Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

LUKA BAKAR, DEMAM KEJANG, ARSD

Dosen Pembimbing :

Ns. Maria Valentina Sibarosi, M.Kep

Disusun Oleh

Kelompok 4 :

1. Fauzia Herdila
2. Hafifatul Khairiyah
3. Nurhayati
4. Lina
5. Deta Kartika
6. Zulhamda Eka Putra

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KESEHATAN MASYARAKAT

INSTITUT KESEHATAN PRIMA NUSANTARA BUKITTINGGI

TAHUN AJAR 2021/22


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami penjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya sehingga
kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Luka Bakar, Demam
Kejang, ARSD”. Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas yang diberikan
dalam mata Kuliah Keperawatan Gawat Darurat di Institut Kesehatan Prima
Nusantara Bukittinggi. Dalam Penulisan makalah ini kami merasa masih banyak
kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan
yang kami miliki. Untuk itu, kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan
demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.

Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih


yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan
makalah ini, khususnya kepada Dosen pengampu mata kuliah ini yang telah
memberikan tugas dan petunjuk kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan
tugas ini.

Bukittinggi, 1 April 2022

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................... 2

DAFTAR ISI .......................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG ................................................................................ 4

B. RUMUSAN MASALAH ............................................................................ 4

C. TUJUAN PENULISAN .............................................................................. 4

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Luka Bakar ................................................................................ 5

B. Pengertian Demam Kejang .......................................................................... 6

C. Pengertian ARSD ......................................................................................... 7

BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN ........................................................................................... 9

B. SARAN ........................................................................................................ 9

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 10


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang
disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia,
listrik, dan radiasi. Luka bakar merupakan suatu jenis trauma dengan morbiditas
dan mortalitas tinggi, yang memerlukan penatalaksanaan khusus sejak awal pada
fase syok sampai fase lanjut (Young et al, 2019). Luka bakar merupakan luka
yang unik di antara bentuk-bentuk luka lainnya karena luka tersebut meliputi
sejumlah besar jaringan mati yang tetap berada pada tempatnya untuk jangka
waktu yang lama. Dengan cepat luka bakar akan di diami oleh bakteri patogen,
mengalami eksudasi dengan perembesan sejumlah besar air, protein serta
elektrolit, dan kerap kali memerlukan pencangkokan kulit dari bagian tubuh untuk
menghasilkan penutupan luka yang permanen (Rittenhouse et al, 2019).
Demam kejang merupakan penyebab kejang tersering pada anak. Kejang
demam secara umum didefinisikan sebagai bangkitan kejang yang terjadi pada
anak usia 6 bulan sampai 5 tahun, serta berhubungan dengan kenaikan suhu tubuh
yaitu suhu yang melebihi 380C. Kejang ini disebabkan oleh suatu proses
ekstrakranial. 1,2 Apabila kejang demam terjadi pada usia kurang dari 6 bulan,
maka harus dipikirkan penyebab lain seperti infeksi susunan saraf pusat maupun
epilepsi yang terjadi bersamaan dengan demam.
ARDS adalah keadaan darurat medis yang dipicu oleh berbagai proses akut
yang berhubungan langsung ataupun tidak langsung dengan kerusakan paru.
Aryanto Suwondo, 2006. ARDS mengakibatkan terjadinya gangguan paru yang
progresif dan tiba-tiba ditandai dengan sesak napas yang berat, hipoksemia dan
infiltrat yang menyebar dikedua belah paru. ARDS juga disebut syok paru akibat
cedera paru dimana sebelumnya paru sehat, sindrom ini mempengaruhi kurang
lebih 150.000 sampai 200.000 pasien tiap tahun, dengan laju mortalitas 65 untuk
semua pasien yang mengalami ARDS. Faktor resiko menonjol adalah sepsis.
Kondisi pencetus lain termasuk trauma mayor, KID, tranfusi darah, aspirasi
tenggelam, inhalasi asap atau kimia, gangguan metabolik toksik, pankreatitis,
eklamsia, dan kelebihan dosis obat. Perawatan akut secara khusus menangani
perawatan kritis dengan intubasi dan ventilasi mekanik Doenges 1999 hal 217.
ARDS berkembang sebagai akibat kondisi atau kejadian berbahaya berupa trauma
jaringan paru baik secara langsung maupun tidak langsung. ARDS terjadi sebagai
akibat cedera atau trauma pada membran alveolar kapiler yang mengakibatkan
kebocoran cairan kedalam ruang interstisiel alveolar dan perubahan dalam jaring-
jaring kapiler, terdapat ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi yang jelas akibat
akibat kerusakan pertukaran gas dan pengalihan ekstansif darah dalam paru-paru.

B. Rumusan Masalah
A. Apa pengertian dari Luka Bakar ?
B. Apa pengertian dari Demam Kejang ?
C. Apa pengertian dari ARDS ?

C. Tujuan Penulisan

A. Memahami pengertian dari Luka Bakar


B. Memahami pengertian dari Demam kejang
C. Memahami pengertian dari ARDS
BAB II
PEMBAHASAN

A. Luka Bakar

1. Pengertian Luka Bakar


Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh atau
rusaknya kesatuan atau komponen jaringan, dimana secara spesifik terdapat
substansi jaringan yang rusak atau hilang. Ketika luka timbul, beberapa efek
akan muncul diantaranya hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ,
respons stres simpatis, perdarahan dan pembekuan darah, kontaminasi bakteri
dan kematian sel (Kaplan dan Hentz, 2006). Luka bakar (combustio) adalah
kehilangan jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas seperti air,
api, bahan kimia, listrik, dan radiasi. Luka bakar akan mengakibatkan tidak
hanya kerusakan kulit, tetapi juga mempengaruhi seluruh sistem tubuh (Nina,
2008).
Luka bakar merupakan suatu bentuk kerusakan dan atau kehilangan
jaringan disebabkan kontak dengan sumber yang memiliki suhu yang sangat
tinggi (misalnya api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi) atau suhu yang
sangat rendah. Saat terjadi kontak dengan sumber termis (atau penyebab
lainnya), berlangsung reaksi kimiawi yang menguras energi dari jaringan
sehingga sel tereduksi dan mengalami kerusakan (Moenadjat, 2009).
Luka bakar merupakan salah satu insiden yang sering terjadi di
masyarakat, khususnya kejadian luka bakar pada rumah tangga yang paling
sering ditemukan yaitu luka bakar derajat I dan II. Luka bakar merupakan 5
cedera yang mengakibatkan morbiditas kecacatan. Adapun derajat cacat yang
diderita relatif lebih tinggi dibandingkan dengan cedera oleh penyebab
lainnya. Sehingga biaya yang dibutuhkan untuk penanganan luka bakar
menjadi cukup tinggi (Sjamsuhidajat dan Jong, 2005).

2. Etiologi
Terdapat empat jenis cedera luka bakar yaitu termal, kimia, listrik, dan
radiasi.
a. Luka bakar suhu tinggi (Thermal Burn) : gas, cairan, bahan padat
Luka bakar thermal burn biasanya disebabkan oleh air panas (scald) ,jilatan api
ketubuh (flash), kobaran api di tubuh (flam), dan akibat terpapar atau kontak
dengan objek-objek panas lainnya (logam panas, dan lain-lain) (Moenadjat,
2005).

b. Luka bakar bahan kimia (Chemical Burn)


Luka bakar kimia biasanya disebabkan oleh asam kuat atau alkali yang biasa
digunakan dalam bidang industri militer ataupu bahan pembersih yang sering
digunakan untuk keperluan rumah tangga (Moenadjat, 2005).
c. Luka bakar sengatan listrik (Electrical Burn)
Listrik menyebabkan kerusakan yang dibedakan karena arus, api, dan ledakan.
Aliran listrik menjalar disepanjang bagian tubuh yang memiliki resistensi
paling rendah. Kerusakan terutama pada pembuluh darah, khusunya tunika
intima, sehingga menyebabkan gangguan sirkulasi ke distal. Sering kali
kerusakan berada jauh dari lokasi kontak, baik kontak dengan sumber arus
maupun grown (Moenadjat, 2001).
d. Luka bakar radiasi (Radiasi Injury)
Luka bakar radiasi disebabkan karena terpapar dengan sumber radio aktif. Tipe
injury ini sering disebabkan oleh penggunaan radio aktif untuk keperluan
terapeutik dalam dunia kedokteran dan industri. Akibat terpapar sinar matahari
yang terlalu lama juga dapat menyebabkan luka bakar radiasi (Moenadjat,
2001).

3. Patofisiologi
Luka bakar suhu pada tubuh terjadi baik karena kondisi panas langsung
atau radiasi elektromagnetik. Sel-sel dapat menahan temperatur sampai 440C
tanpa kerusakan bermakna, kecepatan kerusakan jaringan berlipat ganda untuk
tiap drajat kenaikan temperatur. Saraf dan pembuluh darah merupakan struktur
yang kurang tahan dengan konduksi panas. Kerusakan pembuluh darah ini
mengakibatkan cairan intravaskuler keluar dari lumen pembuluh darah, dalam
hal ini bukan hanya cairan tetapi protein plasma dan elektrolit. Pada luka bakar
ekstensif dengan perubahan permeabilitas yang hampir menyelutruh,
penimbunan jaringan masif di intersitial menyebabakan kondisi hipovolemik.
Volume cairan iuntravaskuler mengalami defisit, timbul ketidak mampuan
menyelenggarakan proses transportasi ke jaringan, kondisi ini dikenal dengan
syok (Moenajat, 2001).
Luka bakar juga dapat menyebabkan kematian yang disebabkan oleh
kegagalan organ multi sistem. Awal mula terjadi kegagalan organ multi sistem
yaitu terjadinya kerusakan kulit yang mengakibatkan peningkatan pembuluh
darah kapiler, peningkatan ekstrafasasi cairan (H2O, elektrolit dan protein),
sehingga mengakibatkan tekanan onkotik dan tekanan cairan intraseluler
menurun, apabila hal ini terjadi terus menerus dapat mengakibatkan
hipopolemik dan hemokonsentrasi yang mengakibatkan terjadinya gangguan
perfusi jaringan. Apabila sudah terjadi gangguan perkusi jaringan maka akan
mengakibatkan gangguan sirkulasi makro yang menyuplai sirkulasi organ-
organ penting seperti : otak, kardiovaskuler, hepar, traktus gastrointestinal dan
neurologi yang dapat mengakibatkan kegagalan organ multi sistem.

4. Manifestasi Klinis
Untuk mengetahui gambaran klinik tentang luka bakar (Combustio)
maka perlu mempelajari :
a. Luas Luka Bakar
Luas luka bakar dapat ditentukan dengan cara “Role of nine“ yaitu dengan
tubuh dianggap 9 % yang terjadi antara:
1) Kepala dan leher : 9 %
2) Dada dan perut : 18 %
3) Punggung hingga pantat : 18 %
4) Anggota gerak atas masing-masing : 9 %
5) Anggota gerak bawah masing-masing : 18 %
6) Perineum : 9 %

b. Derajat Luka Bakar


Untuk derajat luka bakar dibagi menjadi 4, yaitu :
1) Grade I
a) Jaringan yang rusak hanya epidermis.
b) Klinis ada nyeri, warna kemerahan, kulit kering.
c) Tes jarum ada hiperalgesia.
d) Lama sembuh + 7 hari.
e) Hasil kulit menjadi normal.
2) Grade II
a) Grade II
 Jaringan yang rusak sebagian dermis, folikel, rambut,
dan kelenjar keringat utuh,
 Rasa nyeri warna merah pada lesi.
 Adanya cairan pada bula.
 Waktu sembuh + 7 - 14 hari.

b) Grade II b
 Jaringan yang rusak sampai dermis, hanya kelenjar
keringan yang utuh.
 Eritema, kadang ada sikatrik.
 Waktu sembuh + 14 – 21 hari.
3) Grade III
a) Jaringan yang rusak seluruh epidermis dan dermis.
b) Kulit kering, kaku, terlihat gosong.
c) Terasa nyeri karena ujung saraf rusak.
d) Waktu sembuh lebih dari 21 hari.

4) Grade IV
Luka bakar yang mengenai otot bahkan tulang.

5. Proses Penyembuhan
Berdasarkan klasifikasi lama penyembuhan bisa dibedakan menjadi
dua yaitu: akut dan kronis. Luka dikatakan akut jika penyembuhan yang
terjadi dalam jangka waktu 2–3 minggu. Sedangkan luka kronis adalah segala
jenis luka yang tidak tanda-tanda untuk sembuh dalam jangka lebih dari 4–6
minggu.
Pada dasarnya proses penyembuhan luka sama untuk setiap cedera jaringan
lunak. Begitu juga halnya dengan kriteria sembuhnya luka pada tipa cedera
jaringan luka baik luka ulseratif kronik, seperti dekubitus dan ulkus tungkai,
luka traumatis, misalnya laserasi, abrasi, dan luka bakar, atau luka akibat
tindakan bedah. Luka dikatakan mengalami proses penyembuhan jika
mengalami proses fase respon inflamasi akut terhadap cedera, fase destruktif,
fase proliferatif, dan fase maturasi. Kemudian disertai dengan berkurangnya
luasnya luka, jumlah eksudat berkurang, jaringan luka semakin membaik.
Tubuh secara normal akan merespon terhadap luka melalui proses peradangan
yang dikarakteristikan dengan lima tanda utama yaitu bengkak, kemerahan,
panas, nyeri dan kerusakan fungi. Proses penyembuhannya mencakup
beberapa fase (Potter & Perry, 2005) yaitu:
a. Fase Inflamatori
Fase ini terjadi segera setelah luka dan berakhir 3–4 hari. Dua proses
utama terjadi pada fase ini yaitu hemostasis dan fagositosis. Hemostasis
(penghentian perdarahan) akibat vasokonstriksi pembuluh darah besar di
daerah luka, retraksi pembuluh darah, endapan fibrin (menghubungkan
jaringan) dan pembentukan bekuan darah di daerah luka. Scab (keropeng) juga
dibentuk dipermukaan luka. Scab membantu hemostasis dan mencegah
kontaminasi luka oleh mikroorganisme. Dibawah scab epithelial sel berpindah
dari luka ke tepi. Sel epitel membantu sebagai barier antara tubuh dengan
lingkungan dan mencegah masuknya mikroorganisme. Suplai darah yang
meningkat ke jaringan membawa bahan-bahan dan nutrisi yang diperlukan
pada proses penyembuhan.
b. Fase Proliferatif
Fase kedua ini berlangsung dari hari ke–4 atau 5 sampai hari ke–21.
Jaringan granulasi terdiri dari kombinasi fibroblas, sel inflamasi, pembuluh
darah yang baru, fibronectin and hyularonic acid.
Fibroblas (menghubungkan sel-sel jaringan) yang berpindah ke daerah luka
mulai 24 jam pertama setelah terjadi luka. Diawali dengan mensintesis
kolagen dan substansi dasar yang disebut proteoglikan kira-kira 5 hari setelah
terjadi luka. Kolagen adalah substansi protein yang menambah tegangan
permukaan dari luka. Jumlah kolagen yang meningkat menambah kekuatan
permukaan luka sehingga kecil kemungkinan luka terbuka. Kapilarisasi dan
epitelisasi tumbuh melintasi luka, meningkatkan aliran darah yang
memberikan oksigen dan nutrisi yang diperlukan bagi penyembuhan.
c. Fase Maturasi
Fase maturasi dimulai hari ke–21 dan berakhir 1–2 tahun. Fibroblas
terus mensintesis kolagen. Kolagen menyalin dirinya, menyatukan dalam
struktur yang lebih kuat. Bekas luka menjadi kecil, kehilangan elastisitas dan
meninggalkan garis putih. Dalam fase ini terdapat remodeling luka yang
merupakan hasil dari peningkatan jaringan kolagen, pemecahan kolagen yang
berlebih dan regresi vaskularitas luka. Terbentuknya kolagen yang baru yang
mengubah bentuk luka serta peningkatan kekuatan jaringan. Terbentuk
jaringan parut 50–80% sama kuatnya dengan jaringan sebelumnya. Kemudian
terdapat pengurangan secara bertahap pada aktivitas selular dan vaskularisasi
jaringan yang mengalami perbaikan (Syamsulhidjayat, 2005).

6. Komplikasi
Setelah sembuh dari luka, masalah berikutnya adalah jaringan parut
yang dapat berkembang menjadi cacat berat. Kontraktur kulit dapat
mengganggu fungsi dan menyebabkan kekakuan sendi atau menimbulkan
cacat estetik yang buruk sekali sehingga diperlukan juga ahli ilmu jiwa untuk
mengembalikan kepercayaan diri.
Permasalahan-permasalahan yang ditakuti pada luka bakar:
a. Infeksi dan sepsis
b. Oliguria dan anuria
c. Oedem paru
d. ARDS (Adult Respiratory Distress Syndrome)
e. Anemia
f. Kontraktur
g. Kematian

B. Demam Kejang

1. Pengertian Demam Kejang


Kejang demam adalah bangkitan kejang terjadi pada kenaikan suhu tubuh
(suhu rektal di atas 38° c) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang
demam sering juga disebut kejang demam tonik-klonik, sangat sering dijumpai pada
anak-anak usia di bawah 5 tahun. Kejang ini disebabkan oleh adanya suatu awitan
hypertermia yang timbul mendadak pada infeksi bakteri atau virus. (Sylvia A. Price,
Latraine M. Wikson, 1995).

2. Etiologi
Penyebab Febrile Convulsion hingga kini belum diketahui dengan Pasti,
demam sering disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas, otitis media,
pneumonia, gastroenteritis dan infeksi saluran kemih. Kejang tidak selalu tinbul pada
suhu yang tinggi. Kadang-kadang demam yang tidak begitu tinggi dapat
menyebabkan kejang (Mansjoer, 2000).
Kejang dapat terjadi pada setiap orang yang mengalami hipoksemia (penurunan
oksigen dalam darah) berat, hipoglikemia, asodemia, alkalemia, dehidrasi, intoksikasi
air, atau demam tinggi. Kejang yang disebabkan oleh gangguan metabolik bersifat
reversibel apabila stimulus pencetusnya dihilangkan (Corwin, 2001).

3. Patofisiologi
Peningkatan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel
neuron dan dalam waktu singkat terjadi difusi ion kalium dan natrium melalui
membran tersebut dengan akibat teerjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik
ini demikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun membran sel
sekitarnya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmiter dan terjadi kejang.
Kejang demam yang terjadi singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak
meninggalkan gejala sisa. Tetapi kejang yang berlangsung lama ( lebih dari 15 menit )
biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi
otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat yang
disebabkan oleh metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut jantung
yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat yang disebabkan oleh makin
meningkatnya aktivitas otot, dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak
meningkat. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan
hipoksia sehingga meningkatkan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang
mngakibatkan kerusakan sel neuron otak. Kerusakan pada daerah medial lobus
temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi
matang dikemudian hari sehingga terjadi serangan epilepsi spontan, karena itu kejang
demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis diotak hingga
terjadi epilepsi.
4. Manifestasi Klinis
Manifestasi Klinik klien dengan kejang demam antara lain :
1. Suhu tubuh > 38⁰c
2. Serangan kejang biasanya berlangsung singkat (kurang dari 15 menit)
3. Sifat bangkitan dapat berbentuk :
 Tonik : mata ke atas, kesadaran hilang dengan segera, bila berdiri jatuh ke
lantai atau tanah, kaku, lengan fleksi, kaki/kepala/leher ekstensi, tangisan
melengking, apneu, peningkatan saliva.
 Klonik : gerakan menyentak kasar pada saat tubuh dan ekstremitas berada
pada kontraksi dan relaksasi yang berirama, hipersalivasi, dapat mengalami
inkontinensia urin dan feses.
 Tonik Klonik
 Akinetik : tidak melakukan gerakan
4. Umumnya kejang berhenti sendiri, anak akan terbangun dan sadar kembali tanpa
adanya kelainan saraf.

5. Klasifikasi

Menurut Ngastiyah ( 1997: 231), klasikfikasi kejang demam adalah :


1. Kejang demam sederhana : yaitu kejang berlangsung kurang dari 15 menit dan
umum. Adapun pedoman untuk mendiagnosa kejang demam sederhana dapat
diketahui melalui criteria Livingstone, yaitu :
 umur anak ketika kejang antara 6 bulan sampai 4 tahun
 kejang berlangsung hanya sebentar, tidak lebih dari 15 menit.
 Kejang bersifat umum
 Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbul demam.
 Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kjang normal
 Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normal tidak
menunjukan kelainan.
 Frekuensi kejang bangkitan dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali
2. Kejang kompleks :
Kejang kompleks adalah tidak memenuhi salah satu lebih dari ketujuh criteria
Livingstone. Menurut Mansyur ( 2000: 434) biasanya dari kejang kompleks diandai
dengan kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit, fokal atau multiple ( lebih dari 1
kali dalam 24jam). Di sini anak sebelumnya dapat mempunyai kelainan neurology
atau riwayat kejang dalam atau tanpa kejang dalam riwayat keluarga.

6. Komplikasi
Pada penderita kejang demam yang mengalami kejang lama biasanya terjadi
hemiparesis. Kelumpuhannya sesuai dengan kejang fokal yang terjadi. Mula – mula
kelumpuhan bersifat flasid, tetapi setelah 2 minggu timbul spastisitas.
Kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak
sehingga terjadi epilepsi. Ada beberapa komplikasi yang mungkin terjadi pada klien
dengan kejang demam :
a) Pneumonia aspirasi
b) Asfiksia
c) Retardasi mental

C. ARDS

1. Pengertian ARDS
Gagal nafas akut /ARDS adalah ketidakmampuan sistem pernafasan untuk
mempertahankan oksigenasi darah normal (PaO2), eliminasi karbon dioksida
(PaCO2) dan pH yang adekuat disebabkan oleh masalah ventilasi difusi atau perfusi.
Gagal nafas akut/ARDS adalah kegagalan sistem pernafasan untuk mempertahankan
pertukaran oksigen dan karbondioksida dalam jumlah yangdapat mengakibatkan
gangguan pada kehidupan. Gagal nafas akut/ARDS terjadi bilamana pertukaran
oksigen terhadap karbondioksida dalam paru-paru tidak dapat memelihara laju
komsumsioksigen dan pembentukan karbon dioksida dalam sel-sel tubuh. Sehingga
menyebabkan tegangan oksigen kurang dari 50 mmHg (Hipoksemia) dan peningkatan
tekanan karbondioksida lebih besar dari 45 mmHg (hiperkapnia).
Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) merupakan kerusakan paru total akibat
berbagai etiologi. Keadaan ini dapat dipicu oleh berbagai hal, misalnya sepsis,
pneumonia viral atau bakterial, aspirasi isi lambung, trauma dada, syok yang
berkepanjangan, terbakar, emboli lemak, tenggelam, transfuse darah masif, bypass
kardiopulmonal, keracunan O2 , perdarahan pankreatitis akut, inhalasi gas beracun,
serta konsumsi obat-obatan tertentu. ADRS merupakan keadaan darurat medis yang
dipicu oleh berbagai proses akut yang berhubungan langsung ataupun tidak langsung
dengan kerusakan paru.
ARDS adalah penyakit akut dan progressif dari kegagalan pernafasan disebabkan
terhambatnya proses difusi oksigen dari alveolar ke kapiler yang disebabkan oleh
karena terdapatnya edema yang terdiri dari cairan koloid protein baik interseluler
maupun intraalveolar. ARDS adalah suatu kondisi yang ditandai oleh hipoksemia
berat, dispnea dan infiltrasi pulmonari bilateral. ARDS menyebabkan penyakit
restriktif yang sangat parah. ARDS pernah dikenal dengan banyak nama termasuk
syok paru, paru-paru basah traumatik, sindrom kebocoran kapiler, postperfusi paru,
atelektasis kongestif dan insufisiensi pulmonal postraumatik. Sindrom ini tidak pernah
timbul sebagai penyakit primer, tetapi sekunder akibat gangguan tubuh yang terjadi.

2. Etiologi

1. Depresi Sistem saraf pusat


Mengakibatkan gagal nafas karena ventilasi tidak adekuat. Pusat pernafasan
yang menngendalikan pernapasan, terletak dibawah batang otak (pons dan medulla)
sehingga pernafasan lambat dan dangkal.
2. Kelainan neurologis primer
Akan memperngaruhi fungsi pernapasan. Impuls yang timbul dalam pusat
pernafasan menjalar melalui saraf yang membentang dari batang otak terus ke saraf
spinal ke reseptor pada otot-otot pernafasan. Penyakit pada saraf seperti gangguan
medulla spinalis, otot-otot pernapasan atau pertemuan neuromuslular yang terjadi
pada pernapasan akan sangatmempengaruhiventilasi.
3. Efusi pleura, hemotoraks dan pneumothoraks
Merupakan kondisi yang mengganggu ventilasi melalui
penghambatanekspansi paru. Kondisi ini biasanya diakibatkan penyakti paru yang
mendasari, penyakit pleura atau
trauma dan cedera dan dapat menyebabkan gagal nafas.
4. Trauma
Disebabkan oleh kendaraan bermotor dapat menjadi penyebab gagal nafas.
Kecelakaan yang mengakibatkan cidera kepala, ketidaksadaran dan perdarahan dari
hidung dan mulut dapat mnegarah pada obstruksi jalan nafas atas dan depresi
pernapasan. Hemothoraks, pnemothoraks dan fraktur tulang iga dapat terjadi dan
mungkin meyebabkan gagal nafas. Flail chest dapat terjadi dan dapat mengarah pada
gagal nafas. Pengobatannya adalah untuk memperbaiki patologi yang mendasar.
5. Penyakit akut paru
Pnemonia disebabkan oleh bakteri dan virus. Pnemonia kimiawi atau
pnemonia diakibatkan oleh mengaspirasi uap yang mengritasi dan materi lambung
yang bersifat asam. Asma bronkial, atelektasis, embolisme paru dan edema paru
adalah beberapa kondisi lain yang menyababkan gagal nafas.

3. Manifestasi Klinis
Gejala klinis utama pada kasus ARDS :
1. Peningkatan jumlah pernapasan
2. Klien mengeluh sulit bernapas, retraksi dan sianosis
3. Pada Auskultasi mungkin terdapat suara napas tambahan
4. Penurunan kesadaran mental
5. Takikardi, takipnea
Takikardia yang menandakan upaya jantung untuk memberikan lebih banyak
lagi oksigen kepada sel dan organ vital.
6. Terdapat retraksi interkosta
7. Sianosis
8. Hipoksemia
9. Auskultasi paru : ronkhi basah, krekels, stridor, wheezing.
Ronchibasahdankering yang terdengardanterjadikarenapenumpukancairan di
dalamparu-paru.
10. Auskultasi jantung : BJ normal tanpa murmur atau gallop
11. Pernapasan yang cepatsertadangkaldandispnea dengan kesulitan bernafas,
yang terjadi beberapa jam hingga beberapa hari pasca cedera awal. Gejala ini
timbul sebagai reaksi terhadap penurunan kadar oksigen dalam darah.
12. Peningkatan frekuensi ventilasi akibat hipoksemia dan efeknya pada pusat
pnumotaksis.
13. Retraksi intercostal dan suprasternal akibat peningkatan dan upaya yang
diperlukan untuk mengembangkan paru-paru yang kaku.
14. Gelisah, khawatir dan kelambanan mental yang terjadi karena sel-sel otak
mengalami hipoksia.
15. Disfungsi motorik yang terjadi karena hipoksia berlanjut.
16. Asidosis respiratorik yang terjadi ketika karbondioksida bertumpuk di dalam
darah dan kadaroksigen menurun.
17. Asidosis metabolik yang pada akhirnya akan terjadi sebagai akibat kegagalan
mekanisme kompensasi.

4. Penatalaksanaan Medis
Tujuan utama pengobatan adalah untuk memperbaiki masalah ancama
kehidupan
dengan segera, antara lain :
1. Terapi Oksigen
Oksigen adalah obat dengan sifat terapeutik yang penting dan secara
potensial mempunyai efek samping toksik. Pasien tanpa riwayat penyakit
paru-paru tampak toleran dengan oksigen 100% selama 24-72 jam tanpa
abnormalitas fisiologi yang signifikan.
2. Ventilasi Mekanik
Aspek penting perawatan ARDS adalah ventilasi mekanis. Terapi modalitas
ini bertujuan untuk memmberikan dukungan ventilasi sampai integritas
membrane alveolakapiler kembali membaik. Dua tujuan tambahan adalah :
a. Memelihara ventilasi adekuat dan oksigenisasi selama periode kritis
hipoksemia berat.
b. Mengatasi factor etiologi yang mengawali penyebab distress
pernapasan.
3. Positif End Expiratory Breathing (PEEB)
Ventilasi dan oksigen adekuat diberikan melaui volume ventilator dengan
tekanan dan kemmampuan aliran yang tinggi, di mana PEEB dapat
ditambahkan. PEEB di pertahankan dalam alveoli melalui siklus pernapasan
untuk mencegah alveoli kolaps pada akhir ekspirasi.
4. Memastikan volume cairan yang adekuat
Dukungan nutrisi yang adekuat sangatlah penting dalam mengobati pasien
ARDS, sebab pasien dengan ARDS membutuhkan 35 sampai 45 kkal/kg
sehari untuk memmenuhi kebutuhan normal.
5. Terapi Farmakologi
Penggunaan kortikosteroid dalam pengobatan ARDS adalah controversial,
pada kenyataanya banyak yang percaya bahwa penggunaan kortikosteroid
dapat memperberat penyimpangan dalam fungsi paru dan terjadinya
superinfeksi. Akhirnya kotrikosteroid tidak lagi di gunakan.
6. Pemeliharaan Jalan Napas
Selan endotrakheal di sediakan tidak hanya sebagai jalan napas, tetapi juga
berarti melindungi jalan napas, memberikan dukungan ventilasi kontinu dan
memberikan kosentrasi oksigen terus-menerus. Pemeliharaan jalan napas
meliputi : mengetahui waktu penghisapan, tehnik penghisapan, dan
pemonitoran konstan terhadap jalan napas bagian atas.
7. Pencegahan Infeksi
Perhatian penting terhadap sekresi pada saluran pernapasan bagian atas dan
bawah serta pencegahan infeksi melalui tehnik penghisapan yang telah di
lakukan di rumah sakit.
8. Dukungan nutrisi
Malnutrisi relative merupakan masalah umum pada pasien dengan masaalah
kritis. Nutrisi parenteral total atau pemberian makanan melalui selang dapat
memperbaiki malnutrisi dan memmungkinkan pasien untuk menghindari
gagal napas sehubungan dengan nutrisi buruk pada otot inspirasi.

5. Komplikasi
1. Hipotensi.
2. Penurunankeluaran urine.
3. Asidosismetabolic.
4. Asidosisrespiratorik.
5. MODS.
6. Febrilasiventrikel.
7. Ventricular arrest

Anda mungkin juga menyukai