Anda di halaman 1dari 29

BAB I

METODE GEOLISTRIK

A. Pendahuluan
1.1. Latar Belakang

Panasbumi merupakan salah satu sumber daya alam yang memiliki potensi
sangat besar untuk dimanfaatkan sebagai salah satu sumber energy
alternatif. Panasbumi adalah sumber energi panas yang terkandung di dalam
air panas, uap air, dan batuan bersama mineral ikutan dan gas lainnya yang
secara genetik semuanya tidak dapat dipisahkan dalam suatu sistem panas
bumi. Munculnya titik-titik air panas disebabkan oleh aktivitas vulkanik
maupun pergerakan lempeng yang menimbulkan adanya sesar. Salah satu
ciri-ciri adanya sesar yaitu dengan terlihatnya deretan mata air panas. Energi
panasbumi ini dapat dimanfaatkan secara langsung untuk pengeringan
produksi hasil pertanian, pariwisata dan kebutuhan rumah tangga ataupun
secara tidak langsung sebagai penggerak turbin pembangkit listrik
(Haerudin, dkk, 2008).

Keberadaan dan pentingnya energi panasbumi tentunya sejalan dengan


kondisi Indonesia, yang secara geologis terletak di antara pertemuan tiga
lempeng tektonik dunia, yaitu lempeng Eurasia, lempeng Pasifik dan
lempeng Indo-Australis. Kondisi ini menjadikan Indonesia menjadi salah
satu negara dengan aktivitas seismik dan vulkanik yang tinggi, dan salah
satu manifestasi aktivitas tersebut adalah panasbumi berupa mata air panas
(hotspring). Sistem panasbumi dalam bentuk mata air panas terbagi menjadi
dua, yaitu sistem panasbumi vulkanik dan non-vulkanik (Nahli K. dkk,
2016).
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah penelitian ini
yaitu:
1. Bagaimana kondisi bawah permukaan secara 1 dimensi dan 2 dimensi di
daerah penelitian berdasarkan nilai resistivitas yang didapatkan?
2. Bagaimana gambaran sistem panasbumi di daerah penelitian?

1.3. Tujuan
Adapun tujuan penelitian ini yaitu:
1. Menggambarkan kondisi bawah permukaan di daerah penelitian secara 1
dimensi dan 2 dimensi dari nilai resisitivitas yang didapatkan.
2. Mendapatkan gambaran sistem panasbumi di daerah penelitian.

1.4.Manfaat
Adapun manfaat penelitian ini yaitu:
1. Dapat memberikan gambaran sistem panasbumi yang bekerja di daerah
mata air panas Marana-Masaingi
2. Dapat memberikan rekomendasi pada pemerintah setempat mengenai
asesmen tindak lanjut di desa Masaingi

B. Tinjauan Pustaka
2.1. Geologi Regional Lokasi Penelitian
Bentuk morfologi daerah Masaingi termasuk jenis perbukitan bergelombang
tajam, sedang hingga lemah, dan pedataran dengan ketinggian antara 200 -
1500 mdpl. Topografi tersebut dapat dibagi menjadi 3 satuan morfologi,
yaitu satuan perbukitan terjal di bagian timur, satuan perbukitan
bergelombang sedang - lemah di bagian tengah yang memanjang ke selatan
dan barat, serta satuan pedataran di sepanjang pantai barat bagian selatan
sampai ke utara daerah penyelidikan. (Tim Subdit Perencanaan Wilayah
Kerja dan Informasi, 2017).

Stratigrafi Marana dapat dibagi menjadi enam satuan batuan, urutan dari tua
ke muda adalah satuan batuan sekis hijau (TrS), granit gneis (Trg), granit
(Tg), batuan sedimen (QTs), batugamping (Qgp), dan aluvium (Qal). Satuan
batuan metamorf jenis sekis hijau dan granit genesan merupakan satuan
batuan penyusun stratigrafi tertua (KapurTrias) di daerah ini yang
diperkirakan sebagai batuan basement. Selanjutnya batuan metamorfik
tersebut diterobos oleh satuan batuan granit, yaitu jenis batuan beku dalam
(granit-granodiorit) yang bertekstur kasar (porfiritikfaneritik) dan berumur
Tersier (Miosen-Pliosen). Penyebaran granit-granodiorit lebih dari 30% luas
daerah penyelidikan, yang terdapat di bagian utara-barat laut. Dari hasil
pentarikhan umur absolut dengan metode jejak belah (fission track)
memperlihatkan adanya intrusi di dalam tubuh granit yang berbutir sedang-
halus atau mikrogranit membentuk jendela-jendela yang berumur 200 ribu
tahun (0.2 ± 0.1 juta tahun) (Tim Subdit Perencanaan Wilayah Kerja dan
Informasi, 2017).

Gambar 2.1. Peta Geologi Daerah Panas Bumi Marana (Tim Subdit Perencanaan
Wilayah Kerja dan Informasi, 2017)
2.2. Panas Bumi

Panasbumi (geothermal) merupakan sumber energi panas yang sangat


potensial untuk dikembangkan sebagai energi alternatif untuk memenuhi
kebutuhan manusia. Energi panasbumi juga merupakan energi yang
terbarukan dan ramah lingkungan. Energi panasbumi berasal dari magma
yang ada di dalam bumi. Karena adanya proses konveksi (perambatan
melalui fluida) maupun konduksi (perambatan melalui batuan) yang berasal
dari energi panas yang ada didalam bumi maka akan muncul ke permukaan
berupa air panas atau uap panas. Panasbumi banyak dimanfaatkan sebagai
pembakit listrik tenaga uap maupun sebagai tenaga pariwisata dan pertanian
(Broto dkk., 2011).

Sistem panas bumi di Indonesia umumnya merupakan sistem hidrotermal.


Berdasarkan pada jenis fluida produksi dan jenis kandungan fluida
utamanya, sistem hidrotermal dibedakan menjadi 2, yaitu sistem 1 fasa dan
sistem 2 fasa. Sistem 2 fasa dapat merupakan sistem dominasi air atau
dominasi uap. Sistem dominasi uap merupakan sistem yang sangat jarang
dijumpai dimana reservoir panasbuminya mempunyai kandungan fasa uap
yang lebih dominan dibandingkan dengan fasa airnya. Rekahan umumnya
terisi oleh uap dan pori‐pori batuan yang masih menyimpan air. Reservoir
air panas umumnya terletak jauh di kedalaman di bawah reservoir dominasi
uapnya. Sistem dominasi air merupakan sistem panasbumi yang umum
terdapat di dunia dimana reservoirnya mempunyai kandungan air yang
sangat dominan walaupun “boiling” sering terjadi pada bagian atas reservoir
membentuk lapisan penudung uap yang mempunyai temperatur dan tekanan
tinggi (Lange, dkk, 1991).
Panasbumi dapat ditentukan dengan dasar estimasi parameter terbatas, untuk
dibuktikan menjadi potensi cadangan. Parameter terbatas antara lain struktur
geologi, vulkanis, umur batuan, jenis batuan, sifat fluida, parameter fisis
batuan dan struktur bawah permukaan dari sistem panasbumi. Estimasi
potensi panasbumi didasarkan pada kajian ilmu geologi, geokimia, dan
geofisika (Wahyu, 2013).

2.3. Manifestasi Panas Bumi Marana-Masaingi

Daerah panas bumi Marana berada di lingkungan non vulkanik di mana


gejala panas bumi yang muncul hanya berupa mata air panas yang termasuk
air klorida dan air bikarbonat netral mempunyai temperatur berkisar 40-
94ºC, muncul dari batuan sedimen yang menopang di tubuh batuan granit
yang dikontrol oleh struktur sesar. Struktur yang berperan dalam
memberikan permeabilitas sekaligus mengontrol pemunculan mata air panas
adalah sesar Marana berarah hampir barat-timur yang di bagian timur
dipotong oleh sesar Masaingi yang berarah barat daya-timur laut. Air
meteorik atau air hujan yang masuk melalui zona rekahan di daerah ini
masuk ke dalam dan terpanasi oleh sumber panas di kedalaman dan
terakumulasi dalam batuan reservoir di dalam tubuh batuan granit Tersier
yang terkekarkan. Air panas ini yang kemudian muncul ke permukaan
berupa air panas Masaingi melalui jalur sesar Masaingi dan sesar Marana
yang membentuk sebuah graben. (Tim Subdit Perencanaan Wilayah Kerja
dan Informasi, 2017).
Gambar 2.2. Model tentatif sistem panas bumi Marana (Tim Subdit
Perencanaan Wilayah Kerja dan Informasi, 2017).

2.4. Metode Geolistrik

Metode geolistrik merupakan salah satu metode geofisika yang mempelajari


tentang sifat aliran listrik di dalam bumi berdasarkan hukum-hukum
kelistrikan. Metode geolistrik ini juga merupakan metode yang digunakan
untuk mengetahui sifat aliran listrik di dalam bumi dengan cara
mendeteksinya di permukaan bumi. Pendeteksian ini meliputi pengukuran
potensial, arus dan medan elektromagnetik yang terjadi baik itu oleh injeksi
arus maupun secara alamiah. Prinsip kerja metode geolistrik dilakukan
dengan cara menginjeksikan arus listrik ke permukaan tanah melalui
sepasang elektroda dan mengukur beda potensial dengan sepasang elektroda
yang lain. Bila arus listrik diinjeksikan ke dalam suatu medium dan diukur
beda potensialnya (tegangan), maka nilai hambatan dari medium tersebut
dapat diperkirakan. Metode geolistrik ini merupakan metode yang banyak
sekali digunakan dan hasilnya cukup baik untuk memperoleh gambaran
mengenai lapisan tanah dibawah permukaan. Pendugaan geolistrik ini
didasarkan pada kenyataan bahwa material yang berbeda akan mempunyai
tahanan jenis yang berbeda apabila di aliri arus listrik. Salah satu metode
geolistrik yang sering digunakan dalam pengukuran aliran listrik dan untuk
mempelajari keadaan geologi bawah permukaan adalah metode tahanan
jenis atau resistivitas (Hendrayana & Arif, 1990)

2.5 Metode Geolistrik Resistivitas


Geolistrik tahan jenis adalah salah satu metode dalam mempelajari sifat
resistivitas (tahanan jenis) listrik pada lapisan batuan di bawah permukana
bumi. Jenis lapisan batuan dapat dibedakan menurut sifat kelistrikan batuan
tersebut. Hal ini dilakukan dengan cara menginjeksikan arus listrik ke dalam
bumi kemudian menghitung nilai tahanan jenis dari setiap lapisan batuan
tersebut. Prinsip dari metode ini yaitu mengukur variasi hantaran arus listrik
secara vertikal dan horisontal sebagai penanda posisi, batas dan hambatan
semu dari berbagai keadaan bawah permukaan. Metode ini juga dapat
digunakan untuk mengetahui adanya air tanah, kontruksi lapisan tanah dan
eksplorasi mineral (Arif dkk, 2017).

Pada metode tahanan jenis, arus listrik diinjeksikan ke dalam permukaan


bumi melalui dua buah elektroda arus, kemudian beda potensial listrik yang
terbentuk diukur melalui dua buah elektroda potensial antara dua buah titik
di permukaan bumi. Dari hasil pengukuran arus dan tegangan untuk masing-
masing titik jarak elektroda yang berbeda dapat diturunkan variasi harga
tahanan jenis setiap lapisan di bawah titik amat (Santoso, 2002).

Resistivitas merupakan suatu besaran yang menunjukkan tingkat hambatan


dari arus listrik terhadap suatu material. Pendekatan yang digunakan untuk
mendapatkan nilai resistivitas suatu medium di bawah permukaan bumi
yaitu dengan mengasumsikan bahwa bumi merupakan suatu medium yang
homogen isotropis (Bahri 2005).
Pengukuran resistivitas batuan di pegaruhi oleh beberapa faktor seperti
homogenitas batuan, kandungan air, porositas, permeabilitas, dan
kandungan mineral. Hasil pengukuran yang sudah diolah kemudian
dikorelasikan dengan pengetahuan geologi sehingga akan memberikan
informasi mengenai keadaan geologi bawah permukaan secara logis pada
daerah penelitian.

Tabel 2.1 Nilai Resistivitas Batuan (Telford, 1990).


Material Resistivitas (Ωm)
Andesit (Andesite) 1.7 × 102 – 45 × 104
Batu Pasir (Sandstone) 200 – 800
Lempung (Clay) 1 – 100
Kerikil (Gravel) 100 – 600
Air Tanah (Ground Water) 0.5 – 300
Air Asin (Sea Water) 0.2
Granit (Granite) 200 – 1000
Pasir (Sand) 1 – 1000

2.6 Konfigurasi Wenner


Konfigurasi Wenner merupakan salah satu jenis konfigurasi dalam
ekplorasi Geofisika yang memiliki urutan elektroda yang tersusun dalam
satu garis secara simetris terhadap titik tengah. Elekroda pada konfigurasi
Wenner memiliki resolusi vertikal yang bagus, dimana sensitivitas
terhadap perubahan lateral yang tinggi tapi lemah terhadap penetrasi arus
terhadap kedalaman (Hakim dan Rahma, 2016). Susunan elektroda
konfigurasi Wenner dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Susunan Elektroda Konfigurasi Wenner
(Loke & Barker, 1996)

2.7 Konfigurasi Slamburger


Pada Konfigurasi Slamburger, elektroda arus saja yang dipindahkan
sedangkan elektroda pengukur tetap. Konfigurasi Schlumberger banyak
digunakan dalam survey geolistrik untuk prosedur sounding. Konfigurasi ini
bertujuan mencatat gradient potensial atau intensitas medan listrik dengan
menggunakan pasangan elektroda detektor (potensial) yang berjarak relative
dekat disbanding dengan jarak elektroda arus. Elektroda potensial
ditempatkan pada pertengahan elektroda arus. Konfigurasi Schlumberger
memiliki keunggulan untuk mendeteksi adanya non homogenitas lapisan
batuan pada permukaan, yaitu dengan membandingkan nilai resistivitas
semu ketika terjadi perubahan jarak elektroda. (Putri utami, 2014) .

Gambar 2. Susunan elektroda konfigurasi


Slamburger (Telford, 1990)
C. Metode Penelitian
3.1. Waktu dan Tempat

Penelitian dilakukan dengan menggunakan salah satu metode Geofisika,


yaitu Metode Geolistrik. Penelitian dilaksanakan pada tanggal Rabu – Sabtu,
07-10 April 2021. Lokasi penelitian mempunyai posisi geografis pada
0º35’00” –0º35’15” LS dan 119º48’29” – 119º48’47” BT. Sedangkan secara
administratif lokasi penelitian berada di Desa Masaingi, Kecamatan Sindue,
Kabupaten Donggala, Provinsi Sulawesi Tengah.

Gambar 3.1 Peta Lokasi Praktek Lapang


Gambar 3.2 Lokasi Bentangan Pengukuran Metode AAS Hari Pertama
(Arah Bentangan: Barat Daya – Timur Laut)

Gambar 3.3 Lokasi Bentangan Pengukuran Metode AAS Hari Kedua (Arah
Bentangan: Barat Daya – Timur Laut)
Gambar 3.4 Lokasi Bentangan Pengukuran Metode AAS Hari Ketiga
(Warna Kuning) (Arah Bentangan: Barat Daya – Timur Laut)

Gambar 3.5 Lokasi Bentangan Pengukuran Metode VES Hari Pertama (Arah
Bentangan: Barat – Timur)
Gambar 3.6 Lokasi Bentangan Pengukuran Metode VES Hari Kedua (Warna
Merah) (Arah Bentangan: Barat Laut – Tenggara)

3.2. Alat dan Bahan


Adapun alat dan bahan yang digunakan pada kuliah praktek lapang ini,
yaitu:
a. VES
Adapun alat yang digunakan pada metode ini yaitu:
1. Satu set alat ukur geolistrik hambatan jenis, yaitu:
a. Resistivitymeter
b. Elektroda 4 buah
c. Kabel 4 gulung
d. Sumber arus listrik (accu)
e. Kabel penghubung
2. Satu buah kompas berfungsi untuk menentukan arah lintasan
pengukuran geolistrik.
3. Satu buah Global Positioning System (GPS) berfungsi untuk
menentukan koordinat geografis dan elevasi titik pengukuran
4. Palu berfungsi untuk memukul patok elektroda arus dan potensial ke
dalam tanah.
5. Alat tulis dan tabel data berfungsi untuk menginput data pengukuran.

b. AAS
Adapun alat yang digunakan pada metode ini yaitu:
1. Satu set alat ukur geolistrik hambatan jenis, yaitu:
a. Resistivitymeter
b. Elektroda 17 buah
c. Kabel 3 gulung
d. Sumber arus listrik (accu)
e. Kabel penghubung
2. Satu buah kompas berfungsi untuk menentukan arah lintasan
pengukuran geolistrik.
3. Satu buah Global Positioning System (GPS) berfungsi untuk
menentukan koordinat geografis dan elevasi titik pengukuran
4. Palu berfungsi untuk memukul patok elektroda arus dan potensial ke
dalam tanah.
5. Alat tulis dan tabel data berfungsi untuk menginput data pengukuran.

3.3. Prosedur Pengambilan Data


a. VES
Pengambilan data data dari metode geolistrik adalah sebagai berikut:
1. Membuat bentangan berupa garis lurus.
2. Menentukan jarak elektroda dengan interval yang telah ditentukan.
3. Menghubungkan elektroda dengan menggunakan kabel buaya.
4. Menghubungkan Amperemeter dan Voltmeter dengan resistivitymet
5. Menghubungkan Accu dengan resistivitymeter.
6. Merekam data berupa arus dan tegangan dengan mengaktifkan
resistivitymeter kemudian menginjeksikan arus listrik ke dalam tanah
melalui elektroda yang sudah terpasang.
7. Melakukan pengukuran pada lintasan dan mencatat arus listrik (I) dan
beda potensial (∆V) antara 2 titik elektroda.

b. AAS
Pengambilan data data dari metode geolistrik adalah sebagai berikut:
1. Membuat bentangan berupa garis lurus dengan panjang bentangan
adalah 120 meter.
2. Menentukan jarak antara elektroda dengan interval 5 meter.
3. Menghubungkan elektroda dengan kabel menggunakan kabel buaya.
4. Menghubungkan Amperemeter dan Voltmeter dengan resistivitymeter.
5. Menghubungkan Accu dengan resistivitymeter.
6. Merekam data berupa arus 4dan tegangan dengan mengaktifkan
resistivitymeter kemudian menginjeksikan arus listrik ke dalam tanah
melalui elektroda yang sudah terpasang.
7. Melakukan pengukuran pada lintasan dan mencatat arus listrik (I) dan
beda potensial (∆V) antara 2 titik elektroda.

D. Hasil
Adapun hasil pengukuran yang diperoleh pada Kuliah Lapang Terpadu
Metode Geolistrik ini adalah sebagai berikut:
4.1. Hasil Pengukuran Metode AAS dengan Konfigurasi Wenner
Tabel 4.1 Hasil Pengukuran Data Metode AAS dengan Konfigurasi
Wenner Hari Pertama.
No a Elektroda k V(mV) I (mA) ρa (Ωm)
1 10 1 2 3 4 62,8 22,3 23 23,1 137 137 137 10,22219 10,543066 10,588905
2 10 2 3 4 5 62,8 19,3 20,1 132 137 9,1821212 9,2137226
3 10 3 4 5 6 62,8 18,3 18,5 18,4 131 130 131 8,7728244 8,9369231 8,8207634
4 10 4 5 6 7 62,8 17,8 18,2 133 133 8,404812 8,5936842
5 10 5 6 7 8 62,8 23 26 22,9 138 138 138 10,466667 11,831884 10,421159
6 10 6 7 8 9 62,8 22 20,8 21,7 135 135 135 10,234074 9,6758519 10,094519
7 10 7 8 9 10 62,8 22,8 23 145 145 9,8747586 9,9613793
8 10 8 9 10 11 62,8 29 28 143 144 12,735664 12,211111
9 10 9 10 11 12 62,8 19,1 20,3 151 151 7,9435762 8,442649
10 10 10 11 12 13 62,8 25,1 26 165 165 9,5532121 9,8957576
11 10 11 12 13 14 62,8 20,4 20,6 124 124 10,331613 10,432903
12 10 12 13 14 15 62,8 22,3 22,2 18,8 102 112 113 13,729804 12,447857 10,448142
13 10 13 14 15 16 62,8 13,5 14,8 15,8 112 113 113 7,5696429 8,2251327 8,780885
14 10 14 15 16 17 62,8 12,7 13,3 126 126 6,3298413 6,6288889
15 20 1 3 5 7 125,6 11,3 11,5 135 135 10,513185 10,699259
16 20 2 4 6 8 125,6 9 1,4 9,2 136 136 136 8,3117647 1,2929412 8,4964706
17 20 3 5 7 9 125,6 10,6 10,8 10,8 135 134 134 9,8619259 10,122985 10,122985
18 20 4 6 8 10 125,6 12,2 11,9 148 148 10,353514 10,098919
19 20 5 7 9 11 125,6 13 11,1 10,9 146 146 147 11,183562 9,5490411 9,3131973
20 20 6 8 10 12 125,6 12,7 11,6 11,1 147 147 147 10,851156 9,9112925 9,4840816
21 20 7 9 11 13 125,6 67,6 12,9 12,4 147 147 147 57,758912 11,022041 10,59483
22 20 8 10 12 14 125,6 10,2 10,1 119 119 10,765714 10,660168
23 20 9 11 13 15 125,6 11,6 11,7 138 138 10,557681 10,648696
24 20 10 12 14 16 125,6 11,6 11,7 112 112 13,008571 13,120714
25 20 11 13 15 17 125,6 12,4 11,9 11,7 155 157 157 10,048 9,52 9,36
26 30 1 4 7 10 188,4 7,8 12 7,5 145 145 140 10,134621 15,591724 10,092857
27 30 2 5 8 11 188,4 7,6 7,8 143 149 10,012867 9,8625503
28 30 3 6 9 12 188,4 9,4 9,3 146 144 12,129863 12,1675
29 30 4 7 10 13 188,4 12,1 12,1 216 212 10,553889 10,753019
30 30 5 8 11 14 188,4 9,4 8 9 157 156 156 11,28 9,6615385 10,869231
31 30 6 9 12 15 188,4 10,9 11,5 183 183 11,221639 11,839344
32 30 7 10 13 16 188,4 6,9 7 130 130 9,9996923 10,144615
33 30 8 11 14 17 188,4 11,8 12,2 212 212 10,486415 10,841887
34 40 1 5 9 13 251,2 7,3 8,4 8,3 221 221 221 8,2975566 9,5478733 9,4342081
35 40 2 6 10 14 251,2 7,6 7,6 6,9 152 152 154 12,56 12,56 11,255065
36 40 3 7 11 15 251,2 7,2 7,4 6,2 176 179 177 10,276364 10,384804 8,799096
37 40 4 8 12 16 251,2 5 5,4 5,7 126 132 152 9,968254 10,276364 9,42
38 40 5 9 13 17 251,2 10,7 10,4 216 216 12,443704 12,094815
39 50 1 6 11 16 314 3,6 3,8 3,9 132 133 133 8,5636364 8,9714286 9,2075188
40 50 2 7 12 17 314 6,6 6 6,4 147 146 147 14,097959 12,90411 13,670748
Tabel 4.2 Hasil Pengukuran Data Metode AAS dengan Konfigurasi
Wenner Hari Kedua
No a Elektroda k v (mV) I (mA) ρa(Ωm)
1 10 1 2 3 4 62,8 40,3 40,4 40,4 153 153 153 16,5 16,8 16,58
2 10 2 3 4 5 62,8 17,4 17,1 138 138 7,91 7,7
3 10 3 4 5 6 62,8 50,8 50,4 51,2 144 144 144 22,15 21,98 22,3
4 10 4 5 6 7 62,8 31,5 31,1 126 126 15,7 15,5
5 10 5 6 7 8 62,8 47,2 46,7 147 147 20,1 19,9
6 10 6 7 8 9 62,8 89,7 95,3 39,6 144 144 144 39,11 41,5 41,6
7 10 7 8 9 10 62,8 30,4 30,8 124 124 15,3 15,5
8 10 8 9 10 11 62,8 97,9 102,2 101,8 143 143 144 42,9 44,8 44,3
9 10 9 10 11 12 62,8 36,2 36,8 147 146 15,4 15,7
10 10 10 11 12 13 62,8 41,9 41,9 142 142 18,53 18,53
11 10 11 12 13 14 62,8 43,1 42,4 147 147 18,4 18,1
12 10 12 13 14 15 62,8 55,9 56,3 151 151 23,2 23,4
13 10 13 14 15 16 62,8 69,5 71,4 69,8 144 139 143 30,3 32,3 30,6
14 10 14 15 16 17 62,8 71,4 71,5 151 151 151 29,6 29,7
15 20 1 3 5 7 125,6 16,8 15,6 16,5 128 128 128 16,2 15,3 16,1
16 20 2 4 6 8 125,6 17,4 19,0 17,8 132 132 132 16,5 18,0 19,9
17 20 3 5 7 9 125,6 19,0 18,8 138 138 17,29 17,11
18 20 4 6 8 10 125,6 12,6 12,4 147 147 10,76 10,5
19 20 5 7 9 11 125,6 14,4 13,3 153 153 11,8 11,4
20 20 6 8 10 12 125,6 40,1 39,6 155 155 32,4 32
21 20 7 9 11 13 125,6 24,5 24,6 124 124 24,8 24,9
22 20 8 10 12 14 125,6 20,2 20,2 145 145 19,5 19,5
23 20 9 11 13 15 125,6 15,6 15,4 142 142 13,8 13,6
24 20 10 12 14 16 125,6 18,3 19,3 141 146 16,3 16,6
25 20 11 13 15 17 125,6 20,2 20,3 152 152 16,7 16,8
26 30 1 4 7 10 188,4 15,5 14,3 150 150 150 19,5 17,9 17,9
27 30 2 5 8 11 188,4 2,5 2,6 136 136 3,5 3,6
28 30 3 6 9 12 188,4 4,1 5,9 5,1 6,1 145 147 147 5,3/147 7,6 6,5 7,8
29 30 4 7 10 13 188,4 18,3 23,9 17,8 17,9 141 147 146 147 24,4 20,6 22,9 22,9
30 30 5 8 11 14 188,4 3,8 13,8 13,5 146 153 152 4,9 16,9 16,7
31 30 6 9 12 15 188,4 18,6 17,7 17,9 149 149 150 23,5 22,4 22,5
32 30 7 10 13 16 188,4 11,6 10,9 12 126 126 126 17,3 16,4 17,9
33 30 8 11 14 17 188,4 13,2 13,3 148 149 16,8 16,8
34 40 1 5 9 13 251,2 4,7 5 5 149 150 150 7,9 8,3 8,3
35 40 2 6 10 14 251,2 6,3 6,7 6,5 136 137 136 11,6 12,3 12
36 40 3 7 11 15 251,2 5,6 5,6 142 142 9,9 9,9
37 40 4 8 12 16 251,2 15,7 16,9 9 8,8 149 149 149 26,4 28,4 15,1 14,8
38 40 5 9 13 17 251,2 13 12,7 157 157 20,8 20,32
39 50 1 6 11 16 314 6,6 6,7 151 152 13,7 13,8
40 50 2 7 12 17 314 7,2 7,2 139 139 16,2 16,2
Tabel 4.3 Hasil Pengukuran Data Metode AAS dengan Konfigurasi
Wenner Hari Ketiga
No a Elektroda k V (mV) I (mA) ρa (Ωm)
1 10 1 2 3 4 62,8 151 154,6 153 191 190 190 49,65 51,10 50,57
2 10 2 3 4 5 62,8 133,6 123,4 121,7 166 166 167 50,54 46,68 45,77
3 10 3 4 5 6 62,8 103,9 104,5 103,8 172 171 171 37,94 38,38 38,12
4 10 4 5 6 7 62,8 109,1 109,2 109,6 175 174 175 39,15 39,41 39,33
5 10 5 6 7 8 62,8 77,3 76,8 77,2 167 167 168 29,07 28,88 28,86
6 10 6 7 8 9 62,8 181,9 83,9 82,5 177 177 177 64,54 29,77 29,27
7 10 7 8 9 10 62,8 66,5 67,4 68,2 189 189 189 22,10 22,40 22,66
8 10 8 9 10 11 62,8 76,3 80,3 80,5 185 185 185 25,90 27,26 27,33
9 10 9 10 11 12 62,8 78,4 79,8 80,5 185 185 185 26,61 27,09 27,33
10 10 10 11 12 13 62,8 94,2 93 92,9 163 163 163 36,29 35,83 35,79
11 10 11 12 13 14 62,8 108,6 111,9 101,4 188 188 188 36,28 37,38 33,87
12 10 12 13 14 15 62,8 112,8 114,9 116,9 164 164 164 43,19 44,00 44,76
13 10 13 14 15 16 62,8 75,1 94,6 101,5 147 153 153 32,08 38,83 41,66
14 10 14 15 16 17 62,8 132,8 129,8 128,2 165 165 166 50,54 49,40 48,50
15 20 1 3 5 7 125,6 64,4 72,8 67,8 196 196 196 41,27 46,65 43,45
16 20 2 4 6 8 125,6 46,9 46,8 46,5 181 182 182 32,54 32,30 32,09
17 20 3 5 7 9 125,6 51,1 49,8 50,5 167 163 167 38,43 38,37 37,98
18 20 s 6 8 10 125,6 53,7 53,5 57,9 184 184 184 36,66 36,52 39,52
19 20 5 7 9 11 125,6 41,2 41 40,5 170 170 170 30,44 30,29 29,92
20 20 6 8 10 12 125,6 37,4 37,5 40,6 179 178 178 26,24 26,46 28,65
21 20 7 9 11 13 125,6 39 40,8 39,7 164 164 164 29,87 31,25 30,40
22 20 8 10 12 14 125,6 45 46,9 45,5 188 188 188 30,06 31,33 30,40
23 20 9 11 13 15 125,6 40,7 39,8 40 155 164 162 32,98 30,48 31,01
24 20 10 12 14 16 125,6 49,8 58,8 47,2 174 175 175 35,95 42,20 33,88
25 20 11 13 15 17 125,6 47,4 47,9 46,9 165 166 166 36,08 36,24 35,49
26 30 1 4 7 10 188,4 47,3 45,9 48,8 208 209 209 42,84 41,38 43,99
27 30 2 5 8 9 188,4 43,8 42,5 43,1 184 183 184 44,85 43,75 44,13
28 30 3 6 9 10 188,4 33,7 33,2 33,9 167 166 167 38,02 37,68 38,24
29 30 4 7 10 11 188,4 30 32,1 32,2 159 160 160 35,55 37,80 37,92
30 30 5 8 11 12 188,4 29,4 31,3 31,2 172 172 171 32,20 34,28 34,37
31 30 6 9 12 13 188,4 25,2 25,3 25,1 169 169 170 28,09 28,20 27,82
32 30 7 10 13 14 188,4 26 26,8 27 168 168 168 29,16 30,05 30,28
33 30 8 11 14 15 188,4 29,6 29,3 30,7 165 165 165 33,80 33,46 35,05
34 40 1 5 9 13 251,2 30,3 30,3 30,8 178 177 178 42,76 43,00 43,47
35 40 2 6 10 14 251,2 32,8 32,2 32,2 187 186 186 44,06 43,49 43,49
36 40 3 7 11 15 251,2 24,7 25,2 24,5 160 161 160 38,78 39,32 38,47
37 40 4 8 12 16 251,2 17,1 19 19 164 164 163 26,19 29,10 29,28
38 40 5 9 13 17 251,2 16,7 16,7 16,7 152 151 152 27,60 27,78 27,60
39 50 1 6 11 16 314 23 23,4 24 183 183 184 39,46 40,15 40,96
40 50 2 7 12 17 314 18,9 19,1 19,7 162 162 163 36,63 37,02 37,95
4.2. Hasil Pengukuran Metode VES dengan Konfigurasi Sclumberger
Tabel 4.4 Hasil Pengukuran Data Metode VES dengan Konfigurasi
Sclumberger Hari Pertama
No AB/2(m) MN/2(m) K (m) I(mA) V(mV) ρa(Ωm)
1 1,5 0,5 6,28 114 115 1912 1912 104 103,41
2 2,5 0,5 18,9 124 124 388,1 388,1 59,1 59
3 4 0,5 49,5 128 128 128 160,4 160,1 160,2 62 62,1 61,9
4 6 0,5 112 118 118 118 76,3 76,7 77,3 72,14 72,8 72
5 8 0,5 200 119 119 119 46,1 46,3 46,9 77,4 77,8 78,8
6 10 0,5 313 127 127 127 31 30 30,9 31,2 76,4 76,1 76,9
7 12 0,5 452 124 124 124 20,1 20,2 20,2 72,3 73,6 73,6
8 15 0,5 706 125 125 125 11,8 11,8 11,8 66,6 66,6 66,6
9 15 5 62,8 123 124 126 125,8 64,3 63
10 20 5 118 128 128 128 68,7 68,7 68,6 63,3 63,3 63,2
11 25 5 189 131 131 40 40 57,7 57,7
12 30 5 275 125 125 125 22,5 22,6 22,6 49,5 49,7 49,7
13 40 5 495 141 141 12,9 13,2 45,2 46
14 50 5 778 133 134 7,3 7,4 42,7 42
15 60 5 1120 138 138 138 4,6 4,5 4,5 37,3 36 36
16 75 5 1760 133 134 134 2,5 2,5 2,5 33 32,8 32,8
17 75 25 314 133 133 13,3 13,1 31,4 30
18 100 25 589 140 140 140 6,2 6,3 6,4 26 26,5 27
19 125 25 943 124 124 165 3,3 3,3 4,3 25 25,8 24
20 150 25 1375 110 110 140 140 2,2 1,9 2,7 2,5 27,5 23,7 26,5 24,5

Tabel 4.5 Hasil Pengukuran Data Metode VES dengan Konfigurasi


Sclumberger Hari Kedua
No. AB/2 MN/2 K I (mA) V (mV) Pa (Ωm)

1 1.5 0,5 6,28 164 164 162 1240 1260 1280 47,48293 48,24878 49,61975
2 2.5 0,5 18,9 175 175 175 278 278,6 278,8 30,024 30,0888 30,1104
3 4 0,5 49,5 173 173 174 79,8 80,1 80,1 22,83295 22,91879 22,78707
4 6 0,5 112 177 177 178 32,4 32,4 32,5 20,50169 20,50169 20,44944
5 8 0,5 200 178 178 178 18,7 18,8 18,8 21,01124 21,1236 21,1236
6 10 0,5 313 174 174 174 12,2 12,2 12,2 21,94598 21,94598 21,94598
7 12 0,5 452 184 184 184 9,4 9,4 9,4 23,0913 23,0913 23,0913
8 15 0,5 706 174 174 174 6 6 6 24,34483 24,34483 24,34483
9 15 5 62,8 174 174 174 4,2 73,8 74,3 1,515862 26,63586 26,81632
10 20 5 118 176 176 176 40,3 40,2 40,4 27,01932 26,95227 27,08636
11 25 5 189 189 189 189 28 27,8 27,3 28 27,8 27,3
12 30 5 275 177 177 176 16,7 17,3 17,2 25,94633 26,87853 26,875
13 40 5 495 192 192 192 10,2 10,3 9,6 26,29688 26,55469 24,75
14 50 5 778 169 169 170 5,4 5,5 5,1 24,85917 25,31953 23,34
15 60 5 1120 182 183 183 3,8 4,1 3,9 23,38462 25,0929 23,86885
16 75 5 1760 179 179 179 2,4 2,7 2,7 23,59777 26,54749 26,54749
17 75 25 314 179 180 180 16,4 16,4 16,3 28,76872 28,60889 28,43444
18 100 25 589 139 139 139 7,3 6,7 6,7 30,93309 28,39065 28,39065
19 125 25 943 173 173 173 5 4,9 5 27,25434 26,70925 27,25434
20 150 25 1375 173 173 173 3,3 3,3 3,3 26,22832 26,22832 26,22832
21 175 25 1886 177 177 177 2,3 2,3 2,3 24,50734 24,50734 24,50734
Tabel 4.6 Hasil Pengukuran Data Metode VES dengan Konfigurasi
Sclumberger Hari Ketiga
No AB/2(m) MN/2(m) K (m) I(mA) V(mV) ρa(Ωm)
1 1.5 0.5 6,28 106 106 106 1141 1076 1246 67,60 63,75 73,82
2 2.5 0.5 18,9 102 101 101 528 529 521 97,84 98,99 97,49
3 4 0.5 49,5 108 108 108 210 209 211 96,25 95,79 96,71
4 6 0.5 112 120 120 106 106 98,93 98,93
5 8 0.5 200 155 155 155 88 88,1 88 113,55 113,68 113,55
6 10 0.5 313 129 129 129 45,2 45,9 45,7 109,67 111,37 110,88
7 12 0.5 452 126 126 126 27,5 27,6 27,7 98,65 99,01 99,37
8 15 0.5 706 129 129 16,7 16,9 91,40 92,49
9 15 5 62,8 128 127 242,8 243,7 119,12 120,51
10 20 5 118 129 128 128 113,2 114,6 114,6 103,55 105,65 105,65
11 25 5 189 129 129 130 63,7 63,5 63,4 93,33 93,03 92,17
12 30 5 275 121 121 121 34,2 34,1 34,3 77,73 77,50 77,95
13 40 5 495 143 143 20,1 20,2 69,58 69,92
14 50 5 778 121 120 10 10 64,30 64,83
15 60 5 1120 147 148 148 8 8 8 60,95 60,54 60,54
16 75 5 1760 190 190 228 5,8 6,1 7,3 53,73 56,51 56,35
17 75 25 314 183 184 184 35,7 36,2 34,8 61,26 61,78 59,39
18 100 25 589 58 58 60 5,2 5,5 5,8 52,81 55,85 56,94
19 125 25 943 177 177 210 10,5 10,4 12,5 55,94 55,41 56,13
20 150 25 1375 164 164 164 6,5 6,6 6,8 54,50 55,34 57,01

4.3. Hasil Perhitungan Data Metode VES dengan Konfigurasi


Sclumberger
Tabel hasil perhitungan data VES dengan Konfigurasi Sclumberger hari
pertama

Resistivitas Ketebalan
No Kedalaman (m) Keterangan
(Ωm) (m)
1 263.69 0 – 0.61 0.61 Batupasir
2 21.17 0.61 – 1.43 0.82 serpih
3 183.11 1.43 – 3.75 2.32 konglomerat
4 36.81 3.75 – 7.64 3.89 Lempung
5 54.03 7.64 – 15.45 7.81 Gamping
6 63.34 15.45 – 26.55 11.1 Gamping
7 13.49 26.55 – 43.65 17.1 Batupasir
8 18.07 43.65 – 56.81 13.16 Batupasir
9 21.65 56.81 – 99.58 42.77 Serpih
10 27.12 99.58 – 124.22 24.64 Serpih
11 33.32 > 124.22 Serpih
Tabel hasil perhitungan data VES dengan Konfigurasi Sclumberger hari
kedua

Resistivitas Kedalaman Ketebalan


No Keterangan
(Ωm) (m) (m)
1 12.28 0 – 0.15 0.15 Batupasir
2 141.65 0.15 – 1.58 1.43 Granit
3 99.33 1.58 – 3.70 2.12 Gamping
4 98.78 3.70 – 6.45 2.75 Gamping
5 128.88 6.45 – 11.69 5.24 Granit
6 60.51 11.69 – 19.49 7.8 Gamping
7 39.26 19.49 – 30.81 11.32 Lempung
8 57.14 30.81 – 48.84 18.03 Gamping
9 60.78 48.84 – 66.25 17.41 Gamping
10 51.53 66.25 – 135.81 69.56 Gamping
11 48.09 > 135.81 Lempung

Tabel hasil perhitungan data VES dengan Konfigurasi Sclumberger hari


ketiga

Resistivitas Ketebalan
No Kedalaman (m) Keterangan
(Ωm) (m)
1 74.21 0 – 0.72 0.72 Gamping
2 20.87 0.72 – 2.83 2.11 Serpih
3 10.51 2.83 – 4.55 1.72 Batupasir
4 35.02 4.55 – 6.30 1.75 Serpih
5 66.63 6.30 – 11.10 4.8 Gamping
6 9.26 11.10 – 19.02 7.92 Batupasir
7 16.58 19.02 – 28.85 9.83 Batupasir
8 71.41 28.85 – 50.83 21.99 Gamping
9 27.78 50.84 – 80.49 29.65 Serpih
10 12.17 80.49 – 127.49 47 Batupasir
11 19.03 127.49 – 150.44 22.95 Batupasir
12 10.35 > 150.44 Batupasir

E. Pembahasan
Prinsip kerja dari Metoda Geolistrik ini adalah arus listrik diinjeksikan ke dalam
bumi melalui dua buah elektoda arus. Beda potensial yang terjadi diukur melalui
dua buah elektroda potensial, dari hasil pengukuran arus dan beda potensial
untuk setiap jarak elektroda tertentu, dapat ditentukan variasi harga tahanan jenis
masing-masing lapisan di bawah titik ukur (Simpen, 2015).

5.1. Metode VES


Data hasil pengukuran dan perhitungan dianalisis menggunakan kurva
matching sehingga mendapatkan nilai resistivitas semu kalkulasi dan
kedalaman yang selanjutnya diinversi menggunakan software PROGRESS
Format data yang dimasukkan merupakan data observasi berupa resistivitas
semu, spasi (AB/2) dan resistivitas semu kalkulasi. Hasil akhir inversi dan
interpretasi berupa profil 1D resitivitas dan kedalaman.

Terdapat tiga titik terduga dilokasi penelitian, yaitu Titik Duga Pertama
(TD1) terletak di , Titik Duga Kedua (TD2) terletak di , dan Titik Terduga
Ketiga (TD3) terletak di,

Untuk TD1, hasil dari software PROGRESS dapat dilihat pada Gambar 5.1.
Berdasarkan hasil analisis data, didaptkan 11 lapisan bawah tanah dengan
resistivitas (ρ) berbeda dengan nilai terendah 13.49 Ωm pada kedalaman
26.55-43.65 m dan tertinggi 263.69 Ωm pada kedalaman 0 m – 0.61 m.
Dengan tingkat RMS Error 3.0127%.

Berdasarkan tabel resistivitas batuan (Telford, 1990), maka didapatkan


interpretasi data bahwa pada kedalaman 0 m – 0.61 m merupakan batupasir
dan konglomerat pada kedalaman 0.61 m hingga 124 m merupakan pasir
yang tersaturasi air tanah yang memiliki sifat permeable atau mampu
membawa air.

(a) (b)
Gambar 5.1 a. Kurva Resistivitas Semu b. Log Resistivitas TD1

Untuk TD2, hasil dari software PROGRESS dapat dilihat pada Gambar 5.2.
Berdasarkan hasil analisis data, didaptkan 11 lapisan bawah tanah dengan
resistivitas (ρ) berbeda dengan nilai terendah 12.28 Ωm pada kedalaman 0-
0.15 m dan tertinggi 141.65 Ωm pada kedalaman 0.15 m – 1.58 m. Dengan
tingkat RMS Error 5.2286%.

Berdasarkan tabel resistivitas batuan (Telford, 1990), maka didapatkan


interpretasi data bahwa pada kedalaman 0 m – 0.15 m merupakan batupasir
dan lempung, dan pada kedalaman 0.15 m hingga 135 m merupakan batuan
sedimen.
(a) (b)

Gambar 5.2 a. Kurva Resistivitas Semu b. Log Resistivitas TD2

Untuk TD3, hasil dari software PROGRESS dapat dilihat pada Gambar 5.3.
Berdasarkan hasil analisis data, didaptkan 12 lapisan bawah tanah dengan
resistivitas (ρ) berbeda dengan nilai terendah 9.26 Ωm pada kedalaman 11-
19 m dan tertinggi 74.21 Ωm pada kedalaman 150 m. Dengan tingkat RMS
Error 3.0127%.

Berdasarkan tabel resistivitas batuan (Telford, 1990), maka didapatkan


interpretasi data bahwa pada kedalaman 0 m –11 m diduga merupakan
batupasir, batu gamping dan lempung, dan pada kedalaman 11-150 m diduga
merupakan batu gamping dan batupasir.
(a) (b)

Gambar 5.3 a. Kurva Resistivitas Semu b. Log Resistivitas TD3


Berdasarkan interpretasi diatas, maka didapatkan dominansi batuan pasir dan
lempung dikedalaman 0-5 m

5.2.Metode AAS
Data hasil pengukuran dan perhitungan dianalisis menggunakan software
Notepad yang selanjutnya diinversi menggunakan software RES2DINV
dalam ekstensi *DAT . Format data yang dimasukkan merupakan data
observasi berupa resistivitas semu, spasi (A) dan posisi titik datum (m).
Hasil akhir inversi dan interpretasi berupa penampang 2D resitivitas dan
kedalaman. Survei AAS telah dilakukan sebannyak 2 lintasan dengan
konfigusi Wenner dan spasi 10 m.
Gambar 5.4 Penampang 2D Resistivitas Semu Lintasan Hari Pertama

Gambar 5.5 Penampang 2D Resistivitas Semu Lintasan Hari Kedua


Gambar 5.5 Penampang 2D Resistivitas Semu Lintasan Hari Kedua

DAFTAR PUSTAKA

Broto, S. Dan Putrato, T.T. 2011. Aplikasi Metode Geomagnet Dalam Eksplorasi
Panasbumi. Universitas Diponegoro. Semarang.

Haerudin, Nandi dan Syamsurijal Rasimeng dan Eva Yuliana, 2008, Metode
Geolistrik Untuk Menentukan Pola Penyebaran Fluida Geothermal Di Daerah
Potensi Panasbumi Gunung Rajabasa Kalianda Lampung Selatan. Jurnal
Fisika FMIPA Volume 2, Universitas Lampung.

Hakim dan Rahma. 2016. Aplikasi Konfigurasi Wenner Dalam Menganalisis Jenis
Material Bawah Permukaan. FTK IAIN Raden Intan Lampung. Lampung.

Lange, O.,Ivanova, M, dan Lebedeva, N., 1991, Geologi Umum, Gaya Media Pratama
Jakarta.
Nahli, K. dkk. 2016. Identifying Non-Volcanic Geothermal Potential in Amohola,
Southeast Sulawesi Province, by Applying the Fault and Fracture Density
(FFD) Method. IOP Conference Series: Earth and Enviromental Science, 42(1)

Putriutami.2014. Interpretasi Lapisan Bawah Permukaan Di Area Panas Bumi Gunung


Telomoyo, Kabupaten Semarang Menggunakan Metode Geolistrik Resistivity
Konfigurasi Schlumberger. Universitas Diponegoro: Semarang

Santoso, B. 2016. Penerapan Metode Geolistrik-2D untuk Identifikasi Amblasan


Tanah Dan Longsoran Di Jalan Tol Semarang – Solo Km 5+400 – Km 5+800.
Spektra: Jurnal Fisika dan Aplikasinya : Volume 1 Nomor 2, Desember 2016 :
p-ISSN: 2541-3384, e-ISSN: 2541-3392.

Telford W.M., dan Geldart L.P, dan Sheriff R., 1990, Applied Geophysics, Second
Edition,Cambridge University,USA.

Tim Subdit Perencanaan Wilayah Kerja dan Informasi , Direktorat Pembinaan


Program Mineral Batubara dan Panas Bumi, 2017, Penyajian Evaluasi Wilayah
Kerja Pertambangan Panas Bumi Daerah Marana Kabupaten Donggala
Provinsi Sulawesi Tengah, Jakarta, Direktorat Jenderal Mineral Batubara dan
Panas Bumi.

Wahyu, S, 2013, Potensi Lapangan Panasbumi Gedongsongo Sebagai Sumber Energi


Alternatif Dan Penunjang Perekonomian Wilayah Volume 8 No. 1, Unnes,
Semarang
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai