Anda di halaman 1dari 4

13 Akhlak Utama Salafus Shalih

Ahlus Sunnah wal Jama’ah atau Salafush Sholih (generasi terbaik dari umat Islam) bukan hanya
mengajarkan prinsip dalam beraqidah saja, namun Ahlus Sunnah wal Jama’ah juga bagaimanakah berakhlaq
yang mulia.

Itulah yang diajarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam haditsnya,

‫ق‬ َ ‫ت ُألتَ ِّم َم‬


ِ َ‫صالِ َح اَأل ْخال‬ ُ ‫ِإنَّ َما بُ ِع ْث‬

“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan baiknya akhlaq.” (HR. Ahmad 2/381, shahih)

Dalam suatu hadits shahih, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memanjatkan do’a,

َ‫ق الَ يَ ْه ِدى َألحْ َسنِهَا ِإالَّ َأ ْنت‬


ِ َ‫اللّهُ َّم ا ْه ِدنِى َألحْ َس ِن اَأل ْخال‬

“Allahummah-diinii li-ahsanil akhlaaqi, laa yahdi li-ahsaniha illa anta (Ya Allah, tunjukilah padaku akhlaq
yang baik. Tidak ada yang dapat menunjuki pada baiknya akhlaq tersebut kecuali Engkau)” (HR. Muslim
no. 771).

Maka sungguh sangat aneh jika ada yang mengklaim dirinya sebagai Ahlus Sunnah, namun jauh dari akhlaq
yang mulia. Jika ia menyatakan dirinya mengikuti para salaf (generasi terbaik umat ini), tentu saja ia tidak
boleh mengambil sebagian ajaran mereka saja. Akhlaqnya pun harus bersesuaian dengan para salaf. Namun
saying seribu sayang, prinsip yang satu inilah yang jarang diperhatikan. Kadang yang menyatakan dirinya
Ahlus Sunnah malah dikenal bengis, dikenal kasar, dikenal selalu bersikap keras. Sungguh klaim hanyalah
sekedar klaim. Apa manfaatnya klaim jika tanpa bukti?

Di antara bukti pentingnya akhlaq di sisi para salaf –Ahlus Sunnah wal Jama’ah-, mereka menjadikan
masalah akhlaq sebagaiushul (pokok) aqidah dan mereka memasukkannya dalam permasalahan aqidah. Di
antara ajaran akhlaq tersebut adalah:

[Pertama: Selalu mengajak pada yang ma’ruf dan melarang dari yang mungkar]

Ahlus Sunnah mengajak pada yang ma’ruf (kebaikan) dan melarang dari kemungkaran. Mereka meyakini
bahwa baiknya umat Islam adalah dengan tetap adanya ajaran amar ma’ruf yang barokah ini. Perlu diketahui
bahwa amar ma’ruf merupakan bagian dari syariat Islam yang paling mulia. Amar ma’ruf inilah yang
merupakan sebab terjaganya jama’ah kaum muslimin. Amar ma’ruf adalah suatu yang wajib sesuai
kemampuan dan dilihat dari maslahat dalam beramar ma’ruf. Mengenai keutamaan amar ma’ruf nahi
mungkar, Allah Ta’ala berfirman,

ِ ‫اس تَْأ ُمرُونَ بِ ْال َم ْعر‬


ِ ‫ُوف َوتَ ْنهَوْ نَ َع ِن ْال ُم ْن َك ِر َوتُْؤ ِمنُونَ بِاهَّلل‬ ْ ‫ُك ْنتُ ْم خَ ْي َر ُأ َّم ٍة ُأ ْخ ِر َج‬
ِ َّ‫ت لِلن‬

“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan
mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.” (QS. Ali Imron: 110)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,

ِ ‫ك َأضْ َعفُ اِإل ي َم‬


‫ان‬ َ ِ‫َم ْن َرَأى ِم ْن ُك ْم ُم ْن َكرًا فَ ْليُ َغيِّرْ هُ بِيَ ِد ِه فَِإ ْن لَ ْم يَ ْست َِط ْع فَبِلِ َسانِ ِه فَِإ ْن لَ ْم يَ ْستَ ِط ْع فَبِقَ ْلبِ ِه َو َذل‬

“Barangsiapa di antara kamu melihat kemungkaran hendaklah ia mencegah kemungkaran itu dengan
tangannya. Jika tidak mampu, hendaklah mencegahnya dengan lisan. Jika tidak mampu juga, hendaklah ia
mencegahnya dengan hatinya. Itulah selemah-lemah iman.” (HR. Muslim no. 49)

[Kedua: Mendahulukan sikap lemah lembut dalam berdakwah dan amar ma’ruf nahi mungkar]

Ahlus Sunnah wal Jama’ah berprinsip bahwa hendaknya lebih mendahulukan sikap lemah lembut ketika
amar ma’ruf nahi mungkar, hendaklah pula berdakwah dengan sikap hikmah dan memberi nasehat dengan
cara yang baik. Allah Ta’alaberfirman,
ُ‫ك بِ ْال ِح ْك َم ِة َو ْال َموْ ِعظَ ِة ْال َح َسنَ ِة َو َجا ِد ْلهُ ْم بِالَّتِي ِه َي َأحْ َسن‬
َ ِّ‫ع ِإلَى َسبِي ِل َرب‬
ُ ‫ا ْد‬

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah  dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka
dengan cara yang baik.” (QS. An Nahl: 125)

[Ketiga: Sabar ketika berdakwah]

Ahlus Sunnah meyakini wajibnya bersabar dari kelakukan jahat manusia ketika beramar ma’ruf nahi
mungkar. Hal ini karena mengamalkan firman Allah Ta’ala,

‫ُأْل‬ ِ ‫َوْأ ُمرْ بِ ْال َم ْعر‬


َ ‫ُوف َوا ْنهَ ع َِن ْال ُم ْن َك ِر َواصْ بِرْ َعلَى َما َأ‬
ِ ‫صابَكَ ِإ َّن َذلِكَ ِم ْن ع َْز ِم ا ُم‬
‫ور‬

“Dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan
bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang
diwajibkan (oleh Allah).” (QS. Luqman: 17)

[Keempat: Tidak ingin kaum muslimin berselisih]

Ahlus Sunnah ketika menegakkan amar ma’ruf nahi mungkar, mereka punya satu prinsip yang selalu
dipegang yaitu menjaga keutuhan jama’ah kaum muslimin, menarik hati setiap orang, menyatukan kalimat
(di atas kebenaran), juga menghilangkan perpecahan dan perselisihan.

[Kelima: Memberi nasehat kepada setiap muslim karena agama adalah nasehat]

Ahlus Sunnah wal Jama’ah pun punya prinsip untuk memberi nasehat kepada setiap muslim serta saling
tolong menolong terhadap sesama dalam kebaikan dan takwa. Hal ini karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,

.» ‫صي َحةُ » قُ ْلنَا لِ َم ْن قَا َل « هَّلِل ِ َولِ ِكتَابِ ِه َولِ َرسُولِ ِه َوَألِئ َّم ِة ْال ُم ْسلِ ِمينَ َوعَا َّمتِ ِه ْم‬
ِ َّ‫« الدِّينُ الن‬

“Agama adalah nasehat. Kami berkata, “Kepada siapa?” Beliau menjawab, “Kepada Allah, kepada kitab-
Nya, kepada Rasul-Nya dan kepada pemimpin kaum muslimin serta kaum muslimin secara umum.” (HR.
Muslim no. 55)

[Keenam: Bersama pemerintah kaum muslimin dalam beragama]

Ahlus Sunnah wal Jama’ah juga menjaga tegaknya syari’at Islam dengan menegakkan shalat Jum’at, shalat
Jama’ah, menunaikan haji, berjihad dan berhari raya bersama pemimpin kaum muslimin baik yang taat pada
Allah dan yang fasik. Prinsip ini jauh berbeda dengan prinsip ahlu bid’ah.

[Ketujuh: Bersegera melaksanakan shalat wajib dan khusyu di dalamnya]

Ahlus Sunnah punya prinsip untuk bersegera menunaikan shalat wajib, mereka semangat menegakkan shalat
wajib tersebut di awal waktu bersama jama’ah. Shalat di awal waktu itu lebih utama daripada shalat di akhir
waktu kecuali untuk shalat Isya. Ahlus Sunnah pun memerintahkan untuk khusyu’ dan thuma’ninah
(bersikap tenang) dalam shalat. Mereka mengamalkan firman Allah Ta’ala,

َ ‫) الَّ ِذينَ هُ ْم فِي‬1( َ‫قَ ْد َأ ْفلَ َح ْال ُمْؤ ِمنُون‬


ِ ‫صاَل تِ ِه ْم خ‬
)2( َ‫َاشعُون‬

“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam
shalatnya.” (QS. Al Mu’minun: 1-2)

[Kedelepan: Semangat melaksanakan qiyamul lail]

Ahlus Sunnah wal Jama’ah saling menyemangati (menasehati) untuk menegakkan qiyamul lail (shalat
malam) karena amalan ini adalah di antara petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Shalat ini pun yang
diperintahkan oleh Allah kepada Nabinyashallallahu ‘alaihi wa sallam dan beliau pun bersemangat untuk
taat kepada Allah Ta’ala. Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia menceritakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam biasa menunaikan shalat malam. Sampai kakinya pun terlihat memerah (pecah-pecah). ‘Aisyah
mengatakan, “Kenapa engkau melakukan seperti ini wahai Rasulullah, padahal Allah telah mengampuni
dosa-dosamu yang lalu dan akan datang?”. Beliau lantas mengatakan,

‫َأفَالَ َأ ُكونُ َع ْبدًا َش ُكورًا‬

“(Pantaskah aku meninggalkan tahajjudku?) Jika aku meninggalkannya, maka aku bukanlah hamba yang
bersyukur.” (HR. Bukhari no. 4837)

[Kesembilan: Tegar menghadapi ujian]

Ahlus Sunnah wal Jama’ah tetap teguh ketika mereka mendapatkan ujian, yaitu bersabar dalam menghadapi
musibah. Mereka pun bersyukur ketika mendapatkan kelapangan. Mereka ridho dengan takdir yang terasa
pahit. Mereka senantiasa mengingat firman Allah Ta’ala,

ٍ ‫ِإنَّ َما يُ َوفَّى الصَّابِرُونَ َأجْ َرهُ ْم بِ َغي ِْر ِح َسا‬


‫ب‬

“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (QS.
Az Zumar: 10).

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ُ‫ضا َو َم ْن َس ِخطَ فَلَهُ ال َّس َخط‬ ِ ‫ِإ َّن ِعظَ َم ْال َجزَا ِء َم َع ِعظَ ِم ْالبَالَ ِء َوِإ َّن هَّللا َ ِإ َذا َأ َحبَّ قَوْ ًما ا ْبتَالَهُ ْم فَ َم ْن َر‬
َ ِّ‫ض َى فَلَهُ الر‬

“Sesungguhnya ujian yang berat akan mendapatkan pahala (balasan) yang besar pula. Sesungguhnya Allah
jika ia mencintai suatu kaum, pasti Allah akan menguji mereka. Barangsiapa yang ridho, maka Allah pun
ridho padanya. Barangsiapa yang murka, maka Allah pun murka padanya.” (HR. Tirmidzi no. 2396, hasan
shahih)

[Kesepuluh: Tidak mengharap-harap datangnya musibah]

Ahlus Sunnah tidaklah mengharap-harap datangnya musibah. Mereka pun tidak meminta pada Allah agar
didatangkan musibah. Karena mereka tidak tahu, apakah nantinya mereka termasuk orang-orang yang
bersabar ataukah tidak. Akan tetapi, jika musibah tersebut datang, mereka akan bersabar. Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,

‫ فَِإ َذا لَقِيتُ ُموهُ ْم فَاصْ بِرُوا‬، َ‫ َو َسلُوا هَّللا َ ْال َعافِيَة‬، ‫الَ تَتَ َمنَّوْ ا لِقَا َء ْال َع ُد ِّو‬

“Janganlah kalianmengharapkan bertemu dengan musuh tapi mintalah kepada Allah keselamatan. Dan bila
kalian telah berjumpa dengan musuh bersabarlah.” (HR. Bukhari no. 2966 dan Muslim no. 1742)

[Kesebelas: Tidak berputus asa dari pertolongan Allah ketika menghadapi cobaan]

Ahlus Sunnah wal Jama’ah tidak berputus asa dari rahmat Allah ketika mereka mendapati cobaan. Karena
Allah Ta’alamelarang seseorang untuk berputus asa. Akan tetapi pada saat tertimpa musibah, mereka terus
berusaha untuk mencari jalan keluar dan pertolongan Allah yang pasti datang. Mereka tahu bahwa di balik
kesulitan ada kemudahan yang begitu dekat. Mereka pun senantiasa introspeksi diri, merenungkan mengapa
musibah tersebut bisa terjadi. Mereka senantiasa yakin bahwa berbagai musibah itu datang hanyalah karena
sebab kelakuan jelek dari tangan-tangan mereka (yaitu karena maksiat yang mereka perbuat). Mereka tahu
bahwa pertolongan bisa jadi tertunda (diakhirkan) karena sebab maksiat yang dilakukan atau mungkin
karena ada kekurangan dalam mengikuti petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena Allah Ta’ala
berfirman,

‫ت َأ ْي ِدي ُك ْم‬
ْ َ‫صيبَ ٍة فَبِ َما َك َسب‬ َ ‫َو َما َأ‬
ِ ‫صابَ ُك ْم ِم ْن ُم‬

“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu
sendiri.” (QS. Asy Syura: 30).

Ahlus Sunnah tidak bersandar pada sebab-sebab yang baru muncul, kejadian duniawi atau bersandar pada
peristiwa-peristiwa alam ketika mendapat ujian dan menanti datangnya pertolongan. Mereka tidak begitu
tersibukkan dengan memikirkan sebab-sebab tadi. Mereka sudah memandang sebelumnya bahwa takwa
kepada Allah Ta’ala, memohon ampun (istighfar) dari segala macam dosa dan bersandar pada Allah
serta bersyukur ketika lapang adalah sebab terpenting untuk keluar segera mendapatkan kelapangan dari
kesempitan yang ada.

[Keduabelas: Tidak kufur nikmat]

Ahlus Sunnah wal Jama’ah begitu khawatir dengan akibat dari kufur dan pengingkaran terhadap nikmat.
Oleh karena itu, Ahlus Sunnah adalah orang yang begitu semangat untuk bersyukur pada Allah. Mereka
senatiasa bersyukur atas segala nikmat, yang kecil atau pun yang besar. Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,

ِ ‫ا ْنظُرُوا ِإلَى َم ْن َأ ْسفَ َل ِم ْن ُك ْم َوالَ تَ ْنظُرُوا ِإلَى َم ْن هُ َو فَوْ قَ ُك ْم فَهُ َو َأجْ َد ُر َأ ْن الَ ت َْز َدرُوا نِ ْع َمةَ هَّللا‬

“Pandanglah orang yang berada di bawahmu (dalam masalah harta dan dunia) dan janganlah engkau
pandang orang yang berada di atasmu. Dengan demikian, hal itu akan membuatmu tidak meremehkan
nikmat Allah padamu.” (HR. Muslim no. 2963)

[Ketigabelas: Selalu menghiasi diri dengan akhlaq yang mulia]

Ahlus Sunnah selalu menghiasi diri dengan akhlaq yang mulia dan baik. Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,

‫َأ ْك َم ُل ْال ُمْؤ ِمنِينَ ِإي َمانًا َأحْ َسنُهُ ْم ُخلُقًا‬

“Orang mukmin yang sempurna imannya adalah yang baik akhlaqnya.” (HR. Tirmidzi no. 1162, Abu Daud
no. 4682 dan Ad Darimi no. 2792, hasan shahih)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,

‫اسنَ ُك ْم َأ ْخالَقًا‬
ِ ‫ى َوَأ ْق َربِ ُك ْم ِمنِّى َمجْ لِسًا يَوْ َم ْالقِيَا َم ِة َأ َح‬
َّ َ‫ِإ َّن ِم ْن َأ َحبِّ ُك ْم ِإل‬

“Sesungguhnya di antara orang yang paling aku cintai dan yang tempat duduknya lebih dekat kepadaku
pada hari kiamat ialah orang yang bagus akhlaqnya.” (HR. Tirmidzi no. 2018, shahih)

‫ك بِ ُحس ِْن ُخلُقِ ِه َد َر َجةَ الصَّاِئ ِم ْالقَاِئ ِم‬


ُ ‫ِإ َّن ْال ُمْؤ ِمنَ لَيُ ْد ِر‬

“Sesungguhnya seorang mukmin akan mendapatkan kedudukan ahli puasa dan shalat dengan ahlak
baiknya.” (HR. Abu Daud no. 4798, shahih)

‫صالَ ِة‬
َّ ‫ب الصَّوْ ِم َوال‬
ِ ‫صا ِح‬ ِ ُ‫ب ُح ْس ِن ْال ُخل‬
َ َ‫ق لَيَ ْبلُ ُغ بِ ِه د ََر َجة‬ ِ ُ‫ض ُع فِى ْال ِمي َزا ِن َأ ْثقَ ُل ِم ْن ُح ْس ِن ْال ُخل‬
َ ‫ق وَِإ َّن‬
َ ‫صا ِح‬ َ ‫َما ِم ْن َش ْى ٍء يُو‬

“Tidak ada yang lebih berat dalam timbangan daripada akhlak yang baik, dan sesungguhnya orang yang
berakhlak baik akan mencapai derajat orang yang berpuasa dan shalat.” (HR. Tirmidzi no. 2003, shahih)

Semoga yang singkat ini bermanfaat.

Referensi: Min Akhlaq Salafish Sholih, ‘Abdullah bin ‘Abdul Hamid Al Atsari, Dar Ibnu Khuzaimah.

Dari artikel '13 Akhlak Utama Salafus Shalih — Muslim.Or.Id'

Anda mungkin juga menyukai