Anda di halaman 1dari 12

PRAKTEK MANDIRI

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU PANGAN


TENTANG IKAN

Disusun Oleh :

Nama Mahasiswa : Zelin Mujijatul Aini


NIM : P07131120060
Kelas : B ( Semester 1 )
Tanggal Praktek : 5 Oktober 2020

POLTEKKES KEMENKES MATARAM


TAHUN AJARAN 2020/2021
Nama Mahasiswa : Zelin Mujijatul Aini
Kelas : B ( Semester 1 )
Tanggal Praktek : 5 Oktober 2020

PRAKTIKUM MANDIRI

IKAN & HASIL PERIKANAN

A. LANDASAN TEORI

Ikan merupakan sumber protein dan lemak, namun jumlahnya bervariasi antara
satu ikan dengan ikan yang lain. Selain itu Ikan memiliki sifat-sifat fisik antara lain
ukuran ikan, bentuk, dan warna ikan yang dipengaruhi oleh factor internal dan
eksternal . Sebagai bahan pangan, kedudukan ikan menjadi sangat penting karena
ikan merupakan sumber protein hewani yang potensial karena mengandung asam
amino esensial yang diperlukan oleh tubuh, disamping itu nilai biologisnya
mencapai 90%, dengan jaringan pengikatnya sedikit sehingga mudah dicerna. Ikan
memiliki Kadar airnya tinggi (80%) dan derajat keasaman (pH) ikan mendekati
netral, dan daging ikan sangat mudah dicerna oleh enzim autolysis, sehingga
daging ikan sangat mudah mengalami kerusakan oleh bakteri pembusuk. Selain itu
Ikan mengandung asam lemak tidak jenuh, sehingga mudah terjadi proses oksidasi
yang menyebabkan bau tengik.sehingga diperlukan penanganan yang cepat dan
tepat sehingga dapat meminimalkan kerusakan, salah satunya dengan penanganan
pasca tangkap salah satunya dilakukan penyimpanan ikan agar mutu ikan tetap bisa
bagus.

B. TUJUAN

a. Mahasiswa mampu mengidentifikasi warna, tekstur, bentuk ikan yang diamati


b. Mahasiswa mampu menghitung BDD ikan yang diamati

C. BAHAN DAN ALAT

Bahan : Ikan Karang Laut


Alat : Timbangan, piring,pisau,telenan
D. PROSEDUR KERJA

1. Siapkan bahan dan alat praktek


2. Amati warna, tekstur dan bentuk jenis ikan sesuai bahan yang dipraktekkan
3. Pilih ikan 1 ekor dan lakukan penimbangan ikan secara utuh, lakukan pencatatan,
berat ini dinyatakan sebagai berat utuh atau berat kotor. Bersihkan ikan dari
sisip,sirip,insang,tulang kemudian timbang kembali ikan lalu lakukan pencatatan.
Berat ini dinyatakan sebagai berat bersih . Lakukan perhitungan % Berat dapat
dimakan ( % BDD) dengan rumus :

% BDD = berat bersih x 100 %


Berat kotor

Rumus perhitungan Berat Dapat Dimakan ( Gram ) =

BDD = % berat dapat dimakan (BDD) x Berat kotor mentah

E. PERTANYAAN UNTUK PEMBAHASAN

1. Deskripsikan warna, bau, tekstur (sesuaikan dengan bahan yang saudara praktikum)
2. Jelaskan Faktor yang mempengaruhi warna, bau, tekstur dari ikan yang anda amati
3. Tuliskan hasil perhitungan % BDD dan BDD
4. Mahasiswa melakukan studi literature dan jawablah pertanyaan dibawah ini
a. Sebutkan dan jelaskan teknik penyimpanan ikan
b. Jelaskan perubahan kimia pada penyimpanan ikan
c. Jelaskan faktor yang mempengaruhi penyimpanan ikan
d. Sebutkan dan jelaskan penyebab terjadinya kerusakan pada ikan selama
penyimpanan

PEMBAHASAN :

1. Warna : Kuning, Orange, abu-abu dan itam


Bau : Seperti bau kas ikan laut lainnya namun lebih dominan ke bau batu karang
Tekstur : Sedikit kasar pada permukaan luar namun lembut pada permukaan dalam

2. Warna : Perubahan warna pada ikan terjadi karena adanya penguraian kandungan
protein pada ikan.
Bau : Terjadi karena mikroorganisme berkembang dan menguraikan protein pada
ikan seingga terjadinya perubaan bau.
Tekstur : Adanya perbedaan suhu serta perlakuan kemasan yang menyebabkan ikan
mmenjadi agak kaku.
3. % BDD = berat bersih x 100 %
Berat kotor
= 68/154 x 100%
= 0,4 x 100%
= 0,4 gram = 40%

BDD = % berat dapat dimakan (BDD) x Berat kotor mentah


= 40% x 68
= 40/100 x 68
= 0,4 x 68
= 27,2 gram
4. Jawaban :
a. Ikan merupakan bahan makanan yang mudah menjadi busuk, oleh karena itu
lebih baik segera digunakan. Perubahan bau amis yang tajam merupakan tanda
kerusakan dekomposisi. Proses kebusukan pada ikan dapat diminimalisir dengan
teknik penyimpanan yang benar dan tepat. Proses penyimpanan yang dianjurkan
pada ikan adalah dengan teknik basah dan dingin dan teknik pengawetan.  
 

1. Teknik Penyimpanan Basah dan Dingin

Tujuan penyimpanan basah dan dingin adalah untuk mempertahankan suhu


penyimpanan pada suhu -1 s/d 1°C, untuk menahan perpindahan bau dan
aroma yang dipindahkan oleh bahan lain. Penanganan dan penyimpanan ikan
bertujuan untuk mempertahankan kadar ikan, melindungi daging ikan dari
kerusakan. 
Teknik basah dan dingin ini menggunakan media refrigerator atau freezer,
atau ice. Dengan media ini, proses pembekuan yang akan menunda bakteri atau
mikrooganisme dalam ikan tidak akan berkembang biak sehingga ikan tidak
akan mengalami kerusakan.  
Metode penyimpanan basah dan dingin dapat melalui dua cara, yaitu: 
    a. Penyimpanan dalam pecahan es.
Cara penyimpanan dalam pecahan es dengan menggunakan drip-an agar es
yang mencair dapat mengalir keluar, dan pecahan es dapat diganti setiap hari. 
    b. Penyimpanan dalam alat pendingin.
Penyimpanan dengan alat pendingin menggunakan suhu antara -1 s/d 1°C.
Caranya ikan dibungkus atau diletakkan dalam alat pembungkus yang benar-
benar kedap air kemudian dimasukkan alat pendingin. Penyimpanan ikan
sebaiknya disimpan di tempat tersendiri, atau dipisah dari bahan makanan lain
karena ikan mempunyai bau yang sangat tajam. Masa penyimpanan ikan segar
dapat bertahan sampai dua hari. Bila menginginkan menyimpan lebih lama
maka lebih baik ikan dibekukan. Ikan beku baik disimpan dalam suhu -18°C
atau lebih dingin.

Penanganan ikan mentah beku dilakukan dengan thawing, sebaiknya


dilakukan dengan alat pendingin. Thawing dalam alat pendingin dilakukan 18-
36 jam atau dengan ikan dibungkus dengan bungkus kedap air. Thawing
dilakukan di bawah air mengalir. Ikan beku dalam potongan kecil-kecil
misalnya, steak hingga beratnya kurang lebih 226 gram, dapat dimasak
langsung dari keadaan beku. Cara ini bertujuan untuk mempermudah
penanganan dan menjaga hilangnya drip yang berlebihan.

2. Teknik Pengawetan
 
Teknik pengawetan merupakan teknik penyimpanan yang mempunyai waktu yang
lebih lama dibandingkan penyimpanan dengan cara pembekuan. Pengawetan yang
sering diperlakukan dalam ikan seperti pengeringan, penggaraman, pengasapan, dan
pengalengan. Dalam teknik pengawetan syarat yang harus dipenuhi adalah pemilihan
ikan yang masih segar, kebersihan alat pengawetan, dilakukan sesuai dengan standar
prosedur pengawetan, dan bebas dari bakteri, jamur dan kuman. Contoh hasil
pengawetan ikan adalah: smoked (diasap) pada ikan hering, haddock, salmon, pickled
(asinan) pada ikan rollmop, salted (digarami) pada ikan cod, roe (telur ikan) pada ikan
caviar. 
 
Ditinjau dari produk akhir yang dikehendaki, pengawetan ikan dapat
dilakukan dengan tiga cara:
a. Pengawetan ikan segar; cara ini dilakukan dengan pengaturan suhu,
pendinginan, pembekuan, pengeringan, pengasapan, dan pengalengan.
b. Pengawetan dengan menggunakan bahan-bahan kimia, penggaraman,
pencukaan. 
    c. Pengawetan dengan mikrobiologi; pemedaan. (Nugraheni, 2005)

b. Perubahan kimia pada penyimpanan ikan


Ikan termasuk salah satu produk yang banyak mengandung lemak, terutama lemak
tidak jenuh. Lemak tidak jenuh adalah lemak yang mengandung ikatan rangkap pada
rantai utamanya. Lemak yang demikian bersifat tidak stabil dan cenderung mudah
bereaksi. Lemak pada ikan didominasi oleh lemak tidak jenuh berantai panjang
(Polyunsaturated fatty acid/PUFA). Selama penyimpanan, lemak tidak jenuh akan
mengalami proses oksidasi sehingga terbentuk senyawa peroksida.
Oleh karena itu, aksi kimia yang paling umum adalah perubahan yang terjadi di
fraksi lipid ikan yaitu ketengikan oksidatif. Proses oksidatif, autoksidasi,
adalah reaksi yang hanya melibatkan oksigen dan lemak tak jenuh. Pada tahap
awal terjadi pembentukan hidroperoksida, yang tidak berasa tetapi
menyebabkan perubahan warna coklat dan kuning pada jaringan ikan. Tingkat
nilai peroksida dan kandungan asam lemak bebas keduanya merupakan ukuran
ketengikan oksidatif yang dianggap sebagai indeks kualitas lemak ikan.
Degradasi hidroperoksida menimbulkan pembentukan aldehid dan keton.
Senyawa ini memiliki rasa tengik yang kuat. Oksidasi dapat dimulai dan
dipercepat oleh panas, cahaya (terutama sinar UV) dan beberapa senyawa
organik dan anorganik (misalnya Cu dan Fe). Ada beberapa antioksidan
dengan efek sebaliknya yang telah dikenal (alpha-tocopherol, asam askorbat,
asam sitrat, karotenoid).

c. Faktor – faktor yang mempengaruhi penyimpanan ikan

1. Jenis dan ukuran ikan

Menurut Murniyati dan Sunarman (2000), kecepatan pembusukan berbeda pada tiap
jenis karena perbedaan komposisi kimianya.  Ikan – ikan yang kecil lebih cepat
membusuknya lebih cepat daripada ikan yang lebih besar.

2.    Suhu ikan

Menurut Ilyas (1983), suhu air saat ikan ditangkap mempengaruhi


kemunduran mutu ikan terutama pada air yang bersuhu tinggi dan ikan berada
lebih lama didalam air sebelum diangkat, hal ini yang dapat mempercepat
proses kemunduran mutu ikan.

Suhu ikan adalah faktor yang paling besar peranannya adalam menentukan
waktu yang diperlukan ikan memasuki, memulai, dan melewati rigor.  Semakin
rendah suhu penanganan ikan segera setelah ditangkap semakin lambat ikan
memasuki tahap rigor dan semakin panjang waktu rigor itu berakhir ( Ilyas,
1983).

3.    Cara kematian dan penangkapan


Menurut Moelyanto (1992), ikan yang tidak banyak berontak ketika ditangkap
atau sebelum mati, kesegarannya akan lebih tahan lama daripada ikan yang
lama berontak.

Ikan yang ditangkap dengan payang, trawl, pole and line dan sebagainya,
akan lebih baik keadaannya apabila dibandingkan dengan yang ditangkap
melalui giil net, long line dan sebagainya.  Ikan yang tertangkap dan mati
dibiarkan agak lam terendam di dalam air sehingga keadaannya sudah kurang
baik sewaktu dinaikkan keatas dek (Adawiya,2007)

4. Kondisi Biologis Ikan


Ikan yang sangat kenyang akan makanan saat ditangkap (disebut “feedy
fish”), perut dan dinding perutnya segera diurai oleh enzim isi perut yang
mengakibatkan perubahan warna “perut gosong” (belly burn) yang mengarah
perut terbusai ( torn bellies atau belly burst) / ikan pelagik, sardin, dan
kembung yang perutnya kenyang, dapat mengalami pembusaan perut jauh
sebelum tanda – tanda pembusukan mulai terlihat (Ilyas, 1983).

5.  Cara penanganan dan Penyimpanan


Menurut Adawyah (2007), jika ikan yang dalam keadaan rigor diperlakukan
dengan kasar, misalnya ditumpuk terlalu banyak, terlempar, terkena benturan,
terinjak, terlipat, dibengkokkan atau diluruskan dan sebagainya, maka
pembusukan akan berlangsung lebih cepat. Pembusukan dapat diperlambat jika
ikan disiangi dan disimpan pada suhu yang rendah.

d. Penyebab terjadinya kerusakan pada ikan selama penyimpanan

1. Pengaruh suhu pada penyimpanan ikan dan hasil olahannya


Pendinginan adalah metode penyimpanan bahan pangan di atas suhu pembekuan yaitu
-2 sampai 100C. Meskipun air murni membeku pada suhu 00C, tetapi beberapa ada
yang tidak membeku sampai -20C atau di bawahnya (Winarno dan Fardiaz 1973).
Penyimpanan dengan suhu pendinginan yang dapat menghambat pertumbuhan atau
aktivitas mikroorganisme namun tidak dapat membunuh seluruh bakteri atau
mikroorganisme yang ada pada ikan. Penyimpanan pada suhu beku memungkinkan
untuk dapat membunuh seluruh bakteri yang ada pada ikan karena dengan suhu beku
seluruh kadar air ikan menjadi membeku sehingga tidak ada aktivitas mikroorganisme.
Penyimpanan bahan makanan pada suhu rendah dan beku dapat mengakibatkan
perubahan mutu. Pendinginan dapat berpengaruh terhadap rasa, tekstur, dan nilai gizi
serta sifat-sifat lainnya (Winarno dan Fardiaz 1973). Perubahan mutu ikan bisa terjadi
ketika ikan telah didinginkan atau diturunkan suhunya setelah disimpan pada suhu
beku atau suhu dingin karena seluruh tubuh ikan membeku dan ketika diturunkan
suhunya daging ikan menjadi rusak karena pengaruh suhu.

2. Pengaruh kemasan pada penyimpanan ikan dan hasil olahan


Perlakuan kemasan sangat berpengaruh terhadap terjadinya perubahan-perubahan
mutu pada ikan. Pada ikan yang tidak dikemas terutama pada suhu ruang terjadi
perubahan berat. Ikan yang tidak dikemas akan sangat dipengaruhi oleh udara dan
suhu disekitarnya. Hal ini dikarenakan proses respirasi pada ikan yang tidak dikemas
tetap berlangsung dan tidak dapat dihambat. Kadar air ikan akan menguap karena
pengaruh suhu dan kelembaban disekitarnya sehingga berat ikan semakin berkurang,
serta akan terjadi perubahan tekstur pada ikan menjadi kaku. Mikroorganisme juga
akan dapat berkembang dengan baik dan akan menguraikan protein pada ikan
sehingga akan menyebabkan perubahan bau pada ikan.

Ikan yang dikemas hanya dapat menghambat namun tidak dapat menghentikan
proses respirasi. Karena kadar air ikan tetap menguap namun tertahan dalam kemasan
sehingga ikan menjadi lunak dan berair. Mikroorganisme juga masih bisa berkembang
bila tidak didukung dengan suhu rendah atau beku sehingga ikan menjadi sedikit
berlendir akibat penguraian ikatan-ikatan protein pada ikan.

3. Perubahan–perubahan ( warna, aroma, tekstur dan tingkat kesegaran) yang terjadi


pada penyimpanan ikan disuhu ruang dan faktor yang mempegaruhi perubahan
tersebut.
Perubahan warna pada ikan menjadi pucat disebabkan oleh adanya penguraian
kandungan protein pada ikan oleh bakteri proteolitik sehingga daging ikan menjadi
denaturasi dan warna ikan menjadi tidak segar.
Ikan bandeng segar memiliki tekstur yang kenyal, elastis dan tidak meninggalkan
bekas ketika ditekan. Setelah penyimpanan, terjadi perubahan tekstur pada ikan
menjadi lebih keras, kaku, dan tidak elastis dan tekstur ikan juga berubah menjadi
lebih lunak dan tidak elastis. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan suhu serta
perlakuan kemasan yaitu ada yang dikemas dan ada yang tidak dikemas. Suhu dingin
dan beku menyebabkan ikan menjadi keras dan kaku sedangkan bila dikemas pada
suhu ruang ikan menjadi lunak dan berair dan bila tidak dikemas ikan menjadi kaku
dan tidak elastis.

Perubahan bau yang menimpang menjadi busuk pada ikan terjadi karena enzim yang
ada pada ikan terdenaturasi serta terurai sehingga asam amino dan protein pada ikan
diubah menjadi gas amoniak yang merupakan indikator terjadinya pembusukan pada
ikan. selain itu, juga adanya aktivitas mikroorganisme yang mempercepat terjaidnya
pembusukan pada ikan.

Ikan yang disimpan pada suhu ruang hanya dapat bertahan selama 1 hari karena
proses respirasi tidak terhambat dan aktivitas mikroorganisme juga tumbuh dengan
baik. Hal ini terlihat pada uji H2S terbentuk warna coklat akibat adanya proses
pembusukan pada ikan. Nilai WHC yang sangat rendah juga menunjukan bahwa ikan
sudah tidak segar dan sudah membusuk karena besarnya luas area basah yang
disebabkan rendahnya kemampuan daging ikan dalam mengikat air. Semakin luas area
basah, nilai WHC akan semakin rendah serta kemampuan ikan dalam mengikat air
akan semakin berkurang

4. Tanda dan jenis kerusakan yang terjadi selama penyimpanan dan faktor-faktor
yang mempengaruhinya. Kerusakan pada ikan dan produk-produk ikan yang kami
amati secara umum terutama disebabkan oleh pertumbuhan bakteri pembusuk. Tanda-
tanda kerusakan pada ikan karena mikroba adalah:

a. adanya bau busuk karena gas amonia, sulfida atau senyawa busuk lainnya,
perubahan bau busuk (anyir) ini lebih cepat terjadi pada penyimpanan di suhu ruang
dengan perlakuan tanpa kemasan sehingga langsung kontak dengan udara yang
menyebabkan bau busuk.
b. terbentuknya lendir pada permukaan ikan,

c. adanya perubahan warna, yaitu kulit dan daging ikan menjadi kusam atau pucat,

d. adanya perubahan daging ikan menjadi tidak kenyal, tidak elastic, kaku, keras (pada
suhu dingin dan beku) dan berair (dalam kemasan pada suhu ruang).

5. Perlakukan yang terbaik untuk penyimpanan ikan dan hasil olahan


Penyimpanan terbaik adalah penyimpanan suhu beku dengan dikemas. Namun
penyimpanan yang saya lakukan tidak membuat ikan menjadi tetap segar dan dapat
mempertahankan mutu ikan tetap baik, karena proses thawing (pendinginan kembali
pada suhu normal) tekstur ikan menjadi rusak dan setelah diuji H2S terbentuk warna
coklat dan pada nilai WHC terlalu rendah.

FOTO KEGIATAN
Daftar Pustaka

Sofiyatin,s.st.m.kes.Reni,dkk, 2020-2021,PEDOMAN PRAKTIKUM ILMU PANGAN


KULIAH ONLINE POLTEKKES MATARAM.
Sofiyanti,s.st.m.kes,Reni,2020,PPT ILMU PANGAN IKAN
Bukarestoran.blogspot.com
Journal.ipb.ac.id
Officialnh.wordpress.com
Staffnew.uny.ac.id

Anda mungkin juga menyukai