Anda di halaman 1dari 7

ESSAY ILMIAH

PERAN dan MOTIVASI PERAWAT dalam MEMBANGUN KESEHATAN


MENTAL dalam PANDEMI COVID-19

OLEH :

Muhammad Ikhsan Ghifari (I1031211004)


Avista Reza Evani (I1031211097)
Susanti (I1031211039)
Nurul Aulia Adinda (I1031211053)
Awwiny Ardhela Hag (I1031211070)
Marwa Qatrunnada A. (I1031211075)
Vionica (I1031211016)
Ditta Tri Hanis Maulidha (I1031211030)
Indah Zahara (I1031211100)
Himmatul Aulia (I1031211090)
Fatya Rahmah (I1031211052)

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TANJUNGPURA


PROGRAM STUDI KEPERAWATAN
KELOMPOK 9 EPIDEMIOLOGI
TAHUN 2021/2022
Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) merupakan jenis penyakit baru yang
belum pernah teridentifikasi pada manusia. Virus penyebab COVID-19 disebut SarsCoV2.
Coronavirus adalah penyakit zoonosis (menular antara hewan dan manusia). Di sisi lain,
hewan penyebab infeksi COVID-19 masih belum diketahui. Berdasarkan bukti ilmiah,
COVID-19 dapat ditularkan dari orang ke orang melalui droplet batuk atau bersin. Orang
yang paling berisiko terkena penyakit ini berada dalam kontak dekat dengan pasien COVID-
19, termasuk mereka yang merawat pasien COVID-19 (Kemenkes RI, 2020). Tanda dan
gejala umum infeksi COVID-19 yaitu gejala gangguan pernapasan akut seperti demam,
batuk, dan sesak napas. Masa inkubasinya rata-rata 5 sampai 6 hari berupa demam, batuk,
dan sesak napas. Pada kasus yang parah, COVID-19 dapat menyebabkan pneumonia,
sindrom pernapasan akut, gagal ginjal, bahkan kematian (Tosepu et al., 2020).

Wabah ini telah dinyatakan sebagai darurat kesehatan global. Virus ini
mengganggu kehidupan sehari-hari semua orang. Karantina saja mungkin tidak cukup
untuk mencegah penyebaran virus COVID-19, dampak global dari infeksi virus ini juga
semakin mengkhawatirkan (Sohrabi et al., 2020). Pemerintah Indonesia telah mengambil
banyak langkah untuk mengatasi masalah pandemi ini. Salah satu langkah awal
pemerintah adalah mendorong gerakan untuk meningkatkan jarak sosial masyarakat.
Langkah ini bertujuan untuk memutus mata rantai penularan pandemi COVID-19.
Masyarakat perlu menjaga jarak aman minimal 2 meter dari orang lain, menghindari
kontak langsung dengan orang lain, dan menghindari pertemuan massal (Buana DR,
2020). Namun pada kenyataannya, jumlah kasus terus meningkat karena tindakan tersebut
belum diterima oleh masyarakat. Selain itu, layanan kesehatan Indonesia dan tenaga
kesehatan juga tidak memadai untuk menangani kasus pandemi COVID-19, sedangkan
jumlah kasus terus bertambah.

Sementara itu, seperti yang kita ketahui bahwa manusia adalah makhluk
holistik (unik) memiliki kebutuhan bio-psiko-sosio-spiritual. Individu sehat tidak hanya
berasal dari kondisi fisik yang terbebas gangguan (penyakit), namun seorang individu
dapat dikatakan sehat apabila berada dalam kondisi jiwa sosial yang bebas atau tidak
dalam kondisi tertekan, sehingga apabila mengalami stress maka dapat dikendalikannya
(World Health Organization). Pengetahuan praktis akan kesehatan mental sudah selayak
dan sepantasnya juga dipahami oleh masyarakat. Sebagai bagian dari WHO (World Health
Organization), maka WFMH (World Federation of Mental Health) menyatakan bahwa
masalah kesehatan mental tidak lagi harus dilihat secara individual, melainkan harus
diintervensikan dalam skala yang luas.

Merebaknya pandemi COVID-19 merupakan tantangan baru yang belum


pernah terjadi sebelumnya bagi masyarakat. Timbulnya krisis global bukan hanya
mengancam kesehatan fisik masyarakat namun tertekan secara mental dan kesejahteraan
juga. Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial yang memerlukan sosialisasi. Namun
begitu banyak berita buruk diterima membuat masyarakat cemas akan hidup sendiri,
keluarga, bahkan lingkungan sekitarnya. Perasaan sendiri menjadi terisolasi menambah
tekanan mental seseorang. Tantangan bagi tenaga kesehatan terutama perawat tidak hanya
mencakup peningkatan beban kerja yang disebabkan oleh wabah tersebut, namun juga
ketakutan akan penularan bagi diri mereka sendiri serta keluarganya.

Berdasarkan sudut pandang psikopatologis, pandemi saat ini ialah bentuk


trauma atau stres relatif baru bagi para profesional kesehatan mental. Secara khusus
dikarenakan tindakan penahanan seperti karantina, jarak sosial, dan juga isolasi diri
meningkatkan kesepian dalam diri makhluk sosial termasuk salah satunya depresi berat.
Apabila masa kekhawatiran ini dibiarkan berkepanjangan, maka akan meningkatnya risiko
kondisi kesehatan mental yang serius termasuk panik, obsesif kompulsif, stress, gangguan
terkait trauma (Kusuma,M.A.A.,&Izzah,N.2021). Petugas kesehatan untuk tetap
mempertahankan kondisi kesehatan fisik dan mental berisiko mengalami kesulitan. Reaksi
stres, perubahan konsentrasi, cemas, susah tidur, konflik antar-pribadi akan mengalami
kondisi kejiwaan yang lebih parah. Diikuti ketakutan dari penularan COVID-19, perasaan
gagal dalam menangani prognosis yang buruk, fasilitas teknik tidak memadai menjadi
lampu peringatan.

Kesehatan mental menurut seorang ahli kesehatan Meriam Webste, adalah suatu
keadaan emosional dan psikologis yang baik dimana individu bisa memanfaatkan
kemampuan kognisi dan emosi berfungsi dalam komunitasnya dan memenuhi kebutuhan
hidupnya sehari-hari. Kondisi mental masing-masing individu tidak bisa disamakan karena
berhubungan dengan potensi individu itu sendiri, keluarga dan lingkungan, serta komunitas
yang ada. Terdapat dua hal besar yang mempengaruhi kesehatan mental yaitu faktor
internal dan eksternal . Faktor internal ini diantaranya kepribadian, kondisi fisik,
perkembangan dan kematangan, kondisi psikologis, keberagaman, sikap menghadapi
problema hidup, kebermaknaan hidup, dan keseimbangan dalam berfikir. Adapun yang
termasuk faktor eksternal diantaranya keadaan sosial, ekonomi, politik, adat kebiasaan dan
sebagainya. Dijelaskan bahwa ketenangan hidup, ketenangan jiwa atau kebahagiaan batin
itu tidak banyak tergantung pada faktor-faktor dari luar misalnya keadaan sosial, ekonomi,
politik, adat kebiasaan dan sebagainya. Akan tetapi lebih tergantung terhadap cara dan
sikap menghadapi faktor tersebut (Behanova, M. Nagyova. I., Katreniakova, Z., van
Ameijiden. E.J.C., van Dijk.J.P., & Rejinevel, S.A. 2013)

Pada kegiatan seperti karantina, isolasi mandiri, menjaga jarak mempunyai efek
terhadap kesehatan psikologis seseorang serta memunculkan reaksi seseorang terhadap
pandemi itu sendiri. Meningkatkanya rasa kesepian dan berkurangnya interaksi sosial
dapat menjadi faktor risiko untuk gangguan mental seperti skizofreni dan depresi major.
Jika kecemasan terjadi secara terus menerus hal ini dapat memperburuk kondisi kesehatan
mental dan menimbulkan gangguan serius seperti gangguan kecemasan, ganguan obsesif-
kompulsif, stress, dan gangguan terkait trauma (Rosyanti,L.,Hadi,I.2020). Masalah
kesehatan mental juga terjadi pada petugas kesehatan yang tidak hanya memberikan
pengaruh terhadap kualitas pelayanan kesehatan dan kapasitas pengambilan keputusan
yang dapat menghambat upaya penangan COVID-19, namun secara khusus juga memilki
efek yang bertahan lama pada kesejahteraan mereka secara keseluruhan. Situasi sulit
ditengah pandemi semakin buruk akibat kurangnya akses pelayanan kesehatan mental
yang berkualitas.

Peran dan tugas yang dimiliki Perawat kesehatan jiwa/ mental dimasa
pandemi ini yaitu diantaranya sebagai pemberi asuhan keperawatan secara langsung.
Peran atau tugas yang pertama yaitu memberikan tindakan asuhan keperawatan pada
keluarga dan penderita. Selanjutnya peran lain perawat ialah Sebagai pemberi asuhan
keperawatan secara langsung, kemudian peran perawat yang lainnya ialah melanjutkan
terapi terhadap penderita kesehatan mental. Tidak hanya memberikan tindakan
keperawatan, ada juga peran perawat dalam asuhan keperawatan dalam membangun
kesehatan mental pasien yaitu perawat membantu terapi atau pengobatan lanjutan bagi
pasien/ penderita .Motivasi intrinsik yang melekat pada perawat dalam membangun
kesehatan jiwa / mental (motivation factor) adalah berupa bentuk pekerjaan. Gambaran
pekerjaan yang berjiwa sosial dan kemanusiaan. Sedangkan Motivasi ekstrinsik atau
motivasi dari luar (hygienes factor) yaitu berupa kondisi kerja. Hal ini sesuai dengan
teori motivasi yang dikemukan oleh Herzberg yang menyatakan bahwa bentuk pekerjaan
merupakan faktor yang memotivasi seseorang untuk mencapai kepuasan.
Kesehatan mental atau kejiwaan juga merupakan hal yang vital bagi manusia, sama
halnya dengan Kesehatan fisik atau tubuh pada umumnya. Gangguan kesehatan mental ini
banyak terjadi akibat rasa takut, khawatir dan cemas yang berlebih, sehingga dengannya
masyarakat menjadi rentan terkena stress yang secara tidak langsung dapat memicu adanya
gangguan kesehatan mental atau kejiwaan itu sendiri. Kesehatan mental juga sangat
berkaitan dengan Humanistik. Dalam kebutuhan aktualisasi diri di masa Pandemi seperti ini
orang yang mampu mengaktualisasikan dirinya dengan baik, dan berusaha untuk keluar dari
zona nyamannya adalah orang yang sehat mentalnya. Oleh karena itu, orang yang mampu
mengaktualisasikan dirinya dengan baik akan memiliki berbagai cara untuk keluar dari zona
nyaman, seperti memanfaatkan waktu dengan baik di rumah dengan hal-hal yang
bermanfaat, seperti berkebun, dan memunculkan inovasi baru dalam dunia maya, hal
tersebut akan meningkatkan aktualisasi diri pada orang tersebut, selain itu juga dapat
meningkatkan kesehatan mental dan fisiknya, karena tidak terpaku dengan isue pandemi
yang dapat mengganggu kesehatan fisik dan psikisnya. Diharapkan dengan meningkatnya
pengetahuan akan Kesehatan mental di masa pandemi ini, masyarakat bisa membatasi
dirinya agar tidak terlalu dibelenggu akan rasa kecemasan dan juga ketakutan yang berlebih.
Sebaiknya juga untuk pemerintah ataupun lembaga-lembaga lain yang memiliki wewenang,
agar bisa memberikan langkah preventif dan memulihkan psikologis masyarakat guna
mengatasi permasalahan mental yang terjadi akibat pandemi ini. Dengan Kesehatan mental
yang baik, maka masyarakat akan bisa berkembang dan melalui hari-harinya dengan
produktif. Karena salahsatu kunci dari tubuh yang sehat adalah hati yang gembira
(Zulkarnain dan fatimah 2019).
DAFTAR PUSTAKA

Zulkarnain dan fatimah. (2019). Kesehatan mental dan kebahagiaan. Mawa’izh : jurnal
dakwah dan pengembangan sosial kemanusiaan vol.10, no.1 (2019), page 18-38.

Behanova, M. Nagyova. I., Katreniakova, Z., van Ameijiden. E.J.C., van Dijk.J.P., &
Rejinevel, S.A.(2013). The effect of urban-area unemployment on the mental health of
citizens differs between Slovak and Dutch cities. Heat&Places, 24, 210-215.

Fiorillo, A., Gorwood. P., 2020. The consequences of the COVID-19 pandemic on mental
health and implications for clinical practice. European Psychiaty, 63(1).
Megatsari, H., Laksono, A.D., Ibad, M., Herwanto, Y. T., Sarweni, K.P., Geno, R.A.P.,&
Nugraheni, E. (2020). The community phychosocial burden during the COVID-19
pandemic in Indonesia. Heliyon, 6(10).
Putri, R. N. (2020). Indonesia dalam menghadapi pandemi Covid-19. Jurnal Ilmiah
Universitas Batanghari Jambi, 20(2), 705-709.

Kusuma, M. A. A., & Izzah, N. (2021). Gambaran Kesehatan Mental (Cemas dan Depresi)
Pada Masyarakat Di Masa Pandemi COVID-19: Literature Review. In Prosiding
Seminar Nasional Kesehatan (Vol. 1, pp. 2293-2301).

Redknap, R., Twigg, D.E., Rock, D., & Towell, A.J. (2015). Nursing practice environment: a
strategy for mental health nurse retention? International journal of mental health
nursing, 24 3, 262-71 .

Cusack, E., Killoury, F., & Nugent, L.E. (2017). The professional psychiatric/mental health
nurse: skills, competencies and supports required to adopt recovery‐orientated policy in
practice. Journal of Psychiatric & Mental Health Nursing, 24, 93–104.

Rosyanti, L., Hadi, I. (2020). Dampak Psikologis dalam Memberikan Perawatan dan
Layanan Kesehatan Pasien COVID-19 pada Tenaga Profesional Kesehatan, jurnal
Penelitian Health Information, 12(1): 110-130.
Fiorillo, A., Gorwood, P., 2020. The consequences of the COVID-19 pandemic on mental
health and implications for clinical practice. European Psychiatry, 63(1)

Walton M, Murray E, Christian MD. 2020. Mental health care for medical staff and affiliated
healthcare workers during the COVID-19 pandemic. Eur Heart J Acute Cardiovasc
Care. 9(3):241-247.

Anda mungkin juga menyukai