Anda di halaman 1dari 24

Makalah

“Membangun Disiplin Kelas Berbasis Karakter”

Dosen Pengampu :Laili Rosita M,Pd

Disusun Oleh Kelompok 1 :

1. Adella Mayra Putri Andiena (2020143081)


2. Rahma Dini (2020143082)
3. Ade Rizki Wahyuni (2020143083)
4. Nyimas Widya Silviana (2020143084)
5. Perdi (2020143085)
6. Fadilah (2020143086)
7. Hermayunita (2020143087)
8. Evi Astuti (2020143120)

Kelas :4C/PGSD

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS PGRI PALEMBANG

TAHUN AJARAN 2021/2022


Kata Pengantar
Assamualaikum wr.wb
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang mana berkat rahmat dan karunia-Nya lah kami
dapat menyelesaikan penulisan makalah yang berjudul "Membangun displin kelas berbasis
karakter". Tak lupa shalawat dan salam semoga tetap tercurah pada Nabi akhir zaman
Muhammad SAW, kepada keluarga, para sahabat dan seluruh umat-Nya.
Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini
sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Kami mengakui dalam makalah ini mungkin masih banyak terjadi kekurangan sehingga
hasilnya jauh dari kesempurnaan. Penulis sangat berharap kepada semua pihak kiranya
memberikan kritik dan saran yang sifatnya membangun.
Wassalamualaikum Wr.Wb

Palembang,30 Maret 2022

Penulis

DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Pendidikan dalam arti yang luas adalah proses pembudayaan anak untuk dibentuk
sesuai potensi belajar yang dimilikinya dengan tujuan agar menjadi anggota penuh dari
masyarakat yang dapat menghayati dan mengamalkan potensinya, baik secara individu
maupun bersama-sama dengan anggota lainnya. Oleh karena itu, perlu adanya upaya
pengembangan pendidikan karakter yang berbasis multikultural. Pengembangan model
pendidikan karakter berbasis multikultural sangat penting dilakukan mengingat akhir-akhir
ini ditengarai terjadi pengikisan karakter manusia Indonesia yang Pengembangan
Pembelajaran Kelas Berkarakter.

Dalam membangun disiplin kelas berbasis karakter dibutuhkan kerja sama guru dan
peserta didik. Mereka harus saling melengkapi satu sama lain. Guru dapat membantu atau
sangat berperan penting dalam jalannya disiplin kelas tersebut. Atau guru dapat memberi
sanksi atau sekedar peringatan pada peserta didik yang mealnggarnya.

Seorang guru yang akan mengembangkan karakter siswa harus menunjukkan bahwa
integritas adalah hal yang paling berharga. Guru terlebih dahulu harus berperan sebagai
model untuk menyatakan kebenaran, menghormati orang lain, menerima dan memenuhi
tanggung jawab, bermain jujur, mengembalikan kepercayaan, dan menjalani kehidupan yang
bermoral. Guru harus berperan sebagai model akan pentingnya keterlibatan dalam sebuah
pencarian kebenaran yang akan berlangsung seumur hidup sehingga dapat melakukan sesuatu
yang benar tidak mudah melakukan sesuatu tindakan yang salah.

Hal demikian bisa merupakan Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pendidikan


dan Kebudayaan telah mencanangkan pendidikan karakter mulai dari jenjang SD sampai
perguruan tinggi. Menurut Mendikbud, Muhammad Nuh, pembentukan karakter perlu
dilakukan sejak usia dini, untuk mencapai tujuan bangsa.

B.Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan karakter?


2. Bagaimana membangun interaksi disiplin kelas yang berbasis karakter?
3. Mengapa dibutuhkan pengembangan kelas berkarakter?
4. Apa saja strategi mengembangkan pembelajaran berbasis karakter?
5. Apa hambatan yang dihadapi dalam menerapkan pendidikan karakter?

C.tujuan

1. Mengetahui pengertian karakter


2. Mengetahui cara membangun interaksi disiplin kelas yang berbasis karakter
3. Mengetahui pentingnya pengembangan kelas berkarakter
4. Mengetahui strategi dalam mengembangkan pembelajaran berbasis karakter
5. Mengetahui hambatan yang dihadapi dalam menerapkan pendidikan karakter
BAB II
PEMBAHASAN
A.Pengertian Karakter
Menurut kamus besar bahasa Indonesia (1991) karakter merupakan sifat-sifat
kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain.Istilah
karakter dipakai secara khusus dalam terminologi ini biasanya mengacu pada sebuah
pendekatan idealis-ritualis dalam pendidikan yang juga dikenal dengan teori pendidikan
normatif. Termologi "karakter" itu sendiri sedikitnya memuat dua hal: value (nilai-nilai)
kepribadian.
Pengertian karakter menurut pusat bahasa Depdiknas adalah bawaan, hati, jiwa,
pribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, berwatak atau bersifat. Imam Al
Ghazali menganggap karakter dekat kepada akhlak, yaitu spontanitas manusia dalam
bersikap, melakukan perbuatan yang telah menyatu dalam diri manusia sehingga ketika
muncul tidak perlu dipikirkan lagi.
Tujuan pendidikan karakter bangsa diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Mengembangkan potensi afektif peserta didik sebagai manusia dan warga negara
yang memiliki nilai-nilai budaya dan karakter bangsa.
2. Mengembangkan kebiasaan dan perilaku peserta didik yang terpuji dan sejalan
dengan nilai universal dan tradisi budaya dan karakter bangsa.
3. Menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab peserta didik sebagai generasi
penerus bangsa.
4. Mengembangkan kemampuan peserta didik menjadi manusia yang mandiri, kreatif,
berwawasan kebangsaan.
5. Mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan belajar yang
aman, jujur, penuh kreativitas dan persahabatan, serta dengan rasa kebangsaan yang
tinggi dan penuh kekuatan.
Pendidikan karakter berpijak pada landasan filosofis yang bersumber dari pada
agama, dasar negara, UUD 1945, dan kebijakan pendidikan yang tertuang dalam UU No. 20
tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional.
Secara eksplisit pendidikan karakter merupakan amanat UU nomor 20 tahun 2003 tentang
sistem pendidikan nasional ia menegaskan bahwa:
pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman
dan bertakwa kepada Tuhan yang maha esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Guru membantu membentuk watak peserta didik, hal ini meliputi keteladanan
bagaimana perilaku guru, cara guru berbicara atau menyampaikan materi, bagaimana guru
bertoleransi, dan berbagai hal terkait lainnya. Secara institusional, pendidikan karakter
bertujuan untuk mempertinggi mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan di sekolah.
B.
Cara membangun disiplin kelas berbasis karakteryaitu:1.Berbagi agendaKetika
gurumenjelaskan sebuah pelajaran, berbagilah agenda dengan siswa. Berbagi agenda
disini maksudnya adalah jelaskan tujuan pelajaran yang diberikan, dasar pentingnya
pembelajaran tersebut bagi siswa, bagaimana nantiakan mengajarkannya sehingga tercapai
tujuan pembelajaran tadi.
Jangan sampai agenda yang dilakukan oleh guru tidak dipahami oleh siswa sehingga
pembelajaran akan berlangsung dengan kacau karena tidakada instruksi yang
jelas.2.Libatkan siswa dalam membuat aturanSaat guruingin membuat aturan di kelas, maka
libatlkanlah siswauntuk membuat aturannya. Dengan melibatkan siswa mereka akan
merasa dihargai dan diperlakukan secara adil. Aturan tersebut nantinya akan dipatuhi
bersama baik oleh guru maupun siswa. Tentunya aturan tersebut dilengkapi dengan
konsekuensi tertentu jika ada yang membuat pelanggaran. 3.Berbagi rencana dengan orang
tuaDalam menerapkan sebuah perencanaan kedisiplinan, guru juga bisa meminta bantuan
kepada orang tua untuk melancarkan perencanaan tersebut. Jelaskan mengenai aturan
yang ada di kelas serta konsekuensinya, sehingga nantinya gurudapat meminta bantuan
pada orang tua di titik tertentu dalam memecahkan sebuah permasalahan yang
terjadi.4.Gunakan bahasa yang baikLinda popov mengungkapkan bahwa bahasa membentuk
karakter. Dalam melihat sebuah permasalahan gunakanlah bahasa kebaikan untuk
mengarahkan seseorang gurudalam sudut pandang yang positif. Janganlah memakai
sudut pandang subyektif dalam menilai sebuah permasalahan, namun dengarkanlah terlebih
dahulu sudut pandang orang yang sedang diajak bicara. Setelah melihat dari sudut
pandangnya, jika ada yang kurang tepat maka giringlah ia menuju kebaikan dengan bahasa
yang baik.5.Membantu siswa belajar dari kesalahanSetiap orang pasti pernah berbuat
kesalahan, termasuk siswa. Nah disinilah tugas guru untuk membimbing siswa untuk
belajar dari kesalahan tersebut, memperbaikinya dan jangan terjebak kepada jurang
kesalahan yang sama.6.Membantu para siswa membuat rencana perubahan perilakuKetika
terjadi sebuah pelanggaran dari aturan, terlebih jika terjadi untuk yang kedua atau
ketiga kalinya, bantulah siswa untuk membuat rencana perubahan perilaku. Rencana
tersebut berisi peraturan apa yang dia langgar, kapan ia melakukan pelanggaran,
apa rencana yang akan ia lakukan untuk memperbaiki pelanggaran tersebut, berapa lama
waktu yang dibutuhkan untuk memperbaiki pelanggaran tersebut, serta apakah rencana
tersebut telah berhasil.7.Bahaslah mengapa perilaku itu salah
Ketika seorang siswa melakukan sebuah kesalahan, jangan hanya sekedar memberi
hukuman. Namun bicarakanlah kepada mereka mengapa perbuatan tersebut salah serta
apa saja dampak yang akan mereka tanggung dengan melakukan perbuatan yang salah
tersebut. Untuk menjelaskan perbuatan tersebut salah, gurubisa menggunakan
sebuah cerita tokoh yang pernah melakukan kesalahan yang sama dan akibat yang
tokoh tersebut terima ketika melakukan kesalahan tersebut.8.Berikanlahtanggung jawab
kepada anak yang sulit diaturKetika menghadapi anak yang sulit di atur, pemberian hukuman
bukanlah solusi yang baik. Dalam hal ini, yang bisa dilakukan adalah dengan memberi
tanggung jawab kepada anak tersebut. Pemberian tanggung jawab tersebut dipandang lebih
mampuuntuk membentuk karakter anak.Dalam melaksanakan tanggung jawab tersebut
tentunya disertai dengan pendampingan guru yang memiliki sikap dewasa, tegas, mampu
bekerjasama dengannya, penuh kasih sayang dan dapat memahami karakter anak tersebut.

Membangun Disiplin Kelas Berbasis Karakter

Dalam membangun disiplin kelas berbasis karakter dibutuhkan kerja sama guru dan peserta
didik. Mereka harus saling melengkapi satu sama lain. Guru dapat membantu atau sangat
berperan penting dalam jalannya disiplin kelas tersebut. Atau guru dapat memberi sanksi atau
sekedar peringatan pada peserta didik yang mealnggarnya. Ada beberapa contoh disiplin
dalam kelas, antara lain:

1. Berdoa sebelum dan sesudah pelajaran.


2. Memberikan kesempatan kepada semua peserta didik untuk melaksanakan ibadah.
3. Larangan menyontek.
4. Bekerja dalam kelompok yang berbeda.
5. Membiasakan hadir tepat waktu.
6. Membiasakan mematuhi aturan.
7. Mengambil keputusan kelas secara bersama melalui musyawarah dan mufakat.
8. Pemilihan kepengurusan kelas secara terbuka.
9. kebijakan melalui musyawarah dan mufakat.
10. Memajangkan: foto presiden dan wakil presiden, bendera negara, lambang negara.
11. Menggunakan produk buatan dalam negeri.
12. Pelaksanaan tugas piket secara teratur.

- Cara Membangun Disiplin Kelas Berbasis Karakter_Pemerintah telah menetapkan


sebuah kebijakan bahwa lulusan sekolah saat ini harus memiliki nilai-nilai karakter.
Pembentukan karakter dapat dilakukan melalui proses pendisiplinan. Disiplin disini
nantinya diharapkan bukan sebagai sebuah cara utuk membentuk karakter siswa
namun diharapkan ia dapat menjadi sebuah karakter yang melekat dalam diri siswa.
Ketika hal ini sudah terjadi, maka siswa secara sadar melakukan kewajibannya. Ia
melakukan itu bukan karena adanya punishment tetapi karena ia mengetahui
pentingnya disiplin dalam melakukan kewajiban itu. Ia sudah mengetahui manfaat
dari itu semua akan kembali kepada dirinya yang nantinya berguna untuk mencapai
kesuksesannya di masa depanCara Membangun Disiplin Kelas Berbasis
Karakter_Pemerintah telah menetapkan sebuah kebijakan bahwa lulusan sekolah saat
ini harus memiliki nilai-nilai karakter. Pembentukan karakter dapat dilakukan melalui
proses pendisiplinan. Disiplin disini nantinya diharapkan bukan sebagai sebuah cara
utuk membentuk karakter siswa namun diharapkan ia dapat menjadi sebuah karakter
yang melekat dalam diri siswa. Ketika hal ini sudah terjadi, maka siswa secara sadar
melakukan kewajibannya. Ia melakukan itu bukan karena adanya punishment tetapi
karena ia mengetahui pentingnya disiplin dalam melakukan kewajiban itu. Ia sudah
mengetahui manfaat dari itu semua akan kembali kepada dirinya yang nantinya
berguna untuk mencapai kesuksesannya di masa depan Mewujudkan kedisiplinan
kelas berbasis karakter bukanlah perkara yang mudah.
Mengapa dibutuhkan pengembangan karakter kelas?
Pengembangan ruang kelas berkarakter sangat dibutuhkan guna menciptakan suatu ruang
kelas yang aktif dan kreatif serta berpotensi guna menjadikan peserta didik agar menjadi
orang yang berkarakter yang baik. Dalam hal ini guru sangat berperan penting dalam
pengembangan ruang kelas yang berkarakter tersebut.
Di dalam dunia pendidikan, karakter adalah salah satu hal yang harus diperhatikan oleh kita
semua. Karakter adalah salah satu modal pembentuk pribadi yang baik,. bijaksana,
bertanggung jawab, jujur, dan dapat mmenghargai satu dengan yang lainnya.
dapat mengetahui lebih dalam terkait pendidikan karakter, lebih baiknya m.kita mengetahui
arti dari pendidikan dan karakter terlebih dahulu.
Secara singkat, pendidikan adalah proses pembelajaran pengetahuan, kebiasaan, dan
keterampilan dari diri manusia yang diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya
melalui proses sosialisasi.
Karakter adalah sifat atau watak, akhlak ataupun kepribadian dari seseorang yang mereka
pelajari dan lewat semasa mereka hidup. Keberadaan karakter berarti keberadaan fondasi dari
soft skill yang justru lebih menunjang tingkat kesuksesan seseorang dalam hidupnya kelak.
Hal ini adalah kemampuan yang harus dimiliki setiap manusia yang harus dibangun terus
menerus.
Ki Hadjar Dewantara dalam bukunya “Karya Ki Hadjar Dewantara Bagian Ke - II A:
Kebudajaan” menjelaskan lebih lanjut tentang bagaimana intisari dari pendidikan.
Menurutnya, pendidikan adalah usaha kebudayaan yang ditujukan untuk memberi bimbingan
dalam hidup, tumbuhnya jiwa raga anak agar bawaan lahiriah setiap individu dan pengaruh
lingkungannya membuat pribadi mereka menuju adab kemanusiaan. Maksudnya adalah
pendidikan diperuntukan untuk membentuk manusia agar menjadi beradab dan
memanusiakan manusia.
Penjelasan dari Ki Hadjar Dewantara di atas menegaskan bahwa pendidikan adalah sebuah
tuntunan dalam hidup dan tumbuh kembang anak. Hal tersebut berarti bahwa hidup
tumbuhnya anak terletak pada kecakapan atau kehendak dari pendidik. Setiap anak memiliki
kekuatan dalam dirinya sendiri, memiliki pengalaman, dan kekayaan dalam diri setiap
anaknya. Pendidik haruslah membimbing dan menguatkan apa yang di dalam diri setiap anak
agar dapat memperbaiki tingkah lakunya, cara hidup, dan pertumbuhannya.
Pendidikan karakter bertujuan untuk membangun dan membentuk penyempurnaan diri secara
komprehensif, guna membentuk kemampuan diri individu. Nah siapa nih yang seharusnya
membentuk pendidikan karakter?
Menurut Peraturan Presiden tentang penguatan pendidikan karakter (PPK) mengharuskan
masyarakat untuk memperdalam dan nilai-nilai utama yakni, nasionalis, mandiri, religius,
integritas, dan saling membantu atau gotong royong. Nilai-nilai yang dibawa tersebut
diharapkan dapat diterapkan di setiap lini khususnya pada sistem pendidikan kita sekarang
ini.
C. Strategi Mengembangkan Pembelajaran Berbasis Karakter
1. Strategi Peningkatan Tahap Perkembangan Moral
a. Konsep Strategi Pembelajaran Karakter
Strategi Pembelajaran karakter pada dasarnya adalah merupakan cara, pola, metode, atau
upaya yang dilakukan oleh pendidik (fasilitator) dengan cara memberi kemudahan-
kemudahan agar peserta didik mudah belajar, dan dalam konteks pendidikan karakter,
pemberian kemudahan tersebut dalam kerangka untuk mengembangkan karakter baik, atau
agar peserta didik dapat mengembangkan karakter baiknya sendiri.
Pilihan strategi pada pembelajaran karakter, sangat tergantung pada pendekatan pendidikan
karakter yang mana yang dikembangkan.Ketika sebuah lembaga pendidikan cenderung
memilih pendekatan kognitivistik maka strategi pembelajarannya cenderung kognitivistik,
ketika pendekatan behavioristik yang dipilih maka strateginya cenderung berorientasi pada
behavioristik, dan ketika memilih pendekatan komprehenship maka cenderung menggunakan
komprehenship pula, dimana berbagai pendekatan dapat dipakai secara saling melengkapi.
Berikut ini disajikan, pertama, strategi yang berorientasi pada pendekatan kognitif, dimana
pembelajaran diarahkan pada peningkatan perkembangan moral peserta didik, pembelajaran
diarahkan dalam kerangka meningkatkan pertimbangan moral peserta didik; kedua, strategi
yang berorientasi pada pendekatan komprehenship.Pendekatan kognitif ini diperkenalkan
oleh Kohlberg.
1). Strategi yang Berorientasi pada Perkembangan Moral (Moral Cognitive Development)
Strategi ini dikembangkan berangkat dari sebuah teori perkembangan moral yang
dikemukakan oleh Piaget dan Kohlberg.Piaget dan Kohlberg, 1975, melakukan studi yang
lama tentang mencuri, berbohong, dan curang. Kesimpula studinya adalah: (1) tidak ada
korelasi antara pendidikan budi pekerti dengan tingkah laku yang sebenarnya; (2) tingkah
laku moral seseorang tidak konsisten dari satu situasi ke situasi lainseseorang yang pada saat
tertentu tidak berbuat curang dapat saja pada saat yang lain berbuat curang; (3) kecurangan
biasanya tersebar secara merata.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendidikan budi pekerti yang diajarkan dengan member
contoh, menasehati, memberi hadiah dan hukuman, tidak menghasilkan tingkah laku yang
diharapkan. Perkembangan moral itu, menurut Piaget dan Kohlberg (1975) bukanlah suatu
proses menanamkan macam-macam peraturan dan sifat-sifat baik tetapi suatu proses yang
membutuhkan perubahan struktur kognitif yang sangat ditentukan oleh perkembangan
kognitif dan rangsangan dari lingkungan social.
Piaget mengadakan penyelidikan selama lebih 50 tahun tentang asal usul dan perkembangan
struktur kognitif dan pertimbangan moral pada usia-usia permulaan.Pisget menyimpulkan
bahwa ada dua tahapan besar dalam perkembangan moral.Pertama, tahap heteronomy, pada
tahap ini peraturan adalah merupakan hokum yang bersifat suci karena ditetapkan oleh orang-
orang dewasa.Larangan-larangan mencuri, menipu, dan lainnya dipandangnya sebagai
larangan yang dibuat semau-maunya oleh orang dewasa seperti undang-undang yang dibuat
oleh pada dewa.Tahapan ini berangsur-angsur berkurang, dan digantikan oleh tahap yang,
kedua, yaitu tahap otonomi dimana peraturan-peraturan itu dipandangnya sebagai hasil
keputusan yang harus dihormati karena merupakan hasil kesepakatan bersama.Kemudian
peraturan-peraturan tentang hak milik, larangan menipu, larangan mencuri, dipandangnya
sebagai syarat hubungan-hubungan dalam kelompok.Jika seluruh moralitas terkandung pada
peraturan (norma-norma) dan hakekat seluruh moralitas harus dicari dalam sikap hormat
kepada peraturan, maka pendidikan moral harus diarahkan sampai pada bagaimana pikiran
manusia sampai pada sikap hormat kepada peraturan.
Kohlberg, mengidentifikasi adanya enam tahapan perkembangan moral menjadi:
Tingkat Pra-konvensional:
Tahap-1: Orientasi pada hukuman dan kepatuhan, di mana akibat-akibat fisik menentukan
baik buruknya suatu tindakan.
Tahap-2: Orientasi Relativis Instrumental. Tindakan benar adalah ibarat ala tang dapat
memenuhi kebutuhan sendiri, atau kadang-kadang juga untuk memenuhi kebutuhan orang
lain, hubungannya seperti hubungan orang di pasar bersifat transaksional.
Tingkat Konvensional
Pada tingkatan ini memenuhi harapan-harapan keluarga, kelompok atau bangsa dianggap
sebagai suatu yang berharga bagi dirinya.Ada sikap ingin menjaga, member perlindungan,
dan loyal. Tingkatan ini terdiri atas dua tahap:
Tahap-3: Orientasi ke kelompok anak baik, atau anak manis. Tingkah laku yang baik adalah
tingkah laku yang menyenangkan orang lain dan yang mendapat persetujuan mereka. Orang
ingin diterima di lingkungannya dengan sikap manis.
Tahap-4: Orientasi hukum dan ketertiban. Ada orientasi pada otoritas, peraturan-peraturan
yang sudah pasti, dan usaha memelihara ketertiban social.Tingkah laku yang benar berupa
melakukan kewajiban, hormat kepada otoritas, dan memelihara ketertiban social demi
ketertiban.
Tingkat Pascakonvensional, Otonom, atau Berprinsip.
Pada tingkatan ini ada usaha yang jelas untuk mengartikan nilai-nilai moral dan prinsip yang
sahih serta dapat dilaksanakan, terlepas dari otoritas kelompok. Tingkatan ini ada dua
tahapan:
Tahap-5: Orientasi Kontrak Sosial Legalitas. Tindakan benar dipahami sebagai hak-hak
individual yang umum dan dari segi patokan-patokan yang sudah di kaji secara kritis dan
disetujui oleh masyarakat.Ada kesadaran bahwa hukum itu harus ditaati tetapi hukum juga
dapat saja diubah.
Tahap-6: Orientasi Azas Etika Universal. Benar diartikan sebagai keputusan suara hati, sesuai
dengan prinsip-prinsip etika yang dipilih sendiri, dengan berpedoman kepada
kekomprehenshifan logis, universalitas dan konsistensi.
Prinsip-prinsip yang berlaku pada perkembangan moral (Kohlberg) di atas adalah:
1.Perkembangan tahap selalu sama.
2.Dalam perkembangan tahap, subjek tidak dapat memahami penalaran moral tahap di
atasnya lebih dari satu tahap.
3.Dalam perkembangan tahap, subjek secara kognitif tertarik pada cara berpikir satu tahap di
atas tahapnya sendiri.
4.Dalam perkembangan tahap, peraliham dari tahap ke tahap terjadi jika diciptakan
disequilibrium kognitif, yaitu bila pandangan kognitif seseorang tidak mampu lagi
menyelesaikan suatu dilemma moral yang dihadapinya.
Mengacu kepada tingkatan dan tahapan perkembangan moral di atas, maka Kohlberg
menunjukkan cara untuk meningkatkan tingkatan dan tahapan perkembangan moral
seseorang dengan Diskusi Dilemma Moral. Diskusi dilemma moral adalah diskusi dengan
memanfaatkan bahan diskusi yang berupa ceritera-ceritera, atau issue-issue yang sangat
dilemmatis (rumit), peserta diskusi/peserta didik diminta untuk menanggapi issue yang
dilemmatis tersebut. Dengan mencermati tanggapan peserta didik tersebut seorang
guru/pendidik dapat menempatkan posisi pandangan peserta didik tersebut ke dalam
tingkatan/tahapan perkembangan moral.Kemudian siswa dilibatkan pada diskusi berikutnya
untuk pencapaian tingkat/tahapan perkembangan moral yang lebih tinggi.
Dalam satu kelompok diskusi dilemma moral, sangat dimungkinkan peserta diskusi
mempunyai pandangan-pandangan yang menggambarkan tingkat/tahapan perkembangan
yang bervariasi.Bisa saja tingkat perkembangan moral peserta diskusi berbeda-beda.Ada
yang tinggi, ada pula yang rendah tingkat perkembangan moralnya. Untuk meningkatkan
tingkat perkembangan moral peserta diskusi yang masih rendah tingkat perkembangan
moralnya, maka, peserta diskusi yang tingkat perkembangan moralnya rendah
dilukir/digabungkan dengan peserta diskusi yang tingkat perkembangan moralnya sudah
mencapai tingkatan yang lebih tinggi, tujuannya adalah agar yang tingkat perkembangan
moralnya masih rendah dapat terangkat/ditingkatkan kearah tingkatan/tahapan yang lebih
tinggi.
Contoh
Sebagaimana dicontohkan oleh Kohlberg, teks ceritera erikut ini adalah contoh bahan untuk
diskusi dilemma moral.
Di Eropa, ada seorang wanita yang mendekati ajalnya karena mengidap kangker. Para dokter
berpendapat, hanya ada satu macam obat yang mungkin dapat menyelamatkannya. Obat itu
sejenis Radium yang ditemukan oleh seorang Apoteker di kota itu belum lama berselang.
Biaya pembuatan obat itu sangat mahal, dan apoteker itu melipatkangandakan harga obat itu
sampai mencapai 10 kali lipat dari biaya pembuatannya.Satu butir obat yang dibuat dengan
biaya 200 dolar dijual 2000 dolar.
Hein suami seorang wanita yang sakit itu tidak punya uang yang cukup. Setelah pinjam
kesana kemari ia hanya dapat mengumpulkan uang pinjaman 1000 dolar yang hanya
mendapat butir obat. Hein mengatakan kepada Apoteker bahwa isterinya hamper meninggal,
dan memintanya agar harga obat diturunkan, atau, kalau boleh dibayar kemudian. Apoteker
itu berkata, jangan begitu, saya sudah menemukan obat itu dan saya ingin juga memperoleh
keuntungan dari penemuan saya itu. Heins menjadi putus harapan, dan kemudian menggedor
took obat itu dan mencuri obat itu untuk isterinya.
Beberapa pertanyaan yang dapat ditanyakan kepada peserta didik adalah:
(1) Haruskan Heins mencuri obat itu, mengapa?
(2) Manakah yang lebih buruk, membiarkan seseorang meninggal atau
mencuri, mengapa?
(3) Apa arti nilai hidup bagi manusia menurutmu?
(4) Apakah ada alas an yang kuat bagi seorang suami untuk mencuri jika
tidak mencintai istrinya?
(5) Apakah mencuri untuk orang lain sama benarnya dengan mencuri
dengan orang lain?
(6) Jika Heins tertangkap, haruskah Dia di penjarakan?
(7) Apabila Ia diadili, apakah hakim harus menjatuhkan hukuman
kepadanya, mengapa?
(8) Apa tanggung jawab hakim dalam masyarakat dalam hal ini?
Dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti dicontohkan di atas, maka tingkat
perkembangan moral peserta didik dapat dideteksi, kemudian, diarahkan melalui diskusi yang
lain dalam rangka meningkatkan tingkat perkembangan moralnya.
2) Strategi Pengungkapan Nilai dengan Value Clarification Techniq (VCT)
Value Clarification Tehnique (VCT) adalah teknik pengungkapan nilai. Melalui VCT peserta
didik dibina kesadaran emosional nilainya melalui cara yang kritis rasional melalui pengujian
kebenaran, kebaikan, kelayakan, keadilan, dan ketepatannya. Dimuka sudah dipaparkan
bahwa pendidikan karakter, pada dasarnya adalah pendidikan nilai, nilai-nilai lah yang akan
menentukan karakter seseorang. Dalam karangka untuk mengarahkan pada pencapaian nilai-
nilai/tingkatan perkembangan moral yang lebih tinggi, maka nilai-nilai yang sudah ada pada
diri peserta didik untuk diungkap, dengan terungkapnya niliai-nilai yang ada pada diri peserta
didik, maka seorang pendidik karakter perlu mengetahui nilai-nilai yang ada pada peserta
didik dengan cara mengungkap dan membawanya kearah tingkatan nilai-nilai/perkembangan
moral yang lebih tinggi.
Langkah-langkah VCT
Dalam melaksanakan VCT, Djahiri (1985) menyatakan bahwa terdapat langkah-langkah
dalam VCT. Langkah-langkah dalam VCT dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Penentuan situasi yang bersifat dilemmatic.
2. Penyajian situasi (pengalaman belajar) melalui membacakan atau peragaan dengan
melibatkan peserta didik, dengan cara: pengungkapan pokok masalah, identifikasi fakta,
menentukan kesamaan pengertian, dan menentukan masalah utama yang akan dipecahkan.
3. Penentuan posisi/pendapat melalui: penentuan pilihan individual, penentuan pilihan
kelompok dan kelas, klarifikasi atas pilihan-pilihan tersebut.
4. Menguji alas an dengan: meminta argumentasi, memantapkan argument dengan analogi,
mengkaji akibat-akibat, dan kemungkinan-kemungkinan dari kenyataan.
5. Penyimpulan dan pengarahan.
6. Tindak lanjut.
Model Pembelajaran VCT
Model pembelajaran adala pola yang dianut untuk mendesain pembelajaran; atau, model
pembelajaran adalah langkah-langkah pembelajaran dan perangkatnya untuk mencapai tujuan
pembelajaran.
Djahiri (1985) mengidentifikasi model-model pembelajaran VCT menjadi: (1) model
percontohan; (2) model analisis nilai; (3) VCT dengan menggunakan daftar matrik; (4) VCT
dengan klarifikasi nilai dengan kartu keyakinan; (5) VCT dengan teknik wawancara; (6) VCT
dengan teknik Yurisprudensial; (7) VCT dengan teknik inkuiri dengan pertanyaan acak.
VCT Model Percontohan
Langkah-langkah pembelajaran:
1. Ciptakan situasi dengan Contoh Keadaan yang memuat nilai-nilai kontras sesuai dengan
pokok bahasan.
2. Pengalaman Belajar
a. Lontarkan situasi melalui pembacaan oleh guru.
b. Berikan kesempatan kepada peserta didik berdialog sendiri atau dengan sesame.
c. Lakukan dialog terbimbing dengan pertanyaan-pertanyaan yang sudah dipersiapkan guru
secara individu, kemudian kelompok, dan disusul klasikal.
d. Menentukan argument dan klarifikasi pendirian, dengan pertanyaan yang bersifat
individual, kelompok, dan klasikal.
e. Pembahasan/pembuktian argument dengan mengembangkan target nilai.
f. Penyimpulan.
Contoh Ceritera Keadaan (Dikutip dari Djahiri, 1985)
Sebuah Truk bermuatan pasir tadi malam melaju dengan cepat disebuah jalan desa daerah
Depok.Di jalan tersebut, kebetulan sedang dilaksanakan kenduri besar di rumah Haji
Sanusi.Sebuah orkes melayu kesenangan penduduk sedang hangat membawakan lagu
Dangdut kesenangan masyarakat umum.Penonton melimpah ruah dari segala penjuru daerah
sekitar, memadati halaman dan jalan desa itu.Tiba-tiba, tanpa diketahui penonton, truk yang
sarat bermuatan pasir itu dengan penerangan kecil, melaju dengan kenang.
Sejumlah penonton masih ada yang sempat menyelamatkan diri, namun sejumlah besar
lainnya tidak sempat lagi mengelakkan diri.Tanpa ampun, diantara para penonton tertabrak,
terseret, dan tergilas Truk Maut itu.Truk it uterus melaju, bahkan mempercepat larinya,
karena Sang Sopir ketakutan.Truk itu baru berhenti di sebuah perkampungan di daerah
Cibinong sekitar 10 km dari tempat kejadian.Sopir dan kernetnya segera melarikan diri.
Setelah diteliti, kurban Truk Maut itu mencapai: 10 orang mati seketika, 12 orang luka berat
dan ringan, dan seorang wanita yang sedang hamil terseret truk sampai tempat
pemberhentiannya, tentunya wanita ini sudah mati dan berkeping-keping.
Pertanyaan guru: guru dapat menanyakan tentang:
(1) Kesan emosi siswa.
(2) Masalah apa yang dimuat dalam ceritera itu.
(3) Siapa pelakunya, apa kesalahan dan ketidaklayakannya?
(4) Hal apa saja yang dilanggar?
(5) Angkatlah objektivitas berpikir peserta didik: bahwa dari pihak pembuat dosa (sopir dan
kernet pelaku) ada juga aspek baiknya agar peserta didik belajar fair)
(6) Buat pertanyaan analogi atau personifikasi: misalnya, kamu Udin menyatakan bahwa
Sopir itu biadab dan harus dihukum berat. Nah, seandainya yang menjadi sopir itu ayahmu
sendiri, bagaimana pendapat dan perasaanmu? Pertanyaan ini akan menetralisir sentiment dan
mengembalikan nilai kemanusiaan secara wajar.
Model Analisis Nilai
Pengungkapan nilai dapat juga dilakukan dengan media: Reportasi/liputan, analisis sebuah
tulisan (teks), dan analisis Ceritera yang tidak selesai.
Langkah-langkah:
(1) Tentukan target nilai yang dikaji dalam pembelajaran.
(2) Siapkan media pembelajaran dalam bentuk, liputan misalnya: gambar, foto, ceritera, teks,
kliping Koran, atau ceritera yang dipotong (ceritera tidak selesai).
(3) Proses Pembelajaran:
a. Pasang media, monitor raut wajah peserta didik.
b. Identifikasi liputan peserta didik jangan dikomentari dulu.
c. Analisis/Klarifikasi masalah
d. Penyimpulan.
e. Tindak lanjut.
3). Strategi Pembelajaran Nilai dan Karakter yang Berorientasi pada Pendekatan
Komprehenshif.
Strategi yang Mementingkan keseimbangan Moral Knowing, Moral feeling, dan Moral
Action.
Strategi ini dikembangkan, terinspirasi dengan pandangan Lickona (1991) bahwa untuk
mengembangkan karakter, komponen-komponen karakter yang perlu dikembangkan secara
bersama-sama (tidak boleh salah satunya) adalah komponen moral knowing, moral feeling,
dan moral action. Persoalan utamanya adalah bagaimana pendidik nilai dan karakter dapat
memberi pengalaman belajar melalui strategi tertentu sehingga ketiga komponen karakter
itumuncul semua dalam satu pengalaman belajar.
Langkah-langkah Pembelajaran:
Pengembangan strategi pembelajaran yang berorientasi pada pendekatan komprehensif ini
setidak-tidaknya dilakukan dengan langkah-langkah: (1) peserta didik dilibatkan untuk
mengalami/melakukan tindakan moral tertentu (moral action) dalam situasi kehidupan riil;
(2) refleksi dan diskusi terhadap tindakan moral tertentu dalam rangka untuk meningkatkan
kesadaran diri atau mempertajam perasaan moral (moral feeling); (3) melalui tindakan moral
dan refleksi terhadap tindakan moral tersbut pengetahuan moral (moral knowing) peserta
didik juga berkembang. Jika langkah-langkah pembelajaran tersebut dilakukan, maka
pelaksanaan pembelajaran akan berlaku secara konstruktivistik.
Model Komprehensif yang Memadukan Pikiran dan Hati
Model ini dilandasi oleh sebuah pandangan bahwa, perilaku baik akan terjadi pada diri
peserta didik jika perilaku itu merupakan perwujudan dengan pertimbangan pikiran (ilmu
pengetahuan empiric) dan dikendalikan dengan hati (ajaran agama-agama). Jika seseorang
menggunakan pertimbangan rasionalnya dan dikendalikan dengan ajaran Tuhan maka akan
terwujud perilaku baik (menggambarkan perilaku orang-orang yang berakal).
Prinsip pembelajaran yang mementingkan keseimbangan aspek piker dan hati dilakukan
dengan prinsip/langkah-langkah:
1. Libatkan siswa dalam pengalaman belajaran secara otentik (melakukan) langsung atau
melalui simulasi.
2. Lakukan refleksi terhadap pengalaman belajar siswa secara otentik tersebut dengan
mengungkap keadaan nilai yang ada pada diri peserta didik, yang terfokus pada pengakuan
akan rendahnya penghargaan pada nilai-nilai, atau pelanggaran pada standard penilaian
3. Pengakuan kesalahan/pelanggaran pada standard penilaian dan bertobat dan berjanji
untuk tidak mengulangi pelanggaran-pelanggaran yang sama.
4. Ingatkan dan perkuat dengan ajaran agama-agama untuk penguatan nilai-nilai dan
karakter.
5. Berdoa yang bersifat motivasional untuk pencapaian nilai-nilai karakter ideal yang
diharapkan.
Model ini banyak dikembangkan oleh Abdullah Gymnastiar, yang dipraktikkan dalam
lingkungan Pondok Pesantren Daarut-Tauhied Bandung.

2. Strategi Pendekatan Kontekstual dalam Penyampaian Kurikulum Pembelajaran berbasis


Karakter
Selain pendekatan yang sudah dikemukakan, penulis juga mengemukakan pendekatan lain,
yaitu pendekatan kontekstual. Pendekatan konteekstual merupakan konsep belajar yang
membantu pendidik mengaitkan antara kurikulum yang diajarkan dengan situasi dunia nyata
peserta didi dan mendorong peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan
masyarakat. Dengan pendekatan ini diharapkan lebih bermakna bagi siswa.
Penyampaian kurikulum dalam proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk
kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari pendidik kepada
peserta didik. Strategi pembelajaran lebih diutamakan daripada hasil akhir yang berupa angka
numerik. Peserta didik perlu mengerti makna belajar, manfaatnya, status mereka sebagai
peserta didik dan cara mencapainya. Peserta didik diharapkan menyadari bahwa yang sedang
mereka pelajari akan berguna kelak. Jadi, disini peran pendidik hanya sebagai pengarah dan
pembimbing.
Kontekstual hanya sebuah pendekatan dan juga sebagai suatu strategi pembelajaran berbasis
karakter. Pendekatan kontekstual dikembangkan dengan tujuan agar pembelajaran berjalan
lebih produktif, bermakna, dan benar-benar menanamkan karakter pada peserta didik. Dalam
hal ini tugas guru adalah membantu peserta didik mencapai tujuannya. Maksudnya, pendidik
lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi. Tugas pendidik
mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan sesuatu yang
baru bagi anggota kelas (peserta didik). Pendekatan pembelajaran kontekstual dapat
dijalankan tanpa harus mengubah kurikulum dan tatanan yang sudah ada.
Berbagai alasan mengapa pendekatan kontekstual dapat digunakan adalah bahwa selama ini,
pendidikan di Indonesia masih didominasi oleh pandangan bahwa pengetahuan merupakan
perangkat fakta-fakta yang harus dihafalkan. Kelas masih berfokus kepada pendidik sebagai
sumber utama pengetahuan. Kemudian ceramah menjadi pilihan strategi utama pembelajaran.
Oleh karena itu, diperlukan sebuah strategi pembelajaran yag tidak memaksa siswa untuk
menghafalkan semua materi, tetapi sebuah strategi yang mendorong peserta didi untuk
mengkonstruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri dan kemudian mengamalkannya di
kehidupan sehari-hari.
Alasan lain adalah bahwa pengetahuan bukan merupakan seperangkat fakta dan konsep yang
siap diterima, tetapi sesuatu yang harus dikonstruksikan sendiri oleh peserta didik. Oleh
karena itu, diperlukan strategi belajar yang harus diterapkan kepada peserta ddik, yaitu
sebagai berikut:
Menekankan pentingnya pemecahan suatu masalah.
Mengakui perlunya kegiatan belajar mengajar dilakukan dalam berbagai konteks seperti
rumah dan masyarakat.
Mengajarkan dan memantau peserta didik agar dapat belajar mandiri dan efektif.
Menekankan pelajaran pada konteks kehidupan peserta didik yang berbeda-beda.
Mendorong peserta didik untuk belajar dari sesama dan belajar bersama.
Pembelajaran kontekstual adalah konsep belajar yang membantu pendidik mengaitkan antara
materi kurikulum yang diajarkan dengan situasi dunia nyata dan peseta didik membuat
hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan
sehari-hari.Hal penting yang perlu diperhatikan adalah perlunya pendidik membekali diri
dengan berbagai sikap positif seperti keinginan untuk selalu memperbaiki diri, selalu ingin
tahu hal baru, dan bersedia menerima kegagalan ataupun kritikan.
Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual dapat dijadikan sebagai alat untuk membangun
karakter bangsa. Model-model pembelajaran dengan pendekatan kontekstual menekankan
keterlibatan aktif peserta didik dalam belajar. Baik dalam tugas mandiri maupun kelompok.
Disamping itu, pembelajaran dengan pendekatan kontekstual memiliki tujuan dan komponen
yang sangat mendukung bagi terlaksananya nulai-nilai karakter bangsa. Pembelajaran
kontekstual dapat diterapkan umtuk membangun nilai-nilai karakter siswa melalui
pendekatan pembelajaran yang baik. Pendekatan pembelajaran itu adalah sebagai berikut:
Constructivisme, Pendidik meyakinkan pada pikiran peserta didik bahwa ia akan lebih belajar
bermakna jika ia mampu bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan membentuk atau
membangun pengetahuan serta ketrampilan barunya sendiri.
Inquiry. Pendidik dan peserta didik melaksanakan proses penemuan pengetahuan secara
mandiri, dan menjadi inti dari ppembelajaran kontekstual. Komponen ini sangat mendorong
tumbuhnya jiwa kemandirian peserta didik.
Questioning, Pendidik dan peserta didik senantiasa mengembangkan pertanyaan agar
menumbuhkan rasa ingin tahu. Komponen ini mendorong terwujudnya nilai orientasi pada
keunggulan. Hal ini juga merupakan alat bagi siswauntuk dapat menyelesaikan masalah
belajar ketika menghadapi tantangan.
Learning community. Pendidik senantiasa membiasakan membangun belajar kelompok, atau
dapat juga dengan berpasangan. Kemudian peserta didik dilatih dan dimantapkan
pengetahuannnya untuk bekerja secara perorangan. Komponen itu sangat penting bagi upaya
terwujudnya nilai demokratis, menghargai, gotong royong, bertanggung jawab, dan selalu
berorientasi pada keunggulan.
Modelling. Dalam sebuah pembelajaran ketrampilan tertentu ada model yang bisa ditiru, baik
dari pendidik, peserta didik maupun alat peraga yang dgunakan untuk mempermudah
pemahaman siswa. Komponen ini dapat melahirkan nilai-nilai berakhlak mulia, iman dan
taqwa, cinta tanah air, dan menumbuhkan jiwa kreatif. Hal ini bisa dipelajari misalnya ketika
mata pelajarn Geografi menerangkan tentang kekayaan alam indonesia beserta persebarannya
dengan menggunakan media peta.
Reflection. Cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir tentang sesuatu yang
sudah dilakukan. Refleksi dapat berupa pernyataanlangsung tentang sesuatu yang
diperolehnya pada hari itu, baik berupa ctatan ataujurnal di buku peserta didik. Komponen ini
dapat melahirkan kesadaranuntuk senantiasa berintropeksi diri setiap kali telah melakukan
suatu hal.
Authentic assessment. Proses pengumpulan data yang bisa memberikan gambaran
perkembangan belajar peserta didik., baik oleh pendidik maupun oleh peserta didik. Bagi
siswa, komponen ini membiasakan siswa untuk mengukur diri apakah sudah lebih baik atau
belum, apakah sudah ada kemajuan atau belum, apakah ada hambatan dan bagaimana cara
mengatasinya. Peserta didik yang sejak dini terbiasa dengang authentic assessment akan
menjadi tulang unggung negara dalam membangun bangsa.
3. Strategi Pengembangan Karakter Dengan Model Pembelajaran Berbasis Pancasila
a.Perlunya Model Pembelajaran Berbasis Pancasila
Pendidikan merupakan suatu proses untuk menuju ke arah yang menjadi baik atau lebih baik.
Pendidikan juga merupakan sarana dalam membentuk karakter anak sejak dini dalam rangka
menyiapkan generasi penerus bangsa yang berkualitas dan berkarakter. Di Indonesia
sekarang ini, pendidikan karakter juga berarti melakukan usaha sungguh-sungguh, sitematik
dan berkelanjutan untuk membangkitkan dan menguatkan kesadaran serta keyakinan semua
orang Indonesia bahwa tidak akan ada masa depan yang lebih baik tanpa membangun dan
menguatkan karakter rakyat Indonesia. Dengan kata lain, tidak ada masa depan yang lebih
baik yang bisa diwujudkan tanpa kejujuran, tanpa meningkatkan disiplin diri, tanpa
kegigihan, tanpa semangat belajar yang tinggi, tanpa mengembangkan rasa tanggung jawab,
tanpa memupuk persatuan di tengah-tengah kebinekaan, tanpa semangat berkontribusi bagi
kemajuan bersama, serta tanpa rasa optimisme diri. Dalam membangun karakter bangsa harus
diawali dari lingkup yang paling kecil, terutama di lingkungan sekolah. Upaya-upaya dalam
menerapkan nilai-nilai pendidikan karakter akan lebih mudah ketilka diwujudkan melalui
pembelajaran disekolah. Pembelajaran disekolah ini dapat mengadopsi nilai-nilai karakter
bangsa yang luhur terutama yang terdapat pada Pancasila.
b.Proses Pengimplementasian dan Penerapan Model Pembelajaran Karakter Berbasis
Pancasila
Keberagaman nilai pancasila merupakan suatu modal yang sangat besar dalam penerapan dan
pengembangan pembelajaran karakter di dunia pendidikan. Nilai-nilai dasar Pancasila
sangatlah kompleks dalam peroses pembentukan karakter peserta didik yang kini mulai
ditinggalkan. Melalui pendidikan yang di terapkan di sekolah, pembelajaran berbasis karakter
Pancasila hendaknya ditanamkan melalui sebuah kebiasaan.
D. Hambatan dalam Implementasi Pendidikan Karakter
Ada banyak hambatan dalam implementasinya yang perlu didiskusikan bersama.
Pertama, dari pihak keluarga. Ruang lingkup pendidikan karakter pertama kali tentu harus
ditanam melalui sebuah keluarga. Sebagai sekolah pertama bagi seorang anak, keluarga yang
diperankan utamanya oleh kedua orang tua memiliki posisi sentral dalam mengintroduksi
seorang anak kepada pendidikan karakter.
Namun dalam praktiknya, hal ini tidak mudah dilakukan. Pendidikan karakter erat
hubungannya dengan nilai-nilai agama di tengah masyarakat. Sedangkan tipologi masyarakat
Indonesia dalam memahami pendidikan karakter terbagi menjadi tiga kelas yaitu kelompok
bawah, menengah, dan atas.
Kelompok bawah, mereka pada dasarnya tidak paham apa dan bagaimana pendidikan
karakter ini. Mereka pun tidak ambil pusing untuk mengetahuinya. Ini terjadi karena
kelompok bawah lebih mementingkan roda ekonomi keluarga yang belum mapan sehingga
pendidikan karakter bagi anak mereka terlupakan. Dengan tipe keluarga seperti ini proses
pengenalan pendidikan karakter dalam internal keluarga tidak berjalan sebagaimana
mestinya.
Kedua, lingkungan. Jamak kita ketahui bahwa lingkungan berperan besar dalam
pembentukan karakter seorang anak. Betapapun bagusnya sebuah keluarga dalam
mengajarkan pendidikan karakter di rumah namun jika lingkungan anak tersebut tidak
mendukung, sudah pasti proses ini akan gagal.
Indonesia sendiri adalah negara yang sedang berkembang. Berbagai macam informasi masuk
dan dikonsumsi masyarakatnya dari yang muda hingga tua. Tentu ini bagus. Akan tetapi
kemampuan menganalisa dan menyaring informasi tersebut masih belum dimiliki pelajar
kita.
Dalam hal ini, informasi yang telah dikonsumsi dengan tanpa adanya kemampuan mengkritisi
akan menjadi karakter bagi seorang anak yang membentuk kepribadiannya. Pada tahun 2008
lalu seorang bocah sekolah dasar meninggal setelah bermain smack down bersama temannya.
Perilaku ini dipengaruhi oleh tontonan serupa di salah satu TV nasional kala itu.
Ketiga, kurikulum dan pendidik. Dalam praktiknya di lapangan, pemerintah telah merevisi
berkali-kali kurikulum nasional yang menekankan akan pentingnya nilai-nilai karakter
diterapkan dalam pembelajaran. Beberapa di antaranya adalah kejujuran, religius, toleransi,
disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, dsb. Langkah seperti ini masih terlihat belum optimal
mengingat toleransi khususnya kepada yang berbeda keyakinan mulai menurun di kalangan
pelajar sekolah menengah (survey the Wahid Institute, 2016).

BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Pendidikan karakter merupakan nilai yang diperlukan dalam mewujudkan kelangsungan
hidup bangsa, yang nantinya menjadi pijakan anak Indonesia sehingga berkembang menjadi
pribadi yang berkualitas, memilili akhlak yang baik, jujur, tanggung jawab, hormat dan
disiplin. Pendidikan ini dpat diwujudkan oleh seluruh lapisan masyarakat yang diaplikasikan
dalam kehidupan sehari-hari dengan mengajarkan nilai-nilai karakter yang positif atau
pembelajaran melalui pemahaman ketika melakukan interaksi.
Masalah – masalah yang dihadapi dalam proses pembelajaran antara lain mengajar
dengan kasar, kurangnya pemahaman siswa akan yang diajarkan, kurang percayanya siswa
pada yang mengajarinyaterhadap pembelajaran yang ada disekolah, dan melemahnya nilai –
nilai dalam kehidupan masyaraka
B.Saran
Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangannya,maka dari itu
kepada para pembaca jika ada kritik dan saran untuk makalah ini kami sangat menghargai
masukan-masukan dari para pembaca.Terimakasih.

DAFTAR PUSTAKA
Sukatin,Dkk.2020.Pendidikan Karakter.CV.Budi Utama:DIY.
https://afidburhanuddin-wordpress-com.cdn.ampproject.org/v/s/
afidburhanuddin.wordpress.com/2015/01/17/pengembangan-kelas-berkarakter/amp/?
amp_js_v=a6&amp_gsa=1&usqp=mq331AQKKAFQArABIIACAw%3D
%3D#aoh=16486087207552&referrer=https%3A%2F%2Fwww.google.com&amp_tf=Dari
%20%251%24s&ampshare=https%3A%2F%2Fafidburhanuddin.wordpress.com
%2F2015%2F01%2F17%2Fpengembangan-kelas-berkarakter%2F
http://rinitarosalinda.blogspot.com/2015/02/pembelajaran-berbasis-karakter.html?
m=1#:~:text=Strategi%20Pembelajaran%20karakter%20pada%20dasarnya,tersebut
%20dalam%20kerangka%20untuk%20mengembangkan
https://www.neraca.co.id/article/97888/hambatan-dalam-implementasi-pendidikan-karakter

Anda mungkin juga menyukai