Anda di halaman 1dari 19

PAJAK PENGHASILAN PASAL 26

NAMA DOSEN PENGAMPU:

YENNI VERA FIBRIYANTI S.E, M. Akt

Disusun Oleh Kelompok 7 Manajemen 4C:


1. Aditya Putra Pratama 042010231

2. Fadya Risky Amelia 042010252

3. Laila Rahayu Gianti 042010259

4. Ririn Dwi Agustina 042010381

PROGRAM STUDI MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS ISLAM LAMONGAN

2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Esa yang telah memberikan rahmad serta
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul
“PAJAK PENGHASILAN PASAL 26” dengan tepat waktu. Selain itu kami
juga berharap agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembaca. Untuk itu
semoga makalah yang kita buat ini dapat menjadi dasar dan acuan agar kita menjadi
lebih kreatif lagi dalam membuat makalah.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu YENNI VERA FIBRIYANTI


S.E, M. Akt. selaku Dosen mata kuliah perpajakan. Tugas yang diberikan ini dapat
menambah pengetahuan dan wawasan terkait bidang yang ditekuni. Kami juga
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu proses
penyusunan makalah ini. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kami mengaharapkan kritik dan saran demi kebaikan
kedepannya

Lamongan, 12 Februari 2022

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Pajak adalah salah satu sumber pendapatan Negara yang hasilnya dapat
dipergunakan untuk membangun Negara, untuk fasilitas umum, yang pada intinya
dana pajak tersebut digunakan untuk kepentingan masyarakat secara merata, baik itu
dalam bidang pendidikan, insfrastruktur, dan sebagainya. Hal tersebut ditujukan
karena negara ingin masyarakatnya hidup makmur merasa terayomi. Pemungutan ini
dilakukan oleh pemerintah, karena pajak merupakan sumber utama dari g suatu
negara. Namun di IndonesGgggfg7a masih banyak masyarakat yang belum
menyadari akan kewajibannya dalam membayar pajak.1

Perpajakan di Indonesia dibagi menjadi dua golongan yang didasari atas


mekanisme pemungutannya, yaitu pajak secara langsung dan tidak langsung. Pajak
langsung merupakan pajak yang ditanggung sendiri beban perpajakannya oleh wajib
pajak. Pajak langsung ini tidak dapat dialihkan kepada pihak lainnya contohnya
adalah Pajak Penghasilan (PPh). Pajak Bumi Bangunan (PBB), Pajak Kendaraan
Bermotor. Sedangkan pajak tidak langsung yaitu, pajak yang dapat dialihkan kepada
pihak lainnya atau pembayarannya dapat di wakilkan kepada pihak lain contohnya
adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Bea Masuk, Pajak Ekspor.2

Dalam pembayaran pajak, ada golongan tersendiri dalam pembagiannya. Ada Pajak
Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Pertambahan Nilai Barang Mewah,
Pajak Bumi dan Bangunan, dan lain sebagainya. Melihat kondisi masyarakat yang
masih belum mengerti begitu dalam mengenai pajak yang paling dasar, yaitu pajak
penghasilan. Maka dengan hal tersebut, Kami akan membahas mengenai Pajak
Penghasilan Pasal 26, agar masyarakat mengetahui apa saja pajak yang harus mereka

1 Edy Supriyanto. Perpajakan di Indonesia. (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011), hlm.63

2 Qikmia J, Priono H. 2021. Penerapan PPH Pasal 26 Atas Dividen WPLN Pada PT. BPD Jawa
Timur.Vol. 1 No. 1.1 Mei 2021, hal. 183 – 191.
bayar, selain itu agar masyarakat juga mengetahui bagaimana tahapan dalam
membayar pajak. dimana membayar pajak, dll. Pajak Penghasilan Pasal 26
merupakan Pajak yang dikenakan atas penghasilan yang bersumber dari Indonesia
yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak (WP) luar negeri selain bentuk usaha tetap
(BUT) di Indonesia. Jadi subjek pajak PPh Pasal 26 ini adalah wajib pajak luar negeri
selain BUT. Yang selanjutnya akan dibahas lebih jelas dalam makalah kami.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan pajak penghasilan pasal 26? ( Pengertian, bukan wajib,
pemotong, hak dan kewajiban pemotong, tata cara penyetoran)

2. Siapa yang menjadi subyek dan obyek pajak?

3. Bagaimana cara pemungutan pajak? (penghasilan yang dipotong pajak penghasilan


pasal 26)

4. Bagaimana tarif dan dasar perhitungan pajak penghasilan pasal 26

5. Bagaimana sifat pemotongan/pemungutan, penyetoran dan pelaporan pajak


penghasilan pasal 26

1.3 Tujuan dan Manfaat

1 Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan pajak penghasilan pasal 26.

2. Untuk mengetahui siapa yang menjadi subyek dan obyek pajak.

3. Untuk mengetahui bagaimana cara pemungutan pajak.

4. Untuk mengetahui bagaimana tarif dan dasar perhitungan pajak penghasilan pasal
26.

5. Untuk mengetahui bagaimana sifat pemotongan/pemungutan, penyetoran dan


pelaporan pajak penghasilan pasal 26.

BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Landasan Teori

A. Definisi pajak

Peranan pajak di indonesia memberikan kontribusi yang besar dalam anggaran


perbelanjaan negara untuk pelaksanaan pembangunan nasional. Kontribusi tersebut
tidak terlepas dari peranan serta masyarakat sebagai pelaksana perpajakan. Definisi
Pajak berdasarkan pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 28 tahun 2007 tentang
perubahan ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 Tentang Ketentuan
Umum Perpajakan, disebutkan bahwa pajak adalah iuran wajib kepada negara yang
terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-
Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk
keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.3

Definisi pajak menurut pendapat beberapa ahli, antara lain:

1. Menurut Rochmat Soemitro “Pajak adalah iuran rakyat kepada Kas Negara
berdasarkan undangundang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat
jasa timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang
digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Definisi tersebut kemudian
dikoreksinya yang berbunyi sebagai berikut: Pajak adalah peralihan kekayaan
dari pihak rakyat kepada Kas Negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan
surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama
untuk membiayai public investment.”.

2. Menurut P.J.A Adriani “Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat
dipaksakan) yang terutang oleh mereka yang wajib membayarnya menurut
peraturan, tanpa mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk, dan
yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran umum terkait dengan
tugas negara dalam menyelenggarakan pemerintahan”.

3 Rahmawati M. 2020. Pengertian, fungsi dan jenis-jenis pajak. Jurnal Pendidikan. Jakarta.
3. Menurut Soeparman Soemahamidjaja Pajak adalah iuran wajib berupa uang
atau barang yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum
guna menutup biaya produksi barang dan jasa kolektif dalam mencapai
kesejahteraan umum.

B. Definisi pajak penghasilan pasal 26

PPh Pasal 26 merupakan pajak atas penghasilan yang bersumber dari modal dalam
bentuk dividen, bunga termasuk premium, diskonto, premi swap, imbalan
sehubungan dengan jaminan pengembalian utang, royalty, sewa, dan penghasilan lain
yang sehubungan dengan penggunaan harta, jasa, pekerjaan dan kegiatan, hadiah dan
penghargaan dengan nama dalam bentuk apapun. Bentuk usaha tetap merupakan
subjek pajak yang perlakuannya perpajakannya dipersamakan dengan subjek pajak
badan. Negara domisili dari wajib pajak luar negeri selain yang menjalankan usaha
atau melakukan kegiatan usaha melalui bentuk usaha tetap di indonesia, adalah
negara tempat tinggal atau tempat kedudukan wajib pajak luar negeri yang
sebenarnya menerima manfaat dari penghasilan tersebut (benefical owner). Menurut
ketentuan pph pasal 26, tarif umum yang dikenakan adalah 20% dan bisa berubah jika
wajib pajak Mengikuti Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B).

BAB III

PEMBAHASAN
3.1 Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 26

A. Pengertian pajak penghasilan pasal 26

Pajak Penghasilan Pasal 26 adalah Pajak Penghasilan atas dividen, bunga


termasuk premium, diskonto, premi swap, dan imbalan sehubungan dengan jaminan
pengembalian utang, royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan
penggunaan harta, imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan dan kegiatan, hadiah
dan penghargaan, pensiun, dan pembayaran berkala lainnya yang diterima atau
diperoleh Wajib Pajak luar negeri selain Bentuk Usaha Tetap di Indonesia.(3)

B. Pemotong pajak penghasilan pasal 26

Pemotong PPh Pasal 26 terdiri dari:

1. Badan pemerintah.

2. Subjek pajak dalam negeri.

3. Penyelenggara kegiatan.

4. Bentuk usaha tetap.

5. Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya yang melakukan pembayaran kepada


wajib pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap.

Adapun penyelenggara kegiatan bisa berbentuk badan, orang pribadi atau


kepanitiaan yang melakukan suatu event atau kegiatan. Contoh penyelenggara
kegiatan adalah orang pribadi atau badan yang mengorganisir suatu acara seperti
pertunjukkan, perlombaan, seminar dan lain-lain. Wajib pajak orang pribadi atau
badan yang dapat menjadi pemotong PPh Pasal 26 harus mendaftarkan diri terlebih
dahullu untuk menjadi Pemotong PPh Pasal 26. Pendaftaran sebagai pemotong PPh
Pasal 26 dapat dilakukan pada saat pendaftaran NPWP atau setelah pendaftaran
NPWP. Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan dapat mengetahui apakah menjadi
Pemotong PPh Pasal 26 dengan melihat SKT (Surat Keterangan Terdaftar) yang
diterima dari Kantor Pelayanan Pajak pada waktu pendaftarran NPWP.

Pemotongan pajak atas wajib pajak luar negeri bersifat final, namun atas
penghasilan sebagaimana di maksud dalam pasal 5 ayat (1) huruf b dan huruf c UU
PPh, dan atas penghasilan wajib pajak orang pribadi atau badan luar negeri yang
berubah status menjadi wajib pajak dalam negeri atau BUT, pemotongan pajaknya
tidak bersifat final sehingga potongan pajak tersebut dapat di kreditkan dalam Surat
Pemberitahuan Tahunan pajak penghasilan.

C. Hak dan kewajiban pemotong pajak penghasilan pasal 26

Hak dan kewajiban pemotong pajak penghasilan pasal 26:

1. Pemotong PPh Pasal 26 wajib mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak


sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

2. Pemotong wajib menghitung, memotong, menyetorkan, dan melaporkan PPh


yang terutang untuk setiap bulan kalender.

3. Pemotong wajib membuat catatan atau kertas kerja perhitungan PPh untuk
masing-masing penerima penghasilan dan wajib menyimpan catatan atau
kertas kerja perhitungan tersebut sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan meskipun jumlah pajak yang dipotong pada
bulan yang bersangkutan nihil.

4. Dalam hal dalam suatu bulan terjadi kelebihan penyetoran pajak atas PPh
Pasal 26 yang terutang, kelebihan penyetoran tersebut dapat diperhitungkan
dengan PPh terutang pada bulan berikutnya melalui Surat Pemberitahuan
Masa.

5. Pemotong PPh Pasal 26 harus memberikan bukti pemotongan PPh Pasal 26


atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegawai Tetap atau penerima
pensiun berkala paling lama 1 (satu) bulan setelah tahun kalender
berakhir.Dalam hal Pegawai Tetap berhenti bekerja sebelum bulan Desember,
bukti pemotongan PPh Pasal 26 harus diberikan paling lama 1 (satu) bulan
setelah yang bersangkutan.

6. Dalam hal tanggal jatuh tempo penyetoran PPh Pasal 26 dan batas waktu
pelaporan PPh Pasal 26 bertepatan dengan hari libur termasuk hari Sabtu atau
hari libur nasional, penyetoran dan pelaporan PPh Pasal 26 dapat dilakukan
pada hari kerja berikutnya.(4)

D. Ketentuan yang berkaitan dengan penyetoran dan pelaporan Pajak


Penghilan Pasal 26

Ketentuan yang berkaitan dengan penyetoran dan pelaporan PPh Pasal 26:

a. Pajak Penghasilan Pasal 26 terutang pada akhir bulan dilakukannya


atau akhir bulan terutangnya penghasilan, tergantung yang mana terjadi
lebih dahulu.
b. Pemotong PPh Pasal 26 diwajibkan membuat bukti pemotongan PPh
Pasal 26 rangkap tiga:
● Lembar pertama untuk Wajib Pajak Luar Negeri
● Lembar kedua untuk Kantor Pelayanan Pajak
● Lembar ketiga untuk arsip pemotong
c. PPh Pasal 26 wajib disetorkan ke bank persepsi atau kantor pos dengan
mengunakan surat setoran pajak (SSP), paling lambat tanggal sepuluh
bulan takwin berikutnya setelah terutangnya pajak.
d. SPT Masa PPh pasal 26, dengan dilampir SSP lembar kedua, bukti
pemotongan lembar kedua dan daftar bukti pemotongan disampaikan
ke KPP setempat paling lambat 20 hari setelah masa pajak berakhir.

Apabila jatuh tempo penyetoran atau batas akhir pelaporan PPh pasal 26
bertepatan dengan hari libur, termasuk hari sabtu atau hari libur nasional, penyetoran
atau pelaporan dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.
3.2 Subjek dan Objek Pajak Penghasilan Pasal 26

A. Subjek Pajak Penghasilan Pasal 26


⮚ Kantor perwakilan negara asing.
⮚ Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat-
pejabat lain dari negara asing, orang yang diperbantukan yang bekerja
dan bertempat tinggal bersama mereka dengan syarat bukan WNI dan
di Indonesia tidak menerima penghasilan di luar pekerjaannya.
⮚ Organisasi-organisasi internasional, dengan syarat: Indonesia jadi
anggota organisasi tersebut, dan tidak menjalankan usaha/kegiatan lain
untuk peroleh penghasilan dari Indonesia selain memberikan pinjaman
pada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota.
⮚ Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional tersebut bukan
WNI dan tidak menjalankan usaha, kegiatan, atau pekerjaan lain untuk
peroleh penghasilan dari Indonesia.

B. Objek Pajak Penghasilan Pasal 26

Objek atau penghasilan yang dikenakan PPh Pasal 26 di antaranya:

⮚ Dividen.
⮚ Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan.
⮚ Royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan
harta.
⮚ Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan.
⮚ Imbalan dan penghargaan.
⮚ Pensiun dan pembayaran berkala lainnya.
⮚ Premi swap dan transaksi lindung nilai lainnya.

3.3 Tarif dan dasar perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 26


Tarif umum untuk PPh pasal 26 adalah 20%. Akan tetapi jika
mengikuti perjanjian pajak (tax treaty) atau Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda
(P3B), maka tarif dapat berubah, sesuatu ketentuan yang berlaku. Pengenaan tarif
pajak penghasilan pasal 26 ini juga didasarkan dari DPP atau jumlah bruto
penghasilan. Besar tarif PPh 26 ditetapkan sebesar:

1. Tarif PPh 26 sebesar 20% (final) dari Jumlah Bruto

Tarif 20 persen dari jumlah bruto yang dikenakan atas:

● Dividen.

● Bunga (termasuk premium, diskonto, insentif terkait jaminan pembayaran


pinjaman).

● Royalti, sewa, dan pendapatan lain terkait penggunaan aset/harta.

● Imbalan/insentif terkait jasa, pekerjaan, dan kegiatan.

● Hadiah dan penghargaan.

● Pensiun dan pembayaran berkala lainnya.

● Premi swap dan transaksi lindung lainnya.

● Perolehan keuntungan dari penghapusan utang.

2. Tarif PPh 26 sebesar 20% (final) dari Perkiraan Penghasilan Neto

Tarif 20 persen dari perkiraan penghasilan neto ini dikenakan atas:


A. Penghasilan dari laba bersih atas pendapatan dari penjualan aset di
Indonesia dengan nilai lebih dari Rp10 juta untuk setiap jenis transaksi
berupa: perhiasan mewah, berlian, emas, intan, jam tangan mewah,
barang antik, lukisan, mobil dan motor, kapal pesiar dan pesawat
terbang ringan. Besarnya perkiraan penghasilan neto ini untuk
penjualan harta dengan jumlah persentase sebesar 25% dari harga jual.
B. Premi asuransi, premi reasuransi yang dibayarkan langsung maupun
melalui pialang pada perusahaan asuransi di luar negeri. Besar
perkiraan penghasilan neto untuk premi asuransi dan reasuransi yang
dibayarkan pada perusahaan asuransi luar negeri adalah:
● 0% dari jumlah premi yang dibayarkan, atas premi asuransi yang
dibayar tertanggung kepada perusahaan asuransi di luar negeri, baik
secara langsung maupun melalui pialang.
● 10% dari jumlah premi yang dibayarkan, atas premi yang
dibayarkan oleh perusahaan asuransi yang berkedudukan di
Indonesia kepada perusahaan asuransi di luar negeri, baik secara
langsung maupun melalui pialang.
● 5% dari jumlah premi yang dibayarkan, atas premi yang dibayarkan
oleh perusahaan reasuransi yang berkedudukan di Indonesia kepada
perusahaan asuransi di luar negeri, baik secara langsung maupun
melalui pialang.

3. Tarif PPh 26 sebesar 20% (final) dari Laba Bersih Penjualan atau
Pengalihan Saham Perusahaan

Laba bersih penjualan atau pengalihan saham perusahaan ini adalah


antara perusahaan media atau perusahaan tujuan khusus yang didirikan. Atau
bertempat di negara yang memberikan perlindungan pajak yang memiliki
hubungan khusus untuk suatu entitas atau BUT didirikan di Indonesia.

4. Tarif PPh 26 sebesar 20% (final) dari Penghasilan Kena Pajak Sesudah
Dikurangi Pajak dari BUT di Indonesia

Tarif PPh 26 dari penghasilan kena pajak sesudah dikurangi pajak dari
BUT di Indonesia ini adalah yang dipungut dari penghasilan kena pajak
setelah dikurangi dengan pajak, suatu BUT di Indonesia. Pengenaan tarif ini
dikecualikan atas penghasilan tersebut jika penghasilan itu ditanamkan
kembali di Indonesia dengan syarat:
● Penanaman kembali dilakukan atas seluruh penghasilan kena pajak setelah
dikurangi PPh dalam bentuk penyertaan modal pada perusahaan yang
didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagai pendiri atau peserta
Pendiri
● Dilakukan dalam tahun berjalan atau selambat-lambatnya tahun pajak
berikutnya dari tahun pajak diterima atau diperoleh penghasilan tersebut
● Perusahaan baru yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia
sebagaimana dimaksud pada angka, harus secara aktif melakukan kegiatan
usaha sesuai dengan akte pendiriannya paling lama 1 tahun sejak
perusahaan tersebut didirikan
● Tidak melakukan pengalihan atas penanaman kembali tersebut sekurang-
kurangnya 2 tahun sesudah perusahaan tempat penanaman dilakukan,
mulai berproduksi komersial
5. Tarif PPh 26 sebesar 0% hingga kurang dari 20%

Tarif ini diberlakukan untuk negara-negara yang berada dalam perjanjian


pajak (tax treaty) dengan Indonesia yang dikenal sebagai Perjanjian
Penghindaran Pajak Berganda (P3B).

3.4 Sifat Pemotongan?Pemungutan, Penyetoran, dan, Pelaporan Pajak


Penghasilan Pasal 26

A. Sifat Pemotongan/Pemungutan PPh Pasal 26

Pada prinsipnya pemotongan pajak atas penghasilan Wajib Pajak luar negeri
adalah bersifat final, namun atas penghasilan berikut ini pemotongan pajaknya tidak
bersifat final, sehingga potongan pajak tersebut dapat dikreditkan dalam Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan. Penghasilan yang dimaksud
(pemotongannya tidak bersifat final) adalah:
a. Penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan barang, atau
pemberian jasa di Indonesia yang sejenis dengan yang dijalankan atau yang
dilakukan oleh bentuk usaha tetap di Indonesia.

b. Penghasilan berupa dividen; bunga, termasuk premium, diskonto, premi swap


dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang: royalti, sewa,
dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta; imbalan
sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan; hadiah dan penghargaan;
pensiun dan pembayaran berkala lainnya; penghasilan dari penjualan harta di
Indonesia; premi asuransi dan reasuransi yang dibayarkan kepada perusahaan
asuransi luar negeri, penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari
suatu bentuk usaha tetap di Indonesia, kecuali jika penghasilan tersebut
ditanamkan kembali di Indonesia, yang diterima atau diperoleh kantor pusat,
sepanjang terdapat hubungan efektif antara bentuk usaha tetap dengan harta
atau kegiatan yang memberikan penghasilan tersebut.

c. Penghasilan Wajib Pajak orang pribadi atau badan luar negeri yang berubah
status menjadi Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap.

B. Penyetoran dan Pelaporan PPh Pasal 26

Penghasilan berikut ini terutang Pajak Penghasilan Pasal 26 pada akhir bulan
dilakukannya pembayaran atau terutangnya penghasilan yang bersangkutan:

a. Penghasilan yang bersumber dari modal dalam bentuk dividen, bunga


termasuk premium, diskonto, premi swap, imbalan sehubungan dengan
jaminan pengembal utang; royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan
dengan penggunaan harta penghasilan sehubungan dengan jasa, pekerjaan,
dan kegiatan; hadiah dan penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apa
pun, pensiun dan pembayaran berkala lainnya.

b. Penghasilan dari penjualan harta di Indonesia.


c. Premi asuransi dan reasuransi yang dibayarkan kepada perusahaan asurarsi luar
negeri.

Ketentuan yang berkaitan dengan penyetoran dan pelaporan PPh Pasal 26 adalah:

a. Pajak Penghasilan Pasal 26 yang telah dipotong harus disetorkan selambat-


lambatnya tanggal 10 bulan takwim berikutnya setelah bulan saat terutangnya
pajak.

b. Pemotong PPh Pasal 26 diwajibkan untuk menyampaikan Surat


Pemberitahuan Masa selambat-lambatnya 20 (dua puluh) hari setelah masa
pajak berakhir.

c. Pemotong PPh Pasal 26 harus memberikan tanda bukti pemotongan PPh Pasal
26 kepada orang pribadi atau badan yang dibebani membayar Pajak
Penghasilan yang dipotong.

d. Pemotongan PPh Pasal 26 atas penghasilan berupa Penghasilan Kena Pajak


sesudah dikurangi pajak dari semua bentuk usaha tetap di Indonesia, terutang
dan harus dibayar lunas selambat-lambatnya tanggal 25 (dua puluh lima)
bulan ketiga setelah tahun pajak atau bagian tahun pajak berakhir, sebelum
Surat Pemberitahuan Tahunan disampaikan. Namun, apabila bentuk usaha
tetap tersebut meminta perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT
Tahunan, pemotongan PPh Pasal 26 didasarkan pada penghitungan sementara,
terutang dan harus dibayar lunas pada saat surat permohonan perpanjangan
disampaikan, akan tetapi tidak melampaui tanggal dua puluh lima bulan ketiga
setelah tahun pajak atau bagian tahun pajak berakhir.

3.5 sidyi

3.6 souo
BAB IV

PENUTUP

4.1 KESIMPULAN

Pajak Penghasilan Pasal 26 (PPh Pasal 26) adalah PPh yang


dikenakan/dipotong atas penghasilan yang bersumber dari Indonesia
yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak (WP) luar negeri selain bentuk
usaha tetap (BUT) di Indonesia. Didalam PPh pasal 26, terdapat beberapa
subyek dan obyek pajak, selain itu PPh pasal 26 juga terdapat beberapa
aspek tarif dan mekanisme pemotongan dan perhitungan beserta
pengecualiannya.

4.2 SARAN

Harapan Kami bagi para Pihak yang berwenang dalam pemungutan pajak
agar dapat mengelola dana pajak sebagaimana mestinya atau tidak
disalah gunakan, selain itu untuk menyadarkan masyarakat terhadap
kewajiban membayar pajak, sebaiknya pemerintah melakukan sosialisasi
secara langsung terhadap masyarakat terutama masyarakat desa yang
dimana masyarakat desa cenderung dapat dikatakan jauh dari kemajuan
teknologi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Edy Supriyanto, Perpajakan di Indonesia, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011), hlm.63

2. Qikmia J, Priono H. 2021. Penerapan PPH Pasal 26 Atas Dividen WPLN Pada PT. BPD Jawa
Timur.Vol. 1 No. 1.1 Mei 2021, hal. 183 – 191.
3. Fitriandi dkk. 2010. Hlm 178-179

4. Kurniawan MNR. 2020. Analisis Perhitungan Pajak Peghasilan Pasal 21 & 26 Pada PT. X.
Surabaya

Anda mungkin juga menyukai