Anda di halaman 1dari 9

BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian Konsolidasi Tanah dan Pengaturannya

Tanah adalah kekayaan bangsa Indonesia yang harus dimanfaatkan sebesar-


besarnya untuk rakyat, seperti yang telah tercantum dalam pasal 33 ayat (3) UUD
1945. Dalam proses pemanfaatan tanah untuk kemakmuran rakyat tersebut perlu
dilaksanakan sebuah pengaturan penguasaan dan penatagunaan tanah dan hasil guna
penggunaan tanah serta menyelaraskan kepentingan individu dengan fungsi social
tanah dalam rangka pelaksanaan pembangunan dan juga meningkatkan peran serta
aktif para pemilik tanah dalam pembangunan dan upaya pemerataan hasil-hasilnya
perlu dilaksanakan Konsolidasi Tanah baik di perkotaan maupun di perdesaan.

Dasar Pengaturan :

Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 1991 tentang


Konsolidasi Tanah

Istilah-istilah :

 Konsolidasi tanah adalah kebijaksanaan pertanahan mengenai penataan


kembali penguasaan dan penggunaan serta usaha pengadaan tanah untuk
kepentingan pembangunan, untuk peningkatan kualitas lingkungan dan
pemeliharaan sumber daya alam dengan melibatkan partisipasi aktif
masyarakat. ( Pasal 1 angka 1 )

 Peserta konsolidasi tanah adalah pemegang Hak Atas Tanah atau penggarap
tanah Negara objek konsolidasi tanah. ( Pasal 1 angka 2 )

 Tanah objek konsolidasi tanah adalah tanah Negara non pertanian dan/atau
tanah hak di wilayah perkotaan atau perdesaan yang ditegaskan oleh Kepala
Badan Pertanahan Nasional untuk dikonsolidasi. ( Pasal 1 angka 3 )
 Sumbangan tanah untuk pembangunan adalah bagian dari objek
konsolidasi tanah yang disediakan untuk pengganti biaya pelaksanaan. ( Pasal
1 angka 4 )

 Tanah pengganti biaya pelaksanaan adalah bagian dari sumbangan tanah


untuk pembangunan yang diserahkan kepada pihak ke tiga dengan
pembayaran biaya kompensasi berupa uang, yang dipergunakan untuk
pembiayaan kegiatan pelaksanaan konsolidasi tanah sesuai dengan Daftar
Rencana Kegiatan Konsolidasi Tanah (DRKK). ( Pasal 1 angka 5 )

 Surat Izin Menggunakan Tanah (SIMT) adalah Surat Izin Menggunakan


Tanah pengganti biaya pelaksanaan yang dikeluarkan oleh Kepala Kantor
Pertanahan Kabupaten/Kota. ( Pasal 1 angka 6 )

Tujuan dan Sasaran :

 Tujuan dari konsolidasi tanah adalah untuk mencapai pemanfaatan tanah


secara optimal melalui peningkatan efisiensi dan produktifitas penggunaan
tanah. ( Pasal 2 ayat 1 )

 Sasaran konsolidasi tanah adalah terwujudnya suatu tatanan penguasaan dan


penggunaan tanah yang tertib dan teratur. ( pasal 2 ayat 2 )

Pelaksanaan :

 Pelaksanaan pengaturan penguasaan dan penatagunaan tanah dalam bentuk


konsolidasi tanah dilakukan di perdesaan dan perkotaan, dalam rangka
peningkatan kualitas lingkungan dan sekaligus menyediakan tanah untuk
pembangunan prasarana dan fasilitas umum. ( Pasal 3 ayat 1 )

 Kegiatan konsolidasi tanah meliputi penataan kembali bidang-bidang tanah


termasuk Hak Atas Tanah dan/atau penggunaan tanahnya dengan dilengkapi
prasarana jalan, irigasi, fasilitas lingkungan dan/atau serta fasilitas penunjang
lainnya yang diperlukan dengan melibatkan partisipasi para pemilik tanah
dan/atau penggarap tanah. ( Pasal 3 ayat 2 )
 Lokasi Konsolodasi Tanah ditetapkan oleh Bupati/Walikotan Kepala Daerah
Tingkat II dengan mengacu pada Rencana Tata Ruang dan Rencana
Pembangunan Daerah. ( Pasal 4 ayat 1 )

 Secara fungsional, konsolidasi tanah dilaksanakan oleh Badan Pertanahan


Nasional, ( Pasal 5 ayat 1 ) yang meliputi:

a)    Kepala Badan Pertanahan Nasional ( Pasal 5 ayat 2 butir c )

b)    Kepala Kantor Pertanahan Provinsi ( Pasal 5 ayat 2 butir b )

c)    Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota ( Pasal 5 ayat 2 butir a )

 Secara opersional, konsolidasi tanah dilaksanakan oleh instansi-instansi lain


yang terkait dan masyarakat di bawah koordinasi Gubernur untuk Daerah
Tingkat I dan di bawah Bupati/Walikota untuk Daerah Tingkat II ( Pasal 5
ayat 3 )

Sumbangan Tanah untuk Pembangunan :

 Besarnya sumbangan tanah untuk pembangunan ditetapkan berdasarkan


kesepakatan bersama peserta konsolidasi tanah dengan mengacu pada Rencana
Tata Ruang Daerah. ( Pasal 6 ayat 2 )

 Peserta yang persil atau luas tanahnya terlalu kecil sehingga tidak mungkian
menyerahkan sebagian tanahnya sebagai sumbangan tanah untuk keperluan,
dapat mengganti sumbangan tersebut dengan uang atau bentuk lainnya yang
disetujui bersama oleh para perserta konsolidasi tanah. ( Pasal 6 ayat 3 )

Pembiayaan :

 Pada dasarnya pembiayaan konsolidasi tanah oleh para perserta konsolidasi


tanah melalui: ( Pasal 7 ayat 1 )

1)    Sumbangan berupa tanah

2)    Sumbangan uang


3)    Sumbangan dalam bentuk-bentuk lainnya

 Sumbangan berupa tanah ini, para peserta konsolidasi dilepaskan Hak Atas
Tanahnya atau garapannya kepada Negara dihadapan Kepala Kantor
Pertanahan setempat. ( Pasal 7 ayat 2 )

 Tanah pengganti biaya pelaksanaan diperuntukan bagi pembiayaan


pelaksanaan konsolidasi yang penggunaannya diserahkan bagi peserta yang
memiliki persil tanah terlalu kecil. ( Pasal 7 ayat 3 )

 Penyerahan sumbangan tanah untuk pembangunan dilakukan oleh Kepala


Kantor Pertanahan setempat dengan menerbitkan Surat Izin Menggunakan
Tanah, yang menjadi dasar pemberian hak Atas Tanah kepada yang
bersangkutan. ( Pasal 7 ayat 4 )

 Sumbangan berupa uang diterima oleh bendaharawan khusus serta merupakan


uang penerimaan Negara, dapat dipergunakan langsung untuk pembiayaan
pelaksanaan konsolidasi tanah berdasarkan Daftar Rencana Kegiatan
Konsolidasi Tanah. ( Pasal 7 ayat 5 )

 Dana konsolidasi tanah disimpan dalam rekening bendaharawan khusus pada


Bank Pemerintah dan dibukukan dalam buku kas umum dan buku pembantu
dana konsolidasi tanah. ( Pasal 7 ayat 6 )

 Pertanggung jawaban dana konsolidasi tanah disampaikan oleh Kepala Kantor


Pertanahan Kabupaten/Kota kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional cq.
Kepala Biro Keuangan dan tembusannya disampaikan kepada Kepala Kantor
Wilayah Badan Pertanahan Nasioanl Provinsi secara bulanan berdasarkan
Keppres No 29 Tahun 1984. ( Pasal 7 ayat 7 )

Penyelesaian Hak Atas Tanah :

 Proses penetapan objek konsolidasi tanah, para peserta konsolidasi tanah harus
melepaskan Hak Atas Tanahnya. Hal ini dilakukan oleh Kepala Badan
Pertanahan Nasional atas usul Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota
setempat melalui Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Provinsi. ( Pasal 8
ayat 1 )

 Hak Atas Tanah objek konsolidasi tanah diberikan kepada peserta konsolidasi
tanah sesuai dengan rencana penataan kapling yang disetujui para peserta
konsolidai tanah. ( Pasal 8 ayat 2 )

 Pemberian Hak Atas Tanah dilkasanakan secara kolektif sesuai dengan


peraturan perundang-undangan yang berlaku. ( Pasal 8 ayat 3 )

 Peserta konsolidasi tanah dibebaskan dari kewajiban membayar uang


pemasukan kepada Negara dan hanya diwajibkan membayar biaya
administrasi dan biaya pendaftaran tanah. ( Pasal 8 ayat 4 )

2. Hubungan Konsolidasi Tanah dengan Tata Ruang

Saat ini tanah merupakan resource yang memiliki posisi strategis dalam kontek
pembangunan nasional. Segala bentuk pembangunan hampir seluruhnya memerlukan
tanah untuk aktifitasnya. Dalam kaitan tersebut, diperlukan upaya untuk lebih
meningkatkan peran penatagunaan tanah untuk dapat mewujudkan pembangunan
yang sustainable.

Seperti yang telah dimaklumatkan dalam Pasal 1, PP No. 16/2004 Tentang


Penatagunaan Tanah, yang dimaksudkan penatagunaan tanah adalah sama dengan
pola pengelolaan tata guna tanah yang meliputi penguasaan, penggunaan, dan
pemanfaatan tanah yang berwujud konsolidasi pemanfaatan tanah melalui pengaturan
kelembagaan yang terkait dengan pemanfaatan tanah sebagai satu kesatuan sistem
untuk kepentingan masyarakat secara adil. Penatagunaan tanah ini merujuk pada
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota yang telah ditetapkan seperti
tercantum pada pasal 3 mengenai tujuan dari penatagunaan tanah. Dari sini dapat kita
telaah bahwasannya, penatagunaan tanah merupakan ujung tombak dalam
mengimplementasikan RTRW di lapangan. Hal ini didasarkan bahwa, dalam setiap
jengkal tanah, pada hakekatnya telah melekat hak kepemilikan tanah. Sehingga untuk
mewujudkan RTRW dalam setiap jengkal tanah mau tidak mau harus berinteraksi
dengan pemegang hak atas tanah tersebut.

Posisi penatagunaan tanah juga semakin jelas seperti yang termaktub dalam Pasal
33 UU No.26/2007 Tentang Penataan Ruang, dimana pemanfaatan ruang mengacu
pada rencana tata ruang yang dilaksanakan dengan penatagunaan tanah, penatagunaan
air, dan penatagunaan udara. Pada hakekatnya, tanah sebagai unsur yang paling
dominan dalam penataan ruang, telah dilandasi dengan PP, memiliki peran yang
paling strategis dalam mewujudkan penataan ruang. Namun demikian, penatagunaan
tanah belum begitu dilibatkan dalam proses penyusunan, implementasi maupun
pengawasan penataan ruang. Menurut saya, proses penataan ruang di Indonesia saat
ini memang pada level yang bervariasi. Namun demikian, secara umum dapat dilihat
bahwa, penataan ruang masih bergerak dilevel dasar, yaitu proses euphoria
penyusunan tata ruang. Hal ini terbukti dari banyaknya tata ruang yang tidak
dilaksanakan di lapangan. Seharusnyalah, mulai sekarang, kita bersama-sama harus
lebih memikirkan juga bagaimana implementing di lapangan.

Penatagunaan tanah memiliki dua peran utama dalam mewujudkan rencana tata
ruang guna kepentingan masyarakat secara adil. Pertama, peran secara makro,
penatagunaan tanah bersama-sama dengan instansi lain baik pusat maupun daerah,
bekerja sama untuk merumuskan kebijakan dalam perencanaan, pelaksanaan, dan
pengawasan penataan ruang. Hal ini terwujud dalam pembentukan Badan Koordinasi
Penataan Ruang Nasional (BKPRN) maupun didaerah (BKPRD). Perlu diketahui
bahwa sampai dengan hari ini, penatagunaan tanah yang diemban oleh Badan
Pertanahan Nasional (Direktorat Penatagunaan Tanah), masih merupakan instansi
vertikal. Kondisi ini lebih memudahkan kontrol maupun koordinasi antara
penatagunaan tanah nasional maupun daerah. Selain itu penatagunaan tanah juga
bertugas untuk menyusun neraca penatagunaan tanah. Di dalam neraca ini terdapat
evalusai kesesuaian RTRW dengan penggunaan tanah saat ini, serta ketersediaan
tanah untuk pembangunan didasarkan pada RTRW, penggunaan, dan penguasaan
tanah. Neraca ini tentunya sangat berguna dalam revisi dan evaluasi RTRW.

Peran penatagunaan tanah di level mikro adalah implementing penatagunaan


tanah dalam pada administrasi pertanahan. Di sini peran penatagunaan tanah semakin
jelas, dimana secara langsung dalam administrasi pertanahan, penatagunaan tanah
dapat terlibat langsung dalam proses administrasi pertanahan. Proses-proses
administrasi pertanahan mulai dari penerbitan hak, pemindahan hak, pelepasan hak,
dan lain-lain, kesemuanya harus mengacu pada rencana tata ruang wilayah. Dalam
penyelenggaraan penatagunaan tanah, dapat ditempuh melalui penataan kembali,
upaya kemitraan, dan penyerahan dan pelepasan hak atas tanah kepada negara. Dalam
hal pembinaan dan pengendalian penatagunaan tanah dapat ditempuh melalui
pemberian insentif dan disinsentif.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Tujuan dari konsolidasi tanah sebagai kebijakan pemerintah mengenai penataan


kembali penguasaan dan penggunaan tanah serta usaha pengadaan tanah untuk
kepentingan pembangunan, untuk peningkatan kualitas lingkungan dan pemeliharaan
sumber daya alam adalah untuk mencapai pemanfaatan tanah secara optimal melalui
peningkatan efisiensi dan prodiktifitas penggunaan tanah, artinya pembangunan yang
dilakukan oleh pemerintah adalah untuk kepentingan masyarakat agar terwujud suatu
tatanan pengauasan dan penggunaan tanah yang tertib dan teratur.

Hal ini bukan berarti pemerintah dapat dengan sewenag-wenang mengambil tanah
milik masyarakat dengan alasan untuk pembangunan tetapi pengadaan tanah tersebut
dilakukan dengan kesepakat bersama antara pemerintah dengan peserta konsolidasi
tanah/masyarakat yang nantinya tanah objek konsolidasi tersebut akan diserahkan
kembali kepada pemilik Hak Atas Tanah baik secara langsung maupun tidak
langsung.

Secara langsung artinya hak Atas Tanah akan diberikan kepada peserta konsolidasi
tanah sesuai dengan rencana penataan kapling yang disetujui oleh yang bersangkutan.
Diserahkan secara tidak langsung artinya tanah tersebut dijadikan sarana dan
prasarana umum, misalnya untuk pembangunan jalan dan fasilitas umum lainnya yang
bermanfaat bagi masyarakat luas.

Hal ini merupakan penerapan dari asas tanah mempunyai fungsi social, yaitu
keselarasan antara kepentingan individu dengan kepentingan social. Jadi, hak
masyarakat atas tanahnya tetap terlindungi dan tidak terjadi otoritarianisme yang
dilakukan oleh pemerintah di bidang agrarian khususnya di bidang pertanahan.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kemajuan pada bidang pembangunan pada hakekatnya semakin
meningkatkan kebutuhan akan lahan atau tanah. Hal ini memberi konsekuensi nilai
lahan yang semakin tinggi. Menurut Sitorus (1985 : 1), semakin meningkatnya
kebutuhan tanah untuk pembangunan akan memperbesar ketidaksesuaian
pengunaan lahan. Mengingat hal tersebut, kegiatan pembangunan sudah
seharusnya dapat memberikan dampak pada perbaikan kondisi fisik, ekonomi, dan
sosial masyarakat. Pada kenyataannya, proses pembangunan seringkali kurang
memperhatikan hal-hal tersebut. Salah satu penyebabnya adalah karena proses
pengadaan tanah untuk pembangunan seringkali dilakukan dengan cara jual beli
tanah. Proses jual beli tanah yang dilakukan selama ini, ternyata lebih banyak
memberikan dampak negatif bagi kegiatan pembangunan itu sendiri, diantaranya
adalah semakin rendahnya partisipasi masyarakat, marginalisasi masyarakat, serta
mendorong terciptanya kemiskinan. Salah satu alternatif yang dapat dilakukan guna
mengantisipasi ini adalah dengan melakukan konsolidasi tanah. Konsolidasi tanah
diyakini merupakan cara efektif guna meningkatkan partisipasi masyarakat,
meningkatkan kesadaran masyarakat, dan turut mendorong terhadap penataan
ruang yang lebih berkeadilan.
Dalam diktum Peraturan Kepala Badan Pertahanan Nasional No. 4 tahun 1991
tentang konsolidasi tanah dinyatakan bahwa tanah sebagai kekayaan bangsa Indonesia
harus dimanfaatkan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Untuk mencapai
pemanfaatan tersebut perlu dilakukan konsolidasi tanah sebagai upaya untuk
meningkatkan daya guna dan hasil guna penggunaan tanah serta menyelaraskan
kepentingan individu dengan fungsi sosial tanah dalam rangka pelaksanaan
pembangunan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Konsolidasi dan bagaimana pengaturannya di
Indonesia ?
2. Bagaimana Hubungan antara Konsolidasi Tanah dengan Tata Ruang ?

Anda mungkin juga menyukai