Anda di halaman 1dari 12

MK.

VOLKANOLOGI

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI……………………………………………………………………………….....1

BAB I

PENDAHULUAN…………………………………………………………………………….2

BAB II

ZONA SUBDUKSI & GUNUNG API…………………………………………………….…3

A. ZONA SUBDUKSI……………………………………………………………….3

B. ZONA GUNUNG API…………………………………………………...……….3

BAB III

PEMBARUAN MODEL TEKTONIK LEMPENG INDONESIA……………………..….…4

BAB IV

KERANGKA TEKTONIK BUSUR KEPULAUAN INDONESIA…………………..……..9

BAB V

PENUTUP…………………………………………………………………………………...10

REFERENSI…………………………………………………………………..………….…12

Univ.Kutai Kartanegara 1
MK.VOLKANOLOGI

BAB I

PENDAHULUAN

Para peneliti terdahulu telah menyampaikan kesesuaian hubungan antara tatanan geologi
dan geofisika dari busur kepulauan Indonesia dengan tektonik global yang baru. Gagasan
mengenai hubungan antara vulkanisma dan tektonik Indonesia telah digambarkan oleh van
Bemelen (1949), yang pemahaman dan sintesisnya dengan tektonik lempeng saat ini tidak
selaras. Gagasan lebih lanjut adalah menjelaskan evolusi tektonik Indonesia bagian barat
dengan memakai data baru dan menggunakan penentuan umur batuan granit, serta
menjelaskan gejala evolusi tektonik Indonesia bagian timur yang rumit. Di sini tektonik
lempeng digunakan sebagai dasar, memodifikasi, meningkatkannya dan melakukan
perubahan terhadap yang perbah dilakukan dalam teori klasik.  

Univ.Kutai Kartanegara 2
MK.VOLKANOLOGI

BAB II

ZONA SUBDUKSI & GUNUNG API

A.ZONA SUBDUKSI

Tumbukan yang terjadi antara lempeng-lempeng yang saling mendekat,akan terjadi


penunjaman dari salah satu lempeng tersebut.Lempeng yang lebih tipis ( Lempeng samudra )
akan menunjam di bawah lempeng benua yang relative lebih tebal.

Pada bagian yang menunjam akan meleleh menjadi magma dan bagian dari lempeng yang lain
akan mengalami perlipatan,pengangkatan,dan pensesaran.

B.GUNUNG API

-Merupakan suatu stadia aktivitas magma yang sedang berlangsung


-Tempat keluarnya / munculnya batuan lelehan atau rempah lepas volkanik yang berasal dari
dalam bumi.
-Bentuk yang dibangun atau himpunan rempah volkanik seperti kerucut,perisai,strato.

Univ.Kutai Kartanegara 3
MK.VOLKANOLOGI

BAB III

PEMBARUAN MODEL TEKTONIK LEMPENG INDONESIA

Model tektonik lempeng Indonesia dalam satu pola konvergen telah dibuat oleh Hamilton
(1970) dan Katili (1971). Sistem busur subduksi Sumatera dibentuk oleh penyusupan lempeng
samudra di bawah lempeng benua. Lempeng benua tebal dan tua ini meliputi busur volkanik
berumur Perm, Kapur dan Tersier (Katili, 1973).  Sedimen elastis sangat tebal  menyusup di
subduksi Sumatera (Hamilton, 1973) dan sedimen yang tebal didorong ke atas membentuk
rangkaian kepulauan. Batuan magmatik yang dibentuk di atas zona Benioff selalu mempunyai
karakter asam dan menengah.
 
Sistem subduksi Jawa dibentuk oleh subduksi lempeng samudra di bawah lempeng benua.
Lempeng ini tipis dan berumur muda, serta seluruhnya hampir terdiri dari batuan volkano-
plutonik berumur Tersier (Katili, 1973). Beberapa ignimbrit dijumpai di Jawa. Batuan
magmatik kebanyakan menengah.Lempeng samudra di selatan subduksi tertutup sedimen
pelagis dengan ketebalan 200 m (Hamilton, 1973).
 
Sistem subduksi Timor menunjukkan karakter yang berbeda. Dua fase yang berbeda
dapat  dirincikan dalam perkembangan busur Banda. Pada tahap awal, lempeng samudra
India-Australia disusupkan dibawah lempeng samudra Banda. Tahap berikutnya diikuti oleh
subduksi lempeng benua Australia ke zona subduksi busur Banda, sebagai akibat gerakan
menerus lempeng Australia ke utara. Hasil dari penurunan zona subduksi aktif ini adalah
tidakadanya gunungapi aktif di pulau Alor, Wetar dan Romang. Jika asumsi ini benar, maka
perlu dicari material mantel (ofiolit) di endapan tua Timor, serta sedimen darat di endapan-
endapan Plio-Plistosen
 
Batuan magmatis yang dibentuk di atas zona Benioff Timor cenderung menengah dan
basa. Lempeng di sini tipis dan muda dan diapit oleh lempeng benua. Ketebalan sedimen di
zona subduksi Timor saat ini sekitar 8000 kaki, dengan kondisi yang relatif terganggu oleh
sesar tensional yang dapat diamati.
 
Busur Sumatera, Jawa dan Banda menunjukkan perbedaan yang disebabkan oleh elemen-
elemen lempengnya. Lempeng yang tua dan tebal akan membentuk rangkaian pulau-pulau
besar dengan sifat gunungapi asam sampai menengah, sedang lempeng yang muda dan tipis
akan membentuk pulau-pulau kecil dengan sifat gunungapi menengah sampai basa.
 
Dalam zona subduksi Tersier di Kalimantan barat-laut jarang ditemukan elemen-elemen
eugeosinklin seperti ofiolit, rijang, lempung merah. Flish berumur Kapur Atas - Eosen
Atas  yang berkembang sedikit atau tidak mengandung rijang dan ofiolit, sehingga
menunjukkan adanya subduksi sangat miring (Haile, 1972).
 

Univ.Kutai Kartanegara 4
MK.VOLKANOLOGI

Zona subduksi kapur di Jawa Tengah yang menerus ke Pegunungan Meratus di


Kalimantan menunjukkan karakteristik dari batuan bancuh tipe Fransiscan (Sukendar, 1974)
dan bentuknya yang mengarah ke subduksi Lempeng Samudra India-Australia,
 
Busur luar non-volkanik Indonesia ditafsirkan sebagai zona subduksi Tersier (Hamilton,
1970; Katili, 1973), dengan berbagai jenis  petro-tektonik yang dapat dibedakan. Pulau-pulau
di pantai barat Sumatera ditandai oleh flish tebal dengan sedikit ofiolit.
 
Di pulau Timor, Seram, Buru dan Buton, sejumlah besar material sedimen klastik
ditemukan. Sedimen Plio-Pleistosen hampir seluruhnya mempunyai karakter sedimen dan
sedikit ofiolit.
 
Zona Subduksi Tersier dari Sulawesi Timur menunjukkan bahwa lapisan tipis sedimen
pelagis mengisi palung. Hal yang sama terjadi di sekitar Halmahera dan pulau kecil
disekitarnya.

 Volkanisme Kenozoikum  Sampai Resen

Daerah ini mempunyai tiga fase evolusi magmatik, seperti dikemukakan oleh Stilles
sebagai “initialer vlkanismus”, “synorogener putonismus” atau “subsequenter
vlkanismus” dan “finaler vlkanismus”. Tetapi konsep ini tidak dapat diterapkan dengan kaku
ketika mempelajari hubungan antara volkanisme dan tektonik di Indonesia (Katili, 1969).
Konsep Stilles hanya menunjuk satu daerah orogen, dan van Bemmelen memperluas gagasan
itu dan menerapkan hal tersebut ke zona yang mempunyai struktur paralel pada sistem
pegunungan Sunda, sesuai dengan teori undasinya.
 
Variasi komposisi laterit dari magma basal memotong kepulauan Indonesia ke berbagai
busur sesuai dengan klasifikasi Kuno (1966), kedalaman yang berbeda akan memproduksi
magma yang berbeda. Hartheron dan Dickinson (1969) menunjukkan bahwa di Indonesia
terdapat korelasi antara peningkatan K2O dalam produk gunungapi yang baru
dengan  kedalaman zona Benioff. Withford dan Nichols menyimpulkan bahwa kandungan
K2O batuan dari gunungapi tunggal di Jawa normalnya memberikan hubungan garis lurus
apabila dirajahkan dengan zona Benioff.  
 
Perbedaan kenampakan geologis, geofisik dan kegunungapian Sumatera dan Jawa terjadi
karena perbedaan arah gerak ke utara dari lempeng India-Australia, dan perbedaan evolusi
penurunan slab. Ini didukung fakta bawa zona magmatik di Sumatera dan Jawa mempunyai
pola berbeda (Katili, 1973). Gunungapi di busur Jawa dan Banda menunjukkan dengan jelas
efek dari proses ini.
 
Gunungapi potasik yang hadir di utara Jawa, utara Flores maupun Sumbawa tidak
dijumpai di Sumatera. Ini dapat diterangkan bahwa penetrasi terdalam dari litosfer di Jawa
dan Flores dapat mencapai 400 dan 700 km. Ketidakadaan gunungapi di Alor, Wetar dan
Romang telah dijelaskan oleh adanya penghentian subduksi di busur subduksi Timor (Katili,
1974). Jika gunungapi ini masih berhubungan dengan subduksi Timor, maka perlu ada
kesimpulan lain: seberapa jauh subduksi yang padam mempengaruhi keaktifan gunungaapi
seperti terjadi di Una-una di teluk Gorontalo, Sulawesi Tengah.
 
Fitc (1970) menunjukkan bahwa walaupun tidak ada bukti dari mekanisme lokal untuk
mendukung keberadaan undertusting sepanjang ujung timur busur Sunda, zona Benioff ada di

Univ.Kutai Kartanegara 5
MK.VOLKANOLOGI

zona ini. Penghentian zona subduksi oleh ketidakadaan undertrusting tidak harus


menunjukkan penghentian gerak litosfer di bagian dalam.
 
 Gunungapi alkali kapur di busur Banda cenderung sejajar dengan palung Timor-Seram,
dan berakhir dengan tidak beraturan di Seram. Zona subduksi berakhir di utara Buru dan
berubah menjadi bagian luar sisi selatan dari zona sesar Palu Koro. Tidak ada gunungapi aktif
yang hadir di antara pulau Buru dan lengan tenggara Sulawesi sebagai representasi
lingkungan sesar transform.
 
 Di lengan barat Sulawesi, gunungapi aktif Kenozoikum akhir hadir di ujung selatan
pulau, di teluk Gorontalo sebagai gunungapi Una-una serta di wilayah Minahasa dan Sangihe.
Posisi tektonik dari gunungapi potasik di Sulawesi selatan ini tidak jelas zona Benioff  yang
terjadi pada penyusupan di Pulau Jawa
 
Gunungapi Una-una memproduksi batuan seri alkali menengah, dan tidak ada
hubungannya dengan gunungapi-gunungapi alkali kapur yang terdapat di Sangihe dan
Minahasa (Katili, 1960). Gunungapi berhubungan dengan adanya zona subduksi yang miring
ke arah selatan yang telah patah, seperti dikemukakan Hamilton (1970). Kandungan potas
yang tinggi sesuai dengan keberadaan zona subduksi itu. Gunungapi-gunungapi aktif alkali
kapur dari kelompok Minahasa-Sangihe dapat berhubungan dengan zona subduksi yang
miring ke arah barat, yang sejajar dengan jalur volkanik ini .
 
Kenampakan menarik lain yang dikemukakan oleh van Bemmelan adalah adanya plato
basal di Lampung, Karimunjawa, Miut (Kalimantan Barat) dan Mindai (Paparan Sunda) yang
sangat alkalis (Hutchinson, 1973). Di Sumatera tidak dijumpai gunungapi potasik dan litosfer
tidak mempunyai kedalaman lebih dari 200 km. Boleh jadi keberadaannya di Kalimantan
Barat, kepulauan paparan Sunda atau di Malaysia tidak berkaitan dengan zona subduksi yang
ada di sebelah selatan, tetapi dihubungkan dengan zona subduksi yang lain. Hal tersebut juga
tidak dijumpai di Selat Makassar dan Laut Cina. Hutchison (1973) mengemukakan hubungan
basal tersebut  ke deep extension faultingsebagai interaksi lempeng-lempeng Eurasia,
Samudra India-Australia dan Pasifik. 
 
Adalah menarik untuk dicatat bahwa basal alkali Karimunjawa dan Sukadana diposisikan
sebagai batuan dasar yang terangkat. Busur Karimunjawa, menurut Nayoan (1973)
merupakan komplek batuan sedimen klastik dengan ketebalan lebih dari 1.000 m, terdiri dari
batupasir kwarsa yang termetamorfkan berumur Kwarter, yang tertutup batuan basalan.
Tinggian Lampung  yang ditutup oleh basal Sukadana yang berasal dari geneis pra Tersier
dan amfibolit yang diintrusi oleh batuan granit berumur Kapur (Katili, 1973). Pemikiran
spekulatif pemunculan batuan basal alkali ini diinterpretasikan sebagai gunungapi aktif
oleh hot spot yang tidak dapat dihubungkan dengan zona-zona subduksi dan pengangkatan.
Jika asumsi ini benar, maka kita harus menerima kenyataan bahwa dataran Sunda telah
berproses berjuta-juta tahun (Wilson, 1972)  

Volkanisma Tersier
 
Lokasi geografi kepulauan-kepulauan timur Indonesia sebelum interaksi Lempeng-
lempeng Eurasia, India-Australia dan Pasifik direkontruksikan berdasarkan pada analisis
kinematik kerangka tektonik kepulauan Indonesia seperti telah didiskusikan paparan
terdahulu.
 

Univ.Kutai Kartanegara 6
MK.VOLKANOLOGI

Batuan volkanik Tersier di lengan barat daya Sulawesi meliputi trakit, batuan piroklastik,
dasit, andesit, lava dan endapan lahar yang sebagian telah terkonsolidasi.  Batuan ini terdapat
di Pare-pare dan di sepanjang zona sesar Palu.  
 
Batuan volkanik basa menghadirkan bentuk basal dan spilit. Umur batuan yang tidak
diketahui hanya batuan volkanik Donggala di Sulawesi Tengah yang dianggap sebagai fasies
volkanik berumur Eosen Formasi Tinombo.
 
Batuan granit di bagian selatan Sulawesi mempunyai umur yang berkisar 5 x 10 6 sampai
8,6 x 106 juta tahun, sekitar Pliosen Awal sampai Miosen Akhir. Batuan beku gunungapi
berumur Tersier Awal di lengan utara Sulawesi telah diselidiki secara dengan rinci oleh Trail
dkk (1974)
 
Formasi Dolokopa yang berumur Miosen Awal sampai Akhir mengandung andesit yang
berlapis dengan graywacke dan batugamping. Volkanik Bilungala pada Miosen Awal sampai
Pliosen di dekat Gorontalo mengandung andesit, dasit dan riolit. Breksi Wobudu berumur
Miosen sampai Pliosen terdiri dari aglomerat andesit, tufa dan beberapa dasit serta basal.
Gunungapi Pani yang diperkirakan berumur Pliosen, terdiri dari dasit, riolit, dan andesit yang
terdiri dari batuan gunungapi dengan nama gunungapi Pinogu yang berumur Pliosen Akhir
sampai Plistosen, mengandung andesit, dasit tuf dan aglomerat.  Tidak ada penanggalan
radiometrik dilakukan terhadap batuan granit di kawasan ini, tetapi indikasi hubungan di
lapangan menurut Trail dkk (1974) berkisar antara Pliosen (granodiorit Bumbulan) sampai
Miosen (diorit Bone dan Bolihuto). Hal ini mungkin berhubungan dengan zona subduksi dari
gunungapi Miosen di lengan utara dan lengan timur Sulawesi.
 
Batuan volkanik dan granitik berumur Pliosen akhir di Gorontalo boleh jadi desebabkan
oleh subduksi minor yang terletak di barat laut Sulawesi yang terjadi akibat bergeraknya
sistem sesar Sorong ke arah barat.

Volkanisma Pra Tersier

Batuan volkanik Kabur di Pegunungan Gumai mengandung dua fasies yang berbeda
(Musper, 1937). Seri Saling yang mengandung tufa, batuan breksi volkanik kasar, aliran lava
berkomposisi basalan dan andesitan dan batugamping terumbu. Seri Lingsing yang berisi
formasi monoton dari lapisan tipis asam dan lempung dengan rijang radiolaria. Batuan
volkanik berumur Kapur Atas mempunyai kisaran umur 169 ± 7 sampai 171 ± 3 juta tahun.
 
Volkanisme Perm terjadi di sepanjang Sumatera. Kejadian pada dataran tinggi Padang,
Sumatera Tengah dan Jambi dirincikan dengan baik oleh Klompe dll (1961). Di Sumatera
Tengah batuan volkanik mengandung aliran andesit horblenda, andesit augit dan tufa dengan
interkalasi serpih asam dan batugamping yang mengandung fosil berumur Perm. Model
tektonik lempeng memerlukan eksistensi granit Perm di Sumatera. Berdasarkan penentuan
radiometri granit Paleozoikum di Sumatera Selatan dan Tengah berumur 276 – 298 juta tahun.
 
Batuan volkanik basalan dan andesit yang melimpah  dideskripsikan oleh Klompee (1961)
di Kalimantan Barat dan Malaysia Timur. Sebaran batuan volkanik andesitan dan riolitik yang
melimpah merupakan ciri khas semanjung Malaysia Timur (Hutchinson, 1973)
 
Kesesuaian zona subduksi  gunungapi Sumatera berumur Perm  yang menyusup ke benua
Asia dengan zona Benioff purba yang berasosiasi dengan volkanik Malaysia – Borneo, yang

Univ.Kutai Kartanegara 7
MK.VOLKANOLOGI

menyusup ke arah Samudra India. Kejadian ini tidak sesuai dengan sistem palung busur yang
telah dirincikan oleh Katili (1973) dan diperkuat oleh  Hutchinson (1973) Pupilli (1973).
Alkali granit yang melimpah dengan umur yang berbeda di Kalimantan barat nampak
mendukung keberadaan postulat yang menolak adanya zona subduksi ini.
 
Kejadian lain menyebutkan bahwa volkanisma Perm di Timor, didiskusikan oleh Roever
(1941). Batuan di sini mengandung basal olivin, traki basal, traki alkali dan alkali riolit yang
lebih tua dari ofiolit Timor, yang selama ini dikenal sebagai kegiatan volkanik di awal
geosinklin. Kenampakan gologis, komposisi dan umur gunungapi tersebut  menunjukkan
bahwa bukan busur volkanik Perm.  

Univ.Kutai Kartanegara 8
MK.VOLKANOLOGI

BAB IV

KERANGKA TEKTONIK BUSUR KEPULAUAN INDONESIA

Busur Sunda memperlihatkan efek dan mekanisme tektonik lempeng yang jelas. Bentuknya
yang cembung ke arah samudra India dan perbedaan tatanan geologi, dan geofisika
diintrepretasikan berhubungan dengan gaya tektonik yang bekerja padanya.  (Hatherton dan
Dickinson, 1969; Fitch, 1970;  Hamilton, 1973; dan Katili, 1973).
 
Bentuk busur Banda yang melengkung, serta Sulawesi dan Halmahera yang ganjil terjadi
karena gerak benua Australia dan Papua ke arah utara, yang dikombinasikan oleh gaya dorong
Lempeng Pasifik ke arah barat (Katili, 1973). Hal serupa juga dikemukakan oleh Visser dan
Hermes (1962), Audley-Charles dan Carter (1972), dan Gribi (1973). Timor, Seram, Buru dan
Buton merupakan sistem busur yang sama berkenaan dengan kesamaan tatanan geologinya
yang berasal dari hasil penunjaman Lempeng Samudra India-Australia.
 
Sulawesi pada zaman Mesosoikum kaya batuan metamorf, kecuali Buton dan Seram. Bagian
tenggara Sulawesi mengandung ofiolit yang diperoleh dari lempeng samudra dengan endapan
nikel dan krom, sedang Buton, Seram dan Timor menunjukkan perlapisan yang mengandung
hidrokarbon.
 
Busur dalam volkanik Sangihe dan busur luar non-volkanik Talaud cenderung sejajar berarah
utara-selatan. Punggungan Talaud meluas sampai Mayu dan menerus ke lengan timur
Sulawesi. Punggungan bawah laut Mayu di Laut Maluku menunjukkan gaya berat minimum
yang diduga merupakan akumulasi endapan-endapan opak dari sisa subduksi tua.
 
Bentuk dua lengan Sulawesi timur dan Halmahera dapat disebandingkan dengan dua anak
panah yang bergerak ke barat. Ini telah diketahui cukup lama bahwa lengan timur yang
cembung ke arah barat terdiri dari ofiolit, dan busur barat terdiri dari gunungapi aktif, yang di
Sulawesi telah padam pada zaman Kwarter. Sulawesi dan Halmahera merupakan busur
kepulauan yang mengarah ke utara selatan yang cembung ke arah Pasifik dengan zona
subduksi Sulawesi-Maluku yang miring ke barat.
 
Pergerakan Lempeng Pasifik ke arah barat yang mengikuti sistem sesar transform
menjelaskan kompleksitas tatanan geologi kawasan Sulawesi-Halmahera.  Selama pergerakan
ini pulau Banggai dan Buton dibawa ke arah timur laut. Pergerakan Banda ke arah timur-barat
hanya merupakan pelenturan, tidak membuat sesar besar sepertihalnya di Papua dan Sulawesi.

Univ.Kutai Kartanegara 9
MK.VOLKANOLOGI

BAB V

PENUTUP

Zona penujaman berumur Perm yang menyusup ke timur laut ke arah Benua Asia yang
hadir di Kalimantan Batat menunjukkan salah satu episoda hadirnya litofser ke kawasan ini.
Vulkanisma andesitan dan tubuh granit menyertai proses subduksi ini. Dalam waktu yang
sama subduksi yang berarah barat daya dipercaya bekerja di timur laut tepi benua. Batuan
andesitan, basalan, granitik terdapat di Malaysia Barat dan Kalimantan Barat sebagai kawasan
volkano-plutonik.
 
Pada zaman Kapur zona subduksi bagian barat daya dan barat laut, keduanya menjadi
lebih besar dan mengarah ke Samudra India dan Laut Cina Selatan.
 
Selama Tersier pengembangan sistem palung busur di Indonesia mencapai titik paling
tinggi. Pusat pemekaran yang berasal dari Samudra Idia menghasilkan satu sistem palung
busur yang meluas dari ujung barat laut Sumatera, Jawa, Sunda Kecil, Timor, Tanimbar, Kai,
Seram, Buru dan Buton. Busur Banda pada waktu itu menunjukkan kecenderungan arah
timur-barat seperti di Nias, Mentawai dan selatan Jawa yang memanjang sejauh 6.000
kilometer. Volkanisme secara intensif dan serempak terjadi bersamaan sepanjang pantai barat
Sumatera, pantai selatan Jawa dan Sunda Kecil. Batuan granitis ditemukan di Flores, Alor dan
Ambon sepanjang jalur volkano-plutonik Tersier
 
 Pada waktu yang hampir bersamaan pola subduksi baru berarah utara selatan terbentuk di
timur Kalimantan, dengan pusat pemekaran di Samudra Pasifik. Kemunculan  ini
berhubungan pula dengan sistem busur kepulauan Sulawesi - Filipina, karena arah gerak
lempeng Pasifik sejak Oligosen-Eosen berubah ke dari timur - barat (Ben Abraham dan
Uyeda, 1973).
 
Pada Miosen Tengah sampai Atas arah  zona subduksi Sulawesi Minadanau bergeser dari
utara – selatan  lebih ke timur, sehingga membentuk busur kepulauan Halmahera. Busur ini
tidak dapat berkembang lebih jauh. Subduksi berhenti pada akhir Miosen, dan membentuk
busur luar non-volkanik seperti Mentawai, Nias, Tanimbar, Kei, Buru, Seram dan Buton.
 
Peristiwa paling dramatis di dalam sejarah geologi Indonesia terjadi selama Pliosen,
ketika benua Australia bergerak cepat keutara bergabung dengan perputaran Papua yang
berputar berlawanan arah jarum jam, dan bersama-sama ke barat membentuk sistem sesar
transform Sorong, yang merubah perkembangan Indonesia Timur. Busur Banda yang berarah
timur-barat dibengkokan ke arah barat membentur Sulawesi dan Halmahera, sehingga
membentuk huruf K, juga menekan Sulawesi kembali beratus kilometer kembali ke arah
benua Asia.
 

Univ.Kutai Kartanegara 10
MK.VOLKANOLOGI

Pada zaman Plio-Plestosen zone subduksi  barat Sumatera dan selatan Jawa bergeser ke
arah laut dari palung Sumatera dan Jawa saat ini. Volkanisme Akhir Kapur sampai Resen
bergerak dengan arah kebalikan dari arah kemiringan zona Benioff menunjukkan kedangkalan
dibanding sebelumnya.
 
Pergerakan benua Australia ke arah utara dan pergerakan lempeng Pasifik ke arah barat
daya terus berlanjut, dan diakomodasikan oleh palung Banda dan sistem sesar transform
Sorong, sepanjang Banggai, Sula dan Buton.
 
Gunungapi di Indonesia timur dibentuk setelah tumbukan, mengikuti pola yang relatif
sama sejak Tersier, tetapi rusak ketika pola subduksi telah diganti oleh pergerakan sesar
transform. Gunungapi ini terdapat di Sulawesi utara, yang dibentuk oleh subduksi minor yang
mengakomodasi pergerakan pulau ini. Gunungapi ini juga hadir di Halmahera sebagai
konsekuensi polaritas balik akibat benturan di sebelah barat pulau ini.
 
Evolusi tektonik Kepulauan Indonesia menunjukkan bahwa sejak  Paleozoikum zona
subduksi sudah menyebar secara sistematis di area yang melebar dari benua ke arah Lautan
India, dan kemudian selama Tersier di arah Lautan Pasifik. Zona subduksi semakin tua akan
mendekati benua dan semakin muda mendekati lautan.
 
Busur volkano-plutonik juga menunjukkan suatu zonasi struktur, tetapi volkanik dan
granit menunjukkan umur yang berbeda walaupun berada pada jalur yang secara umum
tergantung pada tingkat kemiringan zona Benioff. Zona struktur  dan kehadiran gunungapi di
Indonesia barat sulit ditetapkan kacuali sejak Paleosoikum.  Di Indonesia barat zona subduksi
belum bergeser sangat jauh ke arah Samudra India, sehingga gunungapi yang lebih muda
menembus jalur orogen yang lebih tua. Di Indonesia timur migrasi jalur gunungapi terjadi
pada jarak beratus-ratus kilometer. Perbedaan ini dianggap sebagai perilaku menyimpang.
Pertumbuhan zona subduksi di Indonesia barat secara regular dapat berlanjut, tetapi di bagian
timur selama Pliosen terjadi beranekaragam benturan dari Lempeng India-Australia, Asia dan
Pasifik.

Univ.Kutai Kartanegara 11
MK.VOLKANOLOGI

REFERENSI

Ringkasan dari sumber pokok Geotectonics of Indonesia: a modern view, The Directorate


General of Mines, Jakarta,  Katili J.A. 1998, hal. 200-224.

Univ.Kutai Kartanegara 12

Anda mungkin juga menyukai