Anda di halaman 1dari 12

LEARNING OBJECTIVE

“Mata Yang Sulit Terpejam”


“ Skenario 2 Blok 11 ”

DISUSUN OLEH :

Nama : Anggie Rebecca Silalahi


Stambuk : N 101 19 140
Kelompok : 16 (Sebelas)

Fakultas Kedokteran
Universitas Taduluako
Palu
2022
1. Interpretasi Insomnia Severity Index ?
Jawab :

Insomnia Severity Index (ISI) terdiri dari 7 pertanyaan menggunakan skala likert.
Rentang skala yang digunakan dari skor 0 - 4. Skor akhir ditentukan dengan
menjumlahkan seluruh skor jawaban, kemudian diinterpretasikan ke dalam skala ringan
(skor 8 -14), sedang (skor 15 - 21) dan berat (skor 22 - 28). Skor insomnia 0 - 7
dikategorikan tidak mengalami insomnia.
ISI adalah kuesioner laporan diri 7 item yang menilai sifat, keparahan, dan
dampak insomnia. Periode ingatan yang biasa adalah "bulan terakhir" dan dimensi yang
dievaluasi adalah:
a. keparahan onset tidur,
b. pemeliharaan tidur, dan
c. masalah bangun pagi, ketidakpuasan tidur,
d. gangguan kesulitan tidur dengan fungsi siang hari,
e. gangguan tidur yang terlihat oleh orang lain, dan
f. kesusahan yang disebabkan oleh kesulitan tidur.

Skala Likert 5 poin digunakan untuk menilai setiap item (misalnya, 0 = tidak ada
masalah; 4 = masalah yang sangat parah), menghasilkan skor total mulai dari 0 hingga 28.
Skor total ditafsirkan sebagai berikut: tidak adanya insomnia (0 –7); insomnia sub-ambang
(8-14); insomnia sedang (15-21); dan insomnia berat (22-28).

Sumber:
Putri, A., Harjanto, T., Nurjannah, I. 2017. Gambaran Indikator Klinis Diagnosis
Keperawatan Insomnia Menggunakan Insomnia Severity Index pada
Pasien Hemodialisis. Jurnal Keperawatan Klinis dan Komunitas. Vol.
1(3). Viewed on 24 Maret 2022. From https://journal.ugm.ac.id
Morin, C., Belleville, G., Bélanger, L., and Ivers, H. 2011. The Insomnia Severity Index:
Psychometric Indicators to Detect Insomnia Cases and Evaluate
Treatment Response. PubMed Central. Diakses pada 24 Maret 2022,
From https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc

2. Different diagnosis dan diagnosis multiaksial ?


Jawab :

Different Diagnosis
Tiga kriteria yang harus dipenuhi untuk diagnosis insomnia: keluhan kesulitan
jatuh atau tetap tidur, kesempatan yang cukup untuk tidur, dan disfungsi siang hari. Jika
seorang pasien melaporkan kesulitan tidur selama 7-8 jam yang diharapkan tetapi tidak
memiliki konsekuensi siang hari, ia mungkin tidur pendek. Di sisi lain, jika ada jam tidur
yang tidak mencukupi dan disfungsi siang hari, tetapi pasien dapat tidur jika ada
kesempatan, hal ini mungkin disebabkan oleh perilaku kurang tidur. Fungsi selama liburan
dan akhir pekan dapat membantu untuk membedakannya.

Gangguan tidur lain yang dapat hadir dengan keluhan insomnia termasuk gangguan tidur-
bangun ritme sirkadian, sindrom kaki gelisah, gangguan gerakan kaki periodik, dan apnea
tidur obstruktif.

a. Gangguan Sirkadia. Pertanyaan yang berguna untuk membedakan gangguan sirkadian


termasuk waktu untuk tidur dan bangun di akhir pekan, hari libur dan liburan berbeda
dengan hari kerja atau sekolah dan apakah ada durasi normal dari tidur menyegarkan
setelah pasien tertidur. Jika tidur dari jam 3 pagi sampai jam 10 pagi memberikan tidur
yang menyegarkan namun pasien tidur di tengah malam dan berharap untuk bangun
pada jam 7 pagi, tetapi tidak dapat tertidur selama beberapa jam, gangguan fase tidur-
bangun yang tertunda mungkin terlibat dan gangguan internal yang tidak selaras. ritme
harus menjadi target pengobatan.
b. Gejala sindrom kaki gelisah termasuk dorongan untuk menggerakkan kaki setidaknya
sebagian lega dengan menggerakkan mereka, biasanya didahului oleh sensasi kaki
yang tidak normal, dan biasanya terjadi selama waktu istirahat di penghujung hari.
Karena sindrom ini dapat menyebabkan kesulitan tidur, maka harus disingkirkan atau
diobati secara langsung.
c. Apnea tidur obstruktif dapat hadir dengan gejala insomnia, lebih sering terjadi pada
wanita daripada pria. Adanya dengkuran, sering terbangun, apnea yang disaksikan
harus didiskusikan dan, jika ada kekhawatiran, polisomnografi harus dilakukan.
d. Gangguan Psikiatri
e. Gangguan Medikumum
f. Gangguan Neorologis
g. Gangguan lingkungan

Diagnosis Multiaksial
Diagnosis Multiaksial terdiri dari 5 aksis :
Aksis I : Gangguan K]inis
Kondisi Lain Yang Menjadi Fokus
Perhatian Klinis
Aksis II : Gangguan Kepribadian
Retardasi Mental
Aksis III : Kondisi Medik Umum
Aksis IV : Masalah Psikososial dan Lingkungan
Aksis V : Penilaian Fungsi Secara Global

CATATAN
 Antara Aksis I, Il, Ill tidak selalu harus ada hubungan etiologik atau patogenesis.
 Hubungan antara "Aksis 1-11-111" dan 'iAksis I V" dapat timbal balik saling
mempengaruhi.
Tujuan dari Diagnosis Multiaksial :
1. Mencakup informasi yang "komprehensif' (Gangguan Jiwa, Kondisi Medik Umum,
Masalah Psikososial dan Lingkungan, Taraf Fungsi Secara Global), sehingga dapat
membantu dalam :
• perencanaan terapi
• meramalkan "outcome" a tau prognosis
2. Format yang "mudah" dan "sistematik", sehingga dapat membantu dalam
• menata dan meng-komun.ikasi-kan informasi klinis
• menangkap kompleksitas situasi klinis
• menggambarkan heterogenitas individual dengan diagnosis klinis yang sama
3. Memacu penggunaan "model bio-psiko-sosiaV' dalam klinis, pendidikan, dan
penelitian.
Sumber :
Maslim, R. 2013. Buku Saku : Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari
PPDGJ- III dan DSM-5. Jakarta : Perpustakaan Nasional Unika Atma Jaya
University.
Krystal, A., Prather, A., Liza, L. 2018. The assessment and management of insomnia:
an update. PMC PubMed Central. Diakses pada 24 Maret 2022. From q
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/
3. Cara penentuan diagnosis ?
Jawab :

Hasil Anamnesis (Subjective)


Keluhan
Sulit masuk tidur, sering terbangun di malam hari atau mempertahankan tidur yang
optimal, atau kualitas tidur yang buruk.
Faktor Risiko
1. Adanya gangguan organik (seperti gangguan endokrin, penyakit jantung).
2. Adanya gangguan psikiatrik seperti gangguan psikotik, gangguan depresi, gangguan
cemas, dan gangguan akibat zat psikoaktif.
Faktor Predisposisi
1. Sering bekerja di malam hari .
2. Jam kerja tidak stabil.
3. Penggunaan alkohol, cafein atau zat adiktif yang berlebihan.
4. Efek samping Obat.
5. Kerusakan otak, seperti: encephalitis, stroke, penyakit Alzheimer

Pemeriksaan Fisik
Pada status generalis, pasien tampak lelah dan mata cekung. gangguan organik, ditemukan
kelainan pada organ.

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan spesifik tidak diperlukan.

Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis.
Pedoman Diagnosis
1. Keluhan adanya kesulitan masuk tidur atau mempertahankan tidur atau kualitas tidur
yang buruk
2. Gangguan terjadi minimal tiga kali seminggu selama minimal satu bulan.
3. Adanya preokupasi tidak bisa tidur dan peduli yang berlebihan terhadap akibatnya pada
malam hari dan sepanjang siang hari.
4. Ketidakpuasan terhadap kuantitas dan atau kualitas tidur menyebabkan penderitaan
yang cukup berat dan mempengaruhi fungsi dalam sosial dan pekerjaan.

Diagnosis Banding
Gangguan Psikiatri, Gangguan Medikumum, Gangguan Neurologis, Gangguan
Lingkungan, Gangguan Ritmesirkadian.

Sumber :
IDI. 2014. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Primer. Jakarta : Pengurus Besar IDI
4. Komplikasi ?
Jawab :

Dapat terjadi penyalahgunaan zat. Komplikasi akibat dari insomnia dapat


mempengaruhi fungsi otak yang tepat. Otak menggunakan tidur sebagai proses aktif
dimana pada saat seseorang tidur otak akan melatih semua sel saraf dengan melewatkan
sinyal aktivitas listrik melalui semua sel saraf. Ketika sel saraf otak tidak mendapatkan
jumlah tidur yang cukup maka kerja fungsi otak dalam hal menyimpan atau mengambil
informasi dan kemampuan untuk mentoleransi situasi stress dan berfungsi pada tingkat
yang lebih tinggi dapat terganggu dan tidak optimal.
A. Daya tahan tubuh rendah
B. Terjadi kecelakaan, akibat reaksi refleks yang lebih lambat
C. Masalah kejiwaan, seperti depresi dn kecemasan
D. Kelebihan berat badan atau kegemukan

Sumber :
IDI. 2014. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Primer. Jakarta : Pengurus Besar IDI
5. Tatalaksana (farmako dan non-farmako), dan prognosis ?
Jawab :

Farmakologi :
1. Untuk obat-obatan, pasien dapat diberikan Lorazepam 0,5 — 2 mg atau Diazepam 2-5
mg pada malam hari. Pada orang yang berusia lanjut atau mengalami gangguan medik
umum diberikan dosis minimal efektif.
Non-Farmakologi :
 Pasien diberikan penjelasan tentang faktor-faktor risiko yang dimilikinya dan
pentingnya untuk memulai pola hidup yang sehat dan mengatasi masalah yang
menyebabkan terjadinya insomnia.
 Kebersihan Tidur
Kebersihan tidur termasuk mendidik pasien tentang modifikasi gaya hidup seperti
membatasi tidur siang, menghindari makan malam larut malam, membatasi
penggunaan gadget/smartphone elektronik selama waktu tidur atau asupan alkohol,
kafein, atau merokok malam hari. Skala praktik tertentu seperti indeks kebersihan
tidur dan skala kesadaran kebersihan tidur berguna untuk menilai kebersihan tidur.
Namun, kebersihan tidur saja tidak efektif dalam mengelola pasien dengan
insomnia kronis dan harus digunakan dengan aspek lain dari terapi perilaku
kognitif
 Terapi Pembatasan Tidur
Terapi ini bertujuan untuk mengurangi waktu tidur dengan membatasi jumlah jam
tidur. Mengurangi waktu tidur dapat meningkatkan dorongan tidur homeostatik
dan menghasilkan tidur yang lebih terkonsolidasi. Keterbatasan utama dari terapi
ini adalah peningkatan kemungkinan kantuk di siang hari karena kurang tidur.
 Terapi Kontrol Stimulus
 Kontrol Stimulus melibatkan pembatasan perilaku maladaptif seperti makan atau
membaca di tempat tidur, penggunaan perangkat digital larut malam di tempat
tidur dan mempromosikan penggunaan tempat tidur untuk tidur dan hanya ketika
merasa mengantuk.
 Terapi Relaksasi
Latihan teratur latihan pernapasan, meditasi atau yoga dapat membantu
memperbaiki pola tidur dan mengurangi kecemasan dan stres yang mendasarinya.
Penelitian telah menunjukkan bahwa pengelolaan stres dengan relaksasi dan
pelatihan mindfulness membantu meningkatkan perhatian terfokus dan
mengurangi gairah dan kekhawatiran sebelum tidur pada pasien insomnia.27
 Terapi Perilaku Kognitif untuk Insomnia
Terapi perilaku kognitif untuk Insomnia (CBTi) adalah andalan pengelolaan
insomnia. CBTi yang efektif dapat menunjukkan peningkatan yang signifikan
dalam sleep onset latency (SOL), wakefulness after sleep onset (WASO) dan total
sleep time (TST). Penelitian telah menunjukkan CBTi lebih unggul dari
farmakoterapi dalam pengelolaan insomnia kronis.28 Ini biasanya diberikan dalam
enam sesi selama periode enam sampai delapan minggu baik oleh perawat
kesehatan, terapis tidur, asisten dokter, atau bahkan pekerja sosial. Sesi tersebut
meliputi edukasi tidur, teknik relaksasi, terapi restriksi tidur, terapi kontrol
stimulus, kognitif. dan terapi perilaku. Itu juga dapat diberikan melalui telehealth
(konferensi video) atau versi berbasis internet yang bermanfaat bagi mereka yang
ragu-ragu untuk mengunjungi terapis secara langsung. “SHUTi” adalah program
CBTi online berbasis internet yang terbukti mengatasi insomnia. “Sleep Ninja”
adalah aplikasi ponsel cerdas, yang mengirimkan CBTi melalui telepon.29 Namun,
batasan utama dari versi berbasis web ini adalah bahwa banyak dorongan diri
diperlukan untuk mengikuti seluruh program secara teratur. Keterbatasan lain dari
program CBTi adalah kekurangan terapis yang efisien untuk memberikan terapi
secara efektif bersama dengan biaya yang lebih tinggi, yang selanjutnya
membatasi pasien dari manfaat program.
Prognosis
Prognosis pasien insomnia pada umumnya bonam.
Ad vitam : dubia ad malam
Ad sanationam : Bonam
Ad functionam : Bonam

Sumber :
IDI. 2014. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Primer. Jakarta : Pengurus Besar IDI
Liwang, F., Yuswar, P. W., Wijaya, E., et al. 2020. Kapita Selekta Kedokteran Ed. V.
Jawa Barat: Media Aesculapius.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK539864/
Bullo, P., Kaur, H. 2019.Slep Medicine : Insomnia and Sleep. PMC PubMed Central.
Missouri Medicine. The Journal Of The Missouri State Medical Association. Vol.
116(1) : 68-75. Viewed on 24 Maret 2022. From https://www.ncbi.nlm.nih.gov/
6. Insomnia sekunder dan penyakit yang menyebabkan ?
Jawab :

Insomnia sekunder didefinisikan secara historis sebagai insomnia yang


disebabkan oleh penyakit medis dan psikiatris lainnya, penggunaan obatobatan atau
gangguan tidur primer lainnya. Penyebab insomnia sekunder sangatlah luas. Beberapa
penyebab utamanya adalah :
 Kondisi menyakitkan : arthritis, gangguan sakit kepala (seperti migrain atau
tension headache), sakit gigi, sakit punggung
 Kondisi yang mempengaruhi pernafasan : asma, bronchitis kronis,emfisema, gagal
jantung
 Fluktuasi hormonal : konsisi tiroid terlalu aktif (hipertiroidisme),menopausal hot
flushes, menstruasi dan sindrom premenstruasi,kehamilan
 Gangguan pencernaan : heartburn, reflux, hiatus hernia
 Masalah kesehatan mental : depresi, kecemasan, gangguan bipolar, dimensia
 Gangguan tidur lainnya : sindrom kaki gelisah, kram malam,
 apnea tidur, jet lag, bekerja dengan shift yang tidak biasa
 Stimulan : alkohol, nikotin, kafein
 Efek samping obat-obatan

Sumber :
Ghaddafi. 2017.Tatalaksana Insomnia Dengan Farmakologi Atau Non-Frmakologi.
Vol. 14(4). Viewed on 24 Maret 2022. From https://www.google.scholar
7. Pemeriksaan fisik dan status mental ?
Jawab :

Pemeriksaan fisik
Insomnia tidak berhubungan dengan gambaran spesifik apapun pada pemeriksaan
status fisik atau mental. Pemeriksaan dapat, bagaimanapun, memberikan informasi
tentang diagnosis alternatif dan kondisi komorbiditas. Penilaian yang perlu
dipertimbangkan termasuk indeks massa tubuh, lingkar leher, dan pemeriksaan jalan
napas untuk apnea tidur obstruktif. Pada status generalis pasien tampak Lelah dan mata
cekung. Bila terdapat gangguan organic, ditemukan kelainana pada organ.

Sumber :
Krystal, A., Prather, A., Liza, L. 2018. The assessment and management of insomnia:
an update. PMC PubMed Central. Diakses pada 24 Maret 2022. From q
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/
IDI. 2014. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Primer. Jakarta : Pengurus Besar IDI
8. Pemeriksaan penunjang ?
Jawab :

Pada kasus insomnia tidak perlu dilakukan pemeriksaan penunjang spesifik


dikarenakan lulusan dokter dapat menegakkan berdasarkan pemeriksaan fisik dan hasil
anamnesis.
Sumber :
IDI. 2014. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Primer. Jakarta : Pengurus Besar IDI
9. KIE pada pasien ?
Jawab :

Untuk konseling dan edukasi pada pasien insomnia dimana diberikan informasi
kepada pasien dan keluarga agar nereka dapat memahami tentang insomnia dan dapat
menghindari pemicu terjadinya insomnia.
Sumber :
IDI. 2014. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Primer. Jakarta : Pengurus Besar IDI
10. Kriteria rujukan ?
Jawab :

Kriteria Rujukan : Apabila setelah 2 minggu telah diberikan pengobatan tidak


menunjukkan perbaikan, atau apabila terjadi perburukan walaupun belum sampai 2
minggu, pasien dirujuk ke fasilitas Kesehatan sekunder yang memiliki dokter spesialis
kedokteran jiwa.
PPK menyebutkan ada 4 penyakit di bidang psikiatri yang perlu mendapat
perhatian oleh karena besaran masalahnya cukup besar. Dari empat penyakit, hanya 1
penyakit yaitu insomnia yang mensyaratkan kompetensi dokter 4 A(bukan merupakan
kasus gawat darurat) yaitu tidak perlu dirujuk, tetapi dapat dikelola di Puskesmas saja.

Sumber :
Indaiani, S. 2016. Penyakit-Penyakit Di BidangPsikiatri Yang Harus Dituntaskan Di
Puskesmas . Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia. Vol. 5. Viewed on 24 Maret
2022. From https://jurnal.ugm.ac.id
IDI. 2014. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Primer. Jakarta : Pengurus Besar IDI
11. Gangguan tidur pada anak ?
Jawab :

Terdapat tiga jenis gangguan tidur yakni disomnia,parasomnia dan gangguan tidur
sekunder. Istilah disomnia berhubungan dengan masalah jumlah tidur, saat mulai dan
mempertahankan tidur. Parasomnia terdiri dari sekelompok masalah yang berhubungan
dengan keadaan terjaga, terjaga sebagian atau transisi tahapan tidur. Masalah ini dapat
mengganggu tidur, tetapi biasanya tidak menyebabkan keadaan mengantuk yang
berlebihan. Gangguan tidur sekunder dihubungkan dengan gangguan psikiatri, neurologis
atau masalah medis lainnya. Terdapat dua klasifikasi penyakit gangguan tidur yakni
menurut ICD-10 dan DSM IV. Diagnosis tidurpada ICD-10 termasuk dalam kategori F51
(nonorganic sleep disorders) dan G47 (organic sleep disorders). Kategori F51 selanjutnya
dibagi menjadi disomnia dan parasomnia. Tidak ada kriteria khusus untuk anak, tetapi
ICD-10 menekankan masalah tidur pada anak tidak perlu berhubungan dengan kualitas
tidur, melainkan lebih berhubungan dengan ketidakmampuan orangtua untuk mengontrol
waktu tidur.
Sumber :
Krystal, A., Prather, A., Liza, L. 2018. The assessment and management of insomnia:
an update. PMC PubMed Central. Diakses pada 24 Maret 2022. From q
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/

Anda mungkin juga menyukai