Studi identifikasi hal umum yang harus dilakukan pada tahap perencaaan seperti:
1. Fungsi bangunan (pada proyek ini untuk bangunan hunian), hal ini berkaitan dengan
beban hidup dan beban lateral gempa dalam tahapan analisis perencanaan yang
berbeda jika fungsi bangunan berbeda.
2. Jumlah lapis dan ketinggian bangunan (pada proyek ini 1 dan 2 lantai), hal ini berkaitan
dengan konfigurasi struktur yang akan didesain termasuk dalam hal
mempertimbangkan metode konstruksi yang akan dilaksanakan.
3. Lokasi bangunan, hal ini berhubungan dengan jangkauan dalam hal proses mulai dari
persiapan, transfer dan pelaksanaan. Apakah dapat dilakukan produksi dilapangan,
bagaimana proses transportasi komponen precast, dan kebutuhan lain yang sangat
dipengaruhi oleh lokasi proyek dikerjakan. Selain itu lokasi juga berhungan dengan
tingkat kegempaan yang akan di input pada bangunan sebagai beban lateral seismik.
4. Mutu material yang digunakan, khusus nya adalah material beton dimana mutu yang
sedikit lebih tinggi akan memberikan kontribusi yang cukup efektif untuk komponen
precast, pada proyek ini digunakan mutu beton fc’ 30 MPa, sehingga sudah cukup efektif
untuk kategori bangunan rumah tinggal 1 dan 2 lantai.
Sistem struktur precast yang akan digunakan juga harus ditentukan lebih awal.
Sistem precast khususnya untuk komponen struktur yang menjadi ciri khas terhadap
sistem konvensional adalah pada sistem sambungan. Sehingga pemilihan sistem
sambungan sangat penting untuk efektivitas proses pelaksanaan tapi tetap dengan kinerja
sambungan yang tinggi dan terkonfirmasi dapat mendisipasi energi dengan baik. Sistem
sambungan juga dipengaruhi oleh komponen-komponen struktur yang menyusun
bangunan tersebut. Pada studi proyek ini merupakan sistem open frame, yakni kolom balok
dengan pelat precast AAC dan dinding precast dengan berat jenis yang rendah. Sehingga
detail-detail sambungan yang harus dipersiapkan yakni sambungan kolom-balok, balok-
pelat, kolom-dinding, balok-dinding. Khusus nya untuk sambungan struktural idealnya
harus dilakukan pengujian ekperimental dilaboratorium dengan full scale atau analisis
metode elemen hingga yang lebih detail untuk mengetahui kinerja dari sistem sambungan
yang digunakan, karena elemen kolom dan balok merupakan elemen utama pada sistem
struktur yang digunakan pada proyek ini.
Sebagai persiapan awal, jenis dan jumlah komponen harus diperhitungkan agar
dapat diklasifikasikan lebih awal, demikian juga dengan volume material yang digunakan
baik beton bertulang maupun baja tulangan. Dengan data-data ini dapat di rencakanan
jumlah bekisting atau moulding yang efektif sehingga lamanya waktu produksi elemen-
elemen dapat diperhitungkan dan dilakukan dengan efektif pula.
Flow kerja proses produksi dan fabrikasi secara umum seperti pada bagan dibawah
ini:
Siklus proses saat komponen pracetak telah siap untuk diproduksi digambarkan
seperti pada bagan dibawah ini baik untuk fabrikasi di pabrik maupun produksi
dilapangan, dimana proses dimulai dari pembersihan bekisting, menyusun bekisting untuk
digunakan, perakitan tulangan, pengecoran, pemadatan, penghalusan permukaan, curing
beton hingga pembukaan bekisting elemen yang telah mencukup umur.
Beberapa hal yang diperlu diperhatikan pada siklus proses produksi ini adalah:
1. Pada proses pemadatan beton tidak boleh mengenai tulangan, pemadatan tegak lurus
bidang cor, tidak lebih dari 5 detik/titik.
2. Untuk produksi dilapangan, harus disiapkan pelindung hujan.
3. Pekerja harus memetuhi K3 dalam proses pengerjaan.
4. Perakitan bekisting dan perakitan tulangan atau elemen tambahan jika ada harus
dipastikan sesuai dengan shop drawing yang telah diverifikasi.