Anda di halaman 1dari 80

MODUL I

SISTEM PERSEPSI SENSORI

Disusun Oleh:

KETUA : Reza Saputra (51120010)


SCRIBER : Sri Nuraeni (51120011)
MEMBER : Syafitri (51120001)
Syafiqah Fakhirah (51120002)
Feni Lisa (51120003)
Winda Puspita (51120004)
Nur Azriyati Putri (51120005)
Hanifah Putri Lestari(51120007)
Fictoria Nazara (51120009)
Anisa Rizkia Amalia (51120012)
Stevani Visillia Saikoko (51120013)
Vidya Meliani (51120014)
Muhammad Fadli (51120016)
Nanda Nurfelida (51120017)
Zamzam As (51119002)
Fuji Tri Purnama (51119009)

Dosen Tutor : Ns. Nurhafizah Nasution, M.Kep


Dosen Pakar : Ns. Cica Maria, S.Kep., M.Biomed

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan laporan Sistem Persepsi
Sensori Modul I ini yang berjudul “Indera Penglihatan“ dengan baik meskipun banyak
kekurangan didalamnya.
Di dalam pengerjaan makalah ini melibatkan banyak pihak yang sangat membantu
dalam banyak hal. Oleh sebab itu, kami penulis sampaikan rasa terima kasih sedalam-
dalamnya kepada :

1. Ns. Nurhafizah Nasution, M.Kep selaku dosen tutor Fakultas Kedokteran Universitas
Batam Program Studi Ilmu Keperawatan yang telah memberikan arahan akademik
kepada kami.
2. Ns. Cica Maria, S.Kep., M.Biomed selaku dosen pakar Fakultas Kedokteran
Universitas Batam Program Studi Ilmu Keperawatan yang telah memberikan arahan
akademik kepada kami.
3. Semua pihak yang telah banyak membantu dalam penyusunan makalah ini yang tidak
bisa penulis sebutkan semuanya.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan kita mengenai kasus pembelajaran Modul I pada Sistem Persepsi Sensori yang
membahas tentang “Indera Penglihatan“ juga menyadari sepenuhnya bahwa didalam laporan
ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya
kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat dimasa yang akan
datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun. Atas
perhatiannya penulis mengucapkan terima kasih.

Batam, 04 Maret 2022

MODUL I SISTEM PERSEPSI SENSORI Page i


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................................i
DAFTAR ISI.........................................................................................................................ii
BAB PENDAHULUAN........................................................................................................1
1. 1............................................................................................................ Latar Belakang
....................................................................................................................................1
1. 2.......................................................................................................................... Tujuan
....................................................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN......................................................................................................2
2.1 Skenario......................................................................................................................2
2.2 Step 1: Identifikasi Masalah.......................................................................................3
2.3 Step 2: Menetapkan Masalah.....................................................................................4
2.4 Step 3: Analisis Masalah............................................................................................4
2.5 Step 4: Skema.............................................................................................................6
2.6 Step 5: Menetapkan Tujuan Pembelajaran/LO..........................................................7
2.7 Step 6: Mengumpulkan Sumber Informasi................................................................7

BAB III PENUTUP............................................................................................................32


3.1 Kesimpulan...............................................................................................................32

DAFTAR PUSAKA............................................................................................................33

MODUL I SISTEM PERSEPSI SENSORI Page ii


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Mata merupakan salah satu organ indra manusia, yaitu indra penglihatan. Mata memiliki
fungsi yang sangat penting dalam menyerap informasi visual yang digunakan untuk
melakukan kegiatan sehari-hari. Apabila terjadi gangguan pada mata, hal tersebut dapat
mengurangi bahkan menghambat fungsinya. Gangguan terhadap penglihatan banyak terjadi,
mulai dari gangguan ringan sampai gangguan berat yang bisa menyebabkan kebutaan.

1.2 Tujuan
a. Untuk mengetahui tujuan pembelajaran materi mata kuliah keperawatan
1. Step 1 : Idenfikasi Istilah
2. Step 2 : Menetapkan Masalah
2. Step 3 : Analisa Masalah/ Brainstorming
3. Step 4 : Skema
4. Step 5 : Menetapkan Tujuan Pemebelajaran/ LO
5. Step 6 :Mengumpulkan Sumber Informasi
6. Step 7 : Kesimpulan Akhir

MODUL I SISTEM PERSEPSI SENSORI Page 3


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Skenario I
KASUS ANAK X
An. X seorang balita berusia 25 bulan, dibawa keluarga ke Rumah Sakit “AMM”.
Keluarga mengatakan mata kanannya merah, An.X sering menggosok-gosok matanya, ada
bercak kecil putih dan mata agak menonjol sejak terjatuh tengkurap dari tempat tidur satu
minggu yang lalu. Sebelum ke RS keluarga hanya membawa anak ke tukang pijit bayi karena
anak sering rewel akobat jatuh tersebut. Keluarga juga menjelaskan kepada perawat, bahwa
sebelum terjatuh An. X sudah sebulan sulit untuk diberi makan, badannya terlihat lebih kurus
dari biasanya, dan mata kanan An. X terlihat seperti mata kucing di malam hari.
Setelah Anamnesa, perawat Z (calon Ners) melakukan pemeriksaan fisik mata
menggunakan Penlight terhadap An. X, dan dari hasil pencatatan perawat Z bahwa An. X
mengalami strabismus, tampak seperti mata glaucoma, terjadi konjungtivitis, didapatkan
konjungtiva injeksi, palpebral agar hiperemis, kornea tampak tidak jernih. Selanjutnya dokter
datang membantu dengan menggunakan Loupe, dan terlihat mata kanan sedikit
proptosis/eksoftalmus, abrasi kornea, anisocoria dan hypopion, pada kamera okuli anterior
mata kanan dokter juga menemukan adanya darah setinggi tiga millimeter, pupil terlihat
leukokoria. Pada pemeriksaan funduskopi dengan direct ophthalmoscope dokter menemukan
adanya massa bewarna putih kekuningan di intra okuler kanan. Pada mata kiri tidak
ditemukan papil edema.
Dokter menyampaikan pada keluarga bahwa An. X harus dirawat segera karena penyakit
matanya tergolong serius. Penyakit mata An. X selain mengancam penglihatan juga dapat
mengancam jiwanya. Sebelum diagnosa medis dari dokter. Sementara perawat Z menduga
kalau An. X mengalami katarak komplikata atau mengalami penyakit gangguan mata khusus
retinoblastoma. Bagaimana anda menjelaskan tentang penyakit yang sebenernya terjadi pada
An. X dari gejala dan tanda yang telah ditemukan tersebut dan bagaimana pelaksanaan
asuhan keperawatan terhadap penyakit yang dialami oleh An. X?

MODUL I SISTEM PERSEPSI SENSORI Page 4


2.2 Step 1 : Identifikasi istilah
1. Proptosis (exophthalmos) atau juga dikenal dengan mata menonjol adalah suatu kondisi
yang menyebabkan mata menonjol dari soket (tempat bola mata bersandar). Kondisi ini
bisa terjadi pada salah satu atau kedua mata (Nurin, 2022).
2. Penlight / Senter Gc adalah alat penerangan yang digunakan untuk keperluan diagnosa,
terbuat dari bahan stainless steel yang berkualitas (Haryanto, 2011).
3. Mata Glaukoma adalah kerusakan pada saraf mata akibat tingginya tekanan di dalam bola
mata (Pittara, 2021)
4. Strabismus (mata juling) adalah penyakit di mana letak satu mata terhadap mata lainnya
menyimpang secara abnormal, sehingga garis penglihatan tidak paralel dan kedua mata
tidak tertuju pada benda yang sama (Yulianti, 2012).
5. Palpebra adalah lipatan tipis kulit, otot dan jaringan fibrosa yang berfungsi melindungi
struktur-struktur mata yang rentan. Anatomi palpebra terdapat margo palpebra superior
dan inferior terdiri dari beberapa struktur. Barisan bulu mata merupakan barisan terdepan
margo palpebral (Rani, 2019).
6. Hiperemis merupakan bentuk perubahan vaskular yang merupakan salah satu komponen
utama pada respon inflamasi akut (Sjamsuhidajat, 2017).
7. Loupe adalah kaca pembesar atau suryakanta adalah sebuah lensa cembung yang
mempunyai titik fokus yang dekat dengan lensanya. Benda yang akan diperbesar terletak
di dalam titik fokus lup itu atau jarak benda ke lensa lup tersebut lebih kecil
dibandingkan jarak titik fokus lup ke lensa lup tersebut (Mighty, 2012).
8. Abrasi kornea adalah risiko yang selalu terjadi , tidak hanya disebabkan oleh kontak
langsung dengan lensa , tetapi juga terjadinya gesekan pada kornea setiap kali Anda
berkedip (Roizen, 2010).
9. Anisocoria adalah suatu kondisi di mana salah satu pupil mata memiliki ukuran yang
berbeda dengan pupil mata sebelahnya (Belinda, 2020).
10. Hypopyon adalah akumulasi sel darah putih (nanah) di ruang anterior mata atau
didefinisikan sebagai pus steril yang terdapat pada bilik mata depan (Shinta, 2016).
11. Kamera okuli anterior adalah ruang berisi cairan di dalam mata, berada diantara iris dan
permukaan terdalam kornea (Lubis, 2018).

MODUL I SISTEM PERSEPSI SENSORI Page 5


12. Leukokoria adalah kelainan yang menyebabkan pupil tampak putih, biasanya terjadi pada
bayi atau anak (Mahdiani, 2019).
13. Pemeriksaan funduskopi merupakan pemeriksaan untuk melihat keadaan papil mata dan
sekitarnya (Satyanegara, 2013).
14. Ophthalmoscope adalah suatu alat yang dipakai untuk memeriksa bagian dalam mata.
(Jessica, 2020).
15. Intraokular adalah tekanan yang dihasilkan oleh isi bola mata terhadap dinding bola mata
dan sangat bervariasi pada orang normal dan penderita miop. (Muflihatur Rasyidah,
2011).
16. Katarak adalah penyakit mata yang ditandai dengan kekeruhan lensa mata sehingga
penglihatan menjadi kabur. Kondisi ini umum terjadi pada lansia akibat pertambahan usia
dan bisa terjadi pada salah satu atau kedua mata sekaligus (Nareza,2021).
17. Retinoblastoma Retinoblastoma merupakan neoplasma paling sering pada intraokuli
anak-anak dan merupakan tumor yang sangat ganas (Yuyun, 2018).

2.3 Step 2 : Menetapkan Masalah


1. Kenapa harus melakukan pemeriksaan fisik mata mengunakan penlight?
2. Mengapa An.x mengalami strabismus?
3. Apa kegunaan menggunakan loupe?
4. Pada pemeriksaan funduskopi apa yang dokter temukan?
5. Apa tanda-tanda orang tekenak katarak?
6. Apa penyebab ganguan mata khusus retinoblastama? Winda

2.4 Step 3: Analisa Masalah/Brainstorming


1. Karena ingin mengetahui apa yg di alami mata an.x dari gejala yg dideritanya setelah
anamnesa karna itu dilakukan pemeriksaan fisik mata menggunakan penlight.
2. An.X mengalami strabismus akibat adanya gangguan koordinasi pada otot penggerak
bola mata. Gangguan tersebut dapat membuat satu mata melihat ke arah depan,
sedangkan satu mata lainnya melihat ke atas, bawah, atau samping.
3. Loupes digunakan di banyak profesi di mana pembesaran memungkinkan pekerjaan
presisi dilakukan dengan efisiensi dan kemudahan yang lebih besar. Ahli bedah di banyak

MODUL I SISTEM PERSEPSI SENSORI Page 6


spesialisasi biasanya menggunakan pembesar saat melakukan operasi pada struktur halus.
Loupe yang digunakan oleh ahli bedah dipasang pada lensa kacamata dan dibuat khusus
untuk masing-masing ahli bedah, dengan mempertimbangkan koreksi penglihatan, jarak
antar pupil, dan jarak fokus yang diinginkan. Beberapa kekuatan pembesaran
tersedia.Selain itu, pembesar dapat memperbaiki postur dokter gigi yang dapat
mengurangi ketegangan pekerjaan. Beberapa pembesar gigi adalah tipe flip, yang
berbentuk dua silinder kecil, satu di depan setiap lensa kacamata.
4. Dokter menemukan adanya massa berwarna putih kekuningan di intra okuler kanan. Pada
mata kiri tidak ditemukan papil edema..
5. Penyebab katarak yang paling umum ditemui adalah akibat proses penuaan atau trauma
yang menyebabkan perubahan pada jaringan mata. Lensa mata sebagian besar terdiri dari
air dan protein. Dengan bertambahnya usia, lensa menjadi semakin tebal dan tidak
fleksibel.
6. Penyebabnya adalah An.x sering menggosok-gosok matanya,ada bercak kecil putih dan
mata agak menonjol sejak terjatuh tengkurap dari tempat tidur satu Minggu yang lalu.

MODUL I SISTEM PERSEPSI SENSORI Page 7


2.5 Step 4: Skema

Indra Penglihatan

Pemeriksaan Indra Gangguan Indra


Anatomi Fisiologi
Penglihatan Penglihatan

Konjungtiva,
sclera, otot-
otot, kornea,
koroid, badan
siliaris,
Pemeriksaan Pada Anak
iris(pupil), X
lensa, retina, Mata miopia, Mata hypermetropia,
fovea, bintik presbiopia, astigmant, buta warna, rabun
nouta, senja, glaukoma, katarak, konjungtivis,
degenerasi makula, refraksi, keratitis,
vitreous, Retinoblastoma
aqueous, alis
mata, bulu
mata, kelopak
mata. Asuhan Keperawatan

MODUL I SISTEM PERSEPSI SENSORI Page 8


2.6 Step 5: Menentukan Tujuan Pembelajaran/LO
1. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Tentang Anatomi Fisiologi Indera Penglihatan
2. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Tentang Pemeriksaan Fisik Indera Penglihatan
3. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Tentang Gangguan Indera Penglihatan Mata
4. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Tentang Asuhan keperawatan.
2.7 Step 6: Mendapatkan Dari Sumber Yang Ada
2.7.1 Anatomi Fisiologi Indera Penglihatan
A. Pengertian Indra Penglihatan (Mata)
Mata adalah organ indra yang memiliki reseptor peka cahaya yang
disebut fotoreseptor. Setiap mata mempunyai lapisan reseptor, sisten lensa, dan
sistem saraf, indra penglihatan yang terletak pada mata (organ visus) yang terdiri dari
organ okuli assoria (alat bantu mata) dan okulus (bola mata). Saraf indra
penglihatan, saraf optikus (urat saraf kranial kedua), muncul dari sel-sel ganglion
dalam rebina, bergabung untuk membentuk saraf optikus.
B. Organ-organ Mata
Organ-organ pada indra penglihatan,meliputi :
a) Konjungtiva b). Sklera c). Otot-otot d). Kornea e). Koroid f). Badan siliaris g).
Iris(pupil) h). Lensa i). Retina j).Fovea(bintik kuning) k). Bintik nouta l). Vitreous
humor(humor bening) m). Aqueous humor(humor berair) n). Alis
mata(supersilium) o). Bulu mata p). Kelopak mata(palpebra)
C. Mekanisme Pemfokus
Sebagian besar kekuatan berfokus mata adalah karena refraksi cahaya oleh kornea.
Refraksi cahaya oleh lensa mata sangat penting;kurvatura lensa dapat berubah
sehingga cahaya selalu terfokus pada retina.Lensa adalah transparan dan berwarna
kuning pucat. Lensa ini dipertahankan datar oleh tegangan normal daribola mata, dan
di pertahankan oleh ligamentum suspensori. Bentuk lensa diubah-ubah oleh otot
siliaris, yang berada di dalam korpus siliaris. Bila lensa dikontraksi,otot siliaris
menarik korpus siliaris ke depan, mengendurkan tegangan pada lensadan
memungkinkannya menonjol. Cahaya dari objek dekat kemudian dapat
difokuskan pada retina.Otot siliaris rileks bila mata harus memfokuskan cahaya

MODUL I SISTEM PERSEPSI SENSORI Page 9


dariobjek jauh pada retina.Otot siliaris dipersarafi oleh serat-serat saraf
parasimpatisdari saraf okulamotor. Iris adalah tameng otot polos yang berlubang pada
pupil.Ukuran pupil berubah-ubah sesuai dengan perubahan kondisi cahaya,
berdilatasipada gelap dan berkontraksi pada cahaya terang sehingga mencegah
stimulasi berlebihan terhadap retina. Ukuran pupil diatur oleh kontraksi serat-serat
otot dilatorra dialis dan konstriktor sirkularis di iris. Serat-serat ini dipersarafi oleh
saraf parasimpatis dari saraf kranial ketiga.
D. Akomodasi Mata
Akomodasi mata berarti memfokuskan bayangan, sedangkan kemampuanpemfokusan
objek pada jarak yang berbeda disebut daya akomodasi.Akomodasibertujuan agar
bayangan yang terjadi jatuh tepat pada bintik kuning. Apabila melihatobjek yang
letaknya jauh, lensa mata menjadi lebih pipih, tetapi jika melihat objekyan gdekat,
lensa mata menjadi lebih cembung. Pengaturan kecembungan lensa inidiatur oleh
otot-otot, lensa yang melingkat (otot siliaris). Saat melihat objek yangjauh otot lensa
berelaksasi, sedangkan saat melihat objek yang dekat otot lensa berkontraksi.
E. Anatomi Indra Penglihatan Pada Manusia
a. Konjungtiva
Permukaan dalam kelopak mata disebut konjungtiva palpebra, merupakanlapisan
mukosa. Bagian yang membelok dan kemudian melekat pada bola matadisebut
konjungtiva bulbi.Pada konjungtiva ini banyak sekali kelenjar-kelenjar limfedan
pembuluh darah.
b. Sklera
Sklera merupakan selaput jaringan ikat yang kuat dan berada pada lapisan
terluarmata yang berwarna putih. Sebagian besar sklera dibangun oleh jaringan
fibrosayang elastis. Bagian depan sklera tertutup oleh kantong konjungtiva.
c. Otot-otot
Otot-otot yang melekat pada mata :a). Muskulus levator palpebralis superior
inferior. b). Muskulus orbikularis okuli otot lingkar mata. c). Muskulus rektus
okuli inferior (otot disekitar mata) d). Muskulus rektus okuli medial (otot disekitar
mata) e). Muskulus obliques okuli inferior f). Muskulus obliques okuli superior.

MODUL I SISTEM PERSEPSI SENSORI Page 10


d. Kornea
Korn3ea merupakan selaput yang tembus cahaya, melalui kornea kita
dapatmelihat membran pupil dan iris.Penampang kornea lebih tebal dari sklera,
terdiridari 5 lapisan epitel kornea, 2 lamina elastika anterior bowmen, 3
substansipropia, 4lamina elastika posterior, dan 5 endotelium. Kornea tidak
mengandung pembuluhdarah peralihan, antara kornea ke sklera disebut selero
corneal junction.Korneajuga merupakan jalan masuk cahaya pada mata dengan
menempatkannya padaretina.
e. Koroid
Koroid adalah lapisan yang dibangun oleh jaringan ikat yang memiliki banyak
pembuluh darah dan sejumlah sel pigmen. Letaknya disebelah dalam sklera.
Dibagian depan mata, lapisan koroid memisahkan diri dari sklera membentuk iris
yang tengahnya berlubang.
f. Iris (Pupil)
Iris merupakan diafragma yang terletak diantara kornea dan mata. Pada iris
terdapat dua perangkat otot polos yang tersusun sirkuler dan radial.
Ketika mata berakomodasi untuk melihat benda yang dekat atau cahaya yang
terang otot sirkuler berakomodasi sehingga pupil mengecil, begitu pula sebaiknya.
g. Lensa
berada tepat dibelakang iris dan tergantung pada ligamen suspensori.Bentuk
lensa dapat berubah-ubah, diatur oleh otot siliaris ruang yang
terletakdiantara lensa mata dan retina disebut ruang viretus, berisi cairan yang
lebih kental(humor viterus), yang bersama dengan humor akueus berperan dalam
memelihara bentuk bola mata.
h. Retina
Retina merupakan lapisan bagian dalam yang sangat halus dan sangatsensitif
terhadap cahaya. Pada retina terdapat reseptor (fotoreseptor). Foto reseptor
berhubungan dengan badan sel-sel saraf yang serabutnya membentuk urat
sarafoptik yang memanjang sampai ke otot. Bagian lapisan retina yang dilewati
berkasurat saraf yang menuju ke otot tidak memiliki reseptor dan tidak peka

MODUL I SISTEM PERSEPSI SENSORI Page 11


terhadap sinar. Apabila sinar mencapai bagian ini kita tidak dapat mengenali
cahaya. Oleh karena itu, daerah ini disebut bintik buta. Pada bagian retina,
terdapat sel batang berjumlah sekitar 125 juta buah dalam setiap mata. Sel batang
sangat peka terhadap intensitas cahaya rendah, tetapi tidak mampu
membedakan warna. Oleh karena itu kita mampu melihat dimalam hari
tetapi yang terlihat hanya warna hitam dan putih saja.Bayangan yang dihasilkan
dari sel ini tidak tajam. Sel kerucut jumlahnya sekitar 5juta pada setiap mata. Sel
kerucut sangat peka terhadap intensitas cahaya tinggisehingga berperan untuk
penglihatan siang hari dan untuk membedakan warna.
i. Vitreous Humor (Humor Bening)
Badan bening ini terletak dibelakang lensa. Bentuknya berupa zat transparan
seperti jeli(agar-agar) yang jernih. Zat ini mengisi pada mata dan membuat
bolamata membulat.
j. Aqueous Humor (Humor Berair)
Aquaeous humor atau cairan berair terdapat dibalik kornea. Strukturnya sama
dengan cairan sel, mengandung nutrisi bagi korneadan dapat melakukan difusi gas
dengan udara luar melalui kornea.
k. Alis Mata(Supersilium)
Alis yaitu rambut-rambut halus yang terdapat diatas mata.
Bulu mata
Bulu mata yaitu rambut-rambut halus yang terdapat ditepi kelopak mata.
l. Kelopak mata (palpebra)
Kelopak mata merupakan 2 buah lipatan atas dan bawah kulit yang terletak
didepan bulbus okuli.
F. Fisiologi Indra Penglihatan Pada Manusia
1) Konjungtiva
Konjungtiva berfungsi melindungi kornea dari gesekan.
2) Sklera
Skelera berfungsi melindungi bola mata dari kerusakan mekanis dan
menjaditempat melakatnya otot mata.

MODUL I SISTEM PERSEPSI SENSORI Page 12


3) Otot-otot
Otot-otot yang melekat pada mata :
1. Muskulus orbikularis okuli otot lingkar mata, fungsinya untuk menutup mata.
2. Muskulus orbikularis okuli otot lingkar mata, fungsinya untuk menutup mata.
3. Muskulus rektus okuli inferior (otot disekitar mata), fungsinya untuk menutup
mata.
4. Muskulus rektus okuli medial (otot disekitar mata), fungsinya menggerakkan
mata dalam (bola mata).
5. Muskulus obliques okuli inferior, fungsinya menggerakkan bola mata
kebawah dan kedalam.
6. Muskulus obliques okuli superior, fungsinya memutar mata ke atas ke bawah
dan keluar.
4) Kornea
Kornea berfungsi menerima cahaya yang masuk ke bagian dalam mata dan
membelokkan berkas cahaya sedemikian rupa sehingga dapat
difokuskan(memungkinkan lewatnya cahaya dan merefraksi cahaya).
5) Koroid
Koroid berfungsi penyuplai retina (mengandung pembuluh darah) dan
melindungi refleksi cahaya dalam mata.
6) Badan Siliaris
Badan siliaris berfungsi menyokong lensa, mengandung otot
yangmemungkinkan lensa berubah bentuk, dan mensekresikan aqueous humor
(humorberair).
7) Iris (Pupil)
Iris(pupil) berfungsi mengendalikan ukuran pupil, sedangkan pigmenya
mengurangi lewatnya cahaya.
8) Lensa
Lensa berfungsi memfokuskan pandangan dengan mengubah bentuk lensa.
9) Retina

MODUL I SISTEM PERSEPSI SENSORI Page 13


Retina berfungsi untuk menerima cahaya, mengubahnya menjadi impuls saraf dan
menghantarkan impuls ke saraf optik (II). Pada bagian retina, terdapat selbatang
berjumlah sekitar 125 juta buah dalam setiap mata. Sel batang, sangat peka
terhadap intensitas cahaya rendah, tetapi tidak mampu membedakan warna. Oleh
karena itu, kita mampu melihat dimalam hari tetapi yang terlihat hanya warna
hitam dan putih saja. Bayangan yang dihasilkan dari sel ini tidak tajam.Selain sel
batang terdapat juga sel kerucut (sel konus) berjumlah sekitar 5 juta pada bagian
mata.Sel kerucut sangat peka terhadap intensitas cahaya tinggi sehingga berperan
untuk penglihatan siang hari dan untuk membedakan warna.
10) Vitreous Humor (Humor Bening)
Vitreous humor (humor bening) berfungsi menyokong lensa dan menolong dalam
menjaga bentuk bola mata.
11) Aqueous Humor (Humor Berair)
Aqueous humor (humor berair) untuk menjaga bentuk kantong depan bolamata.
12) Alis Mata (Supersilium)
Alis mata berfungsi mencegah masuknya air atau keringat dari dahi ke mata.
13) Bulu Mata
Bulu mata berfungsi untuk melindungi mata dari benda-benda asing.
14) Kelopak Mata (Palpebra)
Kelopak mata berfungsi pelindung mata sewaktu-waktu kalau ada gangguanpada
mata (menutup dan membuka mata)
G. Mekanisme Pembentukan Bayangan
Potensial aksi dalam nervus optikus bayangan objek di dalam lingkungan difokuskan
dalam retina. Sinar yang membentuk retina membentuk potensial dalam bayangan
kerucut impuls yang ada dalam retina, dihantarkan ke dalam korteks serebri pada
tempat menghasilkan sensasi bayangan.Penentuan jarak suatubenda : ukuran
relatif, paralaks yang bergerak, dan stereopsis.
H. Lintasan Penglihatan
Setelah impuls meninggalkan retina, impuls ini berjalan ke belakang melalui nervus
optikus. Pada persilangan optikus, serabut menyilang ke sisi lain bersatu dengan

MODUL I SISTEM PERSEPSI SENSORI Page 14


serabut yang berasal dari retina. Otak menggunakan visual sebagai
informasi untuk dikirim ke korteks serebri dan visual pada bagian korteks visual ini
membentuk gambar tiga dimensi.Korteks visual primer.Gambar yang ada pada
retina ditraktus optikus disampaikan secara tepat ke korteks jika seseorang kehilangan
lapang pandang sebagian besar dapat dilacak lokasi kerusakan di otak yang
bertanggung jawab atas lapangan pandang.
I. FISIOLOGI INDERA PENGLIHATAN
Bola mata tdd: 3 lapisan yakni,
1. lapisan terluar: sclera, keruh yang semakin kedepan semakin tembus pandang:
kornea
2. lapisan kedua: khoroid, hitam (gelap), kedepan akan membentuk otot ciliari &
iris( berfungsi untuk mengatur cahaya: bila cahaya terlalu besar maka iris saling
mendekati, pupil mengecil sedangkan jika cahaya redup iris saling menjauh, pupil
membesar.
3. Lapisan terdalam: retina, mempunyai pembluh darah arteri & vena retinalis
sehingga bola mata teraliri darah
4. Lapisan ke 3 lapisan terdahulu, terdapat pula lensa kris-talina, aquous humor,
vitrous humor(aquous vitrous yang lebih kental)
5. Media penglihatan: kornea, aquous humor, lensa kristalina, vitrous humor (aquous
vitrous)
6. Terdapat pula bintik kuning (fovea nasalis = makula lu-tea = fovea sentralis =
fovea medialis) : terdapat penerima benda yang dilihat oleh mata karena ditempat
ini terdapat sel kerucut (dalam fovea) & sel btang (tersebar diretina) sebagai organ
yang peka terhadap cahaya
7. Selain bintik kuning terdapat bintik buta (blind spot), karena daerah ini tidak peka
terhadap cahaya karena tidak ada sel batang & kerucut
8. Sel batang untuk melihat cahaya redup(remang-remang), sedangkan sel kerucut
untuk siang hari & warna

MODUL I SISTEM PERSEPSI SENSORI Page 15


9. Pada retina terkenal teori duplisitas: skotop: mekanisme pengaturan penglihatan
senja dan malam hari serta photop mekanisme yang mengatur penglihatan siang
hari dan warna
10. Sel batang dan sel kerucut dipersyarafi oleh syaraf optic secara bipolar:
merupakan syaraf penglihatan serta syaraf kranial yang ke ll
11. Selain syaraf optic (ll), ada syaraf kranial lain yang membantu dalam
pengoperasian dan gerakan bola mata, yaitu syaraf okulumotor (lll), troklearis
(iv), abdusens (Vl) & trigeminal (v): selain mempersyarafi daerah mata sampai ke
kepala juga mempersyarafi daerah rahang atas dan rahang bawah
J. SARAF MATA DAN CARA KERJANYA
 Saraf mata dikenal dengan nervus opticus
 Nervus opticus dari mata kiri dan kanan setelah keluar dari bola mata akan saling
bersilangan di chiasma opticus. Persilangan bersifat parsial cossing.
 Dari chiasma opticus melanjutkan diri sebagai tractus opticus.
 Nervus opticus unsur-unsur syarafnya hanya berasal dari satu bola mata, bila ini
menglami kerusakan maka hanya satu bola mata yang rusak.
 Sedangkan tractus opticus unsur-unsur syarafnya berasal dari kedua bola mata
sehingga jika mengalami kerusakan maka kedua bola matanya akan rusak.
 Tractus opticus akan berganti syaraf pada cospus geniculatum dari cospus
geniculatum keluar suatu saraf yang menyebar “ Radiatio Optical Gratiolet “
Teknologi :ditolong dengan lensa silindris (silinder)
2.7.2 Pemeriksaan Indera Penglihatan
A. Pengertian
Pemeriksaan mata secara rutin penting dilakukan untuk memastikan kondisi
mata dan fungsi indra penglihatan Anda tetap sehat dan terjaga. Saat menjalaninya,
ada beberapa tes dan pemeriksaan mata yang dapat dilakukan oleh dokter spesialis
mata.
Kesehatan mata sangat penting untuk dijaga. Ada banyak cara yang bisa
dilakukan agar mata tetap sehat, mulai dari konsumsi makanan bergizi, rutin
berolahraga, tidak merokok, membatasi waktu di depan layar, hingga menggunakan

MODUL I SISTEM PERSEPSI SENSORI Page 16


kacamata hitam ketika beraktivitas di bawah terik matahari.Selain beberapa cara
tersebut, upaya untuk memelihara kesehatan mata juga perlu dilakukan dengan
menjalani pemeriksaan mata secara rutin.
B. Berbagai Jenis Pemeriksaan Mata
Ketika Anda menjalani pemeriksaan mata, dokter akan melakukan
serangkaian pemeriksaan dan tes penunjang untuk mengevaluasi kinerja seluruh
bagian mata beserta fungsinya. Berikut ini adalah beberapa jenis pemeriksaan mata
yang umum dilakukan:
1. Pemeriksaan fisik mata
Pertama-tama, dokter akan menanyakan terlebih dahulu apakah pasien memiliki
keluhan pada mata atau penglihatan.
Setelah itu, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik mata, seperti bagian dalam
kelopak mata, kornea, sklera, lensa mata, pupil, iris, serta cairan di dalam bola
mata. Sedangkan, bagian mata yang lebih dalam, seperti pembuluh darah, saraf
mata, dan retina, akan dilakukan dengan menggunakan alat oftalmoskop.
2. Pemeriksaan gerakan otot mata
Tes ini bertujuan untuk menilai kekuatan otot mata dalam menggerakkan bola
mata. Pada pemeriksaan ini, dokter akan meminta pasien menutup dan membuka
kelopak mata lalu mengikuti gerakan jari dokter atau objek lainnya.
3. Tes ketajaman penglihatan (uji refraksi)
Prosedur ini bertujuan untuk mengetahui seberapa jelas penglihatan pasien ketika
melihat suatu objek pada jarak tertentu. Tes ketajaman penglihatan umumnya
dilakukan menggunakan kartu Snellen yang terdiri dari beberapa huruf dan angka
dengan ukuran yang bervariasi.
Saat menjalani tes ini, pasien akan diminta membaca huruf atau angka pada kartu
Snellen yang diletakkan dengan jarak sekitar 6 meter dari tempat duduk pasien.
Jika terdapat kelainan refraksi pada mata, pemeriksa kemudian akan
menggunakan alat mirip kacamata yang disebut phoropter guna menentukan
ketebalan lensa kacamata yang cocok digunakan oleh pasien.
4. Pemeriksaan lapang pandang

MODUL I SISTEM PERSEPSI SENSORI Page 17


Tujuan pemeriksaan ini adalah menilai kemampuan mata pasien dalam melihat
suatu benda di sekitar ketika mata terfokus pada satu titik.
Pada pemeriksaan ini, pasien akan diminta duduk dan menutup salah satu matanya
menggunakan tangan. Kemudian, dokter akan mengarahkan pasien untuk
memfokuskan pandangan pada satu titik di depan mata yang terbuka.
Setelah itu, dokter akan menggerakkan jarinya atau benda tertentu dari berbagai
sisi dan pasien biasanya akan diminta mengatakan “iya” ketika benda tersebut
atau jari dokter mulai terlihat.
5. Tes buta warna
Tes buta warna paling sering dilakukan dengan metode Ishihara. Pada metode ini,
pasien akan diminta menyebutkan tampilan angka atau pola tertentu yang muncul
di kartu berwarna khusus.
Apabila penglihatan normal, maka pasien dapat melihat angka yang tertera pada
kartu tersebut. Namun, jika pasien mengalami buta warna, maka angka tersebut
akan tidak terbaca atau tampak seperti angka lainnya.
6. Tonometri
Tonometri merupakan tes untuk mengukur tekanan di dalam bola mata atau
tekanan intraokular (TIO). Fungsi tes ini adalah memeriksa apakah ada penyakit
yang dapat meningkatkan tekanan bola mata, misalnya glaukoma.
Metode pemeriksaan tonometri yang umum dilakukan ada dua, yaitu:
A. Tonometri aplanasi
Pada pemeriksaan ini, dokter akan memberikan obat tetes mata yang berisi
anestesi lokal di kedua mata pasien dan pewarna khusus pada mata. Setelah
beberapa menit, ketika efek obat bius lokal sudah mulai bekerja, pasien akan
diminta duduk di depan slit-lamp dengan mata terbuka.
Setelah itu, dokter akan menempelkan alat khusus di kedua permukaan bola
mata pasien guna menilai tekanan di dalam bola.
B. Tonometri nonkontak
Tonometri nonkontak menggunakan udara yang ditiupkan ke mata. Pada
pemeriksaan ini, tidak ada alat yang ditempelkan ke bola mata, jadi tidak
terasa sakit.

MODUL I SISTEM PERSEPSI SENSORI Page 18


C. Pemeriksaan Tajam penglihatan (visus)
a. Trial leans
b. Trial frame
c. Kartu snllen
d. astigmat Dialah
e. Kartu ishihara
f. Ruangan dengan panjang 5m atau 6m
g. penerangan yang cukup
Tahan persiapan
Tahap pelaksanaan:
a. Virus sentralis jauh dipriksa dengan kartu Snellen.
b. Jarak pemeriksaan 5m atau 6m
c. chlorampheniool zalf atau tetes mata
d. Kapas alkohol 70%
2.7.3 Gangguan Indera Penglihatan Mata
A. Pengertian
Indra penglihatan pada manusia adalah mata. Manusia dapat melihat karena
adanya kerja sama antara mata dengan otak. Mata sensitive terhadap cahaya. Cahaya
yang mengenai suatu objek benda akan dipantulkan ke mata, sehingga objek benda
tersebut dapat dilihat.
B. Gangguan indera penglihatan mata
Mata dapat melihat dengan jelas jika objek benda terletak dalam jangkauan
penglihatan yaitu antara titik jauh mata dan titik jauh mata.Gangguan penglihatan
mata dapat terjadi karena berkurangnya kemampuan lensa mata untuk mengatur
posisi jatuh bayangan di dalam mata.Beberapa gangguan yang umum diderita oleh
mata diantaranya adalah myopia. hypermetropia dan presbyopia.
Berikut macam macam gangguan penglihatan mata:
1) Gangguan Penglihatan Mata Miopia Rabun Jauh,
A. Definisi

MODUL I SISTEM PERSEPSI SENSORI Page 19


Miopia lebih umum dikenal dengan istilah rabun jauh adalah gangguan
pengihatan yang ditandai bayangan benda jatuh di depan retina. Penderita
myopia atau rabun jauh tidak dapat melihat objek yang letaknya jauh.
Mata miop (rabun jauh), merupakan cacat mata yang disebabkan oleh lensa
mata terlalu cembung atau bola mata terlalu panjang. sehingga penderita tidak
dapat melihat benda dalam jarak jauh dengan jelas (terlihat kabur) karena
bayangan jatuh di depan retina. Penderita gangguan myopia dapat dibantu
dengan menggunakan kacamata berlensa cekung (lensa -) biasanya disebut
kacamata minus.
B. Penyebab (etiologi) Miopi
Pertengahan tahun 1900 SM, para dokter ahli mata dan ahli pemeriksa mata
(ahli kacamata) percaya bahwa miopia menjadi hereditas utama. Di antara
peneliti-peneliti dan para professional peduli mata, mereka mengatakan bahwa
miopia sekarang telah menjadi sebuah kombinasi genetik dan merupakan
salah satu faktor lingkungan.
Ada 2 mekanisme dasar yang dipercaya menjadi penyebab myopia yaitu:
1.    Hilangnya bentuk mata (juga diketahui sebagai hilangnya pola mata),
terjadi ketika kualitas gambar dalam retina berkurang.
2.    Berkurangnya titik fokus mata, terjadi ketika titik fokus cahaya berada di
depan atau di belakang retina.
Myopia Terjadi karena bola mata tumbuh terlalu panjang saat bayi. Dikatakan
pula, semakin dini mata seseorang terkena sinar terang secara langsung, maka
semakin besar kemungkinan mengalami miopi. Ini karena organ mata sedang
berkembang dengan cepat pada tahun-tahun awal kehidupan.akibatnya para
penderita miopi umumnya merasa bayangan benda yang dilihatnya jatuh tidak
tepat pada retina matanya, melainkan didepannya (Curtin, 2002).
C. Manifestasi Klinik
Penglihatan kabur atau mata berkedip ketika mata mencoba melihat suatu
objek dengan jarak jauh ( anak-anak sering tidak dapat membaca tulisan di
papan tulis tetapi mereka dapat dengan mudah membaca tulisan dalam sebuah
buku.

MODUL I SISTEM PERSEPSI SENSORI Page 20


Penglihatan untuk jauh kabur, sedangkan untuk dekat jelas. Jika derajat
miopianya terlalu tinggi, sehingga letak pungtum remotum kedua mata terlalu
dekat, maka kedua mata selalu harus melihat dalam posisi kovergensi, dan hal
ini mungkin menimbulkan keluhan (astenovergen). Mungkin juga posisi
konvergensi itu menetap, sehingga terjadi strabismus konvergen (estropia).
Apabila terdapat myopia pada satu mata jauh lebih tinggi dari mata yang lain
dapat terjadi ambliopia pada mata yang myopianya lebih tinggi. Mata
ambliopia akan bergulir ke temporal yang disebut strabismus divergen
(eksotropia). (Illyas,2005)
Pasien dengan myopia akan memberikan keluhan sakit kepala, sering disertai
dengan juling dan celah kelopak yang sempit. Seseorang penderita myopia
mempunyai kebiasaan mengerinyitkan matanya untuk mencegah aberasi sferis
atau untuk mendapatkan efek pinhole (lubang kecil). Pasien myopia
mempunyai pungtum remotum (titik terjauh yang masih dilihat jelas) yang
dekat sehingga mata selalu dalam atau berkedudukan konvergensi yang akan
menimbulkan keluhan astenopia konvergensi.bila kedudukan mata ini
menetap, maka penderita akan terlihat juling kedalam atau esoptropia (Sidarta,
2005).
D. Penatalaksanaan Medis
1.    Penatalaksanaan Nonfarmakologi
a.    Kacamata, kontak lensa, dan operasi refraksi adalah beberapa pilihan
untuk mengobati gejala-gejala visual pada pada penderita myopia. Dalam
ilmu keratotology kontak lensa yang digunakan adalah adalah kontak
lensa yang keras atau kaku untuk pemerataan kornea yang berfungsi
untuk mengurangi miopia.
b.    Latihan pergerakan mata dan teknik relaksasi. Para pelaksana dan
penganjur terapi alternatif ini sering merekomendasikan latihan
pergerakan mata dan teknik relaksasi seperti cara menahan (pencegahan).
Akan tetapi, kemanjuran dari latihan ini dibantah oleh para ahli
pengetahuan dan para praktisi peduli mata. Pada tahun 2005, dilakukan
peninjauan ilmiah pada beberapa subjek. Dari peninjauan tersebut

MODUL I SISTEM PERSEPSI SENSORI Page 21


disimpulkan bahwa tidak ada bukti-bukti (fakta) ilmiah yang menyatakan
bahwa latihan pergerakan mata adalah pengobatan myopia yang efektif.
c.    Terapi dengan menggunakan laser dengan bantuan keratomilesis
(LASIK) atau operasi lasik mata, yang telah populer dan banyak
digunakan para ahli bedah untuk mengobati miopia. Dalam prosedurnya
dilakukan pergantian ukuran kornea mata dan dirubahnya tingkat miopia
dengan menggunakan sebuah laser. Selain lasik digunakan juga terapi
lain yaitu Photorefractive Keratotomy (PRK) untuk jangka pendek, tetapi
ini menggunakan konsep yang sama yaitu dengan pergantian kembali
kornea mata tetapi menggunakan prosedur yang berbeda. Selain itu ada
juga pengobatan yang dilakukan tanpa operasi yaitu orthokeratologi dan
pemotongan jaringan kornea mata. Orang-orang dengan miopia rendah
akan lebih baik bila menggunakan teknik ini. Orthokeratologi
menggunakan kontak lensa secara berangsur-angsur dan pergantian
sementara lekukan kornea. Pemotongan jaringan kornea mata
menggunakan bahan-bahan plastik yang ditanamkan ke dalam kornea
mata untuk mengganti kornea yang rusak(Lee dan Bailey, 2006)  
2.    Penatalaksanaan Farmakologi
Obat yang digunakan untuk penderita miopia adalah obat tetes mata untuk
mensterilisasi kotoran yang masuk ke dalam mata. Obat-obat tradisional pun
banyak digunakan ada penderita myopia.
E. Pemeriksaan Penunjang
1.    Foto fundus / retina.
2.    Pemeriksaan lapang pandang / campimetri / perimetri.
3.    Pemeriksaan kualitas retina ( E.R.G = electro retino gram).
4.    Pemeriksaan kelainan otak / brain berkaitan dengan kelainan mata ( E.E.G
= electro – ence falogram.
5.    EVP (evoked potential examination).
6.    USG ( ultra – sono – grafi ) bola mata dan keliling organ mata missal pada
tumor,panjang bola mata , kekentalan benda kaca (vitreous).

MODUL I SISTEM PERSEPSI SENSORI Page 22


7.    Retinometri ( maksimal kemungkinan tajam penglihatan mata yang
tersisa).
8.    CT scan dengan kontras / MRI. VI. Penatalaksanaan.
2) Gangguan Penglihatan Mata Hypermetropia Rabun Dekat,
A. Definisi
Hypermetropia lebih umum dikenal dengan istilah rabun dekat adalah
gangguan penglihatan yang ditandai bayangan objek benda jatuh di belakang
retina. Pada mata penderita rabun dekat tidak mampu melihat dengan jelas
objek benda yang letaknya dekat, atau kurang dari jarak titik dekat penderita.
Mata hipermetrop (rabun dekat), merupakan kelainan mata yang disebabkan
oleh lensa mata terlalu pipih atau bola mata terlalu pendek sehingga penderita
tidak dapat melihat benda dalam jarak dekat dengan jelas (terlihat kabur)
karena bayangan jatuh di belakang retina. Penderita hipermetrop dapat dibantu
dengan kaca mata yang menggunakan lensa cembung (positif). Penderita
gangguan hypermetropia dapat dibantu dengan menggunakan kacamata
berlensa cembung (lensa +) biasanya disebut kacamata plus.
B. Penyebab hipermetropia
Penyebab Hipermetropia Sumbu utama bola mata yang terlalu pendek.
Penyebab hipermetropia yang pertama adalah sumbu utama bola mata yang
terlalu pendek biasanya terjadi karena mikropthalmia, retinitis sentralis, atau
ablasio retina (lapiran retina lepas lari ke depan titik fokus cahaya tidak tepat
dibiaskan) ini salah satu penyebab hipermetropia. Daya pembiasan bola mata
yang terlalu lemah. Penyebab hipermetropia yang kedua adalah terjadi
gangguan-gangguan refraksi pada kornea, aqueus humor, lensa dan vitreus
humor. Gangguan yang dapat menyebabkan hipermetropia adalah perubahan
pada komposisi kornea dan lensa sehingga kekuatan refraksi menurun dan
perubahan pada komposisi aqueus humor dan vitreus humor. Misal pada
penderita Diabetes Militus terjadi hipermetropiajika kadar gula darah dibawah
normal. Ini menjadi salah satu penyebab hipermetropia. Kelengkungan kornea
dan lensa tidak kuat.penyebab hipermetropia yang ketiga adalah kelengkungan
kornea dan lensa tidak kuat. Kelengkungan kornea ataupun lensa berkurang

MODUL I SISTEM PERSEPSI SENSORI Page 23


sehingga bayangan difokuskan dibelakang retina. Ini menjadi salah satu
penyebab hipermetropia. Perubahan posisi lensa penyebab hipermetropia yang
berikutnya adalah perubahan posisi lensa. Dalam hal ini, posisi lensa menjadi
lebih posterior. Ini salah satu penyebab hipermetropia.
Terdapat 3 bentuk hipermetropia:

1. Hipermetropia kongenital, diakibatkan bola mata pendek atau kecil.

2. Hipermetropia simple, biasanya merupakan lanjutan hipermetropia anak


yang tidak berkurang pada perkembangan nya jarang melebihi >5 dioptri.

3. Hipermetropia didapat, umum didapat setelah bedah pengeluaran lensa pada


katarak (afakia) (Ilyas, 2017). Pengelompokan hipermetropia secara klinis:

a. Simple atau developmental hypemetropia, merupakan hipermetropia yang


paling sering, yang berhubungan dengan variasi proses pertumbuhan normal
dari bola mata.

b. Pathological hypemetropia, dihasilkan dari kondisi tidak normal dari mata,


bisa kongenital atau didapat (Khurana AK et al, 2007; Lang GK, 2000).
Pengelompokan hipermetropia berdasarkan penyebabnya:

1. Hipermetropia aksial, merupakan bentuk hipermetropia yang paling


sering dijumpai. Pada hipermetropia ini diameter anteroposterior bola mata
lebih pendek dari normal sedangkan total kekuatan refraksi mata normal

2. Hipermetropia refraktif, merupakan hipermetropia yang di sebabkan


oleh penurunan kekuatan refraksi mata. Jenis hipermetropia ini dibedakan
lagi atas: a. Curvatural hypemetropia, hipermetropia yang disebabkan oleh
penurunan kekuatan refraksi mata akibat kelengkungan kornea, lensa atau
keduanya yang lebih tipis dari normal. Rohayati 793 Rohayati / JMP
Online Vol. 2 No. 8 Agustus (2018) 789-805 b. Index hypemetropia,
disebabkan penurunan indeks refraksi lensa mata pada usia tua. c.
Positional hypemetropia, disebabkan pergerakan lensa mata ke posterior
(Khurana AK et al,2007).

MODUL I SISTEM PERSEPSI SENSORI Page 24


Menurut Ilyas, 2017 Pengelompokan hipermetropia berdasarkan kekuatan
lensa koreksi yang dibedakan (derajat) :

1. Hipermetropia ringan: Spheris +0.25 D s/d Spheris +3.00 D


2. Hipermetropia sedang: Spheris +3.25 D s/d Spheris +6.00 D
3. Hipermetropia berat : > +6.00 D Hipermetropia dikenal dalam bentuk:

a. Hipermetropia manifes: Hipermetropia manifes di dapatkan tanpa


siklopegik, yang dapat dikoresi dengan kacamata positif maksimal yang
memberikan tajam penglihatan normal. Hipermetropia ini terdiri atas
hipermetropia absolut di tambah dengan hipermetropia fakultatif .

b. Hipermetropia manifes absolut: Kelainan refraksi tidak di imbangi dengan


akomodasi dan memerlukan kacamata positif untuk melihat jauh.
c. Hipermetropia manifes fakultatif: Kelainan hipermetropia dapat di imbangi
dengan akomodasi ataupun dengan kacamata positif. Pasien yang hanya
mempunyai hipermetropia fakultatif akan melihat normal tanpa kacamata, bila
di berikan kacamata positif memberikan penglihatan normal maka otot
akomodasinya akan istirahat.
d. Hipermetropia laten: Dimana kelainan hipermetropia tanpa sikloplegia (atau
dengan obat yang melemahkan akomodasi) diimbangi seluruhnya dengan
akomodasi. Hipermetropia laten sehari-hari diatasi pasien dengan akomodasi
terus-menerus. Hipermetropia hanya dapat diukur bila diberikan siklopegia.
Makin muda makin besar komponen hipermetropia laten seseorang. Makin tua
seseorang akan terjadi kelemahan akomodasi sehingga hipermetropia laten
menjadi hipermetropia fakultatif dan kemudian akan menjadi hipermetropia
absolut.
e. Hipermetropia total: Hipermetropia laten dan manifes yang ukurannya di
dapatkan sesudah di berikan sikloplegia (Ilyas, 2017).
C. Gejala Hipermetropia
Gejala yang ditemukan pada hipermetropia adalah penglihatan dekat dan jauh
kabur, sakit kepala, silau dan kadang rasa juling atau lihat ganda. Pasien
hipermetropia sering disebut sebagai pasien rabun dekat. Pasien dengan

MODUL I SISTEM PERSEPSI SENSORI Page 25


hipermetropia apapun penyebabnya akan mengeluh matanya lelah dan sakit
karna terus-menerus harus
3) Gangguan Penglihatan Mata Presbyopia
A. Definisi
Mata presbiop, merupakan kelainan mata yang disebabkan lensa kehilangan
elastisitasnya, karena bertambahnya usia seseorang sehingga lensa mata
kurang dapat berakomodasi. Gangguan mata presbiop pada umumnya terdapat
pada orang-orang yang lanjut usia (tua). Pada umumnya mereka dapat melihat
jelas bila obyeknya jauh, sedangkan untuk melihat obyek yang dekat perlu
bantuan kaca mata dengan lensa cembung (positif).
B. Gangguan Penglihatan Mata Presbyopia
Mata presbiop, merupakan kelainan mata yang disebabkan lensa kehilangan
elastisitasnya, karena bertambahnya usia seseorang sehingga lensa mata
kurang dapat berakomodasi. Gangguan mata presbiop pada umumnya terdapat
pada orang-orang yang lanjut usia (tua). Pada umumnya mereka dapat melihat
jelas bila obyeknya jauh, sedangkan untuk melihat obyek yang dekat perlu
bantuan kaca mata dengan lensa cembung (positif).Presbiopi adalah kondisi
ketika mata secara bertahap kehilangan kemampuan untuk fokus melihat
objek jarak dekat. Kondisi ini terjadi secara alami sebagai bagian dari proses
penuaan.
C. Penyebab Presbiopi
Proses melihat dimulai saat mata menangkap cahaya yang memantul dari
suatu objek. Cahaya yang ditangkap kemudian akan menembus selaput bening
mata (kornea), dan diteruskan ke lensa yang terletak di belakang selaput
pelangi (iris).Selanjutnya, lensa bertugas mengarahkan cahaya ke retina, yang
akan mengubah cahaya menjadi sinyal listrik. Sinyal listrik ini kemudian akan
dikirim ke otak, yang akan memproses sinyal menjadi sebuah gambar.Jelas
tidaknya gambar yang diterima otak bergantung pada kemampuan lensa dalam
mengarahkan cahaya. Jika cahaya jatuh tepat pada retina, otak akan menerima
gambar yang jelas. Sebaliknya, jika cahaya tidak jatuh tepat pada retina,

MODUL I SISTEM PERSEPSI SENSORI Page 26


misalnya di belakang atau di depan retina, maka akan terlihat sebagai
gambaran yang buram.
D. Faktor Risiko Presbiopi
Ada beberapa faktor yang dapat memperbesar risiko seseorang menderita
presbiopi, yaitu:
 Berusia 40 tahun ke atas
 Mengonsumsi obat tertentu, seperti antihistamin, antidepresan, dan
diuretik
 Menderita diabetes, multiple sclerosis, atau penyakit jantung dan
pembuluh darah

E. Gejala Presbiopi
Presbiopi berkembang secara bertahap. Oleh sebab itu, seseorang terkadang
baru menyadari gejalanya setelah melewati usia 40 tahun. Beberapa gejala
yang umumnya dialami oleh penderita presbiopi adalah:
 Kebiasaan menyipitkan mata
 Butuh lampu yang lebih terang ketika membaca
 Kesulitan membaca huruf yang berukuran kecil
 Penglihatan kabur ketika membaca pada jarak normal
 Sakit kepala atau mata menegang setelah membaca dalam jarak dekat
 Cenderung memegang objek lebih jauh untuk bisa melihatnya lebih
jelas.
F. Komplikasi Presbiopi
Jika dibiarkan tidak tertangani, presbiopi dapat menjadi semakin parah.
Akibatnya, penderita presbiopi akan mengalami banyak kesulitan dalam
melakukan pekerjaan dan aktivitasnya sehari-hari.
Selain itu, presbiopi yang dibiarkan akan menyebabkan mata bekerja lebih
keras dari seharusnya, terutama saat sedang melakukan pekerjaan dengan
ketelitian tinggi dalam melihat. Lama-kelamaan, hal ini dapat menyebabkan
mata lelah dan sakit kepala.
G. Pencegahan Presbiopi

MODUL I SISTEM PERSEPSI SENSORI Page 27


Belum diketahui bagaimana cara mencegah presbiopia. Namun, Anda bisa
menjaga kualitas penglihatan Anda dengan:
 Menjalani pemeriksaan mata secara berkala
 Menggunakan pencahayaan yang bagus saat membaca
 Mengenakan kacamata yang sesuai dengan kondisi penglihatan
 Memakai kacamata pelindung ketika melakukan aktivitas yang
berisiko menyebabkan cedera mata
 Mengatasi penyakit yang dapat menyebabkan gangguan penglihatan,
seperti diabetes dan tekanan darah tinggi
 Mengonsumsi makanan sehat yang mengandung antioksidan, vitamin
A, dan beta karoten

4) Kelainan Mata Astigmat


A. Definisi
Kelainan Mata Astigmat terjadi karena kornea mata tidak rata sehingga cahaya
sejajar yang masuk mata tidak dapat difokuskan pada satu titik. Astigmat
teratur dan tidak teratur. Astigmat teratur dapat dikoreksi dengan lensa
silindris, sedangkan astigmat tidak tetatur tidak dapat dikoreksi.
B. Etiologi dan Patofisiologi
Penyebab dari astigmatisme adalah kelainan bentuk kornea atau lensa,
kelainan posisi lensa dan kelainan indeks refraksi lensa. Kelainan bentuk
kornea sebagian besar bersifat kongenital, yang tersering adalah kurvatura
vertikal lebih besar dari horisontal. Pada saat lahir bentuk kornea umumnya
sferis. Astigmat baru timbul 68% pada saat anak berusia 4 tahun dan 95%
pada Press usia 7 tahun. Dengan bertambahnya usia dapat hilang dengan
sendirinya atau berubah sebaliknya kurvatura horisontal lebih besar dari
vertikal.
Kelainan yang didapat misalnya pada berbagai penyakit kornea seperti ulkus
kornea, trauma pada kornea bahkan trauma bedah pada operasi katarak.
Kelainan posisi lensa misalnya subluksasi yang menyebabkan efek
decentering. Sedangkan kelainan indeks refraksi lensa dapat merupakan hal

MODUL I SISTEM PERSEPSI SENSORI Page 28


yang fisiologis di mana terdapat sedikit perbedaan indeks refraksi pada
beberapa bagian lensa, namun hal ini dapat makin berat jika kemudian
didapatkan katarak.
C. Klasifikasi
Berdasarkan bentuknya, astigmatisme terbagi atas astigmatisme reguler dan
ireguler. Pada astigmatisme reguler terdapat dua meridian utama yang saling
tegak lurus yang masing-masing memiliki daya bias terkuat dan terlemah.
Astigmatisme reguler ini dapat dikoreksi dengan lensa silinder. Jika meridian
vertikal memiliki daya bias terkuat, disebut astigmatisme with the rule, lebih
sering pada usia muda dan dikoreksi dengan lensa silinder minus dengan aksis
180° atau silinder plus dengan aksis 90. Jika meridian horizontal memiliki
daya bias terkuat disebut astigmatisme against the rule lebih sering pada usia
tua dan dikoreksi dengan lensa silinder minus dengan axis 90° atau silinder
plus dengan aksis 180°. Pada astigmatisme ireguler didapatkan titik fokus
yang tidak beraturan dengan penyebab tersering adalah kelainan kornea (dapat
berupa sikatriks atau keratokonus) dan dapat juga disebabkan kelainan pada
lensa seperti pada katarak imatur. Kelainan ini tidak dapat dikoreksi
sepenuhnya dengan lensa silinder.
Berdasarkan tipenya, astigmatisme terbagi atas astigmatisme hipermetropia
simpleks yaitu salah satu meridian utama emetropia dan meridian utama
lainnya hipermetropia; astigmatisme miopia simpeks yaitu salah satu meridian
utama emetropia dan meridian utama lainnya miopia; astigmatisme
hipermetropia kompositus yaitu kedua meridian utama hipermetropia dengan
derajat yang berbeda; astigmatisme miopia kompositus yaitu kedua meridian
utama miopia dengan derajat yang berbeda; dan astigmatisme mikstus, yaitu
satu meridian utama hipermetropia dan meridian utama yang lain miopia.
Terdapat juga istilah astigmatisme oblik yaitu meridian utama lebih dari 20°
dari meridian vertikal atau horisontal. Misalnya pada 45° dan 135º.
D. Gejala Klinis
Pada astigmatisme yang ringan, keluhan yang sering timbul adalah mata lelah
khususnya jika pasien melakukan satu pekerjaan terus menerus pada jarak

MODUL I SISTEM PERSEPSI SENSORI Page 29


yang tetap; transient blurred vision pada jarak penglihatan dekat yang hilang
dengan mengucek mata; nyeri kepala di daerah frontal. Astigmatisme against
the rule menimbulkan keluhan lebih berat dan koreksi terhadap astigmat jenis
ini leb sukar untuk diterima oleh pasien.
Pada astigmat yang berat dapat timbul keluhan mata kabur; keluhan
asthenopia atau nyeri kepala jarang didapatkan tapi dapat timbul setelah
Pemberian koreksi astigmatisme yang tinggi; memiringkan kepala (tilting of
the head), umumnya pada astigmatisme oblik; memutar kepala (turning of the
head) biasanya pada astigmatisme yang tinggi; memicingkan mata seperti
pada miopia untuk mendapatkan efek pinhole, tetapi pada astigmat dilakukan
saat melihat jauh dan dekat; dan penderita astigmatisme sering mendekatkan
bahan bacaan ke mata dengan tujuan mendapatkan bayangan yang lebih besar
meskipun kabur.
E. Pemeriksaan
Pemeriksaan dapat dilakukan secara subyektif dan obyektif. Seperti halnya
miopia dan hipermetropia, pemeriksaan subyektif dilakukan dengan kartu
Snellen. Bila tajam penglihatan kurang dari 6/6 dikoreksi dengan lensa
silinder negatif atau positif dengan aksis diputar 0-180°. Kadang-kadang perlu
dikombinasi dengan lensa sferis negatif atau positif.
Pemeriksaan secara objektif dapat dilakukan dengan retinoskopi,
autorefraktometer, tes Placido untuk mengetahui permukaan kornea yang
press ireguler, teknik fogging dan Jackson’s crosscylinder.
F. Penatalaksanaan
Koreksi astigmatisme dapat dilakukan dengan pemberian kacamata, lensa
kontak atau dengan bedah refraktif. Pemberian kacamata untuk astigmatisme
reguler diberikan koreksi sesuai kelainan yang didapatkan yaitu silinder
negatif atau positif dengan atau tanpa kombinasi lensa sferis. Sedangkan untuk
astigmat ireguler, jika ringan dapat diberikan lensa kontak keras, dan untuk
yang berat dapat dilakukan keratoplasti.
5) Kelainan Gangguan Buta Warna
A.  Definisi

MODUL I SISTEM PERSEPSI SENSORI Page 30


Buta warna, merupakan penyakit keturunan. Mata normal memiliki 3 macam
sel konus yang bekerja dengan baik disebut mata trikromat. Bila satu macam
atau lebih sel konus tidak berfungsi, maka menyebabkan buta warna. Buta
warna dikromat, bila memiliki 2 sel konus. Dengan demikian, buta warna
merah (protanopia), hijau (deuteranopia), biru (tritanopia).Mata monokromar
jika hanya memiliki satu macam sel konus yang normal. Hanya dapat
membedakan warna hitam dan putih.
B. Etiologi
Buta warna itu sendiri adalah ketidak mampuan seseorang untuk
membedakan warna tertentu. Orang tersebut biasanya tidak buta semua warna
melainkan hanya pada warna tertentu saja, meskipun demikian ada juga
seseorang yang sama sekali tidak bisa melihat warna jadi hanya tampak hitam,
putih dan abu-abu saja. Normalnya sel kerucut (cone) di retina mata
mempunyai spectrum terhadap tiga warna dasar, yaitu merah, hijau dan biru.
Pada orang yang mempunyai sel-sel kerucut yang sensitive untuk tiga jenis
warna ini, maka ia dikatakan normal.
Buta warna karena herediter dibagi menjadi tiga: monokromasi (buta
warna total), dikromasi (hanya dua sel kerucut yang berfungsi), dan anomalus
trikromasi (tiga sel kerucut berfungsi, salah satunya kurang baik). Dari semua
jenis buta warna, kasus yang paling umum adalah anomalus trikromasi,
khususnya deutranomali, yang mencapai angka 5% dari pria. Sebenarnya,
penyebab buta warna tidak hanya karena ada kelainan pada kromosom X,
namun dapat mempunyai kaitan dengan 19 kromosom dan gen-gen lain yang
berbeda. Beberapa penyakit yang diturunkan seperti distrofi sel kerucut dan
akromatopsia juga dapatmenyebabkan seseorang menjadi buta warna
(Anonim, 2008).
Gen buta warna terkait dengan dengan kromosom X (X-linked genes).
Jadi kemungkinan seorang pria yang memiliki genotif XY untuk terkena buta
warna secara turunan lebih besar di bandingkan wanita yang bergenotif XX
untuk terkena buta warna. Jika hanya terkait pada salah satu kromosom X nya
saja, wanita disebut carrier atau pembawa, yang bias menurunkan gen buta

MODUL I SISTEM PERSEPSI SENSORI Page 31


warna pada anak-anaknya. Menurut salah satu riset 5-8% pria dan 0,5%
wanita dilahirkan buta warna. Dan 99% penderita buta warna termasuk
dikromasi, protanopia, dan deuteranopia.
Dua gen yang berhubungan dengan munculnya buta warna adalah
OPN1LW (Opsin 1 Long Wave), yang menyandi pigmen merah dan
OPN1MW (Opsin 1 Middle Wave), yang menyandi pigmen hijau
(SamiS.Deeb dan Arno G. Motulsky, 2005).
Buta warna dapat juga ditemukan pada penyakit macula saraf optik,
sedang pada kelainan retina ditemukan cacat relative penglihatan warna biru
dan kuning sedang kelainan saraf optik memberikan kelainan melihat warna
merah dan hijau (Ilyas, 2008).
C. Klasifikasi Buta Warna
Buta warna sendiri dapat di klasifikasikan menjadi tiga jenis, yaitu :
a. Trikromasi
Buta warna jenis ini adalah perubahan sensitifitas warna dari satu jenis
atau lebih sel kerucut.Jenis buta warna inilah yang sering dialami oleh
manusia. Buta warna trikromasi digolongkan atas :
Protanomali yang merupakan kelemahan warna merah
Deutromali merupakan kelemahan warna hijau
Tritanomali yaitu kelmahan terhadap warna biru
b. Dikromasi
Merupakan tidak adanya satu dari tiga jenis sel kerucut, terdiri dari
Protanopia yaitu tidak adanya sel kerucut warna merah sehingga
kecerahan warna merah dan perpaduannya kurang.
Deuteranopia yaitu tidak adanya sel kerucut yang peka terhadap
warna hijau
Tritanopia untuk warna biru.
c. Monokromasi
Ditandai dengan hilangnya atau berkurangnya semua penglihatan
warna, sehingga yang terlihat hanya putih dan hitam pada jenis typical

MODUL I SISTEM PERSEPSI SENSORI Page 32


dan sedikit warna pada jenis atypical. Jenis buta warna ini prevalensi
nya sangat jarang.
D.  Pemeriksaan
Uji IshiharaMerupakan uji untuk mengetahui adanya defek
penglihatan warna, didasarkan pada menentukan angka atau pola yang ada
pada kartu dengan berbagai ragam warna (Ilyas, 2008). Menurut Guyton
(1997) Metode Ishihara yaitu metode yang dapat di pakai untuk menentukan
dengan cepat suatu kelainan buta warna di dasarkan pada pengunaan kartu
bertitik-titik. Kartu ini disusun dengan menyatukan titik-titik yang mempunyai
bermacam-macam warna.
Merupakan pemeriksaan untuk penglihatan warna dengan memakai
satu seri gambar titik bola kecil dengan warna dan besar berbeda
(gambarmpseudokromatik), sehingga dalam keseluruhan terlihat warna pucat
dan menyukarkan pasien dengan kelainan penglihatan warna melihatnya.
Penderita buta warna atau dengan kelainan penglihatan warna dapat
melihat sebagian ataupun sama sekali tidak dapat melihat gambaran yang
diperlihatkan. Pada pemeriksaan pasien diminta melihat dan mengenali tanda
gambar yang diperlihatkan dalam waktu 10 detik (Ilyas, 2008).
Penyakit tertentu dapat terjadi ganguan penglihatan warna seperti buta
warna merah dan hijau pada atrofi saraf optik, optik neuropati toksik dengan
pengecualian neuropati iskemik, glaukoma dengan atrofi optic yang
memberikan ganguan penglihatan biru kuning (Ilyas, 2008).

E. Pengobatan
Tidak ada pengobatan atau tindakan yang dapat dilakukan untuk mengobati
masalah gangguan persepsi warna. Namun penderita buta warna ringan dapat
belajar mengasosiasikan warna dengan objek tertentu.
Untuk mengurangi gejala dapat digunakan kacamata berlensa dengan filter
warna khusus yang memungkinkan pasien melakukan interpretasi kembali
warna.
6) Kelainan Gangguan Mata Rabun Senja

MODUL I SISTEM PERSEPSI SENSORI Page 33


A. Definisi
Rabun senja (nyctalopia) adalah gangguan penglihatan kala senja atau malam
hari, atau pada keadaan cahaya remang-remang. Banyak juga menyebutnya
sebagai rabun ayam, mungkin didasari fenomena dimana ayam tidak dapat
melihat jelas di senja atau malam hari. Rabun senja merupakan penyakit
dengan keluhan tidak dapat melihat dengan baik dalam keadaan gelap (waktu
senja) (Sommer, 1978).
B. Etiologi
Penyebab rabun senja adalah:
a. Konsumsi makanan yg tidak mengandung cukup vitamin A atau
provitamin A untuk jangka waktu yang lama.
b. Bayi tidak diberikan ASI Eksklusif
c. Menu tidak seimbang (kurang mengandung lemak, protein, seng/Zn atau
zat gizi lainnya) yang diperlukan untuk penyerapan vitamin A dan
penggunaan vitamin A dalam tubuh.
d. Adanya gangguan penyerapan vitamin A atau pro-vitamin A seperti
pada penyakit-penyakit antara lain penyakit pankreas, diare kronik,
Kurang Energi Protein (KEP) dan lain-lain sehingga kebutuhan vitamin
A meningkat.
e. Adanya kerusakan hati, seperti pada kwashiorkor dan hepatitis kronik,
menyebabkan gangguan pembentukan RBP (Retinol Binding Protein)
dan pre-albumin yang penting untuk penyerapan vitamin A.
C. Patofisiologi
Bentuk penyimpanan dalam hati dalam bentuk retinol sebagai asupan dari
vitamin A dan beta carotene. Ketika asupan vitamin A melebihi 300-1200
µg/hari, kelebihan akan disimpan dan cadangan di hati meningkat. Ketika
asupan vitamin A kurang dari jumlah yang dibutuhkan, cadangan retinol
dalam hati akan dikeluarkan untuk memelihara serum retinol pada tingkat
normal (di atas 200 µg)). Ketika asupan vitamin A terus menerus berkurang
untuk jangka waktu yang lama, cadangan dalam hati akan menipis, tingkat

MODUL I SISTEM PERSEPSI SENSORI Page 34


serum retinol akan turun, fungsi epitel terganggu, dan tanda-tanda
xerophthalmia terlihat.
Retinol penting untuk elaborasi rodopsin (penglihatan remang-remang) oleh
batang, yaitu reseptor sensori retina yang bertanggung jawab untuk
penglihatan dalam cahaya tingkat rendah. Defisiensi vitamin A dapat
mengganggu produksi rodopsin, mengganggu fungsi batang sehingga
menimbulkan rabun senja. Durasi ketidakcukupan asupan terjadi tergantung
dari jumlah vitamin A yang dicerna, tingkat penyimpanan hati, dan tingkat
penggunaan vitamin A yang digunakan oleh tubuh. 
Anak-anak dengan status gizi buruk, asupan vitamin A yang sangat sedikit
akan memiliki cadangan yang terbatas. Ketika asupan vitamin A tidak ada dari
diet atau terjadi gangguan penyerapan dan terjadi peningkatan kebutuhan.
metabolisme dapat secara cepat menghabiskan cadangan retinol dalam hati
dan merusak kornea, walaupun mata pada saat itu masih terlihat normal.
Ketersediaan vitamin A juga tergantung pada status gizi anak secara
keseluruhan. Jika asupan protein kurang maka sintesis RBP pun akan
menurun. Serum Retinol akan menurun walaupun cadangan di hati normal.
Akhirnya, hati tidak dapat menyimpan lagi vitamin A atau mensisntesis RBP
secara normal (Sommer 1978).
D. Manifestasi klinis
Rabun senja terjadi akibat gangguan pada sel batang retina. Tanda dan gejala
pada penderita rabun senja adalah:
a. Daya pandang menurun, terutama pada senja hari atau saat ruangan
keadaan ringan, sel batang retina sulit beradaptasi di ruang remang-
remang atau kurang setelah lama berada di cahaya terang.
b. Penglihatan menurun pada senja hari, yaitu penderita tidak dapat melihat
di lingkungan yang kurang cahaya, sehingga disebut juga buta senja.
c. Terjadi kekeringan mata,
d. Bagian putih menjadi suram
e. sering pusing. (Wijayakusuma 2008). 
E. Pemeriksaan Diagnostik

MODUL I SISTEM PERSEPSI SENSORI Page 35


 Tes adaptasi gelap
 Kadar vitamin A dalam darah (kadar < 20 mg / 200 ml menunjukkan
kekurangan intake)
F. Penatalaksanaan   
katarak  (maka katarak sebaiknya dioperasi).
 Jika karena k  Pengobatan rabun senja tergantung pada penyebabnya.
 Jika karena ekurangan vitamin A (maka harus diberikan vitamin A
dalam jumlah yang cukup, baik berupa suplemen maupun dari
makanan sehari-hari).
 Menginjeksikan vitamin A secara intramuscular sebanyak 55 mg
retinol palmitat (100.000 IU)..
 Jika secara parenteral tidak tersedia, dapat diberikan sebanyak 110
mg retinol palmitat (200.000 IU) dalam air atau minyak, melalui
mulut.
 Dosis sebaiknya berkurang setengah dari jumlah yang seharusnya
pada anak berusia kurang dari satu tahun.
 Sebaiknya pengobatan dilakukan selama 2-6 bulan
G. Komplikasi
1.    Katarak
2.    glaucoma
3.    Xerophthalmia
7) Glaukoma
A. Definisi
Glaukoma merupakan penyakit mata yang merusak saraf optik mata, yang
mengirimkan informasi visual ke otak. Glaukoma memang tidak memiliki
gejala pada mulanya. Namun, di dalam mata mengalami tekanan yang
meningkat dan titik-titik kebutaan berkembang di sisi pandangan kamu. Titik
ini bisa tidak terdeteksi sampai saraf optik memiliki kerusakan yang serius
atau pemeriksaan mata lengkap oleh dokter.

B. Etiologi

MODUL I SISTEM PERSEPSI SENSORI Page 36


Penyebab dari glaukoma adalah sebagai berikut (Sidharta Ilyas, 2004)
1. Bertambahnya produksi cairan mata oleh badan cilliary.
2. Berkurangnya pengeluaran cairan mata di daerah sudut bilik mata / dicelah
pupil.
C. Manifestasi Klinis
1. Glaukoma sudut lebar berkembang dengan pelan dan biasanya asimtomatik
sampai onset kehilangan jarak pandang. Kerusakan jarak pandang termasuk
konstriksi jarak pandang periferal general, skotomas terisolasi atau bintik buta,
penurunan sensitivitas kontras, penurunan akuitas, periferal, dan perubahan
penglihatan warna.
2. Pada glaukoma sudut sempit, pasien biasanya mengalami simptom
prodromal intermittent (seperti padangan kabur dengan halos sekitar cahaya
dan, biasanya sakit kepala). Tahap akut memiliki gejala berhubungan dengan
kornea berawan, edematous; nyeri pada okular; mual, muntah, dan nyeri
abdominal; dan diaphoresis.
Pemeriksaan penunjang (Hanarwatiaj, 2008)
1. Oftalmoskopi :Untuk melihat fondus mata bagian dalam yaitu retina, diskus
optikus macula dan pembuluh darah retina
2. Tonometri :Adalah alat untuk mengukur tekanan intra okuler, nilai yang
memperhatikan berkisar antara 21-25 mmHG dan dianggap patilogi bila
melebihi 25 mmHG
3. Perimetri :Kerusakan nervus optikus memberikan gangguan lapang
pandangan yang has pada glaucoma. secara sederhana, lapang pandang dapat
diperiksa dengan tes konfrontasi
4. Pemeriksaan Ultrasonotrapi: Adalah gelombang suara yang dapat
digunakan untuk mengukur dimensi dan struktur okuler.
D. Penatalaksanaan
1. Terapi medikamentosa: (David AL)
a) Agen osmotik
Agen ini lebih efektif untuk menurunkan tekanan intraokular. Agen
osmotik oral pada penggunaannya tidak boleh diencerkan dengan

MODUL I SISTEM PERSEPSI SENSORI Page 37


cairan atau es agar osmolaritas dan efisiensinya tidak menurun.
Beberapa contoh agen osmotik antara lain:
- Gliserin oral; dosis efektif 1-1,5 g/kgBB dalam 50% cairan. Dapat
menurunkan tekanan intraokular dalam waktu 30-90 menit setelah
pemberian dan bekerja selama 5-6 jam.
- Manitol oral; dosis yang dianjurkan adalah 1-2 g/kgBB dalam 50%
cairan. Puncak efek hipotensif okular terlihat dalam 1-3 jam dan
berakhir 3-5 jam.
- Manitol intravena; dosis 2 g/kgBB dalam 20% cairan selama 30
menit. Maksimal penurunan tekanan intraokular dijumpai setelah 1
jam pemberian.
- Ureum intravena; agen ini merupakan alternative karena kerjanya
tidak seefktif manitol. Penggunaannya harus diawasi dengan ketat
karena memiliki efek kardiovaskuler.
b) Karbonik anhidrase inhibitor
Digunakan untuk menurunkan tekanan intraokular yang tinggi, dengan
menggunakan dosis maksimal dalam bentuk intravena, oral atau
topikal. Contoh obat golongan ini yang sering digunakan adalah
Asetazolamide. Efeknya dapat menurunkan tekanan dengan
menghambat produksi humour akuos sehingga dapat menurunkan
tekanan dengan cepat. Dosis inisial 2x250 mg oral. Dosis alternatif
intravena 500 mg bolus. Penambahan dosis maksimal dapat diberikan
setelah 4-6 jam.
c) Miotik kuat Sebagai inisial terapi, pilokarpin 2% atau 4% setiap 15
menit sampai 4 kali pemberian diindikasikan untuk mencoba
menghambat serangan awal glaukoma. Penggunaannya tidak efektif
pada serangan yang sudah lebih dari 1-2 jam. Pilokarpin diberikan 1
tetes setiap 30 menit selama 1-2 jam.
d) Beta bloker
Merupakan terapi tambahan yang efektif untuk menangani glaukoma
sudut tertutup. Timolol merupakan beta bloker nonselektif dengan

MODUL I SISTEM PERSEPSI SENSORI Page 38


aktivitas dan konsentrasi tertinggi di bilik mata belakang yang dicapai
dalam waktu 30-60 menit setelah pemberian topikal. Sebagai inisial
terapi dapat diberikan 2 kali dengan interval setiap 20 menit dan dapat
diulang dalam 4, 8, dan 12 jam kemudian.
e) Apraklonidin
Merupakan agen agonis alfa-2 yang efektif untuk hipertensi okulat
Apraklonidin 0,5% dan 1% menunjukkan efektivitas yang sama dalam
menurunkan tekanan okular 34% setelah 5 jam pemakaian topical
2. Observasi respon terapi
Merupakan periode penting untuk melihat respon terapi yang harus
dilakukan minimal 2 jam setelah terapi medikamentosa secara intensif.
Meliputi:
a) Monitor ketajaman visus, edema kornea dan ukuran papil
b) Ukur tekanan intraokular setiap 15 menit.
c) Periksa sudut dengan gonioskopi, terutama bila tekanan intraokular
sudah turun dan kornea jernih.

Respon terapi:

a) Baik; ada perbaikan visus, kornea jernih, pupil kontriksi, tekanan


intraokular menurun dan sudutnya terbuka kembali. Dapat dilakukan
tindakan selanjutnya dengan laser iridektomi.
b) Sedang; visus sedikit membaik, kornea agak jernih, pupil tetap dilatasi,
tekanan intraokular tetap tinggi (sekitar 30 mmHg), sudut sedikit
terbuka. Dilakukan pengulangan indentasi gonioskopi untuk membuka
sudut, bila berhasil dilanjutkan dengan laser iridektomi atau laser
iridoplasti. Sebelumnya diberikan tetesan gliserin untuk mengurangi
edema kornea.
c) Jelek; visus tetap jelek, edema kornea, pupil dilatasi dan terfiksir,
tekanan intraokular tinggi dan sudutnya tetap tertutup. Tindakan
selanjutnya adalah laser iridoplasti.
3. Parasintesis

MODUL I SISTEM PERSEPSI SENSORI Page 39


Merupakan teknik untuk menurunkan tekanan intraokular secara cepat
dengan cara mengeluarkan cairan akuos sebanyak 0,05 ml maka akan
menurunkan tekanan setelah 15-30 menit pemberian. Teknik ini masih
belum banyak digunakan dan masih dalam penelitian. (David AL)
4. Bedah laser
a) Laser iridektomi

Diindikasikan pada keadaan glaukoma sudut tertutup dengan blok pupil,


juga dilakukan untuk mencegah terjadinya blok pupil pada mata yang
berisiko yang ditetapkan melalui evaluasi gonioskopi. Ini juga dilakukan
di pada serangan glaukoma akut dan pada mata kontra lateral dengan
potensial glaukoma akut.

b) Laser iridoplasti

Pengaturan laser iridoplasti berbeda dengan laser iridektomi. Disini


pengaturannya dibuat untuk membakar iris agar otot sfingter iris
berkontraksi, sehingga iris bergeser kemudian sudut terbuka. Agar laser
iridoplasti berhasil maka titik tembakan harus besar, powernya rendah dan
waktunya lama. Aturan yang digunakan ukurannya 500 μm (200-500 um)
dengan power 500 mW (400-500 mW), waktunya 0,5 detik (0,3-0,5 detik).

1. Bedah insisi
a. Iridektomi bedah insisi
Pupil dibuat miosis total menggunakan miotik tetes.Kemudian
dilakukan insisi 3 mm pada kornea-sklera 1 mm di belakang limbus.
Insisi dilakukan agar iris prolaps. Bibir insisi bagian posterior ditekan
sehingga iris perifer hamper selalu prolaps lewat insisi dan kemudian
dilakukan iridektomi. Luka insisi kornea ditutup dengan jahitan dan
bilik mata depan dibentuk kembali dg NaCl 0,9%.
b. Trabekulektomi
Indikasi tindakan ini dilakukan pada keadaan glaukoma akut yang
berat atau setelah kegagalan tindakan iridektomi perifer, glaukoma

MODUL I SISTEM PERSEPSI SENSORI Page 40


primer sudut tertutup, juga pada penderita dengan iris berwarna coklat
gelap (ras Asia atau Cina). Jika mungkin, tindakan ini akan
dikombinasikan dengan ekstraksi lensa.
6. Ekstraksi lensa
Apabila blok pupil jelas terlihat berhubungan dengan katarak, ekstraksi
lensa dapat dipertimbangkan sebagai prosedur utama. (American Academy
of Oftalmologi)
7. Tindakan profilaksis Tindakan ini terhadap mata normal kontra-lateral
dilakukan iridektomi laser profilaksis. Ini lebih disukai daripada perifer
iridektomi bedah. Dilakukan pada mata kontra-lateral yang tidak ada
gejala

D. Masalah yang Lazim Muncul


1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
2. Gangguan citra tubuh
3. Resiko cidera
4. Nyeri akut b.d peningkatan tekanan intra okuler (TIO) yang ditandai
dengan mual dan muntah
5. Resiko infeksi
6. Ansietas b.d faktor fisilogis, perubahan status kesehatan, adanya nyeri,
kemungkinan/kenyataan kehilangan penglihatan ditandai dengan
ketakutan, ragu-ragu, menyatakan masalah tentang perubahan kejadian
hidup
8. Defisiensi pengetahuan b.d kurang terpajan/tak mengenal sumber,
kurang mengingat, salah interpretasi, ditandai dengan pertanyaan,
pernyataan salah persepsi, tak akurat mengikuti instruksi, terjadi
komplikasi yang dapat dicegah
E. Discharge Planning
1. Banyak makan makanan yang bergizi dan vitamin A
2. Istirahat yang cukup dengan memejamkan mata
3. Ketahui penyebab dan gejala akan glaukoma dan diskusikan dengan
tenaga medis untuk pencegahannya

MODUL I SISTEM PERSEPSI SENSORI Page 41


4. Pola hidup tenang menurunkan respons emosi terhadap stres,
mencegah perubahan okuler yang mendorong iris ke depan
5. Gunakan kacamata untuk pemajanan yang lama pada sinar matahari.
Jangan pernah secara langsung melihat pada matahari untuk periode
yang lama
8) Katarak
A. Definisi
Katarak adalah kekeruhan pada lensa mata yang menyebabkan gangeuan
penglihatan. Category of Visual Impairment Level of Visual Acuity (Snellen).
B. Etiologi
Pada banyak kasus, penyebabnya tidak diketahui. Katarak biasanya terjadi
pada usia lanjut dan bisa diturunkan. Pembentukan katarak dipercepat oleh
factor lingkungan, seperti merokok atau bahan beracun lainnya. Katarak bias
disebabkan oleh: cedera mata penyakit metabolik(misalnya diabetes) obat-
obat tertentu (misalnya kortikosteroid).
Katarak kongenitalis adalah katarak yang ditemukan pada bayi ketika lair
(atau beberapa saat kemudian). Katarak kongenitalis bisa merupakan penyakit
keturunan (diwariskan secara autosomal dominan) atau bisa disebabkan oleh:
- Infeksi kongenital, seperti campak Jerman
- Berhubungan dengan penyakit metabolik, seperti galaktosemia.
Faktor resiko terjadinya katarak kongenitalis adalah:
- Penyakit metabolik yang diturunkan
- Riwayat katarak dalam keluarga
- Infeksi virus pada ibu ketika bai masih dalam kandungan.
Katarak pada dewasa biasanya berhubungan dengan proses penuaan. Katarak
pada dewasa dikelompokkan menjadi:
- Katarak immatur : lensa mash memiliki bagian yang jernih
- Katarak matur : lensa sudah seluruhnya keruh
- Katarak hipermatur: bagian permukaan lensa yang sudah merembes
melalui kapsul lensa dan bisa menyebabkan peradangan pada struktur
mata lainnya.

MODUL I SISTEM PERSEPSI SENSORI Page 42


Banyak penderita katarak yang hanya mengalami gangguan penglihatan yang
ringan dan tidak sadar bahwa mereka menderita katarak. Faktor yang
mempengaruhiterjadinyakatarakadalah:
- Kadar kalsium darah yang rendah
- Diabetes
- Pemakaian kortikosteroid jangka panjang
- Berbagai penyakit peradangan dan penyakit metabolic
- Faktor lingkungan (trauma, penyinaran, sinar ultraviolet).

C. Manifestasi klinis
1. Penglihatan akan suatu objek benda atau cahaya menjadi kabur, buram.
Bayangan benda terlihat seakan seperti bayangan semu atau seperti asap.
2. Kesulitan melihat ketika malam hari.
3. Mata terasa sensitif bila terkena cahaya.
4. Bayangan cahaya yang ditangkap seperti sebuah lingkaran.
5. Membutuhkan pasokan cahaya yang cukup terang untuk membaca atau
beraktifitas lainnya.
6. Sering mengganti kacamata atau lensa kontak karena merasa sudah tidak
nyamanmenggunakannya.
7. Warna cahaya memudar dan cenderung berubah warna saat melihat,
misalnya cahaya putih yang ditangkap menjadi cahaya kuning.
8. Jika melihat hanya dengan satu mata, bayangan benda atau cahaya terlihat
ganda.
D. Pemeriksaan penunjang
1. Kartu mata snellen / mesin telebinokuler: mungkin terganggu dengan
kerusakan kornea, lensa, akueus/vitreus humor, kesalahan refraksi,
penyari- sistem saraf, penglihatan ke retina.
2. Lapang Penglihatan : penurunan mungkin karena massa tumor, karotis,
glukoma.
3. Pengukuran Tonografi: TIO (12 -25 mmHg)

MODUL I SISTEM PERSEPSI SENSORI Page 43


4. Peneukuran Gonioskopi membedakan sudut terbuka dari sudut tertutup
glukoma.
5. Tes Provokatif : menentukan adanya/ tipe glaucoma
6. Oftalmoskopi: mengkaji struktur internal okuler, atrofi lempeng optik,
papiledema, perdarahan.
7. Darah lengkap, LED: menunjukkan anemi sistemik / infeksi
8. EKG, kolesterol serum, lipid, Tes toleransi glukosa : kotrol DM.
E. Penatalaksanaan
Meski telah banyak usaha yang dilakukan untuk memperlambat progresivitas
atau mencegah terjadinya katarak, tatalaksana mash tetap dengan
pembedahan.
(Vaughan DG & Arif, Mansjoer)
Penataksanaan Non-Bedah
1. Terapi Penyebab Katarak
Pengontrolan diabetes melitus, menghentikan konsumsi obat-obatan yang
bersitat kataraktogenik seperti kortikosteroid, fenotiasin, dan miotik kual,
menghindari iradiasi (inframerah atau sinar-X) dapat memperlambat atau
mencegah terjadinya proses kataraktogenesis.
2. Memperlambat Progresivitas
3. Penilaian terhadap perkembangan Visus pada Katarak insipien dan Imatur
a. Retraksi;, dapat berubah sangat cepat, sehingga harus sering
dikoreksi.
b. pengaturan pencahayaan; pasien dengan kekeruhan di bagian
perifer Tensa (area pupil mash jernih) dapat dinstruksikan
menggunakan pencahayaan yang terang. Berbeda dengan
kekeruhan pada bagian sentral lensa, cahaya reman yang
ditempatkan di samping dan sedikit di belakang kepala pasien akan
memberikan hasil terbaik
c. Penggunaan kacamata gelap; pada pasien dengan kekeruhan lensa
di bagian sentral, hal ini akan memberikan hasil yang baik dan
nyaman apabila beraktivitas di luar ruangan.

MODUL I SISTEM PERSEPSI SENSORI Page 44


d. Midriatil; dilatasi pupil akan memberikan efek positif pada lataral
aksial dengan kekeruhan yang sedikit. Midriatil seperti fenilefrin
5% atau tropikamid 1% dapat memberikan penglihatan yang jelas.
4. Pembedahan Katarak
indikasi penatalaksanaan bedah pada kasus katarak mencakup:
1. Indikasi visus; merupakan indikasi paling sering.
2. Indikasi medis
3. Indikasikosmetik

9) Konjungtivitis
A. Definisi
Konjungtivitis adalah mata merah akibat peradangan pada selaput yang
melapisi permukaan bola mata dan kelopak mata bagian dalam (konjungtiva
mata). Selain mata merah, conjunctivitis atau konjungtivitis dapat disertai
dengan rasa gatal pada mata dan mata berair. Konjungtiva mengandung
pembuluh darah yang akan melebar saat terjadi konjungtivitis. Pelebaran
pembuluh darah tersebutlah yang menyebabkan gejala mata merah.
Konjungtivitis ini sering menyebabkan mata merah pada bayi, sakit mata pada
anak-anak, maupun orang dewasa.
B. Gejala Konjungtivitis
Konjungtivitis atau conjunctivitis dapat terjadi pada salah satu atau kedua
mata. Gejala utama konjungtivitis adalah mata merah. Penyebab mata merah
pada penderita konjungtivitis adalah pelebaran pembuluh darah di selaput
yang melapisi permukaan bola mata dan kelopak mata bagian dalam
(konjungtiva).
Selain mata merah, konjungtivitis dapat menimbulkan gejala lain, seperti:
 Rasa gatal pada mata
 Rasa sakit atau seperti terbakar pada mata
 Mata berair
 Mata belekan atau banyak kotoran mata
 Sulit membuka mata saat bangun tidur

MODUL I SISTEM PERSEPSI SENSORI Page 45


 Kelopak mata membengkak
Walaupun demikian, konjungtivitis tidak mengakibatkan gangguan pada
penglihatan.
Kapan Harus ke Dokter
Konjungtivitis akan sembuh dengan sendirinya setelah beberapa hari, terutama
jika disebabkan oleh infeksi virus atau alergi. Namun jika gejala yang muncul
tidak kunjung reda setelah beberapa hari, sebaiknya segera konsultasikan ke
dokter untuk mendapatkan penanganan. Segera konsultasikan ke dokter jika
Anda mengalami mata merah yang disertai dengan:
 Pandangan kabur
 Merasa kelilipan atau ada yang mengganjal pada mata
 Lebih sensitif terhadap cahaya
 Demam
Gejala-gejala tersebut dapat menjadi pertanda adanya penyakit lain pada mata
yang lebih serius, seperti keratitis, dan membutuhkan penanganan dari dokter
mata. Selain itu, mata merah yang dialami oleh bayi yang baru lahir juga perlu
segera diperiksakan ke dokter anak.
Jika Anda menggunakan lensa kontak, hentikan penggunaannya saat muncul
mata merah. Jika gejala mata merah tidak kunjung reda dalam waktu 24 jam
setelah berhenti menggunakan kontak lensa, segera periksakan ke dokter mata.
Pemeriksaan mata secara rutin perlu dilakukan untuk mendeteksi lebih dini
bila ada masalah pada mata dan penglihatan Anda. Orang yang berusia di
bawah 40 tahun dianjurkan untuk memeriksakan matanya setiap 2 tahun
sekali. Sedangkan orang yang berusia 40 tahun ke atas, dianjurkan untuk
memeriksakan mata secara rutin 1-2 tahun sekali.
C. Penyebab Konjungtivitis
Secara umum, konjungtivitis atau conjunctivitis dapat disebabkan oleh infeksi
virus, infeksi bakteri, reaksi alergi, atau iritasi pada mata. Untuk mengetahui
penyebab konjungtivitis secara lebih detail, simak penjelasan di bawah ini.
 Konjungtivitis Infeksi

MODUL I SISTEM PERSEPSI SENSORI Page 46


Konjungtivitis sering kali disebabkan oleh infeksi virus. Sebagian
besar kasus konjungtivitis virus disebabkan oleh virus kelompok
Adenovirus, yaitu virus yang sama dengan virus penyebab batuk pilek.
Selain itu, konjungtivitis virus juga dapat disebabkan oleh virus
herpes, baik virus Herpes Simplex (virus penyebab herpes mulut dan
herpes kelamin) maupun virus Varicella-Zoster (virus penyebab cacar
air).
Konjungtivitis virus mudah menular dari satu orang ke orang lain
melalui kontak langsung dengan penderita atau kontak dengan benda
yang disentuh penderita.Hal ini biasanya terjadi karena tangan
penderita menyentuh mata yang mengalami peradangan, kemudian
menyentuh suatu benda. Benda tersebut menjadi terkontaminasi
dengan virus penyebab konjungtivitis.
Selain infeksi virus, konjungtivitis juga dapat disebabkan oleh infeksi
bakteri. Salah satu bakteri yang dapat menyebabkan konjungtivitis
bakteri adalah Neisseria gonorrhoeae, yaitu bakteri penyebab penyakit
gonore.
Sama seperti konjungtivitis virus, konjungtivitis bakteri juga dapat
menular melalui kontak langsung dengan penderitanya. Selain itu,
bakteri penyebab konjungtivitis juga dapat menular melalui percikan
ludah atau cairan kelamin yang mengenai mata.
 Konjungtivitis Noninfeksi
Selain konjungtivitis virus dan konjungtivitis bakteri, konjungtivitis
dapat disebabkan kondisi selain infeksi, yaitu alergi dan iritasi akibat
terpapar zat tertentu. Konjungtivitis alergi terjadi ketika penderita
terpapar zat atau benda yang memicu reaksi alergi (alergen), misalnya
bulu binatang, debu, atau serbuk sari. Perlu diingat, seseorang yang
tidak memiliki alergi terhadap suatu alergen tidak akan terkena
konjungtivitis alergi walaupun terpapar zat tersebut.

MODUL I SISTEM PERSEPSI SENSORI Page 47


Konjungtivitis juga dapat terjadi ketika mata terkena zat kimia atau
benda yang menyebabkan iritasi (iritan), salah satunya adalah zat
kaporit pada kolam renang.
Pada kasus yang jarang, konjungtivitis dapat terjadi akibat suatu
penyakit. Contoh penyakit yang bisa menimbulkan konjungtivitis
adalah sindrom Sjogren, sindrom Steven-Johnson, penyakit Kawasaki,
dan penyakit pemfigus.
D. Diagnosis Konjungtivitis
Untuk mendiagnosis konjungtivitis, dokter akan menanyakan gejala yang
diderita pasien, lalu melakukan pemeriksaan mata secara langsung. Dokter
juga dapat memeriksa bagian tubuh lainnya jika terdapat gejala lain.
Dokter dapat langsung mendeteksi konjungtivitis atau conjunctivitis dari
pemeriksaan pada mata, sehingga sering kali tidak dibutuhkan pemeriksaan
tambahan.
Jika diperlukan, dokter akan mengambil sampel cairan dari mata. Sampel
cairan tersebut akan dianalisis untuk mengetahui penyebab konjungtivitis. Jika
penderita dicurigai terkena konjungtivitis alergi, maka tes alergi juga
dibutuhkan untuk mengetahui jenis alergen pemicunya, agar penderita dapat
menghindari alergen tersebut di masa mendatang.
Dokter juga dapat melakukan pemeriksaan tambahan jika mata merah yang
dialami penderita diduga karena penyebab lain, misalnya:
1. Keratitis, yaitu peradangan pada lapisan bening mata (kornea mata).
2. Iritis, yaitu peradangan pada selaput pelangi mata (iris).
3. Glaukoma.
E. Perawatan Konjungtivitis
Pengobatan konjungtivitis (conjunctivitis) dilakukan dengan cara yang
berbeda-beda, tergantung penyebabnya. Berikut ini adalah langkah
pengobatan yang digolongkan berdasarkan penyebab terjadinya konjungtivitis:
Pengobatan Konjungtivitis akibat Infeksi
Penderita konjungtivitis akibat infeksi virus tidak perlu mendapatkan obat
khusus karena konjungtivitis virus akan sembuh dengan sendirinya setelah

MODUL I SISTEM PERSEPSI SENSORI Page 48


beberapa hari. Sedangkan konjungtivitis bakteri dapat diobati dengan
antibiotik dalam bentuk obat tetes mata atau salep mata. Antibiotik diberikan
kepada penderita selama 1-2 minggu.
Pengobatan Konjungtivitis Noninfeksi
Untuk menangani konjungtivitis alergi, penderita akan diminta untuk
menghindari zat pemicu alergi tersebut. Penderita juga dapat diberikan obat
untuk meredakan reaksi alergi, yang meliputi:
Antihistamin
Kortikosteroid
Dekongestan
Obat-obatan tersebut mampu mengurangi gejala konjungtivitis alergi yang
dirasakan penderita, seperti gatal-gatal dan pembengkakan pada mata. Obat-
obatan tersebut dapat diberikan selama 1-3 minggu, tergantung tingkat
keparahan alergi yang dialami.
Mata yang terpapar bahan kimia perlu segera dibilas menggunakan air
mengalir selama beberapa menit. Setelah itu, segera periksakan ke dokter agar
dapat diberikan penanganan lebih lanjut.
Langkah Untuk Meredakan Gejala Konjungtivitis
Selama menjalani pengobatan konjungtivitis, penderita dapat melakukan
langkah-langkah di bawah ini untuk mengurangi gejala konjungtivitis yang
dirasakan:
1. Berhenti menggunakan lensa kontak dan rutin membersihkan lensa
kontak saat akan digunakan kembali.
2. Mengompres mata menggunakan air hangat atau air dingin.
3. Menggunakan kain bersih atau tisu untuk menyentuh mata.
Guna mencegah penularan ke orang lain, hindari menyentuh mata
menggunakan tangan langsung. Jika terkena tangan, segera cuci tangan.

F. Komplikasi Konjungtivitis

MODUL I SISTEM PERSEPSI SENSORI Page 49


Komplikasi akibat konjungtivitis dapat terjadi pada anak-anak maupun orang
dewasa. Berikut ini adalah komplikasi konjungtivitis yang dapat terjadi
berdasarkan tipe konjungtivitis yang diderita.
Konjungtivitis Infektif
Konjungtivitis bisa berlangsung selama beberapa bulan jika disebabkan oleh
penyakit menular seksual, seperti chlamydia (klamidia). Berikut ini adalah
beberapa komplikasi yang dapat terjadi akibat konjungtivitis infektif:
1. Jika bakteri masuk ke aliran darah dan menyerang jaringan tubuh,
pasien bisa mengalami keracunan darah atau disebut dengan sepsis.
2. Lapisan pelindung saraf tulang belakang dan otak, atau meninges, bisa
mengalami infeksi (meningitis).
3. Infeksi telinga bagian tengah. Kondisi ini dialami oleh 25 persen anak-
anak yang menderita konjungtivitis akibat bakteri haemophilus
influenzae.
4. Permukaan kulit menjadi bengkak atau meradang dan terasa sakit
akibat infeksi yang terjadi pada jaringan dan lapisan dalam kulit
(selulitis).
Konjungtivitis Neonatal
Konjungtivitis infektif yang terjadi pada bayi yang baru lahir hingga usia 28
hari harus segera ditangani karena bisa menyebabkan kerusakan penglihatan
permanen. Kebanyakan bayi yang terkena konjungtivitis infektif bisa sembuh
total dan hanya sedikit yang mengalami komplikasi.
Punctate Epithelial Keratitis
Keratitis dapat terjadi akibat konjungtivitis yang menyebabkan kornea
membengkak atau mengalami peradangan. Kondisi ini menyebabkan mata
sensitif terhadap cahaya dan terasa sakit. Kebutaan bisa terjadi jika tukak
muncul di kornea dan menyebabkan kerusakan permanen.
10) Degenerasi Makula
A. Definisi
Age related macular degeneration (AMD) adalah merupakan salah satu
penyebab paling umum kebutaan orang dewasa di Amerika. Penyakit

MODUL I SISTEM PERSEPSI SENSORI Page 50


ini menyerang bagian makula, daerah kecil pada retina mata yang membantu
melihat secara jelas dan detail, mengalami kerusakan.
Penyakit ini tidak memiliki gejala yang langsung. Tapi, jangan abaikan
gangguan penglihatan kamu. Sebaiknya, apapun perubahan penglihatan yang
kamu alami, segera hubungi dokter. Tidak ada cara untuk mencegah AMD.
Namun, kamu bisa memperlambat perkembangannya dengan mengontrol
tekanan darah, makan makanan sehat untuk mata, menjaga tubuh dari
kegemukan, hindari merokok dan rutin memeriksakan mata.
B. Patofisiologi
Patofisiologi terjadinya AMD belum diketahui dengan pasti sampai saat ini.
Beberapa teori yang diajukan, antara lain:
1. Proses penuaan
Bagian paling luar dari sel fotoreseptor yang berbentuk keping sering di
“makan” oleh epitel pigmen retina (EPR) dengan pola diurnal, yaitu
keping terluar sel batang dimakan pada siang hari dan keping terluar sel
kerucut dimakan pada malam hari. Keping yang tidak terfagosit akan
tertimbun dalam EPR yang disebut lipohfuhsin. Lipohfusin akan
menghambat degradasi makromolekul seperti protein dan lemak,
mempengaruuhi ekspresi gen yang mengatur keseimbangan antara
vascular endothelial growth factor (VEGF) dengan produksi pigment
epithelial derived factor yang merupakan zat antiangiogenik, serta bersifat
fotoreaktif, akibatnya menimbulkan terjadinya apoptosis EPR.,
membentuk lapisan yang disebut basal laminar deposit, yang ikut
bertanggung jawab dalam penebalan membrane brunch.
2. Teori iskemi
Angiogenesis terjadi karena adanya iskemik pada jaringan yang memacu
timbulnya suatuagen angiogenik antara lain VEGF. Pada penelitian
didapatkan fakta yang menunjukkanbahwa pada AMD iskemia tidak
memegang peranan yang penting. Sel fotoreseptor hanyaterpapar oleh
sedikit oksigen, sedangkan EPR terpapar olek oksigen dalam
konsentrasiyang sangat tinggi. Pada kenyataannya, sel fotoreseptor tidak

MODUL I SISTEM PERSEPSI SENSORI Page 51


memproduksi VEGF, justru sel EPR yang memproduksi VEGF dalam
jumlah besar. Disamping itu ditemukan pulatanda-tanda adanya sel-sel
radang pada jaringan coroid neovascular (CNV) yang dieksisi,sehingga
diduga bahwa lebih besar kemungkinannya CNV tumbuh sebagai
reaksiperbaikan luka dari pada sebagai reaksi terhadap iskemi.
3. Teori kerusakan oksidatif
Kerusakan oksidatif terjadi karena terbentuknya zat yang disebutreactive
oxygensubstance (ROS) yang dihasilkan oleh oksidasi pada mitokondria.
Adanya ROSmenimbulkan gangguan metabolism intrasel antara lain
metabolism protein dan lemak.Lemak yang sangat rentan terhadap
kerusakan oksidatif adalah asam lemak tak jenuhganda. Sel EPR yang
mengalami kerusakan oksidatif akan memproduksi VEGF dalamjumlah
besar, yang memacu timbulnya CNV. Retina sangat mudah mengalai
kerusakanoksidatif karena beberapa alasan:- Bagian luar fotoreseptor
mengandungi sangat banyak asam lemak tak jenuh ganda- Bagian dalam
sel batang mengandung sangat banyak mitokondria yang
dapatmembocorkan ROS- Penyediaan oksigen yang sangat tinggi pada
koroid- Paparan terhadap sinar menimbulkan preses foto-oksidatif oleh
ROS
C. Etiologi
Degenerasi macula dapat disebabkan oleh beberapa factor dan dapat
diperberat oleh beberapafactor resiko, diantaranya :
1. Umur, faktor resiko yang paling berperan pada terjadinya degenerasi
makula adalahumur. Meskipun degenerasi makula dapat terjadi pada
orang muda, penelitianmenunjukkan bahwa umur di atas 60 tahun
beresiko lebih besar terjadi di banding denganorang muda. 2% saja
yang dapat menderita degenerasi makula pada orang muda, tapiresiko
ini meningkat 30% pada orang yang berusia di atas 70 tahun.
2. Genetik, penyebab kerusakan makula adalah CFH, gen yang telah
bermutasi atau faktor komplemen H yang dapat dibawa oleh para

MODUL I SISTEM PERSEPSI SENSORI Page 52


keturunan penderita penyakit ini. CFH terkaitdengan bagian dari
sistem kekebalan tubuh yang meregulasi peradangan.
3. Merokok, Merokok dapat meningkatkan terjadinya degenrasi makula.
4. Ras kulit putih (kaukasia) adalah sangat rentan terjadinya degenerasi
makula di bandingdengan orang Afrika atau yang berkulit hitam.
5. Riwayat keluarga, resiko seumur hidup terhadap pertumbuhan
degenerasi makula adalah50% pada orang-orang yang mempunyai
hubungan keluarga penderita dengan degenerasimakula, dan hanya 12
% pada mereka yang tidak memiliki hubungan dengan
degenerasimakula.
6. Hipertensi dan diabetes. Degenerasi Makula menyerang para penderita
penyakit diabetes,atau tekanan darah tinggi gara-gara mudah pecahnya
pembuluh-pembuluh darah kecil(trombosis) sekitar retina. Trombosis
mudah terjadi akibat penggumpalan sel-sel darahmerah dan penebalan
pembuluh darah halus
7. Paparan terhadap sinar Ultraviolet, Obesitas dan kadar kolesterol
tinggi.
D. Klasifikasi
1. Degenerasi Makula tipe non-eksudatif (tipe kering) atau non-neovaskular
Rata-rata 90% kasus degenerasi makula terkait usia adalah tipe kering.
Kebanyakan kasusIni bisa memberikan efek berupa kehilangan penglihatan
yang sedang.Pada gambaran fundus, macula tampak lebih kuning atau pucat
dikelilingi oleh bercak-bercak dan pembuluh darah tampak melebar. Bercak-
bercak ini disebut drusen iaitubangunan khas yang berbentuk bulat, berwarna
kekuningan. Secara histopatologi drusenterdiri atas kumpulan materi
eosinofilik yang terletak diantara epitel pigmen danmembran Bruch sehingga
drusen dapat menyebabkan pelepasan fokal dari epitel pigmen.Bentuk ini
muncul dalam bentuk timbulnya drusen serta kelainana EPR.
Drusenmerupakan suatu timbunan material ekstraseluler yang terletak diantara
membrane basalEPR denganmembran Bruch. Secara klinis, drusen tampak
sebagai lesi kekuningan yangterletak pada lapisan luar retina, di polus

MODUL I SISTEM PERSEPSI SENSORI Page 53


posterior. Drusen mempunyai ukuran yangsangat bervariasi. Ukuran drusen
dapat diperkirakan dengan membandingkannya dengan caliber vena besar
disekitar papil iaitu sekirat 125 mikron. Menurut ukurannya, drusendibagi
menjadi:
- Kecil (kurang dari 64 um)
- Sedang (antara 64 -125 um)
-Besar (lebih dari 125 um)
Menurut bentuknya, drusen dibagi menjadi keras dan lunak. Beberapa drusen
dapat bergabung menjadi satu yang disebut drusen confluent. Drusen keras
merupakan residual bodies yang bertanggungjawab terhadap penebalan
membrane Bruch, yang berhubungandengan adanya deposit laminar basal
yang terdiri dari hialin. Drusen lunak merupakantimbunan membranosa dan
vesicular yang berhubungan dengan deposit laminar basal.Biasanya ukurannya
lebih besar dari drusen keras dan batasnya kurang tegas. Padaangiografi
fluoresin, drusen keras akan tampak sebagai bercak-bercak
hiperfluoresensiyang cemerlang pada stadium midvena, dan memudar setelah
memudarnya corakan latar belakang fluoresin koroid, sedangkan drusen lunak
akan muncul sebagai daerahhiperfluoresensi lebih lambat dan kurang
cemerlang disbanding drusen keras.Drusen keras ditemukan pada 95,5%
individu berumur lebih dari 49 tahun, tetapisebagian besar hanya brupa drusen
kecil yang jumlahnya tidak banyak. Drusen keras bisamengalami regresi
spontan, dapat membesar atau menyatu dengan drusen disebelahnyaatau
menimbulkan atrofi sel EPR yang ada diatasnya, yang dapat menimbulkan
atrofigeografk EPR apabila daerahnya luas, sehingga corak pembuluh darah
koroiddibawahnya dapat terlihat, serta retina diatasnya tampak tipis, yang
berlanjut menjadiatrofi fotoreseptor, dan menyebabkan atrofi geografik retina,
atau berkembangmembentuk neovaskularisasi koroid CNV.
Perubahan lain yang dapat terjadi adalah hipopigmentasi dan
hiperpigmentasi.Hiperpigmentasi terjadi karena hipertrofi EPR dan sel
makrofag yang mengandungpigmen melanin mengalami migrasi kearah
fotoreseptor. Hipopigmentasi terjadi karenadepigmentasi di sekitar EPR yang

MODUL I SISTEM PERSEPSI SENSORI Page 54


mengalami hiperpigmentasi. Secara klinis, strofi retinageografis tampak
sebagai daerah hipopigmentasi atau depigmentasi atau hilangnya EPR yang
berbentuk bulat atau oval dan berbatas tegas. Atrofi geografik merupakan
penyebabkehilangan ketajaman sentral sebesar 12% sampai 21% dari seluruh
kehilanganpenglihatan sentral yang diakibatkan AMD. Kemampuan membaca
akan menurun bukanhanya karena adanya skotoma parasentral saja, melainkan
juga karena penurunansensitivitas adaptasi gelap pada fovea, kemunduran
ketajamana penglihatan pada keadaanredup, serta menurunkan sensitivitas
kontras.
2. Degenerasi Makula tipe eksudatif ( tipe basah) atau neovaskular
Degenerasi makula tipe ini adalah jarang terjadi namun lebih berbahaya
dibandingkan dengan tipe kering. Kira kira didapatkan adanya 10% dari
semua degenerasimakula terkait usia dan 90% dapat menyebabkan kebutaan.
Tipe ini ditandai denganadanya neovaskularisasi subretina dengan tanda-tanda
degenerasi makula terkait usia yang mendadak atau baru mengalami gangguan
penglihatan sentral termasuk penglihatankabur, distorsi atau suatu skotoma
baru.Pada keadaan ini terjadi pembentukan pembuluh darah baru subretinal
dan terjadikerusakan macula yang disertai eksudat. Cairan serosa dari koroid
bocor melalui defek pada membrane bruch sehingga menyebabkan pelepasan
epitel pigmen. Pemeriksaanfundus menunjukkan adanya pendarahan dan
eksudat subretina, lesi berwarna hijaukeabu-abuan pada macula dan tampak
adanya neovaskularisasi.Bentuk AMD neovaskular adalah neovaskularisasi
koroid (CNV) dan semuamanifestasi yang menyertainya antara lain;
- Ablasi EPR
- Robekan EPR
- Pendarahan subretina
- Pendarahan vitreus
- Sikatrik disiforms
Adanya kerusakan pada membrane Bruch memungkinkan pembuluh
darahneovaskularisasi yang berasal dari kapiler koroid menembus membrane
Bruch. Pembuluhdarah neovaskular ini diserai oleh jaringan fibrosa,

MODUL I SISTEM PERSEPSI SENSORI Page 55


membentuk satu kompleksfibrovaskular yang dapat mengganggu dan merusak
membrane Bruch, kapiler koroid,serta EPR.Gejala yang dialami oleh pasien
dengan CNV saja, berupa gangguan penglihatansentral seperti penurunan
visus, mikropsia, makropsia ataupun skotoma sentral.Walaupun demikian
apabila kelainan terjadi diluar fovea, maka dapat tanpa gejalapenglihatan
sentral sama sekali. Pada fundus tampak adanya bayangan hijau keabu-abuan
dengan ablasi EPR diatasnya. Walaupun demikian CNV kadang hanya
memberikan tandaberupa ablasi EPR yang datar saja.
E. Gejala Klinis
1. Gejala-gejala klinik yang biasa didapatkan pada penderita degenerasi
makula antara lain :
2. Distorsi penglihatan, obyek-obyek terlihat salah ukuran atau bentuk
3. 2.Garis-garis lurus mengalami distorsi (membengkok) terutama dibagian
pusatpenglihatan.
4. Kehilangan kemampuan membedakan warna dengan jelas
5. Ada daerah kosong atau gelap di pusat penglihatan
6. Kesulitan membaca, kata-kata terlihat kabur atau berbayang
7. 6.Secara tiba-tiba ataupun secara perlahan akan terjadi kehilangan fungsi
penglihatantanpa rasa nyeri.
F. Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinik dan hasil pemeriksaan
oftalmoskopi yangmencakup ruang lingkup pemeriksaan sebagai berikut :
1.Test Amsler Grid, dimana pasien diminta suatu halaman uji yang mirip
dengan kertasmilimeter grafis untuk memeriksa luar titik yang terganggu
fungsi penglihatannya.Kemudian retina diteropong melalui lampu senter kecil
dengan lensa khusus.
2.Test penglihatan warna, untuk melihat apakah penderita masih dapat
membedakanwarna, dan tes-tes lain untuk menemukan keadaan yang dapat
menyebabkankerusakan pada makula.
3.Kadang-kadang dilakukan angiografi dengan zat warna fluoresein. Dokter
spesialismata menyuntikan zat warna kontras ini ke lengan penderita yang

MODUL I SISTEM PERSEPSI SENSORI Page 56


kemudian akanmengalir ke mata dan dilakukan pemotretan retina dan makula.
Zat warna inimemungkinkan melihat kelainan pembuluh darah dengan lebih
jelas.
G. Diagnosis Banding
Degenerasi macula khususnya tipe eksudat dapat di diagnosis banding dengan:
1. Makroneurisme
2. Vaskulopati koroid polipoid
3. Khorioretinopati serous sentral
4. Kasus inflamasi
5. Tumor kecil seperti melanoma koroid
H. Penatalaksanaan
Tidak ada terapi khusus untuk AMD noneksudatif Penglihatan dimaksimalkan
denganalat bantu penglihatan termasuk alat pembesar dan teleskop. Pasien
diyakinkan bahwa meskipenglihatan sentral menghilang, penyakit ini tidak
menyebabkan hilangnya penglihatan perifer.Ini penting karena banyak pasien
takut mereka akan menjadi buta total.Pada sebagian kecil pasien dengan AMD
eksudatif yang pada angiogram fluorosenmemperlihatkan membrane
neovaskular subretina yang terletak eksentrik (tidak sepusat)terhadap fovea,
mungkin dapat dilakukan obliterasi membrane tersebut dengan terapi laser
argon. Membrane vascular subfovea dapat diobliterasi dengan terapi
fotodinamik (PDT) karenalaser argon konvensional akan merusak fotoreseptor
di atasnya. PDT dilakukan dengan menyuntikkan secara intravena bahan
kimia serupa porfirin yang diaktivasi oleh sinar laser\nontermal saat sinar laser
berjalan melalui pembuluh darah di membrane subfovea. Molekulyang
teraktivasi menghancurkan pembuluh darah namun tidak merusak
fotoreseptor. Sayangnyakondisi ini dapat terjadi kembali bahkan setelah terapi
laser.Apabila tidak ada neovaskularisasi retina, tidak ada terapi medis atau
bedah untuk pelepasan epitel pigmen retina serosa yang terbukti bermanfaat.
Pemakaian interferon alfaparenteral, misalnya, belum terbukti efektif untuk
penyakit ini. Namun apabila terdapatmembrane neovaskular subretina
ekstrafovea yang berbatas tegas (? 200 um dari bagian tengahzona avaskular

MODUL I SISTEM PERSEPSI SENSORI Page 57


fovea), diindikasikan fotokoagulasi laser. Dengan angiografi dapat
ditentukandengan tepat lokasi dan batas-batas membrane neovaskular yang
kemudian diablasi secara totaloleh luka-luka bakar yang ditimbulkan oleh
laser. Fotokoagulasi juga menghancurkan retina diatasnya tetapi bermanfaat
apabila membrane subretina dapat dihentikan tanpa mengenai
fovea.Fotokoagulasi laser krypton terhadap neovaskularisasi subretina
avaskular fovea (? 200um dari bagian tengah zona avaskular fovea) dianjurkan
untuk pasien nonhipertensif. Setelahfotokoagulasi membrane neovaskular
subretina berhasil dilakukan, neovaskularisasi rekuren didekat atau jauh dari
jaringan parut laser dapat dapat terjadi pada separuh kasus dalam 2
tahun.Rekurensi sering disertai penurunan penglihatan berat sehingga
pemantauan yang cermat denganAmsler grid, oftalmoskopi dan angiografi
perlu dilakukan. Pasien dengan gangguan penglihatansentral di kedua matanya
mungkin memperoleh manfaat dari pemakaian berbagai alat bantu penglihatan
kurang.Tindakan bedah yang mungkin dikerjakan adalah pengambilan CNV
subretina, sertatranslokasi makula. Beberapa penelitian mengenai ekstraksi
membrane CNV subretinamendapatkan bahawa hasil akhir visus tidak lebih
dari 6/60. Tetapi cara ini dapat disarankan pada penderita yang tidak berhasil
dengan PDT. Terdapat tindakan bedah lain yang mungkindikerjakan iaitu
translokasi makula. Translokasi makula adalah suatu istilah yang merujuk
kepada tindakan mengablasi makula dengan sengaja dari epitel pigmen
dibawahnya, untuk selanjutnya memindahkannya ke tempat lain. Walaupun
teknik ini menjanjikan untuk kondisitertentu khususnya CNV, teknik optimal
dan prognosis jangka panjangnya belum diketahuiSelain itu terapi juga dapat
dilakukan di rumah berupa pembatasan kegiatan dan followup pasien dengan
mengevaluasi daya penglihatan yang rendah. Selain itu dengan
mengkomsumsimultivitamin dan antioksidan ( berupa vitamin E , vitamin C,
beta caroten, asam cupric danzinc), karena diduga dapat memperbaiki dan
mencegah terjadinya degenerasi makula. Sayuranhijau terbukti bisa mencegah
terjadinya degenerasi makula tipe kering. Selain itu kebiasaanmerokok
dikurangi dan dan pembatasn hipertensi.Konsumsi obat-obat

MODUL I SISTEM PERSEPSI SENSORI Page 58


antioangiogenesis seperti VEGF-A, yang merupakan substansiangiogenik
utama dalam terbentuknya neovaskularisasi pada AMD. Obat yang pertama
kalidigunakan adalah Na-pegabtanib (Macugen), obat ini memberikan
perbaikan ketajamanpenglihatan pada 6% pasien. Setelah itu digunakan obat
lain yaitu ranibizumab, yang lebihmemberikan kenaikan ketajaman
penglihatan, karena mengikat kesemua bentuk aktif VEGF.
Bevacizumab,yang merupakan antibody monoclonal seperti ranibizumab,
ternyata memberikanhasil yang lebih menjanjikan karena mempunyai 2
binding sites terhadap VEGF.
11) Refraksi
A. Pengertian Kelainan Refraksi
Refraksi merupakan kondisi saat bayangan yang terbentuk di retina mata tidak
tajam maupun tegas. Hal ini mengakibatkan penglihatan menjadi kabur.
Kelainan refraksi dapat dibagi menjadi empat, seperti Miopia (rabun jauh),
Hipermetropia (rabun dekat), Presbiopia (mata tua), dan Astigmatisme (mata
silinder). Kelainan refraksi dapat diakibatkan oleh cacat/gangguan pada
kelengkungan organ mata, yakni kornea dan lensa. Jika kamu memiliki
orangtua dan saudara yang menderita kelainan refraksi, maka kemungkinan
besar kamu akan mengalaminya.
B. Gejala Kelainan Refraksi
Biasanya gejala kelainan refraksi diawali dengan keluhan sakit kepala,
terutama di daerah tengkuk atau dahi. Selain itu, penderita juga mengeluhkan
kondisi mata yang berair, cepat mengantuk, mata terasa pedas, pegal pada
bola mata, dan penglihatan kabur.
Penglihatan kabur tergantung pada jenis kelainan yang dialami. Pada
penderita miopia, penglihatan mengabur saat melihat jauh. Sementara pada
penderita hipermetropia, penglihatan mengabur saat melihat dekat.
Apabila kelainan refraksi tidak kunjung diobati, maka dapat menyebabkan
kehilangan ketajaman penglihatan yang semakin berat serta menurunkan
produktivitas.
C. Pengobatan Kelainan Refraksi

MODUL I SISTEM PERSEPSI SENSORI Page 59


Saat kelainan refraksi sudah begitu mengganggu, disarankan untuk segera
mengunjungi dokter spesialis mata. Meski demikian, perlu diketahui bahwa
penggunaan kacamata tidak dapat menyembuhkan kelainan refraksi. Begitu
juga dengan meningkatkan asupan makanan yang mengandung vitamin A, B,
dan C.
Pada dasarnya, kebutuhan mengoreksi kelainan refraksi tergantung dari gejala
pasien. Pasien dengan kelainan refraksi ringan mungkin saja tidak
membutuhkan koreksi. Namun, ada pula yang membutuhkan kacamata atau
lensa kontak.
Selain itu, Anda juga dapat melakukan operasi lasik atau laser-asssited in situ
keratomileusis. Tingkat keberhasilannya bisa mencapai 90%. Namun, sama
seperti prosedur pembedahan lainnya, operasi lasik juga dapat menimbulkan
efek samping. Misalnya kelebihan koreksi, koreksi kurang, silau, infeksi pada
kornea, bahkan kehilangan penglihatan (meski ini jarang terjadi).
Terapi bedah lain yang dapat dilakukan antara lain penanaman lensa buatan di
depan lensa mata, pengangkatan lensa, radikal keratotomi, dan automated
lamelar keratoplasty. Sebelum melakukan terapi, berkonsultasilah terlebih
dahulu dengan dokter spesialis mata.
D. Penyebab Kelainan Refraksi
Kelainan refraksi dapat diakibatkan oleh cacat/gangguan pada kelengkungan
organ mata, yakni kornea dan lensa. Hal ini menyebabkan adanya perubahan
pada indeks bias mata dan kelainan panjang sumbu bola mata.
Tak hanya itu, kecenderungan genetik juga memiliki peran besar. Jika Anda
memiliki orangtua dan saudara yang menderita kelainan refraksi, maka
kemungkinan besar Anda akan mengalaminya.
12) Keratitis
A. Definisi
Keratitis adalah peradangan pada kornea mata yang bisa disebabkan oleh
infeksi bakteri, virus, parasit, atau jamur. Karena penyebab keratitis berbeda,
maka pengobatan yang diberikan tentu juga akan berbeda, disesuaikan dengan
penyebabnya. Sebagai contoh, keratitis akibat infeksi jamur akan diobati

MODUL I SISTEM PERSEPSI SENSORI Page 60


dengan obat antijamur, sementara keratitis akibat herpes simplex atau herpes
zoster akan diobati dengan obat antivirus.

B. Etiologi
Etiologi keratitis berupa faktor yang dapat merusak epitel kornea. Etiologi ini
dibagi menjadi etiologi infeksi dan noninfeksi.
1. Etiologi Keratitis Infeksi
Bakteri, jamur, virus, maupun protozoa dapat menyebabkan keratitis
infeksi. Infeksi Staphylococcus sp. dan Streptococcus sp. merupakan
penyebab keratitis yang paling sering ditemukan. Berikut ini
merupakan etiologi keratitis yang disebabkan oleh proses infeksi:
 Bakteri: Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus,
Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, Moraxella
catarrhalis, spesies Neisseriae, Corynebacterium diphtheriae,
spesies Listeriae, Mycobacteria, Spirochete
 Jamur: spesies Aspergillus, spesies Fusarium, Candida albicans
 Virus: Herpes simplex, Herpes zoster, sitomegalovirus, Epstein-
barr virus
 Protozoa: spesies Acanthamoeba, spesies Onchocerca, spesies
Leishmania [3,11]
2. Etiologi Keratitis Noninfeksi
Penyebab keratitis noninfeksi dapat disebabkan oleh berbagai etiologi.
Berikut ini merupakan penyebab noninfeksi keratitis.
 Trauma epitelium kornea
 Gangguan autoimun, seperti rheumatoid arthritis dan lupus
eritematosus sistemik
 Malposisi dan gangguan struktur kelopak mata, seperti entropion
dengan trikiasis dan lagoftalmos
 Dakriosistitis kronik
 Kortikosteroid topikal
 Radiasi ultraviolet

MODUL I SISTEM PERSEPSI SENSORI Page 61


 Iatrogenik, seperti komplikasi tindakan operasi laser in situ
keratomileusis (LASIK)
C. Manifestasi klinis
Gejala keratitis biasanya muncul di salah satu mata, tetapi bisa juga terjadi
pada kedua mata. Gejala tersebut meliputi:
1. Mata merah, nyeri, dan bengkak
2. Mata gatal atau terasa seperti terbakar
3. Mata menjadi sensitif terhadap cahaya
4. Mata terus menerus mengeluarkan air mata atau kotoran
5. Terasa seperti ada sesuatu di dalam mata
6. Penglihatan kabur atau tidak fokus
7. Sulit membuka mata
D. Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis keratitis umumnya dicurigai pada pasien yang datang dengan
mata merah disertai penurunan penglihatan, fotofobia dan nyeri. Pemeriksaan
fisik mencakup pemeriksaan visus dan evaluasi mata secara sistematis dengan
temuan khas, misalnya berupa infiltrat seperti cincin pada kornea, atau
hipopion.
Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan adalah
pemeriksaan fluorescein menggunakan lampu Wood atau oftalmoskop dengan
filter kobalt. Karena keratitis infeksi merupakan penyebab tersering, diagnosis
keratitis noninfeksi hanya dipikirkan ketika etiologi infeksi sudah
disingkirkan. Hal ini dilakukan berdasarkan hasil
pemeriksaan scraping kornea.
E. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan keratitis oleh dokter umum berupa pemberian terapi suportif
dan merujuk ke spesialis mata karena keratitis yang tidak ditangani dengan
baik dapat menyebabkan gangguan penglihatan permanen, bahkan kebutaan.
Prinsip pengobatan keratitis adalah mengeliminasi agen penyebab, mengobati
penyebab utama, mengurangi gejala, minimalisir terjadinya jaringan parut
pada kornea, dan menjaga fungsi mata dari perburukan. Hal ini dapat

MODUL I SISTEM PERSEPSI SENSORI Page 62


dilakukan dengan memberikan antibiotik/antifungal/antivirus, imunosupresan,
serta terapi suportif. Pengobatan pada keratitis yang belum diketahui
penyebabnya umumnya diterapi sebagai keratitis infeksi terlebih dahulu.
Apabila etiologi penyebab sudah diketahui maka terapi harus spesifik sesuai
penyakit penyebab.
13) Pterigium
A. Definisi
Pterigium adalah gangguan mata akibat adanya selaput lendir yang menutupi
bagian putih mata. Penyakit mata ini terjadi akibat sering terpapar radiasi sinar
matahari.Gejalanya bisa meliputi mata merah, pandangan kabur, serta mata
yang terasa gatal atau panas. Adanya selaput lendir tersebut juga membuat
mata seperti kelilipan benda asing. Pterigium bisa disembuhkan dengan
pemberian resep tetes mata kortikosteroid untuk mencegah terjadinya
komplikasi lebih lanjut atau dengan operasi.
B. Gejala Pterygium
Gejala pterigium ditandai dengan tumbuhnya selaput pada bagian putih
(sklera) permukaan bola mata. Selaput ini biasanya tidak menimbulkan
keluhan lain, tetapi tetap dapat disertai dengan gejala lain yang mengganggu,
antara lain:
1. Mata merah.
2. Terasa gatal atau perih di area selaput.
3. Terasa ada yang mengganjal di mata jika selaput pterigium sudah
terlalu tebal atau lebar.
4. Pterigium juga dapat menyebabkan penglihatan terganggu saat
pertumbuhan sudah mencapai bagian kornea mata, seperti membuat
pandangan menjadi samar atau ganda.
C. Penyebab Pterygium
Penyebab pterigium belum diketahui secara pasti. Namun, kondisi ini lebih
banyak terjadi pada mereka yang sering melakukan aktivitas di luar ruangan.
Paparan sinar matahari berlebih menjadi faktor yang paling berpotensi
menyebabkan pterigium.

MODUL I SISTEM PERSEPSI SENSORI Page 63


Selain itu, mata yang kering juga diduga bisa menjadi faktor pemicu. Pasir,
debu, asap, serta angin diduga dapat meningkatkan risiko pterigium. Pterigium
juga dapat bermula dari munculnya pinguecula pada mata. Pinguecula yang
tumbuh hingga mencapai kornea mata dapat berubah menjadi pterigium.
D. Diagnosis Pterygium
Pterigium bisa dideteksi oleh dokter melalui gejala utamanya, yaitu
tumbuhnya selaput tipis pada permukaan bola mata. Dokter mata juga akan
melakukan pemeriksaan yang lebih saksama dengan prosedur slit lamp
menggunakan alat khusus seperti kaca pembesar bercahaya untuk memeriksa
kondisi mata.
Jika dibutuhkan, dokter akan melakukan pemeriksaan yang lebih detail.
Pemeriksaan ini berfungsi untuk mengukur kemampuan penglihatan serta
memeriksa perubahan lengkungan pada kornea pasien. Pengambilan foto mata
juga mungkin dilakukan untuk melihat pertumbuhan pterigium.
E. Pengobatan Pterygium
Kondisi pterigium biasanya tidak membutuhkan penanganan bila tidak
menimbulkan keluhan selain munculnya selaput.Untuk mata merah dan iritasi
akibat pterigium, pengobatan cukup dilakukan dengan memberikan obat tetes
atau salep mata yang mengandung kortikosteroid atau pelumas untuk
meredakan peradangan.
Prosedur operasi pterigium dapat dilakukan jika pterigium sudah tidak dapat
ditangani dengan obat tetes atau salep mata, atau menyebabkan kemampuan
penglihatan menurun. Operasi juga dapat dilakukan untuk alasan estetika atau
kecantikan.
F. Komplikasi Pterygium
Meski jarang terjadi, pterigium dapat tumbuh hingga mencapai kornea dan
menyebabkan komplikasi berupa luka pada kornea. Kondisi ini dapat
mengakibatkan hilangnya penglihatan jika tidak ditangani.
Selain kondisi pterigium itu sendiri, operasi untuk menangani pterigium juga
mungkin menyebabkan beberapa komplikasi, seperti:
1. Astigmatisme

MODUL I SISTEM PERSEPSI SENSORI Page 64


2. Pterigium kambuh setelah operasi
3. Mata kering
4. Iritasi
Diskusikan lebih lanjut dengan dokter mengenai manfaat dan risiko operasi
pterigium.

G. Pencegahan Pterygium
Pencegahan pterigium dapat dilakukan dengan mengenakan kacamata hitam
atau topi saat beraktivitas di luar ruangan. Hal ini bertujuan untuk
menghindari paparan sinar matahari, asap, atau debu yang dapat memicu
pterigium.
Untuk mencegah mata terasa kering, kelembapan mata dapat dijaga dengan
menggunakan obat tetes air mata buatan. Selain berguna untuk mencegah
pterigium, penggunaan pelumas pada mata juga dapat mencegah kambuhnya
pterigium.
14) Blefaritis
A. Definisi
Blefaritis adalah peradangan yang terjadi pada kelopak mata dan
menyebabkan kelopak mata menjadi bengkak serta memerah. Penyakit ini
tidak menular dan hanya bersifat sementara. Meski demikian, penyakit ini
biasanya dapat kambuh atau muncul kembali setelah sembuh.
Blefaritis dibagi menjadi tiga jenis, yaitu:
 Blefaritis anterior, ditandai dengan peradangan pada kulit di bagian
depan kelopak mata atau sekitar pangkal bulu mata.
 Blefaritis posterior, ditandai dengan penyumbatan pada kelenjar mata
yang terletak di bagian dalam kelopak mata – tepatnya area yang
bersentuhan dengan bola mata.
 Blefaritis campuran, merupakan gabungan antara blefaritis anterior dan
posterior.
B. Penyebab
Penyebab blefaritis tergantung pada masing-masing jenisnya:

MODUL I SISTEM PERSEPSI SENSORI Page 65


a) Blefaritis anterior, ditandai dengan peradangan pada kulit di bagian depan
kelopak mata atau sekitar pangkal bulu mata. Umumnya disebabkan
infeksi bakteri (Staphylococcus) atau dermatitis seboroik.
b) Blefaritis posterior, ditandai dengan penyumbatan pada kelenjar mata yang
terletak di bagian dalam kelopak mata –tepatnya area yang bersentuhan
dengan bola mata. Umumnya disebabkan karena adanya masalah pada
kelenjar minyak mata (kelenjar Meibomian). Dapat juga dipengaruhi
adanya acne rosacea dan dermatitis seboroik.
c) Blefaritis campuran, merupakan gabungan antara blefaritis anterior dan
posterior.
C. Diagnosis
Penentuan diagnosis blefaritis dapat dilakukan melalui serangkaian
wawancara medis. Selain itu, dokter juga dapat melakukan pemeriksaan mata
penderitanya, khususnya area yang terdapat blefaritis.

D. Gejala
Blefaritis ditandai dengan pembengkakan pada kelopak mata yang dapat
dengan mudah dilihat. Selain itu, beberapa tanda blefaritis lainnya adalah:
1) Mata terasa panas atau terbakar
2) Keluar air mata berlebih atau kering
3) Gatal pada kelopak mata
4) Sensitif terhadap cahaya (fotofobia)
5) Kelopak mata memerah
6) Mata memerah
7) Gangguan penglihatan
8) Adanya kerak atau kotoran mata, terutama saat bangun tidur
9) Pertumbuhan bulu mata yang abnormal atau kerontokan bulu mata
(pada kasus yang parah)
E. Pengobatan blefaritis

MODUL I SISTEM PERSEPSI SENSORI Page 66


Kunci keberhasilan dari pengobatan blefaritis adalah mempertahankan
kelopak mata agar selalu bersih dan terbebas dari kotoran mata yang
mengering. Berikut ini langkah pengobatan blefaritis yang bisa dilakukan:
1) Kompres hangat untuk membantu melepas kotoran yang mengering.
2) Pijat kelopak mata dengan perlahan menggunakancotton-bud.
3) Cuci bulu mata memakai sampo bayi dan cuci daerah alis atau kulit
kepala menggunakan shampo anti ketombe
4) Pada kasus blefaritis yang disebabkan oleh infeksi bakteri, dokter
Anda akan memberikan antibiotik atau obat tetes yang mengandung
steroid.
5) Jika blefaritis disebabkan oleh masalah kulit, sebaiknya pengobatan
kulit juga dilakukan bersamaan.
F. Pencegahan blefaritis
Pencegahan blefaritis dilakukan dengan menjaga dan merawat kesehatan
mata, yakni dengan:
1) Mencuci tangan dengan rutin terutama sebelum menyentuh mata
2) Membersihkan mata setiap hari memakai air bersih
3) Membatasi penggunaan make-up mata dan membersihkan make-up
mata dengan menyeluruh
4) Hindari penggunaan kontak lensa mata terlalu sering

15.Retinoblastoma

A. Definisi
Retinoblastoma adalah tumor endo-okular pada anak yang mengenai saraf embrionik
retina. Kasus in jarang terjadi, sehingga sulit untuk dideteksi secara awal. Rata rata usia
klien saat diagnosis adalah 24 bulan pada kasus unilateral, 13 bulan pada kasus kasus
bilateral. Beberapa kasus bilateral tampak sebagai kasus unilateral, dan tumor pada
bagian mata yang lain terdeteks1 pada sat pemer1ksaan evaluas1. in1 menunjukkan
pentingnya untuk memeriksa klien dengan dengan anestesi pada anak anak dengan
retinoblastoma unilateral, khususnya pada usia dibawah 1 tahun. (Pudjo Hagung Sutaryo,
2006 ).

MODUL I SISTEM PERSEPSI SENSORI Page 67


B. Etiologi
Retinoblastoma terjadi secara familiar atau sporadik. Namun dapat juga diklasifikasikan
menjadi dua subkelompok yag berbeda, yaitu bilateral atau unilateral dan diturunkan atau
tidak diturunkan. Kasus yang tidak diturunkan selalu unilateral, sedangkan 90 % kasus
yang diturunkan adalah bilateral, dan unilateral sebanyak 10%. Gen retinoblastoma (RBI)
disolasi dari kromosom 13q14, yang berperan sebagai pengatur pertumbuhan sel pada sel
normal. Penyebabnya adalah tidak terdapatnya gen penekan tumor, yang sitatnya
cenderung diturunkan. Kanker bisa menyerang salah satu mata yang bersitat somatic
maupun Kedua mata vang merupakan kelainan vang diturunkan secara autosom
dominant. Kanker bias menvebar ke kantung mata dan ke otak (melalu sarat penglihatan/
nervus optikus).
C. Manifestasi klinis
Gejala retinoblastoma dapat menyerupai penyakit lain dimata. Bila letak tumor dimakula,
dapat terlihat gejala awal strabismus. Massa tumor yang semakin membesar akan
memperlihatkan gejala leukokoria, tanda-tanda peradangan di vitreus (Vitreous seeding)
yang menyerupai endoftalmitis. Bila sel-sel tumor terlepas dan masuk ke segmen anterior
mata akan menyebabkan glaucoma atau tanda-tanda peradangan berupa hipopion atau
hifema. Pertumbuhan tumor in dapat menyebabkan metastasis dengan invasi tumor
melalui nervus optikus ke otak, melalui sclera ke jaringan orbita dan sinus paranasal, dan
metastasis jauh ke sumsum tulang melalui pembuluh darah. Pada fundus terlihat bercak
kuning mengkilat, dapat menonjol kebadan kaca. Di permukaan terdapat neovaskularisasi
dan perdarahan. Warna iris tidak normal. Penyebaran secara limfogen, ke kelenjar lime
preaurikular dan submandibular dan, hematogen, ke sumsum tulang dan visera, terutama
hati Kanker retina ini pemicunya adalag faktor genetik tau pengaruh lingkungan dan
infeksi virus. Gejala yang ditimbulkan retinoblastoma adalah timbulnya bercak putih di
bagian tengah mata atau retina, membuat mata seolah-olah bersinar bila terkena cahaya.
Kemudian kelopak mata menurun dan pupil melebar, penglihatan terganggu atau mata
kelihatan juling. Tapi apabila stadium berlanjut mata tampak menonjol. Jadi apabila
terihat tanda-tanda berupa mata merah, berair, bengkak, walaupun sudah diberikan Obat
mata dan pada kondisi gelap terlihat seolah bersinar seperti kucing jadi anak tersebut
bisa terindikasi penyakit retinoblastoma.

MODUL I SISTEM PERSEPSI SENSORI Page 68


D. Patofisiologi
Jika letak tumor di macula, dapat terlihat gejala awal strabismus. Massa tumor yang
semakin membesar akan memperlihatkan gejala leukokoria, tanda-tanda peradangan
vitreus yang menyerupal endottalmitis. Aka sel-sel tumor terlepas dan masuk ke segmen
anterior mata, akan menyebabkan glaucoma atau tanda peradangan berupa hipopion atau
hitema. Pertumbuhan tumor ini dapat menyebabkan metastasis dengan invasi tumor
melalui; nervus optikus ke otak, sclera ke jaringan orbita dan sinus paranasal, dan
metastasis jauh kesumsum tulang melalui pembuluh darah. Pada fundus terhhat bercak
kuning mengkilat, dapat menonjol ke badan kaca. Dipermukaan terdapat neovaskularisasi
dan perdarahan. Warna iris tidak normal. Penvebaran secara limtogen. Ke kelenar limte
preaurikuler dan submandibular serta secara hematogen ke sumsum tulang dan visera,
terutati
E. Klarifikasi stadium
Menurut Reese-Ellsworth, retino balastoma digolongkan menjadi
1. Golongan I
a. Tumor soliter/multiple kurang dari 4 diameter pupil.
b. Tumor multiple tidak lebih dari 4dd, dan terdapat pada atau dibelakang ekuator
2. Golongan II
a. Tumor solid dengan diameter 4-10 dd pada tau belakang ekuator
b. Tumor multiple dengan diameter 4-10 dd pada atau belakang ekuator
3. Golongan Ill
a. Beberapa lesi di depan ekuator
b. Tumor ada didepan ekuator atau tumor soliter berukuran >10 diameter papil
4. Golongan IV
a. Tumor multiple sebagian besar > 10 dd
b. Beberapa lesi menyebar ke anterior ke ora serrata
5. Golongan
a. Tumor masif mengenai lebih dari setengah retina
b. Penyebaran ke vitreous

Tumor meniadidlebin besar. bola mata memebesar menvebabakan eksoftalmus


kemudian dapat pecah kedepan sampa1 keluar dar1 rongga orbita diserta1 nekrose

MODUL I SISTEM PERSEPSI SENSORI Page 69


diatasnya. Menurut Grabowski dan Abrahamson, membagi pendera]atan berdasarkan
tempat utama dimana retinoblastoma menyebar sebagai berikut:

1. Derajat I intraokular
a. tumor retina.
b. penyebaran ke lamina fibrosa.
c. penyebaran ke ueva.
2. Derajat Il orbita
a. Tumor orbita : sel sel episklera yang tersebar, tumor terbukti dengan biopsi.
b. Nervous optikus
F. Penatalaksanaan
Dua aspek pengobatan retinoblastoma harus diperhatikan, pertama adalah pengobatan
local untuk jenis intraocular, dan kedua adalah pengobatan sistemik untuk jenis
ekstrokular regional, dan metastatic. Hanya 17% pasien dengan retinoblastoma bilateral
kedua matanya masih terlindungi. Gambaran seperti ini lebih banyak pada keluarga yang
memiliki riwayat keluarga, karena diagnosis biasanya lebih awal. Sementara 13% pasien
dengan retinoblastoma bilateral kedua matanya terambil atau keluar karena, penyakit
intraocular vang sudah lanjut, balk pada waktu masuk atau setelah gagal pengobatan
local.
Jenis terapi
1. Pembedahan
Enukleasi adalah terapi yang paling sederhana dan aman untuk retinoblastoma.
Pemasangan bola mata palsu dilakukan beberapa minggu setelha prosedur ini, untuk
meminimalkan efek kosmetik. Bagaimanapun, apabila enukleasi dilakukan pada dua
tahun pertama kehidupan, asimetri wajah akan terjadi arena hambatan pertumbuhan
orbita. Bagaimanapun, jika mata kontralateral juga terlibat cukup parah, pendekatan
konservatif mungkin bisa diambil. Enukleasi dianjurkan apabila terjadi glaukoma,
invasi ke rongga naterior, atau terjadi rubeosis iridis, dan apabila terapi local tidak
dapat dievaluasi karena katarak atau gagal untuk mengikuti pasien secara lengkap
atau teratur. Enuklasi dapat ditunda atau ditangguhkan pada sat diagnosis tumor
sudah menvebar Ke ekstraokular. Massa orbita harus dihindari Pembedahan

MODUL I SISTEM PERSEPSI SENSORI Page 70


intraocular seperti vitrektomi, adalah kontraindikasi pada pasien retinoblastoma,
karena akan menaikkan relaps orbita.
2. External radiotherapy (EBRT)
Retinoblastroma merupakan tumor yang radiosensitif dan radioterapi merupakan
terapi efektif lokal untuk khasus in. EBRT mengunakan eksalator linjar dengan dosis
40-45 Gy dengan pemecahan konvensional yang meliputi seluruh retina. Pada bayi
mudah harus dibawah anestesi dan imobilisasi se lama Drosedur ini, dan harus ada
keryasama yang erat antara dokter ahli mata dan dokter radioterapi untuk memubuat
perencanan. Keberhasilan EBRT tidak hanya ukuran tumor, tetapi tergantung teknik
dan lokasi. Gambaran regresi setelah radiasi akan terlihat dengan fotokoagulasi. Efek
samping jangka panjang dari radioterapi harus diperhatikan. Seperti enuklease, dapat
terjadi komplikasi hambatan pertumbuhan tulang orbita, yang akhirnya akan
meyebabkan ganguan kosmetik. Hal yang lebih penting adalah terjadi malignasi
skunder.
3. Radioterapi plaque
Radioaktif episkeral plaque menggunakan 60 Co, 106 Ro, 125 I sekarang makin
sering digunakan untuk mengobati retinoblastoma. Cara it biasanya digunakan untuk
tumoryang ukurannya kecil sa,pai sedang yang tidak setuju dengan kryo atau
fotokoagulasi, pada kasus yang residif setelah EBRT, tetapi akhir-akhir in juga
digunakan pada terapi awal, khusunya setelah kemoterapi. Belum ada bukti bahwa
cara in menimbulkan malignansi sekunder.
4. Kryo atau fotokoagulasi
Cara ini digunakan untuk mengobati tumor kecil (kurang dari 5 mm) dan dapat
diambil. Cara ini sudah secara luas digunakan dan dapat diulang beberapa kali sampai
kontrol lokal terapi. Kryoterapi biasanya ditujukan unntuk tumorbagian depan dan
dilakukan dengan petanda kecil yang diletakkan di konjungtiva. Sementara
fotokoagulasi secara umum digunakan untuk tumor bagian belakang baik
menggunakan laser argon atau xenon. Fotokoagulasi tidak boleh diberikan pada
tumor dekat makula atau diskus optikus, karena bisa meninggalkan jaringan parut
vang nantinya akan menyebabkan ambliopi. Kedua cara ini tidak akan atau sedikit
menyebabkan komplikasi jangka panjang.

MODUL I SISTEM PERSEPSI SENSORI Page 71


5. Modalitas yang lebih baru
Pada beberapa tahun terakhir,banyak kelompok yang menggunakan kemoterapi
sebagai terapi awal untuk Kasus interaokular, dengan tujuan untuk mengurabg1
ukuran tumor dan membuat tumor bisa diterapi secara lokal. Kemoterapi sudah
dibuktikan tidak berguna untuk kasus intraocular, tetapi dengan menggunakan obat
yang lebih baru dan lebih bisa penetrasi ke mata, obat ini muncul lagi. Pendekatan ini
digunakan pada kasus-kasus yang tidak dilakukan EBICT atau enukleasi, khususnya
kasus yang telah lanjut. Carboplatin baaik sendiri atau dikombinasi dengan vincristine
dan VP16 atau VM26 setelah digunakan. Sekarang kemoreduksi dilakukan sebagai
terspi awal kasus retinoblastoma bilateral dan mengancam fungsi mata.
6. Kemoterapi
Protocol adjuvant kemoterapi mash kontrovensial. Belum ada penelitian yang luas,
prospektif dan random. Sebagian bear penelitian didasarkan pada sejumlah kecil
pasien dengan perbedaan resiko relaps. Selain itu juga karena kurang diterimanya
secra luas system stadium yang dibandingkan dengan berbagai macam variasi.
Sebagian besar didasarkan pada gambaran factor risiko secara histopatologi.
Penentuan stadium secara histopatologi setelah enukleas1 Sangat penting untuk
menentukar risiko relaps. Banvak penellti memberkan Kemoterapi adjuvant untuk
pasien-pasien retinoblastoma intraokular dan memiliki faktor risiko potensial seperti
nervus optikus yang pendek (< 5 mm), tumor undifferentiated, atau invasi ke nervus
optikus prelaminar. Kemoterapi ingtratekal dan radiasi intracranial untuk mencegah
penyebaran ke otak tidak dianjurkan.
Apabila penyakitnya sudah menyebar ke ekstraokuler, kemoterapi awal dianjurkan.
Obat yang digunakan adalah carboplatin, Cis:platin, etoposid. teniposid.
sikotosfamid. ifosfamid vinkristin, adriamisin, dan akhir-akhir in adalah dikombinasi
dengan idarubisin. Meskipun nran terkr menmkan bawa invasi kelar orbita dan
limtonod preauricular dihubungkan dengan keluaran yang buruk, sebagian bear
pasien ini akan mencapai harapan hidup yang panjang dengan pendekatan kombinasi
kemoterapi, pembedahan, dan radiasi. Meskipun remisi bisa dicapai oleh pasien
dengan metastasis, biasanya mempunyai kehidupan pendek. Hal in biasanya dikaitkan

MODUL I SISTEM PERSEPSI SENSORI Page 72


dengan ekspresi yang belebihan p 170 glikoprotein pada retino blastoma, yang
dihubungkan dengan multidrug resistance terhadap kemo terapi.

2.7. .A Asuhan keperawatan

ASUHAN KEPERAWATAN RETINOBLASTOMA

1. Identitas
Identitas pasien
Nama: An.X
Umur: 2 tahun 1 bulan

2. Keluhan utama
Pasien dibawah kerumah sakit karena mata kananya merah dan An.x sering menggosok-
gosok matanya, adea bercak putih dan mata agak menonjol sejak terjatuh tengkurap dari
tempat tidur 1 minggu yang lalu. Keluarga pasien mengatakan sebelum di bawah
kerumah sakit An.X dibawah ke tukang pijit bayi karna sering rewel akibat jatuh.
Keluarga menjelaskan pada perawat sebelum An.X jatuh sudah sebulan sulit untuk diberi
makan, badanya terlihat lebih kurus, dan mata kanan An.X terlihat seperti mata kucing
pada malam hari.

3. Anamnesa
Pemeriksaan fisik
a. Pemeriksaan mata external
Posisi mata.
Alis mata (evebrows).

MODUL I SISTEM PERSEPSI SENSORI Page 73


Palpebra (eyelid) & Bulu mata (eyelashes). Berkedip (reflex blinking)
Bola mata.
Aparatus lakrimalis.
Conjunctiva dan sklera.
Cornea.
Reflex cornea. Anterior chamber. Iris dan pupil.
b. Pemeriksaan Motilitas Bola Mata
- Fungsi : u/ mendapatkan mata tentang otot luar bola mata, orbita, saraf kranial III,
IV dan VI, brainstem dan korteks serebral.
- Normal: ke 2 bola mata bergerak mengikuti "Six Cardinal Direction of Gaze"
(Pandangan 6 arah).
c. Pemeriksaan Penglihatan
Visual Acuity (Ketajaman Penglihalan) Perneriksaan V.A, merupakan meloda yang
rutin & standar untuk menentakan keadaan media okuler (cornea, lensa dan vitreous)
dan lungs pathway penglihalan dari relina Sampai ke olak.
d. Aktivitas/istrirahat: Gejalanya yaitu rewel akibat jatuh.
e. Makan/cairan: sulit makan.
f. Neurosensori: stradismus, kehilangan bertahap penglihatan perifer, tampak mata
seperti glukoma, tampak bercak putih susu pada pupil (katarak), kongjungtiva injeksi,
palpebral agar hipermis, kornea tampak tidak jernih, mata kanan sedikit
protosis/eksoftalamus, abrasi kornea, anisocoria dan hypopion, pupil terlihat
leukokoria.

4. Pemeriksaan penunjang
- Pemeriksaan kamera okuli anterior: dokter menemukan adanya darah setinngi tiga
millimeter.
- Pemeriksaan funduskopi: diect ophtalmoscope dokter menemukan adanya massa
berwarna putih kekuningan di intra okuler kanan. Pada mata kiri tidak ditemukan
pupil edema.

MODUL I SISTEM PERSEPSI SENSORI Page 74


ANALISA DATA

No Data Etiologi Masalah


.
1. Ds: Gangguan persepsi Pupil terlihat seperti
 Keluarga pasien mengatakan sensorik pengelihatan leukokori dan
An.X mengosok-gosok matanya tampak kornea tidak
 Keluarga pasien mengatakan jernih
sebelum jatuh An.X sulit makan

Do:
 Pasien tampak memiliki mata
starbimus
 Pasien tampak seperti mata
glukoma
 Pasien tampak pupil leukokoria
 Mata kanan pasien tampak
merah
 Mata kanan An.X terlihat seperti
mata kucing pada malam hari
 Pada kornea tampak tidak jernih

DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Gangguan persepsi sensorik pengelihatan b.d Pupil terlihat seperti leukokori dan kornea
tidak jernih

MODUL I SISTEM PERSEPSI SENSORI Page 75


INTERVENSI KEPERAWATAN

NO. DIAGNOSA TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC)


KEPERAWATAN
1. 1.Gangguan persepsi Gangguan persepsi sensorik 1. Lakukan
sensorik pengelihatan b.d pengelihatan b.d Pupil terlihat tindakan untuk
Pupil terlihat seperti seperti leukokori dan kornea membantu
leukokori dan kornea tidak jernih, dengan kriteria : pasien
tidak jernih 1. Mempertahankan menangani
Ds: lapang ketajam keterbatasan
• Keluarga pasien pengelihatan tanpa pengelihatan
mengatakan An.X kehilangan lebih lanjut 2. Letakan barang
mengosok-gosok matanya 2. Tentukan ketajaman yang
• Keluarga pasien pengelihatan catat dibutuhkan atau
mengatakan sebelum apakah satu atau kedua posisi bel
jatuh An.X sulit makan mata terlibat pemanggil
dalam
Do: jangkauan
• Pasien tampak 3. Orientasikan
memiliki mata starbimus pasien terhadap
• Pasien tampak lingkungan
seperti mata glukoma tenaga medis
• Pasien tampak dan orang lain.
pupil leukokoria
• Mata kanan
pasien tampak merah
• Mata kanan An.X
terlihat seperti mata
kucing pada malam hari
• Pada kornea
tampak tidak jernih

MODUL I SISTEM PERSEPSI SENSORI Page 76


BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Salah satu alat indera pada manusia adalah mata atau indera penglihatan , yang disebut
juga dengan fotoreseptor karena mampu menerima rangsangan fisik yang berupa cahaya.
Ada 3 lapisan jaringan atu selaput yang membungkus bola mata dari luar kedalam yaitu
sklera , koroid , dan retina.
Pada mata juga terdapat alat-alat tambahan yaitu otot-oto mata , pelupuk-pelupuk mata
dan kelenjar air mata , kotak mata ( rongga tempat mata ) & bulu mata.
Ada beberapa pemeriksaan pada mata yang harus dilakukan untuk mengecek fungsi
penglihatan diantaranya, pemeriksaan fisik mata, pemeriksaan gerakan otot mata, tes
ketajaman penglihatan, pemeriksaan lapang pandang, tes buta warna, tonometry,.
Pada mata juga sering ditemukan kelainan-kelainan atau penyakit yang dapat
menyebabkan kerusakan pada mata seperti miopi, hipermetropi, presbiopi, katarak,
astigmatisma dan lain-lain. Seperti pada kasus anak,x yang menederita gangguan indera
penglihatan retinoblastoma dengan masalah keperawatan gangguan persepsi sensorik
penglihatan b.d pupil terlihat seperti leukokori dan kornea tidak jernih, yang dapat diatasi
dengan asuhan keperawatan.

MODUL I SISTEM PERSEPSI SENSORI Page 77


DAFTAR PUSTAKA

Fatehiyah. Arumingtyas, Laras, Estri. Widyarti, Sri. Rahayu, Sri, 2011, "Biologi Molekular,
Prinsip Dasar Analisis", PT Penerbit Erlangga Jakarta.

Firda. 2022. Hasil Pemeriksaan Mata. https://www.alodokter.com/jenis-jenis-pemeriksaan-mata-


yang-perlu-anda-ketahui, diakses pada 03 Maret 2022 pukul 12.53 WIB

Haryanto. 2011 . Fungsi dan Cara Menggunakan Penlight LED Alat Senter Medis. Diakses pada
di https://www.galerimedika.com/blog/Fungsi-dan-Cara-Menggunakan-Penlight-LED-
Alat-Senter-Medis tanggal 01 Maret pada pukul 10.25

Himayani, Rani. 2019. Penatalaksanaan Kasus Ruptur Palpebra dan Margo Inferior Pada Usia
Remaja. http://repository.lppm.unila.ac.id/17097/1/2150-2870-1-PB.pdf, diakses pada 01
Maret 2022 pukul 10.32 WIB

Mighty Bright. 2012. Penjelasan Loupe. Jakarta: PT Elex Media Komputindo Kelompok
Gramedia.

Muflihatur Rasyidah. 2011 . Pengukuran Tekanan Intraokular. Diakses pada di


https://journal.umy.ac.id/index.php/mm/article/view/989 tanggal 01 Maret pada pukul
10.28

Pearce, Evelyn C. 1993.Anatomi dan fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: PT GramediaPustaka


Utama.

Sjamsuhidajat. 2017. Hiperemis.


http://perpustakaan.poltekkes-malang.ac.id/assets/file/kti/1501460017/6._BAB_II_.pdf.,
diakses pada 01 Maret 2022 pukul 10.36 WIB

Starr, Cecie. Taggart, Ralph. Evers, Christine. Starr, Lisa, 2012, "Biologi Kesatuan dan
Keragaman Makhluk Hidup", Edisi 12, Buku 1, Penerbit Salemba Teknika, Jakarta.

Syaifuddin,Drs.H.2006.Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan Edisi 3. Jakarta:EGC.

MODUL I SISTEM PERSEPSI SENSORI Page 78


Wulandhari, Shinta. 2016. Hipopion. https://id.scribd.com/doc/315701608/HIPOPION, diakses
pada 01 Maret 2022 pukul 10.25 WIB

Angela A, Tri W, Aditya T. Degenerasi macula terkait usia, Retina. Ilmu kesehatan mata, Bagian
ilmu penyakit mata FKUGM. Hal 109-114. 2007

Liesegang TJ., Skuta GL., Cantor LB,. Retina and Vitreous. Basic and ClinicalCurse.Section 12 .
San Fransisco, California : American Academy of Ophthalmology.2003-2004.

MODUL I SISTEM PERSEPSI SENSORI Page 79

Anda mungkin juga menyukai