Disusun Oleh:
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan laporan Sistem Persepsi
Sensori Modul I ini yang berjudul “Indera Penglihatan“ dengan baik meskipun banyak
kekurangan didalamnya.
Di dalam pengerjaan makalah ini melibatkan banyak pihak yang sangat membantu
dalam banyak hal. Oleh sebab itu, kami penulis sampaikan rasa terima kasih sedalam-
dalamnya kepada :
1. Ns. Nurhafizah Nasution, M.Kep selaku dosen tutor Fakultas Kedokteran Universitas
Batam Program Studi Ilmu Keperawatan yang telah memberikan arahan akademik
kepada kami.
2. Ns. Cica Maria, S.Kep., M.Biomed selaku dosen pakar Fakultas Kedokteran
Universitas Batam Program Studi Ilmu Keperawatan yang telah memberikan arahan
akademik kepada kami.
3. Semua pihak yang telah banyak membantu dalam penyusunan makalah ini yang tidak
bisa penulis sebutkan semuanya.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan kita mengenai kasus pembelajaran Modul I pada Sistem Persepsi Sensori yang
membahas tentang “Indera Penglihatan“ juga menyadari sepenuhnya bahwa didalam laporan
ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya
kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat dimasa yang akan
datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun. Atas
perhatiannya penulis mengucapkan terima kasih.
KATA PENGANTAR...........................................................................................................i
DAFTAR ISI.........................................................................................................................ii
BAB PENDAHULUAN........................................................................................................1
1. 1............................................................................................................ Latar Belakang
....................................................................................................................................1
1. 2.......................................................................................................................... Tujuan
....................................................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN......................................................................................................2
2.1 Skenario......................................................................................................................2
2.2 Step 1: Identifikasi Masalah.......................................................................................3
2.3 Step 2: Menetapkan Masalah.....................................................................................4
2.4 Step 3: Analisis Masalah............................................................................................4
2.5 Step 4: Skema.............................................................................................................6
2.6 Step 5: Menetapkan Tujuan Pembelajaran/LO..........................................................7
2.7 Step 6: Mengumpulkan Sumber Informasi................................................................7
DAFTAR PUSAKA............................................................................................................33
1.2 Tujuan
a. Untuk mengetahui tujuan pembelajaran materi mata kuliah keperawatan
1. Step 1 : Idenfikasi Istilah
2. Step 2 : Menetapkan Masalah
2. Step 3 : Analisa Masalah/ Brainstorming
3. Step 4 : Skema
4. Step 5 : Menetapkan Tujuan Pemebelajaran/ LO
5. Step 6 :Mengumpulkan Sumber Informasi
6. Step 7 : Kesimpulan Akhir
2.1 Skenario I
KASUS ANAK X
An. X seorang balita berusia 25 bulan, dibawa keluarga ke Rumah Sakit “AMM”.
Keluarga mengatakan mata kanannya merah, An.X sering menggosok-gosok matanya,
ada bercak kecil putih dan mata agak menonjol sejak terjatuh tengkurap dari tempat tidur
satu minggu yang lalu. Sebelum ke RS keluarga hanya membawa anak ke tukang pijit
bayi karena anak sering rewel akobat jatuh tersebut. Keluarga juga menjelaskan kepada
perawat, bahwa sebelum terjatuh An. X sudah sebulan sulit untuk diberi makan, badannya
terlihat lebih kurus dari biasanya, dan mata kanan An. X terlihat seperti mata kucing di
malam hari.
Setelah Anamnesa, perawat Z (calon Ners) melakukan pemeriksaan fisik mata
menggunakan Penlight terhadap An. X, dan dari hasil pencatatan perawat Z bahwa An. X
mengalami strabismus, tampak seperti mata glaucoma, terjadi konjungtivitis, didapatkan
konjungtiva injeksi, palpebral agar hiperemis, kornea tampak tidak jernih. Selanjutnya
dokter datang membantu dengan menggunakan Loupe, dan terlihat mata kanan sedikit
proptosis/eksoftalmus, abrasi kornea, anisocoria dan hypopion, pada kamera okuli
anterior mata kanan dokter juga menemukan adanya darah setinggi tiga millimeter, pupil
terlihat leukokoria. Pada pemeriksaan funduskopi dengan direct ophthalmoscope dokter
menemukan adanya massa bewarna putih kekuningan di intra okuler kanan. Pada mata
kiri tidak ditemukan papil edema.
Dokter menyampaikan pada keluarga bahwa An. X harus dirawat segera karena
penyakit matanya tergolong serius. Penyakit mata An. X selain mengancam penglihatan
juga dapat mengancam jiwanya. Sebelum diagnosa medis dari dokter. Sementara perawat
Z menduga kalau An. X mengalami katarak komplikata atau mengalami penyakit
gangguan mata khusus retinoblastoma. Bagaimana anda menjelaskan tentang penyakit
yang sebenernya terjadi pada An. X dari gejala dan tanda yang telah ditemukan tersebut
dan bagaimana pelaksanaan asuhan keperawatan terhadap penyakit yang dialami oleh An.
X?
2. An.X mengalami strabismus akibat adanya gangguan koordinasi pada otot penggerak
bola mata. Gangguan tersebut dapat membuat satu mata melihat ke arah depan,
sedangkan satu mata lainnya melihat ke atas, bawah, atau samping.
4. Dokter menemukan adanya massa berwarna putih kekuningan di intra okuler kanan.
Pada mata kiri tidak ditemukan papil edema.
6. Penyebab katarak yang paling umum ditemui adalah akibat proses penuaan atau
trauma yang menyebabkan perubahan pada jaringan mata. Lensa mata sebagian besar
terdiri dari air dan protein. Dengan bertambahnya usia, lensa menjadi semakin tebal
dan tidak fleksibel.
Indra Penglihatan
Pemeriksaan Pada
Katarak Retinoblastoma
Anak X
Asuhan
Teori Teori
Keperawatan
B. Organ-organ Mata
Organ-organ pada indra penglihatan,meliputi :
a) Konjungtiva b). Sklera c). Otot-otot d). Kornea e). Koroid f). Badan siliaris g).
Iris(pupil) h). Lensa i). Retina j).Fovea(bintik kuning) k). Bintik nouta l).
Vitreous humor(humor bening) m). Aqueous humor(humor berair) n). Alis
mata(supersilium) o). Bulu mata p). Kelopak mata(palpebra)
C. Mekanisme Pemfokus
Sebagian besar kekuatan berfokus mata adalah karena refraksi cahaya oleh
kornea. Refraksi cahaya oleh lensa mata sangat penting;kurvatura lensa dapat
berubah sehingga cahaya selalu terfokus pada retina.Lensa adalah transparan dan
berwarna kuning pucat. Lensa ini dipertahankan datar oleh tegangan normal
daribola mata, dan di pertahankan oleh ligamentum suspensori. Bentuk lensa
diubah-ubah oleh otot siliaris, yang berada di dalam korpus siliaris. Bila lensa
dikontraksi,otot siliaris menarik korpus siliaris ke depan, mengendurkan tegangan
pada lensadan memungkinkannya menonjol. Cahaya dari objek dekat
D. Akomodasi Mata
Akomodasi mata berarti memfokuskan bayangan, sedangkan
kemampuanpemfokusan objek pada jarak yang berbeda disebut daya
akomodasi.Akomodasibertujuan agar bayangan yang terjadi jatuh tepat pada
bintik kuning. Apabila melihatobjek yang letaknya jauh, lensa mata menjadi lebih
pipih, tetapi jika melihat objekyan gdekat, lensa mata menjadi lebih cembung.
Pengaturan kecembungan lensa inidiatur oleh otot-otot, lensa yang melingkat (otot
siliaris). Saat melihat objek yangjauh otot lensa berelaksasi, sedangkan saat
melihat objek yang dekat otot lensa berkontraksi.
Tahan persiapan
Tahap pelaksanaan:
a. Virus sentralis jauh dipriksa dengan kartu Snellen.
b. Jarak pemeriksaan 5m atau 6m
c. chlorampheniool zalf atau tetes mata
d. Kapas alkohol 70%
C. Manifestasi Klinik
Penglihatan kabur atau mata berkedip ketika mata mencoba melihat suatu
objek dengan jarak jauh ( anak-anak sering tidak dapat membaca tulisan di
papan tulis tetapi mereka dapat dengan mudah membaca tulisan dalam
sebuah buku.
Penglihatan untuk jauh kabur, sedangkan untuk dekat jelas. Jika derajat
miopianya terlalu tinggi, sehingga letak pungtum remotum kedua mata
terlalu dekat, maka kedua mata selalu harus melihat dalam posisi
kovergensi, dan hal ini mungkin menimbulkan keluhan (astenovergen).
Mungkin juga posisi konvergensi itu menetap, sehingga terjadi strabismus
konvergen (estropia). Apabila terdapat myopia pada satu mata jauh lebih
tinggi dari mata yang lain dapat terjadi ambliopia pada mata yang
myopianya lebih tinggi. Mata ambliopia akan bergulir ke temporal yang
disebut strabismus divergen (eksotropia). (Illyas,2005)
Pasien dengan myopia akan memberikan keluhan sakit kepala, sering
disertai dengan juling dan celah kelopak yang sempit. Seseorang penderita
myopia mempunyai kebiasaan mengerinyitkan matanya untuk mencegah
aberasi sferis atau untuk mendapatkan efek pinhole (lubang kecil). Pasien
myopia mempunyai pungtum remotum (titik terjauh yang masih dilihat
jelas) yang dekat sehingga mata selalu dalam atau berkedudukan
konvergensi yang akan menimbulkan keluhan astenopia konvergensi.bila
kedudukan mata ini menetap, maka penderita akan terlihat juling kedalam
atau esoptropia (Sidarta, 2005).
2. Penatalaksanaan Farmakologi
E. Pemeriksaan Penunjang
1. Foto fundus / retina.
2. Pemeriksaan lapang pandang / campimetri / perimetri.
3. Pemeriksaan kualitas retina ( E.R.G = electro retino gram).
4. Pemeriksaan kelainan otak / brain berkaitan dengan kelainan mata
( E.E.G = electro – ence falogram.
5. EVP (evoked potential examination).
6. USG ( ultra – sono – grafi ) bola mata dan keliling organ mata missal
pada tumor,panjang bola mata , kekentalan benda kaca (vitreous).
7. Retinometri ( maksimal kemungkinan tajam penglihatan mata yang
tersisa).
8. CT scan dengan kontras / MRI. VI. Penatalaksanaan.
B. Penyebab hipermetropia
C. Gejala Hipermetropia
Gejala yang ditemukan pada hipermetropia adalah penglihatan dekat dan
jauh kabur, sakit kepala, silau dan kadang rasa juling atau lihat ganda.
Pasien hipermetropia sering disebut sebagai pasien rabun dekat. Pasien
dengan hipermetropia apapun penyebabnya akan mengeluh matanya lelah
dan sakit karna terus-menerus harus
C. Penyebab Presbiopi
Proses melihat dimulai saat mata menangkap cahaya yang memantul dari
suatu objek. Cahaya yang ditangkap kemudian akan menembus selaput
bening mata (kornea), dan diteruskan ke lensa yang terletak di belakang
selaput pelangi (iris).Selanjutnya, lensa bertugas mengarahkan cahaya ke
retina, yang akan mengubah cahaya menjadi sinyal listrik. Sinyal listrik ini
kemudian akan dikirim ke otak, yang akan memproses sinyal menjadi
sebuah gambar.Jelas tidaknya gambar yang diterima otak bergantung pada
kemampuan lensa dalam mengarahkan cahaya. Jika cahaya jatuh tepat
pada retina, otak akan menerima gambar yang jelas. Sebaliknya, jika
cahaya tidak jatuh tepat pada retina, misalnya di belakang atau di depan
retina, maka akan terlihat sebagai gambaran yang buram.
E. Gejala Presbiopi
Presbiopi berkembang secara bertahap. Oleh sebab itu, seseorang
terkadang baru menyadari gejalanya setelah melewati usia 40 tahun.
Beberapa gejala yang umumnya dialami oleh penderita presbiopi adalah:
Kebiasaan menyipitkan mata
G. Pencegahan Presbiopi
Belum diketahui bagaimana cara mencegah presbiopia. Namun, Anda bisa
menjaga kualitas penglihatan Anda dengan:
Menjalani pemeriksaan mata secara berkala
Menggunakan pencahayaan yang bagus saat membaca
Mengenakan kacamata yang sesuai dengan kondisi penglihatan
Memakai kacamata pelindung ketika melakukan aktivitas yang
berisiko menyebabkan cedera mata
Mengatasi penyakit yang dapat menyebabkan gangguan
penglihatan, seperti diabetes dan tekanan darah tinggi
Mengonsumsi makanan sehat yang mengandung antioksidan,
vitamin A, dan beta karoten
C. Klasifikasi
Berdasarkan bentuknya, astigmatisme terbagi atas astigmatisme reguler
dan ireguler. Pada astigmatisme reguler terdapat dua meridian utama yang
saling tegak lurus yang masing-masing memiliki daya bias terkuat dan
terlemah. Astigmatisme reguler ini dapat dikoreksi dengan lensa silinder.
Jika meridian vertikal memiliki daya bias terkuat, disebut astigmatisme
with the rule, lebih sering pada usia muda dan dikoreksi dengan lensa
silinder minus dengan aksis 180° atau silinder plus dengan aksis 90. Jika
meridian horizontal memiliki daya bias terkuat disebut astigmatisme
against the rule lebih sering pada usia tua dan dikoreksi dengan lensa
silinder minus dengan axis 90° atau silinder plus dengan aksis 180°. Pada
astigmatisme ireguler didapatkan titik fokus yang tidak beraturan dengan
penyebab tersering adalah kelainan kornea (dapat berupa sikatriks atau
D. Gejala Klinis
Pada astigmatisme yang ringan, keluhan yang sering timbul adalah mata
lelah khususnya jika pasien melakukan satu pekerjaan terus menerus pada
jarak yang tetap; transient blurred vision pada jarak penglihatan dekat yang
hilang dengan mengucek mata; nyeri kepala di daerah frontal.
Astigmatisme against the rule menimbulkan keluhan lebih berat dan
koreksi terhadap astigmat jenis ini leb sukar untuk diterima oleh pasien.
Pada astigmat yang berat dapat timbul keluhan mata kabur; keluhan
asthenopia atau nyeri kepala jarang didapatkan tapi dapat timbul setelah
Pemberian koreksi astigmatisme yang tinggi; memiringkan kepala (tilting
of the head), umumnya pada astigmatisme oblik; memutar kepala (turning
of the head) biasanya pada astigmatisme yang tinggi; memicingkan mata
seperti pada miopia untuk mendapatkan efek pinhole, tetapi pada astigmat
dilakukan saat melihat jauh dan dekat; dan penderita astigmatisme sering
mendekatkan bahan bacaan ke mata dengan tujuan mendapatkan bayangan
yang lebih besar meskipun kabur.
E. Pemeriksaan
Pemeriksaan dapat dilakukan secara subyektif dan obyektif. Seperti halnya
F. Penatalaksanaan
Koreksi astigmatisme dapat dilakukan dengan pemberian kacamata, lensa
kontak atau dengan bedah refraktif. Pemberian kacamata untuk
astigmatisme reguler diberikan koreksi sesuai kelainan yang didapatkan
yaitu silinder negatif atau positif dengan atau tanpa kombinasi lensa sferis.
Sedangkan untuk astigmat ireguler, jika ringan dapat diberikan lensa
kontak keras, dan untuk yang berat dapat dilakukan keratoplasti.
B. Etiologi
Buta warna itu sendiri adalah ketidak mampuan seseorang untuk
membedakan warna tertentu. Orang tersebut biasanya tidak buta semua
warna melainkan hanya pada warna tertentu saja, meskipun demikian ada
juga seseorang yang sama sekali tidak bisa melihat warna jadi hanya
tampak hitam, putih dan abu-abu saja. Normalnya sel kerucut (cone) di
retina mata mempunyai spectrum terhadap tiga warna dasar, yaitu merah,
D. Pemeriksaan
Uji IshiharaMerupakan uji untuk mengetahui adanya defek
penglihatan warna, didasarkan pada menentukan angka atau pola yang ada
pada kartu dengan berbagai ragam warna (Ilyas, 2008). Menurut Guyton
(1997) Metode Ishihara yaitu metode yang dapat di pakai untuk
menentukan dengan cepat suatu kelainan buta warna di dasarkan pada
pengunaan kartu bertitik-titik. Kartu ini disusun dengan menyatukan titik-
titik yang mempunyai bermacam-macam warna.
Merupakan pemeriksaan untuk penglihatan warna dengan memakai
satu seri gambar titik bola kecil dengan warna dan besar berbeda
(gambarmpseudokromatik), sehingga dalam keseluruhan terlihat warna
pucat dan menyukarkan pasien dengan kelainan penglihatan warna
melihatnya.
E. Pengobatan
Tidak ada pengobatan atau tindakan yang dapat dilakukan untuk
mengobati masalah gangguan persepsi warna. Namun penderita buta
warna ringan dapat belajar mengasosiasikan warna dengan objek tertentu.
Untuk mengurangi gejala dapat digunakan kacamata berlensa dengan filter
warna khusus yang memungkinkan pasien melakukan interpretasi kembali
warna.
B. Etiologi
Penyebab rabun senja adalah:
a. Konsumsi makanan yg tidak mengandung cukup vitamin A atau
provitamin A untuk jangka waktu yang lama.
b. Bayi tidak diberikan ASI Eksklusif
C. Patofisiologi
Bentuk penyimpanan dalam hati dalam bentuk retinol sebagai asupan dari
vitamin A dan beta carotene. Ketika asupan vitamin A melebihi 300-1200
µg/hari, kelebihan akan disimpan dan cadangan di hati meningkat. Ketika
asupan vitamin A kurang dari jumlah yang dibutuhkan, cadangan retinol
dalam hati akan dikeluarkan untuk memelihara serum retinol pada tingkat
normal (di atas 200 µg)). Ketika asupan vitamin A terus menerus
berkurang untuk jangka waktu yang lama, cadangan dalam hati akan
menipis, tingkat serum retinol akan turun, fungsi epitel terganggu, dan
tanda-tanda xerophthalmia terlihat.
Retinol penting untuk elaborasi rodopsin (penglihatan remang-remang)
oleh batang, yaitu reseptor sensori retina yang bertanggung jawab untuk
penglihatan dalam cahaya tingkat rendah. Defisiensi vitamin A dapat
mengganggu produksi rodopsin, mengganggu fungsi batang sehingga
menimbulkan rabun senja. Durasi ketidakcukupan asupan terjadi
tergantung dari jumlah vitamin A yang dicerna, tingkat penyimpanan hati,
dan tingkat penggunaan vitamin A yang digunakan oleh tubuh.
Anak-anak dengan status gizi buruk, asupan vitamin A yang sangat sedikit
akan memiliki cadangan yang terbatas. Ketika asupan vitamin A tidak ada
dari diet atau terjadi gangguan penyerapan dan terjadi peningkatan
kebutuhan. metabolisme dapat secara cepat menghabiskan cadangan
retinol dalam hati dan merusak kornea, walaupun mata pada saat itu masih
terlihat normal. Ketersediaan vitamin A juga tergantung pada status gizi
D. Manifestasi klinis
Rabun senja terjadi akibat gangguan pada sel batang retina. Tanda dan
gejala pada penderita rabun senja adalah:
a. Daya pandang menurun, terutama pada senja hari atau saat ruangan
keadaan ringan, sel batang retina sulit beradaptasi di ruang remang-
remang atau kurang setelah lama berada di cahaya terang.
b. Penglihatan menurun pada senja hari, yaitu penderita tidak dapat
melihat di lingkungan yang kurang cahaya, sehingga disebut juga buta
senja.
c. Terjadi kekeringan mata,
d. Bagian putih menjadi suram
e. sering pusing. (Wijayakusuma 2008).
E. Pemeriksaan Diagnostik
Tes adaptasi gelap
Kadar vitamin A dalam darah (kadar < 20 mg / 200 ml
menunjukkan kekurangan intake)
F. Penatalaksanaan
katarak (maka katarak sebaiknya dioperasi).
Jika karena k Pengobatan rabun senja tergantung pada
penyebabnya.
Jika karena ekurangan vitamin A (maka harus diberikan vitamin
A dalam jumlah yang cukup, baik berupa suplemen maupun dari
makanan sehari-hari).
Menginjeksikan vitamin A secara intramuscular sebanyak 55 mg
retinol palmitat (100.000 IU)..
G. Komplikasi
1. Katarak
2. glaucoma
3. Xerophthalmia
7) Glaukoma
A. Definisi
Glaukoma merupakan penyakit mata yang merusak saraf optik mata, yang
mengirimkan informasi visual ke otak. Glaukoma memang tidak memiliki
gejala pada mulanya. Namun, di dalam mata mengalami tekanan yang
meningkat dan titik-titik kebutaan berkembang di sisi pandangan kamu.
Titik ini bisa tidak terdeteksi sampai saraf optik memiliki kerusakan
yang serius atau pemeriksaan mata lengkap oleh dokter.
B. Etiologi
Penyebab dari glaukoma adalah sebagai berikut (Sidharta Ilyas, 2004)
1. Bertambahnya produksi cairan mata oleh badan cilliary.
2. Berkurangnya pengeluaran cairan mata di daerah sudut bilik mata /
dicelah pupil.
C. Manifestasi Klinis
1. Glaukoma sudut lebar berkembang dengan pelan dan biasanya
asimtomatik sampai onset kehilangan jarak pandang. Kerusakan jarak
pandang termasuk konstriksi jarak pandang periferal general, skotomas
terisolasi atau bintik buta, penurunan sensitivitas kontras, penurunan
akuitas, periferal, dan perubahan penglihatan warna.
D. Penatalaksanaan
1. Terapi medikamentosa: (David AL)
a) Agen osmotik
Agen ini lebih efektif untuk menurunkan tekanan intraokular. Agen
osmotik oral pada penggunaannya tidak boleh diencerkan dengan
cairan atau es agar osmolaritas dan efisiensinya tidak menurun.
Beberapa contoh agen osmotik antara lain:
- Gliserin oral; dosis efektif 1-1,5 g/kgBB dalam 50% cairan. Dapat
menurunkan tekanan intraokular dalam waktu 30-90 menit setelah
pemberian dan bekerja selama 5-6 jam.
- Manitol oral; dosis yang dianjurkan adalah 1-2 g/kgBB dalam
50% cairan. Puncak efek hipotensif okular terlihat dalam 1-3 jam
dan berakhir 3-5 jam.
- Manitol intravena; dosis 2 g/kgBB dalam 20% cairan selama 30
menit. Maksimal penurunan tekanan intraokular dijumpai setelah 1
jam pemberian.
Respon terapi:
b) Laser iridoplasti
1. Bedah insisi
a. Iridektomi bedah insisi
Pupil dibuat miosis total menggunakan miotik tetes.Kemudian
dilakukan insisi 3 mm pada kornea-sklera 1 mm di belakang
limbus. Insisi dilakukan agar iris prolaps. Bibir insisi bagian
posterior ditekan sehingga iris perifer hamper selalu prolaps lewat
insisi dan kemudian dilakukan iridektomi. Luka insisi kornea
ditutup dengan jahitan dan bilik mata depan dibentuk kembali dg
NaCl 0,9%.
b. Trabekulektomi
Indikasi tindakan ini dilakukan pada keadaan glaukoma akut yang
berat atau setelah kegagalan tindakan iridektomi perifer, glaukoma
primer sudut tertutup, juga pada penderita dengan iris berwarna
coklat gelap (ras Asia atau Cina). Jika mungkin, tindakan ini akan
dikombinasikan dengan ekstraksi lensa.
6. Ekstraksi lensa
Apabila blok pupil jelas terlihat berhubungan dengan katarak, ekstraksi
lensa dapat dipertimbangkan sebagai prosedur utama. (American
Academy of Oftalmologi)
7. Tindakan profilaksis Tindakan ini terhadap mata normal kontra-lateral
dilakukan iridektomi laser profilaksis. Ini lebih disukai daripada perifer
iridektomi bedah. Dilakukan pada mata kontra-lateral yang tidak ada
gejala
E. Discharge Planning
1. Banyak makan makanan yang bergizi dan vitamin A
2. Istirahat yang cukup dengan memejamkan mata
3. Ketahui penyebab dan gejala akan glaukoma dan diskusikan
dengan tenaga medis untuk pencegahannya
4. Pola hidup tenang menurunkan respons emosi terhadap stres,
mencegah perubahan okuler yang mendorong iris ke depan
5. Gunakan kacamata untuk pemajanan yang lama pada sinar
matahari. Jangan pernah secara langsung melihat pada matahari
untuk periode yang lama
8) Katarak
A. Definisi
Katarak adalah kekeruhan pada lensa mata yang menyebabkan gangeuan
penglihatan. Category of Visual Impairment Level of Visual Acuity
(Snellen).
B. Etiologi
Pada banyak kasus, penyebabnya tidak diketahui. Katarak biasanya terjadi
pada usia lanjut dan bisa diturunkan. Pembentukan katarak dipercepat oleh
factor lingkungan, seperti merokok atau bahan beracun lainnya. Katarak
C. Manifestasi klinis
1. Penglihatan akan suatu objek benda atau cahaya menjadi kabur, buram.
Bayangan benda terlihat seakan seperti bayangan semu atau seperti
asap.
2. Kesulitan melihat ketika malam hari.
3. Mata terasa sensitif bila terkena cahaya.
D. Pemeriksaan penunjang
1. Kartu mata snellen / mesin telebinokuler: mungkin terganggu dengan
kerusakan kornea, lensa, akueus/vitreus humor, kesalahan refraksi,
penyari- sistem saraf, penglihatan ke retina.
2. Lapang Penglihatan : penurunan mungkin karena massa tumor, karotis,
glukoma.
3. Pengukuran Tonografi: TIO (12 -25 mmHg)
4. Peneukuran Gonioskopi membedakan sudut terbuka dari sudut tertutup
glukoma.
5. Tes Provokatif : menentukan adanya/ tipe glaucoma
6. Oftalmoskopi: mengkaji struktur internal okuler, atrofi lempeng optik,
papiledema, perdarahan.
7. Darah lengkap, LED: menunjukkan anemi sistemik / infeksi
8. EKG, kolesterol serum, lipid, Tes toleransi glukosa : kotrol DM.
9.
E. Penatalaksanaan
Meski telah banyak usaha yang dilakukan untuk memperlambat
progresivitas atau mencegah terjadinya katarak, tatalaksana mash tetap
dengan pembedahan.
(Vaughan DG & Arif, Mansjoer)
Penataksanaan Non-Bedah
1. Terapi Penyebab Katarak
Pengontrolan diabetes melitus, menghentikan konsumsi obat-obatan
yang bersitat kataraktogenik seperti kortikosteroid, fenotiasin, dan
9) Konjungtivitis
A. Definisi
Konjungtivitis adalah mata merah akibat peradangan pada selaput yang
melapisi permukaan bola mata dan kelopak mata bagian dalam
(konjungtiva mata). Selain mata merah, conjunctivitis atau konjungtivitis
dapat disertai dengan rasa gatal pada mata dan mata berair. Konjungtiva
mengandung pembuluh darah yang akan melebar saat terjadi
konjungtivitis. Pelebaran pembuluh darah tersebutlah yang menyebabkan
B. Gejala Konjungtivitis
Konjungtivitis atau conjunctivitis dapat terjadi pada salah satu atau kedua
mata. Gejala utama konjungtivitis adalah mata merah. Penyebab mata
merah pada penderita konjungtivitis adalah pelebaran pembuluh darah di
selaput yang melapisi permukaan bola mata dan kelopak mata bagian
dalam (konjungtiva).
Selain mata merah, konjungtivitis dapat menimbulkan gejala lain, seperti:
Rasa gatal pada mata
Rasa sakit atau seperti terbakar pada mata
Mata berair
Mata belekan atau banyak kotoran mata
Sulit membuka mata saat bangun tidur
Kelopak mata membengkak
Walaupun demikian, konjungtivitis tidak mengakibatkan gangguan pada
penglihatan.
Kapan Harus ke Dokter
Konjungtivitis akan sembuh dengan sendirinya setelah beberapa hari,
terutama jika disebabkan oleh infeksi virus atau alergi. Namun jika gejala
yang muncul tidak kunjung reda setelah beberapa hari, sebaiknya segera
konsultasikan ke dokter untuk mendapatkan penanganan. Segera
konsultasikan ke dokter jika Anda mengalami mata merah yang disertai
dengan:
Pandangan kabur
Merasa kelilipan atau ada yang mengganjal pada mata
Lebih sensitif terhadap cahaya
Demam
Gejala-gejala tersebut dapat menjadi pertanda adanya penyakit lain pada
mata yang lebih serius, seperti keratitis, dan membutuhkan penanganan
dari dokter mata. Selain itu, mata merah yang dialami oleh bayi yang baru
lahir juga perlu segera diperiksakan ke dokter anak.
C. Penyebab Konjungtivitis
Secara umum, konjungtivitis atau conjunctivitis dapat disebabkan oleh
infeksi virus, infeksi bakteri, reaksi alergi, atau iritasi pada mata. Untuk
mengetahui penyebab konjungtivitis secara lebih detail, simak penjelasan
di bawah ini.
Konjungtivitis Infeksi
Konjungtivitis sering kali disebabkan oleh infeksi virus. Sebagian
besar kasus konjungtivitis virus disebabkan oleh virus kelompok
Adenovirus, yaitu virus yang sama dengan virus penyebab batuk
pilek. Selain itu, konjungtivitis virus juga dapat disebabkan oleh
virus herpes, baik virus Herpes Simplex (virus penyebab herpes
mulut dan herpes kelamin) maupun virus Varicella-Zoster (virus
penyebab cacar air).
Konjungtivitis virus mudah menular dari satu orang ke orang lain
melalui kontak langsung dengan penderita atau kontak dengan
benda yang disentuh penderita.Hal ini biasanya terjadi karena
tangan penderita menyentuh mata yang mengalami peradangan,
kemudian menyentuh suatu benda. Benda tersebut menjadi
terkontaminasi dengan virus penyebab konjungtivitis.
Selain infeksi virus, konjungtivitis juga dapat disebabkan oleh
infeksi bakteri. Salah satu bakteri yang dapat menyebabkan
konjungtivitis bakteri adalah Neisseria gonorrhoeae, yaitu bakteri
penyebab penyakit gonore.
D. Diagnosis Konjungtivitis
Untuk mendiagnosis konjungtivitis, dokter akan menanyakan gejala yang
diderita pasien, lalu melakukan pemeriksaan mata secara langsung. Dokter
juga dapat memeriksa bagian tubuh lainnya jika terdapat gejala lain.
Dokter dapat langsung mendeteksi konjungtivitis atau conjunctivitis dari
pemeriksaan pada mata, sehingga sering kali tidak dibutuhkan
pemeriksaan tambahan.
Jika diperlukan, dokter akan mengambil sampel cairan dari mata. Sampel
cairan tersebut akan dianalisis untuk mengetahui penyebab konjungtivitis.
Jika penderita dicurigai terkena konjungtivitis alergi, maka tes alergi juga
dibutuhkan untuk mengetahui jenis alergen pemicunya, agar penderita
dapat menghindari alergen tersebut di masa mendatang.
E. Perawatan Konjungtivitis
Pengobatan konjungtivitis (conjunctivitis) dilakukan dengan cara yang
berbeda-beda, tergantung penyebabnya. Berikut ini adalah langkah
pengobatan yang digolongkan berdasarkan penyebab terjadinya
konjungtivitis:
Pengobatan Konjungtivitis akibat Infeksi
Penderita konjungtivitis akibat infeksi virus tidak perlu mendapatkan obat
khusus karena konjungtivitis virus akan sembuh dengan sendirinya setelah
beberapa hari. Sedangkan konjungtivitis bakteri dapat diobati dengan
antibiotik dalam bentuk obat tetes mata atau salep mata. Antibiotik
diberikan kepada penderita selama 1-2 minggu.
Pengobatan Konjungtivitis Noninfeksi
Untuk menangani konjungtivitis alergi, penderita akan diminta untuk
menghindari zat pemicu alergi tersebut. Penderita juga dapat diberikan
obat untuk meredakan reaksi alergi, yang meliputi:
Antihistamin
Kortikosteroid
Dekongestan
Obat-obatan tersebut mampu mengurangi gejala konjungtivitis alergi yang
dirasakan penderita, seperti gatal-gatal dan pembengkakan pada mata.
Obat-obatan tersebut dapat diberikan selama 1-3 minggu, tergantung
tingkat keparahan alergi yang dialami.
Mata yang terpapar bahan kimia perlu segera dibilas menggunakan air
mengalir selama beberapa menit. Setelah itu, segera periksakan ke dokter
agar dapat diberikan penanganan lebih lanjut.
Langkah Untuk Meredakan Gejala Konjungtivitis
F. Komplikasi Konjungtivitis
Komplikasi akibat konjungtivitis dapat terjadi pada anak-anak maupun
orang dewasa. Berikut ini adalah komplikasi konjungtivitis yang dapat
terjadi berdasarkan tipe konjungtivitis yang diderita.
Konjungtivitis Infektif
Konjungtivitis bisa berlangsung selama beberapa bulan jika disebabkan
oleh penyakit menular seksual, seperti chlamydia (klamidia). Berikut ini
adalah beberapa komplikasi yang dapat terjadi akibat konjungtivitis
infektif:
Jika bakteri masuk ke aliran darah dan menyerang jaringan tubuh,
pasien bisa mengalami keracunan darah atau disebut dengan sepsis.
Lapisan pelindung saraf tulang belakang dan otak, atau meninges,
bisa mengalami infeksi (meningitis).
Infeksi telinga bagian tengah. Kondisi ini dialami oleh 25 persen
anak-anak yang menderita konjungtivitis akibat bakteri
haemophilus influenzae.
Permukaan kulit menjadi bengkak atau meradang dan terasa sakit
akibat infeksi yang terjadi pada jaringan dan lapisan dalam kulit
(selulitis).
Konjungtivitis Neonatal
Konjungtivitis infektif yang terjadi pada bayi yang baru lahir hingga usia
28 hari harus segera ditangani karena bisa menyebabkan kerusakan
B. Patofisiologi
Patofisiologi terjadinya AMD belum diketahui dengan pasti sampai saat
ini. Beberapa teori yang diajukan, antara lain:
1. Proses penuaan
Bagian paling luar dari sel fotoreseptor yang berbentuk keping sering
di “makan” oleh epitel pigmen retina (EPR) dengan pola diurnal, yaitu
keping terluar sel batang dimakan pada siang hari dan keping terluar
sel kerucut dimakan pada malam hari. Keping yang tidak terfagosit
akan tertimbun dalam EPR yang disebut lipohfuhsin. Lipohfusin akan
menghambat degradasi makromolekul seperti protein dan lemak,
mempengaruuhi ekspresi gen yang mengatur keseimbangan antara
vascular endothelial growth factor (VEGF) dengan produksi pigment
epithelial derived factor yang merupakan zat antiangiogenik, serta
C. Etiologi
Degenerasi macula dapat disebabkan oleh beberapa factor dan dapat
diperberat oleh beberapafactor resiko, diantaranya :
D. Klasifikasi
1. Degenerasi Makula tipe non-eksudatif (tipe kering) atau non-
neovaskular
Rata-rata 90% kasus degenerasi makula terkait usia adalah tipe kering.
Kebanyakan kasusIni bisa memberikan efek berupa kehilangan
F. Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinik dan hasil
pemeriksaan oftalmoskopi yangmencakup ruang lingkup pemeriksaan
sebagai berikut :
1.Test Amsler Grid, dimana pasien diminta suatu halaman uji yang mirip
dengan kertasmilimeter grafis untuk memeriksa luar titik yang terganggu
G. Diagnosis Banding
Degenerasi macula khususnya tipe eksudat dapat di diagnosis banding
dengan:
1. Makroneurisme
2. Vaskulopati koroid polipoid
3. Khorioretinopati serous sentral
4. Kasus inflamasi
5. Tumor kecil seperti melanoma koroid
H. Penatalaksanaan
Tidak ada terapi khusus untuk AMD noneksudatif Penglihatan
dimaksimalkan denganalat bantu penglihatan termasuk alat pembesar dan
teleskop. Pasien diyakinkan bahwa meskipenglihatan sentral menghilang,
penyakit ini tidak menyebabkan hilangnya penglihatan perifer.Ini penting
karena banyak pasien takut mereka akan menjadi buta total.Pada sebagian
kecil pasien dengan AMD eksudatif yang pada angiogram
fluorosenmemperlihatkan membrane neovaskular subretina yang terletak
eksentrik (tidak sepusat)terhadap fovea, mungkin dapat dilakukan
obliterasi membrane tersebut dengan terapi laser argon. Membrane
vascular subfovea dapat diobliterasi dengan terapi fotodinamik (PDT)
karenalaser argon konvensional akan merusak fotoreseptor di atasnya.
PDT dilakukan dengan menyuntikkan secara intravena bahan kimia serupa
porfirin yang diaktivasi oleh sinar laser\nontermal saat sinar laser berjalan
11) Refraksi
A. Pengertian Kelainan Refraksi
Refraksi merupakan kondisi saat bayangan yang terbentuk di retina mata
tidak tajam maupun tegas. Hal ini mengakibatkan penglihatan menjadi
kabur. Kelainan refraksi dapat dibagi menjadi empat, seperti Miopia
(rabun jauh), Hipermetropia (rabun dekat), Presbiopia (mata tua), dan
Astigmatisme (mata silinder). Kelainan refraksi dapat diakibatkan oleh
cacat/gangguan pada kelengkungan organ mata, yakni kornea dan lensa.
Jika kamu memiliki orangtua dan saudara yang menderita kelainan
refraksi, maka kemungkinan besar kamu akan mengalaminya.
12) Keratitis
A. Definisi
Keratitis adalah peradangan pada kornea mata yang bisa disebabkan oleh
infeksi bakteri, virus, parasit, atau jamur. Karena penyebab keratitis
berbeda, maka pengobatan yang diberikan tentu juga akan berbeda,
disesuaikan dengan penyebabnya. Sebagai contoh, keratitis akibat infeksi
jamur akan diobati dengan obat antijamur, sementara keratitis akibat herpes
simplex atau herpes zoster akan diobati dengan obat antivirus.
B. Etiologi
Etiologi keratitis berupa faktor yang dapat merusak epitel kornea. Etiologi
ini dibagi menjadi etiologi infeksi dan noninfeksi.
1. Etiologi Keratitis Infeksi
Bakteri, jamur, virus, maupun protozoa dapat menyebabkan
keratitis infeksi. Infeksi Staphylococcus sp. dan Streptococcus sp.
merupakan penyebab keratitis yang paling sering ditemukan.
Berikut ini merupakan etiologi keratitis yang disebabkan oleh
proses infeksi:
Bakteri: Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus,
Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, Moraxella
catarrhalis, spesies Neisseriae, Corynebacterium diphtheriae,
spesies Listeriae, Mycobacteria, Spirochete
Jamur: spesies Aspergillus, spesies Fusarium, Candida albicans
Virus: Herpes simplex, Herpes zoster, sitomegalovirus,
Epstein-barr virus
Protozoa: spesies Acanthamoeba, spesies Onchocerca, spesies
Leishmania [3,11]
2. Etiologi Keratitis Noninfeksi
Penyebab keratitis noninfeksi dapat disebabkan oleh berbagai
etiologi. Berikut ini merupakan penyebab noninfeksi keratitis.
C. Manifestasi klinis
Gejala keratitis biasanya muncul di salah satu mata, tetapi bisa juga terjadi
pada kedua mata. Gejala tersebut meliputi:
Mata merah, nyeri, dan bengkak
Mata gatal atau terasa seperti terbakar
Mata menjadi sensitif terhadap cahaya
Mata terus menerus mengeluarkan air mata atau kotoran
Terasa seperti ada sesuatu di dalam mata
Penglihatan kabur atau tidak fokus
Sulit membuka mata
D. Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis keratitis umumnya dicurigai pada pasien yang datang
dengan mata merah disertai penurunan penglihatan, fotofobia dan nyeri.
Pemeriksaan fisik mencakup pemeriksaan visus dan evaluasi mata secara
sistematis dengan temuan khas, misalnya berupa infiltrat seperti cincin
pada kornea, atau hipopion.
Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan adalah
pemeriksaan fluorescein menggunakan lampu Wood atau oftalmoskop
dengan filter kobalt. Karena keratitis infeksi merupakan penyebab
tersering, diagnosis keratitis noninfeksi hanya dipikirkan ketika etiologi
E. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan keratitis oleh dokter umum berupa pemberian terapi
suportif dan merujuk ke spesialis mata karena keratitis yang tidak ditangani
dengan baik dapat menyebabkan gangguan penglihatan permanen, bahkan
kebutaan. Prinsip pengobatan keratitis adalah mengeliminasi agen
penyebab, mengobati penyebab utama, mengurangi gejala, minimalisir
terjadinya jaringan parut pada kornea, dan menjaga fungsi mata dari
perburukan. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan
antibiotik/antifungal/antivirus, imunosupresan, serta terapi suportif.
Pengobatan pada keratitis yang belum diketahui penyebabnya umumnya
diterapi sebagai keratitis infeksi terlebih dahulu. Apabila etiologi penyebab
sudah diketahui maka terapi harus spesifik sesuai penyakit penyebab.
13) Pterigium
A. Definisi
Pterigium adalah gangguan mata akibat adanya selaput lendir yang
menutupi bagian putih mata. Penyakit mata ini terjadi akibat sering
terpapar radiasi sinar matahari.Gejalanya bisa meliputi mata merah,
pandangan kabur, serta mata yang terasa gatal atau panas. Adanya selaput
lendir tersebut juga membuat mata seperti kelilipan benda asing. Pterigium
bisa disembuhkan dengan pemberian resep tetes mata kortikosteroid untuk
mencegah terjadinya komplikasi lebih lanjut atau dengan operasi.
B. Gejala Pterygium
Gejala pterigium ditandai dengan tumbuhnya selaput pada bagian putih
(sklera) permukaan bola mata. Selaput ini biasanya tidak menimbulkan
keluhan lain, tetapi tetap dapat disertai dengan gejala lain yang
mengganggu, antara lain:
Mata merah.
C. Penyebab Pterygium
Penyebab pterigium belum diketahui secara pasti. Namun, kondisi ini lebih
banyak terjadi pada mereka yang sering melakukan aktivitas di luar
ruangan. Paparan sinar matahari berlebih menjadi faktor yang paling
berpotensi menyebabkan pterigium.
Selain itu, mata yang kering juga diduga bisa menjadi faktor pemicu. Pasir,
debu, asap, serta angin diduga dapat meningkatkan risiko pterigium.
Pterigium juga dapat bermula dari munculnya pinguecula pada mata.
Pinguecula yang tumbuh hingga mencapai kornea mata dapat berubah
menjadi pterigium.
D. Diagnosis Pterygium
Pterigium bisa dideteksi oleh dokter melalui gejala utamanya, yaitu
tumbuhnya selaput tipis pada permukaan bola mata. Dokter mata juga akan
melakukan pemeriksaan yang lebih saksama dengan prosedur slit lamp
menggunakan alat khusus seperti kaca pembesar bercahaya untuk
memeriksa kondisi mata.
Jika dibutuhkan, dokter akan melakukan pemeriksaan yang lebih detail.
Pemeriksaan ini berfungsi untuk mengukur kemampuan penglihatan serta
memeriksa perubahan lengkungan pada kornea pasien. Pengambilan foto
mata juga mungkin dilakukan untuk melihat pertumbuhan pterigium.
E. Pengobatan Pterygium
Kondisi pterigium biasanya tidak membutuhkan penanganan bila tidak
menimbulkan keluhan selain munculnya selaput.Untuk mata merah dan
iritasi akibat pterigium, pengobatan cukup dilakukan dengan memberikan
F. Komplikasi Pterygium
Meski jarang terjadi, pterigium dapat tumbuh hingga mencapai kornea dan
menyebabkan komplikasi berupa luka pada kornea. Kondisi ini dapat
mengakibatkan hilangnya penglihatan jika tidak ditangani.
Selain kondisi pterigium itu sendiri, operasi untuk menangani pterigium
juga mungkin menyebabkan beberapa komplikasi, seperti:
1. Astigmatisme
2. Pterigium kambuh setelah operasi
3. Mata kering
4. Iritasi
Diskusikan lebih lanjut dengan dokter mengenai manfaat dan risiko
operasi pterigium.
G. Pencegahan Pterygium
Pencegahan pterigium dapat dilakukan dengan mengenakan kacamata
hitam atau topi saat beraktivitas di luar ruangan. Hal ini bertujuan untuk
menghindari paparan sinar matahari, asap, atau debu yang dapat memicu
pterigium.
Untuk mencegah mata terasa kering, kelembapan mata dapat dijaga dengan
menggunakan obat tetes air mata buatan. Selain berguna untuk mencegah
pterigium, penggunaan pelumas pada mata juga dapat mencegah
kambuhnya pterigium.
14) Blefaritis
A. Definisi
B. Penyebab
Penyebab blefaritis tergantung pada masing-masing jenisnya:
a) Blefaritis anterior, ditandai dengan peradangan pada kulit di bagian
depan kelopak mata atau sekitar pangkal bulu mata. Umumnya
disebabkan infeksi bakteri (Staphylococcus) atau dermatitis seboroik.
b) Blefaritis posterior, ditandai dengan penyumbatan pada kelenjar mata
yang terletak di bagian dalam kelopak mata –tepatnya area yang
bersentuhan dengan bola mata. Umumnya disebabkan karena adanya
masalah pada kelenjar minyak mata (kelenjar Meibomian). Dapat juga
dipengaruhi adanya acne rosacea dan dermatitis seboroik.
c) Blefaritis campuran, merupakan gabungan antara blefaritis anterior dan
posterior.
C. Diagnosis
Penentuan diagnosis blefaritis dapat dilakukan melalui serangkaian
wawancara medis. Selain itu, dokter juga dapat melakukan pemeriksaan
mata penderitanya, khususnya area yang terdapat blefaritis.
D. Gejala
E. Pengobatan blefaritis
Kunci keberhasilan dari pengobatan blefaritis adalah mempertahankan
kelopak mata agar selalu bersih dan terbebas dari kotoran mata yang
mengering. Berikut ini langkah pengobatan blefaritis yang bisa dilakukan:
1) Kompres hangat untuk membantu melepas kotoran yang
mengering.
2) Pijat kelopak mata dengan perlahan menggunakancotton-bud.
3) Cuci bulu mata memakai sampo bayi dan cuci daerah alis atau
kulit kepala menggunakan shampo anti ketombe
4) Pada kasus blefaritis yang disebabkan oleh infeksi bakteri, dokter
Anda akan memberikan antibiotik atau obat tetes yang
mengandung steroid.
5) Jika blefaritis disebabkan oleh masalah kulit, sebaiknya
pengobatan kulit juga dilakukan bersamaan.
F. Pencegahan blefaritis
Pencegahan blefaritis dilakukan dengan menjaga dan merawat kesehatan
mata, yakni dengan:
1) Mencuci tangan dengan rutin terutama sebelum menyentuh mata
2) Membersihkan mata setiap hari memakai air bersih
A. Definisi
Retinoblastoma adalah tumor endo-okular pada anak yang mengenai saraf embrionik
retina. Kasus in jarang terjadi, sehingga sulit untuk dideteksi secara awal. Rata rata
usia klien saat diagnosis adalah 24 bulan pada kasus unilateral, 13 bulan pada kasus
kasus bilateral. Beberapa kasus bilateral tampak sebagai kasus unilateral, dan tumor
pada bagian mata yang lain terdeteks1 pada sat pemer1ksaan evaluas1. in1
menunjukkan pentingnya untuk memeriksa klien dengan dengan anestesi pada anak
anak dengan retinoblastoma unilateral, khususnya pada usia dibawah 1 tahun. (Pudjo
Hagung Sutaryo, 2006 ).
B. Etiologi
Retinoblastoma terjadi secara familiar atau sporadik. Namun dapat juga
diklasifikasikan menjadi dua subkelompok yag berbeda, yaitu bilateral atau unilateral
dan diturunkan atau
tidak diturunkan. Kasus yang tidak diturunkan selalu unilateral, sedangkan 90 %
kasus yang diturunkan adalah bilateral, dan unilateral sebanyak 10%. Gen
retinoblastoma (RBI) disolasi dari kromosom 13q14, yang berperan sebagai pengatur
pertumbuhan sel pada sel normal. Penyebabnya adalah tidak terdapatnya gen penekan
tumor, yang sitatnya cenderung diturunkan. Kanker bisa menyerang salah satu mata
yang bersitat somatic maupun Kedua mata vang merupakan kelainan vang diturunkan
secara autosom dominant. Kanker bias menvebar ke kantung mata dan ke otak
(melalu sarat penglihatan/ nervus optikus).
C. Manifestasi klinis
Gejala retinoblastoma dapat menyerupai penyakit lain dimata. Bila letak tumor
dimakula, dapat terlihat gejala awal strabismus. Massa tumor yang semakin membesar
akan memperlihatkan gejala leukokoria, tanda-tanda peradangan di vitreus (Vitreous
seeding) yang menyerupai endoftalmitis. Bila sel-sel tumor terlepas dan masuk ke
segmen anterior mata akan menyebabkan glaucoma atau tanda-tanda peradangan
D. Patofisiologi
Jika letak tumor di macula, dapat terlihat gejala awal strabismus. Massa tumor yang
semakin membesar akan memperlihatkan gejala leukokoria, tanda-tanda peradangan
vitreus yang menyerupal endottalmitis. Aka sel-sel tumor terlepas dan masuk ke
segmen anterior mata, akan menyebabkan glaucoma atau tanda peradangan berupa
hipopion atau hitema. Pertumbuhan tumor ini dapat menyebabkan metastasis dengan
invasi tumor melalui; nervus optikus ke otak, sclera ke jaringan orbita dan sinus
paranasal, dan metastasis jauh kesumsum tulang melalui pembuluh darah. Pada
fundus terhhat bercak kuning mengkilat, dapat menonjol ke badan kaca. Dipermukaan
terdapat neovaskularisasi dan perdarahan. Warna iris tidak normal. Penvebaran secara
limtogen. Ke kelenar limte preaurikuler dan submandibular serta secara hematogen ke
sumsum tulang dan visera, terutati
E. Klarifikasi stadium
Menurut Reese-Ellsworth, retino balastoma digolongkan menjadi
1. Golongan I
a. Tumor soliter/multiple kurang dari 4 diameter pupil.
b. Tumor multiple tidak lebih dari 4dd, dan terdapat pada atau dibelakang ekuator
1. Derajat I intraokular
a. tumor retina.
b. penyebaran ke lamina fibrosa.
c. penyebaran ke ueva.
2. Derajat Il orbita
a. Tumor orbita : sel sel episklera yang tersebar, tumor terbukti dengan
biopsi.
b. Nervous optikus
F. Penatalaksanaan
Dua aspek pengobatan retinoblastoma harus diperhatikan, pertama adalah pengobatan
local untuk jenis intraocular, dan kedua adalah pengobatan sistemik untuk jenis
ekstrokular regional, dan metastatic. Hanya 17% pasien dengan retinoblastoma
bilateral kedua matanya masih terlindungi. Gambaran seperti ini lebih banyak pada
keluarga yang memiliki riwayat keluarga, karena diagnosis biasanya lebih awal.
Sementara 13% pasien dengan retinoblastoma bilateral kedua matanya terambil atau
Jenis terapi
1. Pembedahan
Enukleasi adalah terapi yang paling sederhana dan aman untuk retinoblastoma.
Pemasangan bola mata palsu dilakukan beberapa minggu setelha prosedur ini,
untuk meminimalkan efek kosmetik. Bagaimanapun, apabila enukleasi dilakukan
pada dua tahun pertama kehidupan, asimetri wajah akan terjadi arena hambatan
pertumbuhan orbita. Bagaimanapun, jika mata kontralateral juga terlibat cukup
parah, pendekatan konservatif mungkin bisa diambil. Enukleasi dianjurkan apabila
terjadi glaukoma, invasi ke rongga naterior, atau terjadi rubeosis iridis, dan
apabila terapi local tidak dapat dievaluasi karena katarak atau gagal untuk
mengikuti pasien secara lengkap atau teratur. Enuklasi dapat ditunda atau
ditangguhkan pada sat diagnosis tumor sudah menvebar Ke ekstraokular. Massa
orbita harus dihindari Pembedahan intraocular seperti vitrektomi, adalah
kontraindikasi pada pasien retinoblastoma, karena akan menaikkan relaps orbita.
3. Radioterapi plaque
Radioaktif episkeral plaque menggunakan 60 Co, 106 Ro, 125 I sekarang makin
sering digunakan untuk mengobati retinoblastoma. Cara it biasanya digunakan
6. Kemoterapi
Protocol adjuvant kemoterapi mash kontrovensial. Belum ada penelitian yang
luas,
prospektif dan random. Sebagian bear penelitian didasarkan pada sejumlah kecil
pasien dengan perbedaan resiko relaps. Selain itu juga karena kurang diterimanya
secra luas system stadium yang dibandingkan dengan berbagai macam variasi.
Eksogen Endogen
Retino blastoma
Endofitik Eksofiatik
Penurunan lapang
pandang
Gangguan persepsi
sensori penglihatan
Mata
Strabismus Leucocaria Gangguan pada Nyeri kepala
menonjol Gangguan pada
cerebelum N. Optikus
1. Identitas
Identitas pasien
Nama: An.X
Umur: 2 tahun 1 bulan
2. Keluhan utama
Pasien dibawah kerumah sakit karena mata kananya merah dan An.x sering
menggosok-gosok matanya, adea bercak putih dan mata agak menonjol sejak terjatuh
tengkurap dari tempat tidur 1 minggu yang lalu. Keluarga pasien mengatakan sebelum
di bawah kerumah sakit An.X dibawah ke tukang pijit bayi karna sering rewel akibat
jatuh. Keluarga menjelaskan pada perawat sebelum An.X jatuh sudah sebulan sulit
untuk diberi makan, badanya terlihat lebih kurus, dan mata kanan An.X terlihat seperti
mata kucing pada malam hari.
3. Anamnesa
Pemeriksaan fisik
a. Pemeriksaan mata external
Posisi mata.
Alis mata (evebrows).
Palpebra (eyelid) & Bulu mata (eyelashes). Berkedip (reflex blinking)
Bola mata.
Aparatus lakrimalis.
Conjunctiva dan sklera.
Cornea.
Reflex cornea. Anterior chamber. Iris dan pupil.
b. Pemeriksaan Motilitas Bola Mata
- Fungsi : u/ mendapatkan mata tentang otot luar bola mata, orbita, saraf kranial
III, IV dan VI, brainstem dan korteks serebral.
- Normal: ke 2 bola mata bergerak mengikuti "Six Cardinal Direction of Gaze"
(Pandangan 6 arah).
c. Pemeriksaan Penglihatan
4. Pemeriksaan penunjang
- Pemeriksaan kamera okuli anterior: dokter menemukan adanya darah setinngi
tiga millimeter.
- Pemeriksaan funduskopi: diect ophtalmoscope dokter menemukan adanya
massa berwarna putih kekuningan di intra okuler kanan. Pada mata kiri tidak
ditemukan pupil edema.
Do:
Pasien tampak memiliki mata
starbimus
Pasien tampak seperti mata
glukoma
Pasien tampak pupil leukokoria
Mata kanan pasien tampak
merah
Mata kanan An.X terlihat seperti
mata kucing pada malam hari
Pada kornea tampak tidak jernih
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan persepsi sensorik pengelihatan b.d Pupil terlihat seperti leukokori dan
kornea tidak jernih
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Salah satu alat indera pada manusia adalah mata atau indera penglihatan , yang
disebut juga dengan fotoreseptor karena mampu menerima rangsangan fisik yang berupa
cahaya. Ada 3 lapisan jaringan atu selaput yang membungkus bola mata dari luar
kedalam yaitu sklera , koroid , dan retina.
Pada mata juga terdapat alat-alat tambahan yaitu otot-oto mata , pelupuk-pelupuk
mata dan kelenjar air mata , kotak mata ( rongga tempat mata ) & bulu mata. Pada mata
juga sering ditemukan kelainan-kelainan atau penyakit yang dapat menyebabkan
kerusakan pada mata seperti miopi, hipermetropi, presbiopi, katarak, astigmatisma dan
lain-lain.
Fatehiyah. Arumingtyas, Laras, Estri. Widyarti, Sri. Rahayu, Sri, 2011, "Biologi Molekular,
Prinsip Dasar Analisis", PT Penerbit Erlangga Jakarta.
Firda. 2022. Hasil Pemeriksaan Mata. https://www.alodokter.com/jenis-jenis-pemeriksaan-
mata-yang-perlu-anda-ketahui, diakses pada 03 Maret 2022 pukul 12.53 WIB
Haryanto. 2011 . Fungsi dan Cara Menggunakan Penlight LED Alat Senter Medis. Diakses
pada di https://www.galerimedika.com/blog/Fungsi-dan-Cara-Menggunakan-Penlight-
LED-Alat-Senter-Medis tanggal 01 Maret pada pukul 10.25
Himayani, Rani. 2019. Penatalaksanaan Kasus Ruptur Palpebra dan Margo Inferior Pada Usia
Remaja. http://repository.lppm.unila.ac.id/17097/1/2150-2870-1-PB.pdf, diakses pada
01 Maret 2022 pukul 10.32 WIB
Mighty Bright. 2012. Penjelasan Loupe. Jakarta: PT Elex Media Komputindo Kelompok
Gramedia.
Muflihatur Rasyidah. 2011 . Pengukuran Tekanan Intraokular. Diakses pada di
https://journal.umy.ac.id/index.php/mm/article/view/989 tanggal 01 Maret pada pukul
10.28
Pearce, Evelyn C. 1993.Anatomi dan fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: PT
GramediaPustaka Utama.
Sjamsuhidajat. 2017. Hiperemis.
http://perpustakaan.poltekkes-malang.ac.id/assets/file/kti/1501460017/6._BAB_II_.pdf.
, diakses pada 01 Maret 2022 pukul 10.36 WIB
Starr, Cecie. Taggart, Ralph. Evers, Christine. Starr, Lisa, 2012, "Biologi Kesatuan dan
Keragaman Makhluk Hidup", Edisi 12, Buku 1, Penerbit Salemba Teknika, Jakarta.
Syaifuddin,Drs.H.2006.Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan Edisi 3.
Jakarta:EGC.
Wulandhari, Shinta. 2016. Hipopion. https://id.scribd.com/doc/315701608/HIPOPION,
diakses pada 01 Maret 2022 pukul 10.25 WIB
Angela A, Tri W, Aditya T. Degenerasi macula terkait usia, Retina. Ilmu kesehatan mata,
Bagian ilmu penyakit mata FKUGM. Hal 109-114. 2007
Liesegang TJ., Skuta GL., Cantor LB,. Retina and Vitreous. Basic and ClinicalCurse.Section
12 . San Fransisco, California : American Academy of Ophthalmology.2003-2004.