Anda di halaman 1dari 42

PROPOSAL

HUBUNGAN MOTIVASI KERJA DENGAN KINERJA PERAWAT DI RUANG


RAWAT INAP RS GMIBM MONOMPIA
Digunakan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar
Sarjana Keperawatan (S.Kep)

Oleh :
SANDY

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN GRAHA MEDIKA


PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
KOTA KOTAMOBAGU
2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang

kesehatan pasal 1 ayat 6 mengamanatkan bahwa tenaga kesehatan adalah

setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta

memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan dibidang

kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk

melakukan upaya kesehatan.

Kesehatan merupakan sebuah kebutuhan yang sangat mendasar

bagi setiap orang. Namun, kesehatan seringkali menjadi hilir (dampak)

dari berbagai permasalahan yang dialami individu dan lingkungan

sekitarnya. Padahal, kesehatan merupakan modal awal bagi perkembangan

potensi individu dalam hidup (Depkes, 2018).

Teori klasik H. L. Bloom menyatakan bahwa ada 4 faktor yang

mempengaruhi derajat kesehatan secara berturut-turut, yaitu: 1) gaya hidup

(life style); 2) lingkungan (sosial, ekonomi, politik, budaya); 3) pelayanan

kesehatan; dan 4) faktor genetik (keturunan). Keempat determinan tersebut

saling berinteraksi dan mempengaruhi status kesehatan seseorang (Depkes,

2018).

Melihat begitu luas dan kompleksnya tugas dan fungsi dari perawat

di rumah sakit, maka rumah sakit membutuhkan SDM yang profesional

dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi yang menjadi tanggung

jawab perawat dalam melayani pasien. Pelayanan keperawatan yang

dilakukan kepada pasien di rumah sakit melalui asuhan keperawatan

diharapkan menjadi berdaya guna dan berhasil guna. Kinerja perawat


melalui pengelolaan asuhan keperawatan akan berhasil apabila memiliki

tanggung jawab, mempunyai pengetahuan tentang manajemen

keperawatan dan kemampuan memimpin orang lain di samping

pengetahuan dan keterampilan klinis yang harus dikuasainya pula

(Mangkunegara, 2004)

Peranan tenaga kesehatan dalam menyelenggarakan pelayanan

kesehatan sangatlah penting khususnya sebagai tenaga pelaksana

pelayanan kesehatan, sehingga wajar bila kinerja tenaga kesehatan sebagai

salah satu penentu keberhasilan dalam pelayanan kesehatan.

Tenaga kesehatan hendaknya mampu mempunyai sikap rasional

juga memiliki semangat pengabdi yang tinggi, kreatif, inovatif, berdisiplin,

berwawasan ilmu dan terampil serta dapat memegang teguh etika profesi

ketenagaan kesehatan.

Salah satu bagian tenaga kesehatan yang mempunyai peranan

penting dalam pemberian pelayanan kesehatan adalah perawat karena

pelayanan keperawatan merupakan salah satu faktor penentu baik

buruknya mutu dan citra rumah sakit, akan tetapi seperti yang kita lihat

diberbagai rumah sakit masih banyak perawat yang mempunyai kinerja

yang kurang baik.

Profesi keperawatan merupakan salah satu bagian integral dari sistem

kesehatan yang menjadi kunci utama disamping dokter dalam pemberian

pelayanan kesehatan di pusat pelayanan kesehatan maupun rumah sakit. Peran

dan tanggung jawab kedua profesi tersebut secara langsung berdampak pada

hasil akhir pelayanan klien (Sumijatun, 2010).


Perawat merupakan salah satu komponen yang mempunyai peranan

penting dalam memberikan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit lebih jauh

lagi perawat merupakan staf kesehatan yang mempunyai intensitas interaksi

yang paling tinggi dengan pasien dan keluarga dalam memberikan pelayanan

kesehatan. Karena itu kinerja perawat terus menjadi perhatian berbagai pihak.

Kinerja seorang perawat dapat dilihat dari mutu asuhan keperawatan yang

diberikan kepada pasien. Asuhan keperawatan berkualitas perlu berorientasi

pada hasil pasien yang lebih baik. Kondisi tersebut dapat tercapai apabila

ditunjang oleh sumber daya manusia yang memadai secara kualitas maupun

kuantitas. Sumber daya manusia profesi keperawatan merupakan faktor

terpenting dalam pelayanan rumah sakit, karena di hampir setiap negara

hingga 80% pelayanan kesehatan diberikan oleh perawat (Baumann, 2007).

Dalam garis besarnya faktor-faktor yang yang mempengaruhi kinerja

dapat digolongkan dalam dua hal, yaitu faktor internal dan faktor eksternal

(Abdullah, 2014). Salah satu faktor internal yang mempengaruhi kinerja

individu adalah motivasi.

Tugas tidak akan dapat diselesaikan dengan baik tanpa didukung oleh

suatu kemauan dan motivasi. Jika seorang telah melaksanakan tugas dengan

baik, maka dia akan mendapatkan kepuasan terhadap hasil yang dicapai dan

tantangan selama proses pelaksanaan. Kepuasan tersebut dapat tercipta

dengan strategi memberikan penghargaan yang dicapai, baik berupa fisik

maupun psikis dan peningkatan motivasi.

Setiap orang dalam melakukan suatu tindakan tertentu pasti didorong

oleh adanya motif tertentu. Motivasi biasanya timbul karena adanya

kebutuhan yang belum terpenuhi, tujuan yang ingin dicapai, atau karena

adanya harapan yang diinginkan. Motivasi kerja merupakan kombinasi


kekuatan psikologis yang kompleks dalam diri masing-masing orang. Setiap

individu mempunyai motivasi sendiri yang mungkin berbeda-beda (Wibowo,

2013).

Penurunan kinerja perawat dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor

terutama adalah faktor motivasi kerja dari perawat itu sendiri (Mangkunegara,

2004). Menurut Frenderik Hezbreng dalam kondisi tersebut dapat dipengaruhi

atas dua faktor antara lain faktor diri sendiri (internal) meliputi: kepuasan

dalam bekerja, penghargaan pribadi atau pengakuan, pekerjaan yang

menantang, keinginan berprestasi, keinginan maju, dan keinginan untuk

menikmati pekerjaan. Sedangkan faktor lingkungan (eksternal), meliputi:

hubungan dengan teman sejawat, suasana kerja, dan jaminan kerja. Maka bila

hal tersebut kurang optimal dapat berdampak terhadap prestasi kerja (kinerja)

yang akibatnya pada kepuasan kerja dan kepuasan pasien terhadap pelayanan

kesehatan yag telah diterimanya.

Dalam rangka mengoptimalkan mutu kinerja dan pelayanan kesehatan,

maka upaya untuk meningkatkan motivasi kerja yaitu dengan cara pemberian

penghargaan bagi yang mempunyai kemampuan yang lebih, menciptakan

lingkungan yang kondusif, menjalin hubungan baik dengan teman sejawat,

memberikan jaminan kerja, menjalin hubungan baik antara atasan dengan

bawahan, mengikutsertakan dalam seminar dan pelatihan-pelatihan. Dengan

adanya pelatihan-pelatihan tersebut tentunya akan disambut baik oleh banyak

karyawan atau perawat di Rumah Sakit tersebut.


Pelayanan kesehatan adalah upaya yang dilakukan secara sendiri

atau bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan

meningkatkan kesehatan, mencegah dan mengobati penyakit serta

memulihkan kesehatan yang ditujukan terhadap perorangan, kelompok dan

masyarakat.

Menurut Penta (2012) dalam skripsi Kartika Yanidrawati, S.kep,

”berdasarkan hasil buku raport kinerja perawat, secara garis besar

menunjukkan kelemahan terdapat pada pembuatan askep, yaitu pada

pengisian catatan keperawatan biasanya tidak sesuai dengan catatan

perkembangan”. Sebagai contoh, hasil diagnosa menunjukkan bahwa

nutrisi kurang dari kebutuhan, tetapi planningnya berbeda dengan hasil

diagnosa. Selain itu, kedisiplinan perawat di Ruang Rawat Inap RSUD

Kabupaten Bekasi juga mempengaruhi penilaian raport kinerja perawat.

Berdasarkan data rekap absensi bulan Agustus 2011, sebanyak 91,20%.

perawat Ruang Rawat Inap RSUD Kabupaten Bekasi datang terlambat.

Hal ini menunjukkan rendahnya kedisiplinan perawat dan mempengaruhi

terhadap penilaian buku raport kinerja perawat.

Rumah Sakit GMIBM Monompia Kotamobagu merupakan Rumah

Sakit Umum kelas tipe C yang mempunyai fasilitas dan kemampuan

pelayanan spesialistik dasar. Rumah Sakit GMIBM Monompia sebagai

tempat pelaksanaan pelayanan kesehatan dalam melaksanakan program

pembangunan kesehatan selalu berupaya untuk melakukan usaha-usaha

guna meningkatkan mutu pelayanannya. Pelaksanaan program

peningkatan pelayanan kesehatan akan berjalan lancar, efektif,

berdayaguna dan berhasil apabila perawat yang bertugas di Rumah Sakit

ini mempunyai motivasi kerja yang tinggi. Fenomena umum sering


terdengar keluhan di masyarakat bahwa profesi perawat di Rumah Sakit

Swasta menyebutkan bahwa perawat judes, kurang care dengan pasien,

perawat pembantu dokter dan sebagainya, semua ini menyudutkan profesi

perawat. Untuk RS GMIBM Monompia melalui kotak saran dan peneliti

sendiri mendengar ada keluhan dari masyarakat bahwa perawat kurang

ramah, kurang peduli kepada pasien, dimana kalau ada keluhan dari pasien

keluarga yang harus memanggil perawat ke ruang jaga, sedang yang aktif

ke pasien adalah mahasiswa yang praktik.

Adapun distribusi sumber daya manusia keperawatan berdasarkan

kualifikasi pendidikan tahun 2019 adalah S1 keperawatan 73 orang dan D3

keperawatan 90 orang sehingga jumlahnya sebesar 133 orang.

Dengan adanya data diatas maka saya sebagai penulis merasa

tertarik untuk melakukan penelitian di RS GMIBM Monompia mengingat

adanya keterkaitan erat antara kinerja dan motivasi dalam bekerja sehingga

dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan di RS GMIBM Monompia.


1.1 Rumusan Masalah

Dari latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka penulis dapat

merumuskan masalah “Apakah ada hubungan antara motivasi kerja dengan

kinerja perawat di ruang rawat inap RS GMIBM Monompia Kotamobagu?”

1.2 Tujuan Penelitian

1.2.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan antara motivasi kerja dengan kinerja perawat

diruang rawat inap RS GMIBM Monompia Kotamobagu.

1.2.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi motivasi kerja perawat di ruang rawat inap RS

GMIBM Monompia Kotamobagu.

2. Mengidentifikasi kinerja perawat di ruang rawat inap RS GMIBM

Monompia kotamobagu.

3. Menganalisis hubungan antara motivasi kerja dengan kinerja perawat

di ruang rawat inap RS GMIBM Monompia.

1.3 Manfaat Penelitian

1.3.1 Manfaat Teoritis

Diharapkan hasil penelitian ini bisa menambah wawasan tentang

hubungan antara motivasi kerja dengan kinerja perawat.

1.3.2 Manfaat Bagi Penulis

Dapat menambah wawasan dan pengetahuan serta pengalaman

dalam melakukan penelitian.

1.3.3 Manfaat Praktisi

1.4.3.1 Bagi Rumah Sakit

Memberikan masukan dan sumber informasi bagi pengelola Rumah

Sakit sebagai dasar strategi dalam peningkatan motivasi kerja perawat di


Instalasi Rawat Inap RS GMIBM Monompia Kotamobagu.

1.4.3.2 Bagi Perawat

Sebagai masukan dan pengetahuan untuk para perawat dalam

meningkatkan kinerja untuk lebih baik lagi.

1.4.3.3 Bagi Stikes Stikes Graha Medika


Menambah bahan wacanan perpustakaan di Stikes graha medika

yang dapat dijadikan untuk pengembangan ilmu pengetahuan serta dapat

dijadikan panduan bagi mahasiswa yang melanjutkan penelitian.

1.4.3.4 Bagi Peneliti Selanjutnya

Dapat dijadikan perbandingan dan pertimbangan untuk melakukan

penelitian-penelitian ditempat lain yang berkaitan dengan penelitian ini


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Motivasi

Motivasi pada dasarnya adalah kondisi mental yang mendorong

dilakukannya suatu tindakan (action/activities) dan memberikan kekuatan

(energy) yang mengarah kepada pencapaian kebutuhan, memberi kepuasan, atau

mengurangi ketidakseimbangan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa

motivasi kerja adalah sesuatu yang menimbulkan dorongan atau semangat kerja.

Dorongan atau semangat kerja sangat dipengaruhi oleh faktor atasan/pimpinan,

teman kerja, sarana fisik, kebijakan/aturan, imbalan, jenis pekerjaan, dan

tantangan (Ravianto, 2008).

Motivasi kerja adalah sesuatu yang menimbulkan dorongan atau

semangat kerja atau dengan kata lain pendorong semangat kerja. Dengan

dorongan dimaksudkan agar dapat memberikan desakan yang alami untuk

memuaskan kebutuhan-kebutuhan hidup, dan merupakan kecenderungan untuk

mempertahankan hidup. Kunci terpenting untuk itu tak lain adalah “pengertian

mendalam tentang manusia”. Untuk menghindari kekurang tepatan menggunakan

istilah motivasi perlu kiranya dikemukakan oleh Manullang dalam (Martoyo,

2007).

2.1.1 Konsep Motivasi

Menurut A.H. Maslow dalam Rivai (2005) mengemukakan teori kebutuhan

yang dikenal dengan Hierarki Kebutuhan Abraham Maslow yakni:


1. Fisiologis

2. Keamanan

3. Sosial

4. Penghargaan

5. Aktualisasi diri

2.1.2 Tujuan Motivasi

Tujuan motivasi menurut Malayu Hasibuan (2007) antara lain sebagai

berikut:

1. Meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan

2. Meningkatkan produktivitas kerja karyawan

3. Mempertahankan kestabilan karyawan perusahaan

4. Meningkatkan kedisiplinan karyawan

5. Mengefektifkan pengadaan karyawan

6. Menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik

7. Meningkatkan loyalitas, kreativitas, dan partisipasi karyawan

8. Meningkatkan tingkat kesejahteraan karyawan

9. Mempertinggi rasa tanggung jawab karyawan terhadap tugas- tugasnya

10. Meningkatkan efisiensi penggunaan alat-alat dan bahan baku.

2.1.3 Tipe-tipe Motivasi

Motivasi merupakan fenomena hidup yang banyak corak dan ragamnya.

Secara umum motivasi diklasifikasikan kedalam 4 (empat) jenis yang satu

sama lain memberi warna terhadap aktivitas manusia. Jenis-jenis motivasi


menurut Hasibuan (2007) :

a. Motivasi Positif (insentif positif) artinya manajer memotivasi bawahan

dengan memberikan hadiah kepada mereka yang berprestasi baik.

Dengan motivasi positif ini, semangat kerja bawahan akan meningkat

karena manusia pada umumnya senang menerima yang baik-baik saja.

b. Motivasi negatif (insentif negatif) artinya manajer memotivasi

bawahannya dengan memberikan hukuman kepada mereka yang

pekerjaannya kurang baik (prestasinya rendah). Dengan motivasi yang

negatif ini semangat kerja bawahan dalam waktu pendek akan meningkat

karena mereka takut dihukum, namun untuk jangka panjang dapat

berakibat kurang baik. Dalam praktek kedua jenis motivasi diatas sering

digunakan oleh manajer suatu perusahaan. Penggunaanya harus tepat dan

seimbang, supaya dapat meningkatkan semangat kerja pegawai. Motivasi

positif efektif untuk jangka panjang, sedangkan motivasi negatif untuk

jangka pendek saja.

2.1.4 Alat-alat motivasi

Alat – alat motivasi menurut Hasibuan (2009) :

a. Materiil Insentif yaitu alat motivasi yang diberikan itu berupa uang atau

barang yang mempunyai nilai pasar; jadi memberikan kebutuhan ekonomis,

Misalnya: Kendaraan, rumah dan lain-lainnya.

b. Non materiil insentif yaitu alat motivasi yang diberikan itu berupa

barang/benda yang tidak ternilai; jadi hanya memberikan kepuasan atau

kebanggaan rohani saja, Misalnya: medali, piagam, bintang jasa, dan lain-
lainnya.

a. Kombinasi materiil dan non materiil insentif yaitu alat motivasi yang

diberikan itu berupa materiil (uang dan barang) dan non materil (medali

dan piagam), jadi memenuhi kebutuhan ekonomis dan

kepuasan/kebanggaan rohani.

2.1.5 Teori Teori Motivasi

1. Teori Abrahan H. Maslow

Maslow berpendapat bahwa tindakan atau tingkah laku manusia pada suatu

saat ditentukan oleh kebutuhan yang paling mendesak. Jika pada suatu saat

kebutuhan primer terpenuhi, maka orang akan memenuhi kebutuhan pada

tingkat yang lebih tinggi. Hirarki kebutuhan menurut Abraham H. Maslow

adalah :

1.) Kebutuhan fisiologis

Perwujudan paling nyata dari kebutuhan fisiologis adalah adanya

kebutuhan pokok manusia yaitu pangan, sandang dan perumahan.

2.) Kebutuhan akan keamanan

Kebutuhan keamanan harus dilihat dalam arti luas, tidak hanya dalam arti

keamanan fisik, akan tetapi juga keamanan psikologis dan perlakuan adil

dalam pekerjaan atau jabatan seseorang serta jaminan keselamatan kerja.

3.) Kebutuhan sosial

Perwujudan kebutuhan sosial antara lain adanya pengakuan akan

keberadaan seseorang, peghargaan atas harkat dan martabat sebagai


manusia.

4.) Kebutuhan penghargaan

Kebutuhan penghargaan yaitu kebutuhan akan harga diri, harkat dan

martabat, status kedudukan, prestasi, hingga orang selalu ingin lebih baik

dari orang lain.

5.) Kebutuhan aktualisasi diri

Tampak pada keinginan untuk mengembangkan diri dan memberikan

sumbangsih yang lebih bagi kepentingan organisasi melalui kemampuan

kerja yang semakin meningkat

(Faiz, 2009).

2.1.6 Faktor-faktor Motivasi kerja

Motivasi seorang pekerja untuk bekerja biasanya merupakan hal yang

rumit, karena motivasi melibatkan faktor-faktor individu dan faktor-faktor

organisasi. Faktor-faktor yang sifatnya individu adalah kebutuhan, tujuan-

tujuan, sikap dan kemampuan. Sedangkan yang tergolong pada faktor-faktor

yang berasal dari organisasi meliputi pembayaran atau gaji, keamanan pekerja,

pengawasan, pujian dan pekerjaan itu sendiri. Orang akan mau bekerja keras

dengan harapan ia akan dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan-

keinginannya dari hasil pekerjaannya. Sejalan dengan hal itu Peterson dan

Plowman mengatakan bahwa yang dimaksud keinginan-keinginan itu adalah :

a. The desire to live, artinya keinginan untuk hidup merupakan keinginan utama

dari setiap orang; manusia bekerja untuk dapat makan dan makan untuk dapat

melanjutkan hidupnya.
b. The desire for posession, artinya keinginan untuk memiliki sesuatu merupakan

keinginan manusia yang kedua dan ini salah satu sebab mengapa manusia mau

bekerja.

c. The desire for power, artinya keinginan akan kekuasaan merupakan keinginan

selangkah di atas keinginan untuk memiliki, mendorong orang mau bekerja.

d. The desire for recognation, artinya keinginan akan pengakuan merupakan

jenis terakhir dari kebutuhan dan juga mendorong orang untuk bekerja.

Mengacu kepada pendapat tersebut di atas, maka dapat

dikatakan bahwa setiap orang mempunyai keinginan dan kebutuhan tertentu

dan berusaha melaksanakan pekerjaan untuk mengejar dan mewujudkan

keinginan serta kebutuhan tersebut sehingga pada akhirnya mengharapkan

kepuasan dari hasil kerja itu.

(Martoyo, 2007)
dikatakan bahwa setiap orang mempunyai keinginan dan kebutuhan tertentu

dan berusaha melaksanakan pekerjaan untuk mengejar dan mewujudkan

keinginan serta kebutuhan tersebut sehingga pada akhirnya mengharapkan

kepuasan dari hasil kerja itu.

(Martoyo, 2007)

2.1.7 Kekuatan-kekuatan Motivasi

Ada 6 (enam) kekuatan motivasi menurut Arep dan Tanjung (2004)

yang harus dimiliki oleh setiap karyawan yaitu :

1. Kekuatan Aqidah (keyakinan)

Kekuatan ini adalah kekuatan yang paling mendasar pada diri manusia.
Orang yang berkeyakinan lemah tidak dapat melakukan sesuatu yang baik.

Hanya dengan keyakinan yang kuatlah orang akan termotivasi dalam

melakukan pekerjaan.

2. Kekuatan Organisatoris

Yang dimaksud dengan kekuatan ini adalah bagaimana seseorang melakukan

pekerjaan dengan manajemen yang baik. Seseorang akan lebih termotivasi

jika suatu pekerjaan dikelola dengan baik.

3. Kekuatan Intelektual

Kekuatan intelektual berhubungan erat dengan pesimisme dan optimis.

Seseorang yang intelektuannya rendah, akan pesimis menghadapi suatu

pekerjaan yang dipercayakan kepadanya. Sebaliknya, jika orang tersebut

memiliki intelektual yang tinggi, dia akan optimis dan dapat menyelesaikan

pekerjaannya dengan baik. Maka dengan intelektual yang tinggi, seseorang

akan lebih termotivasi dalam melakukan pekerjaannya.

4. Kekuatan Teknokrat

Kekuatan ini erat dengan teknologi. Semakin kuat penguasaan seseorang

terhadap teknologi untuk suatu pekerjaan, semakin termotivasi ia

melaksanakan pekerjaannya.

5. Kekuatan Demokratik

Kekuatan ini erat dengan sikap atau gaya seseorang. Dengan memiliki

kekuatan demokratik, maka semua pekerjaan dapat dilakukan sendirian,

tetapi kekuatan ini merujuk kepada kekuatan tim. Orang bijak mengatakan,

“no one of us as all of us”, artinya tak seorang pun dari kita sekuat semua
kita. Dengan kata lain, tidak ada individu yang hebat segala-galanya. Akan

tetapi harusada kekuatan tim yang saling menutupi masing-masing

kekurangan individu dari anggota.

2.1.8 Pengukuran Motivasi Kerja

Teknik pengukuran motivasi kerja salah satu caranya adalah dengan

menggunakan teori pengharapan (expectation theory). Teori pengharapan

mengemukakan bahwa adalah bermanfaat untuk mengukur sikap para individu

guna membuat diagnosis permasalahan motivasi. Pengukuran dilakukan dengan

melalui daftar pertanyaan. Pengukuran semacam ini dapat membantu

manajemen tenaga kerja mengerti mengapa tenaga kerja terdorong untuk

bekerja atau tidak, apa yang merupakan kekuatan motivasi di berbagai bagian

dalam perusahaan atau

instansi, dan seberapa jauh berbagai cara pengubahan dapat efektif dalam

memotivasikan kinerja para tenaga kerja (Siswanto Sastrohadiwiryo, 2003).

2.1.9 Cara Memotivasi

Para ahli banyak mengungkapkan tentang teknik memotivasi bawahan

antara lain menggunakan beberapa pendekatan sebagai berikut (Suyanto (2008):

Bersikap baik (the be good approch) dengan cara menciptakan kondisi kerja

yang baik seperti tunjangan, gaji, dan bonus yang tinggi.

1. Menggunakan kekerasan (the strong approach) yaitu pemimpin

menggunakan wewenangnya untuk menekan bawahan.

2. Perundingan implisit (implicit bargaining) melalui perundingan antara


bawahan dan atasan terhadap hasil kerja yang dicapai sesui dengan imbalan

yang akan diberikan.

3. Kompetisi (competition) diberikan kesempatan pada seseorang untuk

melakukan pekerjaannya sebaik mungkin sesui dengan kemampuannya.

4. Internalisasi (internalized motivation), yaitu pertimbangan terhadap

ketrampilan, kebebasan, perhatian dan percaya diri yang dimiliki.

2.1.10 Indikator Motivasi Kerja

Menurut Hamzah B. Uno dimensi dan indikator motivasi kerja dapat

dikelompokan sebagai berikut:

1. Motivasi internal, diantaranya : tanggung jawab dalam melaksanakan

tugas, melaksanakan tugas dengan target yang jelas, memiliki tujuan yang

jelas dan menantang, ada umpan balik atas hasil pekerjaannya, memiliki

rasa senang dalam bekerja, selalu berusaha mengungguli orang lain,

diutamakan prestasi dari apa yang dikerjakannya.

2. Motivasi eksternal, diantaranya: selalu berusaha memenuhi kebutuhan

hidup dan kebutuhaan kerjanya, senang memperoleh pujian dari apa yang

dikerjakannya, bekerja dengan ingin memperoleh insentif, bekerja dengan

harapan ingin memperoleh perhatian dari teman dan atasan.

(Astuti, 2017).

2.2 Pengertian Kinerja

Kinerja berasal dari terjemahan kata performance (bahasa inggris) yang berarti

hasil pekerjaan (presentasi kerja). Namun sebenarna kinerja ini mempunyai arti

yang lebih luas, bukan hanya hasil kerja (prestasi kerja), tetapi termasuk bagaimana
proses pekerjaan itu berlangsung. Dengan demikian maka kinerja itu adalah

berkenaan dengan melakukan pekerjaan dan hasil yang dicapai pekerjaan tersebut

juga bisa dipahami kinerja itu berkenaan

dengan apa yang dikerjakan dan bagaimana cara mengerjakannya (Abdullah, 2014).

Kinerja merupakan hasil pekerjaan seseorang karyawan selama periode tertentu

dibandingkan dengan berbagai kemungkinan misalnya standar, target/sasaran atau

kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama. (Lubis,

Elinar, 2009 dalam Wibowo, 2009).

2.2.1 Tujuan Kinerja

a. Memperoleh peningkatan kinerja yang berkelanjutan.

b. Mendorong perubahan yang lebih berorientasi kinerja.

c. Meningkatkan motivasi dan komitmen karyawan.

d. Mendorong untuk mengembangkan kemampuan.

e. Membangun hubungan yang terbuka.

(Abdullah, 2014).

2.2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja

Dalam garis besarnya faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja itu dapat

digolongkan dalam dua hal, yaitu :

a. Faktor internal organisasi.

Antara lain meliputi faktor yang ada dalam diri, pengetahun dan keterampilan,

kompensasi yang dimiliki masing-masing, motivasi kerja, dan kepuasan kerja.

b. Faktor eksternal organisasi.

Antara lain meliputi faktor fluktuasi nilan rupiah terhadap dolar AS, kenaikan
harga BBM dalam negeri, kenaikan suku bunga BI dan suku

bunga bank-bank nasional dan komersial lainnya, kondisi dan situasi

kepemimpian yang kurang favorable. Dari semua faktor mau tidak mau

mengganggu konsentrasi kerja dan berdampak pada penurunan kinerja

(Abdullah, 2014).

Menurut Syair (2009), faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja adalah:

1) Sikap kerja, seperti kesediaan untuk bekerja secara bergiliran (shif work)

bekarja dalam suatu tim.

2) Tingkat ketrampilan, yang ditentukan oleh pendidikan, latihan dalam

manajemen dan supervisi serta ketrampilan dalam tehnik profesi.

3) Hubungan antara tenaga kerja dan pimpinan unit operasi.

4) Manajemen kinerja atau produktifitas yaitu manajemen yang efesien yaitu

dengan cara mengenali serta menghormati dan menghargai dan melindunggi

karyawan untuk mencapai peningkatan prestasi kerja.

5) Efisien tenaga kerja, seperti perencanaan tenaga kerja.

6) Kreatifitas dalam bekerja dan berada jalur yang benar dalam kerja.

Di samping hal tersebut diatas terdapat berbagai yang dapat mempengaruhi

prestasi kerja/produktivitas kerja antara lain (Wibowo: 2009) meliputi :

1) Sikap mental

Berupa motivasi kerja dan etika kerja.


2) Pendidikan

Pada umumya orang yang mempunyai pendidikan lebih tinggi akan

mempunyai wawasan yang lebih luas.

3)Keterampilan
Pada aspek tertentu apabila tenaga kerja semakin trampil, maka akan lebih

mampu bekerja serta menggunakan fasilitas kerja dengan baik. Tenaga kerja

akan menjadi lebih trampil apabila mempunyai kecakapan

/ kemampuan / ability dan pengalaman kerja yang cukup.

4)Manajemen

Sistim yang diterapkan oleh pimpinan kepada bawahannya, apabila tepat akan

menimbulkan semangat yang lebih tinggi sehingga kinerja bawahan semakin

meningkat.

5)Hubungan inter personal (HIP)

Dengan penerapan hubungan antar personal yang baik dan pengakuan, maka

akan menciptakan ketenangan kerja, memberikan motivasi kerja, sehingga

meningkatkan prestasi kerja.

6)Tingkat penghasilan

Apabila tingkat kerja memadai maka dapat menimbulkan kosentrasi kerja dan

kemampuan yang dimiliki dan dapat dimanfatkan untuk meningkatkan

kuwalitas kerja.

7)Kebutuhan gizi dan kesehatan

Apabila tenaga kerja dapat terpenuhi kebutuhan gizi dan berbadan sehat, maka

akan lebih kuat bekerja dan semangat kerja yang tinggi dalam meningkatkan

kuwalitas kerja.

Berikut ini adalah faktor-faktor individu yang berhubungan dengan kinerja:

1. Umur
Hubungan kinerja dengan umur sangat erat kaitannya, alasanya adalah adanya

keyakinan yang meluas bahwa kinerja merosot dengan meningkatnya usia.

Pada karyawan yang berumur tua juga dianggap kurang luwes dan menolak

teknologi baru. Namun di lain pihak ada sejumlah kualitas positif yang ada

pada karyawan yang lebih tua, meliputi pengalaman, pertimbangan, etika kerja

yang kuat, dan komitmen terhadap mutu.

2. Jenis Kelamin

Tidak ada perbedaan yang konsisten antara pria dan wanita dalam kemampuan

memecahkan masalah, ketrampilan analisis, dorongan kompetitif, sosiabilitas,

atau kemampuan belajar. Namun studi-studi psikologi telah menemukan

bahwa wanita lebih bersedia untuk mematuhi wewenang, dan pria lebih

agresif dan lebih besar kemungkinaanya dari pada wanita dalam memiliki

pengharapan untuk sukses. Masih terdapat debat soal perbedaan pria dan

wanita mengenai prestasi dalam pekerjaan, absensi, dan tingkat pergantian.

Tidak ada

data pendukung yang menyatakan bahawa pria atau wanita adalah pekerja

yang lebih baik. Hanya dalam bidang absensi perbedaan sering ditemukan.

Wanita mempunyai tingkat absensi yang lebih tinggi.

3. Masa kerja

Masa kerja ternyata berhubungan secara negatif dengan keluar masuknya

karyawan dan kemangkiran, manun memiliki hubungan yang positif terhadap

produktifitas kerja. Masa kerja yang lama akan cenderung membuat seorang

karyawan merasa betah dalam suatu organisasi, hal ini disebabkan diantaranya
karena telah beradapatasi dengan lingkungannya yang cukup lama sehingga

seseorang karyawan akan merasa nyaman dengan pekerjaanya.

4. Tingkat Pendidikan

Dengan bertambahnya tingkat pendidikan atau jenjang pendidikan maka akan

meningkat pula kemampuan dan ketrampilan seseorang. Banyak penelitian

menemukan hubungan yang negatif antara tingkat pendidikan dengan kinerja.

Hal tersebut lebih disebabkan karena perbedaan harapan pekerja yang

berpendidikan tinggi cenderung berpengharapan mendapatkan penghasilan

yang lebih tinggi.

5. Status Perkawinan

Seorang tenaga kerja yang menikah lebih sedikit absensinya, mengalami

pergantian yang lebih rendah dan lebih puas dengan pekerjaan mereka dari

pada rekan sekerjanya yang masih bujangan. Perkawinan memaksakan

peningkatan tanggung jawab yang dapat

membuat yang dapat membuat suatu pekerjaan yang tetap menjadi lebih

berharga dan penting.

6. Ras atau Suku Bangsa Perawat

Pada studi flaugher, campbell dan pike menunjukkan bahwa supervisor yang

mengadakan penilaian kinerja bagi orang kulit hitam dan kulit putih ternyata,

orang yang berkulit hitam memiliki kinerja yang lebih tinggi dibandingkan

dengan rekan-rekan kerja yang berkulit putih.

2.2.3 Faktor-faktor yang Membangun Kinerja

Ada sejumlah faktor apabila diperhatikan dan dilaksanakan dengan


sungguh-sungguh akan memberikan kontribusi dalam membangun kinerja.

Dari sekian banyak faktor tersebut ada empat faktor yang paling dominan.

Keempat faktor dimaksud adalah sebagai berikut :

a. Kompetensi

b. Pemberdayaan

c. Kompensasi

d. Penghargaan (Abdullah,

2014).

2.2.4 Pengukuran Kinerja

Pengukuran kinerja adalah tindakan pengukuran yang dilakukan

terhadap berbagai aktivitas dalam rantai nilai yang ada pada perusahaan.

Pengukuran kinerja merupakan salah satu faktor yang

amat penting bagi suatu organisasi, pengukuran kinerja bermanfaat untuk :

a. Menelusuri kinerja terhadap harapan pelanggan sehingga akan membawa

perusahaan lebih dekat pada pelanggannya dan membuat seluruh orang

dalam organisai terlibat dalam upaya memberi kepuasan kepada

pelanggan.

b. Memotivasi pegawai untuk melakukan pelayanan sebagai bagian dari

mata rantai pelanggan dan pemasok internal.

c. Mengidentifikasi berbagai pemborosan sekaligus mendorong upaya-upaya

pengurangan terhadap pemborosan tersebut.

d. Membuat suatu tujuan strategis yang biasanya masih kabur menjadi lebih

konkret sehingga mempercepat proses pembelajaran organisasi.


e. Membangun konsensus untuk melakukan suatu perubahan dengan

memberi ”reward” atas perilaku yang diharapkan tersebut.

Dari beberapa pengertian dan penjabaran tentang pentingnya pengukuran

kinerja yang telah dikemukakan, dapat disimpulkan bahwa pengukuran

kinerja dapat dijadikan sebagai ukuran keberhasilan suatu organisasi dalam

kurun waktu tertentu dan hasil pengukuran kinerja dapat dijadikan sebagai

masukan untuk perbaikan dan peningkatan organisasi di masa yang akan

datang (Sony, 2004).

2.3 Pengertian Perawat

Perawat adalah mereka yang memiliki kemampuan dan kewenangan

melakukan tindakan keperawatan berdasarkan ilmu yang dimilikinya yang diperoleh

melalui pendidikan keperawatan. Seorang perawat dikatakan profesional jika

memiliki ilmu pengetahuan, ketrampilan keperawatan profesional serta memiliki

sikap profesional sesuai kode etik profesi. Menegaskan bahwa yang dimaksud

dengan keterampilan profesional keperawatan bukan sekedar terampil dalam

melakukan prosedur keperawatan, ttapi mencakup keterampilan interpersonal,

keterampilan intelektual dan keterampilan teknikal. (Harlen, 2008)

Menurut Setiyana (2013) mengatakan bahwa banyak ditemukan fenomena di

rumah sakit adanya perawat yang tidak sabar, suka marah, berbicara ketus dengan

pasien dan keluarga pasien, bahkan terjadi kelalaian dalam bekerja seperti kesalahan

dalam pemberian obat, dan keterlambatan dalam melakukan injeksi. Hal ini tentu

sangat berlawanan dengan tugas dan kewajiban sebagai seorang perawat yang harus

memberikan pelayanan prima pada pasien. Tugas dan tanggung jawab perawat
bukan hal yang ringan untuk dilakukan. Menurut Danang (2009) perawat

bertanggung jawab terhadap tugas fisik, administratif, menghadapi kecemasan, dan

keluhan yang muncul dari pasien, serta dituntut untuk selalu tampil sebagai profil

perawat yang baik oleh pasiennya. Selain itu, perawat juga dibebani tugas tambahan

lain dan sering melakukan kegiatan yang bukan kegiatan perawat.

2.3.1 Hak dan Kewajiban Perawat

Hak dan Kewajiban Perawat dalam undang-undang nomor 38 tahun

2014 Bab VI tentang keperawatan sebagai berikut :

Perawat dalam melaksanakan Praktik Keperawatan berhak (Pasal 36) :

a) memperoleh pelindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai

dengan standar pelayanan, standar profesi, standar prosedur operasional,

dan ketentuan Peraturan Perundang-undangan;

b) memperoleh informasi yang benar, jelas, dan jujur dari Klien dan/atau

keluarganya.

c) menerima imbalan jasa atas Pelayanan Keperawatan yang telah diberikan;

d) menolak keinginan Klien atau pihak lain yang bertentangan dengan kode

etik, standar pelayanan, standar profesi, standar prosedur operasional, atau

ketentuan Peraturan Perundang-undangan; dan

e) memperoleh fasilitas kerja sesuai dengan standar.

Perawat dalam melaksanakan Praktik Keperawatan berkewajiban (Pasal

37) :

a) melengkapi sarana dan prasarana Pelayanan Keperawatan sesuai dengan

standar Pelayanan Keperawatan dan ketentuan Peraturan Perundang-


undangan;

b) memberikan Pelayanan Keperawatan sesuai dengan kode etik, standar

Pelayanan Keperawatan, standar profesi, standar prosedur operasional, dan

ketentuan Peraturan Perundang-undangan;

a) merujuk Klien yang tidak dapat ditangani kepada Perawat atau tenaga

kesehatan lain yang lebih tepat sesuai dengan lingkup dan tingkat

kompetensinya;

b) mendokumentasikan Asuhan Keperawatan sesuai dengan standar;

c) memberikan informasi yang lengkap, jujur, benar, jelas, dan mudah

dimengerti mengenai tindakan Keperawatan kepada Klien dan/atau

keluarganya sesuai dengan batas kewenangannya;

d) melaksanakan tindakan pelimpahan wewenang dari tenaga kesehatan lain

yang sesuai dengan kompetensi Perawat; dan

e) melaksanakan penugasan khusus yang ditetapkan oleh Pemerintah.

2.1.1 Tugas dan Wewenang Perawat

Tugas dan wewenang perawat dalam undang-undang nomor 38 tahun 2014

tentang keperawatan sebagai berikut :

Pada pasal 29 antara lain adalah sebagai berikut:

1. Dalam menyelenggarakan Praktik Keperawatan, Perawat bertugas sebagai:

a) pemberi Asuhan Keperawatan;

b) penyuluh dan konselor bagi Klien;

c) pengelola Pelayanan Keperawatan;

d) peneliti Keperawatan;
e) pelaksana tugas berdasarkan pelimpahan wewenang; dan/atau

f) pelaksana tugas dalam keadaan keterbatasan tertentu.


2. Tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan secara

bersama ataupun sendiri-sendiri.

3. Pelaksanaan tugas Perawat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus

dilaksanakan secara bertanggung jawab dan akuntabel.

Pada pasal 30 antara lain adalah sebagai berikut:

1. Dalam menjalankan tugas sebagai pemberi Asuhan Keperawatan di bidang

upaya kesehatan perorangan, Perawat berwenang:

a) melakukan pengkajian Keperawatan secara holistik;

b) menetapkan diagnosis Keperawatan;

c) merencanakan tindakan Keperawatan;

d) melaksanakan tindakan Keperawatan;

e) mengevaluasi hasil tindakan Keperawatan;

f) melakukan rujukan;

g) memberikan tindakan pada keadaan gawat darurat sesuai dengan

kompetensi;

h) memberikan konsultasi Keperawatan dan berkolaborasi

dengan dokter;

i) melakukan penyuluhan kesehatan dan konseling; dan

j) melakukan penatalaksanaan pemberian obat kepada Klien sesuai

dengan resep tenaga medis atau obat bebas dan obat bebas terbatas.

2. Dalam menjalankan tugas sebagai pemberi Asuhan Keperawatan d bidang


upaya kesehatan masyarakat, Perawat berwenang:

a) melakukan pengkajian Keperawatan kesehatan masyarakat di tingkat

keluarga dan kelompok masyarakat;

b) menetapkan permasalahan Keperawatan kesehatan masyarakat;

c) membantu penemuan kasus penyakit;

d) merencanakan tindakan Keperawatan kesehatan masyarakat;

e) melaksanakan tindakan Keperawatan kesehatan masyarakat;

f) melakukan rujukan kasus;

g) mengevaluasi hasil tindakan Keperawatan kesehatan

masyarakat;

h) melakukan pemberdayaan masyarakat;

i) melaksanakan advokasi dalam perawatan kesehatan

masyarakat;

j) menjalin kemitraan dalam perawatan kesehatan masyarakat;

k) melakukan penyuluhan kesehatan dan konseling;

l) mengelola kasus; dan

m) melakukan penatalaksanaan Keperawatan komplementer dan alternatif

Pada pasal 31 antara lain adalah sebagai berikut:

1. Dalam menjalankan tugas sebagai penyuluh dan konselor bagi Klien,

Perawat berwenang:

a) melakukan pengkajian Keperawatan secara holistik di tingkat

individu dan keluarga serta di tingkat kelompok masyarakat;

b) melakukan pemberdayaan masyarakat;


c) melaksanakan advokasi dalam perawatan kesehatan
masyarakat;

d) menjalin kemitraan dalam perawatan kesehatan masyarakat; dan

e) melakukan penyuluhan kesehatan dan konseling.

2. Dalam menjalankan tugasnya sebagai pengelola Pelayanan

Keperawatan, Perawat berwenang:

a) melakukan pengkajian dan menetapkan permasalahan;

b) merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi Pelayanan

Keperawatan; dan

c) mengelola kasus.

3. Dalam menjalankan tugasnya sebagai peneliti Keperawatan, Perawat

berwenang:

a) melakukan penelitian sesuai dengan standar dan etika;

b) menggunakan sumber daya pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan atas

izin pimpinan; dan

c) menggunakan pasien sebagai subjek penelitian sesuai dengan etika

profesi dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

2.1.1 Tanggung Jawab Perawat

Tanggung jawab profesi keperawatan, salah satu ciri perawat profesional

adalah melaksanakan tanggung jawab dan tanggung gugat, sesuai dengan kode

etik serta berdasarkan standar praktek keperawatan yang telah disepakati.

A. Tanggung jawab itu dapat dijabarkan sebagai berikut :

1. Tanggung jawab terhadap klien

a. upaya kesejahtraan umum, sebagai bagian tugas


kewajibannya bagi masyarakat

2. Tanggung jawab terhadap dirinya sendiri

a. Melindungi dirinya dari kemungkinan penularan penyakit

b. Melindungi dirinya dari gangguan yang datang dari

lingkungan pekerjaannya

c. Menghindari konflik dengan orang laindalam melaksanakan

tugasnya melalui metoda pemecahan masalah

3. Tanggung jawab terhadap profesi

a. Mengadakan kerjasama antara anggota tim kesehatan dalam

melaksanakan tugasnya

b. Mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan

keperawatan

c. Meningkatkan pengetahuan tentang ilmu keperawatan sesuai

dengan perkembangan ilmu dan tekhnologi

d. Melaksanakan kewajibannya secara tulus ikhlas sesuai martabat dan

tradisi leluhur perawatan

e. Tidak akan mempraktekkan pengetahuan dan keterampilan untuk

tujuan yang bertentangan dengan norma kemanusiaan

f. Matang dalam mempertimbangkan kemampuan sejawat jika

menerima atau mengalihtugaskan tanggung jawab yang ada

hubungannya dengan keperawatan

g. Menjunjung tinggi nama baik profesi dengan menunjukkan perilaku

dan kepribadian yang tinggi


h. Membina dan memelihara mutu organisasi profesi keperawatan

sebagai sarana pengabdiannya

4. Tanggung jawab terhadap masyarakat

a. Menjalin hubungan kerjasama yang baik dengan masyarakat dalam

mengambil prakarsa dan mengadakan upaya kesehatan khususnya,

serta upaya

b. Perawat senantiasa mematuhi peraturan yang berlaku serta berperan

aktif menyumbangkan pikiran kepada pemerintah dalam rangka

meningkatkan pelayanan kesehatan dan khususnya perawatan

c. Memelihara suasana lingkungan yang menghormati nilai- nilai

budaya, adat istiadat dan kelangsungan hidup hidup beragama dari

klien, individu, keluarga, kelompok dan masyarakat

5. Tanggung jawab terhadap bangsa dan tanah air

a. Memenuhi kebutuhan pelayan keperawatan kepada klien dengan

penuh rasa tanggung jawab sesuai kebutuhannya

b. Menindungi klien terhadap hal-hal yang dapat membahayakan dan

merugikan dirinya dengan mengutamakan keselamatan klien

c. Membantu klien untuk dapat meolong dirinya sendiri dalam

memenugi kebutuhan hidup sehari-hari serta memelihara

kesehatannya

d. Merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya sehubungan tugas

yang dipercayakan kepadanya (Ulya, 2016).


2.2 Pengertian Rumah Sakit

Menurut WHO (World Health Organization), Rumah Sakit adalah bagian

integral dari suatu organisasi social dan kesehatan dengan fungsi menyediakan

pelayanan peripurna (komprehensif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan

pencegahan penyakit (preventif) kepada masyarakat. Rumah Sakit juga merupakan

pusat pelatihan bagi tenaga kesehatan dan pusat penelitian medik.

Berdasarkan undang-undang No. 44 Tahun 2009 Bab I Ketentuan Umum

Pasal 1 tentang rumah sakit, yang dimaksudkan dengan rumah sakit adalah institusi

pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan

secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat

darurat.

2.2.1 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit

Hasil Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

983/MENKES/SK/XI/1992, tentang Pedoman organisasi Rumah Sakit Umum,

menyebutkan bahwa tugas Rumah Sakit mengutamakan upaya penyembuhan

dan pemulihan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya

peningkatan dan pencegahan serta melaksanakan upaya rujukan.

Sedangkan menurut undang-undang No. 44 tahun 2009 Bab III Pasal 5

tentang rumah sakit, fungsi rumah sakit adalah:

a) Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai

dengan standar pelayanan rumah sakit.

b) Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan

kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis.
c) Penyelenggaaan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam

rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan.

d) Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta pengaplikasian

teknologi dalam bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan

kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang

kesehatan.

Yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan paripurna tingkat kedua

adalah upaya kesehatan tingkat lanjut dengan mendayagunakan

pengetahuan dan teknologi kesehatan spesialistik. Sedangkan yang

dimaksud pelayanan kesehatan parpurna tingkat ketiga adalah upaya

kesehatan perorangan tingkat lanjut dengan mendayagunakan pengetahuan

dan teknologi kesehatan sub spesialistik.

2.2.2 Kewajiban dan Hak Rumah Sakit

Kewajiban dan Hak rumah sakit dalam undang-undang nomor 44 tahun 2009

sebagai berikut :

1. Kewajiban Rumah Sakit

(1) Setiap Rumah Sakit mempunyai kewajiban:

a. memberikan informasi yang benar tentang pelayanan Rumah Sakit

kepada masyarakat;

b. memberi pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, antidiskriminasi, dan

efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar

pelayanan Rumah Sakit;

c. memberikan pelayanan gawat darurat kepada pasien sesuai dengan


kemampuan pelayanannya;

d. berperan aktif dalam memberikan pelayanan kesehatan pada bencana,

sesuai dengan kemampuan pelayanannya;

e. menyediakan sarana dan pelayanan bagi masyarakat tidak mampu atau

miskin;

f. melaksanakan fungsi sosial antara lain dengan memberikan fasilitas

pelayanan pasien tidak mampu/miskin, pelayanan gawat darurat tanpa

uang muka, ambulan gratis, pelayanan korban

bencana dan kejadian luar biasa, atau bakti sosial bagi misi kemanusiaan;

g. membuat, melaksanakan, dan menjaga standar mutu pelayanan kesehatan

di Rumah Sakit sebagai acuan dalam melayani pasien;

h. menyelenggarakan rekam medis;

i. menyediakan sarana dan prasarana umum yang layak antara lain sarana

ibadah, parkir, ruang tunggu, sarana untuk orang cacat, wanita menyusui,

anak-anak, lanjut usia;

j. melaksanakan sistem rujukan;

k. menolak keinginan pasien yang bertentangan dengan standar profesi dan

etika serta peraturan perundang-undangan;

l. memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai hak dan

kewajiban pasien;

m. menghormati dan melindungi hak-hak pasien;

n. melaksanakan etika Rumah Sakit;

o. memiliki sistem pencegahan kecelakaan dan penanggulangan bencana;


p. melaksanakan program pemerintah di bidang kesehatan baik secara

regional maupun nasional;

q. membuat daftar tenaga medis yang melakukan praktik kedokteran atau

kedokteran gigi dan tenaga kesehatan lainnya;

r. menyusun dan melaksanakan peraturan internal Rumah Sakit (hospital by

laws);

s. melindungi dan memberikan bantuan hukum bagi semua petugas Rumah

Sakit dalam melaksanakan tugas; dan

t. memberlakukan seluruh lingkungan rumah sakit sebagai kawasan tanpa

rokok.

(2) Pelanggaran atas kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dikenakan sanksi admisnistratif berupa:

a. teguran;

b. teguran tertulis; atau

c. denda dan pencabutan izin Rumah Sakit.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kewajiban Rumah Sakit sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.

2. Hak Rumah Sakit

(1) Setiap Rumah Sakit mempunyai hak:

a. menentukan jumlah, jenis, dan kualifikasi sumber daya manusia sesuai

dengan klasifikasi Rumah Sakit;

b. menerima imbalan jasa pelayanan serta menentukan remunerasi, insentif,

dan penghargaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;


c. melakukan kerjasama dengan pihak lain dalam rangka mengembangkan

pelayanan;

d. menerima bantuan dari pihak lain sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

e. menggugat pihak yang mengakibatkan kerugian;

f. mendapatkan perlindungan hukum dalam melaksanakan pelayanan

kesehatan;

g. mempromosikan layanan kesehatan yang ada di Rumah Sakit sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan

h. mendapatkan insentif pajak bagi Rumah Sakit publik dan Rumah Sakit

yang ditetapkan sebagai Rumah Sakit pendidikan.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai promosi layanan kesehatan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) huruf g diatur dengan Peraturan Menteri.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai insentif pajak sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) huruf h diatur dengan Peraturan Pemerintah.

2.2.3 Jenis Pelayanan Rumah Sakit

Dalam Undang-Undang RI No. 44 tahun 2009, bahwa rumah sakit adalah

institusi pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan

pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat. Komponen pelayanan di

rumah sakit mencakup 20 pelayanan sebagai berikut: (1) administrasi dan

manajemen, (2) pelayanan Medis, (3) pelayanan gawat darurat, (4) pelayanan

kamar operasi, (5) pelayanan intensif, (6) pelayanan perinatal resiko tinggi, (7)

pelayanan keperawatan,
(8) pelayanan anastesi, (9) pelayanan radiologi, (10) pelayanan farmasi,

(11) pelayanan laboratorium, (12) pelayanan rehabilitasi medis, (13)

pelayanan gizi, (14) rekam medis, (15) pengendalian infeksi di rumah sakit,

(16) pelayanan sterilisasi sentral, (17) keselamatan kerja, (18) pemeliharaan

sarana, (19) pelayanan lain, (20) perpustakaan.

Jenis-jenis pelayanan di rumah sakit adalah :

1. Pelayanan jasa yaitu : rawat jalan, rawat inap, rawat darurat, rawat intensip,

bedah sentral, forensif, penunjang medis

2. Pelayanan ADM yaitu :

a. Eksternal : surat keterangan sehat, surat keterangan kematian, surat keterangan

sakit, surat visum et repertum, surat keterangan kelahiran, resume medis untuk

asuransi.

b. Internal : gaji, kenaikan pangkat, kepesertaan jamsostek, penyediaan alat kerja,

dll.

2.2.4 Pelayanan Rawat Inap

Menurut Nursalam (2001), pelayanan rawat inap merupakan salah satu unit

pelayanan di rumah sakit yang memberikan pelayanan secara komprehensif untuk

membantu menyelesaikan masalah yang dialami oleh pasien, dimana unit rawat

inap merupakan salah satu revenew center rumah sakit sehingga tingkat kepuasan

pelanggan atau pasien bisa dipakai sebagai salah satu indikator mutu pelayanan.

Pelayanan rawat inap adalah suatu kelompok pelayanan kesehatan yang

terdapat di rumah sakit yang merupakan gabungan dari beberapa fungsi pelayanan.
Kategori pasien yang masuk rawat inap adalah pasien yang perlu perawatan

intensif atau observasi ketat karena penyakitnya.

Rawat inap adalah pelayanan kesehatan perorangan yang meliputi observasi,

pengobatan, keperawatan, rehabilitasi medik dengan menginap di ruang rawat inap

pada sarana kesehatan rumah sakit pemerintah dan swasta, serta puskesmas dan

rumah bersalin yang oleh karena penyakitnya penderita harus menginap dan

mengalami tingkat transformasi, yaitu pasien sejak masuk ruang perawatan hingga

pasien dinyatakan boleh pulang (Muninjaya, 2004).

Menurut Supranto, arus pelayanan pasien rawat inap dimulai dari

pelayanan pasien masuk di bagian penerimaan pasien, pelayanan ruang perawatan

(pelayanan tenaga medis, pelayanan tenaga perawat, lingkungan langsung,

penyediaan peralatan medis/ non medis, pelayanan makanan/ gizi), dilanjutkan

pelayanan administrasi dan keuangan, terakhir pelayanan pasien pulang.

Menurut Azwar (2000), mutu asuhan pelayanan rawat inap dikatakan baik,

apabila :

1. Memberikan rasa tentram kepada pasien

2. Memberikan pelayanan yang profesional dan setiap strata pengelola rumah

sakit. Pelayanan bermula sejak masuknya pasien kerumah sakit sampai pasien

pulang.

Dari kedua aspek ini dapat diartikan sebagai berikut :

1. Petugas menerima pasien dalam melakukan pelayanan terhadap pasien harus

mampu melayani dengan cepat karena mungkin pasien memerlukan

penanganan segera.
2. Penanganan pertama dari perawat harus mampu menaruh kepercayaan

bahwa pengobatan yang diterima dimulai secara benar.

3. Penanganan para dokter dan perawat yang profesional akan menimbulkan

kepercayaan pasien bahwa pasien tidak salah memilih rumah sakit.

4. Ruang yang bersih dan nyaman, memberikan nilai tambah kepada rumah sakit.

5. Peralatan yang memadai dengan operator yang profesional.

6. Lingkungan rumah sakit yang nyaman.

2.3 Kualitas Pelayanan

Kualitas pelayanan menjadi suatu keharusan yang harus dilakukan

perusahaan agar dapat mampu bertahan dan tetap mendapat kepercayaan pelanggan.

Pola konsumsi dan gaya hidup pelanggan menuntut perusahaan mampu memberikan

pelayanan yang berkualitas. Menurut Berry dan Zenthaml yang dalam Lupiyoadi

(2006: 181) berpendapat bahwa “Keberhasilan perusahaan dalam memberikan

pelayanan yang berkualitas dapat ditentukan dengan pendekatan service quality

yang telah dikembangkan oleh Parasuraman”.

Service Quality adalah seberapa jauh perbedaan antara harapan dan

kenyataan para pelanggan atas layanan yang mereka terima. Service Quality dapat

diketahui dengan cara membandingkan persepsi pelanggan atas layanan yang benar-

benar mereka terima dengan layanan sesungguhnya yang mereka harapkan.

Kualitas pelayanan menjadi hal utama yang diperhatikan

serius oleh perusahaan, yang melibatkan seluruh sumber daya yang dimiliki
perusahaan.

Wyckof dalam Wisnalmawati (2005: 155) berpendapat bahwa “Kualitas jasa

adalah tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat

keunggulan untuk memenuhi keinginan pelanggan”. Apabila jasa yang diterima

sesuai dengan yang diharapkan, maka kualitas jasa dipersepsikan baik dan

memuaskan. Tjiptono (2005) menerangkan bahwa apabila jasa yang diterima

melebihi harapan pelanggan, maka kualitas jasa dipersepsikan ideal. Jika jasa yang

diterima lebih rendah dari pada yang diharapkan, maka kualitas jasa dianggap

buruk.

Mengacu pada pengertian kualitas layanan tersebut maka konsep kualitas

layanan adalah suatu daya tanggap dan realitas dari jasa yang diberikan perusahaan.

Menurut Kotler dalam Wisnalmawati (2005: 156) berpendapat bahwa “Kualitas

pelayanan harus dimulai dari kebutuhan pelanggan dan berakhir pada persepsi

pelanggan”. Hal ini berarti bahwa kualitas yang baik bukanlah berdasarkan persepsi

penyediaan jasa, melainkan berdasarkan persepsi pelanggan. Sedangkan Roesanto

(2000) dalam Nanang Tasunar (2006: 44) berpendapat bahwa: “Kualitas layanan

mengacu pada penilaian-penilaian pelanggan tentang inti pelayanan, yaitu si

pemberi pelayanan itu sendiri atau keseluruhan organisasi pelayanan, sebagian besar

masyarakat sekarang mulai menampakkan tuntutan terhadap pelayanan prima,

mereka bukan lagi sekedar membutuhkan produk yang bermutu tetapi mereka lebih

senang menikmati kenyamanan pelayanan”.

Anda mungkin juga menyukai