islam di tata
hukum indonesia
1
BAB II
PEMBAHASAN
Hukum Islam adalah hukum yang ditetapkan oleh Allah melalui wahyu-Nya
yang kini terdapat dalam Al Qur’an dan dijelaskan oleh nabi Muhammad sebagai
Rasul-Nya melalui Sunnah beliau yang kini terhimpun dengan baik dalam kitab-
kitab hadits. Juga dapat diartikan sebagai hukum yang bersumber dan menjadi
bagian dari agama Islam. Yang diatur tidak hanya hubungan manusia dengan
manusia lain dalam masyarakat, manusia dengan benda dan alam semesta,
tetapi juga hubungan manusia dengan Tuhan.
Dalam islam, hukum islam dikenal sebagai sya’riat. Sya’riat menurut asal
katanya berarti jalan menuju mata air, Dari asal kata tersebut sya’riat Islam
berarti jalan yang lurus ditempuh seorang muslim. Menurut istilah, Sya’riat
berarti aturan atau undang-undang yang diturunkan Allah untuk mengatur
seluruh aspek kehidupan manusia sebagai hamba Allah, individu, warga, dan
subyek alam semesta. Sya’riat merupakan landasan fiqih. Pada prinsipnya
syari’at adalah wahyu Allah yang terdapat dalam al- Quran dan sunah
Rasulullah. Syari’at bersifat fundamental, mempunyai lingkup lebih luas dari
1
Mohammad Daud Ali, 1999:39
2
fiqih, berlaku abadi dan menunjukkan kesatuan dalam islam. Sedangkan fiqih
adalah pemahaman manusiayang memenuhi syarat tentang sya’riat. Oleh
karena itu lingkupnya terbatas pada hukum yang mengatur perbuatan manusia,
dan karena merupakan hasil karya manusia maka ia tidak berlaku abadi, dapat
berubah dari masa ke masa dan dapat berbeda dari tempat yang lain. Hal ini
terlihat pada aliran-aliran yang disebut dengan mazhab. Oleh karena itu fiqih
menunjukkan keragaman dalam hukum Islam.2
Hukum islam baik dalam pengertian syari’at maupun fiqih dibagi menjadi
dua bagian besar, yakni bidang ibadah dan muamalah. Ibadah artinya
menghambakan diri kepada Allah dan merupakan tugas hidup manusia.
Ketentuannya telah diatur secara pasti oleh Allah dan dijelaskan oleh Rasul-Nya.
Dengan demikian tidak mungkin adanya perubahan dalam hukum dan tata
caranya, yang mungkin berubah hanyalah penggunaan alat-alat modern dalam
pelaksanaannya. Adapun mu’amalat adalah ketetapan Allah yang langsung
mengatur kehidupan sosial manusia meski hanya pada pokok-pokoknya saja.
Oleh karena itu sifatnya terbuka untuk dikembangkan melalui ijtihad.
Hukum islam tidak membedakan dengan tajam antara hukum perdata dan
hukum publik seperti halnya dalam hukum barat. Hal ini disebabkan karena
menurut hukum islam pada hukum perdata ada segi-segi publik dan begitu pula
sebaliknya. Dalam hukum Islam yang disebutkan hanya bagian-bagiannya saja.
3
hukumannya sudah ditentukan dalam Alqur’an dan hadis) maupun jar h
ta’zir (bentuk dan batas hukuman ditentukan penguasa).
5. Al Ahkam as-sulthaniyah yakni hukum yang mengatur urusan
pemerintahan, tentara, pajak, dan sebagainya.
6. Siyar adalah hukum yang mengatur perang, damai, tata hubungan
dengan negara dan agama lain.
3
7. Mukahassamat mengatur peradilan, kehakiman, dan hukum acara.
Dari hal-hal yang sudah dikemukakan di atas, jelas bahwa hukum islam itu
luas, bahkan bidang-bidang tersebut dapat dikembangkan masing-
masing spesifikasinya lagi.
1. Asas Keadilan
Asas Keadilan adalah asas yang penting dan mencakup semua asas dalam
bidang hukum islam,didalam Al Qur'an Allah SWT mengungkapkan kata ini
lebih dari 1000 kali, terbanyak disebut setelah kata Allah SWT dan ilmu
pengetahuan. Banyak ayat al qur'an yang memerintahkan manusia berlaku
adil dan menegakkan keadilan diantaranya adalah surat Shadd (38) ayat 26
yang artinya "Hai daud sesungguhnya kami menjadikanmu khalifah
(penguasa) di muka bumi maka berilah keputusan (diantara) manusia
dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan
menyesatkanmu dari jalan Allah SWT. Sesungguhnya orang-orang yang sesat
dari jalan Allah SWT akan mendapat azab yang berat, karena mereka
melupakan hari penghitungan. Allah SWT memerintahkan agar manusia
menegakkan keadilan, menjadi saksi yang adil walaupun terhadap diri
3
H. M. Rasjidi, 1980: 25-26
4
sendiri, orang tua, ataupun keluarga dekat". Berdasarkan inilah sehingga
keadilan menjadi asas yang mendasari proses dan sasaran hukum islam.
3. Asas Kemanfaatan
Asas Kemanfaatan adalah asas yang menyertai asas keadilan dan kepastian
hukum yang telah disebutkan diatas. Dalam melaksanakan asas keadilan dan
kepastian hukum, seyogyanya dipertimbangkan asas kemanfaatannya baik
kepada yang bersangkutan sendiri maupun kepada kepentingan masyarakat.
Dalam menetapkan ancaman hukuman mati kepada seseorang yang telah
melakukan pembunuhan misalnya, dapat dipertimbangkan kemanfaatan
penjatuhan hukuman terhadap terdakwa sendiri dan masyarakat. Kalau
hukuman mati yang dijatuhkan lebih bermanfaat kepada kepentingan
masyarakat maka hukuman itulah yang dijatuhkan. Namun bila tidak
dijatuhkan hukuman mati karena pembunuhan yang dimaksud secara tidak
sengaja maka dapat diganti dengan denda yang dibayarkan kepada keluarga
korban. Asas ini berdasarkan surat Al Baqarah (2) ayat 178.
5
B. Menurut Abu Ishag al Shatibi
Merumuskan lima tujuan hukum Islam, yaitu memelihara:
1.Agama
2.Jiwa
3,Akal
4.Keturunan
5.Harta
Yang kemudian disepakati oleh ilmuwan hukum Islam lainnya.
Kelima tujuan hukum Islam itu didalam kepustakaan disebut al-maqasid al-
khamsah atau al-maqasid al-shari'ah (tujuan-tujuan hukum Islam).
Tujuan hukum Islam tersebut bisa dilihat dari 2 segi:
1.Dari segi pembuat hukum Islam itu tersendiri, yaitu Allah dan Rasulnya.
2.Dari segi manusia yang menjadi pelaku dan pelaksana hukum Islam.
A. Bila dilihat dari pembuatnya
Tujuan hukum Islam adalah untuk memenuhi keperluan hidup manusia yang
bersifat primer, sekunder dan tertier, yang dalam kepustakaan hukum Islam
disebut: daruriyyat, hajjiyat dan tahsiniyyat.
Kebutuhan primer:
Adalah kebutuhan utama yang harus dilindungi dan dipelihara sebaik-baiknya
oleh hukum Islam agar kemashalatan hidup manusia benar-benar terwujud.
Kebutuhan sekunder:
Kebutuhan yang diperlukan untuk mencapai kehidupan primer. Misalnya:
kemerdekaan, persamaan dan sebagainya yang bersifat menunjang eksitensi
kebutuhan primer.
Kebutuhan tersier:
Kebutuhan hidup manusia selain dari sifatnya yang primer dan sekunder itu
yang perlu diadakan dan dipelihara untuk kebaikan hidup manusia dan
masyarakat.
-Untuk ditaati dan dilaksanakan oleh manusia dalam kehidupan sehari-hari.
6
-Supaya dapat ditaati dan dilaksanakan dengan baik dan benar. Manusia wajib
meningkatkan kemampuannya untuk memahami hukum Islam dengan
mempelajari usul al figh (pemahaman tentang syariah).
B. Dilihat dari pelaku hokum yakni manusia sendiri
Tujuan hukum Islam adalah untuk mencapai kehidupan yang bahagia dan
mempertahankan kehidupan itu.
Caranya:
Dengan mengambil yang bermanfaat dan menolak atau mencegah yang
mudarat bagi kehidupan.
Kepentingan hidup yang disebut dengan daruriyat (membawa dampak positif
& manfaat) merupakan tujuan utama yang harus dipelihara oleh hukum Islam.
Kepentingan tersebut adalah:
1. Kepentingan agama
2. Kepentingan jiwa
3. Kepentingan akal
4. Kepentingan turunan
5. Kepentingan Harta
A. Al Qur’an
Kata Alquran dalam bahasa Arab berasal dari kata Qara'a artinya
membaca(dengan suara). Secara istilah Alqur'an adalah Kalamullah yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad, tertulis dalam mushhaf/naskah
berbahasa Arab, yang sampai kepada kita dengan jalan mutawatir/berangsur-
4
Siska Lis Sulistiani,”Perbandingan Sumber Hukum Islam”,Peradaban dan Hukum Islam Vol.1,Maret
2018.hal 104
7
angsur 5selama 22 tahun 2 bulan dan 22 hari, bila membacanya mengandung
nilai ibadah,diturunkan mulai dari surah Al Alaq dan diakhiri ayat 3 surah Al
Maidah dan disusun mulai dari surat Al-Fatihah dan diakhiri dengan surat An-
Nas.
Al Qur’an terdiri dari 30 juz/bagian,114 surah/bab,6666 ayat,74499
kata dan 325345 huruf. Materi pokok isi Al Qur’an berkaitan dengan rukun
iman,rukun islam,serta hukum-hukum dalam islam. Surah-surah di dalam Al
Qur’an dibedakan menjadi 2 berdasarkan tempat diturunkannya dan pokok
pembahasannya, yaitu surah Makkiyah(diturunkan di kota Mekkah) dan
Madaniyah(diturunkan di kota Madinah) sedangkan pokok bahasan surah
Makkiyah membahas adalah soal keimanan dan surah Madaniyah berisi
aturan-aturan hukum6.
B. Sunnah/Hadist
Sunnah berarti jalan atau tabiat atau kebiasaan. Sunnah menurut
istilah adalah jalan yang ditempuh atau kebiasaan yang yang dilakukan atau
diperintahkan oleh Nabi. Sedangkan Hadist adalah kabar,berita, atau hal yang
diberikan turun temurun. Hadist menurut istilah dalam agama adalah berita
turun-temurun tentang perkataan,perbuatan/kebiasaan Nabi ataupu hal yang
diketahuinya terjadi diantara sahabat tetapi dibiarkannya atau didiamkannya.
Sunnah ada tiga macam,yaitu:
1. Sunnah Qauliyah: perkataan Nabi mengenai suruhan,larangan atau
mengenai suatu keputusan
2. Sunnah Fi’liyah: perkataan,sikap atau tindakan Nabi
3. Sunnah Taqririyah: perkataan atau perbuatan para sahabat di hadapan
nabi yang didiamkan atau tidak dilarang oleh Nabi7.
C. Ijtihad
Ijtihad adalah akal pikiran yang memenuhi syarat untuk berusaha/berpikir
dengan segala kemampuan yang dimiliki dalam memahami kaidah-kaidah
5
Siska Lis Sulistiani,”Perbandingan Sumber Hukum Islam”,Peradaban dan Hukum Islam Vol.1,Maret
2018.hal 105
6
M.Bakri,Pengantar Hukum Indonesia Jilid 2(Malang:UB Press,2013), hal 105-106
7
M.Bakri,Pengantar Hukum Indonesia Jilid 2(Malang:UB Press,2013), hal 106-107
8
hukum fundamental yang terdapat dalam Al Qur’an maupun Hadist. Dengan
demikian tidak semua orang dapat melakukan ijtihad, ada beberapa syarat
untuk menjadi seorang mujtaid9orang yang dapat melakukan ijtihad). Antara
lain yaitu:
1. Menguasai bahasa arab
2. Menguasai isi dan sistem hukum Al Qur’an
3. Menguasai ilmu hadist dan hadist-hadist hukum
4. Menguasai sumber-sumber hukum islam dengan metode menarik garis
hukum
5. Menguasai fikih modern
6. Menguasai ilmu yang saat ini berkembang serta terkait
7. Orang yang jujur dan ikhlas
9
6. Istihsan: cara menentukan hukum dengan jalan menyimpang dari
ketentuan demi keadilam dan kepetingan sosial.
7. Urf/adat istiadat: penggunaan adat istiadat dalam hal muammalah.
Sepanjang adat istiadat itu tidak bertentang dengan ketentuan dalam Al
Quran dan Hadist serta tidak melanggar asas-asas hukum Islam di bidang
muammalah. Dengan syarat adat istiadat tersebut berlaku terus-menerus
sebagai kebiasaan dan tidak bertentangna dengan Al Quran dan Hadist 8.
Dalam perumusan hukum islam, kita mengenal dua macam kaidah yaitu
kaidah fiqhiyah, dan kaidah ushuliyah. Kaidah fiqhiyah merupakan Dasar-dasar
yang bertalian dengan hukum syarai yang bersifat mencakup (sebahagian besar
bahagian-bahagiannya) dalam bentuk teks-teks perundang-undangan yang
ringkas (singkat padat) yang mengandung penetapan hukum-hukum yang
umum pada peristiwa-peristiwa yang dapat dimasukkan pada permasalahannya.
8
M.Bakri,Pengantar Hukum Indonesia Jilid 2(Malang:UB Press,2013), hal 107-109
10
sementara qaidah ushuliyyah itu berkaitan dengan bahasa. Dengan demikian
qaidah ushuliyyah berfungsi sebagai alat untuk menggali ketentuan hukum yang
terdapat dalam bahasa (wahyu) itu.
Dalam kaidah fiqh terdapat lima kaidah induk ( kubra ) yang yaitu :
Hakikat hukum Islam adalah syari'ah yang bersumber dari Al-Qur'an dan
Sunnah Rasul dari al-Ra'yu. Doktrin pokok dalam Islam itu sendiri yaitu konsep
tauhid. Konsep tauhid merupakan fondasi dalam struktur hokum Islam, yaitu
hubungan hablun win Allah (hubungan vertikal) dan hablun Min al-nas
(hubungan horizontal), al-anirit bil nia'ruf wa alnahyu al-munkar, taqwa, adil
dan bijaksana, serta mendahulukan kewajiban daripada hak dan kewenangan 9.
Sehubungan dengan doktrin di atas, maka terdapat lima sifat dan karakteristik
hukum islam, yaitu:
1. Sempurna
Syari'at Islam diturunkan dalam bentuk yang umum dari garis besar
permasalahan. Oleh karena itu hukum-hukumnya bersifat tetap, tidak
9
Journal.iain-manado.ac.id
11
berubah-ubah lantaran berubahnya masa dari berlainannya tempat. Untuk
hukum-hukum yang lebih rinci, syari'at isinya hanya menetapkan kaedah
dan memberikan patokan umum. Penjelasan dan rinciannya diserahkan
pada ijtihad pemuka masyarakat.10
Menurut M. Hasbi Ash-Shiddieciy, salah satu ciri hukum Islam adalah
takamul yaitu, lengkap, sempurna dan bulat, serta berkumpul padanya
aneka pandangan hidup. Menurutnya hukum Islam menghimpun segala
sudut dan segi yang berbeda-beda di dalam suatu kesatuan, karenanya
hukum Islam tidak menghendaki adanya pertentangan antara Ushul dengan
Furu', tetapi satu sama lain saling lengkap-melengkapi kuat-menguatkan. 11
10
H. Fathurrahman Djamil, Filsafat Hukum Islam, halaman 46
11
M. Hasbi Ash-Shiddieu, Falsafah Hukum Islam, halaman 105
12
2. Elastis
Hukum Islam juga bersifat elastis (lentur, luwes). Ia meliputi Segala bidang
dan lapangan kehidupan manusia,. Hukum Islam memperhatikan berbagai segi
kehidupan baik bidang muamalah, ibadah, jinayah dan lain-lain. Meski
demikian ia tidak memiliki dogma yang kaku, keras dan memaksa. Hukum
Islam hanya memberikan kaidah-kaidah umum yang mesti dijalankan oleh
umat manusia.12
Sebagai bukti bahwa hukum Islam bersifat elastis. Dapat dilihat dalam salah
satu contoh dalam kasus jual beli; bahwa ayat hukum yang berhubungan
dengan jual beli (Q.S. al-Bagarah (2): 275, 282, Q.S. an-Nisa' (4): 29, dan
Q.S. (62): 9). Dalam ayat-ayat tersebut diterangkan hukum bolehnya jual beli,
persyaratan keridhaan antara kedua belah pihak, larangan riba, dan larangan
jual beli waktu adzan Jum'at. Kemudian rasul menjelaskan beberapa aspek
jual beli yang lazim berlaku pada masa beliau. Selebihnya, tradisi atau adat
masyarakat tertentu dapat dijadikan sebagai bahan penetapan hukum jual
beli.13
3. Universal dan Dinamis
Ajaran Islam bersifat universal. Ia meliputi seluruh alam tanpa tapal batas,
tidak dibatasi pada daerah tertentu seperti ruang lingkup ajaran-ajaran nabi
sebelumnya. Berlaku bagi orang Arab dan orang Ajam (non Arab). Universalitas
hukum Islam ini sesuai dengan pemilik hukum itu sendiri yang kekuasaan tidak
terbatas. Di samping itu, hukum Islam mempunyai sifat yang dinamis (cocok
untuk setiap zaman).14
12
H. Fathurrahman Djamil, Filsafat Hukum Islam, halaman 47
13
Journal.iain-manado.ac.id
14
Ibid.
13
Hukum Islam memberikan kepada kemanusiaan sejumlah hukum yang
positif yang dapat dipergunakan untuk segenap masa dan tempat. Dalam
gerakannya hukum Islam menyertai perkembangan manusia, mempunyai
kaidah asasiyah, yaitu ijtihad. Ijtihadlah yang akan menjawab segala
tantangan masa, dapat memenuhi harapan zaman dengan tetap memelihara
kepribadian. dari nilai-nilai asasinya.15
Dalam kaitannya dengan keuniversalan tersebut dapat dipahami lewat
konstitusi negara muslim pertama. Madinah, menyetujui dan melindungi
kepercayaan non-muslim dan kebebasan mereka untuk mendakwahkan.
Konstitusi ini merupakan kesepakatan antara Muslim dan Yahudi, serta orang-
orang Arab yang bergabung di dalamnya. Non-Muslim dibebaskan dari
keharusan membela negara dengan membayar Jizyah, yang. berarti hak hidup
dan hak milik mereka dijamin. Istilah Zimmi, berarti orang non-Muslim yang
dilindungi Allah dan Rasul. Kepada orang-orang non-Muslim itu diberikan hak
Otonomi yudisial tertentu. Warga negara dan kalangan ahli kitab dipersilahkan
menyelenggarakan keadilan sesuai dengan apa yang Allah wahyukan.16
4. Sistematis
Arti dari pernyataan bahwa hukum Islam itu bersifat sistematis adalah
bahwa hukum Islam itu mencerminkan sejumlah doktrin yang bertalian
secara logis, saling berhubungan satu dengan lainnya.17
Perintah shalat dalam al-Qur'an senantiasa diiringi dengan perintah zakat.
Dan berulang-ulang Allah berfirman "makan dan minumlah kamu tetapi
jangan berlebihan". Dalam hal ini dipahami bahwa hukum Islam melarang
seseorang hanya mermuamalah dengan Allah dan melupakan dunia. Manusia
diperintahkan mencari rezeki, tetapi hukum Islam melarang sifat imperial dan
kolonial kctika mencari rezeki tersebut.
5. Hukum Islam bersifat Ta'aquli dan Ta'abbudi.
15
M. Hasbi Ash-Shiddieu, Falsafah Hukum Islam, halaman 108
16
Journal.iain-manado.ac.id
17
H. Fathurrahman Djamil, Filsafat Hukum Islam, halaman 51
14
Sebagaimana dipahami bahwa syari'at Islam mencakup bidang
muamalah dan bidang ibadah. Dalam bidang ibadah terkandung nilai-nilai
ta'abbudil ghairu ma' qulah al ma'na (Irasional), artinya manusia tidak
boleh beribadah kecuali dengan apa yang telah disyari'atkan dalam bidang
ini, tidak ada pintu ijtihad bagi umat manusia. Sedangkan bidang
muamalah, di dalamnya terkadang nilai-nilai ta'aquli atau ma’aqulah al-
ma’na (rasional). Artinya, umat Islam dituntut untuk berijtihad guna
membumikan ketentuan-ketentuan syari'at tersebut.18
Dengan demikian hukum Islam yang bersifat irasional, aturan-aturan
hukum Islam itu sah atau baik, karena semata-mata eksistensi kebajikan
yang terkandung di dalamnya, bukan karena rasionalitasnya.
Dari uraian di atas bahwa sifat hukum Islam tersebut, mempunyai
hubungan simbiosis (sangat erat), sehingga dapat dipahami bahwa kelima
sifat yang telah disebutkan itu, merupakan satu keterpaduan karakteristik
hukum Islam yang sangat sesuai dengan fitrah manusia sebagai makhluk
Allah SWT, yang dilengkapi dengan dua kelebihan daripada makhluk lainnya
yaitu akal (intelegensia) dari kalbu (hati nurani).
18
Ibid, halaman 52
15
5. Hukum islam mempunyai struktur terdiri nash atau al-quran,sunnah
nabi Muhammad, hasil ijtihad manusia yang memenuhi syarat
tentang wahyu dan sunnah, dan pelaksanaan dalam praktik
6. Hukum islam mendahulukan kewajiban dari hak, amal dari pahala
7. Hukum islam dapat dibagi menjadi hukum Taklifi yakni Al-ahkam Al-
khamsah yang terdiri dari lima kaidah atau penggolongan hukum, dan
hukum Wadhi’ yang mengandung sebab, syarat, halangan yang
terjadi atau terwujudnya hubungan hukum
8. Pelaksanaan hukum islam digerakkan oleh iman
9. Hukum islam memberikan sanksi di dunia dan sanksi di akhirat
10. Hukum islam mengarah kepada keseimbangan antar kepentingan
individu dan masyarakat
11. Hukum islam dinamis dalam menghadapi perkembangan dan tuntutan
zaman
12. Hukum islam bertujuan menciptakan kesejahteraan di dunia dan
kesejahteraan di akhirat.19
Secara Filosofis,
19
Pof. Dr. M. Baakri, S.H., M.S., Penganyar Ilmu Hukum Jilid II, halaman 110-111
16
atau hukum barat telah berkembang secara berdampingan dalam tata hukum
nasional Indonesia.
Hukum islam juga telah digunakan oleh para pemuluk Islam pada masa
kerajaan-kerajaan Islam terdahulu. Hukum Islam pada masa penjajahan
belanda dan inggris juga mengalami pasang surut. Dalam perkembangannya,
jepang melalui salah satu putusannya mengatakan bahwa hukum yang telah
ada di Indonesia secara langsung berlaku dan mengikat kepada semua orang.
Konsep ini juga sama ketika hukum Islam dimasa belanda juga memiliki
pengaruh sebagai penetration pasifique, tolerante et constructive atau
penetrasi secara damai, dan sebagai toleran dan membangun. Dalam statuta
Batavia menjelaskan bahwa mengenai permsalahan kewarisan bagi orang
indonesia yang beragama islam harus menggunakan hukum islam yakni
hukum yang dipakai dalam kehidupan sehari-hari.
Secara Ideologis,
17
Kedudukan hukum Islam dalam tat hukum Indonesia secara ideologis dapat
diartikan sebagai suatu ide daras pembentuk suatu negara. Konsep tatanan
negara agama sempat tercetus dalam sidang BPUPKI untuk memnentukan
dasar negara Indonesia merdeka. Para pemimpin Islam yang menjadi anggota
dalam BPUPKI tersebut berusaha mendudukkan Hukum Islam dalam Negara
Republik Indonesia kelak. Tetapi setelah bertukar pendapat diantara para ahli
dan para tokoh nasional kemudian merumuskan undang-undang dasar
republik indonesia atau UUD yang dituangkan kedalam Piagam Djakarta (22-6-
1945). Didalam piagam tersebut, secara tegas dijelaskan bahwa ideologi
pancasila memuat hukum Islam yang tercermin dalam sila ke-1 “Ketuhanan
dengan kewajiban menjalankan syariat-syariat Islam bagi para pemeluknya”.
Dalam perumusan dasar negara yang dilakukan pada sidang PPKI tanggal
18-8-1945 menyatakan bahwa adanya perubahan atas salah satu sila tersebut
menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Kedudukan hukum Islam sebagai
ideologi tersirat pada hal tersebut, yang menyatakan bahwa Indonesia adalah
negara kesatuan yang berketuhanan yang maha esa.
Secara Yuridis,
Ditinjau dalam segi yuridis, kedudukan Hukum Islam dalam tata hukum
Indonesia telah tercermin dalam pembukaan dan batang tubuh UUD 1945.
Sebagai bagian yang utuh dari NKRI, UUD NRI 1945 menjadi salah satu
sumber hukum nasional tertinggi. Pasal 29 (1) menurut Prof. Harizin dari UI
menyatakan bahwa (1) dalam Negara RI tidak boleh terjadi atau berlaku
sesuatu yang bertentangan dengan kaidah-kaidah Islam bagi para
pemeluknya, kaidah-kaidah Hindu bagi para pemeluknya, dll (2) Negara RI
wajib menjalankan syariat Islam bagi para pemeluknya, syariat nasrani bagi
para pemeluknya, dll (3) syariat yang tidak memerlukan bantuan kekuasaan
negara untuk menjalankannya karena itu semua dapat dijalankan sendiri oleh
para pemeluk agama yang bersangkutan, menjadi kewajiban pribadi kepada
Allah bagi setiap orang itu, yang menjalankannya sendiri menurut agama dan
keyakinan masing-masing.
18
Dengan merujuk pada dekrit presiden 5 juli 1959, menurut notonegoro
bahwasannya kata-kata Ketuhanna Yang Maha Esa mempunyai makna
“(ber)kesesuaian dengan hakikat Tuhan Yang Maha Esa dengan kewajiba
menjalankan syariat Islam bagi para pemeluknya menurut dasar kemanusiaan
yang adil dan beradab. Pengakuan dokumen Piagam Jakarta sebagai dokumen
historis yang mempunyai pengaruh pada UUD 1945 terutama pasal 29 (1)
UUD NRI 1945 menjadi dasar hukum bagi kehidupan keagamaan.
19
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
20
DAFTAR PUSTAKA
Muchlis Usman. Kaidah Kaidah Ushuliyah dan Fiqhiyah Pedoman Dasar Dalam
Istinbath Hukum Islam, Jakarta. Raja Grafindo Persada. 1993.
Prof. DR Rachmat Syafe’I, MA. Ilmu Ushul Fiqih, Bandung Pustaka Setia 1998
Paper Dwi Iswahyuni, Kaidah-kaidah Fiqhiyah, Program Studi Timur Tengah dan
Islam, Program Pascasarjana, UI, 2007
Fanani, Sunan. 2010. Lembar Kerja Mahasiswa Pendidikan Agama Islam . Sidoarjo:
PT. Al Maktabah.
Internet : alifudin93.blogspot.com/2015/06/kedudukan-hukum-islam.html
Internet : Journal.iain-manado.ac.id
21
22