Anda di halaman 1dari 12

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pneumonia adalah peradangan paru-paru yang disebabkan oleh infeksi.

Pneumonia bisa menimbulkan gejala ringan hingga berat. Beberapa gejala yang

umumnya dialami penderita pneumonia adalah batuk berdahak, demam, dan sesak

napas. Pneumonia juga dikenal dengan istilah paru-paru basah. Pada kondisi ini,

infeksi menyebabkan peradangan pada kantong-kantong udara (alveoli) di salah satu

atau kedua paru-paru. Akibatnya, alveoli bisa dipenuhi cairan atau nanah sehingga

menyebabkan penderitanya sulit bernapas.

Pneumonia adalah bentuk infeksi pernapasan akut yang menyerangparu-paru.

Paru-paru terdiri dari kantung-kantung kecil yang disebut alveoli, yang terisi udara

ketika orang sehat bernafas. Ketika seseorang menderita pneumonia, alveoli dipenuhi

dengan nanah dan cairan, yang membuat pernapasan terasa menyakitkan dan

membatasi asupan oksigen (WHO, 2019). 

Pneumonia adalah penyebab kematian menular tunggal terbesar pada anak-

anak di seluruh dunia. Pneumonia membunuh 808.694 anak di bawah usia 5 tahun

pada tahun 2017, terhitung 15%dari semua kematian anak di bawah usia lima tahun.

Pneumonia menyerang anak-anak dan keluarga di mana-mana, tetapi paling umum di

Asia Selatan dan Afrika sub-Sahara. Anak-anak dapat dilindungi dari pneumonia,

dapat dicegah dengan intervensi sederhana seperti diberikan vaksin, dan dirawat

dengan biaya rendah, pengobatan dan perawatan berteknologi rendah (WHO, 2019).

Menurut WHO pada tahun 2018 pneumonia merenggut nyawa lebih dari

800.000 anak balita di seluruh dunia, atau 39 anak per detik. Separuh dari kematian

1
balita akibat pneumonia tersebut di lima negara meliputi Nigeria (162.000), India

(127.000), Pakistan (58.000), Republik Demokratik Kongo (40.000), dan Ethiopia

(32.000). Pneumonia juga merupakan penyebab kematian Balita terbesar di Indonesia.

Pada tahun2018, diperkirakan sekitar 19.000 anak meninggal akibat pneumonia.

Estimasi global menunjukkan bahwa satu jam ada 71 anak di Indonesia yang tertular

pneumonia (WHO, 2019).

Data Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2018, Berdasarkan data laporan rutin

Subdit ISPA Tahun 2018, didapatkan insiden (per 1000 balita) di Indonesia sebesar

20,06% hampir sama dengan data tahun sebelumnya 20,56%. Salah satu upaya yang

dilakukan untuk mengendalikan penyakit ini yaitu dengan meningkatkan penemuan

pneumonia pada balita. Perkiraan kasus pneumonia secara nasional sebesar 3,55%

namun angka perkiraan kasus pneumonia di masing-masing provinsi menggunakan

angka yang berbeda-beda sesuai angka yang telah ditetapkan. Pada tahun 2018

terdapat satu provinsi yang cakupan penemuan pneumonia balita sudah mencapai

target yaitu DKI Jakarta 95,53%, sedang provinsi yang lain masih di bawah target

80%, capaian terendah di provinsi Kalimantan Tengah 5,35%.Indikator Renstra yang

digunakan sejak tahun 2015 adalah persentase kabupaten/kota yang 50%

puskesmasnya melakukan pemeriksaan dan tatalaksana standar pneumonia baik

melalui pendekatan MTBS (Manajemen Terpadu Balita Sakit), maupun program P2

ISPA. Hasil pada tahun 2015 tercapai 14,62% sedangkan target sebesar 20%, tahun

2016 tercapai 28,07% dari target 30%, tahun 2017 tercapai 42,6% dari target 40%.

Tahun 2018 tercapai sebesar 43% dari target 50%. Pada tahun 2018 tidak mencapai

target, namun bila dilihat capaiannya meningkat dari tahun sebelumnya. Pada tahun

2018 Angka kematian akibat pneumonia pada balita sebesar 0,08 %. Angka kematian

2
akibat Pneumonia pada kelompok bayi lebih tinggi yaitu sebesar 0,16 % dibandingkan

pada kelompok anak umur 1 – 4 tahun sebesar 0,05%. (Kemenkes RI, 2019).

Data Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2019, hanya Provinsi Papua Barat dan

DKI telah mencapai target penemuan sebesar 80, bahkan melebihi target yang telah

ditetapkan program. Sedangkan Papua hanya mencapai 0,2% penemuan pneumonia

dari target yang telah ditetapkan. Indikator Renstra yang digunakan sejak tahun 2015

yaitu persentase kabupaten/kota yang 50% puskesmasnya melakukan pemeriksaan

dan tatalaksana standar pneumonia baik melalui pendekatan MTBS (Manajemen

Terpadu Balita Sakit), maupun program P2 ISPA. Pada tahun 2019 Persentase

kabupaten/kota yang 50% puskesmasnya melakukan tatalaksana standar pneumonia

sebesar 57,2% yang berarti hampir mencapai target renstra tahun 2019 yang sebesar

60%. Namun dari 34 provinsi terdapat empat provinsi yang puskesmas di seluruh

kabupaten/kotanya melakukan pemeriksaan dan tatalaksana standar pneumonia yaitu

Kepulauan Bangka Belitung, DKI Jakarta, Banten, dan Nusa Tenggara Barat. Pada

tahun 2019 angka kematian akibat pneumonia pada balita sebesar 0,12%. Angka

kematian akibat Pneumonia pada kelompok bayi lebih tinggi hampir dua kali lipat

dibandingkan pada kelompok anak umur 1 – 4 tahun. (Kemenkes RI, 2020).

Data Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2020, Cakupan penemuan pneumonia

pada balita di Indonesia berkisar antara 20 – 30% dari tahun 2010 sampai dengan

2014, dan sejak tahun 2015 hingga 2019 terjadi peningkatan cakupan dikarenakan

adanya perubahan angka perkiraan kasus dari 10% menjadi 3,55%. Namun, pada

tahun 2020 terjadi penurunan kembali menjadi 34,8%. Penurunan ini lebih di

sebabkan dampak dari pandemi COVID-19, dimana adanya stigma pada penderita

COVID-19 yang berpengaruh pada penurunan jumlah kunjungan balita batuk atau

kesulitan bernapas di puskesmas, pada tahun 2019 jumlah kunjungan balita batuk atau

3
kesulitan bernapas sebesar 7,047,834 kunjungan, pada tahun 2020 menjadi 4,972,553

kunjungan, terjadi penurunan 30% dari kunjungan tahun 2019 yang pada akhirnya

berdampak pada penemuan pneumonia balita. Pada tahun 2020 secara nasional dan

provinsi belum mencapai target penemuan sebesar 80%. Provinsi dengan cakupan

pneumonia pada balita tertinggi berada di DKI Jakarta (53,0%), Banten (46,0%), dan

Papua Barat (45,7%). Indikator Renstra yang digunakan pada tahun 2020 yaitu

persentase kabupaten/kota yang 50% puskesmasnya melaksanakan pemeriksaan dan

tatalaksana standar pneumonia sesuai standar sebesar 50%, baik melalui pendekatan

MTBS (Manajemen Terpadu Balita Sakit), maupun program Pencegahan dan

Pengendalian ISPA. Pada tahun 2020 Persentase kabupaten/kota yang 50%

puskesmasnya melakukan tatalaksana standar pneumonia sebesar 60,7% yang berarti

sudah mencapai target renstra tahun 2020 yaitu sebesar 50%. Terdapat tujuh provinsi

yang puskesmasnya di seluruh kabupaten/kota melakukan pemeriksaan dan tata

laksana standar pneumonia yaitu, Bengkulu, Kep. Bangka Belitung, DKI Jakarta,

Banten, Bali, Sulawesi Tengah, dan Gorontalo. Pada tahun 2020 angka kematian

akibat pneumonia pada balita sebesar 0,16%. Angka kematian akibat Pneumonia pada

kelompok bayi lebih tinggi hampir dua kali lipat dibandingkan pada kelompok anak

umur 1 – 4 tahun. (Kemenkes RI, 2021).

Berdasarkan Profil Kesehatan Bangka Belitung Tahun 2018, jumlah penduduk

usia balita di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung adalah sebanyak 136.920 orang.

Angka kesakitan pneumonia untuk Provinsi Kepulauan Bangka Belitung adalah

6,05% dari jumlah balita yaitu sebesar 8.284 kasus. Dari target tersebut, pada tahun

2018 diperoleh data sebanyak 5.135 balita (61,99%) terklasifikasi mengalami

pneumonia dan pneumonia berat. Hal ini dipengaruhi beberapa faktor resiko

4
penyebab terjadinya pneumonia pada balita antara lain pemberian ASI Eksklusif,

Status Gizi balita, Status Imunisasi balita, Paparan polusi Udara dalam rumah, Berat

badan saat lahir, kepadatan penduduk dalam tempat tinggal. Dari semua kunjungan

balita batuk dan atau kesukaran bernapas di fasilitas pelayanan kesehatan sebanyak

88,47% sudah dilakukan tatalaksana sesuai standar. Sedangkan untuk data Kabupaten

kota yang 50% Puskesmasnya melaksanakan tatalaksana standar untuk penemua

kasus Pneumonia adalah 71,43%.(Profil Kesehatan Dinkes Provinsi Kepulauan

Bangka Belitung Tahun 2018).

Berdasarkan Profil Kesehatan Bangka Belitung Tahun 2019, jumlah penduduk

usia balita di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung adalah sebanyak 128.893 orang.

Angka kesakitan pneumonia untuk Provinsi Kepulauan Bangka Belitung adalah

6,05% dari jumlah balita yaitu sebesar 7.771 kasus. Dari target tersebut, pada tahun

2019 diperoleh data sebanyak 3.893 balita (53%) terklasifikasi mengalami Pneumonia

dan Pneumonia berat. Hal ini dipengaruhi beberapa faktor resiko penyebab terjadinya

pneumonia pada balita antara lain pemberian ASI Eksklusif, Status Gizi Balita, Status

Imunisasi Balita, Paparan polusi udara dalam rumah, Berat Badan Saat Lahir,

Kepadatan penduduk dalam tempat tinggal.

Dari semua kunjungan balita batuk dan atau kesukaran bernapas di fasilitas

pelayanan kesehatan sebanyak 92% sudah dilakukan tatalaksana sesuai standar.

Sedangkan untuk data Kabupaten kota yang 50% Puskesmasnya melaksanakan

tatalaksana standar untuk penemuan kasus Pneumonia minimal 60% adalah 100%.

Pengklasifikasian Pneumonia pada balita ditentukan dengan melihat pada

napas balita. Demam pada anak batuk bukanlah kriteria klasifikasi pneumonia.

Spesifitas gejala ini & nilai prediksinya rendah. Adapun tatalaksana sesuai standar

untuk pengendalian Pneumonia adalah semua balita yang datang ke fasyankes dengan

5
keluhan batuk dan atau kesukaran bernapas harus dilakukan penghitungan napas dan

di lihat ada tidaknya tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam.

Target nasional cakupan penemuan kasus Pneumonia Kabupaten/Kota se

Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2019 sebesar 85% terlihat cakupan

tertinggi penemuan kasus Kabupaten Bangka 77,50% sedangkan cakupan terendah

Kabupaten Bangka Tengah 25,17%, Cakupan Penemuan Kasus Pneumonia

Kabupaten/Kota se Provinsi Kepulauan Bangka Belitung tahun 2019 belum

memenuhi target nasional 85%. Sedangkan kelengkapan laporan dengan target 100%

dapat di capai oleh Kabupaten/Kota di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

Pada tahun 2019 progres pengendalian dan penemuan kasus Pneumonia

teranalisa bahwa pada bulan januari 2019 kasus Pneumonia sebanyak 342 kasus di

kabupaten/kota, lonjakan kasus di bulan april 451 kasus dan terjadi penurunan kasus

pada bulan juli 259 kasus sedangkan bulan desember berjumlah 330 kasus. (Profil

Kesehatan Dinkes Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2019).

Berdasarkan Profil Kesehatan Bangka Belitung Tahun 2020, jumlah penduduk

usia balita di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung adalah sebanyak 112.979.000

orang. Angka kesakitan pneumonia untuk Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

adalah 6,05% dari jumlah balita yaitu sebesar 8.336 kasus. Dari target tersebut, pada

tahun 2020 diperoleh data sebanyak 2.119 balita (25,53%) terklasifikasi mengalami

Pneumonia dan Pneumonia berat. Hal ini dipengaruhi beberapa faktor resiko

penyebab terjadinya pneumonia pada balita antara lain pemberian ASI Eksklusif,

Status Gizi Balita, Status Imunisasi Balita, Paparan polusi udara dalam rumah, Berat

Badan Saat Lahir, Kepadatan penduduk dalam tempat tinggal.

Dari semua kunjungan balita batuk dan atau kesukaran bernapas di fasilitas

pelayanan kesehatan sebanyak 92,9% sudah dilakukan tatalaksana sesuai standar.

6
Sedangkan untuk data Kabupaten/kota 50% Puskesmasnya melaksanakan tatalaksana

standar untuk penemuan kasus Pneumonia minimal 60% adalah 100%. (Profil

Kesehatan Dinkes Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2020).

Berdasarkan Dinas kesehatan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung penyakit

pneumonia menempati dalam 10 besar penyakit tertinggi dirumah sakit dan

dipuskesmas daerah kepulauan bangka belitung. Dalam tiga tahun terakhir kasus

pneumonia pada balita di kabupaten bangka mengalami peningkatan, yaitu tahun

2019 dengan 1.482 Kasus, tahun 2020 dengan 943 kasus dan tahun 2021 menjadi

1.066 kasus. Selain itu, angka kematian (CFR) akibat pneumonia di Kabupaten

bangka tahun 2019 tidak ada kasus yang meninggal di rumah sakit, tahun 2020 tidak

ada kasus yang meninggal di puskesmas dan tahun 2021 tidak ada kasus yang

meninggal di rumah sakit dan puskesmas (Dinas kesehatan provinsi kepulauan bangka

belitung).

Untuk data dari laporan kunjungan pasien perpuskesmas di wilayah kabupaten

bangka tahun 2019, jumlah kasus pneumonia pada balita mencapai 1,465 kasus, yang

dimana untuk Puskesmas Sungailiat 252 kasus, Puskesmas Sinar Baru 24 kasus,

Puskesmas Kenanga 136 kasus, Puskesmas Pemali 202 kasus, Puskesmas Bakam 97

kasus, Puskesmas Belinyu 89 kasus, Puskesmas Gunung Muda 70 kasus, Puskesmas

Riau Silip 134 kasus, Puskesmas Batu Rusa 110 kasus, Puskesmas Puding Besar 100

kasus, Puskesmas Petaling 204 kasus, Puskesmas Penagan 45 kasus. (Dinas

Kesehatan Kabupaten Bangka Tahun 2019).

Untuk data dari laporan kunjungan pasien perpuskesmas di wilayah kabupaten

bangka tahun 2020, jumlah kasus pneumonia pada balita mencapai 912 kasus, yang

dimana untuk Puskesmas Sungailiat 172 kasus, Puskesmas Sinar Baru 2 kasus,

Puskesmas Kenanga 154 kasus, Puskesmas Pemali 33 kasus, Puskesmas Bakam 26

7
kasus, Puskesmas Belinyu 49 kasus, Puskesmas Gunung Muda 26 kasus, Puskesmas

Riau Silip 68 kasus, Puskesmas Batu Rusa 125 kasus, Puskesmas Puding Besar 46

kasus, Puskesmas Petaling 203 kasus, Puskesmas Penagan 8 kasus. (Dinas Kesehatan

Kabupaten Bangka Tahun 2020).

Untuk data dari laporan kunjungan pasien perpuskesmas di wilayah kabupaten

bangka tahun 2020, jumlah kasus pneumonia pada balita mencapai 1,066 kasus, yang

dimana untuk Puskesmas Sungailiat 207 kasus, Puskesmas Sinar Baru 2 kasus,

Puskesmas Kenanga 147 kasus, Puskesmas Pemali 50 kasus, Puskesmas Bakam 45

kasus, Puskesmas Belinyu 164 kasus, Puskesmas Gunung Muda 24 kasus, Puskesmas

Riau Silip 36 kasus, Puskesmas Batu Rusa 140 kasus, Puskesmas Puding Besar 78

kasus, Puskesmas Petaling 166 kasus, Puskesmas Penagan 7 kasus. (Dinas Kesehatan

Kabupaten Bangka Tahun 2021).

Berdasarkan Data Yang Di Peroleh Dari Puskesmas Sungailiat, bahwa angka

kejadian pneumonia pada balita terbilang fluktuasi setiap tahunnya yaitu pada tahun

2019 sebanyak 252 Kasus, pada tahun 2020 sebanyak 172 Kasus, pada tahun 2021

sebanyak 207 Kasus. Dan ada di tiga kelurahan kasus pneumonia tertinggi di daerah

kabupaten bangka yaitu kelurahan sungailiat, kelurahan srimenanti, kelurahan kuday.

(Puskesmas Sungailiat).

Kurangnya pengetahuan dan hygiene lingkungan yang dapat menjadi pemicu

terjangkitnya penyakit pneumonia. Upaya ini ditujukan untuk menurunkan angka

kesakitan serta mencegah akibat buruk lebih lanjut. Penyebaran penyakit pneumonia

terkait dengan pengetahuan, jenis kelamin, keberadaan perokok, penggunaan obat

nyamuk bakar dan kepadatan hunian rumah. masyarakat sangat erat hubungannya

dengan kebiasaan hidup bersih, sehat dan kesadaran keluarga terhadap bahaya

pneumonia. Tingginya angka kesakitan kejadian penyakit ini secara tidak langsung

8
juga terkait dengan perilaku masyarakat. Kejadian pneumonia ini erat kaitannya

dengan perilaku masyarakat yang berhubungan satu sama lain seperti pengetahuan,

jenis kelamin, keberadaan perokok, penggunaan obat nyamuk bakar dan kepadatan

hunian rumah.

Pada saat survey awal yang dilakukan di Wilayah Puskesmas Sungailiat

Bangka, masih kurangnya pengetahuan, jenis kelamin, keberadaan perokok,

penggunaan obat nyamuk bakar dan kepadatan hunian rumah. dalam melakukan

pencegahan pneumonia sehingga pada saat balita mengalami sesak napas yang parah

ibu tidak mengerti bagaimana cara mengatasinya, seharusnya kasih air hangat dahulu

kemudian diberi obat bila sesak nya tidak hilang juga baru langsung dibawa ke

Puskesmas Sungailiat. Maka dari itu kita harus mengedukasikan tentang pemahaman

ibu untuk mengetahui apa saja langkah-langkah dalam pencegahan pneumonia supaya

dapat menurunkan angka kejadian pneumonia. Karena pada saat ini masih tingginya

angka kejadian pneumonia berdasarkan data yang di peroleh dari Puskesmas

Sungailiat.

Berdasarkan latar belakang yang di kemukakan di atas, maka penulis tertarik

melakukan penelitian tentang “ Faktor-faktor yang berhubungan dengan

meningkatnya kejadian pneumonia pada anak balita di Wilayah Kerja Puskesmas

Sungailiat Tahun 2022 ”.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Dewi (2010) bahwa ada hubungan

Luas Ventilasi dengan kejadian pneumonia pada penelitian tersebut menunjukkan

bahwa risiko balita terkena pneumonia akan meningkat jika tinggal di rumah yang

luas ventilasi rumahnya tidak memenuhi syarat.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Merry Fanada (2012) bahwa ada

hubungan Status Imunisasi dengan kejadian pneumonia pada penelitian tersebut

9
didapatkan bahwa balita yang tidak mendapatkan imunisasi lengkap lebih banyak

menderita pneumonia dibandingkan dengan balita yang mendapatkan imunisasi

lengkap, ini dikarena kekebalan tubuh anak balita juga dipengaruhi oleh status

imunisasi, oleh karena itu imunisasi sangat penting karena peluang untuk terkena

penyakit terutama pneumonia lebih kecil dibandingkan dengan anak yang status

imunisasinya tidak lengkap.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nurjazuli (2012) bahwa ada

hubungan antara pemberian ASI Eksklusif dengan kejadian pneumonia pada

penelitian tersebut didapatkan bahwa ibu yang tidak memberikan ASI Eksklusif pada

balitanya lebih banyak yang menderita pneumonia dibandingkan dengan ibu yang

memberikan ASI Eksklusif, ini karena kekebalan tubuh anak balita juga tergantung

pada lamanya pemberian ASI, oleh karena itu ASI Eksklusif sangat penting karena

peluang untuk terkena penyakit terutama pneumonia lebih kecil dibandingkan dengan

anak yang tidak ASI Eksklusif.

B. Rumusan Masalah

Penelitian ini dilakukan karena berdasarkan data yang diperoleh dari

Puskesmas Sungailiat bahwa angka kejadian Pneumonia pada balita terbilang

fluktuasi dari tahun ketahunnya yaitu pada tahun 2019 sebanyak 252 Kasus, pada

tahun 2020 sebanyak 172 Kasus, pada tahun 2021 sebanyak 207 Kasus. Berdasarkan

latar belakang yang di kemukakan di atas, maka penulis tertarik melakukan penelitian

tentang “ Faktor-faktor yang berhubungan dengan meningkatnya kejadian pneumonia

pada anak balita di Wilayah Kerja Puskesmas Sungailiat Tahun 2022 ”.

10
C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk Mengetahui Faktor-faktor yang berhubungan dengan meningkatnya

kejadian pneumonia pada anak balita di Wilayah Kerja Puskesmas Sungailiat

Tahun 2022.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk Mengetahui hubungan antara pengetahuan orang tua tentang penyakit

pneumonia pada anak balita di Wilayah Kerja Puskesmas Sungailiat Tahun

2022.

b. Untuk Mengetahui hubungan antara jenis kelamin balita dengan penyakit

pneumonia pada anak balita di Wilayah Kerja Puskesmas Sungailiat Tahun

2022.

c. Untuk Mengetahui hubungan antara keberadaan perokok dengan penyakit

pneumonia pada anak balita di Wilayah Kerja Puskesmas Sungailiat Tahun

2022.

d. Untuk Mengetahui hubungan antara penggunaan obat nyamuk bakar dengan

penyakit pneumonia pada anak balita di Wilayah Kerja Puskesmas Sungailiat

Tahun 2022.

e. Untuk Mengetahui hubungan antara kepadatan hunian dengan penyakit

pneumonia pada anak balita di Wilayah Kerja Puskesmas Sungailiat Tahun

2022.

11
D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti

a. Dapat meningkatkan pengetahuan dalam pencegahan pneumonia yang telah

diperoleh di bangku kuliah dengan kenyataan yang ada di lingkungan.

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengalaman dalam

menganalisa permasalahan kesehatan terutama mengenai faktor-faktor

meningkatnya pneumonia pada anak balita di Wilayah Kerja Puskesmas

Sungailiat Tahun 2022.

2. Bagi Tempat Institusi

Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan untuk pegawai Tenaga kesehatan

dalam mengatasi upaya pencegahan pneumonia pada anak. Dan dapat memperhatikan

pengupayaan faktor-faktor yang dapat mengurangi kejadian penyakit pneumonia

sehingga kejadian pneumonia pada anak menurun.

3. Bagi Institusi Pendidikan

Bagi Institusi Pendidikan untuk menambah referensi dan ilmuan tentang

pengetahuan yang berkaitan dengan lingkup keperawatan anak, terutama di khususkan

pada pengetahuan, sikap dan upaya pencegahan penyakit pneumonia pada anak.

12

Anda mungkin juga menyukai