Anda di halaman 1dari 10

2.1.

       Pengertian Suksesi
Suksesi adalah suatu proses perubahan, berlangsung satu arah secara teratur yang terjadi pada
suatu komunitas dalam jangka waktu tertentu hingga terbentuk komunitas baru yang berbeda
dengan komunitas semula. Dengan perkataan lain, suksesi dapat diartikan sebagai perkembangan
ekosistem tidak seimbang menuju ekosistem seimbang. Suksesi terjadi sebagai akibat modifikasi
lingkungan fisik dalam komunitas atau ekosistem. (Arianto, 2008)

Secara singkat, suksesi dapat diartikan sebagai perubahan dalam suatu komunitas yang
berlangsung menuju ke suatu pembentukan komunitas secara teratur (Tim Dosen Ekologi
Tumbuhan, 2011).

Akhir proses suksesi komunitas yaitu terbentuknya suatu bentuk komunitas klimaks. Komunitas
klimaks adalah suatu komunitas terakhir dan stabil (tidak berubah) yang mencapai keseimbangan
dengan lingkungannya. Komunitas klimaks ditandai dengan tercapainya homeostatis atau
keseimbangan, yaitu suatu komunitas yang mampu mempertahankan kestabilan komponennya
dan dapat bertahan dan berbagai perubahan dalam sistem secara keseluruhan. (Arianto, 2008).

2.2.       Macam-macam Suksesi
Berdasarkan kondisi habitat pada awal suksesi, dapat dibedakan dua macam suksesi, yaitu
suksesi primer dan suksesi sekunder.

2.2.1.      Suksesi Primer

Suksesi primer terjadi jika suatu komunitas mendapat gangguan yang mengakibatkan komunitas
awal hilang secara total sehingga terbentuk habitat baru. Gangguan tersebut dapat terjadi secara
alami maupun oleh campur tangan manusia. Gangguan secara alami dapat berupa tanah longsor,
letusan gunung berapi, dan endapan lumpur di muara sungai. Gangguan oleh campur tangan
manusia dapat berupa kegiatan penambangan (batu bara, timah, dan minyak bumi).

Suksesi primer ini diawali tumbuhnya tumbuhan pionir, biasanya berupa lumut kerak. Lumut
kerak mampu melapukkan batuan menjadi tanah sederhana. Lumut kerak yang mati akan
diuraikan oleh pengurai menjadi zat anorganik. Zat anorganik ini memperkaya nutrien pada
tanah sederhana sehingga terbentuk tanah yang lebih kompleks. Benih yang jatuh pada tempat
tersebut akan tumbuh subur. Setelah itu. akan tumbuh rumput, semak, perdu, dan pepohonan.
Bersamaan dengan itu pula hewan mulai memasuki komunitas yang haru terbentuk. Hal ini dapat
terjadi karena suksesi komunitas tumbuhan biasanya selalu diikuti dengan suksesi komunitas
hewan. Secara langsung atau tidak langsung. Hal ini karena sumber makanan hewan berupa
tumbuhan sehingga keberadaan hewan pada suatu wilayah komunitas tumbuhan akan senantiasa
menyesuaikan diri dengan jenis tumbuhan yang ada. Akhirnya terbentuklah komunitas klimaks
atau ekosistem seimbang yang tahan terhadap perubahan (bersifat homeostatis).Salah satu contoh
suksesi primer yaitu peristiwa meletusnya gunung Krakatau. Setelah letusan itu, bagian pulau
yang tersisa tertutup oleh batu apung dan abu sampai kedalaman rata – rata 30 m.

 
 

2.2.2.      Suksesi Sekunder

Suksesi sekunder terjadi jika suatu gangguan terhadap suatu komunitas tidak bersifat merusak
total tempat komunitas tersebut sehingga masih terdapat kehidupan / substrat seperti sebelumnya.
Proses suksesi sekunder dimulai lagi dari tahap awal, tetapi tidak dari komunitas pionir.

Gangguan yang menyebabkan terjadinya suksesi sekunder dapat berasal dari peristiwa alami atau
akibat kegiatan manusia. Gangguan alami misalnya angina topan, erosi, banjir, kebakaran, pohon
besar yang tumbang, aktivitas vulkanik, dan kekeringan hutan. Gangguan yang disebabkan oleh
kegiatan manusia contohnya adalah pembukaan areal hutan.

2.3.       Tahap-tahap Perkembangan Suksesi Sekunder

1.    Fase Permulaan
Setelah penggundulan hutan, dengan sendirinya hampir tidak ada biomasa yang tersisa yang
mampu beregenerasi. Tetapi, tumbuhan herba dan semak-semak muncul dengan cepat dan
menempati tanah yang gundul.

2.    Fase Awal/Muda
Kurang dari satu tahun, tumbuhan herba dan semak-semak digantikan oleh jenis-jenis pohon
pionir awal yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: pertumbuhan tinggi yang cepat, kerapatan
kayu yang rendah, pertumbuhan cabang sedikit, daun-daun berukuran besar yang sederhana,
relatif muda/cepat mulai berbunga, memproduksi banyak benih-benih dorman ukuran kecil yang
disebarkan oleh burung-burung, tikus atau angin, masa hidup yang pendek (7- 25 tahun),
berkecambah pada intensitas cahaya tinggi, dan daerah penyebaran yang luas. Kebutuhan cahaya
yang tinggi menyebabkan bahwa tingkat kematian pohon-pohon pionir awal pada fase ini sangat
tinggi, dan pohon-pohon tumbuh dengan umur yang kurang lebih sama. Walaupun tegakan yang
tumbuh didominasi oleh jenis-jenis pionir, namun pada tegakan tersebut juga dijumpai beberapa
jenis pohon dari fase yang berikutnya, yang akan tetapi segera digantikan/ditutupi oleh pionir-
pionir awal yang cepat tumbuh.

Siklus unsur hara berkembang dengan sangat cepat. Khususnya unsur-unsur hara mineral diserap
dengan cepat oleh tanaman-tanaman, sebaliknya nitrogen tanah, fosfor dan belerang pada
awalnya menumpuk di lapisan organik (Jordan 1985). Pertumbuhan tanaman dan penyerapan
unsur hara yang cepat mengakibatkan terjadinya penumpukan biomasa yang sangat cepat. Dalam
waktu kurang dari lima tahun, indeks permukaan daun dan tingkat produksi primer bersih yang
dimiliki hutan-hutan primer sudah dapat dicapai. Biomasa daun, akar dan kayu terakumulasi
secara berturut-turut. Begitu biomasa daun dan akar berkembang penuh, maka akumulasi
biomasa kayu akan meningkat secara tajam. Hanya setelah 5-10 tahun biomasa daun dan akar
halus akan meningkat mencapai nilai seperti di hutan-hutan primer. Selama 20 tahun pertama,
produksi primer bersih mencapai 12-15 t biomasa/ha/tahun, yang demikian melebihi yang yang
dicapai oleh hutan primer yaitu 2-11 t/ha/tahun.
Proses-proses biologi akan berjalan lebih lambat setelah sekitar 20 tahun.Ciri-ciri ini adalah
permulaan dari fase ketiga (fase dewasa).

3.    Fase Dewasa
Setelah pohon-pohon pionir awal mencapai tinggi maksimumnya, mereka akan mati satu per satu
dan secara berangsur-angsur digantikan oleh pionir-pionir akhir yang juga akan membentuk
lapisan pohon yang homogen (Finegan 1992). Secara garis besar, karakteristik-karakteristik
pionir-pionir akhir yang relatif beragam dapat dirangkum sebagai berikut: Walaupun sewaktu
muda mereka sangat menyerupai pionir-pionir awal, pionir-pionir akhir lebih tinggi, hidup lebih
lama (50-100 tahun), dan sering mempunyai kayu yang lebih padat.

Pionir-pionir akhir menggugurkan daun dan memiliki biji/benih yang disebarkan oleh angin,
yang seringkali dorman di tanah dalam periode waktu yang sangat lama. Mereka bahkan dapat
berkecambah pada tanah yang sangat miskin unsur hara bila terdapat intensitas cahaya yang
cukup tinggi. Jenis-jenis pionir akhir yang termasuk kedalam genus yang sama biasanya
dijumpai tersebar didalam sebuah daerah geografis yang luas.

Dalam akhir fase, akumulasi biomasa berangsur-angsur mengecil secara kontinyu. Dalam hutan-
hutan yang lebih tua, biimasa yang diproduksi hanya 1- 4.5 t/ha/tahun. Setelah 50-80 tahun,
produksi primer bersih mendekati nol. Sejalan dengan akumulasi biomasa yang semakin lambat,
efisiensi penggunaan unsur-unsur hara akan meningkat, karena sebagian besar dari unsur-unsur
hara tersebut sekarang diserap dan digunakan kembali. Sebagai hasil dari keadaan tersebut dan
karena adanya peningkatan unsur hara-unsur hara yang non-fungsional pada lapisan organik dan
horizon tanah bagian atas, maka konsentrasi unsur-unsur hara pada biomasa menurun (Brown &
Lugo 1990). Perputaran kembali unsur hara pada daun-daunan jauh lebih tinggi dibandingkan
dengan fase sebelumnya.

4.    Fase klimaks
Pionir-pionir akhir mati satu per satu setelah sekitar 100 tahun (Liebermann & Liebermann
1987) dan berangsur-angsur digantikan oleh jenis-jenis tahan naungan yang telah tumbuh
dibawah tajuk pionir-pionir akhir. Jenis-jenis ini adalah jenis-jenis pohon klimaks dari hutan
primer, yang dapat menunjukkan ciri-ciri yang berbeda. Termasuk dalam jenis-jenis ini adalah
jenis-jenis kayu tropik komersil yang bernilai tinggi dan banyak jenis lainnya yang tidak (belum)
memiliki nilai komersil.

Perlahan-lahan suatu kondisi keseimbangan yang stabil (steady-state) mulai terbentuk, dimana
tanaman-tanaman yang mati secara terus menerus digantikan oleh tanaman (permudaan) yang
baru. Areal basal dan biomasa hutan primer semula dicapai setelah 50-100 tahun (Riswan et al.
1985) atau 150-250 tahun (Saldarriaga et. al. 1988). Setelah itu tidak ada biomasa tambahan
yang terakumulasi lagi. Namun, permudaan lubang/celah tajuk yang khas terjadi pada hutan-
hutan tropik basah biasanya memerlukan waktu selama 500 tahun (Riswan et al. 1985).

Suksesi standar yang dijelaskan di atas adalah suatu contoh gambaran yang sangat skematis dari
proses-proses suksesi yang sangat kompleks dan beragam. Walaupun kebanyakan suksesi
mengikuti pola seperti yang dijelaskan di atas, pada kenyataannya di alam beberapa tahap
suksesi sering terlampaui, atau berbagai proses suksesi muncul secara bersamaan dalam susunan
seperti mosaik. Suatu situasi khusus terjadi, bila permudaan dari jenis pohon klimaks tetap hidup
atau terdapat di seluruh areal setelah atau walaupun terjadi gangguan yang menyebabkan
penggundulan hutan tersebut. Dalam hal ini, seluruh fase suksesi akan dilalui oleh komunitas
tumbuhan tersebut, dan sebagai akibatnya yang terjadi hanyalah perubahan struktur hutan.

Proses suksesi sangat terkait dengan faktor linkungan, seperti letak lintang, iklim, dan tanah.
Lingkungan sangat menentukan pembentukkan struktur komunitas klimaks. Misalnya, jika
proses suksesi berlangsung di daerah beriklim kering, maka proses tersebut akan terhenti
(klimaks) pada tahap komunitas rumput; jika berlangsung di daerah beriklim dingin dan basah,
maka proses suksesi akan terhenti pada komunitas (hutan) conifer, serta jika berlangsung di
daerah beriklim hangat dan basah, maka kegiatan yang sama akan terhenti pada hutan hujan
tropic (Irwanto, 2010).

Lalu proses suksesi sangat beragam, tergantung kondisi lingkungan. Proses suksesi pada daerah
hangat, lembab, dan subur dapat berlangsung selama seratus tahun. Coba kalian bandingkan
kejadian suksesi pada daerah yang ekstrim (misalnya di puncak gunung atau daerah yang sangat
kering). Pada daerah tersebut proses suksesi dapat mencapai ribuan tahun. Kecepatan proses
suksesi dipengaruhi oleh beberapa faktor berikut :

1.        Luas komunitas asal yang rusak karena gangguan.

2.        Jenis-jenis tumbuhan yang terdapat di sekitar komunitas yang terganggu.

3.        Kehadiran pemencar benih.

4.        Iklim, terutama arah dan kecepatan angina yang membantu penyebaran biji, sporam dan
benih serta curah hujan.

5.        Jenis substrat baru yang terbentuk

6.        Sifat – sifat jenis tumbuhan yang ada di sekitar tempat terjadinya suksesi.

Suksesi tidak hanya terjadi di daratan, tetapi terjadi pula di perairan misalnya di danau dan rawa.
Danau dan rawa yang telah tua akan mengalami pendangkalan oleh tanah yang terbawa oleh air.
Danau yang telah tua ini disebut eutrofik.

Telah dijelaskan bahwa akhir sukses adalah terbentuknya suatu komunitas klimaks. Berdasarkan
tempat terbentuknya, terdapat tiga jenis komunitas klimaks sebagai berikut :

1. Hidroser yaitu sukses yang terbentuk di ekosistem air tawar.


2. Haloser yaitu suksesi yang terbentuk di ekosistem air payau
3. xeroser yaitu sukses yang terbentuk di daerah gurun.
Pembentukkan komunitas klimaks sangat dipengaruhi oleh musim dan biasanya komposisinya
bercirikan spesies yang dominant. Berdasarkan pengaruh musim terhadap bentuknya komunitas
klimaks, terdapat dua teori sebagai berikut :
1. Hipotesis monoklimaks menyatakan bahwa pada daerah musim tertentu hanya terdapat
satu komunitas klimaks
2. Hipoteis poliklimaks mengemukakan bahwa komunitas klimaks dipengaruhi oleh berbagai
faktor abiotik yang salah satunya mungkin dominan.

BAB 3. METODE PENELITIAN


 

3. 1.     Tempat dan Waktu Penelitian


Pengamatan ini dilakukan mulai bulan Oktober 2019 selama 5 minggu. Tempat pengamatan
adalah di belakang Gedung Kauje, Jember.

3. 2.     Alat dan Bahan


3.2.1.      Alat
§ Cangkul

§ Parang

§ Meteran

§ Kantong plastik

§ Tali rafia

§ Label

3.2.2.      Bahan:
§ Dua buah lahan alami seluas 10×10 m2
 

1.1.       Pembahasan
Pada Praktikum kali ini membahas tentang “ Suksesi Tumbuhan” yang bertujuan untuk
mengetahui proses terjadinya suksesi alami dari lahan garapan dan mengetahui faktor-faktor
yang mempengaruhi suksesi. Suksesi merupakan proses perubahan dalam suatu komunitas yang
berlangsung hingga menuju suatu arah pembentukan komunitas secara teratur. Suksesi
merupakan proses yang terjadi akibat adanya modifikasi lingkungan fisik dalam suatu komunitas
tersebut. Pengamatan suksesi ini kami lakukan di belakang Gedung Kauje.

Praktikum ini dilakukan dengan membuat petak sebanyak 1 buah dengan luas 1 m X 1 m, petak
inilah yang dibuat gundul (dirusak) dengan cara mencangkul area petak ini hingga akar tanaman
yang ada manjadi hilang sama sekali. Kemudian petak tersebut dibagi menjadi 16 petak kecil
dengan ukuran masing-masing yaitu 25 cm X 25 cm. petak dibuat dengan menggunakan tali rafia
dengan warna yang mencolok (misalnya merah), pemilihan warna ini bertujuan agar pembatas
(garis) tersebut masih dapat terlihat jelas walaupun nantinya tumbuh berbagai tumbuhan dengan
lebat.
Pengamatan tentang suksesi ini dilakukan selama 5 minggu. Pada saat penbuatan petak dan
pencangkulan lahan, dihitung sebagai minggu ke 0. Selama berlangsungnya pengamatan suksesi,
praktikan mengalami beberapa minggu di mana tidak turun hujan (± 2 minggu), sedangkan di
sisa minggu yang ada, hampir setiap harinya turun hujan. Apabila tempat suksesi tergenang air,
maka pada saat pengamatan air yang tergenang tersbut harus dikuras agar vegetasi yang
kemungkinan tumbuh di plot yang tergenangi air bisa terlihat.

Perlu diketahui bahwa hujan sangat berpengaruh dalam pertumbuhan tanaman dan
berlangsungnya suksesi di dalam tumbuhan pada petak yang bersangkutan. Semakin deras hujan
yang terjadi, maka akan dapat dipastikan suksesi yang terjadi juga akan semakin subur (lebat).

Pada minggu pertama, hanya ada sedikit vegetasi yang tumbuh. Adapun vegetasi yang tumbuh
pertama kali adalah rumput teki. Hampir di setiap petak ditumbuhi oleh rumput teki, kecuali
pada petak ke 8 – 10 dan petak ke 14 – 16 belum ada vegetasi yang tumbuh. Hal ini
kemungkinan pada petak tersebut, proses pencangkulan sampai menghilangkan akar dari
tanaman yang ada sebelumnya sehingga diperlukan proses yang lama untuk menumbuhkan
kembali tanaman tersebut.

Pada minggu kedua, terdapat vegetasi baru, yaitu ilalang. Tetapi tidak semua petak yang
ditumbuhi ilalang. Petak yang tidak ditumbuhi ilalang yaitu petak nomor 2, 5, 7, 9, 10, 12, 15,
dan 16. Begitu pula dengan tumbuhnya rumput teki. Ternyata, pada minggu kedua pun, tidak
semua petak yang ditumbuhi rumput teki.  Pada petak nomor 9, 10, 15, dan 16 belum ada satu
vegetasi pun yang tumbuh.

Pada minggu ketiga, pertumbuhan rumput teki yang ada pada beberapa plot menunjukkan
pertumbuhan yang signifikan. Hal itu bisa dilihat dari jumlah rata-rata luas penutupan pada
semua petak. Tetapi masih ada 3 plot yang belum ditumbuhi vegetasi, yaitu petak 9, 10, dan 16.

Pada minggu keempat, pertambahan luas penutupan dan tinggi vegetasi semakin terlihat. Tetapi
pada petak 9, 10, dan 16 masih belum ditumbuhi vegetasi.

Pada minggu kelima, semua petak sudah ditumbuhi vegetasi, baik rumput teki saja maupun
ilalang dan rumput teki. Namun, jika dilihat dari grafik luas penutupan, ternyata rumput teki
mengalami penurunan. Hal ini kemungkinan dikarenakan sering terjadinya hujan yang
mengakibatkan daun-daun pada rumput teki menjadi layu sehingga dalam pengukuran luas
penutupan, terjadi kesalahan hitung oleh praktikan.

Dalam praktikum yang kami lakukan, suksesi yang terjadi pada lahan garapan yang kami buat
termasuk dalam jenis suksesi sekunder. Suksesi sekunder muncul dari kerusakan alam yang
parsial saja, hal ini sesuai karena kerusakan yang timbul hanya disebabkan oleh proses
pencangkulan dan bukan karena kerusakan alam total yang umumnya terjadi akibat bencana
alam.

Jenis suksesi sekunder yang terjadi berdasarkan hasil pengamatan menunjukkan proses
perubahan yang disebut suksesi progresif. Hal ini disebabkan perubahan komunitas tumbuhan
atau vegetasi menggambarkan bertambah banyaknya suatu lahan garapan oleh berbagai jenis
tumbuhan pada hasil percobaan.

Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa vegetasi yang pertama
muncul adalah jenis rerumputan yaitu rumput teki. Hal ini disebabkan jenis suksesi merupakan
suksesi sekunder, dimana sudah terdapat kehidupan sebelumnya. Vegetasi yang biasanya muncul
pertama kali biasanya berupa tumbuhan pelopor atau pionir yaitu tumbuhan yang berkemampuan
tinggi untuk hidup pada lingkungan yang serba terbatas pada berbagai faktor pembatas.
Kehadiran kelompok pionir ini akan menciptakan kondisi lingkungan tertentu yang memberikan
kemungkinan hidup bagi tumbuhan lainnya. Jenis tumbuhan pionir lainnya yaitu tumbuhan
lumut kerak. Lumut kerak termasuk dalam tumbuhan pionir sebab memiliki kemampuan dalam
proses pembentukam lapisan tanah, memecah batuan dengan akarnya dan membebaskan materi
organik ketika terjadi pelapukan dari bagian tumbuhan yang mati.

Proses terjadinya suksesi dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan yang baik secara terpisah-
pisah maupun dalam kombinasi dapat mempengaruhi ketidakhadiran atau kehadiran,
keberhasilan atau kegagalan berbagai komunitas tumbuhan melalui vegetasi penyusunnya
(Polunin, 1990:348).

Faktor-faktor lingkungan dapat dikelompokkan menjadi kategori yaitu :

a)        Iklim

b)        Fisiografis

c)        Edatik

d)       Biotik

Berikut ini adalah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi suksesi :

a.        Iklim
–       Curah hujan
Curah hujan menentukan ketersediaan air untuk pertumbuhan dan proses-proses penting lainnya
pada vegetasi (Polunin, 1990:353). Air merupakan salah satu faktor penting yang dapat
menentukan tipe vegetasi. Air dapat mengubah kadar garam tanah sehingga dapat mempengaruhi
vegetasi suatu daerah. Jumlah hujan yang turun berlainan antara suatu daerah dengan daerah
lainnya, tergantung dari beberapa faktor yaitu topografi, letak daerah dan letak geografis.

–       Suhu
Suhu di daerah tropika tidak pernah turun sampai titik beku dan kebanyakan berkisar antara 20 0C
dan 280C. Suhu tropika yang tinggi disebabkan oleh sudut jatuh pancaran surya yang hampir
tegak. Perubahan tahunan panjangnya hari yang hanya kecil, dan kapasitas bahan dalam lautan
dan tanah. Suhu yang tinggi pada daerah tropika kebanyakan disebabkan oleh suhu minimum
yang lebih tinggi dan tidak dipengaruhi suhu maksimumnya yang dekat di khatulistiwa mencapai
kira-kira 300C.
–       Kelembaban
Kelembaban atmosfer yang merupakan fungsi dari banyaknya dan lamanya curah hujan,
terdapatnya air tergenang, dan suhu merupakan faktor lingkungan yang penting yang dapat
menentukan ada atau tidaknya beberapa jenis tumbuhan dan hewan dalam habitat tertentu.
Ukuran yang paling berguna untuk penelitian ekologi adalah daya penguapan udara, ukuran lain
kelembaban atmosfer adalah persentase kelembaban nisbi dan laju penguapan yang diukur
dengan porimeter. 

Kelembaban dapat menentukan ada atau tidaknya beberapa jenis tumbuhan dalam suatu tempat.
Sumber utama air dalam udara adalah hasil penguapan dari sungai atau genangan air, laut, tanah,
serta hasil transpirasi dari tumbuhan.

Kelembaban udara dipengaruhi oleh temperatur, yaitu apabila suhu turun menyebabkan
kelembaban relatif bertambah, sedangkan jika suhu naik maka kelembaban akan berkurang.
Kelembaban dan suhu juga mempengaruhi dalam menentukan daerah distribusi tumbuhan
terutama pepohonan.

–       Angin
Pengaruh angin terhadap vegetasi cukup penting. Angin memberikan pengaruh terhadap
konfigrasi, distribusi tumbuhan dan juga mempengaruhi faktor ekologi lainnya seperti
kandungan air dalam udara, suhu di suatu tempat melalui pengaruhnya terhadap penguapan.
Angin juga mempengaruhi secara langsung vegetasi yaitu dengan menumbangkan pohon-pohon
atau mematahkan dahan-dahan atau bagian-bagian lain (Polunin, 1990:358)

–       Cahaya
Cahaya juga memainkan peranan penting dalam penyebaran, orientasi dan pembungaan
tumbuhan. Di dalam hutan tropika, cahaya merupakan faktor pembatas, dan jumlah cahaya yang
menembus melalui sudut hutan akan tampak menentukan lapisan atau tingkatan yang terbentuk
oleh pepohonan.  

–       Keseimbangan Energi
Baik tumbuhan maupun hewan tersinari dari segala arah dengan sinaran surya, yaitu oleh sinar
surya langsung maupun cahaya yang dipantulkan dari tanah, dari benda lain di sekelilingnya dan
dari awan. Sinaran surya penting bagi tumbuhan karena meupakan satu-satunya sumber energi
untuk fotosintesis. Secara tidak langsung sinar itu juga menyediakan energi untuk segala proses
kehidupan dalam biosfer.

b.        Faktor fisiografis
–       Topografi
Faktor topografi berurusan dengan corak permukaan daratan dan mencakup ketinggian,
kemiringan tanah, lapis alas geologi yang mempengaruhi pengirisan, pengikisan dan penutupan.
Berbagai corak permukaan tanah itu berpengaruh pada sifat dan sebaran komunitas tumbuhan. 

c.         Faktor edatik
–       Tanah
Tanah membentuk lingkungan untuk sistem akar yang rumit pada tumbuhan dan bagian bawah
tanah lainnya seperti rhizoma, subang dan umbi lapis maupun untuk sejumlah jasad tanah. Tanah
juga secara terus menerus menyediakan air dan garam mineral. Dapat berdiri tegaknya tanaman
di atas tanah merupakan masalah yang peka. Beberapa jenis tanaman tidak dapat tumbuh pada
pada tanah jenis tertentu kecuali jika pohon itu telah tersesuaikan secara khusus.  

d.        Faktor biotik
Meliputi pengaruh jasad kehidupan baik hewan maupun tumbuhan. Pengaruh itu dapat langsung
ataupun tidak langsung dan dapat merugikan atau menguntungkan tumbuhan tersebut. Di dalam
hutan banyak terdapat tumbuhan, komunitas tersebut berinteraksi satu sama lain dan
menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungannya.           
 

Sehingga dari percobaan yang telah dilakukan dapat dikatakan berhasil sebab tampak terjadinya
proses suksesi yakni perubahan dalam suatu komunitas yang berlangsung menuju ke suatu arah
pembentukan komunitas secara teratur. Hal ini nampak dengan munculnya beberapa jenis
vegetasi yang nantinya akan membentuk suatu komunitas baru.

BAB 5. PENUTUP
 

5.1.  Kesimpulan
1.      Suksesi yang kami lakukan ini merupakan jenis suksesi sekunder. Karena telah ditemukan
adanya kehidupan sebelumnya, yaitu berupa rumput-rumput liar, yang kemudian dibersihkan
dengan cara dicangkul sampai bersih hingga akar-akarnya. Proses suksesi sekunder dimulai lagi
dari tahap awal, tetapi tidak dari komunitas pioner. Yaitu ada fase permulaan, fase awal, fase
muda, dan diakhiri dengan fase klimaks yang ditandai dengan matinya tanaman secara terus-
menerus.

2.      Faktor-faktor yang mempengaruhi suksesi:

a)       Iklim

1)    Curah hujan

2)    Suhu dan kelembaban

3)    Angin cahaya

4)    Keseimbangan energi

b)Fisiografis: Topografi

c)       Edatik: Tanah


d)      Biotik

5.2.  Saran
 Sebaiknya pengamatan suksesi harus lebih teliti dalam mengamati dan mengukur  jenis
tumbuhan yang tumbuh pada lahan garapan.

DAFTAR PUSTAKA
 

Arianto. 2008. Pengertian Suksesi [serial


online] http://sobatbaru.blogspot.com /2008/06/pengertian-suksesi.html  [18 Desember 2011]
 

Irwanto, 2010. Tahap-tahap Perkembangan Suksesi [serial


online] http://irwantoshut.blogspot.com/2010/03/tahap-tahap-perkembangan-suksesi.html  [18
Desember 2011]
Michael, P., 1996. Metode Ekologi Untuk Penyelidikan Ladang dan Laboratorium. Jakarta : UI
Press.
Odum, H. T., 1992. Ekologi Sistem Suatu Pengantar. Yogyakarta : UGM Press.
Polunin, M., 1960. Pengantar Geografi dan Beberapa Ilmu Serumpun. Yogyakarta : UGM
Press,.
Soemarwoto, O., 1983. Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan,. Jakarta : Djambatan
Suharno, 1999, Biologi, Jakarta : Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai