Anda di halaman 1dari 87

LEMBAR PERSETUJUAN

NAMA :Azizah Wulansari

NIM :17006

JUDUL :Asuhan Keperawatan Pada An.A Usia Bayi (7 bulan 2 hari)

Dengan Gangguan Rasa Nyaman: Hipertermi Akibat Kejang

Demam Di Ruang Kemuning Rumah Sakit

Cirebon, 2020

Pembimbing

Dra. Marwati.S.Kep., Ners.S.Sos


NIK : 1993.2.01005
LEMBAR PENGESAHAN

NAMA : Azizah Wulansari

NIM : 17006

JUDUL : Asuhan Keperawatan Pada An.A Usia (7 bulan 2 hari) Dengan

Gangguan Rasa Nyaman: Hipertermia Akibat Kejang Demam

Di Ruang Kemuning Rumah Sakit Daerah Gunung Jati Kota

Cirebon.

Cirebon, 2020

Penguji 1 : Dra. Marwati.S.Kep., Ners.S.Sos ( )


NIK : 1993.2.01005

Penguji II : Erida Fadila, S.Kep., Ners., M.Kep ( )


NIDN: 041102198802

Penguji III : Yani

Mengetahui,

Direktur AKPER Muhammadiyah Cirebon

(Hj Ruswati, Ners. M.Kep)


NIK : 1996.2.01.008
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR BAGAN
DAFTAR SINGKATAN
ABSTRAK
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah menimpahkan nikmat rahmat dan

karunianya kepada seluruh umat manusia di muka bumi. Atas izin dan kekuatan

yang dicurahkan-Nya penulis dapat menyelesaikan karya tulis dengan judul

Asuhan Keperawatan Pada An.A Usia Bayi (7 bulan 2 hari) Dengan Gangguan

Rasa Nyaman: Hipertermi Akibat Kejang Demam Di Ruang Kemuning Rumah

Sakit Daerah Gunung Jati Kota Cirebon.

Karya tulis ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat dalam

menempuh ujian akhir dan menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan di

Akademi Keperawatan Muhammadiyah Cirebon.

Selama proses penyusunan karya tulis ini, penulis tidak lepas dari bimbingan

dan petunjuk dari semua pihak. Maka dengan segala kerendahan hati, penulis

menyampaikan terimaksih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

1. Hj. Ruswati, Ners., M.kep selaku Direktur Akademi Keperawatan

Muhammadiyah Cirebon.

2. Dra. Marwati.S.Kep., Ners.S.Sos selaku Pembimbing yang selalu

memberikan bimbingan dan arahan dengan penuh kesabaran dalam

penyusunan Laporan Karya Tulis Ilmiah ini.

3. Ibu Erida, Ibu Nur Asrama, Ibu Endang, Mas Rudi, Ibu Sukur, Pak Bambang

dan Ibu Sofi yang telah mendengarkan segala keluh kesah, memberikan

nasihat, dan membimbing, mendukung serta mempercayakan saya, membuat


saya menjadi pribadi yang lebih baik selama kuliah di Akper Muhammadiyah

Cirebon

4. Bapak/Ibu Dosen serta Staf dan Tenaga Kependidikan Akademi Keperawatan

Muhammadiyah Cirebon yang selalu memotivasi untuk bisa menyelesaikan

karya tulis ilmiah ini.

5. Keluarga An.A yang sudah bekerja sama dalam dan membantu dalam

pelaksanaan asuhan keperawatan selama di Rumah Sakit.

6. Untuk mamah, aa, dan mba tercinta serta keluarga besar yang selalu

memberikan kekuatan, rasa tanggung jawab dan kepercayaan, motivasi, do’a

serta dukungan baik moral maupun materiil selama kuliah di Akper

Muhammadiyah Cirebon

7. Untuk teh Andini dan a’irvan terimakasih untuk arahan dan motivasi selama

pembuatan karya tulis ilmiah ini.

8. Untuk teman-temanku Ridwanto, Pratiwi, Vannesa, Adela, Renas, Nida,

Putri, Ayas terimakasih untuk berbagi pengalaman, meluangkan waktu untuk

mendengarkan segala keluh kesah selama kuliah di Akper Muhammadiyah

Cirebon.

9. Untuk adik-adik tingkatku, seluruh anggota SENAT Akper Muhammadiyah

Cirebon yang telah memberikan pengalaman yang mengesankan dalam

berorganisasi, mendukung serta memotivasi dalam proses pembuatan karya

tulis ilmiah ini.


10. Teman-temanku tingkat 3A dan seluruh angkatan 2020 dengan terimakasih

sudah berbagi ilmu dan pengalaman selama kuliah di Akper Muhammadiyah

Cirebon

11. Semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat penulis sebutkan satu

persatu.

Penulis menyadari bahwa karya tulis ini jauh dari sempurna, untuk itu penulis

mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun untuk perbaikan

penulisan selanjutnya. Akhir kata semoga karya tulis ini dapat bermanfaat, bagi

penulis khususnya perkembangan ilmu keperawatan pada umumnya.

Cirebon, Juli 2020

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kejang demam (febris convulsion/stuip/step) yaitu kejang yang timbul

pada waktu demam yang tidak di sebabkan oleh proses di dalam kepala (otak:

seperti meningitis atau radang selaput otak, ensifilitis atau radang otak) tetapi

diluar kepala misalnya karena adanya infeksi di saluran pernapasan, telinga

atau infeksi di saluran pencernaan. Biasanya dialami anak usia 6 bulan

sampai 5 tahun. Bila anak sering kejang, utamanya dibawah 6 bulan,

kemungkinan besar mengalami epilepsi (Airlangga Universty Press (AUP),

2015). Kejang demam adalah serangan kejang yang terjadi karena kenaikan

suhu tubuh (suhu rektal di atas 38oC ). (Sujono Riyadi, 2013)

Menurut WHO pada tahun 2005 terdapat 21,65 juta penderita kejang

demam dan lebih dari 216 ribu diantaranya meninggal. Selain itu di Kuwait

dari 400 anak berusia 1 bulan – 13 tahun dengan riwayat kejang, yang

mengalami kejang demam sekitar 77% (WHO, 2005 dalam Ervina Tri Untari,

2013). Menurut Hernal, 2010 (dalam Ervina Tri Untari, 2013), insiden terjadi

nya kejang demam di perkirakan mencapai 4-5% dari jumlah penduduk di

Amerika Serikat, Amerika Selatan, dan Eropa Barat. Namun di Asia angka

kejadian kejang lebih tinggi, seperti di Jepang di laporkan antara 6-9%

kejadian kejang demam, di India yaitu 5-10%, dan di Guam adalah 14%.

(Ervina, 2013)
Angka kejang demam di berbagai daerah di Indonesia seperti menurut

penelitian Kurnia (2014) kasus kejang demam yang terjadi di Indonesia

seperti di Rumah Sakit Putri Indah Jakarta menyebutkan kasus kejang demam

terjadi peningkatan angka kejang demam pada anak ±6 kali lipat pada

Januari-Juni 2014 dibandingkan dengan tahun 2008, total anak dengan kasus

kejang demam ada sebanyak 135 anak. Kejadian kejang demam di Indonesia

disebutkan terjadi pada 2-5% anak berumur 6-3 tahun dengan 30%

diantaranya akan mengalami kejang berulang.

Angka kejadian di Provinsi Jawa barat berdasarkan hasil penelitian

Muti’ah, 2016 pada tahun 2016 penderita kejang demam di rumah sakit

berjumlah 2.220 untuk berumur 0-1 tahun, sedangkan berjumlah 5.696 untuk

umur 1-4 tahun. Di Bandung didapatkan hasil data pada tahun 2010 dengan

kejang demam yaitu 2,22%. (Mutiah, 2016)

Pada tahun 2020 didapatkan data presentase anak yang menderita

kejang demam di Ruang Kemuning Rumah Sakit Daerah Gunung Jati Kota

Cirebon sebanyak 25,5% (38 pasien) dari bulan November-Desember 2019

sampai dengan Januari 2020.

Maka dari itu, peran perawat sangat penting dalam memberikan

asuhan keperawatan yang meliputi tindakan promotif, preventif, melakukan

tindakan kolaboratif dengan tim medis dalam pelaksanaan kuratif dan

rehabilitatif termasuk dalam kasus kejang demam ini memberikan edukasi

kepada orang tua mengenai penangan anak yang kejang demam.


Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk menyusun laporan

studi kasus yang bejudul Asuhan keperawatan Pada An.A Usia Bayi (7 bulan

2 hari) dengan Gangguan Rasa Nyaman: Hipertermia Akibat Kejang Demam

di Ruang Kemuning Rumah Sakit Daerah Gunung Jati Kota Cirebon.

Rumusan Masalah

Bagaimanakah gambaran pelaksanaan Asuhan Keperawatan pada An.A Usia

Bayi (7 bulan 2 hari) dengan Gangguan Rasa Nyaman: Hipertermia Akibat

Kejang Demam di Ruang Kemuning Rumah Sakit Daerah Gunung Jati Kota

Cirebon?

1.1 Tujuan

1.1.1 Tujuan Umum

Mampu melakukan Asuhan Keperawatan pada An.A usia  (7 bulan 2 hari)

dengan Gangguan Rasa Nyaman: Hipertermia Akibat Kejang Demam di

Ruang Kemuning Rumah Sakit Daerah Gunung Jati Kota Cirebon.


1.1.2 Tujuan Khusus

Setelah melakukan Asuhan Keperawatan pada An.A Usia Bayi (7 bulan

2 hari) dengan Gangguan Rasa Nyaman: Hipertermia Akibat Kejang

Demam di Ruang Kemuning Rumah Sakit Daerah Gunung Jati Kota

Cirebon. Penulis dapat :

a. Melakukan pengkajian pada An.A Usia Bayi (7 bulan 2 hari) dengan

Gangguan Rasa Nyaman: Hipertermia Akibat Kejang Demam Di

Ruang Kemuning Rumah Sakit Daerah Gunung Jati Kota Cirebon.

b. Menentukan diagnosa keperawatan sesuai dengan data pengkajian

pada An.A Usia Bayi (7 bulan 2 hari) dengan Gangguan Rasa

Nyaman: Hipertermia Akibat Kejang Demam di Ruang Kemuning

Rumah Sakit Daerah Gunung Jati Kota Cirebon.

c. Membuat rencana asuhan keperawatan pada An.A Usia Bayi (7 bulan

2 hari) dengan Gangguan Rasa Nyaman: Hipertermia Akibat Kejang

Demam di Ruang Kemuning Rumah Sakit Daerah Gunung Jati Kota

Cirebon.

d. Melakukan implementasi keperawatan yang telah di rencanakan

sesuai rencana keperawatan An.A Usia Bayi (7 bulan 2 hari) dengan

Gangguan Rasa Nyaman: Hipertermia Akibat Kejang Demam di

Ruang Kemuning Rumah Sakit Daerah Gunung Jati Kota Cirebon.

e. Mengevaluasi hasil implementasi asuhan keperawatan pada An.A

Usia Bayi (7 bulan 2 hari) dengan Gangguan Rasa Nyaman:


Hipertermia Akibat Kejang Demam di Ruang Kemuning Rumah Sakit

Daerah Gunung Jati Kota Cirebon.

f. Mendokumentasikan hasil asuhan keperawatan pada An.A Usia Bayi

(7 bulan 2 hari) dengan Gangguan Rasa Nyaman: Hipertermia Akibat

Kejang Demam di Ruang Kemuning Rumah Sakit Daerah Gunung

Jati Kota Cirebon.

1.2 Ruang Lingkup

Ruang lingkup Asuhan Keperawatan meliputi Asuhan Keperawatan yang

membahas tentang Asuhan Keperawatan pada An.A Usia Bayi (7bulan 2hari)

Dengan Gangguan Rasa Nyaman: Hipertermia Akibat Kejang Demam yang

meliputi Pengkajian, Perumusan Diagnosa, Melaksanakan Implementasi,

Mengevaluasi, Mendokumentasikan Asuhan Keperawatan pada An. A Usia

Bayi (7 bulan 2 hari) Dengan Gangguan Rasa Nyaman: Hipertermia Akibat

Kejang Demam yang dilakukan dari tanggal 10 Juli 2019-11 Juli 2019.

1.3 Sistematika Penulisan

Dalam penyusunan karya tulis ini terdiri dari 4 bab, yaitu :

Bab I Pendahuluan terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, ruang

lingkup, dan sistematika penulisan. Bab II Tinjauan kepustakaan terdiri dari

teori-teori yang menjelaskan tentang tinjauan pustaka konsep dasar kejang

demam yang terdiri dari pengertian, etiologi, patofisiologi, tanda dan gejala,

pemeriksaan penunjang, dan penatalaksanaan medis, tinjauan asuhan


keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem saraf yang terdiri dari

pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi,

dan evaluasi keperawatan. Bab III Tinjauan kasus berisi asuhan keperawatan

pada mendokumentasikan hasil Asuhan Keperawatan pada An.A Usia Bayi

(7 bulan 2 hari) Dengan Gangguan Rasa Nyaman: Hipertermia Akibat Kejang

Demam. Bab IV Kesimpulan dan saran, meliputi kesimpulan akhir dari

seluruh kegiatan penyusunan karya tulis ilmiah dan saran-saran dari penulis

yang ditunjukan pada pokok-pokok yang terkait.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Keperawatan

2.1.1 Pengertian

Kejang demam merupakan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh

(suhu rektal lebih dari 38oC) yang disebabkan oleh suatu proses

ekstrakarnial seperti ISPA, Otitis media, Pneumonia, Gastroenteritis, dan

lain-lain. Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan

peningkatan metabolisme basal sebesar 10-15% dan kebutuhan oksigen

sebesar 20%. Pada anak berumur 3 tahun, sirkulasi otak mencapai 65% dari

seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%.

Kenaikan suhu tubuh pada level tertentu dapat mengakibatkan perubahan

permeabilitas dari sel neuron dan depolarisasi membrane dalam waktu

singkat. (Satyanegara, 2018: 276)

Klasifikasi kejang demam menurut Satyanegara (2018 : 276) yaitu:

2.1.1.1 Kejang Demam Sederhana

Usia anak ketika kejang antara 6 sampai 4 tahun. Kejang yang berlangsung

hanya sedikit tidak lebih dari 15 menit. Kejang ini bersifat umum dan

frekuensi kejang tidak lebih dari 4 kali. Insiden kejang dimulai waktu 16

jam setelah suhu mulai meningkat.


2.1.1.2 Kejang Demam Kompleks

Kejang berlangsung lama, lebih dari 15 menit. Kejang berulan lebih dari 4

kali dalam 24 jam disertai dengan apnea, meningkatkan kebutuhan

iregularitasi irama jantung.

2.1.2 Anatomi dan Fisiologi (Sistem Saraf)

Sistem saraf adalah pusat kontrol tubuh, pengaturan dan jaringan

komunikasi. Dia mengarahkan fungsi organ dan sistem tubuh. Pusat dari

semua aktivitas mental, meliputi pemikiran, pembelajaran, dan memori.

Sistem saraf adalah kumpulan dari miliaran sel khusus dan jaringan ikat

dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian sentral terdiri dari otak dan

sumsum tulang belakang dan disebut sistem saraf pusat (SSP). Dibagian

luar disebut sistem saraf tepi (perifer) SST. (Raimundus, 2016 : 56)

2.1.2.1 Sistem Saraf Pusat

Gambar 2.1 Bagian-bagain dari otak

Susunan saraf pusat (SSP) yaitu otak (ensefalon) dan medulla spinalis, yang

merupakan pusat intelegensi dan kontrol seluruh aktivitas tubuh. Bagian


fungsional pada bagian susunan saraf pusat adalah neuron akson sebagai

penghubung dan transmisi elektrik antar neuron, serta dikelilingi oleh sel

gila yang menunjang secara mekanik dan metabolik. (Evelyn, 2018 : 334)

a. Otak

Otak adalah organ yang sangat kompleks. Mengandung sekitar 100 miliar

neuron dan prosesus neuronal dan sinapsis tak terhitung jumlahnya. Otak

terdiri dari empat komponen utama: otak besar (serebrum), otak kecil

(serebelum), diensefalon, dan batang otak (brainstem). Otak manusia

mencapai 2% dari keseluruhan berat tubuh, mengkonsumsi 25% oksigen

dan menerima 1,5% curah jantung. (Raimunus, 2016 : 72)

b. Medulla Spinalis (sumsum tulang belakang)

Sumsum tulang belakang sebagai pusat refleks dan jalur konduksi untuk

impuls saraf antara otak dan saraf spinal.Sumsum tulang belakang terbagi

menjadi dua daerah: substnasi ateri abu-abu yang terletak di tengah, yang

berisi badan sel saraf dan dendrit dan substansi putih, yang mengelilingi

substansi abu-abu dan mengandung akson bermielin yang terorganisir ke

dalam trakatus asending atau desending. Tanduk (horn) anterior dari

substansi abu-abu mengandung badan sel neuron motorik somatik tanduk

posterior mengandung badan sel interneuron yang menerima impuls saraf

sensorik yang datang tanduk lateral mengandung badan sel neuron motorik

otonom. (Raimunus, 2016 : 72)


2.1.2.2 Sistem Saraf Tepi

Susunan Saraf Tepi (SST) yaitu saraf kranial dan saraf spinalis yang

merupakan garis komunikasi antara sistem pusat dan tubuh. Sitem saraf

tepi tersusun dari semua saraf yang membawa dari dan ke sistem saraf

pusat.

a. Saraf Kranial

Ada dua belas pasang saraf kanial. Beberapa dari padanya adalah serabut

campuran, yaitu gabungan saraf motorik dan sensorik, sementara yang lain

hanya saraf motorik, ataupun saraf sensorik, misalnya saraf pancaindra.

(Evelyn, 2017 : 349)

Menurut Barudin (2017 : 9) kedua belas saraf kranial terdiri dari:

1. Saraf Olfaktori (CN I)

Saraf ini membawa dorongan membau dari reseptor didalam mukosa

hidung didalam otak.

2. Saraf Optik (CN II)

Saraf ini membawa dorongan visual dari mata ke otak.

3. Saraf Oculomotor (CN III)

Saraf yang sebagaian besar berkaitan dengan kontraksi otot mata.

4. Saraf Trochlear (CN IV)

Saraf yang memasok satu otot bola mata

5. Sarat Trigeminal (CN V)

Merupakan sistem saraf yang terbesar dari muka dan kepala,

mempunyai tiga cabang yang membawa dorongan merasakan secara


umum (misalnya rasa sakit, meraba, suhu) dari muka menuju otak.

Cabang ketiga disambungkan oleh serat motorik pada otot

mengunyah.

6. Saraf Abdusens (VI)

Saraf ini muncul dari nuklei yang berada di dasar ventrikel keempat.

Saraf ini mempersarafi otot rektus lateral bola mata.

7. Saraf Facial (CN VII)

Saraf ini terdiri atas serat saraf sensoris dan motorik, muncul dari

nuklei di bagian bawah pons. Serat saraf motorik mempersarafi otot-

otot ekspresi wajah. Serat saraf sensoris menyampaikan implus dari

papilla pengecap di dua pertiga enterior lidah ke area persepsi

pengecapan di korteks serebri.

8. Saraf Vestibulokoklear/auditorius (CN VIII)

Berisis serat sensoris khusus untuk mendengar seperti halnya untuk

keseimbangan saluran semisikular telinga bagaian dalam.

9. Saraf Glosofaringeal (CN IX)

Berisi serat sensoris umum dari belakang lidah dan pharing

(tenggorokan). Saraf ini juga berisi serat sensoris untuk merakan dari

posterior ketiga lidah, serat pembuangan yang memasok sebagai

kelenjar lusah (patorid) dan serat saraf motor untuk mengontrol otot

menelan didalam pharing.


10. Saraf Vagus (CN X)

Merupakan saraf kranial yang terpanjang yang termasuk memasok

sebagian organ di dalam rongga perut dan dada. Saraf ini juga berisi

serat motor bagi kelenjar yang mengahasilkan getah pencernaan

pembuangan lainnya.

11. Saraf Aksesorius (CN XI)

Saraf accessory (formerly disebut saraf spinal accessory nerve) terbuat

dari serat saraf motor yang mengontrol dua otot leher yaitu traoeziuz

dan stercleidomastoid.

12. Saraf hipoglosal (CN XII)

Saraf kranial terakhir membawa dorongan-dorongan yang mengontrol

lidah.

b. Saraf Spinal

Ada 31 pasang saraf kranial berawal dari korda melaui radiks dorsal

(posterior) dan ventral (anterior). Saraf spinal adalah saraf gabungan

motorik dan sensorik, membawa informasi ke korda melalui neuron aferen

dan meninggalkan melalui eferen. Saraf spinal diberi nama dan angka

sesuai dengan regia kolun vertebrata tempat munculnya saraf tersebut.

(Bahrudin, 2017 : 10)

1. Saraf serviks : 8 pasang C1-C8

2. Saraf toraks : 12 pasang T1-T12

3. Saraf lumbal : 5 pasang, L1-L5

4. Saraf sakral : 5 pasang S1-S5


5. Saraf koksigis : 1 pasang

2.1.2.3 Sistem Saraf Otonom

Sistem saraf otonom bergantung pada sistem saraf pusat, dan diatanrata

keduanya dihubungkan dengan urat-urat saraf aferen dan eferen. Juga

memiliki sifat seolah-olah sebgaai bagian sistem pusat, yang telah

berimigrasi dari sistem saraf pusat guna mencapai kelenjar, pembuluh

darah, jantung, paru-paru dan usus. Karena sistem saraf otonom itu

terutama berkenaan dengan pengendalian orang-orang dalam secara tidak

sadar, kadang disebut juga susunan saraf tidak sadar. (Evelyn, 2017: 370)

a. Saraf Simpatis

Saraf simpatis yang terletak didepan kolumna vertebrata dan berhubungan

dengan sumsum tulang belakang melalui serabut-serabut saraf. Saraf

simpatis terdiri atas serangkaian urat kembar yang bermuatan ganglion-

ganglion. Fungsi serabut-serabut saraf simpatis menyarafi otot-otot tak

sadar semua pembuluh darah, serta semua alat dalam seperti lambung,

pankreas dan usus. (Evelyn, 2017 : 371)

b. Saraf Parasimpatis

Saraf kranial otonom adalah saraf kranial ketiga, ketujuh, kesembilan dan

kesepuluh. Saraf-saraf ini merupakan penghubung, tempat serabut-serabut

parasimpatik lewat dalam perjalanannya keluar dari otak menuju organ-

organ yang sebagian dikendalikan olehnya. Serabut-serabut yang mencapai

serabut-serabut otot sirkular pada iris menggunakan saraf kranial ketiga

yaitu saraf okulo-motorik. (Evelyn, 2017 : 372)


2.1.3 Etiologi

Kejang terjadi akibat terlepasnya muatan paroksimal yang berlebihan

dari suatu populasi neuro yang sangat mudah terpicu sehingga mengganggu

fungsi normal otak dan juga dapat terjadi karena keseimbangan asam basa

atau elektrolit yang terganggu. Kejang itu sendiri juga dapat menjadi

manifestasi dari suatu penyakit mendasar yang membahayakan. (Nurarif,

2015 :164)

Kejang demam disebabkan oleh hipertermia yang muncul secara cepat

yang berkaitan dengan infeksi virus atau bakteri. Umumnya berlangsung

singkat, dan mungkin dapat predisposisi familial dan beberapa dapat

mengalami kejang non demam pada kehidupan selanjutnya. Berikut

beberapa faktor resiko kejang berulang:

a. Riwayat kejang dalam keluarga

b. Usia kurang dari 18 bulan

c. Tingginya suhu badan sebelum kejang makin tinggi suhu sebelum

kejang demam, semakin kecil kemungkinan kejang demam akan

berulang.

d. Lamanya demam sebelum kejang semakin pendek jarak antara

mulainya demam dengan kejang, maka semakin besar resiko kejang

demam berulang. (Nurarif,2015 : 164)


2.1.4 Patofisiologi

Mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ sel diperlukan

energi yang didapat dari metabolisme, bahan baku untuk metabolisme otak

adalah glukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi dengan perantara fungsi

paru-paru diteruskan ke otak melalui sistem kardiovaskuler. Dari uraian

tersebut dapat disimpulkan, bahwa sumber energi pada otak adalah glukosa

yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikekelilingi

oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan

permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron

dapat dilalui oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natarium

dan elektrolit lainya, kecuali ion klorida. Akibatnya konsentrasi kalium

dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi ion natrium rendah, sedangkan di

luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan

konsentrasi ion didalam dan diluar sel, maka terdapat perbedaan potensial

membrane yang disebut potensial membran neuron. (Erawati, 2016 : 246)

Pada keadaan demam kenaikan suhu 1o akan mengakibatkan kenaikan

metabolisme basal 10-15% dan kebutuhan oksigen mencapai 65% dari

seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Oleh

karena itu, kenaikan suhu tubuh pada anak dapat mengubah keseimbangan

dari membran sel neuron dan dalam waktu singkat terjadi difusi dari ion

kalium maupun ion natrium melalui membran tersebut dengan akibat

terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya

sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel sekitarnya


dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter dan terjadi kejang.

(Erawati, 2016 :246)

Infeksi yang terjadi pada jaringan di luar cranial seperti tonsillitis,

otitis media akut, bronchitis penyebab terbanyak adalah bakteri yang

bersifat toksik. Toksik yang dihasilnya oleh mikro organisme dapat

menyebar ke seluruh tubuh melalui hematogen maupun limfogen.

Penyebaran toksik ke seluruh tubuh akan direspon oleh hipotalamus dengan

kenaikan pengaturan suhu di hipotalamus sebagai tanda tubuh mengalami

bahaya secara sistemik. Naiknya pengaturan suhu tubuhdi hipotalamus akan

merangsang kenaikan suhu tubuh yang lain seperti otot, kulit sehingga

terjadi peningkatan konstraksi otot. (Erawati, 2016 : 246)


Bagan 2.1 Pathway Kejang Demam

Infeksi bakteri virus dan parasit

Rangsangan mekanik dan biokimia.


Gangguan keseimbangan cairan dan
Reaksi inflamasi elektrolit

<15 detik (KDS)


Proses demam
Perubahan konsentrasi ion diruang
ekstraseluler
Kelainan neurologis
Hipertermia
perinatal/prenatal

Ketidak seimbangan potensial membran Reaksi Inflamasi


Resiko kejang berulang
ATP ASE
Perubahan beda potensial
membran neuron
Resiko keterlambatan Pelepasan muatan listrik semakin meluas
perkembangan keseluruh tubuh sel maupun membran Resiko cidera
dengan bantuan neurotransmitter

Resiko cedera Kejang

Kesadaran menurun

<15 detik (KDS) >15detik (KDK)


Reflek menelan

Perubahan suplay darah ke


Kontraksi otot otak
Resko Aspirasi
Resiko kerusakan sel neuron
Metabolisme otak

Kebutuhan O2 Suhu tubuhh semakin Resiko ketidak efektifan


perusi jaringan otak
Ketidakefektifan termoregulasi
Resiko Asfiksia

Sumber : Nurarif, 2015 : 168


2.1.5 Manifestasi Klinis

Menurut Erawati (2016 : 245) tanda dan gejala yang muncul pada

penderita kejang demam ialah:

a. Suhu tubuh lebih dari 38oC.

b. Kejang demam mempunyai insiden yang tinggi pada anak, yaitu 3-

4%.

c. Kejang biasanya singkat, berhenti sendiri, terjadi lebih banyak pada

laki-laki.

d. Kejang timbul dalam 24 jam setelah naiknya suhu badan akibat infeksi

di luar susunan saraf misalnya otitis media akut, bronchitis, dan

sebagainya.

e. Bangkitan kejang dapat berbentuk tonik-tonik, fokal atau atonik.

f. Takikardi, pada bayi frekuensi sering diatas 15-200 permenit. Selain

itu, manifestasi klinis kejang demam yang saat ini digunakan adalah

kriteria Livingstone, yang telah dimodifikasi oleh bagian Ilmu

Kesehatan Anak Universitas Indonesia terdapat 7 kriteria yaitu:

1. Usia anak ketika kejang anatar 6 bulan sampai dengan 4 tahun.

2. Kejang berlangsung hanya sedikit, tidak lebih dari 15 menit.

3. Kejang bersifat umum.

4. Insiden kejang dimulai daam waktu 16 jam setelah suhu mulai

meningkat.

5. Pemeriksaan neurologis sebelum dan setelah kejang normal.


6. Pemeriksaan Elektro Enchephalography (ECG) yang dibuat

sedikitnya 1 minggu setelah kejang tidak menunjukan kelainan.

7. Frekuensi kejang tidak lebih dari 4 kali. (Satyanegara, 2018 : 276)

2.1.6 Pemeriksaan Penunjang

Menurut Erawati, (2016 : 248) pemeriksaan penunjang pada kejang demam

yaitu:

2.2.6.1 Pemeriksaan laboratorium yaitu berupa pemeriksaan darah tepi lengkap,

elektrolit, dan glukosa darah dapat dilakukan walaupun kadang tidak

menunjukan kelainan yang berarti.

2.2.6.2 Indikasi lumbal pungsi pada kejang demam adalah untuk menegakan atau

menyingkirkan kemungkinan meningitis. Indikasi lumbal pungsi pada

Klien kejang demam meliputi:

a. Bayi <12 bulan harus dilakukan lumbal pungsi karena meningitis

sering tidak jelas.

b. Bayi antara >12 bulan dianjurkan untuk melakukan lumbal pungsi

kecuali pasti bukan meningitis.

2.2.6.3 Pemeriksaan Elektro Enchephalography (EEG) dapat dilakukan pada

kejang demam yang tidak khas.

2.2.6.4 Pemeriksaan foto kepala, CT-scan, dan/ MRI tidak dianjurkan pada anak

tanpa kelainan neurologis karena hampir semuanya menunjukan gambaran

normal. CT-scan atau MRI direkomendasikan untuk kasus kejang fokal

untuk mencari lesi organik di otak.


2.1.7 Pemeriksaan Penatalaksanaan Medis

Ngastiyah (2014), menjelaskan bahwa terdapat 4 faktor untuk menangani

kejang demam diantaranya adalah pemberantasan kejang secepat mungkin,

pengobatan penunjang, memberikan pengobatan rumat serta mencari dan

mengobati penyebab.

2.1.7.1 Memberantas kejang secepat mungkin, pada saat Klien datang dalam

keadaan kejang lebih dari 30 menit makan diberikan obat diazepam secara

intravena karena obat ini memiliki keampuhan sekitar 80-90% untuk

mengatasi kejang demam. Efek obatnya sangat cepat yaitu kira-kira 30

detik sampai 5 menit. Jika kejang tidak berhenti maka diberikan dengan

dosis denobarbital. Efek samping obat ini adalah mengantuk, hipotensi,

penekaan pusat pernapasan, laringospasme dan henti jantung. (Newton,

2013)

2.1.7.2 Pengobatan penunjang yaitu dengan melepaskan pakaian ketat yang

digunakan Klien, kepala sebaiknya dimiringkan untuk mencegah aspirasi

isi lambung, usahakan agar jalan napas bebas untuk menjamin kebutuhan

oksigen.

2.1.7.3 Pengobatan rumat, pada saat kejang demam telah diobati kemudian

diberikan pengobatan rumat. Mekanisme kerja diazepam sangat singkat,

yaitu berkisar 45-60 menit sesudah disuntik. Oleh karena itu harus

diberikan antiepileptik dengan daya kerja lebih lama misalkan fenobarbital

atau defenilhidantoin. Fenobarbital diberikan langsung setelah kejang

berhenti dengan diazepam. Lanjutan pengobatan rumat tergantung dari


keadaan Klien. Pengobatan ini dibagi menjadi dua bagain yaitu profilaksis

interminten dan profilaksis jangka panjang. (Natsume, 2016)

2.1.7.4 Mekanisme dan mengobati penyebab. Etiologi dari kejang demam

biasanya disebabkan infeksi pernafasan bagian atas serta otitis media akut.

Cara untuk penanganan penyakit ini adalah dengan pemberian antibiotik

dan pada klien kejang demam baru datang untuk pertama kalinya

dilakukan pengambilan lumbal pungsi yang bertujuan untuk

menyingkirkan kemungkinan terdapat infeksi didalam otak seperti

meningitis. (Arief, 2015)

Menurut Erawati (2016 : 250) penatalaksanan kejang demam dibagi

menjadi dua yaitu penatalaksanaan keperawatan dan penatalaksanaan

medis.

a. Penatalaksanaan Keperawatan

Penalataksanaan tindakan keperawatan untuk klien kejang demam yakni:

1. Baringkan klien di tempat yang rata, kepala dimiringkan pasangkan

sudip lidah yang telah dibungkus kasa.

2. Singkirkan benda-benda yang ada disekitar klien.

3. Lepaskan pakaian yang mengganggu pernapasan.

4. Bila suhu tingi berikan kompres hangat.

5. Jangan berikan minuman/makanan segera setelah berhenti kejang

karena hanya akan berpeluang membuat anak tersendak. (Oktami,

2017)
b. Penatalaksanaan medis

Penalatalaksanaan tindakan medis untuk klien kejang demam yakni:

1. Bila klien datang dalam keadan kejang, obat pilihan utama yaitu

diazepam untuk memberantas kejang secepat mungkin yang diberikan

secara intravena. Dosis sesuai BB : kurang dari 10Kg; 0,5-0,75/kg BB

dengan minimal dalam spuit 7,5 mg, diatas 20 Kg; 0,5/kg BB.

Biasanaya dosis rata-rata dipakai 0,3 mg/kg BB/kali dengan maksimum

5 mg pada anak berumur kurang dari 5 tahun, dan 10 mg pada anak

yang lebih besar.

2. Untuk mencegah edema otak, berikan kortikosteroid dengan dosis 20-

30 mg/kg BB/hari dibagi dalam 3 dosis atau sebaiknya glukortikoid

misalnya deksametazon 0,5-1 ampul setiap 6 jam.

2.2 Tumbuh Kembang Anak

2.2.1 Pertumbuhan (Growth)

Pertumbuhan yang bersifat kuantitatif yaitu bertambahnya jumlah, ukuran,

dimensi pada tingkat sel, organ, maupun individu. Anak tidak hanya

bertambah besar secara fisik, melainkan juga ukuran dan struktur organ

tubuh dan otak. (Soetjinigsih, 2017 : 2)

Ada beberapa cara untuk melakukan penilaian status pertumbuhan pada

anak, salah satunya dengan pengukuran tubuh manusia yang dikenal

dengan antropometri. Antopometri disajikan dalam bentuk indeks yang

dikaitkan dengan variabel lain. (Anisa dkk, 2017 : 10)


2.2.2 Perkembangan (Development)

Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan (skill) struktur dan

fungsi tubuh yang kompleks, dalam pola yang teratur dan dapat

diramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan/maturitas.

Perkembangan menyangkut proses diferensiasi sel tubuh, jaringan tubuh,

organ, dan sistem organ yang berkembang sedemikian rupa sehingga

masing-masing dapat memenuhi fungsinya. Termasuk juga perkembangan

kognitif, bahasa,motorik, emosi, dan perkembangan perilaku sebagai hasil

dari interaksi dengan lingkungannya. (Soetjiningsih, 2017)

Perkembangan merupakan proses yang tidak pernah berhenti. Setiap

aspek perkembangan individu baik fisik, emosi, intelegensi ini yang paling

mempengaruhi. Setiap individu yang normal akan engalami tahapan/fase

perkembangan. Yang berarti bahwa dalam menjalani hidupnya yang

normal dan berusia panjang individu akan mengalami fase perkembangan

dari bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, dan masa tua. Perkembangan itu

mengikuti pola-pola tertentu dimana hasil perkembangan dari tahap

sebelumnya merupakan syarat bagi perkembangan selanjutnya. (Anisa

dkk, 2017 : 12)

2.2.3 Teori Perkembangan Anak

Menurut Erawati (2016 : 26) teori perkembangan pada anak yaitu:

2.2.3.1 Psikoseksual Menurut Sigmund Freud

Pada perkembangan psikoseksual anak pertamakali dikemukakan oleh

Sigmud Freud yang merupakan proses dalam perkembangan anak dengan


pertambahan pematangan fungsi faktor kejiwaan yang dapat menimbulkan

dorongan untuk mencari rangsangan dan kesenangan secara umum untuk

menjadikan diri anak menjadi orang dewasa. Dalam perkembangan,

aseksual anak terdapat 5 tahapan : tahap oral, tahap anal, tahap phalik,

tahap laten, tahap genital.

a. Tahap Oral (0-1 tahun)

Pada tahap oral usia 0-1 tahun, sumber utama bayi terjadi melalui

mulut, sehingga perakaran dan reflek mengisap sangat penting. Mulut

sangat penting untuk makan, dan kesenangan bayi berasal dari rangsangan

oral melalui kegiatan memuaskan seperti mencicipi dan menghisap.

Karena bayi sepenuhnya tergantung pada pengasuh (yang bertanggung

jawab untuk memberi makan anak), bayi juga mengembangkan rasa

kepercayaan dan kenyamanan melalui stimulasi oral.

Berdasarkan perkembangan psikoseksual Sigmund Freud Klien An.A

termasuk kedalam tahap oral karena didalam tahap ini berfokus pada

kegiatan kesenangan bayi berasal dari rangsangan oral yakni mencicipi

dan menghisap.

b. Tahap Anal (1-3 tahun). A

Pada tahap anal usia 1-3 tahun, Freud percaya bahwa fokus utama dari

libido adalah pengendalian kandung kemih dan buang air besar. Konflik

utama pada aha ini adalah pelatihan toilet. Mengembangkan kontrol ini

menyebabkan rasa prestasi dan kemandirian.


c. Tahap Phalic (3-6 tahun)

Pada tahap phallic usia 3-6 tahun, focus utama dari libido adalah alat

kelamin. Anak-anakjuga menemukan perbedaan antara pria dan wanita.

Freud juga percaya bahwa anak laki-laki mulai melihat ayah mereka

sebagai saingan untuk kasih sayang ibu. Tahap ini menggambarkan

perasaan ingin memiliki ibu dan keinginan untuk menggantikan ayah.

Namun, anak juga khawatir bahwa ia akan dihukum oleh ayah untuk

perasaan ini.

d. Tahap Laten (usia 6-12 tahun)

Periode laten usia 6-12 tahun adalah saat ekplorasi dimana energi seksual

tetap ada, tetapi diarahkan ke daerah lain seperti pengejaran intelektual dan

interaksi sosial. Tahap ini sangat penting dalam pengembangan

ketrampilan sosial, komunikasi dan kepercayaan diri.

e. Tahap Genital (>12 tahun)

Tahap genital usia lebih dari 12 tahun, pada tahap akhir perkembangan

psikoseksual, individu mengembangkan minat seksual yang kuat pada

lawan jenis. Dimana dalam tahap-tahap awal fokus hanya pada kebutuhan

individu, kepentingan kesejahteraan orang lain tumbuh selama tahap ini.

Jika lainnya telah selesai dengan sukses, individu sekarang harus seimbang

dan peduli. Tujuan dari tahap ini adalah untuk menetapkan keseimbangan

natara berbagai kehidupan.


2.2.3.2 Metode Bermain

Bermain adalah cerminan kemampua fisik, intelektual, emosional, dan

sosial dan merupakan media yang baik untuk belajar karena dengan

bermain anak akan berkata-kata, menyesuaikan diri dengan lingkungan,

melakukan apa yang dapat dilakukan, mengenal waktu, jarak serta suara.

(Anisa dkk, 2017 : 47)

Menurut Ball dan Bindler (2010) tujuan terapi bermain yaitu untuk

membantu perawat memahami dengan baik kebutuhan anak dan

membantu menghadapi prosedur atau tindakan terapi, sehingga anak bisa

mengekspresikan perasaanya. (Anisa dkk, 2017 : 50)

Bermain terapeutik pada bayi usia6-9 bulan untuk dapat melatih visual

nya dapat dilakukan dengan mainan berwarna, bermain depan cermin,

“ciluk..ba”, serta beri kertas untuk dirobek-robek. Untuk melatih auditori

dapat dilakukan dengan panggil nama “mama..papa, ajarkan tepuk tangan

dan berikan perintah sederhana. Mainan yang dianjurkan untuk bayi usia

6-12 bulan yaitu buku gambar yang menarik, balon, cangkir, sendok,

boneka bayi, mainan yang dapat di dorong atau ditarik. (Anisa dkk, 2017 :

59)

2.3 DDST

2.3.1 Pengertian

DDST (Denver Development Screening Test) adalah salah satu dari metode

screening terhadap kelainan perkembangan anak, test ini bukanlah test

diagnosa atau tes IQ, DDST memenuhi semua persyaratan yang diperlukan
untuk metode screening yang baik. Test ini dikembangkan pada 6 bulan

perhatama kehidupan anak, dengan penekanan pada 2 tahun pertama mudah

dan cepat (15-20 menit), dapat di andalkan dan menunjukan validasi yang

baik. Menurut IDAI (2010) DDST II merupakan salah satu alat skrining

perkembangan, membantu tenaga kesehatan untuk mengetahui sedini

mungkin penyimpangan perkembangan yang terjadi pada anak sejak lahir

sampai berumur 6 tahun. (Suliswati, 2014)

2.3.2 Manfaat DDST II

Digunakan untuk menilai tingkat perkembangan anak sesuai dengan

umurnya pada anak mempunyai keterlambatan perkembangan maupun anak

sehat. Selain itu digunakan untuk membandingkan kemampuan

perkembangan seorang anak dengan kemampuan anak yang lain sesuai

dengan umur. Meningkatkan kesadaran orang tua atau pengasuh agar

menciptakan kondisi yang menguntungkan bagi perkembangan anak. (Anisa

dkk, 2017: 34)

2.3.3 Interpretasi hasil

2.3.3.1 Lebih (Advance)

Bila seorang anak lewat pada uji coba yang terletak dikanan garis umur,

dinyatakan perkembangan anak lebih pada uji coba tersebut.

2.3.3.2 Normal

Bila seornag anak gagal atau menolak melakukan tugas perkembangan

yang terletak disebelah garis umum dikategorikan sebagai normal.


2.3.3.3 Caution atau peringatan

Nilai seorang anak gagal (F) atau menolak (R) tugas perkembangan

dimana garis umur terletak pada atau antara 75 dan 90%.

2.3.3.4 Delayed atau keterlambatan

Bila seorang anak gagal (F) atau menolak (R) meakukan uji coba yang

tertelak disebelah kiri garis umur.

2.3.3.5 No opportunity atau tidak ada kesempatan

Pada tugas perkembangan yang berdasarkan laporan, orang tua

melaporkan bahwa anaknya tidak ada kesempatan untuk lakukan tugas.

2.3.1 Imunisasi

Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan sesorang

secara aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak terpajan pada

antigen yang serupa, tidak terjadi penyakit (Anisa dkk, 2017: 81)

Tabel 2.1 Jadwal Pemberian Imunisasi Dasar Lengkap Pada Bayi

Sumber : Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI)


Tabel 2.2 Imunisasi dan Cara Pemberian

No Macam Usia Dosis Cara Tujuan


Imunisasi Pemberian
1. BCG 0-2 bulan 0,05 cc Intracutan Untuk membuat kekbalan terhadap
penyakit TBC
2. DPTI 2-4 bulan 0,5 cc Intra muscular Untuk memberikan kekebalan aktif
DPT II 3-5 bulan secara stimulus terhadap penyakit
DPT III 4-6 bulan difteri, pertussis dan tetanus.
3. Polio I 0 bulan 2 tetes Oral Untuk mendapatkan kekebalan
Polio II 2-4 bulan terhadap poliomyelitis.
Polio III 3-5 bulan
Polio IV 4-6 bulan
4. Campak 6-9 bulan 0,5 cc Intramuscular Untuk mendapatkan kekbaan
terhadap penyakit campak
5. Hepatitis I 0-2 bulan 0,5 cc Intramuscular Untuk mendapatkan kekebalan
Hepatitis II 1-4 bulan terhadap penyakit hepatitis.
Hepatitis III 6-18 bulan
Sumber : (Anisa dkk, 2017)

2.4 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan pada Kejang Demam

Konsep dasar asuhan keperawatan pada kejang demam menurut Kyle (2015

: 545) yaitu :

2.5.1 Pengkajian

Pengkajian kejang demam biasanya berkaitan dengan peningkatan cepat

suhu tubuh hingga 39oC atau lebih. Dilihat periode pasca kejang singkat

sering kali terlihat yaitu anak akan terlihat mengantuk. Kaji tanda dan

gejala terjadinya kejang, lihat tanda-tanda penurunan kesadaran.

2.5.1.1 Pengumpulan data

Pengumpulan data yaitu teknik atau cara yang dapat digunakan untuk

megumpulkan atau memperoleh data yang dibutuhkan dalam membuat

asuhan keperawatan.
a. Identitas

1. Identitas Klien

Meliputi data pribadi seperti nama, jenis kelamin, tanggal lahir, usia,

agama, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, diagnosa

medis dan alamat.

2. Identitas Penanggung Jawab

Meliputi identitas penanggung jawab klien seperti nama, usia,

agama, pendidikan, pekerjaan, alamat dan hubungan penanggung

jawab dengan klien.

b. Riwayat Kesehatan Klien

1. Keluhan Utama

Keluhan utama pada kasus kejang demam biasanya ketika anak

mengalami demam dengan suhu lebih dari 38oC.

2. Riwayat Kesehatan/Keperawatan Sekarang (PQRST)

Dalam menentukan riwayat kesehatan sekarang pada kasus kejang

demam yaitu alasan masuk rumah sakit, keluhan utama, dikaji

adanya riwayat medis dahulu, demam, adanya infeksi bakteri atau

virus yang disebabkan proses ekstrakarnial. Hadirkan informasi

dalam urutan kronologi, dapat di urut satu persatu sesuai PQRST.

Kemudian pusatkan pada alasan utama klien masuk rumah sakit.


P :Provocatic/Paliative yaitu apa penyebab timbulnya keluhan,

hal-hal yang memperingan atau memperberat keluhan klien.

Q :Quantity/Quality, seberapa berat keluhan terasa bagaimana

rasanya, berapa sering terjadinya.

R :Region yaitu dimana lokasi keluhan klien, apakah menyebar

kearea tubuh yang lain.

S :Severy of Scale, intensitas keluhan dinyatakan dengan keluhan

ringan, sedang berat.

T :Time yaitu kapan keluhan mulai ditemukan atau dirasakan,

berapa sering dirasakan atau terjadi, apakah secara bertahap,

apakah keluhan berulang-ulang, bila berulang dalam sering

waktu berawal lama hal itu untuk menentukan waktu dan durasi.

3. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran

a) Pre Natal

Menjelaskan tentang riwayat kehamilan dalam menunjukan

pentingnya faktor yang berhubungan dengan kesehatan anak

yang meliputi pemeriksaan selama kehamilan. Apakah lahir

dengan cukup bulan, prematur atau postmatur. Apakah ada obat-

obatan yang digunakan selama kehamilan. Apakah ada infeksi

selama kehamilan.

b) Intra Natal

Menjelakan mengenai persalinan, tanyakan tentang tindakan

persalinan apakah normal, vakum atau secara sesar. Apakah


terjadi persalinan yang sulit, tempat melahirkan, dan obat-

obatan.

c) Post Natal

Menjelaskan tentang kesehatan ibu dan bayi yang meliputi

kondisi kesehatan, tanggal keluar dari perawatan. Tanggal

kelahiran, berat dan panjang badan bayi, kondisi kesehatan

APGAR skor, kondisi kesehatan bayi.

4. Riwayat Kesehatan/Keperawatan Masa Lalu

a) Penyakit waktu kecil

Tanyakan apakah pernah mengalami penyakit yang diderita

sebelumnya atau tidak, penyakit yang pernah dirasakan

semenjak kecil misalnya seperti pilek, batuk, dmam, sakit

telinga.

b) Pernah di rawat di RS

Apakah sebelumnya klien pernah dirawat di RS atau tidak. Jika

pernah tanyakan pada umur berapa dan pada waktu kapan.

c) Penggunan obat

Megkaji pengetahuan orang tua tentang dosis obat umum yang

benar, apakah anak menggunakan obat-obatan pribadi.

d) Alergi

Tanyakan apakah klien mempunyai alergi makanan, obat

maupun suhu. Catat adanya sensitivitas terhadap alergi yang

diderita.
e) Kecelakaan

Tanyakan apakah klien pernah mengalami kecelakaan atau

cidera. Jika pernah waspadai area pencegahan cidera. Pernah

terjatuh.

f) Riwayat tumbuh kembang

Bandingkan respon orang tua dengan observasi sendiri terhdap

pencapaikn anak serta hasil tes objektif yaitu dengan DDST II.

Mengkaji berat badan lahir, Berat badan saat ini. Usia

pertumbuhan gigi, bisa berjalan sejak usia berapa tahun,

tingkatan sekolah, interaksi dengan orang lain.

5. Riwayat Kesehatan Keluarga (Genogram)

Meliputi keluarga inti ayah, ibu, kakak, adik, kakek, nenek, paman,

bibi dan penyakit yang pernah diderita/ masih diderita, penyakit

menular, penyakit keturunan, dan penyakit lain-lain yang meliputi 3

generasi disertai genogram.

6. Riwayat Kesehatan Lingkungan

Meliputi klien tinggal dilingkungan bagaimana, kesehatan lingkungan

seperti apa, karakteristik lingkungan rumah klien.

7. Riwayat Psikososial

a) Klien

Meliputi bagaimana pola interaksi klien terhadap orang lain,

orang tua, dan petugas kesehatan.


b) Keluarga

Biasanya timbul kecemasan keluarga akibat ketidaktahuan

keluarga tentang penyakit, tanda dan gejala, penyebab,

perawatan dan dampak hospitalisasi yang timbul pada anak.

8. Riwayat Spiritual

Meliputi bagaimana pola spiritual yang dilakukan keluarga maupun

klien dalam keseharian.

2.5.1.2 Pola aktivitas sehari-hari

a. Kebutuhan nutrisi

Pola kebutuhan nutrisi harus dikaji agar mengetahui adanya

gangguan nutrisi atau tidak. Frekuensi makan atau minumnya berapa

kali, jenis makanan atau minuman, jumlah atau porsi makan ataupun

minum, makanan atau minuman yang dipantang, alat yang dipakai.

b. Kebutuhan istriahat tidur

Selama sakit Klien merasa tidak dapat istirahat karena Klien

merasakan demam.

c. Kebersihan diri

Meliputi mandi, gosok gigi, mencuci rambut, dan menggunting

kuku.

d. Eliminasi

Pada kasus kejang demam akan hilang kendali eleminasi, baik buang

air kecil maupun buang air besar.


e. Aktivitas bermain

Meliputi waktu bermain klien dan jenis permainan yang dilakukan.

f. Pemeriksaan Fisik

Dilakukan dengan cara pemeriksaan palpasi, auskultasi, inspeksi,

dan perkusi dalam setiap bagian tubuh. Untuk mengetahui masalah

keperawatan yang terjadi.

1. Keadaan Umum

Awali pemeriksaan fisik dengan inspeksi dan observasi, kaji

kesadaran umum anak, catat penurunan atau perubahan yang

signifikan. Iritabilitas ekstrem atau letargi dianggap temuan

abnormal, penampilan umum, mimik muka klien.

2. Tanda-tanda vital

Deskripsi upaya napas dan semua apnea yang terlihat.

Pengkajian tanda-tanda vital dapat memberikan iformasi

mengenai kemungkinan penyebab perubahan tingkat kesadaran

serta mengungkap keadekuatan oksigenasi dan sirkulasi pada

kasus kejang demam pada anak.

3. Pemeriksaan Antopometri

Yaitu pemeriksaan yang meliputi berat badan, tinggi badan,

lingkar lengan, lingkar dada, dan lingkar perut.

4. Kepala dan rambut

Yaitu pemeriksaan fisik secara inspeksi dan observasi kepala

terhadap ukuran dan bentuk, palpasi pada daerah keapala,


seperti kelainan bentuk kepala, apakah ada massa, kebersihan

kulit kepala dan rambut, lingkar kepala yang lebih kecil dari

normal menandakan mikrosefali. Sementara itu, lingkar kepala

yang lebih besar dari normal dapat menandakan hidrosefalus.

Catat kesimetrisan wajah. Auskultasi tengkorak untuk

mendengarkan bruit lembut dan simetris yang terdengar pada

anak dibawah 4 tahun atau pada anak yang sedang demam akut.

5. Mata

Pemeriksaan fisik secara inspeksi dan palpasi pada mata, seperti

kesimetrisan mata, warna mata, konjungtiva, warna sklera,

reflex pupil terhadap cahaya, nyeri tekan area mata.

6. Hidung

Pemeriksaan fisik secara inspeksi dan palpasi pada hidung

seperti bentuk hidung, kepatenan jalan napas melalui hidung,

kebersihan hidung, nyeri tekan pada area hidung, fungsi

penciuman, terpasang oksigen atau NGT tidak.

7. Telinga

Pemeriksaan secara inspeksi dan palpasi pada telinga, seperti

kesimetrisan bentuk telinga, kebersihan telinga, fungsi

pendengaran, nyeri tekan pada telinga.


8. Mulut

Pemeriksaan secara inspeksi dan palpasi pada mulut, seperti

kebersihan dan keadaan rongga mulut termasuk gigi dan gusi,

apakah ada stomatitis, fungsi pengecapan.

9. Leher

Pemeriksaan fisik secara inspeksi dan palpasi seperti kelainan

bentuk, massa area leher, nyeri tekan area leher, kesulitan atau

gangguan menelan.

10. Dada

Pemeriksaan fisik secara inspeksi, asukultasi, palpasi dan

perkusi seperti kelainan bentuk dada, pergerakan dada, adakah

luka pada area dada, penggunakaan otot bantu pernapasan, nyeri

tekanan pada area dada.

11. Perut

Pemeriksaan fisik secara inspeksi, auskultasi, perkusi, dan

palpasi bentuk abdomen, apakah ada luka di area abdomen,

frekuensi bising usus, nyeri tekan area abdomen, distensi

abdomen.

12. Genetalia

Pemeriksaan fisik kebersihan, adanya kelainan.

13. Ekstermitas

Observasi aktivitas spontan, postur, dan keseimbangan serta kaji

gerakan asimetrik. Perubahan fungsi motorik, seperti gaya


berjalan, tonus atau kekuatan otot. Lakukan CRT apakah

menunjukan perubahan warna (pucat atau sianosis).

a) Atas

Pemeriksaan seperti kesimetrisan, kelainan bentuk,

keadaan kaku, CRT, Oedema, terpasang gips atau traksi

tidak, ada luka atau tidak terpasang infus atau tidak.

b) Bawah

Pemeriksaan seperti kesimetrisan, kelainan bentuk,

keadaan kuku, CRT, Oedema, terpasang gips atau traksi

tidak, ada luka atau tidak.

c) Kekuatan Otot

Menilai kekuatan otot pada tangan dan kaki klien.

5 5

5 5

Keterangan:

0 : Lumpuh total

1 :Tidak ada gerakan, teraba/terlihat adanya

kontraksi otot.

2 :Ada gerakan pada setiap sendi tetapi tidak

dapat melawan gravitasi (hanya bergeser).

3 :Bisa melawan gravitasi tetapi tidak dapat

menahan atau melawan tahanan pemeriksa.


4 :Bisa bergerak melawan tahanan pemeriksa

tetapi kekuatan berkurang.

5 :Dapat melawan tahanan pemeriksan kekuatan

maksimal. (Safitri, 2015)

14. Refleks

Menguji reflek tendon dalam merupakan neurologis. Menguji

refleks primitif dan proteksi pada anak.

15. Fungsi Sensorik

Saat mengkaji anak, jelaskan semua tindakan yang akan

dilakukan pada anak. Lakukan tindakan pinprick test (uji

cucukan peniti). Mengkaji fungsi sensorik anak harus dapat

membedakan antara sentuhan ringan, nyeri, getaran, panas, dan

dingin.

16. Fungsi Motorik

Observasi tanda dan gejala yang berkaitan dengan kejang atau

diduga mengalami gangguan neurologis. Lihat kejang yang

dialami anak apakah dengan ekstermitas fleksi atau ekstensi

dan pronasi.

g. Hasil laboratorium

Dengan melakukan pemeriksaan pungsi lumbal, radiograf kepala,

MRI, pemantauan intra kranial (TIK), CT-scan.


h. Obat-obatan

Untuk terapi obat pada kasus kejang demam diberikan antibiotik,

antikonvulsan, benzodiazepin, analgesik, diuretic osmotik dan

kortikosteroid.

i. Rontgent

Untuk mengetahui adanya kelainan pada sistem tertentu.

j. Ringkasan Riwayat Keperawatan

Meliputi keluhan yang muncul ketika pertamakali pengkajian

sampai menemukan data-data untuk ditegakan diagnosa

keperawatan.

2.5.2 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan merupakan pernyataan yang menggambarkan

tentang masalah atau status kesehatan klien, baik secara aktual maupun

potensial yang ditetapkan berdasarkan analisis dan interpretasi data hasil

pengkajian. Diagnosa keperawatan berfungsi untuk mengidentifikasi,

memfokuskan dan memecahkan masalah keperawatan klien secara

spesifik. (Carpenito, 2010)

Diagnosa keperawatan yang muncul adalah :

2.5.2.1 Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi.

2.5.2.2 Resiko cidera berhubungan dengan ketidakefektifan orientasi (kesadaran

umum) kejang.

2.5.2.3 Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi mengenai

kejang.
2.5.2.4 Resiko kejang berulang berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh.

2.5.2.5 Resiko kekurangan volume cairan berhubungan denganp peningkatan

suhu tubuh.

2.5.2.6 Resiko keterlambatan perkembangan pertumbuhan berhubungan dengan

kerusakan sitem saraf.

2.5.3 Perencanaan Keperawatan

Perencanaan merupakan suatu petunjuk tertulis yang menggambarkan

secara tepat rencana tindakan keperawatan yang dilakukan terhadap klien

sesuai dengan kebutuhannya berdasarkan diagnosis keperawatan. Pedoman

perumusan perencanaan tujuan atau kriteria hasil berdasarkan SMART,

antara lain:

S = Spesific (berfokus pada Klien)

M = Measurable (bisa diukur, ditafsir, dan dinilai)

A =Achievabble/realities (tujuan harus dapat dipertanggung jawabkan

jawaban secara ilmiah)

R = Respon resionable (perawat dan klien)

T = Timing (waktu harus jelas)

Perencanaan asuhan keperawatan pada klien dengan kejang demam

berdasarkan diagnosis yang muncul yaitu:

2.5.3.1 Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi

Tujuan : Suhu tubuh dalam rentang normal (36oC-37oC)

Kriteria hasil :
a. Suhu tubuh dalam rentang normal (36oC-37oC).

b. Nadi dan RR dalam rentang normal (nadi normal 80-90x/menit dan

RR normal pada anak 20-30x/menit)

c. Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak pusing.

Tabel 2.3 Perencanaan Diganosa Keperawatan 1

No Intervensi Rasional
1. Monitor tanda-tanda vital Suhu 38,9oC-40oC menunjukan adanya proses
terutama suhu terjadinya infeksi. Dengan cara memantau tanda-
tanda vital dan suhu akan mengetahui keadaan
umum klien.
2. Lakukan tindakan kompres Dapat membantu mengurangi demam
hangat pada lipatan paha dan
aksila
3. Anjurkan klien banyak minum Agar tidak terjadi dehidrasi yang berlebih serta
air putih untuk mengganti cairan akibat proses penguapan.
4. Kolaborasikan pemberian obat Digunakan untuk mengurangi demam denganaksi
antipiretik sentralnya pada hipotalamus.
Sumber : Kyle, 2015 : 536

2.5.3.2 Resiko cedera berhubungan dengan ketidakefektifan orientasi (kesadaran

umum) kejang

Tujuan : Klien tidak megalami cidera

Kriteria hasil :

a. Klien tidak menunjukan tanda aspirasi atau cidera traumatik

b. Klien mampu menjelaskan cara/metode untuk mencegah cidera.

Tabel 2.4 Perencanaan Diagnosis Keperawatan 2

N Intervensi Rasional
o
1. Pastikan anak memiliki jalan napas yang Anak yang mengalami penurunan
paten dan oksigenasi yang adekuat tingkat kesadaran dapat tidak mampu
mengelola sekresi mereka dan berisiko
terhadap aspirasi dan ketidakefektifan
bersihan jalan napas.
2. Lindungi anak dari menciderai diri sendiri Mampu membantu mempertahankan
ketika kejang atau ketika mengalami lingkungan tetap aman
perubahan tingkat kesadaran dengan
menyingkirkan benda-benda yang berserakan.
3. Saat terjadi kejang jangan memasukan spatel Mengakibatkan cidera pada anak dan
lidah atau memang restrain pada anak keluarga
4. Lakukan kewaspadaan kejang untuk semua Untuk membantu mencegah cidera
yang beresiko terhadap aktivitas kejang/ yang dapat terjadi akibat kejang akut.
Sumber : Kyle , 2015 :537

2.5.3.3 Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi mengenai

kejang demam

Tujuan : Klien paham tentang penyakit

Kriteria hasil :

a. Klien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit,

kondisi, prognosis, dan program pengobatan

b. Klien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dikelaskan

perawat/tim kesehatan lainnya.

Tabel 2.4 Perencanaan Diagnosis Keperawatan 3

No Intervensi Rasional
1. Beri penyuluhan singkat tentang penyakit Memberikan pengetahuan dasar dimana
keluarga atau klien dapat membuat pilihan.
2. Gambarkan tanda dan gejala penyakit Pengenalan dini dari perkembangan atau
kambuhnya infeksi penyakit dan
emngurangi resiko perkembangan ke arah
situasi yang membahayakan.
3. Jelaskan patofisiologi penyakit Pengetahuan lebih lanjut terhadap penyakit.
4. Sediakan media infomasi untuk Meningkatkan pemahaman dalam
menunjang pemahamam keluarga tentang penyembuhan penyakit.
penyakit.
Sumber : Kyle , 2015 :537

2.5.3.4 Resiko kejang berulang berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh


Tujuan : Tidak ada kejang berulang, suhu tubuh kembali normal

Kriteria hasil :

a. Tidak ada kejang

b. Suhu normal (36oC-37oC)

c. TTV dalam batas normal.

Tabel 2.5 Perencanaan Diagnosis Keperawatan 4

No Intervensi Rasional
1. Anjurkan klien melonggarkan Proses infeksi akan terhalangi oleh pakaian
pakaian yang ketat
2. Berikan klien ekstra cairan (susu,air Suhu demam kebutuhan akan carian
putih) meningkat
3. Batasi aktivitas fisik klien selama Aktivitas dapat meningkatkan metabolisme
klien panas dan meningkatkan panas
4. Kolaborasi pemberian obat dengan Untuk mencegah terjadinya kejang
dokter
Sumber : Kyle , 2015 :542

2.5.3.5 Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan

suhu tubuh

Tujuan : Klien tidak mengalami kekurangan volume cairan

Kriteria Hasil :

a. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi

b. Mukosa bibir lembab, tidak ada rasa haus berlebih

c. Elastis turgor kulit baik

Tabel 2.6 Perencanaan Diagnosis Keperawatan 5

No Intervensi Rasional
1. Pantau status hidrasi (membrane mukosa Ketidakcukupan asupan dapat
lembap, turgor kulit elastis, haluaran urin mengakibatkan dehidrasi
adekuat)
2. Pantau tinggi badan dan berat badan Ketidakcukupan asupan mengakibatkan
gangguang pertumbuhan dan kenaikan
berat badan.
3. Saat terjadi kejang jangan memasukan Untuk membantu mengurangi muntah
spatel lidah atau memang restrain pada dan meningkatkan asupan.
anak
Sumber : Kyle , 2015 :539

2.5.3.6 Resiko keterlambatan perkembangan berhubungan dengan kerusakan

sistem saraf

Tujuan : Klien dapat mengekspresikan terhadap lingkungan dan

orang disekitar mereka.

Kriteria hasil :

a. Klien dapat berinteraksi dengan orang lain

b. Klien dapat menyesuaikan lingkungan sesuai usia mereka.

Tabel 2.7 Perencanaan Diagnosis Keperawatan 6

No Intervensi Rasional
1. Gunakan bermain terapeutik dan mainan Membantu memfasilitasi fungsi
perkembangan
2. Ciptakan lingkungan yang menstimulasi Untuk memaksimalkan potensi
perkembangan jika mungkin perkembangan dan pertumbuhan
4. Hargai pencapaian dan tekankan Membantu meningkatkan harga diri dan
kemampuan anak mendorong perasaan percaya diri dan
kompetensi.
Sumber : Kyle, 2015 : 538

2.5.4 Implementasi Keperawatan

Implementasi merupakan tahap ketika perawat mengaplikasikan rencana

asuhan keperawatan kedalam bentuk intervensi keperawatan guna

membantu klien mencapai tujuan yang ditetapkan. (Carpenito,2010)

Implementasi keperawatan adalah serangkaian yang dilakukan oleh

perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang


dihadapi status kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil

yang diharapkan. Proses pelaksanaan implementasi harus berpusat kepada

kebutuhan klien, faktor-faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan

keperawatan, strategi implementasi keperawatan, dan kegiatan

komunikasi.

2.5.5 Evaluasi Keperawatan

Evaluasi keperawatan adalah membandingkan sistematik dan

terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan

dengan yang ada pada Klien dengan kenyataan yang ada pada klien,

dilakukan dengan cara berkesinambungan dengan melibatkan klien dan

tenaga kesehatan lainnya.

Evaluasi ini dibagi menjadi 2 macam yaitu:

2.5.5.1 Evaluasi formatif yaitu evaluasi proses yang dilihat dari setiap selesai

melakukan implementasi yang dibuat setiap hari.

2.5.5.2 Evaluasi sumatif yaitu evaluasi yang dibuat sesuai dengan tujuan yang

dibuat mengacu pada kriteria hasil yang diharapkan. Evaluasi dapat

dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP, sebagai pola pikir :

S =Respon subjektif terhadap keperawatan yang telah dilaksanakan.

O =Respon objektif klien terhadap keperawatan yang telah

dilaksanakan.

A =Analisa ulang atas data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan

apakah masalah tetap atau muncul masalah baru atau data

kontradiksi dengan masalah yang ada.


P =Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada

respon klien.
BAB III

TINJAUAN KASUS

3.1 Pengkajian

3.1.1 Identitas

a. Identitas pasien

Nama : An.A

Umur : 7 Bulan 2 Hari

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Pendidikan : Belum Sekolah

Pekerjaan : Belum Bekerja

Agama : Islam

Status Marital : Belum Menikah

Diagnosa Medis : Kejang Demam

Tanggal Masuk : 08 Juli 2019

Tanggal Pengkajian : 10 Juli 2019

Alamat : Jl. Evakuasi Ds.Karyamulya Kec. Kesambi

b. Identitas penanggung jawab

Tabel 3.1 Identitas Penanggung Jawab

Identitas Ayah Ibu


Nama Tn.L Ny.A
Usia 31 Tahun 25 Tahun
Agama Islam Islam
Pendidikan SMA SMA
Pekerjaan Wiraswasta Ibu Rumah Tangga
Alamat Jl. Evakuasi Ds.Karyamulya Jl. Evakuasi Ds.Karyamulya
Kec. Kesambi Kec. Kesambi
Sumber: Ny.A
3.1.2 Riwayat Kesehatan Pasien

3.1.2.1 Keluhan utama

Ibu pasien mengatakan “anak saya demam”

3.1.2.2 Riwayat kesehatan sekarang (PQRST)

Dari hasil wawancara, ibu pasien mengatakan:

“An.A dibawa ke IGD Rumah Sakit Daerah Gunung Jati Kota Cirebon pada

tanggal 8 Juli 2019 pukul 04.00 WIB diantar oleh keluarganya dengan

keluhan kejang sebanyak 4 kali dengan durasi ±10 menit ketika malam hari

disertai panas sejak 3 hari yang lalu. Panas dirasakan diseluruh tubuh 39 oC

dan panas tinggi ketika malam hari dan menurun pada saat pagi hari.

Sebelum dibawa kerumah sakit An.A sempat dibawa ke klinik bidan daerah

setempat dan diberikan obat penurun panas, tetapi An.A masih mengalami

kejang sehingga keluarga membawanya ke rumah sakit”.

Pada saat pengkajian tanggal 10 Juli 2019, Ibu pasien mengatakan “Anak

saya masih panas tetapi mulai berangsur menurun, badan teraba hangat,

dibagian dahi tetapi anak saya sudah tidak mengalami kejang. Panas

dirasakan malam hari dan suhu akan turun setelah diberi obat penurun

panas”. (Ny.A). Hasil pemeriksaan TTV Nadi : 130x/menit, Suhu: 38,1 oC,

RR: 30x/menit.

3.1.2.3 Riwayat Kehamilan dan Kelahiran

a. Riwayat Pre Natal

Ibu pasien mengatakan:


“An. A adalah anak yang keempat. Pada saat hamil, saya setiap bulan

rutin memeriksa kehamilan saya ke bidan desa ± 4 kali. Saya

mengalami kenaikan berat badan dari 55kg-62kg. Saya diberi obat FE

dan melakukan imunisasi TT 2x selama kehamilan pada usia kehamilan

3 bulan mendapatkan TT1 (Pertama) dan TT2 (Kedua) pada kehamilan

6 bulan. Selama kehamilan saya tidak pernah menderita sakit. Saya

tidak merokok ketika saya hamil maupun ketika saya tidak hamil”.

(Ny.A)

b. Riwayat Intra Natal

Ibu pasien mengatakan:

“Saya melahirkan An.A di Rumah Sakit Bersalin Muhammadiyah pada

usia kehamilan 9 bulan pada tanggal 8 Desember 2018 dengan

persalinan normal. Tidak ada penyulit dalam persalinan.”. (Ny.A)

c. Riwayat Post Natal

Ibu pasien mengatakan:

“Setelah saya melahirkan, saya dan dan anak saya dalam keadaan

sehat. Anak saya lahir dengan BB 3500 gram dan panjang badan 50 cm

APGAR skor 7, langsung menangis kuat saat lahir, warna kulit agak

kemerahan dan licin, bergerak aktif,kemudian diberi vitamin K dan

diberi salep pada matanya”.


Tabel 3.2 Reflek Bayi Baru Lahir Pada An.A

Reflek Bayi Baru Keterangan


Lahir
pada An.A
Reflek Moro “Saat diberi rangsangan An.A langsung terkejut
melakukan gerakan dengan menggerakan tangan dan
menenekuk kaki”.
Reflek Isap/Sucking “An.A spontan menghisap pada saat bagian atas atau
langit langit mulut bayi disentuh seperti diberikan
ASI/dot”.
Reflek Gaspring “Saat telapak tangan disentuh An.A dengan spontan
menutupi tangannya seperti dengan menggenggam”.
Reflek Babysk “Saat diberi rangsangan menggaruk telapak kaki jempol
An.A mengarah keatas dan jari jarinya ke bawah”.
Reflek Tonick Neck “Saat An.A tidur, kemudian diberi rangsangan dari kaca
inkubator An.A reflek mendengak.”.
Rooting Reflek “Saat menyentuh pinggir mulut, An.A reflek mengikuti
arah sentuhan sambil membuka mulut”.
Reflek Staffing “Saat An.A dalam posisi tegak dengan kaki menyentuh
tanda, A.A seperti sedang melangkah”.
Sumber : Ny.A

3.1.2.4 Riwayat Kesehatan Masa Lalu

a. Penyakit Waktu Kecil

Ibu pasien mengatakan:

“An.A belum pernah mengalami penyakit ini sebelumnya, hanya

mengalami demam tetapi tidak sampai kejang”. (Ny.A)

b. Pernah dirawat di Rumah Sakit

Ibu pasien mengatakan:

“An.A sebelumnya pernah masuk rumah sakit karena demam di

Rumah Sakit Daerah Gunung Jati umur 4 bulan”. (Ny.A)

c. Penggunaan Obat

Ibu pasien mengatakan:


“Anak saya tidak mengonsumsi obat-obatan khusus, hanya

mengkonsumsi obat penurun panas dari bidan jika anak saya sakit

panas”. (Ny.A)

d. Alergi

Ibu pasien mengatakan:

“Anak saya tidak mempunyai riwayat alergi obat, cuaca ataupun

makanan”. (Ny.A)

e. Kecelakaan

Ibu pasien mengatakan:

“Anak saya tidak pernah mengalami kecelakaan, mapun terjatuh.

Saya selalu mengawasi anak saya ketika beraktivitas atau bermain”.

(Ny.A)

f. Riwayat Tumbuh Kembang

Ibu pasien mengatakan

“Anak saya sudah bisa telentang dan telungkup, sudah bisa duduk

tegak sebentar tetapi belum bisa duduk tanpa pegangan., sudah bisa

menggenggam mainan icik-icik tetapi kadang sekarang suka

melempar barang kesembarang tempat. BB saat lahir 3500 gram,

berat badan saat ini 7 kg, tinggi badan anak saya 67 cm, sudah

tumbuh gigi tengah atas. Anak saya belum bisa berjalan”. (Ny.A)

g. Riwayat Imunisasi
Tabel 3.3 Imunisasi

Waktu Pemberian
Jenis Yang
No Tempat
Imunisasi Memeriksa
I II III IV
1. BGC Saat lahir - - - Rumah sakit Bidan
2. DPT 2 bln 3bln 4bln - Poyandu Bidan
3. Polio 2 bln 3bln 4bln - Posyandu -
4. Hepatitis Saat lahir 2 bln 3bln 4bln Rumah sakit Bidan
5. Campak - - - - - -
Sumber : Ny.A

h. Riwayat Kesehatan Keluarga (Genogram)

Bagan 3.1: Genogram

Keterangan :

: Laki-laki

: Perempuan

: Pasien

: Meninggal

: Tinggal satu rumah


Sumber : Ny.A

Ibu pasien mengatakan:

Pasien adalah anak keempat dari empat bersaudara, pasien tinggal

bersama ayah,ibu dan kedua kakaknya. Kakak yang pertama sudah

meninggal di usia masih bayi. Didalam keluarga tidak ada yang

memiliki penyakit yang sama dengan yang pasien alami saat ini.

Tidak ada yang memiliki riwayat penyakit menurun seperti

hipertensi,asma dan penyakit lainnya.

Tabel 3.4 Kedudukan Anak Dalam Keluarga

No Nama Umur Jenis Kelamin Keterangan


1 An.T 1 bulan Perempuan Meninggal
2 An.S 15 Tahun Laki-Laki Sehat
3 An.K 8 Tahun Perempuan Sehat
4 An.A 7 Bulan Laki-laki Sakit
Sumber : Ny.A

i. Riwayat Kesehatan Lingkungan

Ibu pasien mengatakan

“Lingkungan rumah saya berada di tepi kota dan lingkungannya

bersih, keadaan ventilasi baik, sanitasi lingkungan baik, lalu lintas

tidak terlalu ramai, jarak antara rumah saya dengan warga sekitar

cukup dekat”.

j. Riwayat Psikososial

1) Pasien

Ibu pasien mengatakan


“Anak dapat diajak bercanda oleh keluarga tetapi takut dengan

petugas kesehatan, terkadang sedikit rewel jika akan diberikan

obat selalu menangis”. (Ny.A)

2) Keluarga

Dari hasil wawancara tentang psikologis keluarga dalam

menghadapi pasien yang dirawat di rumah sakit, ibu pasien

mengatakan:

“Saya cemas dan sedih karena ini adalah kali pertamanya anak

saya mengalami kejang dan suhu tubuh nya sekarang masih

panas. Saya takut kejang akan muncul lagi saat suhu tubuhnya

semakin naik. Karena itu pertama kalinya terjadi, saya belum

mengetahui penanganan kejang demam saat dirumah. Saya juga

berharap An.A segera pulih dan dapat berinteraksi lagi seperti

biasanya dirumah”. (Ny.A)

3) Riwayat spiritual

Ibu pasien mengatakan

“Saya dan keluarga saya beragama islam, saya dan suami

menjalankan sholat 5 waktu tetapi kadang tertinggal karena anak

saya sedikit rewel jika harus ditinggal. Saya selalu berdoa untuk

kesembuhan anak saya”. (Ny.A)

3.1.3 Pola Aktivitas Sehari-hari

Tabel 3.5 Pola Aktivitas Sehari-hari

No Jenis Aktivitas Sebelum Sakit Selama Sakit


1 Kebutuhan Nutrisi
a. Makan
- Frekuensi 3x sehari 3x sehari
- Jenis Bubur cereal sayuran bubur
- Jumlah/porsi 1 porsi habis 1/3 porsi makan
- Makananan pantangan Tidak ada Tidak ada
- Alat yang dipakai Piring,sendok Piring,sendok
b. Minum
- Jenis ASI,susu ASI,susu
- Jumlah Tidak tentu Tidak tentu
- Alat yang dipakai Tidak menggunakan alat Tidak menggunakan alat
2 Kebutuhan istirahat dan tidur
a. Tidur Malam
- Kualitas (jam) 9-10 jam perhari 8-9 jam perhari
- Kebiasaan sebelum tidur Bermain icik-icik Menangis
- Gangguan tidur Tidak ada gangguan tidur Tidak bisa tidur karena
b. Tidur Siang demam
- Kualitas (jam) 2-3 jam perhari 1-2 jam perhari
- Kebiasaan sebelum tidur Bermain dengan keluarga Bermain dengan ibunya
- Gangguan tidur Tidak mau tidur karena ingin Berisik karena
bermain lingkungan
3 Kebersihan diri
- Mandi 2x1 sehari dibantu orang tua Tidak pernah mandi
maupun dilap selama
sakit.
- Gosok gigi Ketika mandi 2x dan dibantu Tidak pernah gosok gigi
orang tua selama sakit
- Cuci rambut 3x dalam seminggu dibantu Tidak pernah cuci
orang tua rambut selama sakit
- Menggunting kuku 1x dalam seminggu dibantu Kuku bersih dan pendek.
orang tua
4 Eleminasi
a. BAB
- Frekuensi 2x sehari 1xsehari
- Konsistensi Padat Lembek
- Warna Kuning Kuning kecoklatan
- Keluhan Tidak ada Tidak ada
b. BAK
- Frekuensi 5x sehari 4xsehari
- Konsistensi Cair Cair
- Warna Kuning Kuning
- Keluhan Tidak ada Tidak ada
5 Aktivitas bermain
- Waktu ≥3jam perhari ≥4 jam perhari
- Jenis Permainan Bermain icik-icik dengan ibu Bermain icik-icik dengan
ibu
Sumber: Ny.A

3.1.4 Pemeriksaan Fisik

3.1.4.1 Keadaan Umum

Composmentis : E : 4 M:5 V:6 Pasien tampak lemah


3.1.4.2 Tanda-tanda vital

Nadi : 130x/menit

Suhu : 38,1oC

Pernafasan : 30x/menit

3.1.4.3 Pemeriksaan Antropometri

Berat Badan : BBA : 7,3 kg BBS : 7,2 kg

Tinggi Badan : 67 cm

Lingkar Lengan : 16,5 cm

Lingkar Kepala : 45 cm

Lingkar Dada : 37 cm

Lingkar Perut : 34 cm

3.1.4.4 Kepala dan rambut

Bentuk kepala bulat, ketika dipalpasi tidak ada nyeri pada bagian kepala,

rambut sedikit kotor, rambut berwarna hitam dan tipis.

3.1.4.5 Wajah

Bentuk oval, warna kulit kuning langsat, wajah sedikit memerah, tidak ada

nyeri tekan pada wajah.

3.1.4.6 Mata

Bentuk mata simetris, konjungtiva warna merah muda, sklera an ikterik,

pupil ishokor, pupil mengecil saat terkena cahaya, tidak ada nyeri tekan.

3.1.4.7 Hidung
Bentuk hidung kecil dan mancung, hidung bersih, tidak terpasang NGT,

tidak terpasang O2, tidak ada nyeri tekan pada hidung.

3.1.4.8 Telinga

Bentuk telinga simetris, fungsi pendengaran baik, telinga bersih, tidak ada

nyeri tekan.

3.1.4.9 Mulut

Mulut tampak kotor, gigi sedikit kotor, mukosa bibir kering, tidak ada

nyeri tekan.

3.1.4.10 Leher

Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, pergerakan leher baik pasien bisa

menengok kanan dan kiri, tidak ada gangguan menelan, tidak ada nyeri

tekan.

3.1.4.10Dada

Pola nafas normal ,dada mengembang simetris, tidak ada retraksi dinding

dada, tidak terdengar suara tambahan ketika di auskultasi, bunyi nafas

vesikuler, tidak ada nyeri tekan, suara jantung reguler.

3.1.4.11Perut

Tidak terdapat pembesaran pada bagian abdomen, tidak ada nyeri tekan

ketika dipalpasi pada bagian abdomen, kulit teraba lengket, ketika di

auskultasi bising usus= 12x/menit.

3.1.4.12Genetalia
Genetalia pasien bersih,anus tidak ada kelainan. Terdapat testis,tidak ada

lesi dan pembengkakan, tidak ada nyeri tekan, tidak ada kelainan pada

genetalia.

3.1.4.13Ekstermitas

a. Ekstermitas Atas

Ekstermitas atas kanan dan kiri simetris, tidak ada luka pada bagian

ekstermitas atas, kekuatan otot dan menggenggam baik, tidak ada

edema pada ekstermitas atas. Kuku pasien terlihat pendek dan bersih.

Pemeriksaan kapiler darah >2 detik, akral hangat.

b. Ekstermitas Bawah

Bentuk kaki simetris, Pergerakan ekstermitas bawah

terganggu,terpasang infus KA-EN 30 tpm. Kuku terlihat bersih dan

tidak panjang, akral hangat.

c. Kekuatan Otot

Kekutan tonus otot 5, pasien tampak aktif dibuktikan pasien mampu

menggengam tangan dengan kuat tetapi pasien kurang mampu

mengangkat tangan dan kakinya tidak bisa banyak bergerak karena

terpasang infus.

5555 5555

5555 5555

Keterangan:

a. : Lumpuh total

b. : Tidak ada gerakan, teraba/terlihat adanya kontraksi otot


c. :Ada gerakan pada setiap sendi, tetapi tidak dapat

melawan gravitasi (hanya bergeser)

d. :Bisa melawan gravitasi tetapi tidak dapat menahan atau

melawan pemeriksaan.

e. :Bisa bergerak melawan tahanan pemeriksa tetapi

kekuatan berkurang

f. : Dapat melawan tahaan pemeriksa dnegan kekuatan

maksimal

3.1.5 Hasil Laboratorium

Tabel 3.6 Hasil Laboraorium

Tanggal Jenis Hasil Nilai normal Satuan


Pemeriksaan
09-06-2019 Darah rutin
Hemoglobin 8,1 low 108,12,8 g/dL
Leukosit 11 high 5,0 – 10,0 /uL
Trombosit 524 high 217-497 10^3/uL
Eritrosit 36 35-43 10^6/uL
Hematokrit 2,85 low 3,6-5,2 %
MCV 64,2 low 73-101 mikro m3
MCH 18,3 low 23-31 pg
MCHC 26,6 26-34 g/dL
RDW 16,2 high 11,5-15,5 %
Basofil 0,2 0,0-0,1 %
Eosinofil 0,9 low 1,0-3,0 %
Limfosit % 31,1 20,0-40,0 %
Monosit % 5,2 1-6 %
Rumah Sakit Daerah Gunung Jati Kota Cirebon
3.1.6 Obat-Obatan

Tabel 3.7 Tabel Obat-Obatan

No Jenis Obat Order Pemberian Waktu


1. Inj Paracetamol 80 mg Jam 12.00dan jam 24.00
2. Inj Ondancentron 0.8 mg Jam 12.00 dan jam 20.00
3. Inj Sibital 75 mg Jam 12.00
4. Infus KA-EN 30 30 Tetes/menit
Rumah Sakit Daerah Gunung Jati Kota Cirebon

3.1.7 Ringkasan Riwayat Keperawatan

Pada saat pengkajian An.A ibu pasien mengatakan badan pasien panas,

tetapi mulai berangsur menurun, badan teraba hanga, dibagian dahi tetapi

sudah tidak mengalami kejang. Panas dirasakan malam hari dan suhu

tubuh akan turun setelah diberi obat penurun panas. An.A mengalami

demam disertai kejang frekuensi 4 kali sebelum masuk rumah sakit. Wajah

An.A tampak merah, kulit teraba hangat, mukosa bibir kering, An.A

selama sakit belum dimandikan dan belum gosok gigi, keluarga tidak

mengetahui penanganan kejang demam yang dilakukan dirumah.

Didapatkan hasil pemeriksaan Nadi : 130x/menit, Suhu: 38,1 oC, RR:

30x/menit.

3.2 ANALISA DATA

Tabel 3.8 Analisa Data

Nama Pasien : An.A Tanggal masuk : 8 Juli

2019

Diagnosa Medis : Kejang Demam Tanggal pengkajian : 10

Juli 2019

No Data Penyebab/Etiologi Masalah


1. DS: Ibu pasien mengatakan Infeksi bakteri parasite Hipertermia
“anak saya demam 3 hari sebelum
dibawa ke rumah sakit”
“anak saya kejang 4 kali selama +
10 menit setiap kejang” Reaksi Inflamasi
“kejang terjadi setiap suhu tubuh
meningkat”

DO :
Merangsang hipotalamus
- Pasien tampak lemah
- Mukosa bibir kering
- Kulit teraba hangat
- Kulit tampak merah
- S: 38,1oC Proses demam
- N: 130x/menit
- RR: 30x/menit

Hipertermia
2. DS: Ibu pasien mengatakan Keadaan sakit Defisit perawatan diri
“ anak saya belum mandi selama
sakit karena badanya masih panas”
“belum sikat gigi karena
menangis” Tidak boleh mandi ketika
demam
DO:
- Badan teraba lengket
- Mulut dan gigi tampak
sedikit kotor
Kurangnya informasi

Defisit perawatan diri:


Mandi
3. DS: Ibu pasien mengatakan Proses demam Resiko kejang berulang
“anak saya demam disertai kejang”
“saya takut ketika suhu naik akan
terjadi kejang lagi” Peningkatan suhu tubuh

DO:
- Suhu 38,1oC
- N : 130x/menit Resiko kejang berulang
- RR: 30x/menit
- CRT >2detik
4. DS: Ibu pasien mengatakan Keadaan sakit Kurangnya
“saya dan keluarga tidak pengetahuan tentang
mengetahui apa yang harus kejang demam
dilakukan ketika kejang” Pertama kalinya
“sebelumnya belum pernah terjadi mengalami kejadian
ini pertama kalinya” penyakit
“saya tidak tahu penanganan
kejang pada anak”

DO : Kurangnya informasi
- Ibu pasien tampak sedikit
bingung ketika ditanya
tentang penyakit anaknya
- Ibu pasien tidak
menjawab ketika ditanya Kurangnya pengetahuan
mengenai penanganan tentang kejang demam
kejang demam di rumah.
5. DS: ibu pasien mengatakan Kejang Resiko cedera
“anak saya demam disertai kejang”
“ badanya masih panas”
“saya takut ketika suhu naik akan
terjadi kejang lagi” Peningkatan suhu tubuh

DO:
- Kulit pasien pasien
tampak merah
Resiko Cedera
- Badan teraba hangat
- Suhu 38,1oC
- Riwayat kesehatan :
kejang sebelum masuk
rumah sakit 4 kali

3.3 DIAGNOSA KEPERAWATAN BERDASARKAN PRIORITAS

MASALAH

3.3.1 Hipertermia berhubungan .dengan infeksi bakteri parasit

3.3.2 Resiko kejang berulang berhubungan dengan meningkatnya suhu tubuh.

3.3.3 Resiko cedera berhubungan dengan aktivitas kejang

3.3.4 Defisit perawatan diri : Mandi berhubungan dengan kurangnya informasi

tentang pentingnya hygine.

3.3.5 Kurangnya pengetahuan tentang penyakit kejang demam berhubungan

dengan kurangnya informasi .


5.1 PERENCANAAN

Nama : An.A Tanggal Masuk : 08-07-2019

Diagosa Medis : Kejang Demam Tanggal Pengkajian : 10-07-2019

Tabel 3.9 Perencanaan Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan Perencanaan


Tujuan Intervensi Rasional
1. Hipertermia berhubungan Setelah dilakukan 1. Monitor suhu tubuh 1. Suhu 38,9oC-40oC menunjukan
dengan proses penyakit. tindakan keperawatan 2. Monitor nadi dan respirasi adanya proses terjadinya infeksi.
DS: Ibu pasien mengatakan selama 3 kali dalam 8 3. Monitor warna kulit Dengan cara memantau tanda-tanda
“anak saya demam 3 hari jam suhu tubuh pasien 4. Monitor penurunan tingkat vital dan suhu akan mengetahui
sebelum dibawa ke rumah dalam keadaan normal. kesadaran keadaan umum pasien.
sakit” Dengan kriteria hasil: 5. Kolaborasi pemberian cairan IV 2. Dapat membantu meliha
“anak saya kejang 4 kali 1. Suhu tubuh dalam 6. Anjurkan menggunakan pakaian 3. Dapat membantu mengurangi
selama + 10 menit setiap rentang normal yang tipis dan menyerap keringat demam
kejang” (36oC-37oC) 7. Kompres pasien pada lipat paha dan 4. Agar tidak terjadi dehidrasi yang
“kejang terjadi setiap suhu 2. Nadi dan RR dalam aksila berlebih serta untuk mengganti
tubuh meningkat” rentang normal (N : 8. Anjurkan pasien banyak minum air cairan akibat proses penguapan.
80-90x/menit dan putih 5. Digunakan untuk mengurangi
DO : RR :20-30x/menit). 9. Kolaborasi pemberian obat anti demam denganaksi sentralnya pada
- Pasien tampak lemah piretik hipotalamus.
- Mukosa bibir kering
- Kulit teraba hangat
- Kulit tampak merah
- S: 38,1oC, N: 130x/menit,
RR: 30x/menit
2. Resiko kejang berulang Setelah dilakukan 1. Anjurkan pasien untuk 1. Proses infeksi akan terhalangi
berhubungan dengan tindakan keperawatan melonggarkan pakaian oleh pakaian.
meningkatnya suhu tubuh. selama 3 kali dalam 8 2. Berikan pasien ektra cairan 2. Suhu demam kebutuhan akan
DS: Ibu pasien mengatakan jam, suhu tubuh pasien (susu,air putih) cairan meningkat
“anak saya demam disertai dalam rentang normal 3. Batasi aktivitas fisik pasien 3. Aktivitas dapat meningkatkan
kejang” (36oC-37oC). selama pasien panas metabolism dan meningkatkan
“saya takut ketika suhu Dengan kriteria hasil: 4. Kolaborasi pemberian obat panas.
naik akan terjadi kejang 1. Suhu tubuh normal denga dokter 4. Untuk mencegah terjadinya
lagi” (36oC-37oC). kejang.
2. Tidak ada tanda-
DO: tandang kejang
- Suhu 38,1oC berulang
- N : 130x/menit
- RR: 30x/menit
3. Resiko cedera berhubungan Setelah dilakukan 1. Sediakan lingkungan yang 1. Mencegah terjadinya cedera
dengan aktivitas kejang tindakan keperawatan aman pada pasien
selama 3 kali dalam 8 2. Hindarkan lingkungan yang 2. Kebutuhan keamanan pasien
DS: ibu pasien mengatakan jam, suhu tubuh pasien berbahaya berguna untuk mencegah cedera
“anak saya demam disertai dalam rentang normal 3. Pasang side rail di tempat tidur pasien
kejang” (36oC-37oC). 4. Sediakan tempat tidur yang 3. Perlindungan kepada pasien
“ badanya masih panas” Dengan kriteria hasil: nyaman dan bersih agar tidak jatuh dari tempat
“saya takut ketika suhu naik 1. Suhu tubuh normal 5. Batasi pengunjung tidur.
akan terjadi kejang lagi” (36oC-37oC). 6. Anjurkan keluarga untuk 4. Mengurangi kegelisahan pasien
2. Tidak terjadi kejang menemani pasien dan karena banyaknya pengunjung
DO: 3. Tidak terjadi cidera membantu pasien. 5. Aktivitas pasien terpantau dan
- Badan teraba hangat 7. Edukasi tentang penyakit. kebutuhan pasien terpenuhi
- Riwayat kesehatan : 6. Agar keluarga pasien
kejang sebelum masuk mengetahui tentang penyakit.
rumah sakit 4 kali
- Suhu 38,1oC
4. Defisit perawatan diri : mandi Setelah dilakukan 1. Jelaskan pentingnya menjaga 1. Pengetahuan dini bagi anak
berhubungan dengan kurangnya tindakan keperawatan kebersihan maupun keluarga tentang
informasi tentang pentingnya selama 2 kali dalam 8 2. Monitor kebersihan tubuh pentingnya menjaga kebersihan
hygine. jam diharapkan personal 3. Bantu perawatan diri pasien 2. Untuk mengetahui bagian tubuh
hygine pasien terpenuhi. mandi, menggosok gigi. mana yang kurang terjagga
DS: Ibu pasien mengatakan Dengan kriteria hasil: 4. Fasilitasi agar keluarga kebersihannya
“ anak saya belum mandi 1. Dapat diterapkan mampu menerapkan caranya 3. Sebagai media pembelajaran
selama sakit karena dikehidupan sehari- di rumah. dan konsep perawatan diri.
badanya masih panas” hari 5. Pertahankan kebiasaan 4. Agar keluarga maupun anak
“belum sikat gigi karena 2. Keluarga menjaga kebersihan. mampu mempraktekan kembali
menangis” mengetahui dirumah dengan benar.
pentingnya 5. Agar tubuh tetap bersih dan
DO: menjaga personal terhindar dari bakteri.
- Badan teraba lengket hygine pada anak
- Mulut dan gigi tampak
sedikit kotor
5. Defisit pengetahuan penyakit Setelah dilakukan 1. Jelaskan pengertian penyakit 1. Memberikan pengetahuan dasar
kejang demam berhubungan tindakan keperawatan 2. Gambarkan tanda dan gejala dimana keluarga ata pasien
dengan kurangnya informasi selama 3 kali dalam 8 penyakit dapat membuat pilihan
penyakit jam diharapkan keluarga 3. Jelaskan patofisiologi penyakit 2. Pengenalan dini dari
mampu memahami 4. Sediakan media informasi perkembangan atau kambuhnya
DS: Ibu pasien mengatakan penyakit. untuk menunjang pemahaman infeksi penyakit dan
“saya dan keluarga tidak Dengan kriteria hasil: keluarga tentang penyakit mengurangi risiko
mengetahui apa yang harus 1. Keluarga perkembangan kea rah situasi
dilakukan ketika kejang” menyatakan yang membahayakan.
“sebelumnya belum pernah pemahaman tentang 3. Memberikan pengetahuan
terjadi ini pertama kalinya” penyakit, kondisi, penanganan kejang demam
“saya tidak tahu dan pengobatan. pada anak
penanganan kejang pada 2. Keluarga mampu 4. Meningkatkan pemahaman
anak” menjelaskan dalam penyembuhan penyakit.
DO : kembali apa yang
- Ibu pasien tampak sedikit telah dijelaskan.
bingung ketika ditanya
tentang penyakit anaknya.
- Ibu pasien tidak menjawab
ketika ditanya mengenai
penanganan kejang demam
di rumah.

5.2 IMPLEMENTASI

Nama pasien : An.A Tanggal masuk : 08-

07-2019

Diagnosa medis : Kejang Demam Tanggal pengkajian : 10-

07-2019

Tabel 3.10 Implementasi Keperawatan

Dx Tanggal/Jam Implementasi Paraf

I 10 Juli 2019 I : Memonitor suhu tubuh Azizah Wulansari


06.00 WIB R: Suhu tubuh pasien 38,1oC
I: Memonitor nadi dan RR
R: Nadi 120x/menit
RR 30x.menit
06.30 WIB I : Mengompres pasien pada bagian lipatan paha dan axila
R: Suhu tubuh pasien turun 37,5 oC
I: Menganjurkan pasien banyak minum air putih
06.45 WIB R: Pasien bersedia minum air putih sedikit tapi sering
I : Mengkolaborasikan pemberian anti piretik
07.00 WIB R: Pasien diberikan inj. paracetamol 80mg
II 10 Juli 2019 I : Anjurkan pasien untuk melonggarkan pakaian Azizah Wulansari
07.15 WIB R: Pasien tidak memakai pakaian ketat
I : Berikan pasien ektra cairan (susu,air putih)
07.30 WIB R: Pasien minum air putih sedikit tapi sering
I: Batasi aktivitas fisik pasien selama pasien panas
08.00 WIB R: Pasien tidak banyak berativitas
III 11 Juli 2019 I : Memasang side rail di tempat tidur Azizah Wulansari
08.00 WIB R: Side rail terpasang
08.10 WIB I: Menyediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih
R:Tempat tidur pasien nyaman dan bersih
08.15 WIB I: Membatasi pengunjung
R: Tidak ada yang menjenguk pasien kecuali keluarga
08.20 WIB I: Menganjurkan keluarga untuk menemani pasien dan membantu pasien
R: Keluarga pasien menemani pasien dan membantu aktivitas pasien.

IV 11 Juli 2019 I: Menjelaskan pentingnya menjaga kebersihan Azizah Wulansari


08.40 WIB R:Keluarga pasien mengerti pentingnya menjaga kebersihan
I: Memonitor kebersihan tubuh
08.50 WIB R: badan pasien terasa lengket, gigi kotor
I: Membantu perawatan diri pasien mandi, menggosok gigi.
09.00 WIB R: Pasien bersedia dibantu untuk mandi dan gosok gigi oleh perawat
I: Memfasilitasi agar keluarga mampu menerapkan caranya di rumah.
12.00 WIB R: Keluarga mengerti dan akan menerapkan kebersihan klien dirumah.
V 12 Juli 2019 I: Menjelaskan pengertian penyakit Azizah Wulansari
14.00 WIB R: Ibu pasien mengerti pengertian kejang demam
14.10 WIB I: Menggambarkan tanda dan gejala penyakit
R: Ibu pasien bisa menjelaskan tanda dan gejala kejang demam
14.15 WIB I: Menjelaskan patofisiologi penyakit
R: Ibu pasien mengerti patofisiologi kejang demam
14.30 WIB I: Menyediakan media informasi untuk menunjang pemahaman keluarga tentang penyakit
R: Keluarga mampu mehami penyakit
5.3 EVALUASI

Nama pasien : An.A Tanggal masuk : 08-07-2019

Diagnosa medis : Kejang Demam Tanggal pengkajian : 10-07-2019

Tabel 3.11 Catatan Perkembangan Pasien

Dx Tanggal/Jam Evalasi Paraf

I 10 Juli 2019 S: Ibu pasien mengatakan Azizah Wulansari


“ suhu anak saya menurun setelah diberi obat”
07.30 O:
WIB - Kulit pasien tidak tampak merah
- Mukosa bibir lembab
- Pasien minum air putih sedikit tapi sering
- Pasien diberikan inj. paracetamol 80mg
- S: 37,5oC
N: 120x/menit
RR: 30x/menit
A: Masalah Teratasi
P: Hentikan Intervensi
II 10 Juli 2019 S: Ibu pasien mengatakan: Azizah Wulansari
“ suhu anak saya menurun, tidak terjadi kejang”
08.00
WIB O:
- Tidak terjadi trauma fisik
- Tidak terjadi kejang berulang
- Klien tidak memakai pakaian ketat
- Pasien tampak berbaring di tempat tidur
- S: 37,5oC
N: 120x/menit
RR: 30x/menit
A: Masalah teratasi
P: Hentikan intervensi

III 11 Juli 2019 S: ibu pasien mengatakan Azizah Wulansari


10.00 “suhu anak saya menurun, tidak terjadi kejang”
WIB O:
- Terpasang side rail pada bed pasien
- Tidak terjadi trauma fisik
- Tidak ada lecet
- Suhu menurun 37,5oC
N : 120x/menit
RR: 30x/menit
IV 11 Juli 2019 S : Ibu pasien mengatakan Azizah Wulansari
13.30 “ sudah mengerti pentingnya menjaga kebersihan”
WIB “anak saya sudah dimandikan dan gosok gigi”
O:
- Badan pasien bersih tidak teraba lengket
- Gigi tampak bersih
- Pasien tampak nyaman
A: Masalah teratasi
P: Hentikan Intervensi
V 12 Juli 2019 S: ibu pasien mengatakan Azizah Wulansari
15.00 “ saya sudah paham tentang penanganan kejang demam pada anak”
WIB “kejang demam adalah bangkitan kejang pada anak yang panasnya diatas
38oC”
“ ciri anak kejang demam yiatu serangan kejangnya hanya sebentar”
“penyebab kejang demam bisa dari infeksi pernafasan, saluran kemih, otitis
media, dan pneumoni”
“faktor resikonya yaitu riwayat kejang dari orang tua, keterlambatan tumbuh
kembang, dan kadar natrium rendah”
“penangangan kejang demam yaitu ketika anak kejang baringkan anak,
jangan masukan benda apapun kemulut anak, segera bawa ke pelayanan
kesehatan”
O:
- Keluarga tampak antusias
- Keluarga tampak mengerti tentang penyakit
- Keluarga dapat menjelaskan kembali tentang penyakit

A: Masalah teratasi
P: Hentikan Intervensi
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Selama melakukan asuhan keperawatan pada An.A dengan kejang

demam selama 3 hari dari tangggal 10 juli sampai 12 juli 2019, penulis

mendapatkan pengalaman tentang perawatan pasien dengan kejang demam di

ruang Kemuning Rumah Sakit Daerah Gunung Jati Kota Cirebon.

Berdasarkan asuhan keperawatan yang telah dilakukan peneliti dapat menarik

keimpulan sebagai berikut:

Pada tahap pengkajian pada An.A usia bayi (7 bulan 2 hari) dengan

Gangguan Rasa Nyaman: Hipertermia akibat Kejang Demam peningkatan

suhu tubuh pasien tetapi mulai berangsur menurun, badan teraba hangat,

dibagian dahi tetapi sudah tidak mengalami kejang. Panas dirasakan malam

hari dan suhu tubuh akan turun setelah diberi obat penurun panas. An.A

mengalami demam disertai kejang frekuensi 4 kali sebelum masuk rumah

sakit. Wajah An.A tampak merah, kulit teraba hangat, mukosa bibir kering,

An.A selama sakit belum dimandikan dan belum gosok gigi, keluarga tidak

mengetahui penanganan kejang demam yang dilakukan dirumah. Didapatkan

hasil pemeriksaan Nadi : 130x/menit, Suhu: 38,1oC, RR: 30x/menit.

Pada tahap diagnosa keperawatan penulis tidak mengalami kesulitan

sehingga memudahkan penulis dalam menentukan diagnosa keperawatan

pada An.A usia bayi (7 bulan 2 hari) dengan Gangguan Rasa Nyaman :
Hipertermia akibat Kejang Demam terdapat lima diagnosa keperawatan yang

diambil diantaranya : Hipertermia berhubungan dengan infeksi bakteri

parasit, resiko kejang berulang berhubungan dengan meningkatnya suhu

tubuh, resiko cedera berhubungan dengan aktivitas kejang, dukungan

perawatan diri : mandi berhubungan dengan kurangnya informasi tentang

pentingnya hygine, kurangnya pengetahuan tentang penyakit kejang demam

berhubungan dengan kurangnya informasi .

Adapun tindakan keperawatan atau intervensi keperawatan yang

dilakukan pada An.A usia bayi (7 bulan 2 hari) dengan Gangguan Rasa

Nyaman: Hipertermia akibat Kejang Demam kompres hangat dan pemberian

injeksi sesuai dengan penyaranan terapi yang didelegasikan.

Pada tahap implementasi penulis melakukan tindakan kolaborasi

ataupun mandiri. Pasien kooperatif dalam melakukan asuhan keperawatan

didampingi oleh ibu pasien dalam melakukan kompres hangat dan tindakan

memberikan injeksi untuk penurunan suhu tubuh. Dilakukan penkes

pentingnya kebersihan dan penanganan kejang demam di rumah pada

keluarga pasien.

Evaluasi dari implementasi yang telah dilakukan, diagnosa

keperawatan yang sudah teratasi yaitu Hipertermia berhubungan dengan

proses penyakit (infeksi). Tidak terjadi kejang berulang dan tidak ada cidera

trauma fisik yang terjadi pada anak. Selain itu, Dukungan perawatan diri :

mandi berhubungan dengan kurangnya informasi tentang pentingnya hygine,


serta Kurangnya pengetahuan tentang penyakit kejang demam berhubungan

dengan kurangnya informasi.

Pendokumentasian yang dilakukan dengan dicatat dalam format yang

telah dilakukan serta perkembangan serta respon pasien ditulis oleh perawat

penanggung jawab pasien di catatan di status pasien.

4.2 Saran

Setelah mendapatkan melakukan Asuhan Keperawatan pada An.A usia bayi

(7 bulan 2 hari) dengan Gangguan Rasa Nyaman: Hipertermia akibat

Kejang Demam, penulis menyampaikan saran kepada:

4.2.1 Bagi praktisi keperawatan dan rumah sakit

Diharapkan agar intusi kesehatan memberikan penyuluhan tentang

penanganan dan pencegahan kejang demam anak kepada orang tua agar

dapat mencegah terjadinya infeksi yang dapat menyebabkan kejang demam.

4.2.2 Bagi keluarga pasien

Keluarga mampu mengetahui pencegahan dan penanganan kejang demam

pada anak untuk mengatasi demam dengan tekhnik kompres hangat.

Anda mungkin juga menyukai