Disusun Oleh :
PRAKTIKUM MANDIRI
A. LANDASAN TEORI
Ikan merupakan sumber protein dan lemak, namun jumlahnya bervariasi antara
satu ikan dengan ikan yang lain. Selain itu Ikan memiliki sifat-sifat fisik antara lain
ukuran ikan, bentuk, dan warna ikan yang dipengaruhi oleh factor internal dan
eksternal . Sebagai bahan pangan, kedudukan ikan menjadi sangat penting karena
ikan merupakan sumber protein hewani yang potensial karena mengandung asam
amino esensial yang diperlukan oleh tubuh, disamping itu nilai biologisnya
mencapai 90%, dengan jaringan pengikatnya sedikit sehingga mudah dicerna. Ikan
memiliki Kadar airnya tinggi (80%) dan derajat keasaman (pH) ikan mendekati
netral, dan daging ikan sangat mudah dicerna oleh enzim autolysis, sehingga
daging ikan sangat mudah mengalami kerusakan oleh bakteri pembusuk. Selain itu
Ikan mengandung asam lemak tidak jenuh, sehingga mudah terjadi proses oksidasi
yang menyebabkan bau tengik.sehingga diperlukan penanganan yang cepat dan
tepat sehingga dapat meminimalkan kerusakan, salah satunya dengan penanganan
pasca tangkap salah satunya dilakukan penyimpanan ikan agar mutu ikan tetap bisa
bagus.
B. TUJUAN
1. Deskripsikan warna, bau, tekstur (sesuaikan dengan bahan yang saudara praktikum)
2. Jelaskan Faktor yang mempengaruhi warna, bau, tekstur dari ikan yang anda amati
3. Tuliskan hasil perhitungan % BDD dan BDD
4. Mahasiswa melakukan studi literature dan jawablah pertanyaan dibawah ini
a. Sebutkan dan jelaskan teknik penyimpanan ikan
b. Jelaskan perubahan kimia pada penyimpanan ikan
c. Jelaskan faktor yang mempengaruhi penyimpanan ikan
d. Sebutkan dan jelaskan penyebab terjadinya kerusakan pada ikan selama
penyimpanan
PEMBAHASAN :
2. Warna : Perubahan warna pada ikan terjadi karena adanya penguraian kandungan
protein pada ikan.
Bau : Terjadi karena mikroorganisme berkembang dan menguraikan protein pada
ikan seingga terjadinya perubaan bau.
Tekstur : Adanya perbedaan suhu serta perlakuan kemasan yang menyebabkan ikan
mmenjadi agak kaku.
3. % BDD = berat bersih x 100 %
Berat kotor
= 68/154 x 100%
= 0,4 x 100%
= 0,4 gram = 40%
2. Teknik Pengawetan
Teknik pengawetan merupakan teknik penyimpanan yang mempunyai waktu yang
lebih lama dibandingkan penyimpanan dengan cara pembekuan. Pengawetan yang
sering diperlakukan dalam ikan seperti pengeringan, penggaraman, pengasapan, dan
pengalengan. Dalam teknik pengawetan syarat yang harus dipenuhi adalah pemilihan
ikan yang masih segar, kebersihan alat pengawetan, dilakukan sesuai dengan standar
prosedur pengawetan, dan bebas dari bakteri, jamur dan kuman. Contoh hasil
pengawetan ikan adalah: smoked (diasap) pada ikan hering, haddock, salmon, pickled
(asinan) pada ikan rollmop, salted (digarami) pada ikan cod, roe (telur ikan) pada ikan
caviar.
Ditinjau dari produk akhir yang dikehendaki, pengawetan ikan dapat
dilakukan dengan tiga cara:
a. Pengawetan ikan segar; cara ini dilakukan dengan pengaturan suhu,
pendinginan, pembekuan, pengeringan, pengasapan, dan pengalengan.
b. Pengawetan dengan menggunakan bahan-bahan kimia, penggaraman,
pencukaan.
c. Pengawetan dengan mikrobiologi; pemedaan. (Nugraheni, 2005)
Menurut Murniyati dan Sunarman (2000), kecepatan pembusukan berbeda pada tiap
jenis karena perbedaan komposisi kimianya. Ikan – ikan yang kecil lebih cepat
membusuknya lebih cepat daripada ikan yang lebih besar.
Suhu ikan adalah faktor yang paling besar peranannya adalam menentukan
waktu yang diperlukan ikan memasuki, memulai, dan melewati rigor. Semakin
rendah suhu penanganan ikan segera setelah ditangkap semakin lambat ikan
memasuki tahap rigor dan semakin panjang waktu rigor itu berakhir ( Ilyas,
1983).
Ikan yang ditangkap dengan payang, trawl, pole and line dan sebagainya,
akan lebih baik keadaannya apabila dibandingkan dengan yang ditangkap
melalui giil net, long line dan sebagainya. Ikan yang tertangkap dan mati
dibiarkan agak lam terendam di dalam air sehingga keadaannya sudah kurang
baik sewaktu dinaikkan keatas dek (Adawiya,2007)
Ikan yang dikemas hanya dapat menghambat namun tidak dapat menghentikan
proses respirasi. Karena kadar air ikan tetap menguap namun tertahan dalam kemasan
sehingga ikan menjadi lunak dan berair. Mikroorganisme juga masih bisa berkembang
bila tidak didukung dengan suhu rendah atau beku sehingga ikan menjadi sedikit
berlendir akibat penguraian ikatan-ikatan protein pada ikan.
Perubahan bau yang menimpang menjadi busuk pada ikan terjadi karena enzim yang
ada pada ikan terdenaturasi serta terurai sehingga asam amino dan protein pada ikan
diubah menjadi gas amoniak yang merupakan indikator terjadinya pembusukan pada
ikan. selain itu, juga adanya aktivitas mikroorganisme yang mempercepat terjaidnya
pembusukan pada ikan.
Ikan yang disimpan pada suhu ruang hanya dapat bertahan selama 1 hari karena
proses respirasi tidak terhambat dan aktivitas mikroorganisme juga tumbuh dengan
baik. Hal ini terlihat pada uji H2S terbentuk warna coklat akibat adanya proses
pembusukan pada ikan. Nilai WHC yang sangat rendah juga menunjukan bahwa ikan
sudah tidak segar dan sudah membusuk karena besarnya luas area basah yang
disebabkan rendahnya kemampuan daging ikan dalam mengikat air. Semakin luas area
basah, nilai WHC akan semakin rendah serta kemampuan ikan dalam mengikat air
akan semakin berkurang
4. Tanda dan jenis kerusakan yang terjadi selama penyimpanan dan faktor-faktor
yang mempengaruhinya. Kerusakan pada ikan dan produk-produk ikan yang kami
amati secara umum terutama disebabkan oleh pertumbuhan bakteri pembusuk. Tanda-
tanda kerusakan pada ikan karena mikroba adalah:
a. adanya bau busuk karena gas amonia, sulfida atau senyawa busuk lainnya,
perubahan bau busuk (anyir) ini lebih cepat terjadi pada penyimpanan di suhu ruang
dengan perlakuan tanpa kemasan sehingga langsung kontak dengan udara yang
menyebabkan bau busuk.
b. terbentuknya lendir pada permukaan ikan,
c. adanya perubahan warna, yaitu kulit dan daging ikan menjadi kusam atau pucat,
d. adanya perubahan daging ikan menjadi tidak kenyal, tidak elastic, kaku, keras (pada
suhu dingin dan beku) dan berair (dalam kemasan pada suhu ruang).
FOTO KEGIATAN
Daftar Pustaka