Anda di halaman 1dari 21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Acne vulgaris

1. Pengertian acne vulgaris

Acne vulgaris merupakan penyakit kronis dengan gambaran klinis

polimorfik yang terrasa gatal akibat terjadinya sumbatan atau peradangan

pada unit pilosebasea. Tempat predileksi terjadinya acne vulgaris yaitu di

daerah yang banyak ditemukan kelenjar pilosebasea, terutama pada wajah,

bahu, lengan atas, dada, dan punggung. Salah satu penyakit kulit yang selalu

mendapat perhatian bagi para remaja dan dewasa muda (Utami Rendika F,

2019).

Acne vulgaris (jerawat) adalah penyakit kulit akibat peradangan kronis

dengan patogenesis kompleks, melibatkan kelenjar sebasea hiperkeratisasi

folikular, kolonisasi bakteri berlebihan, reaksi imun tubuh, dan peradangan

(Madelina dan Sulistvaningsih, 2018).

Acne vulgaris adalah suatu keadaan dimana pori-pori kulit tersumbat

sehingga timbul bruntusan (bintik merah) dan abses (kantong nanah) yang

meradang dan terinfeksi pada kulit. Jerawat sering terjadi pada kulit wajah,

leher dan punggung baik laki-laki maupun perempuan.


2. Epideomiologi Acne Vulgaris

Kondisi ini sangat umum terjadi pada masa remaja dan tidak memerlukan

terapi khusus untuk meneymbuhkannya. Keadaan ini sering dialami oleh

mereka yang berusia remaja dan dewasa muda.

Acne vulgaris merupakan penyakit kulit yang paling umum diderita oleh

masyarakat. Dapat diperkirakan 75% dari remaja di dunia mengalami acne

vulgaris. Acne mengenai sebanyak 80% dari semua orang pernah mengalami

acne vulgaris. Acne vulgaris mengenai sebanyak 80% orang pada usia 11

sampai 30 tahum. Selama masa remaja, acne vulgaris lebih sering terjadi

pada pria. Acne paling sering terjadi pada remaja, di mana didapatkan

prevalensi tertinggi pada umur 15-16 tahun pada wanita maupun pria,

meskipun acne biasanya sudah muncul sejak 9 tahun. Pada usia dewasa, acne

vulgaris lebih sering terjadi pada wanita, di mana acne bisa muncul pada

20% wanita dan 8% pria untuk pertama kali pada usia 25 tahun atau lebih.

Acne vulgaris menempati peringkat kedelapan penyakit dengan kasus

terbanyak secara global di tahun 2010, dengan prevalensi sebanyak 9,4%

atau sekitar 645% juta kasus. Di Amerika Serikat, diperkirakan prevalensi

acne vulgaris mencapai 17 sampai 45 juta penderita. Sedangkan di Eropa,

kunjungan pasien acne vulgaris pertahunnya bisa mencapai lebih dari 3,5

juta kasus.
Pada umumnya acne vulgaris dimulai pada usia 12-15 tahun, dengan

puncak tingkat keparahan pada usia 17-21 tahun. Sekitar 99% angka , acne

vulgaris terjadi pada wajah, 60% pada punggung, dan 15% terjadi di dada.

Pada anak perempuan, timbulnya jerawat dapat terjadi sebelum menarche

(haid pertama) lebih dari setahun.

Tjekyen di tahun 2008 telah melakukan penelitian di Palembang dengan

5.204 sampel berusia 14 sampai 21 tahun. Didapatkan hasil papulopustular

merupakan jenis acne yang paling banyak ditemukan, yaitu sebanyak 35,8%

diusul dengan tipe komedoal 30,1%, noduler 2,2% dengan lokasi terutama

bilateral pada wajah.

3. Faktor Resiko dan Etiologi Acne Vulgaris

Penyebab yang pasti belum diketahui tetapi faktor yang berpengaruh,

diantaranya:

a. Sebum

Sebum merupakan faktor utama penyebab timbulnya acne.

Sebum adalah minyak yang dihasilkan oleh kelenjar sebasea. Sebum

yang dihasilkan oleh kelenjar sebasea merupakan faktor penting

terjadinya acne vulgaris.

b. Bakteria

Mikroba yang terlihat pada terbentuknya acne adalah

propionibacterium acnes, Staphylococcus epidermidis, dan

Pityrosporum ovale. Dari ketiga mikroba ini yang terpenting yakni P


acnes, yang bekerja secara tak langsung. Infeksi bakteri pada folikel

yang tersumbat diperparah oleh higiene yang kurang, gizi buruk, dan

stres. P acnes berperan dalam iritasi epitel folikel dan mempermudah

terjadinya acne.

c. Herediter

Faktor herediter sangat berpengaruh pada besar dan aktivitas

kelenjar palit ( glandula sebasea). Apabila kedua orang tua mempunyai

parut bekas acne, kemungkinan besar anaknya akan terkena acne yang

mungkin berkaitan dengan sensitivitas berlebihan kelenjar sebasea

terhadap androgen.

Acne muncul lebih dini dan dengan derajat yang lebih berat

pada penderita dengan riwayat keluarga yang positif. Riwayat keluarga

yang positif memiliki acne vulgaris, melipatgandakan resiko terjadinya

acne secara signifikan, seperti yang terlihat dalam penelitian terhadap

1.002 anak berusia 16 tahun di Iran, di mana didapatkan angka

hertabilitas acne sebesar 78%.

d. Obat-obatan

Obat-obatan seperti anti-epilepsi biasanya menyebabkan

terjadinya acne monomorfik, dan erupsi acne telah dikaitkan dengan

obat anti-kanker seperti gefitinib. Penggunaan steroid anabolik untuk

meningkatkan jumlah otot bisa menyebabkan jerawat yang parah.


e. Hormon

Hormon androgen memegang peranan yang penting karena

kelenjar sebasea bertambah besar dan produksi sebum meningkat.

Pembentukan sebum dirangsang oleh androgen, terutama testosteron.

Peningkatan tajam androgen pada remaja putri dan remaja putra

selama pubertas merupakan penyebab munculnya acne dengan tingkat

keparahnnya.

f. Psikis

Pada beberapa penderita stres dan gangguan emosi dapat

menyebabkan eksaserbasi acne. Stres akan mengakibatkan

teraktivasinya HPA axis. Kondisi stres tersebut selain dapat memicu

timbulnya acne vulgaris juga dapat memerberat kondisi acne vulgaris

yang sudah ada.

4. Patofisologi

Terdapat empat proses yang berperan penting dalam pembentukan

acne vulgaris:

a. Peningkatan produksi sebum

Acne biasanya mulai timbul pada masa pubertas pada waktu

kelenjar sebasea membesar dan mengeluarkan sebum lebih banyak.

Produksi sebum yang meningkat menyebabkan peningkatan unsur

komedogenik dan inflamatogenik penyebab terjadinya lesi acne.


Pembunuhan kelenjar sebasea dan produksi sebum ada dibawah

pengaruh hormon androgen. Pada penderita acne terdapat peningkatan

konversi hormon androgen yang normal berada dalam darah

(testosteron) ke bentuk metabolit yang lebih aktif (5-alfa

dihidrotestosteron). Hormon ini meningkat reseptor androgen di

sitoplasma dan akhirnya menyebabkan proliferasi sel penghasil sebum.

Kulit yang mudah terkena acne enzim 5-alfa reduktase yang lebih

aktif.

Meningkatnya produksi sebum pada penderita acne disebabkan

oleh respon yang berlebihan pada kelenjar sebasea terhadap kadar

normal androgen dalam darah. Terbukti bahwa pada kebanyakan

penderita, lesi acne hanya ditemukan di beberapa tempat yang kaya

akan kelenjar sebasea.

b. Adanya keratinisasi folikel

Keratinisasi pada folikel pilosebasea disebabkan oleh adanya

penumpukan korniosit dalam folikel pilosebasea. Keratinisasi dalam

folikel yang biasanya berlangsung longgar berubah menjadi pada

sehingga sulit lepas dari folikel tersebut.

c. Kolonisasi bakteri Propionibacterum acnes di folikel

Bakteri propionibacterium acnes merupakan bakteri anaerob

gram positif lemoh non berbentuk batang yang telah lama terlibat

dalam patogenesis jerawat. Bakteri Pacnes yang merupakan flora


normal di folikel kelenjar pilosebasea akan memecahkan trigliserida

dalam folikel menjadi asam lemak bebas, yang nantinya mengurangi

kadar oksigen dalam folikel, dan melakukan kolonisasi. Kolonisasi

bakteri P acnes ini yang diduga dapat menimbulkan inflamasi pada

kejadian acne vulgaris.

d. Inflamasi

Terbentuknya fraksi asam lemak bebas penyebab terjadinya

proses inflamasi folikel dalam sebum dan kekentalan sebum yang

penting pada patogenesis penyakit.

5. Manifestasi Klinis

Tempat predileksi acne vulgaris adalah di muka, bahu, dada bagian

atas, dan punggung bagian atas. Lokasi kulit lain, misalnya leher, lengan

atas, dan glutea kadanga-kadang terkena. Acne yang berat bisa meluas ke
bawah, ke arah tangan dan sepanjang seluruh bagian tengah punggung.

Lesi yang paling dini yang tampak pada kulit adalah komedo.

Efloresensi acne terbagi menjadi:

 Lesi non inflamasi: berupa komedo terbuka, komedo tertutup,

dan

 Lesi inflamasi: berupa papul, pustul, dan nodul

6. Lesi pada Acne Vulgaris

Acne ditandai dengan kemunculan dari beberapa lesi, yaitu:

a. Komedo terbuka (Blackheads)

Hal ini disebabkan oleh pelebaran folikel terbuka yang

disebabkan adanya akumulasi dari material keratin yang padat dan

sebum. Diameter 0,1-0,3 mm dapat berbentuk datar atau meninggi,

puncaknya berwarna hitam dikarenakan terdapat banyak pigmen

melanin.

Lesi peradangan yang telah sembuh akan meninggalkan hanya

bintik hitam, terutama pada bahu dan tubuh bagian atas. Adanya

komedo hitam bersifat patognomonik (memunculkan gejala atau

keluhan) untuk acne pada pasien muda.


b. Komedo tertutup ( Whiteheads )

Hal ini muncul saat folikel terbuka tetap tertutup. Material

keratin yang padat dan sebum berakumulasi dibawah folikel terbuka.

Komedo tertutup bukanlah lesi yang beradang tetapi ia hanyalah

inisial lesi pada acne vulgaris yang dapat berkembang menjadi

inflamasi. Lesi kecil dan jelas dengan diameter 0,1-0,3 mm. Lesi

mengalami perbaikan dalam waktu 3-4 hari sebanyak 25% dan akan

berkembang menjadi lesi inflamasi sebanyak 75%.

c. Papul

Papul adalah sumber lesi beradang. Berukuran kecil dengan

ketinggian hingga diameter ˃0,5 cm dan biasanya berwarna merah

atau merah jambu. Papula cepat sekali timbul, sering hanya dalam

beberapa dan kemudian biasanya berkembang menjadi pustule.

Terdapat 2 tipe papul, yaitu aktif, dimana untuk yang tidak aktif,
berwarna kurang merah dan lebih kecil dari yang aktif, berdiameter 4

mm.

d. Pustul

Lesi yang mengandung nanah. Berwarna putih atau kuning

hingga oranye atau hijau. Pustul dapat mengindikasikan adanya

infeksi namun tidak selalu.

e. Nodul

Saat sisa keratin dan akumulasi sebum di dalam folikel, hal

tersebut membuatnya menjadi lebih besar dan dalam sehingga


menghasilkan nodul. Nodul adalah pembengkakan lesi beradang yang

terletak lebih dalam pada kulit dibanding papul. Perbedaan yang jelas

antara papul dan nodul bisa diketahui dengan merasakan lesi tersebut

menggunakan jari.

7. Diagnosis Acne Vulgaris

Diagnosis acne vulgaris ditegakkan dengan anamnesis dan

pemeriksaan klinis. Keluhan penderita dapat berupa gatal atau sakit, tetapi

pada umumnya keluhan penderita lebih bersifat kosmetik. Pada

pemeriksaan fisik ditemukan baik komedo terbuka maupun komedo

terbuka. Adanya komedo diperlukan untuk menegakkan diagnosis acne

vulgaris (Wollt & Jahnson, 2009). Secara umum pemeriksaan

laboratorium bukan merupakan indikasi untuk penderita acne vulgaris,

kecuali jika dicurigai adanya hyperandrogensim (Zacnglein et al 2008).

a. Diagnosis banding

Diagnosis banding acne vulgaris antara lain:

1) Erupsi akneiformis
Disebabkan oleh obat ( kartikosteroid, ini, barbiturate, yodida,

bromide, difenil hidantion). Berupa erupsi papulo pustule

mendadak tanpa adanya komedo dihampiri seluruh tubuh,

dapat disertai demam.

2) Acne rosasea

Acne rosasea adalah peradangan kronik kulit, terutama wajah

dengan predileksi dihidung dan pipi, gambaran klinis acne

rosasea berupa eritema, papul, pustule, nodul, kista,

talengiektasi dan tapa komedo.

3) Dermatitis perioral

Dermatitis perioral adalah dermatitis yang terjadi pada daerah

sekitar mulut dengan gambaran klinis yang lebih monorfik.

4) Moluskulum kontagiosum

Merupakan penyakit virus, bila lesinya didaerah seborea

menyerupai komedo tertutup.

5) Folikulitis

Adalah peradangan folikel rambut yang disebabkan oleh

staphylococcus sp. Gejala klinisnya rasa gatal dan rasa gatal

didaerah rambut berupa macula eritem disertai papul dan

pustule yang ditembus oleh rambut( Afriyanti, 2015).


8. Penatalaksanaan Acne Vulgaris

Penatalaksanaan acne vulgaris meliputi usaha untuk mencegah

terjadinya erupsi dan usaha untuk menghilangkan jerawat yang terjadi.

Kedua usaha tersebut harus dilakukan bersamaan mengingat bahwa

kelainan ini terjadi akibat pengaruh berbagai faktor baik faktor internal

(ras, familial, hormon) maupun faktor eksternal ( makanan, musim, stres)

yang kadang-kadang tidak dapat dihindari oleh penderita.

Penatalaksanaan umum acne vulgaris dimulai dengan mencuci wajah

minimal 2 kali dalam sehari menggunakan sabun. Beberapa sabun sudah

mengandung antibakteri, misalnya triklosan yang menghambat kokus

gram positif.

Penatalaksanaan medikamentosa berupa bahan topikal untuk

pengobatan acne sangat beragam. Sulfur, sodium sulfasetamid, resorsinol,

dan asam salisilat, sering ditemukan sebagai obat bebas.

Antibiotik topikel yang sering digunakan adalah klindamisin dan

eritromosin. Keduanya dapat digunakan dengan kombinasi bersama

benzoil peroksida dan terbukti mengurangi resistensi

B. Stres

1. Pengertian Stres

Stres merupakan reaksi tubuh terhadap stressor yang muncul yang

dapat menjadi salah satu bentuk pertahanan diri terhadap stressor yang

muncul. Kondisi stres merupakan suatu kondisi seseorang merasa tertekan


dikarenakan tuntutan yang ada dan merasa bahwa situasi tersebut

merupakan beban yang berada di luar batas kemampuan seseorang untuk

memenuhi tuntutan tersebut.

Defenisi stres secara terpadu antara lain merupakan dari beberapa

kejadian yang terdiri atas stimulus berupa stresor, yang memicu reaksi di

otak berupa presepsi stres, yang mengaktifkan sistem fisiologis fight or

flight di dalam tubuh sebagai respons terhadap stres.

Berdasarkan berbagai defenisi di atas, maka dapat diambil kesimpulan

bahwa stres adalah reaksi tubuh terhadap stresor yang memicu reaksi otak

sehingga merasa tertekan akibat ketidaksamaan antara situasi yang

diinginkan dengan harapan, di mana terdapat kesenjangan antara tuntutan

lingkungan dengan kemampuan individu untuk memenuhinya.

2. Etiologi dan Sumber Stres

Etiologi dan sumber stres antara lain:

a. Kondisi biologis, meliputi berbagai penyakit infeksi, trauma fisik, dan

mal nutrisi.

b. Kondisi psikologis, seperti konflik dan frustasi, kondisi yang

mengakibatkan perasaan rendah diri, berbagai keadaan kehilangan,

berbagai kondisi perasaan bersalah, pelajaran sekolah maupun

pekerjaan yang membutuhkan jadwal waktu yang ketat.


c. Kondisi sosial kultural, seperti fluktuasi ekonomi, perceraian,

keretakan rumah tangga, persaingan keras dan tidak sehat, serta

diskriminasi.

d. Kejadian hidup sehari-hari, seperti menikah atau mempunyai anak,

mulai tempat kerja baru, dan pindah rumah.

3. Tingkatan stres

Tingkatan stres yang dibagi menjadi tiga menurut (Hartanti, 2016) antara lain:

1. Stres ringan

Apabila stressor yang dihadapi setiap orang teratur, misalnya terlalu

banyak tidur, kemancetan lalu lintas. Situasi seperti ini biasanya

berlangsung beberapa menit atau jam dan belum berpengaruh kepada

fisik dan mental hanya saja mulai sedikit tegang dan was-was.

2. Stres sedang

Apabila berlangsung lebih lama, dari beberapa jam sampai beberapa

hari, contohnya kesepakatan yang belum selesai, beban kerja yang

berlebihan dan mengharapakan pekerjaan baru. Pada medium ini

individu mulai kesulitan tidur sering menyendiri dan tegang.

3. Stres berat

Apabila situasi kronis yang dapat berlangsung beberapa minggu sampai

beberapa tahun, misalnya hubungan suami istri yang tidak harmonis,

kesulitan finansial dan penyakit yang lama. Pada stres berat ini individu

sudah mulai ada gangguan fisik dan mental.


4. Respon Terhadap Stres

Individu secara keseluruhan terlihat dalam merespon dan mengadaptasi

stres, Namun demikian, sebagian besar dari riset tentang stres berfokus

pada respon fisiologis dan psikologis, meskidimensi ini sling tumpang

tindih dan berinteraksi dengan dimensi lain. Ketika terjadi stres,

seseorang menggunakan energi fisiologis dan psikologis untuk

berespon dan mengadaptasi. Besarnya energi yang dibutuhkan dan

keefektifan dari upaya untuk mengadaptasi bergantung pada intensitas,

cakupan dan durasi stressor lainnya. Adapun macam-macam respon

terhadap stres menurut Potter & Perry (2005).

1. Respon fisiologis

Dalam respon fisiologis terhadap stres ini mengidentifikasi dua

jenis localadaptation syndrome (LAS) dan general adaption

syndrome (GAS).

a. Local adaption syndrome (GAS) yaitu respon dari jaringan,

organ atau bagian tubuh terhadap stres karena trauma, penyakit,

atau perubahan fisiologis lainnya. Contoh dari LAS adalah

respon refleks nyeri dan dan responinflamasi. Karakteristik dari

LAS yaitu adaptif dan tidak melibatkan seluruh sistem tubu,

memerlukan stressor untuk menstimulasinya.


b. General adaption syndrome (GAS) yaitu respon pertahanan dari

keseluruhan tubuh terhadap stres. Respon ini beberapa sistem

tubuh, terutama sistem saraf otonom dari sistem endokrin.

2. Respon psikologis

Pemajanan terhadap stressor mengakibatkan respon adaptif

psikologis dan fisiologis. Ketika terpanjam pada stressor, maka

kemampuan mereka untuk memenuhi kebutuhan darah menjadi

terganggu. Gangguan atau ancaman ini dapat menimbulkan frustasi,

ansietas, dan ketegangan. Perilaku adaptif psikologis individu

membantu kemampuan seseorang untuk menghadapi stressor.

Perilaku ini diarahkan pada penatalaksanaan stres dan didapatkan

melalui pembelajaran dan pengalaman sejalan dengan individu

dalam mengidentifikasi perilaku yang dapat diterima.

4. Dampak stres

Stres dapat mempengaruhi pada kesehatan dengan dua cara, pertama

perubahan yang diakibatkan oleh stres secara langsung mempengaruhi

fisik sistem tubuh yang dapat mempengaruhi kesehatan. Kedua secara

tidak langsung stres mempengaruhi perilaku individu sehingga

menyebabkan timbulnya penyakit atau memeprburuk kondisi yang


sudah ada. Kondisi dari stres ini terdiri dari beberapa gejala menurut

Manurung (2016) antara lain.

1. Gejala biologis

Ada beberapa gejala fisik yang dirasakan ketika seseorang sedang

mengalami stres diantaranya sakit kepala yang berlebihan, tidur

menjadi tidak nyenyak, gangguan pencernaan, hilangnya nafsu

makan, gangguan kulit, dan produksi keringat yang berlebihan di

seluruh tubuh.

2. Gejala kongnisi

Gangguan daya ingat (menurunnya daya ingat dan mudah lupa

suatu hal), perhatian dan konsentrasi yang kurang sehingga seorang

tidak fokus dalam melakukan suatu hal.

3. Gejala emosi

Seperti mudah marah, kecemasan yang berlebihan terhadap segala

sesuatu, merasa sedih dan depresi.

5. Instrumen Penilaian Tingkat Stres

Depression anixiety Stress Scale (DASS) Adalah alat subyektif yang

dibentuk untuk mengukur stres emosional nedari depresi, kecemasan

dan stres. DASS terdiri dari 42 item yang masing-masing dimensi

terdiri dari 14 pertanyaan dari DASS yang berisi indikator stres terdapat

pada nomor 1-14 dengan keterangan sebagai berikut:


1. Sulit rileks (pada nomor 1,2,3)

2. Gugup (pada nomor4,5)

3. Mudah marah / gelisah (6,7,8)

4. Mudah tersinggung / sensitife (pada nomor 10, 11)

5. Tidak sabaran (12,13,14)

(Lovibond & Lovibond. 1995)

6. Tahapan Stres

Sunaryo (2004) menyatakan bahwa tahapan stres dibagi sebagai

berikut:

1. Stres Tahap I

Merupakan tahapan stres yang paling ringan dan biasanya disertai

perasaan-perasaan semangat bekerja yang besar dan berlebihan.

2. Stres tahap II

Dalam tahap ini dampak stres yang semula menyenangkan mulai

menghilang dan timbul keluhan-keluhan yang disebabkan karena

cadangan energi tidak lagi cukup sepanjang hari. Keluhan-keluhan

yang sering dikemukakan merasa lekas capai pada saat menjelang

sores, merasa mudah lelah setelah makan, tidak dapat rileks

(santai). Lambung atau perut tidak nyaman, detakan jantung lebih

keras dan berdebar-debar, otot tengkuk dan punggung tegang.


3. Stres Tahap III

Bila seseorang tetap memaksakan diri dan tidak menghiraukan

keluhan-keluhan yang dirasakan maka yang bersangkutan akan

menunjukkan keluhan-keluhan yang semakin nyata dan

menganggu, yaitu gangguan lambung, dan usus semakin nyata

(misalnya keluhan maag, buang air besar tidak teratur). Ketegangan

otot semakin terasa, perasaan tidak tenang dan ketegangan

emosional semakin meningkat, gangguan pola tidur (insomnia),

koordinasi tubuh terganggu (badan terasa oyong dan serasa mau

pingsan). Pada tahapan ini seseorang sudah harus berkonsultasi

pada dokter untuk memperoleh terapi atau beban stres dikurangi

sehingga tubuh memperoleh kesempatan untuk beristirahat guna

menambah suplai energi yang mengalami defisit.

4. Stres Tahap IV

Tidak jarang seseorang pada waktu memeriksakan diri ke dokter

sehubungan dengan keluha-keluhan stres III oleh dokter dinyatakan

tidak sakit karena tidak ditemukan kelainan-kelainan fisik pada

organ tubuhnya. Bila hal ini terjadi dan yang bersangkutan terus

memaksakan diri, maka gejala stres IV akan munvul, tidak mampu

untuk bekerja sepanjang hari (loyo), aktifitas pekerjaan terasa sulit

dan membosankan, respon tidak adequate, kegiatan rutin terganggu,

gangguan pola tidur disertai mimpi-mimpi yang menegangkan,


sering menolak ajakan karena tidak semangat dan tidak bergairah,

konsentrasi dan daya ingat menurun, timbul ketakutan dan

kecemasan.

5. Stres V

Bila keadaan berlanjut, maka seseorang akan jatuh dalam stres

tahap V yang ditandai dengan keluhan fisik dan mental yang

semakin mendalam, ketidakmampuan menyelesaikan pekerjaan

sehari-hari yang ringan dan sederhana, gangguan sytem pencernaan

semakin berat, timbul perasaan kekuatan dan kecemasan yang

semakin meningkat, bingung dan panim.

6. Stres Tahap VI

Tahapan ini merupakan tahapan klimaks, seseorang mengalami

serangan panik dan perasaan takut mati. Tidak jarang orang yang

mengalami stres tahap ini berulang kali dibawa ke IGD bahkan ke

ICU pada akhirnya dipulangkan karena tidak ditemukan kelainan-

kelainan fisik organ tubuh. Gambran stres pada tahap ini: debaran

jantung teramat keras, sesak nafas, badan gemetar dan keringat

dingin, loyo dan pingsan (kolaps).

Anda mungkin juga menyukai