Anda di halaman 1dari 15

“ASPEK BUDAYA DAN SEJARAH

YOGYAKARTA ”

Disusun Oleh:
Kelompok 1
Deborah Putery Ngantung (211011030003)
Fabio Fernando Manikome (211011030017)
Risma Tirangka (211011030045)
Francisca Juventi Madas (211011030023)
Vinda Ristia Nina (211011030014)
Brandon Pangau (211011030077)
Syifa Salsabila (211011030005)
Nurfitriani Abdullah (211011030072)

UNIVERSITAS SAM RATULANGI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU
PENGETAHUAN ALAM
MANADO
2021
Kata Pengantar

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan Tuntunan-NYA sehingga kami dapat menyelesaikan makala yang berjudul
“Aspek Budaya dan Sejarah Dari Daerah Yogyakarta” ini tepat pada waktunya. Adapun
tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas pada mata kuliah
Pengetahuan Kefasifikan. Selain itu, makala ini juga bertujuan untuk menambah
wawasan tentang Aspek Budaya dan Sejarah Dari Daerah Yogyakarta bagi para pembaca
dan juga bagi penulis. Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ir. Marhaenus
Johanis Rumondor M.Si selaku Dosen Pengantar Peluang yang telah memberikan tugas
ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang
kami tekuni ini. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang tidak
dapat kami sebutkan semua, terimakasih atas bantuannya sehingga sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas ini. Kami menyadari, tugas yang kami tulis ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun kami butuhkan demi
kesempurnaan makalah ini.
Daftar Isi
Kata Pengantar
Daftar Isi

BAB I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Defenisi Aspek Budaya

2.2 Defenisi Aspek Sejarah


2.3 Aspek Budaya Ekonomi Yogyakarta
2.4 Aspek Budaya Kesenian Yogyakarta

2.5 Aspek Budaya Bahasa dan Komunikasi Yogyakarta


2.6 Aspek Sejarah Masa Lampau Yogyakarta

BAB III PENUTUP


Kesimpulan
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kota Yogyakarta merupakan salah satu kota di Indonesia yang terus berkembang
baik dalam segi kehidupan masyarakatnya maupun segi tata ruangnya. Kota
Yogyakarta pernah berperan sebagai kota pusat pemerintahan Kasultanan
Ngayogyakarta Hadiningrat yang berlangsung terus sampai 17 Agustus 1945. Dalam
catatan sejarah, pada saat itu Negara Kesatuan Republik Indonesia diproklamasikan
dan kemudian diikuti pernyataan Sultan Hamengku Buwono IX untuk menyatukan
diri dengan negara yang baru berdiri ini. Selanjutnya Kota Yogyakarta sementara
berganti status dari kota pusat pemerintahan dan menjadi ibukota Republik Indonesia,
selain sebagai pusat revolusi Indonesia pada saat itu. Saat ini Yogyakarta menjadi
ibukota Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, dan dikenal luas sebagai kota
pendidikan tinggi serta salah satu pusat kebudayaan Jawa.
Daerah Istimewa Yogyakarta yang terbagi menjadi 5 (lima) wilayah Kabupaten
antara lain Kabupaten Kulon Progo, Kabupaten Bantul, Kabupaten Sleman,
Kabupaten Gunung Kidul dan Kota Yogyakarta. Begitu banyak obyek-obyek wisata
di kota pelajar ini dan menjadikan daya tarik tersendiri bagi wisatawan untuk
berkunjung karena di masing-masing Kabupaten di Daerah Istimewa Yogyakarta juga
memiliki tempat-tempat wisata andalan yang menarik dan layak untuk dikunjungi
oleh wisatawan baik domestik maupun mancanegara.
Pariwisata apabila dipandang sebagai suatu sistem antara lain memiliki komponen
seperti atraksi dan obyek wisata, akomodasi, transportasi, infrastruktur, kelembagaan,
dan fasilitas penunjang lainnya (Inskeep, 1991:39). Keseluruhan sistem tersebut
nantinya akan saling menunjang untuk dapat menciptakan sistem kepariwisataan yang
kokoh. Salah satu aspek yang dapat dikembangkan dalam meningkatkan
kepariwisataan tersebut antara lain adalah aspek transportasi. Aspek transportasi
merupakan salah satu komponen pendukung sistem pariwisata yang cukup penting.
Aspek transportasi sebagai suatu sistem memiliki tiga komponen besar yaitu sistem
aktivitas, sistem jaringan dan sistem pergerakan. Pariwisata sebagai suatu sistem
aktivitas memerlukan sistem jaringan untuk mendukung aktivitas yang ada. Sistem
jaringan itu dapat berupa jaringan jalan maupun moda angkutan, sedangkan sistem
pergerakan merupakan interaksi yang muncul dari sistem aktivitas dan sistem jaringan
yang ada.
Dalam sistem pariwisata yang ada wisatawan berperan sebagai pelaku dalam
pergerakan wisata. Oleh karena itu dalam mengembangkan jenis moda angkutan yang
ada perlu adanya pengenalan terhadap karakteristik wisatawan sebagai pelaku
pergerakan. Karakteristik tersebut dapat dibagi kedalam tiga aspek (Pendit, 2002:37)
yaitu aspek sosial, aspek psikologis dan aspek ekonomi. Aspek ini sangat penting
karena akan mempengaruhi preferensi mereka terhadap pemilihan moda yang ada
terutama dari faktor demografi wisatawan (Mill and Morisson, 1985:451).2
Pergerakan wisata perlu didukung oleh adanya sistem jaringan yang memadai
agar aktivitas yang ada dapat berjalan dengan lancar. Sistem jaringan di Daerah
Istimewa Yogyakarta masih memiliki beberapa kendala atau hambatan dalam
melayani pergerakan wisata yang terjadi. Wisatawan sebagai pelaku kegiatan wisata
secara umum belum banyak atau jarang menggunakan angkutan umum yang ada
secara konstan dalam berwisata di Daerah Istimewa Yogyakarta. Berdasarkan hal
tersebut maka masih memungkinkan untuk mengembangkan aspek transportasi
khususnya dari segi moda angkutan yang digunakan. Jenis moda angkutan merupakan
salah satu sistem jaringan yang dapat digunakan dalam mendukung pergerakan wisata
yang terjadi khususnya dalam peningkatan pelayanan dalam berwisata secara
keseluruhan. Jenis moda angkutan tersebut selain dapat dikembangkan untuk
memenuhi kebutuhan pergerakan wisata yang ada tentunya dapat digunakan pula
untuk menambah daya tarik sektor pariwisata secara keseluruhan di Daerah Istimewa
Yogyakarta.
Sarana dan prasarana transportasi dalam suatu negara memiliki peranan yang sangat
penting dalam pengembangan suatu kawasan tertentu, baik ekonomi, sosial, budaya,
dan sebagainya. Dimana keseluruhannya membutuhkan pergerakan transportasi yang
baik sebagai penunjang untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Penyelenggaraan sistem
transportasi yang baik akan mengarah pada penyediaan jasa transportasi terpadu antar
moda yang efektif, efisien, aman dan nyaman, serta cepat dan murah, yang 3
mengintegrasikan dengan moda transportasi yang ada. Namun dalam kenyataannya,
kebutuhan akan transportasi belum terpenuhi seluruhnya.
Oleh karena itu melihat pada pentingnya usaha untuk memenuhi pergerakan
wisata yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta serta potensi angkutan wisata yang
dapat dikembangkan pada masa yang akan datang maka perlu adanya suatu penelitian
yang mengkaji mengenai “STATED PREFERENCE KEBUTUHAN ANGKUTAN
PARIWISATA DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA” berdasarkan
karakteristik wisatawan domestik maupun mancanegara yang dapat digunakan untuk
melakukan aktivitas wisata selama berada di Daerah Istimewa Yogyakarta.

1.2 Rumusan Masalah


1. Aspek budaya apa saja yang ada di D.I Yogyakarta?
2. Apa aspek sejarah di D.I Yogyakarta?

3.1 Tujuan
1. Mengenal apa saja aspek budaya yang ada di D.I Yogyakarta
2. Mengetahui aspek sejarah di D.I Yogyakarta
BAB II PEMBAHASAN

2.1 Defenisi Aspek Budaya


Indonesia adalah bangsa yang besar, baik secara geografis wilayahnya terdiri
dari banyak pulau yang dihuni oleh beraneka etnis, agama, budaya, bahasa daerah,
hingga warna kulit. Aspek budaya adalah system nilai yang merupakan hasil cipta,
rasa dan kemauan karsa yng menumbuhkan gagasan dalam kehidupan.
Kebudayaan merupakan warisan yang bersifat memaksa bagi masyarakat yang
bersangkutan, karena budaya akan mewarisi setiap generasi dan suatu bangsa.
Berbagai macam ragam budaya tersebut seringkali mengandung potensi konflik
yang besar, biasanya disebabkan masyarakat yang mempunyai rasa sentiment
yang tinggi terhadap budaya mereka. Secara garis besar terdapat tujuh unsur
kebudayaan yang ada, antara lain religi, iptek, ekonomi, organisasi social, bahasa
dan komunikasi, serta kesenian.

2.2 Defenisi Aspek Sejarah


Sejarah adalah kejadian yang terjadi pada masa lampau yang disusun berdasarkan
peninggalan-peninggalan berbagai peristiwa. Di dalam sejarah, terdapat 3 aspek
yang saling melengkapi satu dengan yang lainnya, di antaranya :
1. Masa Lalu, ini merupakan suatu gambaran mengenai kehidupan manusia
serta kebudayaannya di masa lampau. Dengan melalui gambaran masa lalu
maka generasi berikutnya itu akan dapat merumuskan hubungan sebab
akibat terjadinya suatu kejadian/peristiwa. Serta tidak semua peristiwa
atau kejadian tersebut dapat tercatat di dalam sejarah.
2. Masa Kini, ini merupakan masa di mana manusia mengalami masa yang
terbaru serta merupakan masa yang sangat penting disebabkan karena
dapat menentukan masa depan. Manusia di masa kini itu memakai sumber
pemahaman dari peristiwa/kejadian di masa lalu sebagai cerminan
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, serta bernegara.
3. Masa Depan, ini merupakan masa yang akan datang yang mana segala
sesuatu itu belum terjadi, serta segala sesuatu yang dilakukan pada masa
kini itu akan mempengaruhi masa depan.
2.3 Aspek Budaya Ekonomi Yogyakarta
Kondisi sosial budaya di Daerah Istimewa Yogyakarta antara lain meliput
Kependudukan; Tenaga Kerja, dan Transmigrasi; Kesejahteraan Sosial;
Kesehatan; Pendidikan; Kebudayaan; dan Keagamaan. Laju pertumbuhan
penduduk di DIY antara 2003-2007 sebanyak 135.915 jiwa atau kenaikan rata-
rata pertahun sebesar 1,1%. Umur Harapan Hidup (UHH) penduduk di DIY
menunjukkan kecenderungan yang meningkat dari 72,4 tahun pada tahun 2002
menjadi 72,9 tahun pada tahun 2005. Ditinjau dari sisi distribusi penduduk
menurut usia, terlihat kecenderungan yang semakin meningkat pada penduduk
usia di atas 60 tahun.
Sebagai salah satu aspek yang penting dalam kehidupan, pembangunan
kesehatan menjadi salah satu instrumen di dalam upaya peningkatan
kesejahteraan masyarakat. Tahun 2007 jumlah keluarga miskin sebanyak 275.110
RTM dan menerima bantuan raskin dari pemerintah pusat (meningkat 27 persen
dibanding periode tahun 2006 sebanyak 216.536 RTM). Penduduk DIY menurut
tahapan kesejahteraan tercatat bahwa pada tahun 2007 kelompok pra sejahtera
21,12%; Sejahtera I 22,70%; Sejahtera II 23,69%; Sejahtera III 26,83%; dan
Sejahtera III plus 5,66%. Tingkat kesejahteraan pada tahun 2010 meningkat
dengan penurunan persentase penduduk miskin menjadi 16,83%.
Arah pembangunan kesehatan di DIY secara umum adalah untuk mewujudkan
DIY yang memiliki status kesehatan masyarakat yang tinggi tidak hanya dalam
batas nasional tetapi memiliki kesetaraan di tataran internasional khususnya Asia
Tenggara dengan mempertinggi kesadaran masyarakat akan pentingnya hidup
sehat, peningkatan jangkauan, dan kualitas pelayanan kesehatan serta menjadikan
DIY sebagai pusat mutu dalam pelayanan kesehatan, pendidikan pelatihan
kesehatan serta konsultasi kesehatan. Hasil Riset Kesehatan Dasar Nasional
Tahun 2010 menempatkan DIY sebagai daerah setingkat provinsi dengan
indikator kesehatan terbaik, dan paling siap dalam mencapai MDG’s.
Penyebaran sekolah untuk jenjang SD/MI sampai Sekolah Menengah sudah
merata, dan menjangkau seluruh wilayah sampai ke pelosok desa. Jumlah SD/MI
yang ada di DIY pada tahun 2008 adalah sejumlah 2.035, SMP/MTs/SMP
Terbuka sejumlah 529, dan SMA/MA/SMK sejumlah 381 sekolah negeri maupun
swasta. Ketersediaan ruang belajar dapat dikatakan sudah memadai dengan rasio
siswa per kelas untuk SD/MI: 22, SMP/MTs: 33, SMA/MA/SMK: 31. Sedangkan
tingkat ketersediaan guru di DIY juga cukup memadai dengan rasio siswa per guru
untuk SD/MI: 13, SMP/MTs: 11, SMA/MA/SMK: 9. Untuk tahun 2010
pembinaan guru jenjang SD/MI sebanyak 3.900 guru telah memenuhi kualifikasi
dari total 24.093 guru. Jenjang SMP/MTs sebanyak 3.939 guru telah memenuhi
kualifikasi dari total 12.971 guru. Dan untuk SMA/MA sebanyak 4.826 guru telah
memenuhi kualifikasi dari total 15.067 guru.
Para lulusan jenjang SD/MI pada umumnya dapat melanjutkan ke SMP/MTs,
sejalan kebijakan Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun yang dicanangkan
pemerintah. Pada tahun 2010, angka kelulusan SD/MI mencapai 96,47%,
SMP/MTs mencapai 81,84% dan SMA/MA/SMK sebesar 88,98%. Sedangkan
angka putus sekolah pada tahun yang sama sebesar 0,07% untuk SD/MI; 0,17%
untuk SMP/MTs; dan 0,44% untuk SMA/MA/SMK.[8] Sementara itu jumlah
perguruan tinggi di DIY baik negeri, swasta maupun kedinasan seluruhnya
sebanyak 136 institusi dengan rincian 21 universitas, 5 institut, 41 sekolah tinggi,
8 politeknik dan 61 akademi yang diasuh oleh 9.736 dosen.
Itulah sebabnya Yogyakarta dikenal sebagai kota Pelajar.
DIY mempunyai beragam potensi budaya, baik budaya yang tangible (fisik)
maupun yang intangible (non fisik). Potensi budaya yang tangible antara lain
kawasan cagar budaya, dan benda cagar budaya sedangkan potensi budaya yang
intangible seperti gagasan, sistem nilai atau norma, karya seni, sistem sosial atau
perilaku sosial yang ada dalam masyarakat.
DIY memiliki tidak kurang dari 515 Bangunan Cagar Budaya yang tersebar
di 13 Kawasan Cagar Budaya. Keberadaan aset-aset budaya peninggalan
peradaban tinggi masa lampau tersebut, dengan Kraton sebagai institusi warisan
adiluhung yang masih terlestari keberadaannya, merupakan embrio, dan memberi
spirit bagi tumbuhnya dinamika masyarakat dalam berkehidupan kebudayaan
terutama dalam berseni budaya, dan beradat tradisi. Selain itu, DIY juga
mempunyai 30 museum, yang dua di antaranya yaitu Museum Ullen Sentalu, dan
Museum Sonobudoyo diproyeksikan menjadi museum internasional. Pada 2010,
persentase benda cagar budaya tidak bergeak dalam kategori baik sebesar 41,55%,
sedangkan kunjungan ke museum mencapai 6,42%.
Beberapa museum yang terletak di DIY, antara lain:
1. Museum Biologi Universitas Gadjah Mada
2. Museum Affandi
3. Museum Anak Kolong Tangga
4. Museum Batik dan Sulaman Yogyakarta
5. Museum Benteng Vrederburg
6. Museum Gembira Loka
7. Museum Kesatuan Pergerakan Wanita Indonesia
8. Museum Lingkungan Batik Joglo Cipto Wening
Terdapat juga beberapa galeri seni yang berada di Yogyakarta, antara lain:
1. Bentara Budaya Yogyakarta
2. Museum dan Tanah Liat
3. Galeri Wahyu Mahyar
4. Galeri Affandi
Penduduk DIY mayoritas beragama Islam yaitu sebesar 92,62%, selebihnya
beragama Kristen Katolik 4,50%, kemudian Kristen Protestan 2,68%. Pemeluk
agama Kristen di DI Yogyakarta adalah komunitas suku Jawa asli. Selain itu ada
sebagian dari suku pendatang lainnya seperti suku Batak, Tionghoa, Minahasa,
dan dari Indonesia Timur seperti orang NTT, Maluku dan Papua. Agama lainnya
Buddha 0,10%, Hindu 0,09% dan lainnya 0,01%.[4] Sarana rumah ibadah terus
mengalami perkembangan, pada tahun 2007 terdiri dari 6.214 masjid, 3.413
langgar, 1.877 musholla, 218 gereja, 139 kapel, 25 kuil/pura dan 24
vihara/klenteng.
Jumlah pondok pesantren pada tahun 2006 sebanyak 260, dengan 260 kyai,
dan 2.694 ustaz serta 38.103 santri. Sedangkan jumlah madrasah baik negeri
maupun swasta terdiri dari 148 madrasah ibtidaiyah, 84 madrasah tsanawiyah dan
35 madrasah aliyah. Aktivitas keagamaan juga dapat dilihat dari meningkatnya
jumlah jamaah haji dari tahun ke tahun, dan pada tahun 2007 terdapat 3.064
jamaah haji.
Menurut Badan Bahasa, bahasa Jawa dialek Yogya-Solo merupakan bahasa
daerah yang dituturkan mayoritas penduduk Daerah Istimewa Yogyakarta.[16]
Menurut Statistik Kebahasaan 2019, bahasa ini menjadi satu-satunya bahasa
daerah asli Daerah Istimewa Yogyakarta.[17] Bahasa resmi instansi pemerintahan
di Daerah Istimewa Yogyakarta adalah bahasa Indonesia. Pada 8 Februari 2021,
bahasa Jawa berstatus bahasa resmi di Daerah Istimewa Yogyakarta di samping
bahasa Indonesia.
2.4 Aspek Budaya Kesenian Di Yogyakarta
Yogyakarta adalah kota yang dikenal sebagai kota pelajar. Akan tetapi selain
sebagai kota pelajar, Yogyakarta juga dikenal sebagi Kota Budaya yakni kota
dengan berbagai budaya yang masih kental dan dijunjung tinggi oleh masyarakat
Yogyakarta. Berbagai ragam kesenian tradisional Yogyakarta juga masih hidup
dan dilestarikan oleh seniman-seniman Yogyakarta. Tidak hanya di hari-hari
tertentu saja kesenian khas Yogyakarta ini di tampilkan. Masih banyak di setiap
masyarakat yang memiliki acara seperti pernikahan, khitan, kelahiran anak, dan
acara-acara tertentu yang tak jarang mengundang seniman-seniman ini untuk ikut
memeriahkannya. Anda juga bisa menyaksikan Kesenian Tradisional Yogyakarta
ini di tempat – tempat dengan jadwal yang sudah rutin setiap minggunya. Silahkan
baca Jadwal Rutin Hiburan Seni dan Budaya di Yogyakarta (Jogja). Tidak hanya
di Yogyakarta, ragam kesenian tradisional Yogyakarta telah dikenal dan
dipentaskan di seluru Indonesia bahkan dunia. Seperti contohnya Wayang Kulit
yang telah populer juga di luar Indonesia. Selain itu berbagai seni tari juga telah
beberapa kali ditampilkan di negara – negara lain seperti Jepang. Jadi kita juga
harus berbangga dengan budaya Indonesia khususnya Yogyakarta yang telah
berperan dalam mengharumkan nama bangsa. Dan untuk Anda yang ingin
mengenal macam – macam kesenian khas Jogja, berikut ini adalah beberapa jenis
Ragam Kesenian Tradisional Yogyakarta:

1. KETHOPRAK
Kethoprak adalah kesenian tradisional di Yogyakarta yang dipentaskan dalam
bahasa Jawa. Bercerita tentang sejarah sampai cerita fantasi dan didahului
dengan tembang Jawa. Kostum dari pemain ketoprak menyesuaikan dengan
adegan dan jalan cerita serta selalu diiringi dengan irama gamelan dan keprak.

2. WAYANG KULIT
Sesuai dengan namanya, wayang kulit biasanya dibuat dari kulit kerbau atau
kulit lembu. Wayang kulit saat ini telah menjadi warisan budaya nasional dan
sudah sangat terkenal di dunia sehingga banyak orang asing yang datang dan
mempelajari seni perwayangan. Sampai saat ini wayang kulit tetap digemari
sebagai tontonan yang menarik, biasanya disajikan semalam suntuk.

3. WAYANG WONG
Sesuai dengan namanya juga, wayang wong adalah wayang yang diperankan
oleh manusia. Ceritanya juga hampir sama dengan cerita-cerita pada wayang
kulit namun dalangnya disamping sebagai piñata cerita tetapi juga sekaligus
sebagai sutradara di atas panggung.

4. WAYANG GOLEK
Berbeda dengan wayang kulit dan wayang wong, wayang golek adalah
wayang yang terbuat dari dari kayu. ceritanya berasal dari kisah Menak.
Wayang ini banyak disukai karena gerakan-gerakan wayang yang didandani
seperti manusia ini sangat mirip dengan gerakan orang.

5. JATHILAN
Jathilan adalah tarian yang penarinya menggunakan kuda kepang, Barongan
dan dilengkapi unsur magis. Tarian ini digelar dengan iringan beberapa jenis
alat gamelan seperti Saron, Bende, kendang, Gong, dll.

6. KARAWITAN
Karawitan merupakan musik gamelan tradisional Jawa yang dimainkan oleh
sekelompok Wiyaga dan diiringi oleh nyayian dari Waranggono dan
Wiraswara biasanya disebut dengan ‘Uyon-uyon’, sedangkan kalau tanpa
diiringi oleh nyayian dari Waranggono atau Wiraswara disebut dengan
‘Soran’.

7. TARI KREASI BARU


Seni Tari dan seni Karawitan Jawa selalu berkembang dengan munculnya tata
gerak tari dan iram-irama yang baru. Salah seorang perintis tari kreasi baru
adalah seniman Bagong Kusudiarjo, padepokannya terletak di daerah Gunung
Sempu, Kabupaten Bantul.

8. SENDRATARI RAMAYANA
Sendratari Ramayana mempunyai keistimewaaan tersendiri karena ceritanya
mengisahkan antara pekerti yang baik (ditokohkan oleh Sri Rama dari negara
Ayodyapala) melawan sifat jahat yang terjelma dalam diri Rahwana
(Maharaja angkara murka dari negara Alengka).

9. LANGEN MANDRA WANARA


Langen Mandra Wanara adalah keseniatan yang merupakan perpaduan antara
berbagai jenis tarian, tembang, drama dan irama gamelan adalah salah satu
bentuk kesenian tradisional Yogyakarta. Karakteristik tarian ini adalah para
penarinya berdiri dengan lutut atau jengkeng sambil berdialog dan menyanyi
‘mocopat’. Cerita langen mandra wanara diambil dari kisah ramayana dengan
lebih banyak menampilkan wanara/kera.

2.5 Aspek Budaya Bahasa Dan Komunikasi Yogyakarta


Menurut badan Bahasa dialek Yogya-Solo merupakan Bahasa daerah yang
dituturkan mayoritas penduduk Daerah Istimewa Yogyakarta. Menurut Statistik
Kebahasaan 2019, bahasa ini menjadi satu-satunya bahasa daerah asli Daerah
Istimewa Yogyakarta. Bahasa resmi instansi pemerintahan di Daerah Istimewa
Yogyakarta adalah Bahasa Indonesia. Pada 8 Februari 2021, bahasa Jawa
berstatus Bahasa resmi di Daerah Istimewa Yogyakarta di samping Bahasa
Indonesia.
Dalam berkomunikasi antarbudaya biasanya menimbulkan suatu masalah
komunikasi, yang disebabkan oleh kebudayaan yang berbeda. Setiap individu
yang berasal dari kelompok- kelompok yang berbeda, masing-masing dari mereka
memiliki budaya yang berbeda pula. Budaya yang dimiliki oleh individu berasal
dari kelompoknya. Setiap kelompok memiliki perbedaan mengenai bahasa,
persepsi, simbol non verbal, makanan bahkan cara individu berinteraksi.
Perbedaan-perbedaan tersebutlah yang biasanya menimbulkan masalahmasalah
komunikasi antar- budaya. Salah satunya daerah Yogyakarta yang dalam
berkomunikasi sehari- hari menggunakan Bahasa jawa.

2.6 Aspek Sejarah Masa Lampau Yogyakarta


Daerah Istimewa Yogyakarta keberadaannya dalam konteks historis dimulai dari
sejarah berdirinya Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat berdasarkan Perjanjian
Giyanti 1755. Berawal dari sini muncul suatu sistem pemerintahan yang teratur
dan kemudian berkembang, hingga akhirnya sebagai Daerah Istimewa
Yogyakarta yang merupakan suatu bagian dari Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI). Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat didirikan pada tahun
1755 oleh Pangeran Mangkubumi yang bergelar Sultan Hamengku Buwono I,
sedangkan Kadipaten Pakualaman didirikan pada tahun 1813 oleh Pangeran
Notokusumo (saudara Sultan Hamengku Buwono II) yang bergelar Adipati Paku
Alam I. Sejak berdirinya, baik Kasultanan maupun Kadipaten adalah
pemerintahan kerajaan yang diakui kedaulatannya.
Pada masa kolonial Belanda, pemerintahan di Kasultanan Yogyakarta diatur
kontrak politik yang dilakukan pada tahun 1877, 1921,dan 1940, antara Sultan
dengan pemerintah kolonial Belanda. Hal ini menunjukkan bahwa Keraton tidak
tunduk begitu saja kepada Belanda. Pemerintah Hindia Belanda mengakui
Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kadipaten Pakualaman sebagai
kerajaan yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangga pemerintahannya
sendiri yang dikenal dengan istilah zilfbesturende landschappen. Kontrak politik
terakhir Kasultanan Ngayogyakarta tercantum dalam Staatsblaad 1941 Nomor 47,
sedangkan kontrak politik Kadipaten Pakualaman dalam Staatsblaad 1941 Nomor
577.
Pada masa pendudukan Jepang, Yogyakarta diakui sebagai daerah istimewa
atau Kooti dengan Koo sebagai kepalanya, yakni Sri Sultan Hamengku Buwono
IX. Di bawah Kooti, secara struktural ada wilayah-wilayah pemerintahan tertentu
dengan para pejabatnya. Setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia
(RI), Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII menyatakan
kepada Presiden RI bahwa Daerah Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan
Daerah Kadipaten Pakualaman menjadi wilayah Negara RI, bergabung menjadi
satu kesatuan yang dinyatakan sebagai Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Sri
Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII sebagai Kepala Daerah
dan Wakil Kepala Daerah bertanggung jawab langsung kepada Presiden RI.
Hal-hal menyangkut bersatunya DaerahIstimewa Yogyakarta (DIY) dengan
NKRI diatur sebagai berikut.
• Piagam Kedudukan Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam
VIII tertanggal 19 Agustus 1945 dari Presiden RI.
• Amanat Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII tertanggal
5 September 1945 (dibuat secara terpisah).
• -Amanat Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII
tertanggal 30 Oktober 1945 (dibuat dalam satu naskah).
Keunikan pengalaman Yogyakarta merupakan salah satu fakta yang
menjadikannya sebagai daerah istimewa. Yogyakarta berproses dari tipe
pemerintahan feodal dan tradisional menjadi suatu pemerintahan dengan struktur
modern.
BAB III PENUTUP

Kesimpulan
Daerah Istimewa Yogyakarta atau sering juga disebut Jogja merupakan Kota
Budaya yang menawarkan keanekaragaman budaya yang beranekaragam. Di
antaranya adalah Batik Jogja, Sekatenan, Seni Tari, Karawitan, Sendratari
Ramayana, Wayang Kulit, Upacara Labuhan.

Sebelum Indonesia merdeka, D.I Yogyakarta merupakan daerah yang


mempunyai Pemerintah sendiri atau disebut Zelfbestuurlandschappen/Daerah
Swapraja, yaitu Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kadipaten
Pakualaman. D.I Yogyakarta menjadi daerah di Indonesia yang tidak pernah
dijajah oleh bangsa Eropa, terutama Belanda.

Anda mungkin juga menyukai