Anda di halaman 1dari 15

Ayat dan Hadis Riba dan Sebab-sebab Pelarangannya

Untuk Memenuhi Tugas Pada Mata Kuliah Hadis Hukum Ekonomi II

Disusun oleh
Kelompok 03

Nama: Muhammad
Semester : VIII
Prodi : Hukum Ekonomi Syariah

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM

SYEKH H. ABDUL HALIM HASAN AL-ISHLAHIYAH

BINJAI

2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur diucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmatNya
sehingga makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami
mengucapkan terimakasih terhadap bantuan dari pihak yang telah membantu
dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya.

Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah


pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh
lagi agar makalah ini bisa memberikan wawasan kepada para pembacanya.

Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan


dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman
Kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun
dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Binjai, 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................i

DAFTAR ISI.........................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.....................................................................1

A. Latar Belakang Masalah..........................................................1


B. Rumusan Masalah....................................................................1
C. Tujuan ......................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN......................................................................2

A. Pengertian Riba........................................................................2
B. Jenis-jenis Riba.........................................................................3
C. Hukum Riba..............................................................................6
D. Sebab Pelarangan Riba............................................................8

BAB III PENUTUP..............................................................................11

A. Kesimpulan...............................................................................11
B. Saran..........................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................12

ii
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam bingkai ajaran agama, aktivitas ekonomi yang dilakukan oleh manusia
untuk dikembangkan memiliki beberapa kaidah dan etika ataupun moralitas dalam
syariat islam. Allah telah menurunkan rezeki ke dunia ini untuk dimanfaatkan
oleh manusia dengan cara yang telah dihalalkan oleh Allah dan bersih dari segala
perbuatan yang mengandung riba.
Para ulama menetapkan dengan tegas dan jelas tentang pelarangan riba,
disebabkan riba mengandung unsur eksploitasi yang dampaknya merugikan orang
lain, hal ini mengacu pada Kitabullah dan Sunnah Rasul serta ijma' para ulama.
Bebarapa pemikir Islam berpendapat bahwa riba tidak hanya dianggap sebagai
sesuatu yang tidak bermoral akan tetapi merupakan sesuatu yang menghambat
aktifitas perekonomian masyarakat, sehingga orang kaya akan semakin kaya
sedangkan orang miskin akan semakin miskin dan tertindas. Manusia merupakan
makhluk yang "rakus", mempunyai hawa nafsu yang bergejolak dan selalu merasa
kekurangan sesuai dengan watak dan karakteristiknya, tidak pernah merasa puas,
sehingga transaksi-transaksi yang halal susah didapatkan karena disebabkan
keuntungannya yang sangat minim, maka harampun jadi (riba).
Riba merupakan suatu tambahan lebih dari modal asal, biasanya transaksi riba
sering dijumpai dalam transaksi hutang piutang dimana peminjam meminta
tambahan dari modal asal kepada yang dipinjami. Tidak dapat dinafikkan bahwa
dalam jual beli juga sering terjadi praktek riba, seperti menukar barang yang tidak
sejenis, melebihkan atau mengurangkan timbangan atau dalam takaran.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian riba?
2. Apasajakah jenis-jenis riba?
3. Bagaimana hukum riba menurit pandangan islam?
4. Apakah penyebab dilarangnya riba dalam islam?

C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian riba?
2. Mengetahui jenis-jenis riba?
3. Mengetahui hukum riba menurit pandangan islam?
4. Mengetahui penyebab dilarangnya riba dalam islam?

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Riba
Riba secara bahasa bermakna ziyadah (tambahan). Dalam pengertian lain,
secara linguistic riba juga berarti tumbuh dan membesar.1 Menurut istilah teknis,
riba berarti pengambilan tambahan dari harta dari harga pokok atau modal secara
batil.2 Kata riba juga berarti ; bertumbuh menambah atau berlebih. Al-riba atau ar-
rima makna asalnya ialah tambah tumbuh dan subur.
Adapun pengertian tambahan dalam konteks riba adalah tambahan uang atas
modal yang diperoleh dengan cara yang tidak dibenarkan syara‘, apakah
tambahan itu berjumlah sedikit atau banyak seperti yang disyaratkan oleh Al-
Quran . riba sering diterjemahkan orang dalam bahasa inggris sebagai “usury’’
artinya “the act of lending money at an exorbitant or illegal rate of interest”
sementara para ulama fikih mendefinisikan riba dengan “kelebihan harta dalam
suatu muammalah dengan tidak ada imbalan atau gantinya”. Maksud dari
pernyataan ini adalah tambahan terhadap modal uang yang timbul akibat transaksi
utang piutang yang harus diberikan terutang kepada pemilik uang pada saat utang
jatuh tempo.3
Ada beberapa pendapat dalam menjelaskan riba, namun secara umum terdapat
benang merah yang menegaskan bahwa riba adalah pengambilan tambahan baik
dalam transaksi jual beli, maupun pinjam meminjam secara batil atau
bertentangan dengan prinsip mu’ammalat dalam Islam. Mengenai hal ini Allah
mengingatkan dalam AL-Quran Surat An-Nisa’: 29

1
Ali, Zainuddin.2008, Hukum perbankan Syari’ah, Jakarta, Sinar Grafika. Hal 37
2
Ali, Zainuddin. Hukum perbankan Syari’ah, hal 88
3
Muhammad, Lembaga-lembaga Keuangan Umat kontemporer, 2000, Jogjakarta : UII
Insani press. Hal 147

2
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan
harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang
berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh
dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.

B. Jenis Jenis Riba


Secara garis besar dikelompokan menjadi dua . masing-masing adalah riba
utang-piutang dan riba jual-beli. Kelompok yang pertama terbagi lagi menjadi
riba jahiliyah dan riba qardh. Sedangkan kelompok kedua riba jual beli terbagi
menjadi riba Fadhl dan riba Nasi’ah.
1. Riba Qardh, yaitu suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertetu yang
disaratkan terhadap yang berhutang (Muqtaridh).
Contoh: Sarah memeberikan pinjaman pada Siti sebasar Rp 400.000 dan
wajib mengembalikan sebesar Rp 600.000 saat jatuh tempo dan kelebihan
uang ini tidak jelas untuk apa.
2. Riba Jahiliyah, yaitu utang dibayar lebih dari pokoknya, karena si
peminjam tidak mampu membayar hutangnya tepat waktu yang
ditentukan. Contoh : Misalnya menukarkan emas bagus / baru dengan
emas lama yang sama beratnya, akan tetapi emas yang bagus baru dapat
diterima setelah satu bulan dari waktu transaksi dilaksanakan.
3. Riba Fadhl, yaitu pertukaran dengan barang sejenis dengan kadar atau
takaran yang berbeda, sedangkan barang yang dipertukarkan yaitu
termasuk jenis barang ribawi. Riba Fadhl tmbul akibat pertukaran barang
sejenis yang tidak memenuhi kriteria sama kualitasnya (mitslan bi mistlin),
sama kuantitasnya ( sawa-an bi sawa in) dan sama waktu penyerahannya
(yadan bin yadin). Pertukaran jenis ini mengandung gharar, yaitu
ketidakjelasan bagi kedua belah pihak akan masing-masing barang yang
dipertukarkan. Ketidak jelasan ini akan menimbulkan tindak zalim
terhadap salah satu pihak , kedua pihak, dan pihak-pihak lain.
Dasar hukum riba fadhl adalah hadis yang diriwayatkan oleh imam
Bukhari Muslim: “Janganlah kamu jual emas dengan emas, perak dengan
perak, gandum dengan gandum, sya’ir (padi lading) dengan syair, tamar

3
(kurma) dengan kurma, garam dengan garam, kecuali sama jenis dan
kadarnya dan sama sama tunai. Barang siapa yang menambah atau
meminta tambah, maka sesungguhnya dia telah melakukan riba. (H.R.
Bukhori dan Ahmad). Adapun barang ribawi (yang terkena hukum riba)
a) Emas
b) Perak
c) Burr (Suatu jenis Gandum)
d) Sya’ir atau suatu jenis gandum
e) Kurma
f) Garam4
Pelarangan riba al-fadhal dimaksudkan untuk memastikan prinsip
keadilan, menghilangkan segala bentuk eksploitasi yang timbul melalui
pertukaran yang fair dan menutup segala kemungkinan munculnya riba.
Manusia mempunyai kecendrungan untuk dieksploitasi dan ditipu melalui
berbagai macam cara, untuk itulah Rasulullah saw telah memberikan
peringatan bahwasanya kaum muslimin bisa terjerumus dalam jurang riba
melalui tujuh puluh (banyak) cara.
Riba juga timbul dari transaksi barter, karena adanya kesulitan untuk
mengukur niali dari barang yang dipertukarkan secara tepat. Rasulullah
saw tidak menganjurkan pertukaran (barter) dalam kegiatan ekonomi, dan
mempersyaratkan bahwa komoditas yang dipertukarkan secara barter,
harus dijual terlebih dahulu secara cash, baru kemudian dipergunakan
untuk membelikan komoditas yang dibutuhkan.
Penyebab terakhir dari terjadinya riba al-fadhal adalah yang paling
mendapat perhatian dari para ulama fiqih. Banyak hadits shahih yang
menyatakan dengan jelas tentang hal ini. Di antaranya, jika komoditi
sejinis dipertukarkan satu sama lainnya, maka keduanya harus memiliki
persamaan kualitas dan kuantitas , dan dilakukan secara cash. Jika
komoditas yang dipertukarkan berbeda, baik dalam ukuran maupun
kuantisnya, maka hal itu boleh saja dilakukan, asalkan secara cash.

4
Abdullah Saeed, Bank Islam dan Bunga, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), h. 60

4
4. Riba Nasi’ah, yaitu tambahan pembayaran atas jumlah modal yang
disyaratkan lebih dahulu yang harus dibayar oleh si peminjam kepada
yang meminjam tanpa resiko sebagai imbalan dari jarak waktu
pembayaran yang diberikan kepada si peminjam. Riba Nasi’ah ini terjadi
dalam hutang piutang. Contoh: Alpi pinjam uang kepada Lisa sebesar Rp
100.000 dengan tempo 1 bulan jika pengembalian lebih satu bulan maka
ditambah Rp 1.000.
Dalam kitam Fathul Mu’in, Riba dibagi 3 yaitu :
a) Riba Fadhal, yaitu selisih barang pada salah satu tukar menukar
dua barang yang sama jenisnya. Termasuk dalam macam ini adalah
Riba Qordh yaitu jika dalam utang kembali pada pihak pemberi
utang.
b) Riba Yadh, yaitu jika salah satu dari penjual dan pembeli berpisah
dari akad sebelum serah terima.
c) Riba Nasa’, yaitu mensaratkan pada penundaan penyerahan dua
barang ma’qud ‘alaih dalam penukarannya (Jual Beli).5
Riba nasi’ah muncul karena adanya perbedaan, perubahan atau
tambahan antara barang yang diserahkan hari ini dengan barang yang
diserahkan kemudian. Jadi al-ghunmu (untung) muncul tanpa adanya
risiko (al-ghurmi), hasil usaha (al-kharaj) muncul tanpa adanya
biaya(dhaman). Dasar dari larangan tersebut di atas tegas, keras, mutlak
dan jelas. Tidak ada tempat untuk berdebat mengenai aturan tersebut
bahwa riba itu mengacu kepada Usury dan bukan bunga, karena Nabi pun
melarang untuk menerima bingkisan kecil sekalipun, jasa ataupun
pertolongan sebagai ganti imbalan dari pinjaman tersebut yang dapat
memberikan nilai tambahan tertentu terhadap pinjaman yang diberikan.
Biar bagaimanapun, pengambilan pokok pinjaman dapat bernilai positif
maupun negative tergantung kepada kegiatan usaha itu sendiri, yang tidak
bias diprediksi.6

5
Effendi , Satria., 1988, Riba Dalam Pandangan Fiqih, Kajian Islam Tentang Berbagai
masalah Kontemporer, Jakarta, Syahid Indah, hal 147
6
Veithzal Rivai, Islamic Banking Sebuah Teori, Kosep, dan Aplikasi, (Jakarta: PT.Bumi
Aksara, 2010), h. 325

5
Riba an-nasi’ah dan riba al-fadhal. Pada dasar hukumnya sama-sama
haram namun keduanya itu memiliki perbedaan diantara keduanya yaitu:
a) Riba nasi’ah adalah riba yang jelas,sementara riba fadhal adalah
riba yang tersembunyi.
b) Riba nasi’ah itu diharamkan dilihat dari tujuannya, karena memang
sangat merugikan. Sementara riba fadhal diharamkan karena bias
menjadi sarana melakukan riba nasi’ah.
c) Riba nasi’ah telah disepakati haram berdasarkan ijma’ secara pasti.
Sementara riba fadhal masih diperdebatkan keharamannya.
d) Riba nasi’ah tidak ada yang diperbolehkan sedikitpun. Sementara
riba fadhal masih diperbolehkan dalam kondisi darurat.
Jika seseorang yang menjual benda yang mungkin mendatangkan
riba menurut jenisnya seperti seseorang menjual salah satu dari dua
macam mata uang, yaitu emas dan perak dengan yang sejenis atau bahan
makanan seperti beras dengan beras, gabah dengan gabah, dan yang
lainnya, maka disyaratkan:
a) Sama nilainya (tamasul)
b) Sama ukurannya menurut syara’, baik timbangannya, takarannya
maupun ukurannya
c) Sama-sama tunai (taqabuth) di majelis akad.
C. Hukum Riba

Riba hukumnya haram, berdasarkan Al-Qur’an, Sunnah, dan Ijma’, dalam Al-
Quran disebutkan dalam beberapa ayat. Antara lain: Pertama Surat Ar-Rum ayat
39:

‫اس َفاَل َيرْ ب ُْوا عِ ْن َد هّٰللا ِ َۚو َمٓا ٰا َت ْي ُت ْم مِّنْ َز ٰكو ٍة‬
ِ ‫ال ال َّن‬ َ َ‫َو َمٓا ٰا َت ْي ُت ْم مِّنْ رِّ بًا لِّ َيرْ ب َُو ۟ا ف ِْٓي ا‬
ِ ‫مْو‬
ٰۤ ُ ‫هّٰللا‬
‫ك ُه ُم ْالمُضْ ِعفُ ْو َن‬
َ ‫ول ِٕى‬ ‫ُت ِر ْي ُد ْو َن َوجْ َه ِ َفا‬
Artinya: “Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan akan
menambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah.
Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai
keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat
gandakan (pahalanya). (QS. Ar- Rum: 39)

6
Dalam ayat ini, Allah dengan tegas melarang perbuatan riba, melainkan
juga membandingkannya dengan zakat. Riba meskipun kelihatannya bertambaah,
namun di sisi Allah tidak bertambah. Sedangkan zakat meskipun kelihatannya
mengurangi harta namun di sisi Allah justru bertambah. ini berarti secara tidak
langsung melarang perbuatan riba dan menganjurkan umatnya untuk mengelurkan
zakat. Kedua surat An-Nisa’ ayat 160-161:

َ ‫ت َل ُه ْم َو ِب‬
ِ ‫ص ِّد ِه ْم َعنْ َس ِب‬
‫يل‬ ْ َّ‫ت ُأ ِحل‬ ٍ ‫ِين َها ُدوا َحرَّ ْم َنا َع َلي ِْه ْم َط ِّي َبا‬ ُ ‫َف ِب‬
َ ‫ظ ْل ٍم م َِن الَّذ‬
ِ ‫) َوَأ ْخ ِذ ِه ُم الرِّ َبا َو َق ْد ُنهُوا َع ْن ُه َوَأ ْكل ِِه ْم َأم َْوا َل ال َّن‬160( ‫هَّللا ِ َك ِثيرً ا‬
‫اس ِب ْالبَاطِ ِل‬
161( ‫ين ِم ْن ُه ْم َع َذابًا َألِيمًا‬
َ ‫َوَأعْ َت ْد َنا ل ِْل َكاف ِِر‬
Artinya: “Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, kami
haramkan atas (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan
bagi mereka, dan Karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan
Allah. Dan disebabkan mereka memakan riba, padahal Sesungguhnya mereka
Telah dilarang daripadanya, dan Karena mereka memakan harta benda orang
dengan jalan yang batil. kami Telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir
di antara mereka itu siksa yang pedih”.
Untuk lebih jelas pengharaman riba, dapat dilihat pada hadis ibnu Shamit:

" : L‫ هللا صلى هللا علیھ وسلم‬L‫ قال رسول‬: ‫عن عبادة بن الصامت رضي هللا عنھ قال‬
.‫ والملح بالملح‬,‫ والتمر بالتمر‬,‫ بالشعیر‬L‫ والشعیر‬,‫ والبر بالبر‬,‫الذھب بالذھب والفضة بالفضة‬
‫ إذا كان یدا بید‬,‫ كیفسئتم‬L‫ فبیعوا‬,‫ فإذا اختلفت ھذه االصناف‬,‫"مثال بمثل سواء بسواء یدا یبد‬.
“Ubadah ibnu sh-Shamit r.a. mengatakan bahwa Rasulullah saw. bersabda,
“Boleh menjual (menukar)emas dengan emas,perak dengan perak, gandum
dengan gandum, jelai dengan jelai, kurma dengan kurma, garam dengan garam
asal sepadan (senilai) dan sama-sama kontan. Apabila barangnya berlainan jenis,
maka juallah sekehendakmu asalakan sama-sama tunai (dan sama nilai-nya)”
(HR. Muslim).7

7
Muslim,lihat Ma’amurdaud, TerjemahanHadis, (Jakarta: Widjaya, 1993), h. 179

7
Sedangkan dilihat dari pandangan Ijma’ bahwa eluruh ulama sepakat
bahwa riba diharamkan dalam Islam.8. Dari Al-Quran dan Hadits yang
dikemukakan di atas dapat dipahami bahwa riba jelas dilarang dalam agam Islam.
Bahkan juga dikatakan bahwabukan hanya orang yang memakannya saja yang
dilaknat, melainkan juga setiap orang yang terlibat dalam transaksi riba itu
semuanya dilknat, dan laknat tersebut menunjukkan bahwa perbuatannya dilarang
oleh agama. Disamping Al-Qur’an dan hadits, umat Islam sejak zaman dahulu
sampai sekarang sepakat tentang diharamkannya riba. Bahkan bukan hanya Al-
Qur’an, kitab-kitab suci terdahulu seperti Taurat dan Injil juga melarang perbuatan
riba.

D. Sebab Dilarangnya Riba Dalam Pandangan Islam


Alasan mendasar kenapa Al-Qur’an memberikan keputusan hukum yang
sangat keras terhadap riba (bunga) adalah, karena islam ingin menciptakan suatu
sistem ekonomi, dimana segala eksploitasi bisa dihapuskan. Islam juga ingin
menghapus segala bentuk ketidak adilan dalam ekonomi. Islam memperkeras
persoalan haramnya riba, semsta-mata demi melindungi kemaslahatan mausia,
baik dari segia akhlak, masyarakat, maupun perekonomian.
Tidak diragukan lagi bahwasanya riba memiliki bahaya yang sangat besa dan
dampak yang sangat merugikan sekaligus sulit untuk dilenyapkan. Tentunya
tatkala islam memerintahkan umatnya untuk menjauhi riba pastilah di sana
terkandung suatu hikmah, sebab dinul islam tidaklah memerintah manusia untuk
melakukan sesuatu melainkan di sana terkandung sesuatu yang dapat
menghantarkannya kepada kebahagiaan di dunia dan akhirat. Demikian pula
sebaliknya, bila syari’at ini melarang akan sesuatu, tentulah sesuatu tersebut
mengandung kerusakan yang dapat menghantarkan manusia kepada kerugiaan di
dunia dan akhirat. Diatas telah dikemukakan bahwa riba hukumnya dilarang oleh
semua agama samawi. Adapun sebab dilarangnya riba ialah dikarenakan riba
menimbulkan kemudaratan yang besar bagi umat manusia. Kemudaratan tersebut
antara lain:
1. Riba menyebabkan permusuhan antara individu yang satu dengan individu

8
Rachmat Syafe’I, Fiqih Muamalah, (Bandung: Pustaka Setia, 2001), h. 261

8
yang lain, dan menghilangkan jiwa tolong menolong di antara mereka.
Padahal semua agama terutama islam sangat mendorong sikap tolong
menolong dan mementingkan orang lain, serta melawan sifat ego dan
mengeksploitasi orang lain.
2. Riba mendorong terbentuknya kelas elite, yang tanpa kerja keras mereka
mendapat harta, seperti benalu yang setiap saat mengisap orang lain.
Padahal islam sangat mengagungkan kerja keras dan menghormati
orang- orang yang bekerja, serta menjadikan kerja sebagai salah satu
bentuk usaha yang utama.
3. Riba merupakan wasilah atau perantara terjadinya penjajahan dibidang
ekonomi, dimana orang-prang kaya mengisap dan menindas orang-orang
miskin.
4. Dalam hal ini islam mendorong umatnya agar mau memberikan pinjaman
kepada oang lain yang membutuhkan dengan model”qardhul hasan” atau
pinjaman tanpa bunga.
5. Terputusnya mata pencaharian, perniagaan, industri perusahaan yang
menetukan kemaslahatan dunia.
6. Berbahaya bagi akhlak dan kejiwaan manusia
Didapatkan orang yang bermuamalah ribawi adalah orang yang
memiliki tabi’at bakhil, sempir, hati yang keras dan menyembah harta
serta yang lain-lainnya dari sifat-sifat rendahan. Bila melihat kepada
aturan dan sistem riba didapatkan hal itu menyelisihi akhlak yang luhur
dan menghancurkan karekteristik pembentukan masyarakat Islam. Sistem
ini mencabut dari hati seseorang perasaan sayang dan rahmat terhadap
saudaranya. Lihatlah kreditor (pemilik harta) senantiasa menunggu dan
mencari-cari serta berharap kesusahan menimpa orang lain sehingga dapat
mengambil hutang darinya. Tentunya hal ini menampakkan kekerasan, tak
adanya rasa sayang dan penyembahan terhadap harta. Hingga tampak
sekali Muraabi (pemberi pinjaman ribawi) seakan-akan melepas
pakaian kemanusiaannya, sikap persaudaraan dan kerja sama saling tolong
menolong
7. Bahaya dalam kemasyarakatan dan sosial

9
Riba memiliki implikasi buruk terhadap sosial kemasyarakatan,
karena masyarakat yang bermuamalah dengan riba tak akan terjadi adanya
saling bantu-membantu dan seandainya adapun karena berharap sesuatu
dibaliknya sehingga kalangan orang kaya akan berlawanan dan
menganiaya yang tak punya.
8. Bahaya terhadap perekonomian
Krisis ekonomi yang menimpa dunia ini bersumber secara umum
kepada hutang-hutang riba yang berlipat-lipat pada banyak perusahaan
besar dan kecil. Lalu banyak Negara modern mengetahui hal itu sehingga
mereka membatasi persentase bunga ribawi. Namun hal itu tak menghapus
bahaya riba.
Sudah dimaklumi bahwa maslahat dunia ini tak akan teratur dan
baik kecuali –setelah izin Allah- dgn perniagaan, keahlian, industri dan
pengembangan harta dlm proyek-proyek umum yang bermanfaat, karena
dgn demikian harta akan keluar dari pemiliknya dan berputar. Dengan
berputarnya harta tersebut maka sejumlah umat ini dapat mengambil
manfaat, sehingga terwujudlah kemakmuran. Riba juga menjadi sarana
kolonial (penjajahan). Telah dimaklumi bahwa perang ekonomi dibangun
di atas muamalah riba. Cara pembuka yang efektif utk penjajahan yang
membuat runtuh banyak Negara timur adalah dengan riba. Ketika
Pemerintah Negara timur berhutang dengan riba dan membuka pintu bagi
para muraabi asing maka tak lama kemudian dalam hitungan tahun tak
terasa kekayaan mereka telah berpindah dari tangan warga Negaranya ke
tangan orang-orang asing tersebut, hingga ketika pemerintah tersebut
sadar dan ingin melepas diri dan hartanya, maka orang-orang asing
tersebut meminta campur tangan negaranya dengan nama menjaga hak
dan kepentingannya.9

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

9
Shalih Fauzan A-Fauzan,Perbedaan Jual Beli dan Riba, (Solo: At-Tibyan, 2006), h. 50

10
Riba” berarti menetapkan bunga atau melebihkan jumlah pinjaman saat
pengembalian berdasarkan persentase tertentu dari jumlah pinjaman pokok, yang
dibebankan kepada peminjam. Riba secara bahasa bermakna: ziyadah (tambahan).
Sedangkan menurut istilah teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari harta
pokok atau modal secara bathil. Macam-macam riba yaitu: Riba
Yad,Riba Jahiliyah, Riba Qardhi, Riba Fadli, dan Riba Nasi’ah.
Allah SWT secara tegas melarang riba yang terdapat di dalam Al Qur’an di
antaranya pada: QS. ar-Rum (30) : 39 dan QS.an-Nisa' (4) : 160-161. Alasan
mendasar kenapa Al-Qur’an memberikan keputusan hukum yang sangat keras
terhadap riba (bunga) adalah, karena islam ingin menciptakan suatu sistem
ekonomi, dimana segala eksploitasi bisa dihapuskan. Islam juga ingin menghapus
segala bentuk ketidak adilan dalam ekonomi. Islam memperkeras persoalan
haramnya riba, semsta-mata demi melindungi kemaslahatan mausia, baik dari
segia akhlak, masyarakat, maupun perekonomian.

B. Saran
Kami menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari kata sempurna, kami
harap ke depannya akan menjadi lebih baik lahi. Maka dari itu kami mohon bimbingan
dan saran dari teman-teman dan dosen pengampu. Semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi pembaca untuk menambah pengetahuan dan wawasan.

DAFTAR PUSTAKA
Abdul Aziz Muhammad Azzam, 2010. Fiqih Muamalah, Jakarta: Amzah.
Abdullah Saeed, 2003. Bank Islam dan Bunga,Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

11
Ali, Zainuddin.2008, Hukum perbankan Syari’ah, Jakarta, Sinar Grafika.
Effendi , Satria., 1988, Riba Dalam Pandangan Fiqih, Kajian Islam Tentang
Berbagai masalah Kontemporer, Jakarta, Syahid Indah.
Muhammad, 2000. Lembaga-lembaga Keuangan Umat kontemporer, Jogjakarta :
UII Insani press.
Muslim,lihat Ma’amurdaud, 1993. TerjemahanHadis, Jakarta: Widjaya
Rachmat Syafe’I, 2001. Fiqih Muamalah, Bandung: Pustaka Setia.
Shalih Fauzan A-Fauzan, 2006. Perbedaan Jual Beli dan Riba, Solo: At-Tibyan.
Veithzal Rivai, 2010. Islamic Banking Sebuah Teori, Kosep, dan Aplikasi,
Jakarta: PT.Bumi Aksara.

12

Anda mungkin juga menyukai