Diampu oleh:
Disusun oleh:
JURUSAN MATEMATIKA
2020/2021
A. Definisi Model Pembelajaran Discovery Learning
Model pembelajaran Discovery Learning merupakan suatu rangkaian kegiatan belajar yang
melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara
sistematis, kritis, logis, analitis sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya.
Dalam teori ini, instruksi menetapkan panggung untuk penguatan atau penciptaan
jaringan ini. Selama pengajaran, perhatian pelajar perlu difokuskan pada informasi kritis.
Koneksi ke pengetahuan sebelumnya ditunjukkan oleh instruktur atau ditemukan oleh
siswa. Konsistensi dalam organisasi ditandai, contoh dan analogi digunakan untuk
memperkaya jaringan, dan akhirnya, jaringan baru atau yang telah direvisi diuji melalui
berbagai peluang pengambilan. Jika pelajar menemukan bahwa tanggapan berdasarkan
struktur jaringan sudah benar, organisasi tetap ada. Jika tidak, pelajar mencari struktur baru
yang lebih akurat. Selama seluruh proses ini, pelajar juga harus menyadari bagaimana dia
membuat keputusan tentang pemahaman dan kebenaran dari asosiasinya.
Bruner memandang manusia sebagai pemroses, pemikir, dan pencipta informasi. Karena
itu Bruner memusatkan perhatiannya pada apa yang dilakukan manusia dengan informasi
yang diterimanya dan apa yang dilakukamnnya sesudah memperoleh informasi itu untuk
mencapai pemahaman. Pendekatan Bruner terhadap belajar didasarkan pada dua asumsi.
Pertama, perolehan pengetahuan merupakan suatu proses interaktif. Berlawanan dengan
para penganut teori perilaku, Bruner yakin bahwa orang yang belajar berinteraksi dengan
lingkungan secara aktif, perubahan tidak hanya terjadi di lingkungan tetapi juga dalam
orang itu sendiri. Kedua, orang mengkonstruksi pengetahuannnya dengan menghubungkan
informasi yang baru diterima dengan informasi sebelumnya yang sudah disimpan dalam
struktur kognitif.
Menurut Bruner (dalam Moreno, 2010) belajar penemuan (discovery learning) adalah
suatu teori belajar yang menekankan pada pentingnya cara- cara bagaimana individu
memilih, mempertahankan, dan mengubah informasi secara efektif dengan mendorong
siswa untuk mempunyai pengalaman belajar secara langsung dan melakukan percobaan-
percobaan sendiri agar mereka menemukan prinsip-prinsip bagi mereka sendiri. Dalam
memandang proses belajar, Bruner menekankan adanya pengaruh kebudayaan terhadap
tingkah laku seseorang. Dengan teorinya yang disebut free discovery learning ia
mengatakan bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru
memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan, atau
pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupanya.
Dalam proses belajar, siswa akan melalui tiga tahapan berikut (Syah, 2010)
1. Tahap informasi (tahap penerimaan materi), dalam tahap ini, seorang siswa yang
sedang belajar memperoleh sejumlah keterangan mengenai materi yang sedang
dipelajari.
2. .Tahap transformasi (tahap pengubahan materi), dalam tahap ini, informasi yang telah
diperoleh itu dianalisis, diubah atau ditransformasikan menjadi bentuk yang abstrak
atau konseptual .
3. Tahap evaluasi, dalam tahan evaluasi, seorang siswa menilai sendiri sampai sejauh
mana informasi yang telah ditransformasikan tadi dapat dimanfaatkan untuk
memahami gejala atau masalah yang dihadapi.
Sedangkan dalam pelaksanaan pembelajaran, Bruner menganjurkan guru untuk
mengatur materi atau informasi yang akan diberikan melalui tiga tahap yang harus
dilaksanakan berurutan sebagai berikut
1. Enaktif, yaitu tahap pembelajaran yang mengatur agar pengetahuan itu dipelajari
secara aktif misalnya dengan menggunakan benda-benda kongkrit atau menggunakan
situasi yang nyata. Dalam tahap ini kegiatan belajar siswa adalah bertujuan untuk
memahami lingkungan melalui pengalaman langsung atas suatu realitas.
2. Ikonik, yaitu tahap pembelajaran yang mengatur pengetahuan agar ia dapat
direpresentasikan (diwujudkan) dalam bentuk bayangan visual, gambar, atau diagram
yang menggambarkan kegiatan kongkret atau situasi nyata yang terdapat pada tahap
enaktif. Tujuannya adalah agar siswa dapat melihat dunia riil melalui gambar-gambar
dan visualisasi verbal yang lebih menyederhanakan.
3. Simbolik, yaitu tahap pembelajaran yang membuat pengetahuan siswa tentang
realitas yang telah diamati dan dialami dapat dipahami dalam bentuk simbol bahasa
verbal atau ide-ide abstrak seperți teori, analisis, lambang-lambang matematika, atau
simbol abstrak lainnya.
Agar penggunaan metode discovery learning efektif, maka seorang guru tidak hanya perlu
fleksibel, tetapi juga disiapkan dengan baik, terorganisir, dan memiliki pemahaman tentang
bagaimana apa yang ditemukan di kelas adalah yang berharga secara pendidikan dan dapat
menyebabkan investigasi lebih lanjut bagi siswa. Guru perlu dapat membantu anak-anak, yang
sudah ingin tahu tentang dunia di sekitar mereka, belajar bagaimana mengajukan pertanyaan yang
akan membantu mereka memahami lingkungan mereka. Guru juga harus tahu di mana siswa
mereka sedang perkembangan dan bagaimana itu akan berperan dalam seorang anak menemukan
kesuksesan dalam pelajaran. Ini mungkin terdengar seperti tujuan yang tinggi, tetapi sebagian
besar pendidik harus memperhatikan psikologi perkembangan yang secara khusus diarahkan pada
usia yang ingin mereka kerjakan. Selain itu, guru menggunakan metode penemuan pembelajaran
Sebaliknya, mereka berinteraksi dengan siswa untuk melihat apa yang dilakukan siswa, pertanyaan
macam apa yang diminta, dan membantu mereka menerapkan keterampilan baru yang mungkin
diperlukan untuk menyelesaikan masalah dan menarik kesimpulan. Guru juga harus menyadari
bahwa ada lebih dari satu cara untuk mencapai tujuan akhir. Metode discovery Learning adalah
pilihan yang bagus untuk siswa, serta siswa dengan masalah perilaku atau perkembangan. Siswa
yang tidak bisa duduk diam di kelas akan memiliki kesempatan untuk secara aktif mengambil
bagian dalam proses pembelajaran. Siswa yang bahasa pertamanya bukan bahasa Inggris akan
mengeksplorasi ide-ide alih-alih diberi tahu apa yang harus dipikirkan dan mungkin tidak
memahami konsep tersebut karena hambatan bahasa. Ketika metode discovery Learning
digunakan, siswa lebih sering mengalami tugas karena mereka secara aktif merupakan bagian dari
proses pembelajaran.
Lebih jelasnya lagi, dalam pengelolaan kelas perlu diperhatikan 5 hal berikut:
1. Tetapkan wawancara untuk memicu rasa ingin tahu
Bantulah siswa menemukan informasi luar biasa yang dapat mereka kumpulkan hanya dengan
berbicara dengan orang lain. Tugasi wawancara, dan mintalah siswa menulis ringkasan tentang
apa yang mereka pelajari, apa yang mengejutkan mereka, dan keuntungan mempelajari
informasi langsung dari sumber.
“Ketika siswa melakukan penelitian mereka sendiri, mengajukan pertanyaan kritis, dan
membuat kesimpulan sendiri, mereka memperkuat keterampilan pemecahan masalah mereka.”
2. Mintalah siswa bersolo karier
Beberapa proyek pembelajaran penemuan terbaik dilakukan sendiri. Beri siswa Anda masalah
atau subjek untuk diteliti sendiri. Dorong mereka untuk menggunakan teknologi sebagai bagian
dari penelitian mereka, dan kemudian minta mereka kembali bersama untuk melihat apa yang
dipelajari semua orang dan apa yang mereka temukan sendiri.
3. Menggabungkan proyek berbasis data
Menugaskan data yang berkaitan dengan sebuah topik, dan imbaulah siswa untuk menyelidiki,
mengajukan pertanyaan, dan membentuk kesimpulan mereka sendiri. Mereka tidak hanya akan
melihat bahwa mengetahui cara menganalisis data secara objektif memberi mereka wawasan
tentang topik yang mereka pelajari, tetapi juga bagaimana keterampilan analisis data sangat
kuat di luar kelas.
4. Lakukan pembedahan virtual
Terkadang bahan yang langsung sulit ditemukan (atau dibeli). Alih-alih, gunakan pembedahan
virtual untuk mendorong siswa menemukan cara kerja berbagai hal. Siswa dapat menyelidiki
dan mengajukan pertanyaan tanpa harus mengambil pisau bedah.
5. Mendorong kesalahan dan perjuangan produktif
Ketika siswa mengendalikan pembelajaran mereka sendiri, kesalahan tidak bisa dihindari.
Tetapi kesalahan adalah bagian dari Discovery Learning. Memberikan umpan balik yang tepat
waktu, memperbaiki kesalahan dengan cepat, dan terus menerus mendorong siswa untuk terus
melakukannya sangat penting untuk mendorong siswa melewati masalah yang sulit.
Model evaluasi yang banyak dikenal dan digunakan dalam pembelajaran discovery learning
adalah model evaluasi CIPP. Stufflbeam adalah seseorang yang mengembangkan model CIPP ini
yang merupakan singkatan dari :
P = Product Evaluation (evaluasi terhadapa produk). Hasil evaluasi proses diharapkan dapat
membantu pimpinan proyek atau guru untuk membuat keputusan yang berkenaan dengan
kelanjutan, akhir maupun modifikasi program
Keempat kata tersebut pada dasarnya merupakan sasaran evaluasi yang tidak lain adalah
komponen dari suatu program. Dapat dikatakan bahwa model CIPP ini adalah model evaluasi yang
memandang program yang dievaluasi sebagai suatu sistem (Amat Jaedun, 2010 9-10)
Sistem penilaian dalam Model Pembelajaran Discovery Learning dapat dilakukan dengan tes
maupun nontes. Untuk penilaiannya dapat berupa penilaian kognitif, proses, sikap, atau penilaian
hasil kerja siswa. Jika akan melakukan penilaian kognitif, maka dalam model pembelajaran
discovery learning dapat menggunakan tes tertulis. Proses penilaian dalam penerapan Model
Pembelajaran Discovery Learning atau Penemuan selain menggunakan jenis penilaian tertulis dan
penilaian diri, juga dilakukan melalui penilaian sikap, penilaian kinerja dan produk yang
merupakan keterampilan siswa. Jika bentuk penilaiannya menggunakan penilaian proses, sikap,
atau penilaian hasil kerja siswa maka pelaksanaan penilaian dapat dilakukan dengan pengamatan
- Tes dengan memilih jawaban : pilihan ganda, dua pilihan (benar-salah), atau menjodohkan
- Tes dengan menguraikan jawaban : isian atau melengkapi pertanyaan, jawaban singkat,
soal uraian
Dalam menyusun instrumen penilaian tertulis perlu dipertimbangkan hal-hal sebagai berikut :
a. Materi, misalnya kesesuaian soal dengan indikator pada kurikulum
b. Konstruksi, misalnya rumusan soal atau pertanyaan harus jelas dan tegas
c. Bahasa, misalnya rumusan soal tidak menggunakan kata atau kalimat yang menimbulkan
penafsiran ganda
2. Penilaian Diri
Penilaian diri (self assessment) adalah suatu teknik penilaian, subjek yang ingin dinilai diminta
untuk menilai dirinya sendiri berkaitan dengan status, proses dan tingkat pencapaian kompetensi
yang dipelajari dalam mata pelajaran tertentu.
Teknik penilaian diri dapat digunakan dalam berbagai aspek penilaian, yang berkaitan dengan
kompetensi kognitif, afektif dan psikomotor. Dalam proses pembelajaran di kelas, berkaitan
dengan kompetensi kognitif : peserta didik dapat diminta untuk menilai penguasaan pengetahuan
dan keterampilan berpikir sebagai hasil belajar dalam mata pelajaran tertentu, berdasarkan kriteria
atau acuan yang telah disiapkan. Berkaitan dengan kompetensi afektif : peserta didik dapat diminta
untuk membuat tulisan yang memuat curahan perasaannya terhadap suatu obyek sikap tertentu.
Selanjutnya, peserta didik diminta untuk melakukan penilaian berdasarkan kriteria atau acuan yang
telah disiapkan. Berkaitan dengan kompetensi psikomotorik : peserta didik dapat diminta untuk
menilai kecakapan atau keterampilan yang telah dikuasainya sebagai hasil belajar berdasarkan
kriteria atau acuan yang telah disiapkan.
3. Penilaian sikap
Penilaian sikap dilakukan baik didalam maupun diluar kelas yang berisi informasi hasil
pengamatan tentang kekuatan dan kelemahan peserta didik berkaitan dengan sikap dan perilaku,
namun yang terutama dilakukan selama proses belajara mengajar berlangsung, pada penilain sikap
dapat melibatkan teman sejawat sesama siswa dalam satu kelas untuk menilai rekan yang ditunjuk
oleh guru untuk dinilai, penilaian ini dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung
selanjutnya penilaian tersebut dilaporkan kepada guru. Penilaian sikap juga bisa dilakukan oleh
guru bersangkutan secara langsung selama proses pembelajaran.
4. Penilaian Keterampilan
Seorang guru dalam menilai kompetensi keterampilan melalui penilaian kerja. Penilaian hasil
kerja baik berupa produk atau prosesnya yaitu penilaian yang menuntut peserta didik
mendemonstrasikan suatu kompetensi tertentu dengan menggunakan tes praktek, projek ataupun
penilaian portofolio.
DAFTAR PUSTAKA
Arends, R. L. 2012. Learning to Teach: Tenth Edition. New York: Mc-Graw Hill Publisher.
Dahono, Awang Cahyo. 2017. Evaluasi Pembelajaran Berbasis Proyek Pada Mata Pelajaran Ilmu
Pengetahuan Sosial Menggunakan Model Cipp Di Mts Negeri Jember III. Tesis
dipublikasikan
Online.http://repository.unej.ac.id/bitstream/handle/123456789/84469/Awang%20Cahyo
%20Dahono%20-%20150220303001%20%23.pdf?sequence=1 diakses 6 Maret 2021
Firmansyah. 2015. Manajemen Pembelajaran Discovery Learning pada Bidang Studi Ilmu
Pengetahuan Sosial Berbasis Kurikulum 2013 dalam Jurnal Universitas Bengkulu
(Online).
https://ejournal.unib.ac.id/index.php/manajerpendidikan/article/viewFile/1154/962
(diakses 3 Maret 2021)
Ng, Eric. 2017. Bring Discovery Learning to Your Classroom with These 5 Ideas.
https://www.showbie.com/bring-discovery-learning-to-your-classroom-with-these-5-
ideas/
___. 2013. Model Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning). Badan Pengembangan Sumber
Daya Manusia Pendidikan dan Kebudayaan dan Penjamin Mutu Pendidikan. Kementrian
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
https://www.academia.edu/download/51452270/MODEL_PEMBELAJARAN_PENEMU
AN.pdf (diakses 2 Maret 2021)