TAHUN 2017
MAKALAH
Oleh :
YULIANA NOVITA
17041071
TAHUN 2017
BAB I
PENDAHULUAN
Difteri adalah suatu penyakit akut yang bersifat toxin-mediated disease dan
disebabkan oleh kuman Corynebacterium diphteriae. Nama kuman ini berasal dari
bahasa Yunani, diphtera yang berarti leather hide. Penyakit ini disebut pertama
kali oleh Hyppocrates pada abad ke-5 SM dan epidemi pertama terjadi pada abad
ke-6 oleh Aetius. Bakteri ini ditemukan pertama kali pada membran penderita
difteri tahun 1883 oleh Klebs. Antitoksin ditemukan pertama kali pada akhir abad
ke-19, sedangkan toksoid dibuat sekitar tahun 1920. (Vivian, 2010)
Difteri adalah suatu infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri penghasil
toksik (racun) Corynebacterium diphteriae. (Iwansain.2008).
Difteri adalah infeksi saluran pernafasan yang disebabkan oleh
Corynebacterium diphteriae dengan bentuk basil batang gram positif
(Jauhari,nurudin. 2008).
Difteri adalah suatu infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri penghasil
racun Corynebacterium diphteriae. (Fuadi, Hasan. 2008).
Difteri adalah suatu penyakit bakteria akut terutama menyerang tonsil,
faring, laring, hidung, adakalanya menyerang selaput lendir atau kulit serta
kadang-kadang konjungtiva atau vagina. Penyebab penyakit ini
adalah Corynebacterium diphteria. Penyakit ini muncul terutama pada bulan-
bulan dimana temperatur lebih dingin di negara subtropis dan pada umumnya
menyerang anak-anak usia 1-10 tahun.
Penderita difteri umumnya anak-anak, usia di bawah 15 tahun. Dilaporkan
10 % kasus difteri dapat berakibat fatal, yaitu sampai menimbulkan kematian.
Selama permulaan pertama dari abad ke-20, difteri merupakan penyebab umum
dari kematian bayi dan anak – anak muda. Penyakit ini juga dijumpai pada daerah
padat penduduk dengan tingkat sanitasi rendah. Oleh karena itu, menjaga
kebersihan sangatlah penting, karena berperan dalam menunjang kesehatan kita.
Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) seperti TBC,
Diphteri, Pertusis, Campak, Tetanus, Polio, dan Hepatitis B merupakan salah satu
penyebab kematian anak di negara-negara berkembang termasuk Indonesia.
Diperkirakan1,7 juta kematian pada anak atau 5% pada balita di Indonesia adalah
akibat PD3I. Difteri merupakan salah satu penyakit menular yang dapat dicegah
dengan imunisasi (PD3I). Sebelum era vaksinasi, racun yang dihasilkan oleh
kuman ini sering meyebabkan penyakit yang serius, bahkan dapat menimbulkan
kematian. Tapi sejak vaksin difteri ditemukan dan imunisasi terhadap difteri
digalakkan, jumlah kasus penyakit dan kematian akibat kuman difteri menurun
dengan drastis.
Difteri termasuk penyakit menular yang jumlah kasusnya relatif rendah.
Lingkungan buruk merupakan sumber dan penularan penyakit.
Sejak diperkenalkan vaksin DPT (Dyphtheria, Pertusis dan Tetanus), penyakit
difteri mulai jarang dijumpai. Vaksin imunisasi difteri diberikan pada anak-anak
untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh agar tidak terserang penyakit
tersebut. Anak-anak yang tidak mendapatkan vaksin difteri akan lebih rentan
terhadap penyakit yang menyerang saluran pernafasan ini.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Bidang Pencegahan Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan Dinas Kesehatan Kota Makassar, jumlah penderita
Difteri pada tahun 2010 sebanyak 3 orang penderita yang tersebar di tiga
kecamatan dan tiga kelurahan dan tidak ditemukan adanya kematian akibat
Difteri. Di tahun 2011 mengalami penurunan kasus dimana terdapat 2 kasus
difteri yang tersebar di dua kecamatan dan tidak ditemukan adanya kematian dan
mengalami peningkatan kasus di tahun 2012 sebanyak 7 kasus diantaranya
terdapat 1 kematian.
1.2 Tujuan
2. Etiologi
4. Patofisiologi
5. Penatalaksanaan Medis
6. Komplikasi
7. Pencegahan
8. Dampak hospitalisasi
9. Ansuhan Keperawatan
2. Etiologi
5. Penatalaksanaan Medis
6. Komplikasi
7. Pencegahan
8. Ansuhan Keperawatan
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi
Difteri adalah suatu penyakit infeksi toksik akut yang menular, disebabkan
oleh corynebacteri um diphtheriae dengan ditandai pembentukan pseudomembran
pada kulit dan atau mukosa.
Difteri adalah suatu infeksi demam akut, biasanya ditenggorok dan paling
sering pada bulan-bulan dingin pada daerah beriklim sedang. Dengan adanya
imunisasi aktif pada masa anak-anak dini. (Merensien kapian Rosenberg, buku
pegangan pediatric, Hal. 337)
Difteri adalah suatu infeksi, akut yang mudah menular dan yang sering
diserang adalah saluran pernafasam bagian atas dengan tanda khas timbulnya
“pseudomembran”.
(Ngastiyah perawatan anak sakit, edisi 2 Hal. 41)
Difteri hidung biasanya ringan dan kronis dengan satu rongga hidung
tersumbat dan terjadi ekskorisasi (ledes). Infeksi subklinis (atau kolonisasi )
merupakan kasus terbanyak. Toksin dapat menyebabkan kegagalan jantung
kongestif yang progresif, timbul satu minggu setelah gejala klinis difteri. Bentuk
lesi pada difteri kulit bermacam-macam dan tidak dapat dibedakan dari lesi
penyakit kulit yang lain, bisa seperti atau merupakan bagian dari impetigo
(Kadun, 2007)
2.2Etiologi
a) Diphtheria Hidung
Pada permulaan mirip common cold, yaitu pilek ringan tanpa atau disertai gejala
sistemik ringan. Sekret hidung berangsur menjadi serosanguinous dan kemudian
mukopurulen mengadakan lecet pada nares dan bibir atas. Pada pemeriksaan
tampak membran putih pada daerah septum nasi.
Gejala anoroksia, malaise, demam ringan, nyeri menelan. dalam 1-2 hari timbul
membran yang melekat, berwarna putih-kelabu dapat menutup tonsil dan dinding
faring, meluas ke uvula dan palatum molle atau ke distal ke laring dan trachea.
Pada diphtheria laring primer gejala toksik kurang nyata, tetapi lebih berupa
gejala obstruksi saluran nafas atas.
Diphtheria kulit berupa tukak di kulit, tepi jelas dan terdapat membran pada
dasarnya. Kelainan cenderung menahun. Diphtheria pada mata dengan lesi pada
konjungtiva berupa kemerahan, edema dan membran pada konjungtiva palpebra.
Pada telinga berupa otitis eksterna dengan sekret purulen dan berbau.
2.4 Patofisiologi
Pasien difteri harus dirawat di kamar isolasi yang tertutup. Petugas harus
memakai gaun khusus (celemek) dan masker yang harus diganti tiap pergantian
tugas atau sewaktu-waktu bila kotor (jangan dari pagi sampai malam hari).
Sebaiknya penunggu pasien juga harus memakai celemek tersebut untuk
mencegah penularan ke luar ruangan. Harus disediakan perlengkapan cuci tangan:
desinfektan, sabun, lap, atau handuk yang selallu kering (bila ada tisu) air bersih
jika ada kran juuga tempat untuk merendam alat makan yang diisi dengan
desinfektan.
Kelainan ini terjadi karena adanya edema pada laring dan trakea serta
adanya pseudomembran. Gejala sumbatan adalah suara serak dan stridor
inspiratoir. Bila makin berat terjadi sesak napas, sianosis, tampak retraksi otot,
kedengaran stridor:
a. Berikan O2
organ lainnya:
Infeksi ini dapat disebabkan oleh kuman streptokokus dan staphilokokus. Panas
tinggi terutama didapatkan pada penderita difteri dengan infeksi tumpangan
dengan kuman streptokokus.
2) Obstruksi jalan napas akibat membran atau oedem jalan nafas
Obstruksi ini dapat terjadi akibat membaran atau oedem jalan nafas. Obstruksi
jalan nafas dengan sengaja akibatnya, bronkopneumoni dan atelektasis.
3) Sistemik
a Miokarditis
Sering timbul akibat komplikasi difteri berat tetapi juga dapat terjadi pada
bentuk ringan. Komplikasi terhadap jantung pada anak diperkirakan 10-20%.
Faktor yang
mempengaruhi terhadap niokarditis adalah virulensi kuman. Virulensi makin
tinggi komplikasi jantung. Miokarditis dapat terjadi cepat pada minggu pertama
atau lambat pada minggu keenam.
a Neuritis
Terjadi 5-10% pada penderita difteri yang biasanya merupakan komplikasi dari
difteri berat. Manifestasi klinik ditandai dengan:
2.7 Pencegahan
a) Umum
Kebersihan dan pengetahuan tentang bahaya penyakit ini bagi anak-anak. Pada
umumnya setelah menderita penyakit diphtheria kekebalan penderita terhadap
penyakit ini sangat rendah sehingga perlu imunisasi.
b) Khusus
Dampak perpisahan
– Menangis keras
Sumber utama adalah cemas akibat perpisahan . Disini respon perilaku anak
dengan tahapnya.
Menolak makan
Sering bertanya
Menangis perlahan
Tidak kooperatif terhadap petugas kesehatan
4. Masa sekolah 6 sampai 12 tahun
bertanya-tanya
menarik diri
menolak kehadiran orang lain
2.9.1 Pengkajian
a) Kaji tanda dan gejala umum: apabila terdapat demam tidak terlalu tinggi,
lesu, pucat, nyeri kepala dan anoreksia sehingga pasien tampak sangat
lemah.
b) Kaji tanda dan gejala lokal: nyeri menelan, bengkak pada leher.
c) Kaji gejala akibat eksotoksin misalnya mengenai otot jantung terjadi
miokarditis dan bila mengenai saraf terjadi kelumpuhan.
d) Kaji bila terdapat komplikasi.
e) Pemeriksaan diagnostik: pada pemeriksaan darah terdapat penurunan
kadar hemoglobin dan leukositosis polimorfonukleus, penurunan jumlah
eritrosit, dan kadar albumin, pada urin terdapat albuminuria ringan.
2.9.2 Diagnosa keperawatan
2.9.3 Intervensi
Lakukanlah apa yang harus anda lakukan pada saat itu. Dan catat apa yang
telah anda lakukan tidakan pada pasien.
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
DIFTERI sangat rentan pada usia bayi dan anak. Seperti yang telah di
jelaskan sebelumnya bahayanya baik anak dan desa, proses penularannya oleh
infeksi bakteri Corynebacterium diphtheriae, yaitu kuman yang menginfeksi
saluran pernafasan, Penularan difteri dapat melalui kontak hubungan dekat,
melalui udara yang tercemar oleh karier atau penderita yang akan sembuh, juga
melalui batuk dan bersin penderita.
DAFTAR PUSTAKA
Stephen S. tetanus edited by.Behrman, dkk. Dalam Ilmu Kesehatan Anak Nelson
Hal.1004-07. Edisi 15-Jakarta : EGC, 2008
Merdjani, A., dkk. 2003. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis.Badan Penerbit
IDAI, Jakarta.
Dr. Rusepno Hasan, dkk. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jilid II. Hal 568-72.. Cetakan kesebelas Jakarta: 2007
Profil Kesehatan ,http://www.Bank Data/Depkes.go.id/