Anda di halaman 1dari 20

Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Pada Ny.

”P” Dengan Cronic Kidney Desease (CKD) + Acute Lung


Oedem (ALO)  Di Ruang 26 IPD
RSU Dr. Saiful
Anwar Malang

Oleh :
Bayu Indra Sugiharto
186410014

Program Studi Profesi


Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Insan Cendekia Medika
Jombang
2019 
 
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

Sebagai syarat pemenuhan tugas Profesi Ners yang telah dilaksanakan pada tanggal
17 – 23 Juni 2019di ruang 26 IPD.

Telah disetuji
Hari :
Tanggal :

Pembimbing Klinik Pembimbing Akademik

( ) ( )

Kepala Ruangan

( )
LAPORAN PENDAHULUAN GAGAL GINJAL KRONIS

A.   Konsep Gagal Ginjal Kronis 

1.   Pengertian Gagal Ginjal Kronis

Gagal ginjal kronis adalah kegagalan fungsi ginjal untuk

mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan dan


elektrolit akibat destruksi struktur ginjal yang progresif dengan manifestasi
 penumpukan sisa metabolit (toksik uremik) di dalam darah (Muttaqin
dan Sari, 2011).

Chronic kidney disease (CKD) atau penyakit ginjal kronis


didefinisikan sebagai kerusakan ginjal untuk sedikitnya 3 bulan dengan
atau tanpa penurunan glomerulus filtration rate (GFR) (Nahas & Levin,

2010). CKD atau gagal ginjal kronis (GGK) didefinisikan sebagai kondisi
dimana ginjal mengalami penurunan fungsi secara lambat, progresif,
irreversibel, dan samar (insidius) dimana kemampuan tubuh gagal dalam
mempertahankan metabolisme, cairan, dan keseimbangan elektrolit,
sehingga terjadi uremia atau azotemia (Smeltzer, 2009) Gagal ginjal kronik
merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana

ginjal gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan


dan elektrolit, menyebabkan uremia berupa retensi urea dan sampah lain
dalam darah (Brunner & Suddarth, 2002).
Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa
gagal ginjal kronik adalah suatu keadaan dimana ginjal mengalami
kerusakan sehingga tidak mampu lagi mengeluarkan sisa-sisa metabolisme
yang ada di dalam tubuh dan menyebabkan penumpukan urea dan sampah
metabolisme lainnya serta ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.

Klasifikasi 
Klasifikasi gagal ginjal kronis berdasarkan derajat (stage) LFG (Laju
Filtration Glomerulus) dimana nilai normalnya adalah 125
ml/min/1,73m2 dengan rumus Kockroft – Gault sebagai berikut :
Derajat Penjelasan LFG (ml/mn/1.73m2)

1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ≥ 90 


↑ 
2 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau ringan  60-89

3 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau 30-59


sedang
4 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau berat  15-29

5 Gagal ginjal < 15 atau dialisis

Sumber : Sudoyo,2006 Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam. Jakarta : FKUI

2.   Etiologi Gagal Ginjal Kronis

Menurut Muttaqin dan Sari (2011) kondisi klinis yang

memungkinkan dapat mengakibatkan GGK bisa disebabkan dari ginjal

sendiri dan di luar ginjal.


a. Penyakit dari ginjal

1) Penyakit pada saringan (glomerulus): glomerulusnefritis.

2) Infeksi kuman: pyelonefritis, ureteritis.


3) Batu ginjal: nefrolitiasis.

4) Kista di ginjal: polycstis kidney.

5) Trauma langsung pada ginjal.


6) Keganasan pada ginjal.
7) Sumbatan: batu, tumor, penyempitan/striktur. b.
Penyakit umum di luar ginjal
1) Penyakit sistemik: diabetes melitus, hipertensi, kolesterol tinggi.

2) Dyslipidemia.
3) SLE.

4) Infeksi di badan: TBC paru, sifilis, malaria, hepatitis

5) Preeklamsi.

6) Obat-obatan.
7) Kehilangan bnyak cairan yang mendadak (luka bakar).

3.   Patofisiologi dan Pathway

Gagal ginjal merupakan sebuah fenomena kehilangan secara bertahap


fungsi dari nefron. Kerusakan nefron merangsang kompensasi nefron yang
masih utuh untuk mempertahankan homeostasis cairan dan elektrolit.
Mekanisme adaptasi pertama adalah dengan cara hipertrofi dari nefron yang
masih utuh untuk meningkatkan kecepatan filtrasi, beban solut dan

reabsorpsi tubulus.
Apabila 75 % massa nefron sudah hancur maka kecepatan filtrasi dan
 beban solute untuk tiap nefron sangat tinggi sehingga keseimbangan
glomerolus dan tubulus tidak dapat dipertahankan. Terjadi
ketidakseimbangan antara filtrasi dan reabsorpsi disertai dengan hilangnya
kemampuan pemekatan urin. Perjalanan gagal ginjal kronik dibagi menjadi
3 stadium, yaitu :
a.   Stadium I
Stadium pertama merupakan sebuah proses penurunan cadangan ginjal.

Selama stadium ini kreatinin serum dan kadar BUN normal dan pasien
asimptomatik.
b.  Stadium II

Tahap ini merupakan insufisiensi ginjal dimana lebih dari 75%

 jaringan yang berfungsi telah rusak dan GFR (Glomerulus Filtration Rate) 

 besarnya hanya 25% dari normal. Kadar BUN mulai meningkat tergantung

dari kadar protein dalam diet. Kadar kreatinin serum juga mulai meningkat
disertai dengan nokturia dan poliuria sebagai akibat dari kegagalan

 pemekatan urin.

c.   Stadium III

Stadium ini merupakan stadium akhir dimana 90 % dari massa nefron

telah hacur atau hanya tinggal 200.000 nefron saja yang masih utuh. GFR

(Glomerulus Filtration Rate)  hanya 10 % dari keadaan normal. Kreatinin

serum dan BUN akan meningkat. Klien akan mulai merasakan gejala yang
lebih parah karena ginjal tidak lagi dapat mempertahankan homeostasis

cairan dan elektrolit dalam tubuh. Urin menjadi isoosmotik dengan plasma

dan pasien menjadi oligurik dengan haluaran urin kurang dari 500 cc/hari.
Pathway

 
4.   Manifestasi Klinis Gagal Ginjal Kronis

Menurut perjalanan klinis gagal ginjal kronik :


a. Menurunnya cadangan ginjal pasien asimtomatik, namun GFR

dapat menurun hingga 25% dari normal


 b. Insufisiensi ginjal, selama keadaan ini pasien mengalami poliuria dan

nokturia, GFR 10% hingga 25% dari normal, kadar creatinin serum dan
BUN sedikit meningkat diatas normal.
c. Penyakit ginjal stadium akhir ( ESRD) atau sindrom uremik (lemah,
latergi, anoreksia, mual, muntah, nokturia, kelebihan volume cairan
(volume overload), neuropati perifer, pruritus, uremic frost, perikarditis,
kejang-kejang sampai koma), yang ditandai dengan
GFR kurang dari 5-10 ml/ menit, kadar serum kreatinin dan BUN
meningkat tajam, dan terjadi perubahan biokimia dan gejala yang
komplek.

Gejala komplikasinya antara lain, hipertensi, anemia, osteodistrofi


renal, payah jantung, asidosis metabolik, gangguan keseimbangan
elektrolit (sodium, kalium, khlorida) (Nurarif dan Kusuma, 2015).

5.   Penatalaksanaan Gagal Ginjal Kronis

Penatalaksanaan keperawatan pada pasien dengan CKD dibagi tiga yaitu :


a)  Konservatif
-  Dilakukan pemeriksaan lab.darah dan urin
-  Observasi balance cairan

-  Observasi adanya odema


-  Batasi cairan yang masuk
 b)  Dialysis
-   peritoneal dialysis
 biasanya dilakukan pada kasus – kasus emergency.
Sedangkan dialysis yang bisa dilakukan dimana saja yang tidak
 bersifat akut adalah CAPD ( Continues Ambulatori Peritonial
Dialysis )
-  Hemodialisis

Yaitu dialisis yang dilakukan melalui tindakan infasif di vena


dengan menggunakan mesin. Pada awalnya hemodiliasis dilakukan
melalui daerah femoralis namun untuk mempermudah maka
dilakukan :
-  AV fistule : menggabungkan vena dan arteri
-  Double lumen : langsung pada daerah jantung ( vaskularisasi
ke jantung )

c)  Operasi
-  Pengambilan batu
-  Transplantasi ginjal

6.   Pemeriksaan Penunjang

a.   Radiologi

Ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan menilai derajat dari


komplikasi yang terjadi.
 b.  Foto polos abdomen untuk menilai bentuk dan besar ginjal (batu a/

obstruksi)
Dehidrasi akan memperburuk keadaan ginjal oleh sebab itu
 penderita diharapkan tidak puasa.
c.   IVP (Intra Vena Pielografi) untuk menilai sistem pelviokalises dan

ureter
Pemeriksaan ini mempunyai resiko penurunan faal ginjal pada
keadaan tertentu, misalnya : usia lanjut, DM, dan Nefropati Asam
Urat.
d.   USG untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal,

kepadatan parenkim ginjal, antomi sistem pelviokalises, ureter


 proksimal, kandung kemih serta prostat.
e.   Renogram untuk menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi dari

gangguan (vaskuler, parenkim, ekskresi ), serta sisa fungsi ginjal.


f.   Pemeriksaan radiologi jantung untuk mencari kardiomegali, efusi

 perikardial.
g.   Pemeriksaan Radiologi tulang untuk mencari osteodistrofi (terutama

untuk falanks jari), kalsifikasi metastasik.


h.   Pemeriksaan radilogi paru untuk mencari uremik lung; yang terkhir

ini dianggap sebagai bendungan.


i.   Pemeriksaan Pielografi Retrograd bila dicurigai obstruksi yang
reversibel.
 j.  EKG untuk melihat kemungkinan :hipertropi ventrikel kiri, tanda-
tanda perikarditis, aritmia, gangguan elektrolit (hiperkalemia).
k.  Biopsi ginjal
l.  Pemeriksaan Laboratorium yang umumnya dianggap menunjang,

kemungkinan adanya suatu Gagal Ginjal Kronik :


-  Laju Endap Darah : Meninggi yang diperberat oleh adanya
anemia, dan hipoalbuminemia.
-  Anemia normositer normokrom, dan jumlah retikulosit yang
rendah.
-  Ureum dan kreatinin : Meninggi, biasanya perbandingan antara
ureum dan kreatinin lebih kurang 20 : 1. Ingat perbandingan
 bisa meninggi oleh karena perdarahan saluran cerna, demam,
luka bakar luas, pengobatan steroid, dan obstruksi saluran

kemih.
Perbandingan ini berkurang : Ureum lebih kecil dari Kreatinin,
 pada diet rendah protein, dan Tes Klirens Kreatinin yang
menurun.
-  Hiponatremi : umumnya karena kelebihan cairan.
-  Hiperkalemia : biasanya terjadi pada gagal ginjal lanjut bersama
dengan menurunnya diuresis.
-  Hipokalsemia dan Hiperfosfatemia : terjadi karena
 berkurangnya sintesis 1,24 (OH)2 vit D3 pada GGK.

-  Fosfatase lindi meninggi akibat gangguan metabolisme tulang,


terutama Isoenzim fosfatase lindi tulang.
-  Hipoalbuminemis dan Hipokolesterolemia; umumnya
disebabkan gangguan metabolisme dan diet rendah protein.
-  Peninggian Gula Darah , akibat gangguan metabolisme
karbohidrat pada gagal ginjal, (resistensi terhadap pengaruh
insulin pada jaringan ferifer)
-  Hipertrigliserida, akibat gangguan metabolisme lemak,
disebabkan, peninggian hiormon inslin, hormon somatotropik

dan menurunnya lipoprotein lipase.


-  Asidosis metabolik dengan kompensasi respirasi menunjukan
 pH yang menurun, BE yang menurun, HCO3 yang menurun,
PCO2 yang menurun, semuanya disebabkan retensi asam-asam
organik pada gagal ginjal.

7.   Komplikasi

Komplikasi dari gagal ginjal kronis menurut Smeltzer (2009) yaitu :


-  Hiperkalemia: akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik,
katabolisme dan masukan diit berlebih.
-  Perikarditis : Efusi pleura dan tamponade jantung akibat produk
sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
-  Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem
reninangiotensin-aldosteron.
-  Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel
darah merah.

-  Penyakit tulang serta kalsifikasi akibat retensi fosfat, kadar kalsium


serum rendah, metabolisme vitamin D dan peningkatan kadar
aluminium.
-  Asidosis metabolic, Osteodistropi ginjal & Sepsis, Neuropati
 perifer, Hiperuremia
B.   Asuhan Keperawatan

Pengkajian fokus yang disusun berdasarkan pada Gordon dan mengacu pada
Doenges (2001), serta Carpenito (2006) sebagai berikut :
1.   Demografi

Penderita CKD kebanyakan berusia diantara 30 tahun, namun ada juga yang
mengalami CKD dibawah umur tersebut yang diakibatkan oleh berbagai hal seperti
 proses pengobatan, penggunaan obat-obatan dan sebagainya. CKD dapat terjadi pada
siapapun, pekerjaan dan lingkungan juga mempunyai peranan penting sebagai pemicu
kejadian CKD. Karena kebiasaan kerja dengan duduk / rdiri yang terlalu lama dan
lingkungan yang tidak menyediakan cukup air minum / mengandung banyak
senyawa/ zat logam dan pola makan yang tidak sehat.
2.   Riwayat penyakit yang diderita pasien sebelum CKD seperti DM, glomerulo nefritis,

hipertensi, rematik, hiperparatiroidisme, obstruksi saluran kemih, dan traktus urinarius

 bagian bawah juga dapat memicu kemungkinan terjadinya CKD.


3.   Pola nutrisi dan metabolik.

Gejalanya adalah pasien tampak lemah, terdapat penurunan BB dalam kurun


waktu 6 bulan. Tandanya adalah anoreksia, mual, muntah, asupan nutrisi dan air naik
atau turun.
4.   Pola eliminasi

Gejalanya adalah terjadi ketidak seimbangan antara output dan input. Tandanya
adalah penurunan BAK, pasien terjadi konstipasi, terjadi peningkatan suhu dan
tekanan darah atau tidak singkronnya antara tekanan darah dan suhu.
 
5. Pengkajian fisik
a.  Penampilan / keadaan umum.
Lemah, aktifitas dibantu, terjadi penurunan sensifitas nyeri. Kesadaran pasien dari
compos mentis sampai coma.
 b.  Tanda-tanda vital.
Tekanan darah naik, respirasi riet naik, dan terjadi dispnea, nadi meningkat dan
reguler.
c.  Antropometri.
Penurunan berat badan selama 6 bulan terahir karena kekurangan nutrisi, atau

terjadi peningkatan berat badan karena kelebihan cairan.


d.  Kepala.
Rambut kotor, mata kuning / kotor, telinga kotor dan terdapat kotoran telinga,
hidung kotor dan terdapat kotoran hidung, mulut bau ureum, bibir kering dan
 pecah-pecah, mukosa mulut pucat dan lidah kotor.
e.  Leher dan tenggorok.

Peningkatan kelenjar tiroid, terdapat pembesaran tiroid pada leher.


f.  Dada
Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada berdebar-debar. Terdapat otot bantu
napas, pergerakan dada tidak simetris, terdengar suara tambahan pada paru
(rongkhi basah), terdapat pembesaran jantung, terdapat suara tambahan pada
 jantung.
g. 
Abdomen.
Terjadi peningkatan nyeri, penurunan pristaltik, turgor jelek, perut buncit.
h.  Genital.

Kelemahan dalam libido, genetalia kotor, ejakulasi dini, impotensi, terdapat ulkus.
i.  Ekstremitas.
Kelemahan fisik, aktifitas pasien dibantu, terjadi edema, pengeroposan tulang, dan
Capillary Refill lebih dari 1 detik.
 j.  Kulit.
Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik dan mengkilat / uremia,
dan terjadi perikarditis.

C.   Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada CKD adalah sebagai berikut:
a.  Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kerusakan fungsi ginjal

 b.  Intoleransi aktivitas berhubungan dengan anemia dan nyeri sendi sekunder terhadap

gagal ginjal.

c.   Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi, pemeriksaan

diagnostik, rencana tindakan dan prognosis.

d.   Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pruritus sekunder terhadap

gagal ginjal.
e.   Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan

anorekasia, mual, muntah, kehilangan selera, bau, stomatitis dan diet tak enak.
A.  Rencana Asuhan Keperawatan

NO Diagnosa Keperawatan Tujuan & KH Kode NIC Intervensi Keperawatan


1. Kelebihan volume cairan
Tujuan: 4130 Fluid Management : 
 b.d penurunan haluaran
Setelah dilakukan asuhan 1.   Kaji status cairan ; timbang berat badan,keseimbangan
urin dan retensi cairan dan
keperawatan selama 3x24 jam masukan dan haluaran, turgor kulit dan adanya edema
natrium.
volume cairan seimbang. 2.   Batasi masukan cairan

Kriteria Hasil: 3.   Identifikasi sumber potensial cairan

NOC : Fluid Balance  4.   Jelaskan pada pasien dan keluarga rasional pembatasan

cairan
  Terbebas dari edema, efusi,

anasarka 5.   Kolaborasi pemberian cairan sesuai terapi.

   Bunyi nafas bersih,tidak adanya


dipsnea 2100 Hemodialysis therapy

   Memilihara tekanan vena sentral, 1.   Ambil sampel darah dan meninjau kimia darah

tekanan kapiler paru, output (misalnya BUN, kreatinin, natrium, pottasium, tingkat

 jantung dan vital sign normal.  phospor) sebelum perawatan untuk mengevaluasi respon
thdp terapi.
2.   Rekam tanda vital: berat badan, denyut nadi,

 pernapasan, dan tekanan darah untuk mengevaluasi


respon terhadap terapi.
3.   Sesuaikan tekanan filtrasi untuk menghilangkan jumlah

yang tepat dari cairan berlebih di tubuh klien.

4.   Bekerja secara kolaboratif dengan pasien untuk

menyesuaikan panjang dialisis, peraturan diet,

keterbatasan cairan dan obat-obatan untuk mengatur


cairan dan elektrolit pergeseran antara pengobatan

2 Gangguan nutrisi kurang Setelah dilakukan asuhan 1100 Nutritional Management


1.   Monitor adanya mual dan muntah
dari kebutuhan tubuh b.d keperawatan selama 3x24 jam nutrisi
2.   Monitor adanya kehilangan berat badan dan
anoreksia mual muntah. seimbang dan adekuat.
perubahan status nutrisi.
Kriteria Hasil:
3.   Monitor albumin, total protein, hemoglobin, dan
NOC : Nutritional Status 
hematocrit level yang menindikasikan status nutrisi
   Nafsu makan meningkat
dan untuk perencanaan treatment selanjutnya.
   Tidak terjadi penurunan BB
4.   Monitor intake nutrisi dan kalori
   Masukan nutrisi adekuat
klien. 5.  Berikan makanan sedikit tapi
   Menghabiskan porsi makan
sering 6.  Berikan perawatan mulut
   Hasil lab normal (albumin,
sering
kalium)
7.  Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian diet sesuai

terapi
3 Perubahan pola napas
Setelah dilakukan asuhan 3350 Respiratory Monitoring
 berhubungan dengan
keperawatan selama 1x24 jam pola 1.  Monitor rata – rata, kedalaman, irama dan usaha respirasi
hiperventilasi paru 
nafas adekuat. Kriteria Hasil: 2.  Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan, penggunaan
NOC : Respiratory Status  otot tambahan, retraksi otot supraclavicular dan
   Peningkatan ventilasi dan intercostal
oksigenasi yang adekuat
3.   Monitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul,
   Bebas dari tanda tanda distress
hiperventilasi, cheyne stokes
 pernafasan
4.   Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak
   Suara nafas yang bersih, tidak ada adanya ventilasi dan suara tambahan
sianosis dan dyspneu (mampu Oxygen Therapy 
3320
mengeluarkan sputum, mampu 1.  Auskultasi bunyi nafas, catat adanya crakles
 bernafas dengan mudah, tidak ada 2.  Ajarkan pasien nafas dalam
 pursed lips) 3.  Atur posisi senyaman mungkin
   Tanda tanda vital dalam rentang 4.  Batasi untuk beraktivitas
normal 5.  Kolaborasi pemberian oksigen
4 Gangguan perfusi jaringan Setelah dilakukan asuhan 4066 Circulatory Care
 berhubungan dengan keperawatan selama 3x24 jam perfusi 1.   Lakukan penilaian secara komprehensif fungsi sirkulasi

 penurunan suplai O2 dan jaringan adekuat.  periper. (cek nadi priper,oedema, kapiler refil, temperatur
nutrisi ke jaringan Kriteria Hasil: ekstremitas).
sekunder. NOC: Circulation Status 2.   Kaji nyeri

   Membran mukosa merah muda 3.   Inspeksi kulit dan Palpasi anggota badan

   Conjunctiva tidak anemis 4.   Atur posisi pasien, ekstremitas bawah lebih rendah

   Akral hangat untuk memperbaiki sirkulasi.

   TTV dalam batas normal. 5.   Monitor status cairan intake dan

output 6.  Evaluasi nadi, oedema


   Tidak ada edema
7.  Berikan therapi antikoagulan.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Suddarth. 2002.  Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8 volume 2.
Jakarta: EGC 
Carpenito, L.J., 2006, Rencana asuhan dan pendokumentasian keperawatan (Edisi 2), Alih.
Bahasa Monica Ester, Jakarta : EGC. 

Doengoes, Marilyn E, 2001, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk. Perencanaan


dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3, Jakarta: EGC

Muttaqin, Arif dan Kumala Sari. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan.
Jakarta : Salemba Medika
 Nahas, Meguid El & Adeera Levin.2010.Chronic Kidney Disease: A Practical Guide to
Understanding and Management . USA : Oxford University Press. 
 Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma.2015.Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta; MediAction. 
Smeltzer, S. 2009. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth. Volume 2
Edisi 8. Jakarta : EGC. 
LAPORAN PENDAHULUAN ACUTE LUNG OEDEMA (ALO)

1.   DEFINISI

Acute Lung Odema (ALO) atau edema paru akut adalah terjadinya penumpukan cairan
secara massif di rongga alveoli yang menyebabkan pasien berada dalam kedaruratan
respirasi dan ancaman gagal nafas (Gumiwang, 2007).
ALO juga dapat diartikan sebagai penumpukan cairan (serous/serosanguineous) oleh
karena adanya aliran cairan atau darah ke ruang interstisial paru yang selanjutnya ke
alveoli paru, bronkus, bronkiolus, atau interstisial space melebihi cairan balik/kembali ke
arah jantung atau melalui limfatik (Tamashefski, 2000).

2.   ETIOLOGI

a.   Ketidakseimbangan Starling Forces:

1)  Peningkatan tekanan kapiler paru:


Edema paru akan terjadi hanya apabila tekanan kapiler pulmonal meningkat
sampai melebihi tekanan osmotic koloid plasma, yang biasanya berkisar 28
mmHg pada manusia. Sedangkan nilai normal dari tekanan vena pulmonalis
adalah antara 8-12 mmHg, yang merupakan batas aman dari mulai terjadinya
edema paru tersebut. Etiologi dari keadaan ini antara lain:
   Peningkatan tekanan vena paru tanpa adanya gangguan fungsi ventrikel kiri
(stenosis mitral).
   Peningkatan tekanan vena paru sekunder oleh karena gangguan
fungsi ventrikel kiri.
   Peningkatan tekanan kapiler paru sekunder oleh karena peningkatan tekanan
arteria pulmonalis (over perfusion pulmonary edema).
2)   Penurunan tekanan onkotik plasma

Hipoalbuminemia sekunder oleh karena penyakit ginjal, hati, protein-losing


enteropaday, penyakit dermatologi atau penyakit nutrisi. Tetapi hipoalbuminemia
saja tidak menimbulkan edema paru, diperlukan juga peningkatan tekanan kapiler
 paru. Peningkatan tekanan yang sedikit saja pada hipoalbuminemia akan
menyebabkan edema paru.
3)   Peningkatan tekanan negatif intersisial:

Edema paru dapat terjadi akibat perpindahan yang cepat dari udara pleural,
contoh yang sering menjadi etiologi adalah:

1.   Pengambilan terlalu cepat pneumotorak atau efusi pleura (unilateral).

2.   Tekanan pleura yang sangat negatif oleh karena obstruksi saluran napas akut

 bersamaan dengan peningkatan end-expiratory volume (asma).


4)   Peningkatan tekanan onkotik intersisial

Sampai sekarang belum ada contoh secara percobaan maupun klinik.


 b.  Perubahan permeabilitas membran alveolar-kapiler (Adult Respiratory Distress
Syndrome)
Keadaan ini merupakan akibat langsung dari kerusakan pembatas antara
kapiler dan alveolar. Cukup banyak kondisi medis maupun surgical tertentu yang
 berhubungan dengan edema paru akibat kerusakan pembatas ini daripada akibat
ketidakseimbangan Starling Force.
1)   Pneumonia (bakteri, virus, parasit).

2)   Bahan toksik inhalan (phosgene, ozone, chlorine, NO).

3)   Bahan asing dalam sirkulasi (bisa ular, endotoksin bakteri, alloxan, alpha-

naphthyl thiourea).
4)   Aspirasi asam lambung.
5)   Pneumonitis radiasi akut.

6)   Bahan vasoaktif endogen (histamin, kinin).

7)  Disseminated Intravascular Coagulation.


8)  Imunologi: pneumonitis hipersensitif, obat nitrofurantoin, leukoagglutinin.
9)  Shock Lung oleh karena trauma di luar toraks.
10) Pankreatitis Perdarahan Akut.
c.  Insufisiensi Limfatik:
1)   Post Lung Transplant.

2)   Lymphangitic Carcinomatosis.

3)   Fibrosing Lymphangitis (silicosis)

d.  Tak diketahui/tak jelas


1)  High Altitude Pulmonary Edema.
2)   Neurogenic Pulmonary Edema.
3)   Narcotic overdose.
4)  Pulmonary embolism
5)  Eclampsia
6)  Post cardioversion
7)  Post Anesthesia

8)  Post Cardiopulmonary Bypass


e.  Kardiogenik
1)   Penyakit pada arteri koronaria

Arteri yang menyuplai darah untuk jantung dapat menyempit karena adanya
deposit lemak (plaques). Serangan jantung terjadi jika terbentuk gumpalan darah
 pada arteri dan menghambat aliran darah serta merusak otot jantung yang
disuplai oleh arteri tersebut. Akibatnya, otot jantung yang mengalami gangguan
tidak mampu memompa darah lagi seperti biasa.
2)   Kardiomiopati

Penyebab terjadinya kardiomiopati sendiri masih idiopatik. Menurut beberapa


ahli diyakini penyebab terbanyak terjadinya kardiomiopati dapat disebabkan
oleh infeksi pada miokard jantung (miokarditis), penyalahgunaan alkohol dan
efek racun dari obat-obatan seperti kokain dan obat kemoterapi. Kardiomiopati
menyebabkan ventrikel kiri menjadi lemah sehingga tidak mampu
mengkompensasi suatu keadaan dimana kebutuhan jantung memompa darah
lebih berat pada keadaan infeksi. Apabila ventrikel kiri tidak mampu
mengkompensasi beban tersebut, maka darah akan kembali ke paru-paru. Hal
inilah yang akan mengakibatkan cairan menumpuk di paru-paru (flooding).
3)   Gangguan katup jantung

4)   Pada kasus gangguan katup mitral atau aorta, katup yang berfungsi untuk

mengatur aliran darah tidak mampu membuka secara adekuat (stenosis) atau
tidak mampu menutup dengan sempurna (insufisiensi). Hal ini menyebabkan
darah mengalir kembali melalui katub menuju paru-paru.
5)   Hipertensi

6)   Hipertensi tidak terkontrol dapat menyebabkan terjadinya penebalan pada otot


ventrikel kiri dan dapat disertai dengan penyakit arteri koronaria.

3.   KLASIFIKASI

Berdasarkan penyebabnya, edema paru terbagi menjadi 2, kardiogenik dan non-


kardiogenik. Hal ini penting diketahui oleh karena pengobatannya sangat berbeda.
Edema Paru Kardiogenik disebabkan oleh adanya Payah Jantung Kiri apapun sebabnya.
Edema Paru Kardiogenik yang akut disebabkan oleh adanya Payah Jantung Kiri Akut.
Tetapi dengan adanya faktor presipitasi, dapat terjadi pula pada penderita Payah Jantung
Kiri Cronic

a.   Cardiogenic

Edema paru kardiogenik ialah edema yang disebabkan oleh adanya


kelainan pada organ jantung. Misalnya, jantung tidak bekerja semestinya seperti
 jantung memompa tidak bagus atau jantung tidak kuat lagi memompa.
Cardiogenic pulmonary edema berakibat dari tekanan yang tinggi dalam
 pembuluh-pembuluh darah dari paru yang disebabkan oleh fungsi jantung yang
 buruk. Gagal jantung kongestif yang disebabkan oleh fungsi pompa jantung yang
 buruk (datang dari beragam sebab-sebab seperti arrhythmias dan penyakit-penyakit
atau kelemahan dari otot jantung), serangan-serangan jantung, atau klep-klep
 jantung yang abnormal dapat menjurus pada akumulasi lebih dari jumlah darah
yang biasa dalam pembuluh-pembuluh darah dari paru-paru. Pada gilirannya, hal
ini menyebabkan cairan dari pembuluh-pembuluh darah didorong keluar ke alveoli
ketika tekanan membesar.

 b.   Non-Cardiogenic Pulmonary Edema


 Non-cardiogenic pulmonary edema ialah edema yang umumnya disebabkan

Anda mungkin juga menyukai