Anda di halaman 1dari 5

Handout Skolastisisme

Latar Belakang
 Skolastisisme sebagai sistem filosofis dan kecenderungan spekulatif dari berbagai
pemikir Kristen Abad Pertengahan , yang bekerja dengan latar belakang dogma agama
yang tetap , berusaha untuk memecahkan masalah filosofis umum yang baru, yaitu
tentang iman dan akal , kemauan dan kecerdasan, realisme dan nominalisme , dan
provabilitas keberadaan Tuhan, pada awalnya di bawah pengaruh tradisi mistik dan
intuisi filsafat patristik , terutama Augustinianisme, dan kemudian di bawah
Aristoteles.Dari masa Renaissance hingga setidaknya awal abad ke-19, istilah
Skolastisisme tidak berbeda dengan Namanya Abad Pertengahan , digunakan sebagai
ekspresi kesalahan dan penghinaan . Periode abad pertengahan secara luas dipandang
sebagai selingan yang tidak signifikan antara zaman kuno Yunani-Romawi dan zaman
modern, dan Skolastisisme biasanya dianggap menggambarkan filsafat yang disibukkan
dengan kehalusan steril, ditulis dalam bahasa Latin yang buruk , dan di atas semua itu
tunduk pada teologi Katolik Roma.
 Skolastisisme adalah nama sebuah periode di Abad Pertengahan yang dimulai sejak abad
ke-9 hingga abad ke-15. Masa ini ditandai dengan munculnya pemikiran filsafat yang
banyak dipraktekkan dan diajarkan di sekolah, biara, maupun universitas atas dasar
kurikulum internasional. Selain itu, skolastik juga menunjuk kepada metode tertentu,
yakni metode yang mempertanyakan dan juga menguji dalam berbagai hal secara kritis
dan rasional, diperdebatkan, lalu diambil pemecahannya. Ciri dari metode skolastik
adalah kerasionalan dari apa yang dihasilkan.Walaupun sering dikaitkan dengan seluruh
Gerakan Kristiani filsafat barat pada Abad Pertengahan, Skolastisisme lebih dikenal
sebagai filsafat Kristen Abad Pertengahan mulai tahun 1000 (Anselmus) hingga sekitar
tahun 1300 (sesudah Thomas Aquinas). Jika dikaitkan dengan seluruh gerakan Kristiani
Abad Pertengahan, dalam perkembangan Skolastisisme diperkirakan meluas hingga abad
ke 15 pada zaman St. Agustinus dan berakhir pada pertengahan abad ke 17. Pada zaman
itu, filsafat Aristoteles kembali berperan menggantikan Plotinos melalui beberapa filsuf
Islam, seperti Ibn Sina (Avicenna), Ibn Rushd (Averroes) dan Maimo Nides.
 Tema pokok ajaran skolastik adalah relasi atau hubungan antara iman dan akal budi,
adanya Tuhan dan hakikatNya, kaitan antropologi, etika, maupun politik. Dalam
skolastisisme diwarnai minat yang mendalam terhadap analisis logis dan bahasa. Hampir
semua cabang linguistic, logika, dan filsafat dikembangkan oleh skolastik. Tujuan utama
metode ini adalah membela ajaran Kristiani berdasarkan alkitab sebagai Sabda yang
sudah diwahyukan dan diajarkan oleh Allah sendiri, selain itu merupakan interprestasi
otoritatif dari Gereja, selain itu juga merupakan perluasan Alkitab, dan merupakan
pengetahuan yang sudah diakui umum karya penulis Kristen terdahulu. prinsip ajaranya
ialah Menyusun kembali pemikiran Aristoteles sedemikian rupa, sehingga konsisten dan
mendukung kepercayaan Kristen. Mensubordinasikan filsafat dengan iman,
Menggunakan pemikiran dan Teknik deduktif logika untuk mensistematisasi dan
membela iman Kristen.
Pembagian Skolastisisme
 Pertama, Zaman Pre – Skolastik, dimana tokoh filsuf hanya melanjutkan apa yang
mereka terima, yaitu tokoh filsuf yang bernama John Scotus Erigena (810 – 877 M)
tampil dalam periode ini dengan sistem idealis yang bernada panteistis.
 Kedua, Skolastisisme Awal (antara akhir abad ke 11 dan seluruh abad ke 12), dibuka oleh
Anselmus dari Cantebury yang sering disebut sebagai “Bapa Skolastisisme”, dan masalah
yang utama dan pokok adalah konsep yang bersifat universal.
 Ketiga, puncak dalam perkembangan Skolastisisme tampil dan muncul lewat Petrus
Abelardus yang mengembangkan posisi penengah antara nominalisme dan ultrarealisme.
Tokoh Skolastisisme
A. Thomas Aquinas
 Ia merupakan tokoh terbesar Skolastisisme, salah seorang suci gereja katolik Romawi dan
pendiri aliran yang dinyatakan menjadi filsafat resmi gereja katolik. Tahun 1245 belajar
pada Albertus Magnus. Pada tahun 1250 ia menjadi guru besar dalam ilmu agama di
Perancis dan Tahun 1259 menjadi guru besar dan penasehat istana.
 Karya Thomas Aquinas telah menandai taraf yang tinggi dan aliran Skolatisisme pada
abad pertengahan. Ia berusaha membuktikan bahwa iman Kristen secara penuh dapat
dibenarkan dengan pemikiran logis. Ia telah menerima pemikiran Aristoteles sebagai
otoritas tertinggi tentang pemikirannya yang logis.
 Menurut pendapatnya, semua kebenaran asalnya dari tuhan. Kebenaran diungkapkan
dengan jalan berbeda-beda, sedangkan iman berjalan diluar jangkauan pemikiran. Ia
menghimbau agar orang-orang untuk mengetahui hukum alamiah (pengetahuan) yang
terungkap dalam kepercayaan. Tidak ada kontradiksi antara pemikiran dan iman. Semua
kebenaran mulai timbul secara ketuhanan walaupun iman diungkapkan lewat beberapa
kebenaran yang berada diluar kekuatan pikir.
B. John Scotus Erigena adalah seorang Neoplatonis dalam filsafat dan seorang Augustanian
dalam ilmu agama. Dia menyatakan bahwa Tuhan adalah penyebab pertama segala hal.
Bahwa Tuhan menciptakan dunia sesuai rencana dan dunia merupakan bentuk pernyataan
akan keberadaannya. Scotus Erigena membangkitkan ajaran Neoplatonisme, dengan
keberadaan yang heirarki yang lambat laun membentuk kembali teologi abad
pertengahan. Dia membuat otoritas primal dan pemikiran skolastik antidates dengan
memberikan tempat kedua untuk mempertanyakan, menganggapnya sebagai
“Theophany” - sebuah manifestasi yang berfungsi sebagai pedoman menuju kenyataan.
Kesarjanan Yunani dan kemistikan Kristen terlalu hebat untuk memikat masa barbar
pada umumnya. Erigena adalah garis penghubung antara Neoplatoisme dan gereja abad
pertengahan.
C. John Salisbury adalah seorang ahli gerejawi asal Inggris dan kritikus seluruh pergerakan
Skolastik. John Salisbury memberikan informasi berharga tentang banyak sarjanawan.
Beliau menganggap keseluruhan pergerakan terlibat dalam kontroversi yang tak ada
hasilnya dan menuntut reformasi logika skolastik dalam karyanya Metalogicus. Semua
pengetahuan, dia deklarasikan, haruslah praktis. Dia menganjurkan independensi yang
absolut dari gereja dan negara dalam bukunya Policraticus.
D. Petrus Abelardus
Ia di lahirkan di Le Pallet, Prancis. Ia mempunyai kepribadian yang keras dan
pandangannya sangat tajam sehingga sering kali bertengkar dengan para ahli piker dan
pejabat gereja. Ia termasuk orang konseptualisme dan sarjana terkenal dalam sastra
romantik, sekaligus sebagai rasionalistik, artinya peranan akal dapat menundukan
kekuatan iman. Iman harus mau didahului akal. Yang harus dipercaya adalah apa yang
telah di setujui atau dapat di terima oleh akal.
Abelardus memberikan alasan bahwa berfikir itu berada di luar iman (di luar
kepercayaan). Karena itu berfikir merupakan sesuatu yang berdiri sendiri. Hal ini sesuai
dengan metode dialetika yang tanpa ragu-ragu di tunjukan dalam teologi, yaitu bahwa
teologi harus memberikan tempat bagi semua bukti-bukti. Dengan demikian, dalam
teologi itu iman hampir kehilangan tempat. Ia mencontohkan, seperti ajaran Trinitas juga
berdasarkan pada bukti-bukti, termasuk bukti dalam wahyu Tuhan.

E. Petrus Lombardus
Peter adalah murid dari Abelard yang mengikuti metode gurunya dalam sebuah buku
mengenai teologi, yang disebut Four Book Of Sentence. Radikalisme Abelard terlalu
tidak bijak dan tidak aman untuk ditiru. Sekolah baru dibutuhkan untuk menyetir
gerejawi dari heterodoksi. Kebutuhan ini ditemukan oleh Peter’s Sentence. Manual
disusun dari berbagai penulis dan menetap dengan doktrin gereja dan kepercayaannya.
Menyesuaikan kebutuhan zaman saat itu hingga nantinya publikasi Summa Theologica
oleh Thomas Aquinas.
F. Albert Magnus
Ia lahir dengan nama Albert von Bollstadt yang juga dikenal sebagai “doctor universialis”
dan “doctor magnus”, kemudia bernama Albert Magnus. Albert Magnus mempunyai
kepandaian luar biasa. Di universitas Padua ia belajar artes liberals, ilmu-ilmu
pengetahuan alam, kedokteran, filsafat aristoteles, belajar teologi di Bologna, dan masuk
ordo Dominican tahun 1223M kemudian masuk ke koin menjadi dosen filsafat dan
teologi. Terkhir ia di angkat sebagai uskup agung. Pola pemikirannya meniru Ibnu Rusyd
dalam menulis tentang Aristoteles. Dalam bidang ilmu pengetahuan, ia mengadakan
penelitian dalam bidang ilmu biologi dan ilmu kimia.
Istilah Disputatio
 Istilah “disputatio” pertama kali digunakan pada zaman abad pertengahan di Eropa,
dimana digunakan di lingkungan universitas-universitas untuk menyebut sebuah kegiatan
dialog antara dosen dan juga mahasiswanya. “Disputatio” sendiri kemudian diserap ke
dalam bahasa inggris menjadi “dispute” yang mempunyai arti membantah atau berdebat,
jadi dalam kegiatan “disputatio” terjadi sebuah dialog yang di dalamnya terdapat
perdebatan sehingga menimbulkan sebuah dialog yang hidup. Jadi bisa dikatakan bahwa
“disputatio” adalah “diskusi dialektik”.
 Universitas zaman pertengahan di Eropa mewajibkan dosen menyelenggarakan dialog
seminggu sekali. Mereka menamakan dialog demikian sebagai “disputatio”, istilah ini
pertama kali dicetuskan oleh Thomas Aquino. Sebagai bahan disputatio biasanya ada
orang yang menempatkan pikirannya. Dalam bahasa Latin kata “tesis” berarti
menempatkan atau mendudukkan sehingga kemudian penempatan pikiran untuk
disputatio dikenal sebagai tesis. Setelah disputatio, dosen melakukan kompilasi dari
pembicaraan pada hasil disputatio. Kompilasi ini dikenal sebagai dubium (jamak : dubia).
Dubia dapat digunakan sebagai bahan referensi di dalam universitas. Metoda Sokrates
yang menjadi dialog dan selanjutnya menjadi disputatio masih terus digunakan sampai
sekarang di dalam universitas dalam bentuk ujian tesis.

Sumber Pustaka
 https://delphipages.live/id/filsafat-agama/masalah-filsafat/scholasticism

 http://arti-definisi-pengertian.info/pengertian-skolastisisme/

 https://alienasikomunitas.wordpress.com/skolastisisme/

 http://ilhamfajaredu.com/2018/05/neo-scholatisisme.html

 http://harispradipta.com/2008/12/percikan-ilmu-metode-disputatio.html

Anda mungkin juga menyukai