Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

SECTIO CAESAREA ATAS INDIKASI PLASENTA PREVIA


DI RSUD SULTAN FATAH DEMAK

DISUSUN OLEH :

ZIDAN MAUALANA
P1337420119113
3 A2 REGULER
Dosen Pembimbing: Kurniati Puji Lestari, Skp,M.kes

PRODI DIII KEPERAWATAN SEMARANG


JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIA KESEHATAN SEMARANG
TAHUN AJARAN 2020/2021
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Konsep Sectio Caesarea (SC)
1. Definisi
Sectio Caesarea (SC) adalah suatu persalinan buatan, dimana janin dilahirkan
melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan syarat rahim
dalam keadaan utuh serta berat janin diatas 500 gram. Tindakan operasi sectio
caesarea dilakukan untuk mencegah kematian janin maupun ibu yang dikarenakan
bahaya atau komplikasi yang akan terjadi apabila ibu melahirkan secara pervaginam
(Jitawiyono, 2012).
2. Indikasi
a. Indikasi yang berasal dari ibu
Pada primigravida dengan kelainan letak, primi para tua disertai kelainan letak
dan juga kesuburan endometrium, disproporsi sefalo pelvik (disproporsi
janin/panggul) ada, sejarah kehamilan dan persalinan yang buruk, terdapat
kesempitan panggul, Plasenta previa terutama pada primigravida, solutsio
plasenta tingkat I – II, komplikasi kehamilan yang preeklampsia-eklampsia, atas
permintaan, kehamilan yang disertai penyakit (jantung, DM), gangguan
perjalanan persalinan (kata ovarium, mioma uteri dan sebagainya).
b. Indikasi yang berasal dari janin
Fetal distress / gawat janin, mal presentasi dan mal posisi kedudukan janin,
prolapsus tali pusat dengan pembukaan kecil, kegagalan persalinan vakum atau
forseps ekstraksi. (Oxorn, Harry & Forte, & R. William, 2010) dalam
(Hasandianasari, 2017).
Penyebab persalinan dengan bedah caesar ini bisa dikarenakan masalah
dipihak ibu maupun bayi. Terdapat dua keputusan bedah caesar. Pertama,
keputusan bedah caesar yang sudah didiagnosa sebelumnya. Penyebabnya antara
lain, ketidakseimbangan ukuran kepala bayi dan panggul ibu (panggul sempit, anak
besar, letak dahi, letak muka, dsb), keracunan kehamilan yang parah, preeklampsia,
berat atau eklampsia, kelainan letak bayi (sungsang, lintang), sebagian kasus mulut
rahim tertutup plasenta (plasenta previa), bayi kembar, kehamilan pada ibu berusia
lanjut, sejarah bedah caesar pada kehamilan sebelumnya, ibu menderita penyakit
tertentu dan infeksi saluran persalinan.
Kedua adalah keputusan yang diambil tiba-tiba karena tuntutan kondisi
darurat. Meski sejak awal tidak ada masalah apapun dan diprediksi persalinan bisa
dilakukan dengan normal, ada kalanya karena satu dan lain hal timbul selama proses
persalinan. Contoh penyebab kasus ini antara lain, plasenta keluar dini, persalinan
berkepanjangan, bayi belum lahir lebih dari 24 jam sejak ketuban pecah, kontraksi
terlalu lemah, dsb (M.T. Indriyati, 2012 dalam Aprina & Anita Puri, 2016).
3. Jenis - Jenis SC
1) Abdomen (sectio caesarea abdominalis)
a) Sectio caesarea transperitonealis
(1) SC klasik atau corporal (dengan insisi memanjang pada corpus uteri)
Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada corpus uteri kira-
kira 10 cm.
Kelebihan:
- Mengeluarkan janin dengan cepat
- Tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik
- Sayatan blas diperpanjang proksimal atau distal
Kekurangan:
- Infeksi mudah menyebar secara intra abdominal karena tidak ada
reperitonealis yang baik
- Untuk persalinan yang berikutnya lebih sering terjadi rupture uteri
spontan
(2) SC ismika atau profundal (low servical dengan insisi pada segmen
bawah rahim)
Dilakukan dengan melakukan sayatan melintang konkat pda segmen
bawah rahim (low servical transversal) kira-kira 10 cm.
Kelebihan:
- Penjahitan luka lebih mudah
- Penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik
- Tumpang tindih dari peritoneal flap baiksekali untuk menahan
penyebaran isi uterus ke rongga peritoneum
- Perdarahan tidak begitu banyak
- Kemungkinan rupture uteri spontan berkurang atau lebih kecil
Kekurangan:
- Luka dapat melebar ke kiri, kanan, dan bawah sehingga dapat
menyebabkan uteri uterine pecah sehingga mengakibatkan
perdarahan banyak
- Keluhan pada kandung kemih post operasi tinggi
(3) SC ektra peritonealis adalah tanpa membuka peritoneum parietalis
dengan demikian tidak membuka cavum abdominal
4. Komplikasi
1) Pada ibu
(a) Infeksi puerpereal Komplikasi ini bisa bersifat ringan seperti kenaikan suhu
tubuh selama beberapa hari dalam masa nifas, bersifat berat seperti
peritonitis, sepsis dan sebagainya.
(b) Perdarahan Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika
cabang-cabang arteri ikut terbuka, atau karena atonia uteri.
(c) Komplikasi lain seperti luka kandung kemih, emboli paru dan sebagainya
sangat jarang terjadi .
(d) Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak, ialah kurang kuatnya perut
pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi ruptur
uteri. Kemungkinan peristiwa ini lebih banyak ditemukan sesuah sectio
caesarea secara klasik.
2) Pada janin
Seperti halnya dengan ibu, nasib anak yang dilahirkan dengan sectio
caesarea banyak tergantung drai keadaan yang menjadi alasan untuk melakukan
sectio caesarea. Menurut statistik di negara-negara dengan pengawasan
antenatal dan intranatal yang baik, kematian perinatal pasca sectio caesarea
berkisar antara 4-7 %.
5. Perawatan Pasca Operasi
a. Fisik.
1. Membaringkan ibu pada posisi yang nyaman.
2. Melakukan observasi yaitu TTV sampai stabil kemudian 15 menit selama 1
jam, kemudian 30 menit selama 8 jam.
3. Mempertahankan kecepatan aliran infus dilanjutkan diet bila telah terdengar
bising usus.
4. Ukur pengeluaran urin, lepas kateter 1-2 jam pemberian cairan dan hentikan.
5. Mengajarkan ibu menekan insisi ketika napas, batuk, anjurkan ibu untuk
nafas dalam tiap 2 jam selama 24 jam.
6. Merawat luka operasi setiap hari.
b. Fisiologi
1. Membrikan kesempatan sedini mungkin bagi ibu / interaksi ibu dan bayi
2. Memberikan informasi pada bayinya.
3. Mendiskusikan tentang perasaan ibu terhadap kelahiran sesaria dan
perannya sebagai ibu.
• Jika masih terdapat perdarahan.
- Lakukan masase uterus.
- Beri oksitosin 10 unit dalam 500 ml cairan lv ( garam fisiologis / Ringer laktat
) 60 tetes / menit, Ergometrin 0,2 mg lm dan prostaglandin
• Jika terdapat infeksi, berikan antibiotika kombinasi pasien bekas demam selama 45
jam.
- Ampisilin 2 gram IV setiap 6 jam.
- Ditambah Gentamisin 5 mg / kg berat badan IV setiap 24 jam
- Ditambah Metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam
B. Konsep Plasenta Previa
1. Definisi
Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim
(SBR) sehingga menutupi seluruh atau sebagian dari ostium uteri internum (OUI).7
Sejalan dengan bertambah membesarnya rahim dan meluasnya segmen bawah
bawah rahim kearah proksimal memungkinkan plasenta yang berimplantasi pada
segmen bawah rahim ikut berpindah mengikuti perluasan segmen bawah rahim
seolah plasenta tersebut bermigrasi. Ostium uteri yang secara dinamik mendatar dan
meluas dalam persalinan kala satu bisa mengubah luas permukaan serviks yang
tertutup oleh plasenta. Fenomena ini berpengaruh pada derajat atau klasifikasi
plasenta previa ketika pemeriksaan dilakukan baik dalam masa antenatal maupun
masa intranatal, dengan ultrasonografi. Oleh karena itu pemeriksaan ultrasonografi
perlu diulang secara berkala dalam asuhan antenatal maupun intranatal.
2. Etiologi
Penyebab blastokista berimplantasi pada segmen bawah rahim belumlah diketahui
dengan pasti. Mungkin secara kebetulan saja blastokista menimpa desidua di daerah
segmen bawah rahim.3 Plasenta previa meningkat kejadiannya pada keadaan-
keadaan endometrium yang kurang baik, misalnya karena atrofi endometrium atau
kurang baiknya vaskularisasi desidua. Keadaan ini bisa ditemukan pada9 : 1.
Multipara, terutama jika jarak kehamilannya pendek 2. Mioma uteri 3. Kuretasi
yang berulang 4. Umur lanjut (diatas 35 tahun) 5. Bekas seksio sesaria 6. Riwayat
abortus 7. Defek vaskularisasi pada desidua 8. Plasenta yang besar dan luas : pada
kehamilan kembar, eriblastosis fetalis. 9. Wanita yang mempunyai riwayat plasenta
previa pada kehamilan sebelumnya 10. Perubahan inflamasi atau atrofi misalnya
pada wanita perokok atau pemakai kokain. Hipoksemia yang terjadi akibat CO akan
dikompensasi dengan hipertrofi plasenta. Hal ini terutama terjadi pada perokok
berat (> 20 batang/hari). Keadaan endometrium yang kurang baik menyebabkan
plasenta harus tumbuh menjadi luas untuk mencukupi kebutuhan janin. Plasenta
yang tumbuh meluas akan mendekati atau menutupi ostoum uteri internum.2
Endometrium yang kurang baik juga dapat menyebabkan zigot mencari tempat
implantasi yang lebih baik, yaitu di tempat yang lebih rendah dekat ostium uteri
internum. Plasenta previa juga dapat terjadi pada plasenta yang besar dan yang luas
seperti pada eritroblastosis, diabetes mellitus, atau kehamilan multiple.
3. Patofisiologi
Pada usia kehamilan yang lanjut, umumnya pada trisemester ketiga dan
mungkin juga lebih awal oleh karena mulai terbentuknya segmen bawah rahim,
tapak plasenta akan mengalami pelepasan. Sebagaimana diketahui tapak plasenta
terbentuk dari jaringan maternal yaitu bagian desidua basalis yang bertumbuh
menjadi bagian dari uteri. Dengan melebarnya isthmus uteri menjadi segmen bawah
rahim, maka plasenta yang berimplantasi disitu sedikit banyak akan mengalami
laserasi akibat pelepasan pada desidua pada tapak plasenta. Demikian pula pada
waktu serviks mendatar (effacement) dan membuka (dilatation) ada bagian tapak
plasenta yang terlepas. Pada tempat laserasi akan terjadi perdarahan yang berasal
dari sirkulasi maternal yaitu dari ruang intervillus dari plasenta. Oleh karena
fenomena pembentukan segmen bawah rahim itu perdarahan pada plasenta previa
betapa pun pasti kan terjadi (unavoidable bleeding). Perdarahan di tempat itu
relative dipermudah dan diperbanyak oleh karena segmen bawah rahim dan serviks
tidak mampu berkontraksi dengan kuat karena elemen otot yang dimilikinya
minimal, dengan akibat pembuluh darah pada tempat itu tidak akan tertutup dengan
sempurna. Perdarahan akan berhenti karena terjadi pembekuan kecuali jika ada
laserasi mengenai sinus yang besar dari plasenta dimana perdarahan akan
berlangsung lebih banyak dan lebih lama. Oleh karena pembentukan segmen bawah
rahim itu akan berlangsung progresif dan bertahap, maka laserasi baru akan
mengulang kejadian perdarahan. Demikian perdarahan akan berulang tanpa sesuatu
sebab lain (causeless). Darah yang keluar berwarna merah segar tanpa rasa nyeri
(pain-less).
Pada plasenta yang menutupi seluruh uteri internum perdarahan terjadi lebih
awal dalam kehamilan karena segmen bawah rahim terbentuk lebih dahulu pada
bagian terbawah yaitu ostium uteri internum. Sebaliknya pada plasenta previa
parsialis atau letak rendah perdarahan baru akan terjadi pada waktu mendekati atau
mulai persalinan. Perdarahan pertama biasanya sedikit tetapi cenderung lebih
banyak pada perdarahan berikutnya. Perdarahan yang pertama sudah bisa terjadi
pada kehamilan dibawah 30 minggu, tetapi lebih separuh kejadiannya pada
kehamilan 34 minggu ke atas. Berhubung tempat perdarahan terletak pada dekat
dengan ostium uteri internum, maka perdarahan lebih mudah mengalir keluar rahim
dan tidak membentuk hematom retroplasenta yang mampu merusak jaringan lebih
luas dan melepaskan tromboplastin ke dalam sirkulasi maternal. Dengan demikian
sangat jarang terjadi koagulopati pada plasenta previa.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah dinding segmen bawah rahim yang tipis
mudah diinvasi oleh pertumbuhan vili dari trofoblas, akibatnya plasenta melekat
lebih kuat pada dinding uterus. Lebih sering terjadi plasenta akreta dan inkreta
bahkan plasenta perkreta yang pertumbuhan vilinya bisa sampai menembus buli-
buli dan ke rectum bersama plasenta previa. Plasenta akreta dan inkreta lebih sering
terjadi pada uterus yang sebelumnya pernah bedah sesar. Segmen bawah rahim dan
serviks yang rapuh mudah robek oleh sebab kurangnya elemen otot yang terdapat
disana. Kedua kondisi ini berpotensi meningkatkan kejadian perdarahan pasca
persalinan pada plasenta previa, misalnya dalam kala tiga karena plasenta sukar
melepas dengan sempurna (retensio plasenta) atau setelah uri lepas karena segmen
bawah rahim tidak mampu berkontraksi dengan baik.
4. Pathways

5. Faktor risiko
Faktor-faktor yang dapat meningkatkan kejadian Plasenta Previa:
1. Multiparitas dan umur lanjut (≥ 35 tahun).
2. Defek vaskularisasi desidua yang kemungkinan terjadi akibat perubahan atrofik
dan inflamatorotik.
3. Cacat atau jaringan parut pada endometrium oleh bekas pembedahan (SC,
Kuret,dll).
4. Chorion leave persisten.
5. Korpus luteum bereaksi lambat, dimana endometrium belum siap menerima
hasil konsepsi.
6. Konsepsi dan nidasi terlambat.
7. Plasenta besar pada hamil ganda dan eritoblastosis atau hidrops fetalis.
6. Klasifikasi
Klasifikasi dari plasenta previa (empat tingkatan):
1. Plasenta previa totalis atau komplit adalah plasenta yang menutupi seluruh
ostium uteri internum. Pada jenis ini, jelas tidak mungkin bayi dilahirkan secara
normal, karena risiko perdarahan sangat hebat.
2. Plasenta previa parsialis adalah plasenta yang menutupi sebagian ostium uteri
internum. Pada jenis inipun risiko perdarahan sangat besar, dan biasanya janin
tetap tidak dilahirkan secara normal.
3. Plasenta previa marginalis adalah plasenta yang tepinya berada pada pinggir
ostium uteri internum. Hanya bagian tepi plasenta yang menutupi jalan lahir.
Janin bisa dilahirkan secara normal, tetapi risiko perdarahan tetap besar.
4. Plasenta letak rendah, plasenta lateralis, atau kadang disebut juga dangerous
placenta adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim
sehingga tepi bawahnya berada pada jarak lebih kurang 2 cm dari ostium uteri
internum. Jarak yang lebih dari 2 cm dianggap plasenta letak normal. Risiko
perdarahan tetap ada namun tidak besar, dan janin bisa dilahirkan secara normal
asal tetap berhati-hati.
C. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Pola Pengkajian Pola Fungsional (Dongoes, 2001)
1) Sirkulasi darah
Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kurang lebih 600 –800 ml.
2) Integritas ego
Dapat menunjukkan labilitas emosionalkegembiraan sampai ketakutan,
marah atau menarik diri.Klien atau pasangan dapat memiliki pertanyaan
salah terima peran dalam pengalaman kelahiran.Mungkin
mengekspresikan ketidakmampuan untuk menghadapi situasi yang baru.
3) Eliminasi
Kateter urinarius endwelling kateter mungkin terpasang urine jernih
pucat. Tujuan di pasang kateter yaitu untuk mengkosongkan kandung
kemih, kandung kemih yang penuh akan menimbulkan rasa tidak
nyaman pada pasien. Pasien yang tidak terpasang kateter tetap, dianjurkan
untuk melakukan kateterisasi rutin kira-kira 12 jam pasca bedah,
kecuali jika pasien dapat buang air kecil sebanyak 100 cc atau lebih
dalam suatu jangka.
4) Makanan atau cairan
Kehilangan nafsu makan, adanya mual muntah
5) Neurosensori
Kerusakan gerakkan dan sensasi dibawah tingkatan anestesi spinal epidural.
Stelah 24 jam pasien sudah boleh duduk, miring ke kanan, miring ke
kiri serta melipat kaki agar perdarahan darah lancar.
6) Nyeri atau ketidaknyamanan
Mungkin mengeluh ketidaknyamanan dari berbagai sumber misal trauma
bedah atau insisi nyeri penyerta, distensi kandung kemih atau abdomen,
efek-efek anastesi, mulit mungkin kering, pusing.{Kaji dengan
PQRST}
P : Provokatif / paliatif
Q : Qualitas / Quantitas
R : Region / Radiasi
S : Skala Nyeri Numerik
T : Timing
7) Pernafasan
Bunyi paru jelas dan vesikuler
8) Keamanan
Balutan abdomen tampak sedikit atau kering dan utuh.Jalur
parenteral bila digunakan, paten dan sisi bebas aritmia, bengkak dan nyeri
tekan.
9) Seksualitas
Fundus kontraksi kuat dan terletak diumbilikus. Terjadi pengeluaran
lochea yaitu lochea rubra pada hari pertama sampai ke tiga masa posrt
partum, lochea serosa pada hari ke lima sampai hari ke sembilan post
partum, serta lochea alba pada hari kesepuluh sampai enam minggu
post partum
10) Aktivitas/ istirahat
Aktivitas agak terganggu karena, pengaruh anastesi spinal saat
pembedahan SC
11) Hiegine
Dilakukan personal hiegene yang mungkin dibantu pihak keluarga
12) Interkasi Sosial
Kebiasaan klien sebelum dan sesudah dilakukan operasi SC terjadi
penurunan dan perubahan secara signifikan atau tidak.
b. Pemeriksan Fisik
1) Keadaan umum
Keadaan umum adalah untuk mengetahui keadaan umum ibu yaitu baik,
sedang atau buruk.
2) Tingkat kesadaran
Tingkat kesadaan ibu adalah untuk mengetahui tingkat kesadaran pada ibu
yaitu composmentis atau somnolen.
3) Tanda-tanda vital
a) Tekanan Darah: Mengetahui faktor resiko hipertensi atau
hipotensi. Batas normal tekanan darah adalah 110/60-140/90
mmHg.
b) Nadi: Mengetahui denyut nadi pasien sehabis melahirkan, denyut nadi
akan lebih cepat. Batas normal denyut nadi. Pada ibu nifas post
sectio caesareaadalah 50-90 x/menit.
c) Suhu: Mengetahui suhu badan apakah ada peningkatan atau tidak, jika
terjadi kenaikan suhu diatas 37oC, kemungkinan terjadi infeksi.
Batas normal 35,6-37,7oC.
d) Respirasi: Mengetahui frekuensi pernafasan pasien yang dihitung dalam
1 menit. Batas normal 12-20 x/menit.
4) Kepala
Perlu dikaji untuk mengetahui bentuk kepala dan kebersihan rambut.
5) Mata
Perlu dikaji untuk mengetahui konjungtiva berwarna merah muda atau
pucat, sklera berwarna putih atau kuning.
6) Hidung
Perlu dikaji untuk mengetahui adanya benjolan atau tidak.
7) Telinga
Perlu dikaji untuk mengetahui ada serumen atau tidak.
8) MulutPerlu dikaji untuk mengetahui keadaan mulut, stomatitis, dan
caries gigi.
9) Leher
Perlu dikaji untuk mengetahui adanya pembesaran kelenjar tiroid.
10) Dada
Kesimetrisan, massa, lesi jaringan perut pada struktur dan dinding dada.
11) MammaePerlu dikaji untuk mengetahui ada pembesaran atau tidak
puting susu menonjol apa tidak.
12) Abdomen
Perlu dilakukan untuk mengetahui luka post sectio caesarea dan DRA
(Diastasis rektus abdominis).Pemerikasaan diastasis rectie yaitu
tujuannya adalah untuk mengetahui apakah pelebaran otot perut normal
atau tidak caranya yaitu dengan memasukkan keduajari kita yaitu jari
telunjuk dan jari tengah ke bagian dari diafragma dari perut
ibu.Jikajari kita masuk dua jari berarti diastasis rectie ibu
normal.Jikalebih dari dua jai berarti abnormal.
13) Ekstremitas
Perlu dikaji untuk mengetahui terdapat edema, varises, dan reflek patella,
nyeri tekanatau panas pada betis. Adanya tanda Homan,caranya
dengan meletakkan 1 tangan pada lutut ibu dan di lakukan tekanan ringan
agar lutut tetap lurus. Bila ibu merasakan nyeri pada betis dengan tindakan
tersebut,tanda Homan (+).
14) Genetalia
Perlu dikaji untuk mengetahui kelainan yang terjadi pada daerah
genetalia. Hematom vulva (gumpalan darah) dapat diidentifikasi dengan
inspeksi vagina dan serviks dengan cermat.Kebersihan padagenitalia
ibu.Ibu harus selalu menjaga kebersihan pada alat genitalianya karna
pada maa nifas ini ibu sangat mudah sekali untuk terkena infeksi.
2. Diagnosa keperawatan
1) Nyeri berhubungan dengan pencedera fisik: prosedur pembedahan
2) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri
3. Intervensi
1) Nyeri berhubungan dengan pencedera fisik: prosedur pembedahan
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam nyeri
berkurang atau hilang.
Kriteria hasil:
- Klien tidak mengeluhkan nyeri
- Klien tidak tampak meringis
- Klien tidak tampak gelisah
- Klien mampu menggunakan Teknik relaksasi nafas dalam untuk mengontrol
nyeri.
Intervensi:
1) Observasi
a. lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
b. Identifikasi skala nyeri
c. Identifikasi respon nyeri non verbal
d. Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
e. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
f. Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
g. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
h. Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
i. Monitor efek samping penggunaan analgetik
2) Terapeutik
a. Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis.
TENS, hypnosis, akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi pijat,
aroma terapi, teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin,
terapi bermain)
b. Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. Suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan)
c. Fasilitasi istirahat dan tidur
d. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
3) Edukasi
a. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
b. Jelaskan strategi meredakan nyeri
c. Anjurkan memonitor nyri secara mandiri
d. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
e. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
4) Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
2) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan klien
meningkat dalam aktivitas fisik.
Kriteria hasil:
- Klien mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas
- memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan
kemampuan berpindah
- Vital Sign dalam batas normal
Intervensi:
- Monitor TTV
- Identifikasi adanya nyeri atau keluhan lainnya
- Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan
- Ajarkan mobilisasi sederhana
- Fasilitasi kemandirian,bantu jika tidak mampu melakukan ADLs

Anda mungkin juga menyukai