HALUSINASI
b. Halusinasi penciuman
Pada halusinasi penciuman isi halusinasi dapat berupa mencium aroma atau bau
tertentu sperti urine atau feces atau bau yang bersifat lebih umum atau bau busuk atau
bau yang tidak sedap ( cancro dan lehman, 2000 dalam videbeck, 2008 ).
Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh struat (2009) pada halusinasi penciuman,
klien dapat mencium busuk,jorok,dan bau tengik seperti darah,urin, atau tinja,
kadang-kadang bau bias menyenangkan, halusinasi penciuman biasanya berhubungan
dengan stroke,kejang, dan demens.
c. Halusinasi penglihatan
Sedang pada halusinasi penglihatan, isi halusinasi berupa melihat bayangan yang
sebenarnaya tidak ada sama sekali, misalnya cahaya atau orang yang telah meninggal
atau mungkin sesuatu yang bentuk nya menakutkan ( cancro & lehman, 2000 dalam
videbeck, 2008 ). Isi halusinasi penglihatan klien adlah klien melihat cahay, bentuk
geometris, kartun atau campuran antara gambaran bayangan yang komplek, dan
bayangan tersebut dapat menyenangkan klien atau juga sebalik nya mengerikan
( struat & laraia,2005;struat,2009).
d. Halusinasi pengecapan
Sementara itu pada halusnasi pengecapan, isi berupa klien mengecap rasa yang tetap
ada dalam mulut, atau perasaan bahwa makanan terasa seperti sesuatu yang lain. Rasa
tersebut dapat berupa rasa logam atau pahit atau mungkin seperti rasa tertentu. Atau
berupa rasa busuk, tak sedap dan anyir seperti darah, urine atau feces ( struat &
laraia., 2005 ;stuart, 2009 ).
e. Halusinasi perabaan
Isi halusinasi perabaan adalah klien merasakan sensasi seperti aliran listrik yang
menjalar keseluruh tubuh aatu binatang kecil yang merayap di kulit ( cancro &
lehman, 2000 dalam videbeck, 2008). Klien juga dapat mengalami nyeri atau tidak
nyaman tanpa adanya situmulus yang nyata, seperti sensasi listrik dan bumi, benda
mati ataupun dan orang lain ( struat & laraia, 2005;struat,2009).
f. Halusinasi chenesthetik
Halusinasi chenesthetik klien akan merasa pungsi tubuh seperti darah berdenyut
melalui vena dan arteri, mencerna makanan, atau bentuk urin ( videbeck, 2008; struat,
2009).
g. Halusinasi kinestetik
Terjadi ketika klien tidak bergerak tetapi melaporkan sensai tubuh, gerakan tubuh
yang tidak lazim seperti melayang di atas tanah. Sensasi gerakan sambil berdiri tak
bergeraak ( videbeck, 2008; struat, 2009 )
3. Fase halusinasi
a. Comporting ( halusinasi menyenangkan,cemas ringan)
Klien yang berhalusinasi mengalami emosi yang itense seperti cemas, kesepian,
merasa bersalah, dan takut dan mencoba untuk berfokus pada pikiran yang
menyenang kan untuk menghilangkan kecemasan.seseorang mengenal bahwa pikiran
pengalaman sensori berada dalam kesadaran control jiika kecemasan tersebut
Bias dikelola.
Perilaku yang dapat diobservasi:
1. Tersenyum lebar, menyeringai tetapi tanpak tidak tepat
2. Menggerakan bibir tanpa membuat suara
3. Pergerkan mata yang tepat
4. Respon verbal yang lambat seperti asyik
5. Diam dan tanpak asik
a.faktor biologi
Menurut videback (2008), faktor biologi yang dapat menyebabkan terjadinya skizofrenia
adalah faktor genetic,neurotomi,neurokimia serta imunovirologi.
1. Genetik
Secara genetic ditemukan perubahan pada kromosom 5 dan 6 yang
mempredisposisikan individu mengalami skizofrenia (copel, 2007). Sedangkan Buchanan
dan carpeter (2000, dalam dalam stuart dan laraia,2005;stuart,2009) menyebutkan bahwa
kromosom yang berperan dalam menurunkan skizofrenia adalah kromosom6.sedangkan
kromosom lain yang juga berperan adalah kromosoni 4, 8, 15, dan 22,cracdock et al
(2006 dalam stuart, 2009). Penelitian lain juga menemukan gen GAD 1 yang tanggung
jawab memproduksi GABA, dimana pada klien skizofrenia tidak dapat meningkat secara
normal sesuai perkembangan pada daerah frontal,dimana bagian ini berfungsi dalam
proses berfikir dan pengambilan keputusan hung et al, (2007 dalam stuart,2009).
Penelitian yang paling penting memusatkan pada penelitian anak kembar yang
menujukan anak kembar identik beresiko mengalami skizofrenia sebesar 50% sedangkan
pada kembar non identik/fraternal beresiko 15% mengalami skizofrenia, angka ini
meningkat sampai 35% jika kedua orang tua biologis menderita skizofrenia n
(cancro&lehman,2000;videback,2008;stuart,2009) semua penelitian ini menunjukan
bahwa faktor genetic hanya sebagian kecil penyebab terjadinya skizofrenia dan ternyata
masih ada faktor lain yang juga berperan sebagai faktor penyebab terjadinya skixofrenia.
2.Neuroanatomi
Keadaan patologis yang terjuadi pada lobus temporalis dan frontalis berkorelasi
dengan terjadinya tanda-tanda positif negative dan skizofrenia .copel (2007)
menyebutkan bahwa tanda-tanda positif skizofrenia.seperti psikosis disebabkan karena
fungsi otak yang abnormal pada lobus temporalis .sedangkankan tanda-tanda negatif
seperti tidak ada kemauan atau motivasi dan anhedonia disebabkan oleh fungsi otak yang
abnormal pada lobus frontalis.
Hal ini sesuai sadock dan sadock (2007 dalam towsen,2009) yang menyatakan bahwa
fungsi utama lobus frontalis adalah aktivasi motorik,intelektual,perencanaan konseptual,
aspek kepribadian,aspek produksi bahasa . sehingga apabila terjadinya gangguan pada
lobus frontalis, maka akan terjadi perubahan pada aktivitas motorik, gangguan
intelektual, perubahan kepribadian dan juga emosi yang tidak stabil.sedangkan fungsi
utama dan lobus temporalis adalah pengaturan bahasa,ingatan dan juga emosi. Sehingga
gangguan yang terjadi pada kortek temporalis dan nucleus-nukleus limbic yang
berhubungan pada lobus temporalis akan menyebabkan timbulnya gejala halusinasi.
3.Neurokimia
penelitian di bidang neurotransmisi telah memperjelas hipotesis disregulasi pada
skizorfenia,gangguan terus menerus dalam satu atau lebih neurotrasmiter dan
neuromodulator mekanisme pengaturan homeostatic menyebabkan neurotransmisi tidak
stabil atau tidak menentu.teori ini menyatakan bahwa area mesolimbik overaktif terhadap
dopamine,sedangkan apa area prefrontal mengalami hipoaktif sehingga terjadio
keseimbangan antara system neurotransmitter dopamine dan serotonin serta yang lain
(stuart,2009)pernyataan memberi arti bahwa neurotransmitter mempunyai peranan yang
penting menyebabkan terjadinya skizofrenia.
4. Imunovirologi
b. Faktor Psikologis
selain faktor biologis diatas, faktor psilkologis juga ikut berperan mengakibatkan
terjadinya skizofren. Awal terjadinya skizofren difokuskan pada hubungan dalam keluarga yang
mempengaruhi perkembangan ganggian ini, teori awal menunjukkan kurangnya hubungan antara
orang tua dan anak, serta disfungsi system keluarga sebagai penyebab skizofren (Townsen,
2009). Penerlitian lain menyebutkan beberapa dengan skizofren menunjukkan selain kelainan
halus yang meliputi perhatian, koordinasi, kemampuan social, fungsin neuromotor dan respon
emosional jauh sebelum mereka menunjukkan gejala yang jelas dari skizofren (Schiffman et al,
2004 dalam Stuart, 2009). Sinaga (2007) menyebutkan bahwa lingkungan emosional yang tidak
stabil mempunyai resiko yang besar pada perkembangan skizofren, pada masa kanak disfungsi
situasi social seperti trauma masa kecil, kekerasan, hostilitas dan hubungan interpersonal yang
kurang hangat diterima oleh anak sangat mempengaruhi perkembangan neurogikal anak
sehingga lebih rentan mengalami skizofrenia di kemudian hari.
Adanya double bind dalam keluarga dan konflik dalam keluarga Torrey ( 1995, dalam
videback,2008). Juga menyebutkan bahwa salah satu faktor social yang dapat menyebabkan
terjadinya skizofren adalah adanya disfungsi dalam pengasuhan anak maupun dinamika
keluarga. Konflik tersebut apabila tidak diatasi dengan baik maka akan menyebabkan resiko
terjadinya skizofren.
Berdasarkan Townsend (2005), faktor social cultural meliputi disungsi dalam keluarga, konflik
keluarga. Komunikasi double bind serta ketidak mampuan seorang untuk memenuhi tugas
perkembangan. Hal ini didukung oleh Seaward (1997, dalam Videback, 2008) menyebutkan
bahwa skizofrenia disebabkan oleh faktor interpersonal yang meliputi komunikasi yang tidak
efektif, ketergantungan yang berlebihan atua menarik diri dalam hubungan, dan kehilangan
control emosional. Pernyataan ini menunjukkan bahwa faktor sosial budaya seperti pengalaman
sosial dapat menjadi faktor penyebab terjadinya skizofrenia.
Pernyataan diatas didukung oleh penelitian tamer dkk (2002) yang menunjukan bahwa
karakteristik responden skizofrenia yang mengalami halusinai adalah 216 orang berjenis kelamin
laki-laki (70%) dan berusia rata-rata 27 tahun. Hal berbeda dinyatakan oleh sinaga, (2007) yang
menyatakan bahwa prevalensi skizofrenia sama antara laki-laki dan perempuan, tetapi berbeda
dalam onset dan perjalanan penyakit. Laki-laki mempunyai onset skizofrenia lebbih awal
dibandingkan pada wanita.
Penelitian tamer dkk (1998) juga menunjukan bahwa 76 responden skizofrenia tidak mempunyai
pekerjaan (90%). Pekerjaan sangat erat kaitanya dengan penghasilan dan ststus ekonomi
individu.hal ini di dukung oleh sinaga (2007) yang menyatakan bahwa stress yang di alami oleh
anggota kelompok kelompok sosial ekonomi rendah berperan dalam perkembangan skizofrenia.
Masalah keluarga dan pendidikan dapat menjadi pencetus terjadinya skizofrenia hal ini
ditunjukan oleh penelitian Tarrier dkk (1998) yang menemukan bahwa skizofrenia ditemukan
pada 24 responden (33.33%) yang hidup sendiri dan 78 responden tidak mempunyai pendidikan
ataupun keahlian (91%). Hal ini menunjukan bahwa memang kehidudan perkawinan dapat
menjadi pencetus terjadinya skizofrenia jika terjadi akumulasi masalah yang tidak dapat
diselesaikan (Hawari,2001 dalam Corolina, 2008). Begiu juga pendidikan, pendidikan dapat
menjadi sumber koping individu yang dapat membantu individu dalam mengatasi stress (Stuart
& Laraia,2005).
2. Faktor presipitasi
Kondisi normal, otak mempunyai peranan penting dalam meregulasi sejumlah informasi.
Informasi normal diproses melalui aktifitas neoron. Situmulus visual dan audiotory dideteksi dan
di saring oleh kan pada kelien skizoferinia terjadi mekanisme yang abnormal dalam memperoses
informasi adalah faktor kesehehatan, lingkungan, sikap dan perilaku individu ( struat & laria,
2005; stuart, 2009 ).
Faktor pencetus halusinasi diakibatkan gangguan umpan balik diotak yang mengatur jumlah dan
waktu dalam peroses informasi. Stimuli penglihatan dan pendengaran pada awal nya disaring
oleh hipoyalamus dan dikirim untuk diperoses oleh lobus frontal dan bila informasi yang
disampaikan terllu banyak pada suatu waktu atau jika informasi tersebut salah, lobus frontal
mengirimkan pesan operload ke ganglia basal dan diingatkan lagi hipotalamus untuk
memperlambat tranmisi kelobus frontal. Penurunan fungsi lobus frontal menyebabkan ganguan
pada peroses umpan balik dalam penyampaian informasi yang menghasilkan peroses informasi
overload ( struat & laraia, 2005; struat, 2009). Setersor persipitasi yang lain adanya abnormal
pada pintu mekanisme pada klien skizofrenia, pintu mekanisme adalah peroses elektrik yang
melibatkan elektolit, hal ini memicu penghambatan saraf dan rangsang aksi dan umpan balik
yang terjadi pada sistem saraf. Penurunanj pintu mekanisme/gating proses ini ditujukan dengan
ketidakmampuan individu dalam memilih sitimuli secara selektif ( Hong et al., 2007 dalam struat
2009).
3.Penilaian terhadap stressor
Penilaiian terhadap stressor merupakan penilaiian individu ketika menghadapi stressor yang
datang. Menurut sinaga ( 2007 ), faktor biologis,psikososial dan lingkungan saling menentegrasi
atau sama lain saat individu mengalami setres sedangkan individu sendiri memiliki kerentanan
( diatesis ), yang jika diaktifkan oleh pengaruh stress maka akan menimbilkan gejala skizofrenia.
Model diatesis setres diatas sama seperti model adaptasi struat dan laria ( 2005 ). Penilaian
seseorang terhadap seteresor terdiri dari dan respon kognitif, afektif, fisiologis, perilaku dan
sosial. Hal ini memberikan arti bahwa apabila individu mengalami suatu stressor maka ia akan
merupakan stressor maka ia akan merespon stressor tersebut dan akan tanpak melalui tanda dan
gejala yang muncul.
4. sumber koping
Berdasarkan seteruat dan laraia ( 2005 ), sumber koping merupakan hal yang penting dalam
membantu klien dalam mengatasi stressor yang di hadapinya. Sumber koping tersebut meliputi
aset ekonomi, sosial support, nilai kemmpuan individu mengatasi masalah. Apabila individu
mempunyai sumber koping yang adekuat maka ia akan mampu beradaptasi dan mengatasi
stressor yang ada.
Keluarga merupakan salah satu sumber koping yang ditunjukan individu ketuka mengalami
streres. Hal tersebut sesuai dengan videbeck ( 2008 ) yang menyatakan bahwa keluarga
merupakan salah satu sumber pendukung yang utama dalam penyembuhan klien skizofrenia.
Psikosis atau skizofrenia adalah penyakit menakutkan dan sangat menjengkelkan yang
memerlukan penyesuaian yang baik bagi klien dan keluarga. Proses penyesuaian pasca psikotik
terdiri dari empat fase: (1) disonansi kognitif (psikosis aktif),(2) pencapaian wawasan ,(3)
stabilitas dalam semua aspek kehidupan(ketetapan kognitif), dan (4) bergerak terhadap prestasi
kerja atau tujuan pendidikan (ordinariness). Proses multifase penyesuaian dapat berlangsung 3
sampai 6 tahun ( Moller,2006, dalam Stuart,2009):
5. Mekanisme Koping
Pada klien skizofrenia , klien berusaha untuk melindungi dirinya dalam pengalaman yang
disebabkan oleh penyakitnya . klien akan melakukan regresi untuk mengatasi kecemasan
yang dialaminya , melakukan proyeksi sebagai usaha untuk menjelaskan persepsinya dan
menarik diri yhang berhubungan dengan masalah membangun kepercayaan dan
keasyikan terhadap pengalaman internal ( Stuart & Laraia,2005;Stuart,2009).
2. Halusinasi
a. Pendengaran
Melirik mata ke kanan / ke kiri untuk mencari sumber suara
Mendengarkan dengan penuh perhatian pada orang sedang
berbicara/benda mati di dekatnya
Terlibat pembicaraan dengan benda mati atau orang yang tidak nampak
Menggerakan mulut seperti mengomel
b. Penglihatan
Tiba-tiba tampak tergagap, ketakutan karena orang lain, benda mati
atau stimulus yang tak terlihat
Tiba lari ke ruangan lain
c. Pengecapan
Meludahkan makanan atau minuman
Menolak makanan atau minum obat
Tiba-tiba meninggalkan meja makan
d. Penghirup
Mengkerutkan hidung seperti menghirup udara yang tak enak
Menghirup bau tubuh
Menghirup bau udara ketika berjalan kearah orang lain
Berespon terhadap bau dengan panic
e. Peraba
Menampar diri sendiri seakan akan memadamkan api
Melompat lompat di lantai seperti menghinidari sesuaatu yang
menyakitkan
f. Sintetik
Mengverbalisasi terhadap proses tubuh
Menolak menyelesaikan tugas yang mengguanakan bagian tubuh yang
diyakini tidak berfungsi
a) Data subjektif :
Pasien Mengatakan :
a) Mendengar suara-suara atau kegaduhan
b) Mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap
c) Mendengar suara yang menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya
d) Melihat bayangan,sinar,bentuk geometris,bentuk kartun, melihat bantu
atau monster
e) Mencium bau-bauan seperti bau darah,urin atau feses.
f) Merasa takut atau senang dengan halusinasinya
b) Data objektif
1. Bicara atau tertawa sendiri
2. Marah-marah tanpa sebab
3. Mengarahkan telinga kearah tertentu
4. Menutup telinga
5. Menunjuk-nunjuk kearah tertentu
6. Ketakuatan pada sesuatu yang tidak jelas
7. Mencium sesuatu seperti membaui bau-bauan tertentu
8. Menutup hidung
9. Sering meludah
10. Muntah
11. Menggaruk-garuk permukaan kulit (kemenkes,2012)
D. POHON MASALAH
Isolasi Sosial
E. DIAGNOSA KEPERAWATAN
SP 2: SP 2:
Evaluasi kegiatan Evaluasi kegiatan
menghardik beri keluarga dalam
pujian merawat/ melatih
Latihan cara klien menghardik beri
mengontrol halusinasi pujian
Latih cara mengontrol Jelaskan 6 benar cara
halusinasi dengan memberikan obat
obat(jelaskan 5 benar: Latih cara
jenis, guna, dosisi, memberikan/membim
frekuensi, cara, bing minum obat
kontinuitas minum Anjurkan membantu
obat) klien sesuai jadwal
Masukan pda jadwal dan memberi pujian.
kegiatan untuk latihan
menghardik dan
minum obat
SP 3: SP 3:
1. Chlorpromazine(promactile, largactile)
3. Stelazine
4.clozapipne(clozaril)
5. Risperidone( risperdal)
b. antiparkinsonn
1. trihexyphendilie
2. Arthan
BAHAN BACAAN
NANDA. (2009). Nursing Diagnoses : Definitions & Classification 2009-2011. Philadelphia:
NANDA International
Townsend, M.C (2009). Psychiatrich mental health nursing. Concepts of care in evidence-
based practice. Ed. Philadelphia: F.A. Davis Company
Lelono, S.K. (2011). Efectivitas cognitive behaviour therapy (cbt) dan rational emotive
behaviour therapy (rebt) pada perilaku kekerasan, halusinasi dan harga diri rendah di rumah
sakit marzoeki mahdi bogor. Tesis FIK-UI. Tidak dipublikasikan.
Stuart, G.W. & Laraia, M.T. (2005) Principles and practice of pshyciatrich nursing, 8 ed.
Missouri: Mosby, Inc