PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pneumonia bisa menimbulkan gejala ringan hingga berat. Beberapa gejala yang
umumnya dialami penderita pneumonia adalah batuk berdahak, demam, dan sesak
napas. Pneumonia juga dikenal dengan istilah paru-paru basah. Pada kondisi ini,
atau kedua paru-paru. Akibatnya, alveoli bisa dipenuhi cairan atau nanah sehingga
Paru-paru terdiri dari kantung-kantung kecil yang disebut alveoli, yang terisi udara
ketika orang sehat bernafas. Ketika seseorang menderita pneumonia, alveoli dipenuhi
dengan nanah dan cairan, yang membuat pernapasan terasa menyakitkan dan
anak di seluruh dunia. Pneumonia membunuh 808.694 anak di bawah usia 5 tahun
pada tahun 2017, terhitung 15%dari semua kematian anak di bawah usia lima tahun.
Asia Selatan dan Afrika sub-Sahara. Anak-anak dapat dilindungi dari pneumonia,
dapat dicegah dengan intervensi sederhana seperti diberikan vaksin, dan dirawat
dengan biaya rendah, pengobatan dan perawatan berteknologi rendah (WHO, 2019).
Menurut WHO pada tahun 2018 pneumonia merenggut nyawa lebih dari
800.000 anak balita di seluruh dunia, atau 39 anak per detik. Separuh dari kematian
1
balita akibat pneumonia tersebut di lima negara meliputi Nigeria (162.000), India
Estimasi global menunjukkan bahwa satu jam ada 71 anak di Indonesia yang tertular
Data Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2018, Berdasarkan data laporan rutin
Subdit ISPA Tahun 2018, didapatkan insiden (per 1000 balita) di Indonesia sebesar
20,06% hampir sama dengan data tahun sebelumnya 20,56%. Salah satu upaya yang
pneumonia pada balita. Perkiraan kasus pneumonia secara nasional sebesar 3,55%
angka yang berbeda-beda sesuai angka yang telah ditetapkan. Pada tahun 2018
terdapat satu provinsi yang cakupan penemuan pneumonia balita sudah mencapai
target yaitu DKI Jakarta 95,53%, sedang provinsi yang lain masih di bawah target
ISPA. Hasil pada tahun 2015 tercapai 14,62% sedangkan target sebesar 20%, tahun
2016 tercapai 28,07% dari target 30%, tahun 2017 tercapai 42,6% dari target 40%.
Tahun 2018 tercapai sebesar 43% dari target 50%. Pada tahun 2018 tidak mencapai
target, namun bila dilihat capaiannya meningkat dari tahun sebelumnya. Pada tahun
2018 Angka kematian akibat pneumonia pada balita sebesar 0,08 %. Angka kematian
2
akibat Pneumonia pada kelompok bayi lebih tinggi yaitu sebesar 0,16 % dibandingkan
pada kelompok anak umur 1 – 4 tahun sebesar 0,05%. (Kemenkes RI, 2019).
Data Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2019, hanya Provinsi Papua Barat dan
DKI telah mencapai target penemuan sebesar 80, bahkan melebihi target yang telah
dari target yang telah ditetapkan. Indikator Renstra yang digunakan sejak tahun 2015
Terpadu Balita Sakit), maupun program P2 ISPA. Pada tahun 2019 Persentase
sebesar 57,2% yang berarti hampir mencapai target renstra tahun 2019 yang sebesar
60%. Namun dari 34 provinsi terdapat empat provinsi yang puskesmas di seluruh
Kepulauan Bangka Belitung, DKI Jakarta, Banten, dan Nusa Tenggara Barat. Pada
tahun 2019 angka kematian akibat pneumonia pada balita sebesar 0,12%. Angka
kematian akibat Pneumonia pada kelompok bayi lebih tinggi hampir dua kali lipat
pada balita di Indonesia berkisar antara 20 – 30% dari tahun 2010 sampai dengan
2014, dan sejak tahun 2015 hingga 2019 terjadi peningkatan cakupan dikarenakan
adanya perubahan angka perkiraan kasus dari 10% menjadi 3,55%. Namun, pada
tahun 2020 terjadi penurunan kembali menjadi 34,8%. Penurunan ini lebih di
sebabkan dampak dari pandemi COVID-19, dimana adanya stigma pada penderita
COVID-19 yang berpengaruh pada penurunan jumlah kunjungan balita batuk atau
kesulitan bernapas di puskesmas, pada tahun 2019 jumlah kunjungan balita batuk atau
3
kesulitan bernapas sebesar 7,047,834 kunjungan, pada tahun 2020 menjadi 4,972,553
kunjungan, terjadi penurunan 30% dari kunjungan tahun 2019 yang pada akhirnya
berdampak pada penemuan pneumonia balita. Pada tahun 2020 secara nasional dan
provinsi belum mencapai target penemuan sebesar 80%. Provinsi dengan cakupan
pneumonia pada balita tertinggi berada di DKI Jakarta (53,0%), Banten (46,0%), dan
Papua Barat (45,7%). Indikator Renstra yang digunakan pada tahun 2020 yaitu
tatalaksana standar pneumonia sesuai standar sebesar 50%, baik melalui pendekatan
sudah mencapai target renstra tahun 2020 yaitu sebesar 50%. Terdapat tujuh provinsi
laksana standar pneumonia yaitu, Bengkulu, Kep. Bangka Belitung, DKI Jakarta,
Banten, Bali, Sulawesi Tengah, dan Gorontalo. Pada tahun 2020 angka kematian
akibat pneumonia pada balita sebesar 0,16%. Angka kematian akibat Pneumonia pada
kelompok bayi lebih tinggi hampir dua kali lipat dibandingkan pada kelompok anak
usia balita di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung adalah sebanyak 136.920 orang.
6,05% dari jumlah balita yaitu sebesar 8.284 kasus. Dari target tersebut, pada tahun
pneumonia dan pneumonia berat. Hal ini dipengaruhi beberapa faktor resiko
4
penyebab terjadinya pneumonia pada balita antara lain pemberian ASI Eksklusif,
Status Gizi balita, Status Imunisasi balita, Paparan polusi Udara dalam rumah, Berat
badan saat lahir, kepadatan penduduk dalam tempat tinggal. Dari semua kunjungan
balita batuk dan atau kesukaran bernapas di fasilitas pelayanan kesehatan sebanyak
88,47% sudah dilakukan tatalaksana sesuai standar. Sedangkan untuk data Kabupaten
usia balita di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung adalah sebanyak 128.893 orang.
6,05% dari jumlah balita yaitu sebesar 7.771 kasus. Dari target tersebut, pada tahun
2019 diperoleh data sebanyak 3.893 balita (53%) terklasifikasi mengalami Pneumonia
dan Pneumonia berat. Hal ini dipengaruhi beberapa faktor resiko penyebab terjadinya
pneumonia pada balita antara lain pemberian ASI Eksklusif, Status Gizi Balita, Status
Imunisasi Balita, Paparan polusi udara dalam rumah, Berat Badan Saat Lahir,
Dari semua kunjungan balita batuk dan atau kesukaran bernapas di fasilitas
tatalaksana standar untuk penemuan kasus Pneumonia minimal 60% adalah 100%.
napas balita. Demam pada anak batuk bukanlah kriteria klasifikasi pneumonia.
Spesifitas gejala ini & nilai prediksinya rendah. Adapun tatalaksana sesuai standar
untuk pengendalian Pneumonia adalah semua balita yang datang ke fasyankes dengan
5
keluhan batuk dan atau kesukaran bernapas harus dilakukan penghitungan napas dan
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2019 sebesar 85% terlihat cakupan
memenuhi target nasional 85%. Sedangkan kelengkapan laporan dengan target 100%
teranalisa bahwa pada bulan januari 2019 kasus Pneumonia sebanyak 342 kasus di
kabupaten/kota, lonjakan kasus di bulan april 451 kasus dan terjadi penurunan kasus
pada bulan juli 259 kasus sedangkan bulan desember berjumlah 330 kasus. (Profil
adalah 6,05% dari jumlah balita yaitu sebesar 8.336 kasus. Dari target tersebut, pada
tahun 2020 diperoleh data sebanyak 2.119 balita (25,53%) terklasifikasi mengalami
Pneumonia dan Pneumonia berat. Hal ini dipengaruhi beberapa faktor resiko
penyebab terjadinya pneumonia pada balita antara lain pemberian ASI Eksklusif,
Status Gizi Balita, Status Imunisasi Balita, Paparan polusi udara dalam rumah, Berat
Dari semua kunjungan balita batuk dan atau kesukaran bernapas di fasilitas
6
Sedangkan untuk data Kabupaten/kota 50% Puskesmasnya melaksanakan tatalaksana
standar untuk penemuan kasus Pneumonia minimal 60% adalah 100%. (Profil
dipuskesmas daerah kepulauan bangka belitung. Dalam tiga tahun terakhir kasus
2019 dengan 1.482 Kasus, tahun 2020 dengan 943 kasus dan tahun 2021 menjadi
1.066 kasus. Selain itu, angka kematian (CFR) akibat pneumonia di Kabupaten
bangka tahun 2019 tidak ada kasus yang meninggal di rumah sakit, tahun 2020 tidak
ada kasus yang meninggal di puskesmas dan tahun 2021 tidak ada kasus yang
meninggal di rumah sakit dan puskesmas (Dinas kesehatan provinsi kepulauan bangka
belitung).
bangka tahun 2019, jumlah kasus pneumonia pada balita mencapai 1,465 kasus, yang
dimana untuk Puskesmas Sungailiat 252 kasus, Puskesmas Sinar Baru 24 kasus,
Puskesmas Kenanga 136 kasus, Puskesmas Pemali 202 kasus, Puskesmas Bakam 97
Riau Silip 134 kasus, Puskesmas Batu Rusa 110 kasus, Puskesmas Puding Besar 100
bangka tahun 2020, jumlah kasus pneumonia pada balita mencapai 912 kasus, yang
dimana untuk Puskesmas Sungailiat 172 kasus, Puskesmas Sinar Baru 2 kasus,
7
kasus, Puskesmas Belinyu 49 kasus, Puskesmas Gunung Muda 26 kasus, Puskesmas
Riau Silip 68 kasus, Puskesmas Batu Rusa 125 kasus, Puskesmas Puding Besar 46
kasus, Puskesmas Petaling 203 kasus, Puskesmas Penagan 8 kasus. (Dinas Kesehatan
bangka tahun 2020, jumlah kasus pneumonia pada balita mencapai 1,066 kasus, yang
dimana untuk Puskesmas Sungailiat 207 kasus, Puskesmas Sinar Baru 2 kasus,
kasus, Puskesmas Belinyu 164 kasus, Puskesmas Gunung Muda 24 kasus, Puskesmas
Riau Silip 36 kasus, Puskesmas Batu Rusa 140 kasus, Puskesmas Puding Besar 78
kasus, Puskesmas Petaling 166 kasus, Puskesmas Penagan 7 kasus. (Dinas Kesehatan
kejadian pneumonia pada balita terbilang fluktuasi setiap tahunnya yaitu pada tahun
2019 sebanyak 252 Kasus, pada tahun 2020 sebanyak 172 Kasus, pada tahun 2021
sebanyak 207 Kasus. Dan ada di tiga kelurahan kasus pneumonia tertinggi di daerah
(Puskesmas Sungailiat).
kesakitan serta mencegah akibat buruk lebih lanjut. Penyebaran penyakit pneumonia
nyamuk bakar dan kepadatan hunian rumah. masyarakat sangat erat hubungannya
dengan kebiasaan hidup bersih, sehat dan kesadaran keluarga terhadap bahaya
pneumonia. Tingginya angka kesakitan kejadian penyakit ini secara tidak langsung
8
juga terkait dengan perilaku masyarakat. Kejadian pneumonia ini erat kaitannya
dengan perilaku masyarakat yang berhubungan satu sama lain seperti pengetahuan,
jenis kelamin, keberadaan perokok, penggunaan obat nyamuk bakar dan kepadatan
hunian rumah.
penggunaan obat nyamuk bakar dan kepadatan hunian rumah. dalam melakukan
pencegahan pneumonia sehingga pada saat balita mengalami sesak napas yang parah
ibu tidak mengerti bagaimana cara mengatasinya, seharusnya kasih air hangat dahulu
kemudian diberi obat bila sesak nya tidak hilang juga baru langsung dibawa ke
Puskesmas Sungailiat. Maka dari itu kita harus mengedukasikan tentang pemahaman
ibu untuk mengetahui apa saja langkah-langkah dalam pencegahan pneumonia supaya
dapat menurunkan angka kejadian pneumonia. Karena pada saat ini masih tingginya
Sungailiat.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Dewi (2010) bahwa ada hubungan
bahwa risiko balita terkena pneumonia akan meningkat jika tinggal di rumah yang
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Merry Fanada (2012) bahwa ada
9
didapatkan bahwa balita yang tidak mendapatkan imunisasi lengkap lebih banyak
lengkap, ini dikarena kekebalan tubuh anak balita juga dipengaruhi oleh status
imunisasi, oleh karena itu imunisasi sangat penting karena peluang untuk terkena
penyakit terutama pneumonia lebih kecil dibandingkan dengan anak yang status
penelitian tersebut didapatkan bahwa ibu yang tidak memberikan ASI Eksklusif pada
balitanya lebih banyak yang menderita pneumonia dibandingkan dengan ibu yang
memberikan ASI Eksklusif, ini karena kekebalan tubuh anak balita juga tergantung
pada lamanya pemberian ASI, oleh karena itu ASI Eksklusif sangat penting karena
peluang untuk terkena penyakit terutama pneumonia lebih kecil dibandingkan dengan
B. Rumusan Masalah
fluktuasi dari tahun ketahunnya yaitu pada tahun 2019 sebanyak 252 Kasus, pada
tahun 2020 sebanyak 172 Kasus, pada tahun 2021 sebanyak 207 Kasus. Berdasarkan
latar belakang yang di kemukakan di atas, maka penulis tertarik melakukan penelitian
10
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tahun 2022.
2. Tujuan Khusus
2022.
2022.
2022.
Tahun 2022.
2022.
11
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengalaman dalam
Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan untuk pegawai Tenaga kesehatan
dalam mengatasi upaya pencegahan pneumonia pada anak. Dan dapat memperhatikan
pada pengetahuan, sikap dan upaya pencegahan penyakit pneumonia pada anak.
12