Anda di halaman 1dari 3

Korupsi Dana Gereja, Terdakwa Divonis 2 Tahun Penjara

http:terasntt.com
Pius Namang dan Agustinus Bala Duan, terdakwa kasus korupsi dana pembangunan gedung
Gereja Paroki Sta. Maria Banneaux, Lewoleba, Kabupaten Lembata, tahun 2011, divonis 2 tahun penjara
oleh Majelis Hakim Tipikor Kupang, Senin (7/11/2016) dan denda Rp 50 juta subsider 2 bulan kurungan.
Terdakwa juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp. 18.800.000 dengan ketentuan jika tidak
membayar, maka akan diganti dengan hukuman 2 bulan kurungan. Sebelumnya kedua terdakwa ini
dituntut Jaksa Penuntut Umum (JPU) tiga tahun penjara denda Rp.50 juta subsider 1 bulan kurungan,
namun putusan hakim lebih ringan satu tahun.
Dalam amar putusannya, majelis hakim mengatakan, perbuatan terdakwa telah terbukti secara sah
dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi, memperkaya diri atau sebuah koorporasi yang
merugikan keuangan negara sesuai dakwaan primer. ”Terdakwa bebas dari dakwaan subsider namun
terbukti melanggar dakwaan primer pasal 2 (1) jo pasal 18 UU Tipikor No. 31/1999 sebagaimana diubah
dalam uu No 20 Tahun 2001 tentang tindak pidana korupsi,” tegas ketua majelis hakim. Sebelumnya,
dalam pembelaan kedua terdakwa mengatakan, penandatanganan MoU pencairan dana bantuan Rp 1
miliar di keuskupan Larantuka tersebut dilakukan oleh pastor paroki, bukan pihaknya. Bahkan terkait
kasus ini, lanjut terdakwa, Uskup Larantuka, Mgr. Frans Kopong Kung telah membuat surat ke Kajari
Lembata memohon kebijaksanaan untuk penyelesaian kasus gereja karena akan membenturkan persoalan
baru antar umat di gereja. Terdakwa juga menilai, pihaknya tidak tepat dimintai pertanggungjawaban,
karena yang berurusan dengan pencairan dana bantuan dengan pihak bank BRI cabang Lewoleba yakni,
pastor paroki dan bendahara. “Seharusnya pastor paroki yang bertanggungjawab karena merekalah yang
menandatangani MoU dan pencairan dana. Kami menilai, jaksa melempar kesalahan ke kami dan
memaksakan kasus ini untuk disidangkan,” ujar salah terdakwa.
Untuk diketahui, dalam kasus ini, JPU Kejari Lembata menetapkan tiga orang terdakwa yakni,
Petrus Muga Ladjar, Pius Namang selaku Ketua Panitia dan Agustinus Baladuan selaku bendahara.

Subbag Hukum – BPK Perwakilan Provinsi Nusa Tenggara Timur


Keduanya telah dituntut tiga tahun penjara denda Rp.50 juta subsider 1 bulan kurungan. Pagu dana
pembangunan gedung Gereja tersebut berasal dari Kementerian Agama RI sebesar Rp. 1.000.000.000
yang kemudian dimasukkan dalam DIPA Kantor Kementerian Agama Kabupaten Lembata, Program
Bimbingan Masyarakat Katolik untuk kegiatan bantuan pembangunan rumah ibadah. Selanjutnya, untuk
pemanfaatan bantuan tersebut, Kantor Kementerian Agama Kabupaten Lembata membuat Petunjuk
Teknis (Juknis) dan Juknis itu berpedoman pada Peraturan Presiden Nomor 54/2010 tentang pengadaan
barang dan jasa pemerintah sebagai pedoman pelaksanaan pembangunan gedung gereja Paroki Sta. Maria
Banneaux Lewoleba. Namun, dalam pelaksanaannya, tidak mengacu pada Juknis dan rencana anggaran
biaya yang sudah ditentukan. Akibat perbuatan ketiga terdakwa, negara mengalami kerugian sebesar Rp.
128.033.650 berdasarkan hasil perhitungan BPKP NTT.

Sumber :
http://www.terasntt.com/korupsi-dana-gereja-terdakwa-divonis-2-tahun-penjara/ , 7 November 2016
Surat Kabar Timor Express edisi 7 Oktober 2016

Catatan :
1. Tindak Pidana Korupsi menurut Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi adalah setiap orang yang secara melawan hukum melakukan
perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain yang suatu korporasi yang dapat merugikan
keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau
pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling
sedikit Rp. 200.000.000.00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah).
2. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi berbunyi :
(1) Selain pidana tambahan sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana, sebagai pidana tambahan adalah :
a. perampasan barang bergerak yang berwujud atau yang tidak berwujud atau barang
tidak bergerak yang digunakan untuk atau yang diperoleh dari tindak pidana korupsi,
termasuk perusahaan milik terpidana di mana tindak pidana korupsi dilakukan,
begitu pula dari barang yang menggantikan barang-barang tersebut;

Subbag Hukum – BPK Perwakilan Provinsi Nusa Tenggara Timur


b. pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknya sama dengan
harta benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsi;
c. penutupan seluruh atau sebagian perusahaan untuk waktu paling lama 1 (satu)
tahun;
d. pencabutan seluruh atau sebagian hak-hak tertentu atau penghapusan seluruh atau
sebagian keuntungan tertentu, yang telah atau dapat diberikan oleh Pemerintah
kepada terpidana.
(2) Jika terpidana tidak membayar uang pengganti sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
huruf b paling lama dalam waktu 1 (satu) bulan sesudah putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan
dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.
(3) Dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar
uang pengganti sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b, maka dipidana dengan
pidana penjara yang lamanya tidak melebihi ancaman maksimum dari pidana
pokoknya sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang ini dan lamanya pidana
tersebut sudah ditentukan dalam putusan pengadilan.
3. Kewenangan BPKP dalam menentukan atau perhitungan kerugian Negara adalah
berdasarkan Putusan Sidang Makamah Konstitusi Nomor 31/PUU-X/2012 halaman 52 yang
menjelaskan :
“Bahwa kewenangan BPKP dan BPK masing-masing telah diatur secara jelas dalam
peraturan perundang-undangan. BPKP merupakan salah satu lembaga pemerintah yang
bekerja berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan,
Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non
Departemen (selanjutnya disebut Keppres 103/2001). Dalam ketentuan tersebut disebutkan
bahwa BPKP mempunyai wewenang melaksanakan tugas pemerintah di bidang pengawasan
keuangan dan pembangunan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan yang
berlaku (vide Pasal 52 Keppres 103/2001). Pada Ketentuan Umum Peraturan Pemerintah
Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (selanjutnya disebut
PP 60/2008) menyatakan, “Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, yang
selanjutnya disingkat BPKP, adalah aparat pengawasan intern pemerintah yang bertanggung
jawab langsung kepada Presiden”. Pasal 47 ayat (2) PP 60/2008 tersebut kemudian
menyatakan, “Untuk memperkuat dan menunjang efektivitas Sistem Pengendalian Intern
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan: a. pengawasan intern atas penyelenggaraan
tugas dan fungsi Instansi Pemerintah termasuk akuntabilitas keuangan negara; dan b.
pembinaan penyelenggaraan SPIP”. Pasal 49 PP 60/2008 tersebut menyebutkan BPKP
sebagai salah satu aparat pengawasan intern pemerintah, dan salah satu dari pengawasan
intern itu termasuk audit investigatif.”

Subbag Hukum – BPK Perwakilan Provinsi Nusa Tenggara Timur

Anda mungkin juga menyukai