PEMBAHASAN
Dasar Pengaturan :
Istilah-istilah :
Peserta konsolidasi tanah adalah pemegang Hak Atas Tanah atau penggarap
tanah Negara objek konsolidasi tanah. ( Pasal 1 angka 2 )
Tanah objek konsolidasi tanah adalah tanah Negara non pertanian dan/atau
tanah hak di wilayah perkotaan atau perdesaan yang ditegaskan oleh Kepala
Badan Pertanahan Nasional untuk dikonsolidasi. ( Pasal 1 angka 3 )
Sumbangan tanah untuk pembangunan adalah bagian dari objek
konsolidasi tanah yang disediakan untuk pengganti biaya pelaksanaan. ( Pasal
1 angka 4 )
Pelaksanaan :
Peserta yang persil atau luas tanahnya terlalu kecil sehingga tidak mungkian
menyerahkan sebagian tanahnya sebagai sumbangan tanah untuk keperluan,
dapat mengganti sumbangan tersebut dengan uang atau bentuk lainnya yang
disetujui bersama oleh para perserta konsolidasi tanah. ( Pasal 6 ayat 3 )
Pembiayaan :
Sumbangan berupa tanah ini, para peserta konsolidasi dilepaskan Hak Atas
Tanahnya atau garapannya kepada Negara dihadapan Kepala Kantor
Pertanahan setempat. ( Pasal 7 ayat 2 )
Proses penetapan objek konsolidasi tanah, para peserta konsolidasi tanah harus
melepaskan Hak Atas Tanahnya. Hal ini dilakukan oleh Kepala Badan
Pertanahan Nasional atas usul Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota
setempat melalui Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Provinsi. ( Pasal 8
ayat 1 )
Hak Atas Tanah objek konsolidasi tanah diberikan kepada peserta konsolidasi
tanah sesuai dengan rencana penataan kapling yang disetujui para peserta
konsolidai tanah. ( Pasal 8 ayat 2 )
Saat ini tanah merupakan resource yang memiliki posisi strategis dalam kontek
pembangunan nasional. Segala bentuk pembangunan hampir seluruhnya memerlukan
tanah untuk aktifitasnya. Dalam kaitan tersebut, diperlukan upaya untuk lebih
meningkatkan peran penatagunaan tanah untuk dapat mewujudkan pembangunan
yang sustainable.
Posisi penatagunaan tanah juga semakin jelas seperti yang termaktub dalam Pasal
33 UU No.26/2007 Tentang Penataan Ruang, dimana pemanfaatan ruang mengacu
pada rencana tata ruang yang dilaksanakan dengan penatagunaan tanah, penatagunaan
air, dan penatagunaan udara. Pada hakekatnya, tanah sebagai unsur yang paling
dominan dalam penataan ruang, telah dilandasi dengan PP, memiliki peran yang
paling strategis dalam mewujudkan penataan ruang. Namun demikian, penatagunaan
tanah belum begitu dilibatkan dalam proses penyusunan, implementasi maupun
pengawasan penataan ruang. Menurut saya, proses penataan ruang di Indonesia saat
ini memang pada level yang bervariasi. Namun demikian, secara umum dapat dilihat
bahwa, penataan ruang masih bergerak dilevel dasar, yaitu proses euphoria
penyusunan tata ruang. Hal ini terbukti dari banyaknya tata ruang yang tidak
dilaksanakan di lapangan. Seharusnyalah, mulai sekarang, kita bersama-sama harus
lebih memikirkan juga bagaimana implementing di lapangan.
Penatagunaan tanah memiliki dua peran utama dalam mewujudkan rencana tata
ruang guna kepentingan masyarakat secara adil. Pertama, peran secara makro,
penatagunaan tanah bersama-sama dengan instansi lain baik pusat maupun daerah,
bekerja sama untuk merumuskan kebijakan dalam perencanaan, pelaksanaan, dan
pengawasan penataan ruang. Hal ini terwujud dalam pembentukan Badan Koordinasi
Penataan Ruang Nasional (BKPRN) maupun didaerah (BKPRD). Perlu diketahui
bahwa sampai dengan hari ini, penatagunaan tanah yang diemban oleh Badan
Pertanahan Nasional (Direktorat Penatagunaan Tanah), masih merupakan instansi
vertikal. Kondisi ini lebih memudahkan kontrol maupun koordinasi antara
penatagunaan tanah nasional maupun daerah. Selain itu penatagunaan tanah juga
bertugas untuk menyusun neraca penatagunaan tanah. Di dalam neraca ini terdapat
evalusai kesesuaian RTRW dengan penggunaan tanah saat ini, serta ketersediaan
tanah untuk pembangunan didasarkan pada RTRW, penggunaan, dan penguasaan
tanah. Neraca ini tentunya sangat berguna dalam revisi dan evaluasi RTRW.
Hal ini bukan berarti pemerintah dapat dengan sewenag-wenang mengambil tanah
milik masyarakat dengan alasan untuk pembangunan tetapi pengadaan tanah tersebut
dilakukan dengan kesepakat bersama antara pemerintah dengan peserta konsolidasi
tanah/masyarakat yang nantinya tanah objek konsolidasi tersebut akan diserahkan
kembali kepada pemilik Hak Atas Tanah baik secara langsung maupun tidak
langsung.
Secara langsung artinya hak Atas Tanah akan diberikan kepada peserta konsolidasi
tanah sesuai dengan rencana penataan kapling yang disetujui oleh yang bersangkutan.
Diserahkan secara tidak langsung artinya tanah tersebut dijadikan sarana dan
prasarana umum, misalnya untuk pembangunan jalan dan fasilitas umum lainnya yang
bermanfaat bagi masyarakat luas.
Hal ini merupakan penerapan dari asas tanah mempunyai fungsi social, yaitu
keselarasan antara kepentingan individu dengan kepentingan social. Jadi, hak
masyarakat atas tanahnya tetap terlindungi dan tidak terjadi otoritarianisme yang
dilakukan oleh pemerintah di bidang agrarian khususnya di bidang pertanahan.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kemajuan pada bidang pembangunan pada hakekatnya semakin
meningkatkan kebutuhan akan lahan atau tanah. Hal ini memberi konsekuensi nilai
lahan yang semakin tinggi. Menurut Sitorus (1985 : 1), semakin meningkatnya
kebutuhan tanah untuk pembangunan akan memperbesar ketidaksesuaian
pengunaan lahan. Mengingat hal tersebut, kegiatan pembangunan sudah
seharusnya dapat memberikan dampak pada perbaikan kondisi fisik, ekonomi, dan
sosial masyarakat. Pada kenyataannya, proses pembangunan seringkali kurang
memperhatikan hal-hal tersebut. Salah satu penyebabnya adalah karena proses
pengadaan tanah untuk pembangunan seringkali dilakukan dengan cara jual beli
tanah. Proses jual beli tanah yang dilakukan selama ini, ternyata lebih banyak
memberikan dampak negatif bagi kegiatan pembangunan itu sendiri, diantaranya
adalah semakin rendahnya partisipasi masyarakat, marginalisasi masyarakat, serta
mendorong terciptanya kemiskinan. Salah satu alternatif yang dapat dilakukan guna
mengantisipasi ini adalah dengan melakukan konsolidasi tanah. Konsolidasi tanah
diyakini merupakan cara efektif guna meningkatkan partisipasi masyarakat,
meningkatkan kesadaran masyarakat, dan turut mendorong terhadap penataan
ruang yang lebih berkeadilan.
Dalam diktum Peraturan Kepala Badan Pertahanan Nasional No. 4 tahun 1991
tentang konsolidasi tanah dinyatakan bahwa tanah sebagai kekayaan bangsa Indonesia
harus dimanfaatkan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Untuk mencapai
pemanfaatan tersebut perlu dilakukan konsolidasi tanah sebagai upaya untuk
meningkatkan daya guna dan hasil guna penggunaan tanah serta menyelaraskan
kepentingan individu dengan fungsi sosial tanah dalam rangka pelaksanaan
pembangunan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Konsolidasi dan bagaimana pengaturannya di
Indonesia ?
2. Bagaimana Hubungan antara Konsolidasi Tanah dengan Tata Ruang ?